Anda di halaman 1dari 118

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERPADU

SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (SPPA)


BAGI APARAT PENEGAK HUKUM DAN INSTANSI TERKAIT

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014
TENTANG HAK CIPTA

Pasal 1
(1) Hak Cipta adalah hak eksklusifs pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam
bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak
ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000
(seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/ atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (l) huruf a, huruf b, huruf e,
dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau pidana denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERPADU
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (SPPA)
BAGI APARAT PENEGAK HUKUM DAN INSTANSI TERKAIT

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM

Penulis:
Erni Mustikasari
Haidan

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
2021
MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERPADU
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (SPPA)
BAGI APARAT PENEGAK HUKUM DAN INSTANSI TERKAIT

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM

Erni Mustikasari
Haidan

BPSDM KUMHAM Press


Jalan Raya Gandul No. 4 Cinere-Depok 16512
Telepon (021) 7540077, 754124; Faksimili (021) 7543709, 7546120
Laman: http://bpsdm.kemenkumham.go.id

Cetakan I : Desember 2021


Perancang Sampul : Maria Mahardhika
Penata Letak : Maria Mahardhika

Ilustrasi Sampul : jejakrekam.com, images.hukumonline.com

xii+104 hlm; 18 x 25 cm
ISBN: 978-623-5716-95-4

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang


Dilarang mengutip dan memublikasikan
sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin penerbit.

Dicetak oleh:
PERCETAKAN POHON CAHAYA

Isi di luar tanggung jawab percetakan


KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

SAMBUTAN

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa,
berkat rahmat dan karunia-Nya, review modul Pelatihan Terpadu Sistem Peradilan
PidanaAnak (SPPA) dengan Judul Pelaksanaan Putusan Hakim telah terselesaikan.

BPSDM Hukum dan HakAsasi Manusia sebagai Koordinator Pelatihan Terpadu


SPPA bagi Aparat Penegak Hukum dan Instansi Terkait, yang memiliki tujuan
meningkatkan kualitas pelatihan Terpadu SPPA, dan mewujudkan kompetensi
yang diharapkan bagi Aparat Penegak Hukum (APH) dan pihak terkait dalam
implementasi Undang-Undang SPPA Nomor 11 Tahun 2012, perlu melaksanakan
review atau update modul Pelatihan Terpadu SPPA.

Dalam penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH)


diperlukan keterpaduan beberapa Instansi dan pihak terkait, yaitu Kepolisian,
Kejaksaan, Hakim/Peradilan, Penasehat Hukum/Advokad, Pembimbing
Kemasyarakatan/ Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Pekerja
Sosial/ Kementerian Sosial. Keterpaduan antara APH dan pihak terkait menjadi
kata kunci untuk keberhasilan pelaksanaan prinsip keadilan restoratif dan diversi
yang jadi pendekatan utama UU SPPA.

v
Perpres No, 175 Tahun 2014 tentang Pendidikan dan Pelatihan Terpadu
bagi Penegak Hukum dan Pihak Terkait Mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak
mengatur tujuan dari pelaksanaan Diklat Terpadu, yaitu untuk menyamakan persepsi
dalam penanganan ABH dalam SPPA, terutama agar memiliki pemahaman yang
sama tentang hak-hak anak, keadilan restoratif dan diversi, serta meningkatkan
kompetensi teknis APH dan pihak terkait dalam penanganan ABH.

Anak adalah generasi penerus yang dalam diri mereka melekat harkat dan
martabat sebagai manusia seutuhnya. Tanpa keterpaduan, mustahil cita-cita luhur
untuk memulihkan kondisi ABH dapat terwujud. Adalah menjadi tanggung jawab
kita semua untuk memastikan agar prinsip kepentingan terbaik bagi anak atau the
best interest of child selalu menjadi pegangan dalam mengatasi persoalan anak,
termasuk mereka yang sedang berhadapan dengan hukum.

Dalam kesempatan ini, kami atas nama BPSDM Hukum dan Hak Asasi
Manusia menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak atas dukungan
dan kontribusinya dalam penyelesaian review modul ini. Semoga modul ini dapat
berkontribusi positif bagi APH dan pihak terkait dalam penanganan ABH.

Selamat Membaca, Salam Pembelajar.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Depok, 18 November 2021


Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Hukum dan Hak Asasi Manusia,

Dr. Asep Kurnia


NIP 196611191986031001

vi PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


KATA SAMBUTAN

Anak sebagai generasi penerus bangsa merupakan kelompok rentan


(vulnerable groups) yang perlindungan dan pemenuhan haknya disebut secara
lugas dalam UUD 1945. Salah satu kelompok anak yang paling rentan adalah
Anak yang Berhadapan dengan Hukum. Status, keterbatasan pengetahuan dan
kebelum-dewasaan mereka membutuhkan penanganan yang tidak biasa, yang
khusus apabilan dibandingkan dengan orang dewasa.

Berangkat dari Konvensi Hak Anak yang diratifikasi Indonesia pada tahun
1990 dengan Keputusan Presiden no 36, UU no, 39 tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusiaa dan dan UU no. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
disepakatilah UU no. 11 tahun 2012 mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak.
Dengan memperkenalkan pendekatan keadilan restoratif, Undang-undang ini
membaw paradigma baru dalam penanganan perkara idana yang melibatkan
anak. Pendekatan dan paradigma baru ini tentu saja merupakan hal baru sehingga
diperlukan adanya pelatihan bagi mereka yang akan menerapkannya di lapangan.

Tahun ini UU SPPA berusia 9 tahun, walau pelaksanaannya baru berjalan


7 tahun. Sebagai lembaga utama yang bertugas melakukan pelatihan terpadu
di Kementerian Hukum dan HAM, BPSDM telah berkiprah lama dalam pelatihan
bagi aparatur penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, advokat, pembimbing
kemasyarakatan) dan juga pekerja sosial. Pelatihan terpadu menjadi program
penting bagi pemerintah Indonesia, sebagai refleksi kehadiran Negara bagi Anak
yang berhadapan dengan hukum, agar dicapai persamaan persepsi antar aparatur
penegak hukum yang menangani anak.

Salah satu upaya penting BPSDM untuk mengembangkan pelatihan terpadu


ini adalah dengan menyusun Modul Pelatihan Terpadu, yang dirancang dan

vii
ditulis bersama oleh perwakilan dari praktisi hukum, akademisi, dan kementerian
terkait. Selain materi pembelajaran berupa kajian teoritis, instrumen internasional,
landasan hukum dan studi kasus, modul ini juga memuat metode pembelajaran
yang dapat digunakan instruktur. Dengan modul ini diharapkan bahwa para
instruktur, fasilitator dan juga peserta akan memperoleh manfaat yang besar dalam
mengembangkannya.

Selain itu BPSDM juga mengembangkan metode pelatihan terpadu di masa


pandemi dengan memanfaatkan metode dalam jaringan atau daring (offline).
Pelatihan daring ini sedikit banyak merupakan blessing in disguise baik bagi
BPSDM maupun peserta dan lembaga terkait, karena para peserta tidak perlu
meninggalkan pekerjaan untuk hadir di Jakarta, dan memiliki kesempatan untuk
mempelajari Modul di waktu yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka.

Tiada gading yang tak retak, tentu Modul ini tidak sempurna. Oleh karenanya
masukan dan kritik pembaca atas Modul ini diharapkan untuk menyempurnakannya.

Akhirnya, saya ucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada BPSDM


Kementerian Hukum dan HAM serta seluruh pihak yang telah bekerjasama dalam
pembuatan modul ini. Mari bersama kita lindungi generasi muda Indonesia.

Wassalamualaikum wr wb

Jakarta, November 2021

Prof. Harkristuti Harkrisnowo, SH, MA, PhD

viii PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji Syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
kehendak dan perkenan-Nya masih diberikan kesempatan dan kesehatan dalam
rangka penyusunan review Modul Pelatihan Terpadu SPPA tahun 2021 dapat
terlaksana dengan baik. Dimana Pelatihan Terpadu SPPA sebagai kegiatan Prioritas
Nasional, BAPPENAS mengharapkan pada tahun 2021 untuk dilaksanakan review
terhadap modul-modul Pelatihan Terpadu SPPA.

Modul Pelatihan Terpadu SPPA berjudul Pelaksanaan Putusan Hakim


sebagai sumber pembelajaran dalam memahami peran dan fungsi Aparat Penegak
Hukum (APH) dan pihak terkait dalam melaksanakan amanat Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA. Upaya melaksanakan SPPA sebagai bentuk
jaminan dan perlindungan atas hak anak yang berhadapan dengan hukum yang
menekankan keadilan restorativ, diperlukan kesiapan seluruh APH dan pihak
terkait lainnya yang terlibat dalam sistem hukum pidana anak untuk memahami
peran dan fungsinya masing-masing sesuai peraturan perundang-undangan.

Untuk menyamakan persepsi diantara penegak hukum dalam


mengimplementasikan undang-undang terbit Peraturan Presiden Nomor 175
Tahun 2014 tentang Pendidikan dan Pelatihan Terpadu Bagi Penegak Hukum dan
Pihak Terkait Mengenai SPPA, serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor
31 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Terpadu SPPA Bagi
Aparat Penegak Hukum dan Instansi Terkait, sebagai panduan dalam pelaksanaan
Pelatihan Terpadu Sistem Peradilan Pidana Anak. Pada masa Pandemi Covid-19
dilakukan penyesuaian metode pembelajaran dengan cara distance learning

ix
dengan memanfaatkan jaringan internet/virtual dan aplikasi Learning Management
System (LMS).

Demikian penyusunan review Modul Pelatihan Terpadu SPPA ini, dengan


harapan modul ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan bagi pembaca khususnya Aparatur Penegak Hukum dan Instansi
terkait lainnya dalam melaksanakan amanat Undang-Undang SPPA.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Depok, 09 November 2021


Kepala Pusat Pengembangan Diklat
Teknis dan Kepemimpinan,

Cucu Koswala, S.H., M.Si.


