Pasal 1
(1) Hak Cipta adalah hak eksklusifs pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam
bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak
ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000
(seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/ atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (l) huruf a, huruf b, huruf e,
dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau pidana denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERPADU
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (SPPA)
BAGI APARAT PENEGAK HUKUM DAN INSTANSI TERKAIT
Sri Musfiah
Bambang Triasmono
Sri Musfiah
Bambang Triasmono
xiv+64 hlm; 18 x 25 cm
ISBN: 978-623-5716-13-8
Dicetak oleh:
PERCETAKAN POHON CAHAYA
SAMBUTAN
Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa,
berkat rahmat dan karunia-Nya, review modul Pelatihan Terpadu Sistem Peradilan
Pidana Anak (SPPA) dengan Judul REHABILITASI DAN REINTEGRASI ANAK
KORBAN DAN ANAK SAKSI telah terselesaikan.
v
Perpres No. 175 Tahun 2014 tentang Pendidikan dan Pelatihan Terpadu
bagi Penegak Hukum dan Pihak Terkait Mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak
mengatur tujuan dari pelaksanaan Diklat Terpadu, yaitu untuk menyamakan persepsi
dalam penanganan ABH dalam SPPA, terutama agar memiliki pemahaman yang
sama tentang hak-hak anak, keadilan restoratif dan diversi, serta meningkatkan
kompetensi teknis APH dan pihak terkait dalam penanganan ABH.
Anak adalah generasi penerus yang dalam diri mereka melekat harkat dan
martabat sebagai manusia seutuhnya. Tanpa keterpaduan, mustahil cita-cita luhur
untuk memulihkan kondisi ABH dapat terwujud. Adalah menjadi tanggung jawab
kita semua untuk memastikan agar prinsip kepentingan terbaik bagi anak atau the
best interest of child selalu menjadi pegangan dalam mengatasi persoalan anak,
termasuk mereka yang sedang berhadapan dengan hukum.
Dalam kesempatan ini, kami atas nama BPSDM Hukum dan Hak Asasi
Manusia menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak atas dukungan
dan kontribusinya dalam penyelesaian review modul ini. Semoga modul ini dapat
berkontribusi positif bagi APH dan pihak terkait dalam penanganan ABH.
Berangkat dari Konvensi Hak Anak yang diratifikasi Indonesia pada tahun
1990 dengan Keputusan Presiden No .36, UU No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
disepakatilah UU No.11 Tahun 2012 mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak.
Dengan memperkenalkan pendekatan keadilan restoratif, Undang-undangini
membawa paradigmabaru dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan
anak. Pendekatan dan paradigm baru ini tentu saja merupakan hal baru sehingga
diperlukan adanya pelatihan bagi mereka yang akan menerapkannya dilapangan.
vii
ditulis bersama oleh perwakilan dari praktisi hukum, akademisi dan kementerian
terkait. Selain materi pembelajaran berupa kajian teoritis,instrument internasional,
landasan hukum dan studi kasus, modul ini juga memuat metode pembelajaran
yang dapat digunakan instruktur. Dengan modul ini diharapkan bahwapara
instruktur, fasilitator dan juga peserta akan memperoleh manfaat yang besar dalam
mengembangkannya.
Tiada gading yang tak retak,tentu Modul ini tidak sempurna. Oleh karenanya
masukan nkritik pembaca atas Modul ini diharapkan untuk menyempurnakannya.
Akhirnya, sayaucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada BPSDM
Kementerian Hukumdan HAM serta seluruh pihak yang telah bekerjasama dalam
pembuatan modul ini. Mari bersama kita lindungi generasi muda Indonesia.
Modul ini juga disusun untuk memenuhi tuntutan peningkatan kualitas Aparat
Penegak Hukum dalam pelaksanaan Peradilan Anak agar dapat menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya secara lebih berdayaguna dan berhasil guna.