NIP. 19611212 198503 1 002

x PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


DAFTAR ISI

SAMBUTAN...................................................................................................................... v
KATA SAMBUTAN ......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR........................................................................................ ix
DAFTAR ISI..................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Deskripsi Singkat.......................................................................... 3
C. Manfaat Modul.............................................................................. 3
D. Tujuan Pembelajaran................................................................... 4
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok............................................. 4
F. Petunjuk Belajar ........................................................................... 5
BAB II PUTUSAN PENGADILAN DALAM SISTEM
PERADILAN PIDANA ANAK ........................................................................ 7
A. Putusan Pengadilan ..................................................................... 7
B. Pengertian Pidana........................................................................ 8
C. Sistem Peradilan Pidana Anak ..................................................... 10
D. Latihan ........................................................................................ 11
E. Rangkuman .................................................................................. 11
F. Evaluasi ...................................................................................... 12
G. Umpan balik dan tindak lanjut....................................................... 13
BAB III JENIS PIDANA DAN TINDAKAN ..................................................... 15
A. Pidana Pokok ............................................................................... 16
B. Pidana Tambahan ........................................................................ 16
C. Latihan ........................................................................................ 19
D. Rangkuman .................................................................................. 20
G. Evaluasi ...................................................................................... 21
H. Umpan balik dan tindak lanjut....................................................... 22

xi
BAB IV TATA CARA PELAKSANAAN PIDANA DAN TINDAKAN................ 23
A. Pelaksanaan Putusan Pidana Dan Tindakan berdasarkan
Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.......................... 23
B. Perlakuan Terhadap Dokumen, dan/atau Informasi
Yang Terkait dengan Seksualitas ................................................. 67
C. Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pidana Tambahan
Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga......................... 68
D. Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pidana Tambahan
Dan Tindakan untuk Pelaku Kekerasan Seksual
Terhadap Anak.............................................................................. 69
E. Pelaksanaan Putusan Ganti Kerugian yang Digabungkan
Dalam Perkara Pidana.................................................................. 81
F. Pelaksanaan Putusan Restitusi .................................................. 81
G. Pelaksanaan Putusan Kompensasi.............................................. 83
H. Pelaksanaan Putusan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Hukum Jinayat ............................................................................. 84
I. Latihan ........................................................................................ 87
J. Rangkuman .................................................................................. 87
K. Evaluasi ...................................................................................... 90
L. Umpan balik dan tindak lanjut....................................................... 91
BAB V PENUTUP........................................................................................... 93
A. Kesimpulan .................................................................................. 93
B. Tindak Lanjut ............................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 95
KUNCI JAWABAN EVALUASI....................................................................... 97

xii PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


BAB I
PENDAHULUAN

Modul ini berjudul “Pelaksanaan Putusan Hakim”, Revisi dilakukan dalam


rangka menyesuaikan kebutuhan proses pembelajaran bagi Aparat Penegak
Hukum dan Instansi Terkait yang semakin membutuhkan penyamaan persepsi
diantara para Aparat Penegak Hukum dan Pihak terkait dalam Sistem Peradilan
Pidana Anak.

Adapun modul ini akan menjelaskan mengenai Putusan Pengadilan Dalam


Sistem Peradilan Pidana Anak; Jenis Jenis Pidana Dan Tindakan; Tata Cara
Pelaksanaan Pidana Dan Tindakan, sesuai dengan petunjuk teknis (Lihat Lampiran
Pedoman Tuntutan Anak), Tabel Tuntutan dan Pelaksanaan Pidana (Masukkan
Matrik), SOP Koordinasi Pelaksanaan Pidana dan Tindakan (SOP Koordinasi
Terpadu Proyek IRJI), Pelaksanaan Putusan Pidana Tindak Pidana Persetubuhan
dan Pencabulan terhadap Anak, Pelaksanaan Putusan Pidana untuk Memberikan
Akses Keadilan Bagi Anak, dan Pelaksanaan Pidana dalam Hukum Jinayat dan
Hukum Acara Jinayat.

A. Latar Belakang
Putusan hakim atau lazim disebut dengan istilah putusan pengadilan
merupakan sesuatu yang sangat diinginkan atau dinanti-nantikan oleh pihak-pihak
yang berperkara guna menyelesaikan sengketa diantara mereka dengan sebaik-
baiknya. Tujuan diadakannya suatu proses di muka pengadilan adalah untuk
memperoleh putusan hakim.1 Dengan putusan hakim tersebut pihak-pihak yang
bersengketa mengharapkan adanya kepastian hukum dan keadilan dalam perkara

1 M. Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, cet. III, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2003), hlm. 48.

1
yang mereka hadapi.2

Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang


pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang.3 Dengan adanya putusan pengadilan bukan berarti sudah menyelesaikan
perkara secara tuntas, tetapi perkara akan dianggap selesai apabila ada
pelaksanaan putusan atau eksekusi. Dengan kata lain pencari keadilan mempunyai
tujuan akhir yaitu agar segala hak-haknya yang dirugikan oleh pihak lain dapat
dipulihkan melalui putusan pengadilan/hakim. Pemulihan tersebut akan tercapai
apabila putusan dapat dilaksanakan.

Untuk dapat memberikan putusan yang benar-benar menciptakankepastian


hukum dan mencerminkan keadilan, hakim sebagai aparatur negara
yang melaksanakan peradilan harus benar-benar mengetahui duduk perkara yang
sebenarnya, serta peraturan hukum yang mengaturnya yang akan diterapkan, baik
peraturan hukum yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan maupun
hukum yang tidak tertulis,4 seperti hukum kebiasaan. Karenanya dalam Undang-
Undang tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan, bahwa hakim wajib
menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat.5

Berkaitan dengan pelaksanaan putusan atau tindakan dalam sistem


peradilan pidana anak perlu dibangun dalam sebuah standar penuntutan dan cara
melaksanakan putusan perkara Anak untuk melaksanakan ketentuan pasal 68
sampai dengan pasal 83 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).6
2 Moh. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, cet. I, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2004), hlm. 124.
3 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Pasal 1 butir 11
4 Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, cet. I, (Jakarta: Pustaka
Kartini, 1998), hlm. 83.
5 Indonesia, (a), op. cit., psl. 28 ayat (1).
6 pasal 68 sampai dengan pasal 83 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak (UU SPPA).

2 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


Pelaksanaan putusan pidana Anak dijalankan berdasarkan ketentuan pasal
72 sampai dengan pasal 81 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka disusunlah revisi atas


modul Pelaksanaan Putusan Hakim dengan tujuan untuk memperbaharui dan
menambah hal hal yang terus berubah terkait Pelaksanaan Putusan Pengadilan/
Hakim.

B. Deskripsi Singkat
Mata Pelatihan ini membekali peserta kemampuan memahami Pelaksanaan
Putusan Hakim dalam Sistem Peradilan Pidana Anak melalui pembelajaran,
Putusan Pengadilan Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak; Jenis Jenis Pidana
Atau Tindakan Dan Hak Hak Anak; Tata Cara Pelaksanaan Pidana dan Tindakan;
Pembelajaran disajikan secara komunikatif dengan metode pembelajaran orang
dewasa, meliputi ceramah, tanya jawab, diskusi, studi kasus dan demonstrasi.

C. Manfaat Modul
Modul merupakan sebuah buku yang berisi materi bahan ajar yang sifatnya
lebih praktis dan teknis dalam mempelajari sebuah kajian tertentu. Modul
disusun untuk memberi kemudahan belajar pada peserta diklat sehingga peserta
mempunyai pemahaman baik secara konsep maupun praktis. Adapun beberapa
manfaat dari modul ini antara lain:

1. Memberikan kemudahan belajar dalam memahami konsep yang


dikombinasikan dengan aspek teknis.
2. Sebagai upaya untuk memberikan persepsi yang sama bagi peserta
pelatihan sehingga mempunyai basic dan pola pikir yang relatif terstandar
dalam Pelaksanaan Putusan Pengadilan.
3. Mempermudah tahapan pemahaman peserta diklat karena modul disusun
dengan disertai tujuan pembelajaran serta kompetensi yang harus dicapai
dengan skenario pembelajaran yang baik.

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 3


D. Tujuan Pembelajaran
a. Hasil pembelajaran
Peserta dapat menjelaskan Pelaksanaan Putusan Pengadilan
berdasarkan Undang-undang SPPA

b. Indikator Keberhasilan
Di akhir sesi ini, peserta dapat:

1) Menjelaskan Putusan Pengadilan Dalam Sistem Peradilan Pidana


Anak dan Jenis jenis Pidana dan Tindakan;
2) Menjelaskan Jenis Jenis Pidana Dan Tindakan Serta Hak Hak Anak;
dan
3) Mensimulasikan, Tata Cara Pelaksanaan Pidana Dan Tindakan

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Materi Pokok/Sub Materi Pokok
1. Putusan Pengadilan Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak;
1.1. Putusan Pengadilan
1.2. Pengertian Pidana
1.3. Sistem Peradilan Pidana Anak
1.4. Latihan
1.5. Rangkuman
1.6. Evaluasi
1.7. Umpan balik dan tindak lanjut
2. Jenis Jenis Pidana Dan Tindakan Serta Hak Hak Anak
2.1. Pidana Pokok
2.1. Pidana Tambahan
2.2. Tindakan
2.3. Latihan
2.4. Rangkuman
2.5. Evaluasi
2.6. Umpan balik dan tindak lanjut

4 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


3. Tata Cara Pelaksanaan Pidana Dan Tindakan
3.2. Pelaksanaan Putusan Pidana dan Tindakan Berdasarkan
Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak
3.3. Perlakuan Trerhadap Dokumen, dan/atau Informasi yang terkait
Seksualitas
3.4. Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pidana Tambahan Tindak
Pidana Kekertasan dalam Rumah Tangga
3.5. Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pidana Tambahan dan
Tindakan untuk Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak
3.6. Pelaksanaan Putusan Ganti Kerugian yang Digabungkan Dalam
Perkara Pidana
3.7. Pelaksanaan Putusan Restitusi
3.8. Pelaksanaan Putusan Kompensasi
3.9. Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat
3.10. Latihan
3.11. Rangkuman
3.12. Evaluasi
3.13. Umpan balik dan tindak lanjut

F. Petunjuk Belajar
Untuk mempermudah penggunaan modul dan memberikan hasil yang optimal
dalam proses pembelajaran, maka bacalah tahap demi tahap dari bab/sub bab
yang telah disusun secara kronologis sesuai dengan urutan pemahaman. Pahami
setiap penjelasan dan tugas yang ada dalam modul, apabila belum mengerti maka
dapat dikonsultasikan kepada Widyaiswara/Fasilitator.

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 5


BAB II
PUTUSAN PENGADILAN DALAM SISTEM
PERADILAN PIDANA ANAK

Setelah mempelajari materi pada bab ini diharapkan peserta pelatihan dapat menjelaskan Putusan
Pengadilan dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

Anak yang berkonflik dengan hukum (anak yang melakukan tindak pidana)
haruslah di proses menurut ketentuan hukum yang berlaku sehingga tercapainya
tegaknya supermasi hukum. Salah satu penyelesaiannya ialah melalui sistem
peradilan pidana anak sebagai salah satu usaha perlindungan hukum terhadap
anak guna memberikan edukasi terhadap anak tersebut dengan tanpa
mengabaikan tegaknya keadilan. Anak yang diyakini dan dinyatakan bersalah,
oleh hakim diberikan sanksi pidana. Kebijakan pertanggungjawaban pidana dalam
rangka perlindungan hukum bagi anak adalah memberikan pidana dan tindakan
bagi anak yang melakukan tindak pidana, sebagaimana ketentuan yang terdapat
dalam Undang-Undang Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

A. Putusan Pengadilan
Definisi menurut Sudikno Mertokusumo, bahwa putusan hakimsebagai
suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi
wewenang itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan mengakhiri atau
menyelesaikan suatu perkara atau suatu sengketa antara para pihak.7 Dalam
definisi ini Prof. Sudikno mencoba untuk menekankan bahwa yang dimaksud
dengan putusan hakim itu adalah yang diucapkan di depan persidangan.
7 Sudikno Mertokusumo, 2007, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, hlm. 158

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 7


Sebenarnya putusan yang diucapkan di persidangan (uitspraak), memang tidak
boleh berbeda dengan yang tertulis (vonnis).

Apabila ternyata ada perbedaan diantara keduanya, maka yang sah adalah
yang diucapkan, karena lahirnya putusan itu sejak diucapkan.8 Hal ini sebagaimana
yang diinstruksikan oleh Mahkamah Agung melalui surat edaran No. 5 Tahun 1959
tanggal 20 April 1959 dan No. 1 Tahun 1962 tanggal 7 Maret 1962 yang antara lain
menginstruksikan agar pada waktu putusan diucapkan konsep putusan harus
sudah selesai. Sekalipun maksud surat edaran tersebut ialah untuk mencegah
hambatan dalam penyelesaian perkara, tetapi dapat dicegah pula adanya
perbedaan isi putusan yang diucapkan dengan yang tertulis.9

B. Pengertian Pidana
Pengertian dari istilah Hukum Pidana berasal dari Belanda yaitu Straafrecht,
straaf dalam arti Bahasa Indonesia adalah Sanksi, Pidana, Hukuman. Recht
dalam arti Bahasa Indonesia adalah Hukum. Menurut pakar hukum dari Eropa
yaitu Pompe, menyatakan bahwa hukum pidana adalah keseluruhan aturan
ketentuan hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan
pidananya.

Menurut Moeljatno Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum


yang berlaku disuatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan
untuk:

1) Menentukan perbuatan, perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang


dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu
bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
2) Menentukan kapan dan dalam hal hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan, larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan.

8 Sudikno Mertokusumo, ibid., hlm. 764.


9 Sudikno Mertokusumo, ibid.

8 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


3) Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan
tersebut.10
Pidana atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau
sebuah tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Biasanya
yang dianggap kriminal adalah seorang pencuri, pembunuh, perampok, atau
teroris. Walaupun begitu kategori terakhir, teroris, agak berbeda dari kriminal
karena melakukan tindak kejahatannya berdasarkan motif politik atau paham.

Selama kesalahan seorang kriminal belum ditetapkan oleh seorang hakim,


maka orang ini disebut seorang terdakwa. Sebab ini merupakan asas dasar
sebuah negara hukum, seseorang tetap tidak bersalah sebelum kesalahannya
terbukti. Pelaku tindak kriminal yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan
harus menjalani hukuman disebut sebagai terpidana atau narapidana.

Dalam mendefinisikan kejahatan, ada beberapa pandangan mengenai


perbuatan apakah yang dapat dikatakan sebagai kejahatan. Definisi kejahatan
dalam pengertian yuridis tidak sama dengan pengertian kejahatan dalam
kriminologi yang dipandang secara sosiologis.

Secara yuridis, kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang


melanggar undang-undang atau ketentuan yang berlaku dan diakui secara legal.
Secara kriminologi yang berbasis sosiologis kejahatan merupakan suatu pola
tingkah laku yang merugikan masyarakat (dengan kata lain terdapat korban) dan
suatu pola tingkah laku yang mendapatkan reaksi sosial dari masyarakat. Reaksi
sosial tersebut dapat berupa reaksi formal, reaksi informal, dan reaksi nonformal.

Pidana adalah suatu bentuk penghukuman, berupa suatu penderitaan yang


bersifat khusus, yang diberikan oleh kekuasaan yang sah kepada orang yang
melanggar suatu ketentuan hukum.

10 Moeljatno, S.H., M.H. ,Asas-asas Hukum Pidana , Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm. 1

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 9


Dengan demikian terkandung dalam “pidana” adalah tujuan untuk memberikan
penderitaan, sekalipun dalam perkembangannya penderitaan tersebut sangat
boleh jadi dalam kadar yang ringan atau bahkan sangat ringan, seperti halnya
suatu “peringatan” yang sekedar merupakan hal yang tidak menyenangkan.

C. Sistem Peradilan Pidana Anak


Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian
perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai
dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.11

Asas dalam Sistem Peradilan Pidana Anak bertitik tolak pada kepentingan
terbaik anak yang dilaksanakan berdasarkan: perlindungan, keadilan, non
diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, penghargaan terhadap pendapat anak;
kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, pembinaan dan pembimbingan
anak, proporsional, perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya
terakhir, dan penghindaran pembalasan.12

Faktor yang melatarbelakangi anak yang melakukan tindak pidana


diantaranya, pendidikan, usia, pergaulan anak dan lingkungan keluarga. Anak
yang berkonflik dengan hukum merupakan korban dari apa yang dilihat didengar
dan dirasakan serta pengaruh lingkungan disekitarnya. Harapannya dengan
adanya Undang Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak ini dapat menjadi landasan bagi Aparat Penegak Hukum dalam memproses
peradilan anak yang berkonflik dengan hukum.

Dalam proses peradilannya tidak hanya dimaknai sekedar penanganan


anak yang berhadapan dengan hukum semata, namun juga harus mencakup akar
permasalahan anak yang melakukan tindak pidana.

Undang Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana


Anak merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak dengan tujuan agar dapat mewujudkan peradilan yang benar-
11 Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 11 tahun 2021 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
12 Pasal 2 Undang Undang Nomor 11 tahun 2021 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

10 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik bagi anak yang berhadapan
dengan hukum. Dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, proses
penanganan perkaranya relative panjang mulai dari tahap penyelidikan dan
penyidikan oleh Kepolisian, penuntutan oleh Kejaksaan, proses sidang di
Pengadilan, dan pelaksanaan pidana dan pembimbingan yang dilakukan oleh
LPAS, dengan melibatkan LPKS, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial
Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial dalam rangka mewujudkan peradilan
yang memberikan jaminan perlindungan kepentingan terbaik bagi anak yang
berhadapan dengan hukum.

D. Latihan
1. Sebutkan definisi putusan pengadilan menurut pendapat Sudikno
Mertokusumo!
2. Sebutkan pengertian Hukum Pidana menurut Moelljatno!
3. Sebutkan Asas dalam Sistem Peradilan Pidana Anak!

E. Rangkuman
1. Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu
Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:
· Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang
dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana
tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
· Menentukan kapan dan dalam hal hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan.
· Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar
larangan tersebut
2. Putusan Pengadilan/Hakim
Putusan hakim itu adalah yang diucapkan di depan persidangan

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 11


(uitspraak), tidak boleh berbeda dengan yang tertulis (vonnis). Apabila
ternyata ada perbedaan diantara keduanya, maka yang sah adalah yang
diucapkan, karena lahirnya putusan itu sejak diucapkan. Sebagaimana
yang Instruksi Mahkamah Agung melalui surat edaran No. 5 Tahun 1959
tanggal 20 April 1959 dan No. 1 Tahun 1962 tanggal 7 Maret 1962 yang
menginstruksikan agar pada waktu putusan diucapkan konsep putusan harus
sudah selesai.

3. Sistem Peradilan Pidana Anak


Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian
perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan
sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Substansi
yang diatur didalam Undang Undang ini antara lain mengenai penempatan
anak yang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan di Lembaga
Pembinaan Khusus Anak (LPKA) serta pengaturan secara tegas mengenai
Keadilan Restoratif dan Diversi. Yang bersifat wajib untuk diupayakan.

Dilaksanakan berdasarkan asas: perlindungan, keadilan, non diskriminasi,


kepentingan terbaik bagi anak, penghargaan terhadap pendapat anak;
kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, pembinaan dan
pembimbingan anak, proporsional, perampasan kemerdekaan dan
pemidanaan sebagai upaya terakhir dan penghindaran pembalasan.

F. Evaluasi
1. Dibawah ini merupakan pengertian dari kata “Straafrecht” menurut Bahasa
Belanda:
a. Sanksi
b. Aturan
c. Tahanan
d. Dakwaan
• Putusan hakim itu adalah yang diucapkan di depan persidangan (uitspraak),
dapat dilaksanakan … dengan yang tertulis.

12 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


a. Boleh sama
b. Boleh berbeda
c. Tidak boleh beda
d. Tidak boleh sama
2. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian
perkara Anak yang berhadapan dengan hukum:
a. Mulai dari Polisi melakukan lidik sampai sidang
b. Mulai dari penyelidikan sampai putusan
c. Mulai dari kejadian perkara sampai pulang
d. Mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah
menjalani pidana.

G. Umpan balik dan tindak lanjut


Bila anda telah menyelesaikan bab 2 dan dapat mengerjakan latihan dengan
benar, silahkan anda lanjut di bab 3, namun bila anda belum dapat menyelesaikan
latihan dan evaluasi dengan benar silahkan pelajari lagi bab 2 agar anda dapat
memahaminya dengan benar.