Diharapkan dengan modul ini prosestransfer of knowledge dapat dilaksanakan
dengan lebih efektif, meningkatkan kompetensi, untuk lebih berdaya guna dalam
penegakan hukum.
ix
penyempurnaan selanjutnya.Semoga modul ini dapat memberikan motivasi dan
inspirasi dalam melaksanakan manfaat bagi pengembangan pengetahuan bidang
hukum, utamanya dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.
SAMBUTAN..................................................................................................... v
KATA SAMBUTAN.............................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR......................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Deskripsi Singkat.......................................................................... 2
C. Manfaat Modul.............................................................................. 2
D. Tujuan Pembelajaran.................................................................... 2
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok............................................. 2
F. Petunjuk Belajar ........................................................................... 3
BAB II KONSEP REHABILITASI DAN REINTEGRASI
ANAK KORBAN DAN ANAK SAKSI................................................................ 5
A. Pengertian Rehabilitasi dan Reintegrasi ...................................... 5
B. Tujuan, Sasaran Rehabilitasi dan Reintegrasi Sosial................... 7
C. Rehabilitasi Medis......................................................................... 8
D. Rehabilitasi Psikologis.................................................................. 9
E. Rehabilitasi Sosial......................................................................... 10
F. Latihan.......................................................................................... 18
G. Rangkuman .................................................................................. 18
H. Evaluasi........................................................................................ 19
I. Umpan Balik.................................................................................. 19
BAB III PERATURAN TERKAIT TENTANG REHABILITASI
DAN REINTEGRASI BAGI KORBAN DAN SAKSI......................................... 21
A. Konvensi Hak Anak (Pasal 39)..................................................... 21
xi
B. UU No. 23 Tahun 2002 jungto Perubahan UU No. 35
Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak....................................... 21
C. UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak .. 23
D. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial ................................................................... 25
E. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang /
PTPPO (Korban) .......................................................................... 26
F. Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban.......................................................................... 28
G. Latihan.......................................................................................... 28
H. Evaluasi ....................................................................................... 29
I. Rangkuman .................................................................................. 29
J. Umpan Balik.................................................................................. 29
BAB IV JEJARING KERJA LEMBAGA PENYELENGGARA
REHABILITASI DAN REINTEGRASI SOSIAL ANAK PELAKU,
KORBAN DAN SAKSI..................................................................................... 31
A. PERAN POLRI.............................................................................. 31
B. Peran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(BAPAS, LPKA dan LPAS) ........................................................... 32
C. Peran Kementerian Sosial............................................................ 33
D. Peran Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak................................................................. 35
E. Peran Kementerian dan Lembaga Terkait Lainnya ...................... 36
F. Latihan.......................................................................................... 44
G. Rangkuman .................................................................................. 44
H. Evaluasi........................................................................................ 45
I. Umpan balik.................................................................................. 45
MODUL REHABILITASI DAN REINTEGRASI ANAK KORBAN DAN ANAK SAKSI xiii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demi kepentingan terbaik bagi anak untuk memastikan kelangsungan hidup,
tumbuh kembang dan jaminan keselamatan bagi anak maka harus ada lembaga
dalam hal ini pemerintah merupakan garda terdepan dalam perlindungan anak.
Masih adanya permasalahan pemenuhan kebutuhan anak korban dan saksi dalam
menghadapi proses penanganan tindak pidana antara lain:
1. SDM Kesos yang menangani perkara anak belum memadainya baik kualitas
maupun kuantitas
2. Perhatian pemerintah dan komitmen APH dalam menangani perkara anak
masih kurang
3. Kurang adanya koordinasi antara lembaga dan instansi yang menangani
perkara anak
4. Masih kurangnya pengetahuan keluarga dan masyarakat, kekurang fahaman
orang tua dan masyarakat terhadap layanan rehabilitasi sosialbagi korban
dan/atau saksi atau bahkan menutupi bahwa anaknya menjadi korban dan/
atau saksi.
Dengan kondisi permasalahan tersebut anak korban dan/atu saksi sering
tidak menjalani rehabilitasi saat menjalani proses persidangan maupun paska
persidangan, baik rehabilitasi psikologis, sosial, vokasional, maupun rehabilitasi
medis.