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 13


BAB III
JENIS PIDANA DAN TINDAKAN

Setelah mempelajari materi pada bab ini diharapkan peserta pelatihan dapat menjelaskan
Jenis-Jenis Pidana Dan Tindakan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan


Pidana Anak (SPPA) merupakan pengganti dari UU Nomor 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak. Dalam Undang-Undang SPPA terdapat tiga
kategori anak yang terlibat dalam suatu tindak pidana, yakni anak yang
berkonflik dengan hukum (anak yang menjadi pelaku tindak pidana), anak
yang menjadi korban tindak pidana dan anak yang menjadi saksi tindak
pidana.

UU SPPA menganut sistem pemidanaan 2 (dua) jalur (double track system),


maka disesuaikan dengan Pasal 69 ayat (1) dan Pasal 83 ayat (7) UU SPPA,
ketentuan ini memiliki 2 (dua) implikasi, yaitu:

1. Anak yang berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 14
(empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan; sedangkan
2. Anak yang berusia 14 (empat belas) tahun atau lebih sampai dengan belum
berumur 18 (delapan belas) tahun:
a. Dapat dikenai tindakan apabila ancaman pidananya di bawah 7 (tujuh)
tahun; atau
b. Dijatuhkan pidana
Untuk lebih jelasnya mengenai jenis pidana pada persidangan anak, akan
dibahas sebagai berikut:

15
A. Pidana Pokok
Sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku tindak pidana anak
terbagi atas Pidana Pokok dan Pidana Tambahan:13

Pidana Pokok terdiri atas:


• Pidana peringatan;
• Pidana dengan syarat, yang terdiri atas: pembinaan di luar lembaga,
pelayanan masyarakat, atau pengawasan;
• Pelatihan kerja;
• Pembinaan dalam lembaga;
• Penjara.

B. Pidana Tambahan
Pidana Tambahan terdiri dari:

• Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau


• Pemenuhan kewajiban adat. Yang dimaksud dengan “kewajiban adat”
adalah denda atau tindakan yang harus dipenuhi berdasarkan norma
adat setempat yang tetap menghormati harkat dan martabat Anak
serta tidak membahayakan kesehatan fisik dan mental Anak.14
Tindakan
Dalam penanganan perkara Anak, tindakan dapat dijatuhkan kepada
Anak dengan ketentuan sebagai berikut15:

· Pengembalian kepada orang tua/Wali;


· Penyerahan kepada seseorang;
· Perawatan di rumah sakit jiwa;
· Perawatan di LPKS;
· Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang

13 Pasal 71 UU SPPA
14 Penjelasan pasal 71 ayat (2) huruf b UU SPPA
15 Pasal 82 UU SPPA

16 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;
· Pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau
· Perbaikan akibat tindak pidana.

Ketentuan terkait Pidana dan Tindakan yang Berimplikasi pada


Pelaksanaan Putusan
Berdasarkan ketentuan Pasal 69 UU SPPA, Anak yang belum berusia 14
tahun hanya boleh dijatuhi tindakan. Apabila dihubungkan dengan ketentuan
Pasal 20 UU SPPA, diatur, Anak sebelum genap berusia 18 (delapan belas)
tahun melakukan tindak pidana, tetapi diajukan ke sidang pengadilan setelah
berusia 18 tahun atau lebih dan belum mencapai umur 21 (dua puluh satu)
tahun, tetap diajukan ke sidang Anak. Pertanyaan kemudian muncul, ketika
penuntut umum dan hakim mengikuti 2 (dua) ketentuan dimaksud, maka
dalam sidang ketika seseorang melakukan tindak pidana pada usia “belum
14 tahun”, dan diajukan ke sidang Anak setelah berusia 18 (delapan belas)
tahun, tetapi belum 21 (dua puluh satu) tahun, Hakim menjatuhkan pidana
tetap mengikuti Pasal 69 UU SPPA, karena terdakwa ketika melakukan
tindak pidana usianya belum 14 (tahun) maka kepada terdakwa dikenakan
tindakan.

Praktek peradilan semacam ini tidak tepat jika dihubungkan dengan


maksud pembedaan pengenaan tindakan dan penjatuhan pidana berdasakan
indikator batas usia sebagaimana diatur dalam UU Sistem Peradilan Pidana
Anak. Batas usia pengenaan tindakan kepada Anak yang usianya belum 14
tahun adalah pertimbangan faktor kematangan mental dan psikologis Anak
menerima dan menjalani sanksi.

Usia yang masih sangat muda (belum berumur 14 (empat belas) tahun)
memiliki faktor kerentanan dan resiko yang lebih besar daripada Anak yang
usianya lebih dewasa, oleh karena itu hanya dikenakan tindakan (maatregel)
yang lebih kepada upayan perbaikan dan pembinaan Anak. Artinya, ketika

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 17


diajukan ke sidang Anak pada usia 14 (empat belas) tahun atau lebih,
dianggap secara psikologis lebih mampu menerima pidana, sehingga tidak
lagi dikenakan tindakan.

Permasalahan selanjutnya terkait ketentuan Pasal 81 ayat (3) UU


SPPA, dimana, pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak berumur 18
tahun. Apabila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 20 UU SPPA, diatur,
Anak sebelum genap berusia 18 (delapan belas) tahun melakukan tindak
pidana, tetapi diajukan ke sidang pengadilan setelah berusia 18 tahun atau
lebih, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, tetap diajukan
ke sidang Anak, maka ketika Hakim mengikuti ketentuan tersebut, ketika
menjatuhkan pidana penjara, Hakim tetap menjatuhkan pidana penjara
di LPKA ataukah di LP Pemuda (kalau ada) karena Hakim menganggap
penggunaan hukum acara peradilan anak hanya mengenal penjatuhan
pidana penjara di LPKA. Hal ini tidak tepat, karena UU SPPA juga mengatur
batasan usia Anak yang dapat dibina di LPKA sebagaimana ditentukan pada
Pasal 81 ayat (3) UU SPPA, pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak
berumur 18 tahun.

Kemudian ketentuan Pasal 85 UU SPPA, Anak yang dijatuhi pidana


penjara ditempatkan di LPKA. Artinya terminologi Anak, tentu harus
mengikuti ketentuan umum pada Pasal 1 angka 3 UU SPPA yaitu: “Anak
yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak
yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan
belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”. Artinya jika Anak sudah
berumur lebih dari 18 (delapan belas) tahun sudah tidak ditempatkan di
LPKA.

Hal ini juga sejalan dengan ketentuan Pasal 86 UU SPPA, ayat (1)
“Anak yang belum selesai menjalani pidana di LPKA dan telah mencapai
umur 18 (delapan belas) tahun dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan
pemuda”. Ketentuan ini memiliki logika hukum, bahwa Anak menjalani pidana

18 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


di LPKA hanya sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Pasal 86 ayat (2)
dan ayat (3) UU SPPA serta penjelasannya, mengatur lebih lanjut, dalam
hal tidak terdapat lembaga pemasyarakatan pemuda, Kepala LPKA dapat
memindahkan Anak ke lembaga pemasyarakatan dewasa yang terpisah
dengan orang dewasa dengan tetap memperhatikan tumbuh kembang Anak,
berdasarkan rekomendasi dari Pembimbing Kemasyarakatan.

Ketika dalam praktek putusan Hakim tetap merujuk Anak ke LPKA


padahal usianya sudah 18 (delapan belas) tahun atau lebih, maka putusan
ini menjadi non executable atau tidak dapat dijalankan eksekusinya oleh
Jaksa, oleh karena, Kepala LPKA dengan mengikuti ketentuan UU SPPA
akan menolak terdakwa yang usianya sudah tidak masuk lagi usia Anak
(yang ketika sidang sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau lebih) ke
LPKA.

Proses pemindahan ke LP dewasa secara prosedur membutuhkan


waktu, apalagi kalau LP Dewasa terdekat tidak dapat ditempuh melalu
perjalanan darat. Tentu hal ini akan menyulitkan Jaksa, di dalam pelaksanaan
eksekusi bukan hanya persoalaan waktu untuk pengurusan administrasi
mutasi namun juga persoalan biaya. Oleh karena itu, Penuntut Umum dalam
tuntutan pidananya perlu memperhatikan ketentuan terkait sehingga tidak
menuntut menjatuhkan pidana penjara ke LPKA.

C. Latihan
1. Sebutkan Sanksi pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku tindak pidana
anak!
2. Apakah Anak yang ketika disidangkan ke sidang Anak telah berumur 18
tahun dapat dituntut pidana penjara di LPKA? Jelaskan jawaban Saudara!
3. Bagaimana kalau di daerah hukum Saudara tidak ada Lembaga
Pemasyarakatan Pemuda?

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 19


D. Rangkuman
1. Pidana Pokok terdiri atas:
· Pidana peringatan;
· Pidana dengan syarat, yang terdiri atas: pembinaan di luar lembaga,
pelayanan masyarakat, atau pengawasan;
· Pelatihan kerja;
· Pembinaan dalam lembaga;
· Penjara.
2. Pidana Tambahan terdiri dari:
Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau Pemenuhan
kewajiban adat. Yang dimaksud dengan “kewajiban adat” adalah denda
atau tindakan yang harus dipenuhi berdasarkan norma adat setempat yang
tetap menghormati harkat dan martabat Anak serta tidak membahayakan
kesehatan fisik dan mental Anak Sistem Peradilan Pidana Anak

3. Sanksi Tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi:


· Pengembalian kepada orang tua/Wali;
· Penyerahan kepada seseorang;
· Perawatan di rumah sakit jiwa;
· Perawatan di LPKS;
· Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang
diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;
· Pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau
· Perbaikan akibat tindak pidana
4. Ketentuan terkait Pidana dan Tindakan yang Berimplikasi pada Pelaksanaan
Putusan
Ketentuan Pasal 20 Undang-Undang SPPA yang mengatur, “Dalam hal
tindak pidana dilakukan oleh Anak sebelum genap berumur 18 (delapan
belas) tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah Anak yang
bersangkutan melampaui batas umur 18 (delapan belas) tahun, tetapi
belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, Anak tetap diajukan ke

20 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


sidang Anak” seringkali menimbulkan kesalahpahaman, bahwa Anak tetap
hanya dapat dikenakan tindakan bila pada waktu melakukan tindak pidana
belum berusia 14 (empat belas) tahun. Padahal pembedaan pengenaan
tindakan dan penjatuhan pidana disesuaikan dengan kesiapan mental
Anak ketika menerima pidana atau tindakan. Demikian pula ketika usianya
sudah 18 (delapan belas) tahun maka tidak lagi dijatuhi pidana penjara di
LPKA, tetapi Lembaga Pemasyarakatan Pemuda atau Dewasa dengan
mempertimbangkan rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan.