B. Deskripsi Singkat
1
Mata Pelatihan ini membekali peserta agar mampu menerapkan tentang
Rehabilitasi dan Reintegrasi Sosial Anak Korban dan Anak saksi yang meliputi
materi 1) Konsep, 2) Peraturan, 3) Lembaga penyelenggara rehabilitasi dan
reintegrasi sosial bagi anak pelaku, korban dan Saksi serta 4) Implementasi
Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial bagi anak yang berhadapan dengan Hukum.
C. Manfaat Modul
Modul ini membekali peserta pelatihan tentang Rehabiltasi dan reintegrasi
sosial anak korban dan anak saksi bagi Aparat Penegak Hukum
D. Tujuan Pembelajaran
Peserta diharapkan mampu:
F. Petunjuk Belajar
Untuk mempermudah penggunaan modul dan memberikan hasil yang
optimal dalam proses pembelajaran, maka ada beberapa petunjuk yang harus
dilakukan;
1. Pertama, bacalah tahap demi tahap dari bab/sub bab yang telah disusun
secara kronologis sesuai dengan urutan pemahaman.
2. Kedua, selesaikan belajar dalam bab pertama dahulu, setelah paham dan
5
miliki.
4) Menurut Prof. DR. Kusmanto Setyonegoro, rehabilitasi sosial
adalah serangkaian upaya yang terkoordinir, yang terdiri dari
upaya medis, sosial, edukasional, dan vokasional, untuk melatih
atau melatih kembali seseorang yang mengalami handicapped,
agar dapat mencapai kemampuan fungsionalnya pada taraf
setinggi mungkin.
5) Menurut LE. Hansie and RJ. Campbell, rehabilitasi adalah
serangkaian tindakan yang meliputi treatment fisik,
penyesuaian psikososial dan latihan vokasional, dalam usaha
untuk mengoptimalkan keberfungsian sosial, meningkatkan
kemampuan penyesuaian diri secara maksimal, serta untuk
mempersiapkan kelayan secara fisik, mental, sosial dan
vokasional.
b. Reintegrasi
Reintegrasi berasal dari kata re artinya kembali dan integrasi
berarti penyatuan. Jadi, reintegrasi berarti penyatuan kembali,
pengutuhan kembali dengan keluarga, sekolah, lingkungan, tempat
kerja, masyarakat/lingkungan tempat tinggal anak. Reintegrasi sosial
pada dasarnya adalah upaya menyatukan anak dengan lingkungannya,
baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat,
maupun lingkungan anak lainnya.
C. Rehabilitasi Medis
Secara umum rehabilitasi kesehatan atau medis merupakan lapangan
spesialisasi ilmu kedokteran baru, yang berhubungan dengan penanganan secara
menyeluruh dari penderita yang mengalami gangguan fungsi/cidera (impairment),
kehilangan fungsi/cacat (disability) yang berasal dari susunan otot tulang
(musculoskeletal), susunan otot syaraf (neuromuscular), susunan jantung dan
paru-paru (cardiovascular and respiratory system), serta gangguan mental sosial
dan kekaryaan yang menyertai kecacatannya.
D. Rehabilitasi Psikologis
Rehabilitasi psikologis merupakan bagian dari proses rehabilitasi yang
berusaha untuk menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi semaksimal
mungkin pengaruh negatif dari dampak tindak pidana serta melatih mempersiapkan
mental mereka agar siap dan mampu menyesuaikan diri di masyarakat. Proses
pelaksanaan rehabilitasi psikologis berjalan bersamaan dengan proses rehabilitasi
sosial, rehabilitasi medis, pendidikan, dan keterampilan. Tujuan proses ini:
E. Rehabilitasi Sosial
Pengertian rehabilitasi sosial yang dikutip oleh Zaenudin (1994) dari
pendapat LE.Hinsie &Canbell, bahwa rehabilitasi sosial adalah segala tindakan
fisik, penyesuaian psikologis dan penyesuaian diri secara maksimal untuk
mempersiapkan klien secara fisik, mental, sosial dan vokasional bagi kehidupan
sesuai dengan kemampuan.Dimana pada prosesnya diarahkan untuk:
c. Asesmen komperhenship
Merupakan pengumpulan data dan informasi secara menyuluuh
dan mendalam.
d. Perencanaan
Perencanaan layanan rehabilitasi sosial dilakukan dengan :
g. Reintegrasi Sosial
Merupakan rangkaian kegiatan pengembalian penerima manfaat
ke dalam lingkungan asuhan/bimbingan orang tua/kerabat/keluarga
pengganti/lembaga perujuk.
G. Rangkuman
1. Rehabilitasi adalah satu program holistic dan terpadu atas intervensi
intervensi medis, fisik, psiko sosial, dan vokasional yang memberdayakan
seorang untuk meraih pencapaian pribadi, kebermaknaan sosial, dan
interaksi efektif yang fungsional dengan dunia.
2. Reintegrasi sosial pada dasarnya adalah upaya menyatukan anak dengan
lingkungannya, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan
masyarakat, maupun lingkungan anak lainnya. Reintegrasi Sosial Anak
Korban dan saksi berarti penyatuan kembali saksi dan/atau korban dengan
pihak keluarga, keluarga pengganti, atau masyarakat yang dapat memberikan
perlindungan dan pemenuhan kebutuhan bagi saksi dan/atau korban.
3. Rehabilitasi medisi menurut WHO adalah Rehabilitasi Medik adalah ilmu
pengetahuan kedokteran yang mempelajari masalah atau semua tindakan
yang ditujukan untuk mengurangi/menghilangkan dampak keadaan sakit/
nyeri/cacat dan atau halangan serta meningkatkan kemampuan pasien
mencapai integrasi sosial.
4. Rehabilitasi sosial merupakan proses refungsionalisasi dan pengembangan
untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
5. Rehabilitasi psikologis merupakan bagian dari proses rehabilitasi yang
berusaha untuk menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi
semaksimal mungkin pengaruh negatif dari dampak tindak pidana serta
melatih mempersiapkan mental mereka agar siap dan mampu menyesuaikan
diri di masyarakat.
H. Evaluasi
Jawablah pertanyaan ini dengan singkat :
I. Umpan Balik
Apabila Saudara telah mampu menjawab pertanyaan diatas dengan benar,
maka Saudara telah memenuhi kriteria tuntas. Apabila belum, Saudara dapat
mendalami materi pada bab ini
Dalam mengimplementasikan rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi anak korban dan saksi,
semua kegiatan berlandaskan pada peraturan- peraturan yang terkait telah ditetapkan, dibawah ini
dijelaskan berbagai peraturan tentang:
1. Pasal 64
Pelindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilaksanakan melalui :
21
1. Upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga;
2. Upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa
dan untuk menghindari labelisasi;
3. Pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik
fisik, mental, maupun sosial; dan
4. Pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai
perkembangan perkara.
Undang-undang nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
kemudian terdapat perubahan, pada Undang Undang No. 35 Tahun 2014
Tentang Perlindungan Anak.
2. Pasal 59
Pasal 59 merupakan sasaran bagi pelaksanaan rehabilitasi sosial
yang dilakukan oleh Kementerian Sosial antara lain :
1. Pasal 23
Pekerja Sosial melindungi anak korban dan anak saksi dalam proses
pemeriksaan
2. Pasal 27
Memberikan pertimbangan / saran dan membuat laporan sosial dalam
penyidikan anak korban dan anak saksi
3. Pasal 58
Pekerja sosial mendampingi anak korban dan anak saksi dalam pemeriksaan
langsung jarak jauh dengan alat komunikasi audiovisual.
6. Pasal 91
LPKS menerima rujukan perlindungan dan rehabilitasi sosial anak saksi dan
anak korban
7. Pasal 93
Masyarakat dapat berperan serta dalam pelindungan Anak mulai dari
pencegahan sampai dengan reintegrasi sosial Anak dengan cara:
1. Pasal 4
Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
2. Pasal 5
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan kepada:
1) perseorangan;
2) keluarga;
3) kelompok; dan/atau
4) masyarakat.