G. Evaluasi
• Apa yang dimaksud dengan pidana tambahan pemenuhan kewajiban adat?
a. hukum mengikuti adat setempat
b. denda atau tindakan yang harus dipenuhi berdasarkan norma adat
setempat yang tetap menghormati harkat dan martabat Anak serta
tidak membahayakan kesehatan fisik dan mental Anak
c. pemenuhan sesuai kewajiban tokoh adat
d. Anak boleh menerapkan adat
• Anak usia 18 (delapan belas tahun) dijatuhi pidana
a. penjara di LPKS
b. penjara di Panti Sosial
c. penjara di LPKA
d. penjara di Lapas
• Anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan
ketentuan dalam:
a. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2014 tentang SPPA
b. Undang Undang Nomor 11 tahun 2013 tentang SPPA
c. Undang Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang SPPA
d. Undang Undang Nomor 11 tahun 2011 tentang SPPA

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 21


H. Umpan balik dan tindak lanjut
Bila anda telah menyelesaikan bab 3 dan dapat mengerjakan latihan dengan
benar, silahkan anda lanjut di bab 4, namun bila anda belum dapat menyelesaikan
latihan dan evaluasi dengan benar silahkan pelajari lagi bab 3 agar anda dapat
memahaminya dengan benar

22 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


BAB IV
TATA CARA PELAKSANAAN PIDANA
DAN TINDAKAN

Setelah mempelajari materi pada bab ini diharapkan peserta pelatihan dapat mensimulasikan
Tata Cara Pelaksanaan Pidana dan Tindakan

Peradilan pidana anak hendaknya memberi pengayoman, bimbingan,


pendidikan melalui putusan yang dijatuhkan. Penggunaan sistem peradilan pidana
dianggap bentuk respon penanggulangan kriminal dan wujud usaha penegakan
hukum pidana. Sistem tersebut diharapkan mampu menyelesaiakan persoalan
kejahatan yang terjadi, akan tetapi dalam pelaksanaannya perlindungan tersebut
juga sudah diatur sedemikian rupa agar anak yang berhadapan dengan hukum
tetap diberikan hukuman namun tidak dengan cara sama seperti orang dewasa.

A. Pelaksanaan Putusan Pidana Dan Tindakan berdasarkan


Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak
Pelaksanaan putusan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2021 tentang Sistem Peradilan Anak (UU SPPA) adalah dalam rangka melaksanaan
Ketentuan Pidana dan Tindakan pada pasal 71 sampai dengan 83 UU SPPA.

I. Pelaksanaan Pidana Pokok


1. Pidana Peringatan
Pidana peringatan diatur dalam Pasal 71 ayat (1) huruf a UU
SPPA. Pidana peringatan merupakan pidana ringan yang tidak
mengakibatkan pembatasan kebebasan anak, (vide Pasal 72 UU
SPPA), oleh karena itu, jenis pidana pokok ini hanya dapat dijatuhkan
kepada Anak untuk tindak pidana yang sangat ringan atau seharusnya

23
masuk dalam syarat diversi namun setelah diupayakan atau dilakukan
prosesnya tidak berhasil. Jaksa Agung kemudian menerbitkan
Pedoman Nomor 3 Tahun 2019 tentang Tuntutan Pidana Perkara
Tindak Pidana Umum untuk memberikan standar penuntutan perkara
Anak. Pidana peringatan dapat dituntut untuk tindak pidana yang
bersifat ringan seperti dalam hal:

a. korban dan/atau keluarga korban sudah memaafkan;


b. masyarakat tidak mempermasalahkan;
c. menimbulkan dampak / kerugian tidak terlalu besar;
d. orang tua Anak kooperatif, sanggup dan berkompeten untuk
mendidik serta membina Anaknya;
e. Anak tidak membutuhkan rehabilitasi medis dan sosial;
f. bukan merupakan pengulangan tindak pidana; dan
g. tidak diancam dengan pidana pokok secara kumulatif.
Ketentuan tidak diancam dengan pidana pokok secara kumulatif,
dimaksudkan agar dalam pelaksanaan jenis pidana yang paling ringan,
Anak tidak perlu menjalankan pelatihan kerja pengganti denda. Hal ini
karena pelatihan kerja pengganti denda, hanya dijatuhkan terhadap
ancaman pidana kumulatif berupa penjara dan denda, sebagaimana
diatur dalam ketentuan Pasal 71 ayat (3) UU SPPA. Tanpa pelatihan
kerja pengganti denda, Anak dapat langsung pulang ke rumah orang
tua/walinya, tanpa perlu menjalankan jenis pidana apapun, kecuali
menaati peringatan Hakim setelah menjalani proses pidana.

Di dalam menjatuhkan tuntutan, Penuntut Umum menuntut:

a. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Anak dengan pidana


“peringatan”;
b. Memberi peringatan kepada Anak agar menyadari kesalahannya
dan tidak mengulangi melakukan tindak pidana

24 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


Di dalam Undang-Undang tidak diatur adanya tugas dan
kewenangan khusus bagi Pembimbing Kemasyarakatan ketika
pidana peringatan dijatuhkan. Meskipun demikian, secara ideal, Anak
yang melakukan tindak pidana meskipun ringan, perlu dipastikan
untuk menaati peringatan hakim dan tidak mengulangi tindak pidana
sehingga tidak ada salahnya kalau Pembimbing Kemasyarakatan
tetap melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan
selama waktu tertentu, misalnya paling lama 30 (tiga puluh) hari serta
melaporkan perkembangan Anak kepada Jaksa.

Dalam hal terhadap Anak dilakukan penahanan, oleh karena UU


SPPA tidak mengatur, maka dalam hal yang tidak diatur dalam UU
SPPA, hukum acara pidananya kembali merujuk kepada ketentuan
hukum acara pidana secara umum yaitu ditentukan pada Pasal 191
ayat (3) KUHAP, dalam hal Anak selama proses persidangan statusnya
ditahan, maka Penuntut Umum, wajib meminta kepada Hakim dalam
tuntutannya untuk memerintahkan kepada Jaksa membebaskan
seketika itu juga kecuali karena ada alasan lain yang sah, Anak perlu
ditahan.

Selain itu sebagaimana diatur pada Pasal 192 KUHAP, Hakim


memerintahkan Jaksa untuk membebaskan Anak segera sesudah
putusan diucapkan dan membuat Laporan tertulis mengenai
pelaksanaan perintah tersebut yang dilampiri surat penglepasan
atau Berita Acara Pelaksanaan Putusan Hakim dan Berita Acara
Pelaksanaan Perintah Mengeluarkan dari Tahanan disampaikan
kepada ketua pengadilan yang bersangkutan selambat-lambatnya
dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam. Oleh karenanya dalam
tuntutan ditambahkan dengan “Memerintahkan agar Anak dikeluarkan
dari tahanan di LPAS segera setelah putusan ini diucapkan”.

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 25


Pelaksanaan jenis pidana peringatan dilakukan sebagai berikut:

- Jaksa memanggil Anak dan Orang Tua/Wali, Pembimbing


Kemasyarakatan, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya
(jika ada).
- Jaksa memberi peringatan kepada Anak dengan membacakan pidana
peringatan sebagaimana bunyi amar putusan di depan orang tua/wali
atau pendamping dan pembimbing kemasyarakatan, dan Advokat atau
pemberi bantuan hukum lainnya (jika ada);
- Apabila Anak tidak memahami pidana peringatan yang dibacakan,
Jaksa menjelaskan peringatan dimaksud;
- Jaksa membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan dan
mengirimkan tembusannya ke Pengadilan Negeri;
- Jaksa menerima menerima laporan hasil pendampingan dan
pembimbingan dari Pembimbing Kemasyarakatan.

2. Pidana dengan Syarat


Pidana dengan syarat diatur dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b UU
SPPA. Perlu diketahui, pidana dengan syarat pada Undang-Undang
Sistem Peradilan Pidana Anak, tidak sama dengan pidana bersyarat
yang datur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Undang-
Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum
Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1958 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 1660) yang telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang
Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang Berkaitan
dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara). Di dalam ketetuan
Pasal 14 KUHP pada prinsipnya diatur sebagai berikut:

26 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


- Pidana bersyarat termasuk dalam jenis pidana pokok “penjara”
yang dijatuhkan dalam hal Hakim menjatuhkan pidana paling
lama 1 (satu) tahun
- Dijatuhkan untuk tindak pidana penjara yang tidak serius/
ancamannya tidak terlalu berat, dan pidana yang ancaman
pidananya kurungan, namun tidak termasuk pidana kurungan
pengganti denda dan pidana denda atau perampasan yang
memberatkan terpidana namun bukan juga tindak pidana yang
diancam denda atas penghasilan dan persewaan negara
- Hakim memerintahkan agar pidana pokok atau pidana tambahan
itu tidak perlu dijalani
- Hakim menetapkan masa percobaan yang harus dijalani sebagai
syarat umum (imperatif/mengharuskan), dimana jika selama
masa syarat umum terpidana melakukan tindak pidana lagi maka
selain menjalani pidana yang baru, dia juga harus menjalani
pidana yang telah dijatuhkan pada pidana dengan syarat karena
melanggar syarat umum
- Hakim juga diperbolehkan untuk menetapkan syarat khusus,
apabila dipandang perlu
Sedangkan pidana dengan syarat pada UU SPPA, tidak juga
mengatur ketentuan terkait pidana penjara sebagaimana diatur dalam
Pasal 73, sebagai berikut,

“Pidana dengan syarat dapat dijatuhkan oleh Hakim dalam hal pidana
penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun. (2) Dalam putusan
pengadilan mengenai pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditentukan syarat umum dan syarat khusus. (3) Syarat
umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Anak tidak akan
melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana dengan
syarat. (4) Syarat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan
dalam putusan hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan Anak.

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 27


(5) Masa pidana dengan syarat khusus lebih lama daripada masa
pidana dengan syarat umum. (6) Jangka waktu masa pidana dengan
syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3 (tiga) tahun.
(7) Selama menjalani masa pidana dengan syarat, Penuntut Umum
melakukan pengawasan dan Pembimbing Kemasyarakatan melakukan
pembimbingan agar Anak menempati persyaratan yang telah ditetapkan.
(8) Selama Anak menjalani pidana dengan syarat sebagaimana dimaksud
pada ayat (7), Anak harus mengikuti wajib belajar 9 (sembilan) tahun”.