3. Pasal 7
(1) Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan
mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi
sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.
(2) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat
dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga,
masyarakat maupun Balai / loka.
(3) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) diberikan
dalam bentuk:
a. Motivasi dan diagnosis psikososial;
b. Perawatan dan pengasuhan;
c. Pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;
1. Pasal 51
a. Korban berhak memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial,
pemulangan, dan reintegrasi sosial dari pemerintah apabila yang
bersangkutan mengalami penderitaan baik fisik maupun psikis akibat
tindak pidana perdagangan orang.
b. Hak-hak sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diajukan oleh korban
atau keluarga korban, teman korban, kepolisian, relawan pendamping,
atau pekerja sosial setelah korban melaporkan kasus yang
dialaminya atau pihak lain melaporkannya kepada Kepolisian Negara
RepublikIndonesia.
c. Permohonan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) diajukan kepada
pemerintah melalui menteri atau instansi yang menangani masalah-
masalah kesehatan dan sosial didaerah.
2. Pasal 52
a. Menteri atau instansi yang menangani rehabilitasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51(1) wajib memberikan rehabilitasi kesehatan,
rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial paling lambat 7
4. Pasal 54
a. Dalam hal korban berada di luar negeri memerlukan perlindungan
hukum akibat tindak pidana perdagangan orang, maka Pemerintah
Republik Indonesia melalui perwakilannya di luar negeri wajib
melindungi pribadi dan kepentingan korban, dan mengusahakan untuk
memulangkan korban ke Indonesia atas biayanegara.
b. Dalam hal korban adalah warga negara asing yang berada di
Indonesia, maka Pemerintah Republik Indonesia mengupayakan
perlindungan dan pemulangan ke negara asalnya melalui koordinasi
dengan perwakilannya di Indonesia.
c. Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan
Ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, hukum internasional, atau kebiasaan internasional.
1. Pasal 31
LPSK wajib memberikan perlindungan sepenuhnya kepada Saksi dan/
atau Korban, termasuk keluarganya, sejak ditandatanganinya pernyataan
kesediaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.
2. Pasal 32
a. Perlindungan atas keamanan Saksi dan/atau Korban hanya dapat
dihentikan berdasarkan alasan:
1) Saksi dan/atau Korban meminta agar perlindungan terhadapnya
dihentikan dalam hal permohonan diajukan atas inisiatif sendiri;
2) Atas permintaan pejabat yang berwenang dalam hal permintaan
perlindungan terhadap Saksi dan/atau Korban berdasarkan atas
permintaan pejabat yangbersangkutan;
3) Saksi dan/atau Korban melanggar ketentuan sebagaimana
tertulis dalam perjanjian;atau
4) LPSK berpendapat bahwa Saksi dan/atau Korban tidak lagi
memerlukan perlindungan berdasarkan bukti-bukti yang
meyakinkan.
b. Penghentian perlindungan keamanan seorang Saksi dan/atau Korban
harus dilakukan secara tertulis.
G. Latihan
Buatlah analisa secara substantif terhadap perubahan UU Nomor 23 Tahun
2002 kepada Undang Undang No. 35 Tahun 2014 terkait dengan perlindungan
anak danrehabilitasi terhadap anak.
I. Rangkuman
Peraturan yang menjadi landasan hukum dalam melaksanakan rehabilitasi
dan reintegrasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum baik sebagai
pelaku, korban dan saksi meliputi:
J. Umpan Balik
Apabila Saudara telah mampu menjawab pertanyaan diatas dengan benar,
maka Saudara telah memenuhi kriteria tuntas. Apabila belum, Saudara dapat
mendalami materi pada bab ini
Setelah membaca Bab ini, peserta diklat dapat mengidentifikasi jejaring kerja lembaga
penyelenggara rehabilitasi dan reintegrasi anak korban dan anak saksi.
Jejaring kerja lembaga merupakan bentuk persekutuan antara satu pihak atau
lebih yang membentuk satu ikatan kerjasama pada bidang tertentu untuk tujuan
tertentu dengan berbagi ide, informasi dan sumber daya untuk meraih kesuksesan
bersama. Aspek penting dalam implementasi jejaring kerja kebijakan melalui
penyelenggaraan setiap kegiatannya. Lembaga dalam hal ini meliputi institusi/
lembaga yang ditunjuk untuk menyelenggarakan rehabilitasi dan integrasi sosial
bagi Anak yang berhadapan dengan hukum. Dalam memberikan perlindungan
khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum diperlukan dukungan
kelembagaan dan jejaring kerjasama dalam pemenuhan hak-hak anak. Institusi
dan kelembagaan yang bertugas menyelenggarakan rehabilitasi dan integrasi
bagi Anak yang berhadapan dengan hukum adalah:
A. PERAN POLRI
Tugas dan kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
penanganan ABH meliputi:
31
3. Menyediakan ruang pemeriksaan khusus bagi anak di Mabes Polri dan
jajaran kewilayahannya;
4. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan tentang penanganan ABH;
5. Menyusun panduan/pedoman standar tentang penanganan ABHdengan
pendekatan keadilan restoratif;
6. Membentuk kelompok kerja penanganan ABH; dan
7. Melakukan sosialisasi internal, yang dalam pelaksanaannya dapat bekerja
sama dengan instansi terkait.
Pelaksanaan tugas dan kewenanganan tersebut dilakukan secara terintegrasi
oleh Unit Pelaksana Teknis Kepolisian:
F. Latihan
Diskusikan dalam kelompok tentang:
G. Rangkuman
Dalam memberikan perlindungan khusus dan rehabilitasi serta reintegrasi
terhadap anak yang berhadapan dengan hukum diperlukan dukungan kelembagaan
dan kerjasama dalam pemenuhan hak-hak anak. Institusi dan kelembagaan yang
bertugas menyelenggarakan rehabilitasi dan integrasi bagi Anak yang berhadapan
dengan hukum adalah:
H. Evaluasi
Jawablah pertanyaan dibawah ini
I. Umpan balik
Apabila Saudara telah mampu menjawab pertanyaan diatas dengan benar,
maka Saudara telah memenuhi kriteria tuntas. Apabila belum, Saudara dapat
mendalami materi pada bab ini.
Setelah membaca Bab ini, peserta diklat dapat mengimplementasikan pelaksanaan rehabilitasi dan
reintegrasi anak korban dan saksi sesuai dengan tugas dan fungsinya
A. Persiapan implementasi
B. Strategi implementasi
C. Pelaksanaan Implementasi
D. Monitoring dan evaluasi
E. Pelaporan Hasil Implementasi
47
Selain itu, pemberian pendampingan psikososial bagi anak dan keluarganya
juga perlu dilakukan untuk membantu anak dan keluarga tersebut mengatasi
permasalahan-permasalahan psikososial berkaitan dengan keterlibatannya
dalam konflik hukum yang mereka hadapi.
Proses perlindungan dan rehabilitasi sosial bagi ABH yang telah masuk
dalam poses peradilan formal dilaksanakan mulai dari proses pelaporan
kasus ke polisi, pada tahap penyidikan, penuntutan dan persidangan,
masa manjalankan tindakan, bahkan ketika anak berada di dalam lembaga
pemasyarakatan, sampai dengan masa pembebasan.
2. Perlindungan
Program perlindungan diberikan melalui pendampingan psikososial
untuk memberikan jaminan atas pemenuhan hak dasar anak, dengan
mengedepankan pendekatan keadilan restoratif dalam menyelesaikan
kasus-kasus anak yang berhadapan dengan hukum, serta pemberian
pendampingan psikososial bagi anak yang terpaksa masuk dalam
proses peradilan.