Sehingga seolah-olah UU SPPA juga memasukkan pidana


dengan syarat pada jenis pidana pokok penjara, sehingga ketika
Anak melakukan pelanggaran dalam masa percobaan atau syarat
khusus, Anak harus menjalani penjara, sebagaimana Pasal 14 KUHP.
Ketentuan ini menjadi kontradiktif ketika UU SPPA tidak mengatur
konsekuensi pelanggaran pada masa percobaan, sebagaimana diatur
secara tegas dan tidak multitafsir (lex certa, lex scripta dan lec stricta)
sebagaimana Pasal 14 huruf f KUHP,

“ (1) Atas usul Jaksa, hakim yang memutus perkara dalam tingkat
pertama dapat memerintahkan supaya pidananya dijalankan, atau
memerintahkan supaya atas namanya diberi peringatan pada
terpidana, yaitu jika terpidana selama masa percobaan melakukan
tindak pidana dan karenanya ada pemidanaan yang menjadi tetap,
atau jika salah satu syarat lainnya tidak dipenuhi, ataupun jika
terpidana sebelum masa percobaan habis dijatuhi pemidanaan
yang menjadi tetap, karena melakukan tindak pidana selama masa
percobaan mulai berlaku. Ketika memberi peringatan, hakim harus
menentukan juga cara bagaimana memberikan peringatan itu”.

UU SPPA bahkan mengatur konsekuensi masing-masing


jenis pembinaan dari pidana dengan syarat dalam UU SPPA serta
pelanggaran terhadap syarat khusus, yaitu:

1. dalam hal Anak melakukan pelanggaran syarat khusus


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (4) UU SPPA,

28 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


pejabat pembina dapat mengusulkan kepada hakim pengawas
untuk memperpanjang masa pembinaan yang lamanya tidak
melampaui maksimum 2 (dua) kali masa pembinaan yang belum
dilaksanakan (vide Pasal 75 ayat (2) UU SPPA)
2. Dalam hal Anak tidak memenuhi seluruh atau sebagian
kewajiban dalam menjalankan pidana dengan syarat dengan
pembinaan pelayanan masyarakat tanpa alasan yang sah,
pejabat pembina dapat mengusulkan kepada hakim pengawas
untuk memerintahkan Anak tersebut mengulangi seluruh
atau sebagian pidana pelayanan masyarakat yang dikenakan
terhadapnya (vide Pasal 76 ayat (2) UU SPPA)
Sementara pelanggaran terhadap pidana dengan syarat dengan
masa pembinaan di luar lembaga dan pengawasan, tidak diatur dalam
UU SPPA. Ketentuan ini menimbulkan pertanyaan yang tidak dapat
dijelaskan secara normatif, apakah masa pembinaan dari pidana
dengan syarat yang diatur dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b UU SPPA yaitu
pembinaan di luar lembaga, pelayanan masyarakat atau pengawasan,
merupakan jenis syarat khusus yang dapat ditetapkan Hakim dalam
putusannya ataukah merupakan jenis pidana yang terpisah dan bukan
merupakan alternatif dari jenis pidana pokok penjara. Hanya saja jika
ditafsirkan bukan merupakan alternatif dari jenis pidana pokok penjara,
untuk apa fungsi dari pengaturan Pasal 73 UU SPPA.

Untuk mengatasi hal ini, Jaksa Agung menerbitkan Pedoman


Nomor 3 Tahun 2019 tentang Tuntutan Pidana Perkara Tindak Pidana
Umum untuk memberikan standar penuntutan perkara Anak dengan
memberikan penafsiran normatif dari ketentuan terkait pidana dengan
syarat pada UU SPPA. Di dalam pedoman tersebut diatur, bahwa
pidana dengan syarat, dapat dituntut dengan membagi kriteria umum
dan khusus dalam hal tindak pidana, dilakukan:

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 29


1. Kriteria Umum, terdiri dari:
a. dalam hal perbuatan Anak layak dituntut paling lama 2
(dua) tahun, namun berdasarkan fakta hukum, keadaan
meringankan atau keadaan lain yang patut dipertimbangkan
didapat keyakinan bahwa penjatuhan pidana dengan
syarat (pembinaan di luar lembaga/pelayanan masyarakat/
pengawasan) lebih tepat daripada Anak harus menjalani
pidana penjara dengan mempertimbangkan asas
kepentingan terbaik bagi Anak;
b. menimbulkan dampak / kerugian tidak terlalu besar;
c. orang tua/wali atau pendamping anak kooperatif dan
bersedia untuk mendampingi anak dalam menjalani
pidana;
d. bukan merupakan pengulangan tindak pidana, kecuali
dalam hal Anak memerlukan terapi di rumah sakit jiwa
atau terapi akibat penyalahgunaan alkohol, narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya (pasal 75 ayat (1) huruf
b dan c UU SPPA).
2. Kriteria Khusus
a. tindak pidana karena kelalaian atau kurang adanya sifat
penghati-hati;
b. telah terjadi perdamaian antara Anak dan korban;
c. Anak telah memenuhi kewajiban adat; dan/atau
d. kerugian sudah diganti oleh Anak, misalnya telah mengganti
kerugian korban atau membantu biaya pengobatan;
e. untuk pidana dengan syarat berupa pengawasan, Penuntut
Umum berkeyakinan bahwa:
i. pengawasan dapat berjalan selama Anak menjalani
pidana dengan syarat dan Anak siap melakukan
reintegrasi sosial;

30 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


ii. Penuntut Umum dapat melakukan pengawasan
terhadap Anak; dan
iii. Pembimbing Kemasyarakatan dapat melakukan
pembimbingan di tempat tinggal Anak.
Secara umum pelaksanaan pidana dengan syarat dilakukan
sebagai berikut:

- Jaksa memanggil Anak dan Orang Tua/Wali, Pembimbing


Kemasyarakatan, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya
(jika ada), dan Pejabat Pembina yang menerima penyerahan
Anak;
- Jaksa melaksanakan putusan pengadilan dengan menyerahkan
Anak kepada lembaga yang ditunjuk untuk jangka waktu
sebagaimana tercantum dalam putusan pengadilan.
- Jaksa membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan
dan mengirimkan tembusannya kepada Pengadilan Negeri
- Dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pidana
dengan syarat berupa pidana pembinaan di luar lembaga atau
pidana pelayanan masyarakat, Penuntut Umum berkoordinasi
dengan Pejabat Pembina termasuk dalam hal Pejabat Pembina
mengusulkan kepada Hakim Pengawas untuk memperpanjang
masa pembinaan atau untuk memerintahkan Anak mengulangi
seluruh atau sebagian pidana pelayanan masyarakat;
- Setelah memperoleh informasi bahwa Pejabat Pembina
mengusulkan kepada Hakim Pengawas untuk memperpanjang
masa pembinaan atau untuk memerintahkan Anak mengulangi
seluruh atau sebagian pidana pelayanan masyarakat, Penuntut
Umum berkoordinasi dengan Hakim Pengawas dan dapat
memberi pertimbangan kepada Hakim Pengawas atas usulan
tersebut;

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 31


- Penuntut Umum melaksanakan penetapan Hakim Pengawas
atas perubahan masa pembinaan atau perintah agar Anak
mengulangi seluruh atau sebagian pelayanan masyarakat.
- Penuntut Umum membuat berita acara pelaksanaan penetapan
hakim dan mengirimkan tembusannya kepada Pengadilan
Negeri;
- Dalam hal Hakim menjatuhkan pidana pembinaan di luar
lembaga berupa keharusan mengikuti terapi di rumah sakit jiwa,
Jaksa melaksanakan putusan pengadilan berkoordinasi dengan
Pejabat Pembina pada rumah sakit jiwa sebagaimana tercantum
dalam putusan pengadilan;
- Penuntut Umum menerima laporan hasil pendampingan dan
pembimbingan dari Pembimbing Kemasyarakatan.
Pidana dengan syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 71 ayat
(2) huruf b UU SPPA memiliki alternatif pembinaan:

a. pembinaan di luar lembaga;


b. pelayanan masyarakat; atau
c. pengawasan.
Ad. A Pidana dengan syarat pembinaan di luar lembaga dapat terdiri
dari 3 (tiga) bentuk:
a) mengikuti program pembimbingan dan penyuluhan yang
dilakukan oleh Pejabat Pembina;
b) mengikuti terapi di rumah sakit jiwa; atau
c) mengikuti terapi akibat penyalahgunaan alkohol, narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
Program pembimbingan dan penyuluhan yang dilakukan oleh
Pejabat Pembina berpedoman pada hasil penelitian kemasyarakatan
yang diawali dengan asesmen resiko dan asesmen kebutuhan Anak.

32 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


Pembimbingan dan penyuluhan kepada Anak dapat dilaksanakan
melalui:

- kunjungan rumah, sekolah, dan lingkungan sosial Anak;


- bimbingan individual dan/atau bimbingan kelompok; atau
- pelibatan Anak dalam kegiatan sosial di masyarakat.
Pembimbingan dan penyuluhan kepada Anak dilaksanakan
dalam jangka waktu sesuai dengan putusan pengadilan. Pejabat
Pembina melaporkan perkembangan pembimbingan dan penyuluhan
Anak secara berkala kepada Pembimbing Kemasyarakatan. Dalam
hal Hakim menjatuhkan pidana berupa pembinaan di luar lembaga
untuk mengikuti terapi di rumah sakit jiwa, Jaksa melaksanakan
putusan berkoordinasi dengan pimpinan rumah sakit jiwa yang
tercantum dalam amar putusan pengadilan. Pimpinan rumah sakit jiwa
menyampaikan perkembangan kejiwaan Anak secara berkala kepada
Pembimbing Kemasyarakatan dan orang tua/Wali. Pelaksanaan terapi
jiwa dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Dalam hal Hakim memutuskan Anak untuk mengikuti terapi


akibat penyalahgunaan alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya, Jaksa melaksanakan putusan dengan menempatkan Anak di
lembaga tempat pendidikan dan pembinaan sebagaimana ditentukan
dalam putusan. Pelaksanaan terapi Anak dilakukan sesuai dengan
kondisi ketergantungan Anak terhadap alkohol, narkotika, psikotropika,
dan zat adiktif lainnya berdasarkan hasil asesmen tim dokter.

Di dalam melakukan penuntutan terhadap pidana dengan syarat


pembinaan di luar lembaga, Penuntut Umum perlu memperhatikan
segala kaidah norma yang diatur dalam UU SPPA, seperti meminta
kepada hakim dalam putusannya menentukan lembaga tempat
pendidikan dan pembinaan. Koordinasi dengan aparat penegak hukum

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 33


atau lembaga lain yang terlibat dalam UU SPPA, akan sangat membantu
hakim dalam menentukan tempat yang dimaksud. Penentuan tempat
pendidikan dan pembinaan sudah dapat direkomendasikan oleh
Pembimbing Kemasyarakatan dalam hasil penelitian kemasyarakatan.

Pelaksanaan pidana pelatihan kerja pengganti pidana denda


dapat dilaksanakan bersamaan dengan pidana dengan syarat.
Dalam hal terhadap Anak dilakukan penahanan maka dalam tuntutan
ditambahkan dengan “Memerintahkan agar Anak dikeluarkan dari
tahanan di LPAS segera setelah putusan ini diucapkan”. Dalam hal
terhadap Anak dilakukan penahanan dan dijatuhi pidana dengan syarat
maka masa penahanan tidak diperhitungkan sebagai masa pidana
dengan syarat. Penuntut Umum mencantumkan dalam tuntutan untuk
menetapkan syarat khusus seperti melakukan tindakan tertentu atau
membayar ganti rugi kepada korban.

Sebagai contoh, tuntutan pidana dengan syarat pembinaan di luar


lembaga, berupa mengikuti program pembimbingan dan penyuluhan:

- Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Anak dengan pidana


penjara selama …………………… (tuntutan lamanya pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun);
- Menetapkan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani, dengan
menjatuhkan pidana dengan syarat berupa pidana pembinaan
di luar lembaga “mengikuti program pembimbingan dan
penyuluhan oleh ………………. (menyebutkan Pejabat Pembina)
dan/atau bertempat di ………………… (menyebutkan tempat
pembimbingan dan penyuluhan) selama …………… (paling
lama 3 (tiga) tahun);
- Menetapkan syarat khusus berupa ………………………. (contoh:
Anak terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan/pendidikan
non formal yang bersifat edukasi) selama Anak menjalani

34 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


masa pidana dengan syarat, dengan ketentuan jika selama
pembinaan Anak melanggar syarat khusus berdasarkan usulan
Pejabat Pembina hakim pengawas dapat memperpanjang masa
pembinaan yang lamanya tidak melampaui maksimum 2 (dua)
kali masa pembinaan yang belum dilaksanakan;
* Dalam hal tindak pidana diancam dengan pidana pokok secara
kumulatif dengan pidana denda, maka tuntutan ditambah
dengan:
- Menjatuhkan pidana pelatihan kerja pengganti
pidana denda di………………………. Selama
…………………………………… (paling singkat 3 (tiga)
bulan dan paling lama 1 (satu) tahun);
- Menetapkan pidana pelatihan kerja tersebut dilaksanakan
pada waktu siang hari untuk jangka waktu …. (paling
singkat 1 (satu) jam dan paling lama 3 (tiga) jam) dalam
1 (satu) hari dan pada waktu yang tidak mengganggu jam
belajar Anak;
- Memerintahkan kepada …………………. (menyebutkan
Pejabat Pembina) untuk melakukan pembinaan dan/atau
pembimbingan dan penyuluhan terhadap Anak selama
Anak menjalani masa pembinaan;
- Memerintahkan Pembimbing Kemasyarakatan untuk
melakukan pendampingan terhadap Anak selama
Anak menjalani masa pembinaan serta melaporkan
perkembangan Anak kepada Hakim Pengawas dengan
tembusan kepada Penuntut Umum.
* Dalam hal terhadap Anak dilakukan penahanan maka dalam
tuntutan ditambahkan dengan:
“Memerintahkan agar Anak dikeluarkan dari tahanan
di LPAS segera setelah putusan ini diucapkan”.

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 35


Ad. B. Pidana dengan syarat Pelayanan masyarakat
Dalam hal putusan pengadilan berupa pelayanan masyarakat,
Jaksa menempatkan Anak dalam lembaga pelayanan publik, baik milik
pemerintah maupun swasta yang telah ditetapkan berdasarkan hasil
penelitian kemasyarakatan yang diawali dengan asesmen risiko dan
asesmen kebutuhan Anak. Pelayanan masyarakat adalah kegiatan
membantu pekerjaan di lembaga pemerintah, swasta, LPKS, atau
di lingkungan masyarakat. Jenis pelayanan masyarakat sedapat
mungkin disesuaikan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh Anak
serta bertujuan untuk mendidik Anak, memberikan efek jera, dan
menimbulkan rasa empati, misalnya:

- menemani lansia di panti jompo;


- melakukan tugas administrasi ringan di kelurahan atau
kecamatan;
- membersihkan rumah ibadah; dan
- mengajarkan keahliannya yang bersifat positif kepada anak-
anak lain.
Tujuan pemidanaan ini adalah menumbuhkan rasa tanggung
jawab, empati, dan afektif Anak, bersifat pedagogi, serta membaurkan
Anak kepada komunitas sosial sehingga tumbuh rasa memiliki manfaat
bagi masyarakat, bangsa dan negara dan memacu Anak untuk
memperbaiki masa depannya. Penempatan Anak di lembaga pelayanan
publik dalam pidana pelayanan masyarakat perlu memperhatikan hasil
asesmen resiko dan asesmen kebutuhan Anak yang dinyatakan dalam
hasil penelitian kemasyarakatan sehingga sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan Anak. Selama masa pemidanaan pelayanan masyarakat,
Anak tetap berada dalam lingkungan dan didampingi orang tua/
Wali. Pelaksanaan putusan pelayanan masyarakat harus dilakukan
sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Anak. Yang dimaksud dengan
kebutuhan dan kondisi Anak Yang dimaksud dengan “kebutuhan”

36 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


adalah pelaksanaan pelayanan masyarakat dilakukan sesuai dengan
minat dan bakat anak. Yang dimaksud dengan “kondisi Anak” adalah
pelaksanaan pelayanan masyarakat disesuaikan dengan jam sekolah
Anak atau kondisi fisik Anak.

Jika Anak tidak memenuhi seluruh atau sebagian kewajiban


dalam menjalankan pidana pelayanan masyarakat tanpa alasan yang
sah, Pejabat Pembina dapat mengusulkan kepada hakim pengawas
untuk memerintahkan Anak mengulangi seluruh atau sebagian pidana
pelayanan masyarakat yang dijatuhkan. Pidana pelayanan masyarakat
untuk Anak dijatuhkan paling singkat 7 (tujuh) jam dan paling lama 120
(seratus dua puluh) jam. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
kerja sama penyelenggaraan pembinaan pelayanan masyarakat akan
diatur dengan Peraturan Menteri. Pelayanan masyarakat dilaksanakan
pada waktu siang hari untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) jam
dalam 1 (satu) hari kerja dan tidak boleh mengganggu hak belajar
Anak. Pembimbing Kemasyarakatan wajib melakukan pembimbingan
dan pendampingan dalam pelaksanaan pembinaan pelayanan
masyarakat dengan pengawasan Jaksa. Pengawasan dilaksanakan
untuk mengetahui perkembangan dan hasil pembinaan Anak.

Sebagai contoh, tuntutan pidana dengan syarat pelayanan


masyarakat:

– Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Anak dengan pidana


penjara selama …………………… (tuntutan lamanya pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun);
– Menetapkan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani, dengan
menjatuhkan pidana dengan syarat berupa “pidana pelayanan
masyarakat” di …………………. Selama …………………….
(paling singkat 7 (tujuh) jam dan paling lama 120 (seratus dua
puluh) jam);

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 37


– Menetapkan pidana pelayanan masyarakat tersebut dilaksanakan
pada waktu siang hari untuk jangka waktu …. (paling singkat
1 (satu) jam dan paling lama 3 (tiga) jam) dalam 1 (satu) hari
kerja dan pada waktu yang tidak mengganggu jam belajar
Anak, dengan ketentuan Jika Anak tidak memenuhi seluruh
atau sebagian kewajiban dalam menjalankan pidana pelayanan
masyarakat tanpa alasan yang sah, berdasarkan usulan Pejabat
Pembina, Hakim Pengawas dapat memerintahkan Anak tersebut
mengulangi seluruh atau sebagian pidana pelayanan masyarakat
yang dikenakan terhadapnya;
– Menetapkan syarat khusus berupa ……………………….
(contoh: Anak terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan atau
Anak mengikuti pendidikan non formal yang bersifat edukasi,
Anak tidak meninggalkan pelayanan masyarakat tanpa alasan
yang sah) selama Anak menjalani masa pidana dengan syarat,
dengan ketentuan jika selama pembinaan Anak melanggar syarat
khusus berdasarkan usulan Pejabat Pembina hakim pengawas
dapat memperpanjang masa pembinaan yang lamanya tidak
melampaui maksimum 2 (dua) kali masa pembinaan yang belum
dilaksanakan;
* Dalam hal tindak pidana diancam dengan pidana pokok secara
kumulatif dengan pidana denda:
– Menjatuhkan pidana pelatihan kerja pengganti pidana denda di
………………………. Selama ……………………………………
(paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun);
– Menetapkan pidana pelatihan kerja tersebut dilaksanakan pada
waktu siang hari untuk jangka waktu …. (paling singkat 1 (satu)
jam dan paling lama 3 (tiga) jam) dalam 1 (satu) hari dan pada
waktu yang tidak mengganggu jam belajar Anak;

38 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


– Memerintahkan kepada ……………………………. (selaku
Pejabat Pembina) untuk melakukan pembinaan terhadap Anak
selama Anak menjalani masa pembinaan;
– Memerintahkan Pembimbing Kemasyarakatan untuk melakukan
pendampingan dan pembimbingan terhadap Anak selama Anak
menjalani masa pembinaan serta melaporkan perkembangan
Anak kepada Hakim Pengawas dengan tembusan kepada
Penuntut Umum.
Ad. 3. Pidana dengan syarat Pengawasan
Dalam hal putusan pengadilan berupa pidana pengawasan, Jaksa
melakukan pengawasan terhadap perilaku Anak dan Pembimbing
Kemasyarakatan melakukan pembimbingan, di tempat tinggal Anak.
Pidana pengawasan dapat dijatuhkan kepada Anak paling singkat
3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun. Dalam hal selama
pengawasan, Anak menunjukkan perilaku yang baik, Pembimbing
Kemasyarakatan melalui Jaksa dapat mengusulkan kepada hakim
pengawas untuk mempersingkat masa pengawasannya. Hakim
Pengawas dapat menerima atau menolak usulan dari Pembimbing
Kemasyarakatan.