3. Pelayanan
Pemberian pelayanan dasar yang terintegrasi dan tekoordinasi
dilakukan secara bersama-sama oleh semua stakeholder bagi semua
anak, termasuk anak-anak yang berhadapan dengan hukum yang
diproses dalam proses peradilan formal maupun anak yang ditangani
melalui musyawarah keluarga dan masyarakat. Pelayanan yang
dimaksud meliputi pelayanan bantuan hukum, pelayanan probasi,
dan pelayanan kesejahteraan sosial, termasuk pelayanan pendidikan,
kesehatan dan lain-lain. Pelayanan khusus yang diberikan Kementerian
Sosial melalui para pekerja sosialnya adalah pelayanan pendampingan
psikososial, program rehabilitasi sosial yang diarahkan pada upaya
pengubahan perilaku anak, serta program reintegrasi sosial.
B. Strategi implementasi
Program Kesejahteraan Sosial Anak yang Berhadapan Hukum, kegiatan
berupa:
Implementasi Program:
● Rapat Koordinasi
● Pembahasan Kasus lintas sektor
● Pekerja sosial melakukan family and community conference
● Melakukan koordinasi dengan Bapas dalam memberikan masukan
kepada APH dalam PRS ABH berdasarkan perspektif Restoratif
a. Pelaksanaan Workshop
b. Rapat Koordinasi
c. Penyusunan modul maupun pedoman terkait model layanan yang
dikembangkan
d. Penelitian
e. Peningkatan kapasitas pekerja sosial
f. Uji coba pengembangan model layanan
g. Supervisi, monitoring dan evaluasi untuk penyempurnaan model
layanan
h. Disusunnya Perjanjian Kerjasama SKB PRSABH antara Kementerian/
Lembaga (Kementerian Sosial, Kementerian Hukum dan HAM,
Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan Nasional, Kepolisian
RI) yang difasilitasi UNICEF
i. Replikasi pengembangan model layanan
j. Mengembangkan sistem jaringan.
8. Memfasilitasi terbentuknya Komite Perlindungan dan Rehabilitasi
Sosial ABH di Tingkat Nasional serta mendukung terbentuknya komite
di Tingkat Kabupaten/ Kota.
Implementasi Program: Pengembangan Komite PRSABH, bentuk kegiatan
berupa:
D. Pelaporan
Bentuk penyampaian informasi baik secara lisan maupun tertulis, laporan di
sampaikan oleh Pekerja sosial (Peksos) atau Tenaga Kesejahteraan Sosial (TKS)
dalam bentuk laporan sosial. Format laporan sosial sebagai mana terlapir dalam
lampiran.
MODUL REHABILITASI DAN REINTEGRASI ANAK KORBAN DAN ANAK SAKSI 57
E. Latihan
Diskusikan dalam kelompok:
Masing – masing Kelompok membahas:
a. Implementasi pelaksanaan rehabilitasi dan reintegrasi pada
kelembagaan terkait dengan penanganan ABH.
b. Hambatan dan kendala Implementasi pelaksanaan rehabilitasi dan
reintegrasi
pada kelembagaan terkait dengan penanganan ABH.
F. Rangkuman
1. Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Anak yang Berhadapan dengan
Hukum dilaksanakan secara komperhenship meliputi Pencegahan,
perlindungan,pelayanan dan pengasuhan dalam pelaksanaannya
melibatkan berbagaiinstansi dan kementerian dengan membangun
kerjasama dengan berbagai pihak Kementerian/Lembagaantara
maupun masyarakat.
2. Koordinasi memiliki peran yang sangat strategis dan menentukan,
karena semua pihak yang terkait diharapkan dapat bekerja sama dan
berkoordinasi untuk memberikan perlindungan dan rehabilitasi secara
optimal bagi anak yang berhadapan dengan hukum.
G. Evaluasi
Jawablah pertanyaan di bawah ini
H. Umpan Balik
Apabila Saudara telah mampu menjawab pertanyaan diatas dengan benar,
maka Saudara telah memenuhi kriteria tuntas. Apabila belum, Saudara dapat
mendalami materi pada bab ini
A. KESIMPULAN
Anak sebagai tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita
perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus
yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.
Anak memiliki karakteristik yang spesifik dibandingkan dengan orang dewasa
dan merupakan salah satu kelompok rentan yang haknya masih terabaikan, oleh
karena itu hak anak menjadi penting untuk diprioritaskan.
Dalam Undang-undang Dasar 1945 pada Pasal 28B Ayat (2) disebutkan
bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Peran strategis
anak sebagai penerus cita–cita perjuangan bangsa telah disadari oleh masyarakat
internasional untuk melahirkan sebuah konvensi yang intinya menekankan posisi
anak sebagai makhluk manusia yang harus mendapatkan perlindungan atas hak-
hak yang dimilikinya. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Konvensi Hak Anak
(Convention on the Rights of the Child). Setiap anak yang berhadapan dengan
hukum berhak untuk mendapat perlindungan, baik fisik, mental, spiritual maupun
sosial. Dalam melaksanakan tugasnya aparat penegakan hukum dan instansi/
lembaga terkait perlu memperhatikan prinsip-prinsip Konvensi Hak Anak dan
Undang-Undang Perlindungan Anak, yaitu prinsip non diskriminasi, kepentingan
yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan,
serta penghargaan terhadap pendapat anak.
Anak yang berhadapan dengan hukum, baik dalam proses peradilan formal
maupun dalam proses penyelesaian kasus dengan pendekatan peradilan restoratif
59
(informal). Adapun program perlindungan dan rehabilitasi sosial dalam proses
informal, dimulai dari penyelenggaraan berbagai program pencegahan kepada
anak-anak yang ada dalam situasi rentan untuk terlibat dalam konflik hukum. Bagi
anak-anak yang sudah berhadapan dengan hukum, berbagai upaya dilakukan
untuk terselenggaranya musyawarah (keluarga dan masyarakat) sebagai wahana
penyelesaian kasus anak tanpa melalui proses peradilan formal. Sebagai sarana
rehabilitasi sosial dan pengubahan perilaku anak di dalam masyarakat, maka
perlu difasilitasi berbagai program dukungan sosial bagi anak pasca musyawarah.
Pemberian pendampingan psikososial bagi anak dan keluarganya perlu dilakukan
untuk membantu anak dan keluarga tersebut mengatasi permasalahan-
permasalahan psikososial berkaitan dengan keterlibatannya dalam konflik hukum
yang dihadapi. Untuk menjamin agar anak dan keluarga benar-benar menjalankan
kesepakatan yang telah dihasilkan pada musyawarah (keluarga atau masyarakat)
maka upaya pengawasan pun harus dilakukan dengan melibatkan tokoh atau
warga masyarakat setempat. Lebih dari itu, berbagai program rehabilitasi dan
reintegrasi sosial harus diciptakan dan diselenggarakan agar bisa diakses oleh
anak-anak yang akan dikembalikan kepada keluarga dan masyarakat.
Proses perlindungan dan rehabilitasi sosial bagi ABH yang telah masuk
dalam poses peradilan formal dilaksanakan mulai dari proses pelaporan kasus ke
polisi, pada tahap penyidikan, penuntutan dan persidangan, masa manjalankan
tindakan, bahkan ketika anak berada di dalam lembaga pemasyarakatan, sampai
dengan masa pembebasan. Ketika, peradilan restoratif tidak bisa dilaksanakan
karena satu dan lain hal, maka proses peradilan formal perlu diupayakan dengan
tetap memberikan jaminan bagi pemenuhan hak-hak dasar anak yang ditunjang
dengan pemberian pelayanan sosial dasar bagi anak dengan perpertimbangan
kepentingan terbaik anak, serta dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan
hak anak atas pengasuhan orang tua. Upaya-upaya diversi perlu dilakukan pada
setiap tahapan proses peradilan formal, sebagai perwujudan dari pengutamaan
pengasuhan anak dalam lingkungan keluarga.
● Bahan bacaan yang telah digunakan untuk menulis modul, yang menjadi
referensi pembuatan modul ini dengan memanfaatkan teknologi informasi di
internet, video best practice di youtube dan lain-lain.
● Referensi lainnya yang berkaitan dengan bahasan tentang rehabilitasi dan
reintegrasi sosial Anak Korban dan Anak Saksi dalam Diklat Sistem Peradilan
Pidana Anak, sebagai kebijakan yang telah di sesuaikan dengan peraturan
yang berlaku.