Jika Anak melakukan tindak pidana dan/atau dijatuhi pidana


yang bukan pidana penjara dalam masa pengawasan maka pidana
pengawasan tetap dilaksanakan. Dalam hal Anak dijatuhi pidana
penjara, pidana pengawasan ditunda dan dilaksanakan kembali
setelah Anak selesai menjalani pidana penjara. Dalam melakukan
pembimbingan, Pembimbing Kemasyarakatan dapat bekerja sama
dengan Pekerja Sosial Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan
perangkat desa atau nama lainnya.

Pada tuntutan Penuntut Umum dapat meminta kepada Hakim,


contoh untuk penuntutan pidana dengan syarat:

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 39


– Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Anak dengan pidana
penjara selama …………………… (tuntutan lamanya pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun).
– Menetapkan bahwa pidana tersebut tidak perlu dijalani, dengan
menjatuhkan pidana dengan syarat berupa “pidana pengawasan”
di tempat tinggal Anak dengan menempatkan Anak di bawah
pengawasan Penuntut Umum selama ……………………. (paling
singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun).
– Menetapkan pidana pengawasan tersebut dilaksanakan dengan
tidak mengganggu kewajiban belajar Anak.
– Menetapkan syarat khusus berupa ………………………. (contoh:
Anak menjalani wajib lapor 2 (dua) kali dalam 1 (satu) minggu,
memberitahukan jadwal kegiatan Anak kepada Penuntut Umum)
selama Anak menjalani masa pidana dengan syarat, dengan
ketentuan jika selama pembinaan Anak melanggar syarat
khusus berdasarkan usulan Pejabat Pembina hakim pengawas
dapat memperpanjang masa pembinaan yang lamanya tidak
melampaui maksimum 2 (dua) kali masa pembinaan yang belum
dilaksanakan;
* Dalam hal tindak pidana diancam dengan pidana pokok secara
kumulatif dengan pidana denda
- Menjatuhkan pidana pelatihan kerja pengganti pidana denda di
………………………. Selama ……………………………………
(paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun);
- Menetapkan pidana pelatihan kerja tersebut dilaksanakan pada
waktu siang hari untuk jangka waktu …. (paling singkat 1 (satu)
jam dan paling lama 3 (tiga) jam) dalam 1 (satu) hari dan pada
waktu yang tidak mengganggu jam belajar Anak.
- Memerintahkan Pembimbing Kemasyarakatan untuk melakukan
pendampingan dan pembimbingan di tempat tinggal Anal

40 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


selama Anak menjalani masa pembinaan serta melaporkan
perkembangan perilaku Anak kepada Penuntut Umum.
3. Pidana Pelatihan Kerja
Pidana pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal
78 UU SPPA, diselenggarakan oleh Pemerintah (baik pusat maupun
daerah) atau Pemerintah bekerja sama dengan lembaga swasta
berdasarkan putusan pengadilan. Lembaga swasta sebagaimana
dimaksud dalam UU SPPA, merupakan lembaga yang memiliki unit
pelatihan kerja dalam rangka membina Anak dan telah terakreditasi
oleh instansi yang berwenang. Pidana pelatihan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan
paling lama 1 (satu) tahun.

Pidana pelatihan kerja dilakukan untuk jangka waktu paling lama


3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari sesuai dengan putusan pengadilan
yang dilaksanakan pada hari kerja dan tidak mengganggu hak belajar
Anak dengan memperhatikan kebutuhan, usia, dan minat, serta
bakat Anak. Yang dimaksud dengan kebutuhan Anak adalah dengan
mempertimbangan kondisi fisik, psikis dan tumbuh kembang anak.

Pelaksanaan Pidana pelatihan kerja didampingi oleh Pekerja


Sosial, Profesional dan/atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang
dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu sesuai dengan
kebutuhan Anak. Sebagai contoh, tuntutan pidana Pelatihan Kerja,
sebagai berikut:

– Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Anak dengan


pidana “pelatihan kerja” di ……………………… selama
……………………. (paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama
1 (satu) tahun);
* Dalam hal tindak pidana diancam dengan pidana pokok secara
kumulatif dengan pidana denda

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 41


– Menjatuhkan pidana pelatihan kerja pengganti pidana denda di
………………………. Selama ……………………………………
(paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun);
– Menetapkan pidana pelatihan kerja dan pidana pelatihan kerja
pengganti denda tersebut dilaksanakan pada waktu siang hari
untuk jangka waktu …. (paling singkat 1 (satu) jam dan paling
lama 3 (tiga) jam) dalam 1 (satu) hari dan pada waktu yang tidak
mengganggu jam belajar Anak;
– Memerintahkan Pembimbing Kemasyarakatan untuk melakukan
pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap
Anak selama Anak menjalani masa pidana pelatihan kerja serta
melaporkan perkembangan Anak kepada Jaksa.
Pelaksanaan pidana pelatihan kerja dilakukan sebagai berikut:
- Jaksa memanggil Anak dan Orang Tua/Wali, Pembimbing
Kemasyarakatan, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya
(jika ada), dan Pejabat Pembina yang menerima penyerahan
Anak;
- Jaksa melaksanakan putusan pengadilan dengan menyerahkan
Anak kepada lembaga pelatihan kerja sebagaimana tercantum
dalam putusan pengadilan.
- Jaksa membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan
dan mengirimkan tembusannya kepada Pengadilan Negeri
- Jaksa menerima laporan hasil pendampingan, pembimbingan,
dan pengawasan dari Pembimbing Kemasyarakatan.
- Dalam hal tindak pidana diancam dengan pidana pokok secara
kumulatif dengan pidana denda maka pidana denda diganti
dengan pidana pelatihan kerja yang penjatuhan pidananya
diakumulasikan dan pelaksanaannya dapat digabung atau
dilaksanakan setelah pidana pelatihan kerja selesai dijalani

42 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


sepanjang tidak melebihi jangka waktu paling lama 3 (jam) dalam
1 (satu) hari
4. Pidana Pembinaan dalam lembaga
Pembinaan dalam lembaga merupakan bentuk pidana pokok
keempat yang diatur dalam Pasal 71 ayat (1) huruf d UU SPPA,
yang merupakan salah satu bentuk pidana pembatasan kebebasan
Anak. Pelaksanaan Pidana pembinaan dalam lembaga dilakukan
di tempat pelatihan kerja atau lembaga pembinaan sesuai dengan
putusan pengadilan untuk jangka waktu paling singkat 3 (tiga) bulan
dan paling lama 2 (dua) tahun. Penyelenggaraan pidana pembinaan
dalam lembaga dilakukan oleh pemerintah atau lembaga swasta yang
terakreditasi oleh instansi yang berwenang. Akreditasi yang dimaksud
yaitu terhadap ketersediaan tempat tinggal yang memadai bagi Anak
serta sarana pendidikan dan pelatihan kerja.

Dalam hal tempat pelatihan kerja atau lembaga pembinaan


belum memiliki sarana pendidikan, Kementrian dapat bekerja sama
dengan:

a. lembaga pendidikan;
b. lembaga keagamaan; atau
c. lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan Anak.
Ketentuan mengenai kerja sama pembinaan dalam lembaga
diatur dengan Peraturan Menteri. Sebagai contoh, tuntutan pidana
Pembinaan dalam lembaga, sebagai berikut:

– Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Anak dengan pidana


“pembinaan dalam lembaga” di ……………………… selama
……………………. (paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama
2 (dua) tahun); dan
* Dalam hal tindak pidana diancam dengan pidana pokok secara
kumulatif dengan pidana denda

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 43


– Menjatuhkan pidana pelatihan kerja pengganti pidana denda di
………………………. Selama ……………………………………
(paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun);
– Menetapkan pidana pelatihan kerja tersebut dilaksanakan pada
waktu siang hari untuk jangka waktu …. (paling singkat 1 (satu)
jam dan paling lama 3 (tiga) jam) dalam 1 (satu) hari dan pada
waktu yang tidak mengganggu jam belajar Anak;
– Memerintahkan Pembimbing Kemasyarakatan untuk melakukan
pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak
selama Anak menjalani masa pidana pembinaan dalam lembaga
serta melaporkan perkembangan Anak kepada Jaksa.
Cara untuk melaksanakan pidana pembinaan dalam lembaga
dilakukan sebagai berikut:

- Jaksa memanggil Anak dan Orang Tua/Wali, Pembimbing


Kemasyarakatan, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum
lainnya (jika ada).
- Jaksa melaksanakan putusan pengadilan dengan menyerahkan
Anak kepada lembaga pembinaan yang ditunjuk untuk jangka
waktu sebagaimana tercantum dalam putusan penagdilan.
- Jaksa membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan
dan mengirimkan tembusannya kepada Pengadilan Negeri.
- Jaksa menerima laporan hasil pendampingan, pembimbingan,
dan pengawasan dari Pembimbing Kemasyarakatan.
- Dalam hal tindak pidana diancam dengan pidana pokok secara
kumulatif dengan pidana denda maka pidana denda diganti
dengan pidana pelatihan kerja yang pelaksanaannya dapat
digabung atau dilaksanakan setelah pidana pembinaan dalam
lembaga selesai dijalani.

Keterangan

44 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


- Perbedaan dengan pidana pembinaan di luar lembaga adalah
pidana pembinaan dalam lembaga berbasis pada pola panti
sehingga Anak dibatasi kebebasannya di dalam tempat pelatihan
kerja atau lembaga pembinaan yang diselenggarakan oleh
pemerintah atau swasta yang terakreditasi
- Dalam hal terhadap Anak dilakukan penahanan maka dalam
tuntutan ditambahkan dengan

“Memerintahkan agar Anak dikeluarkan dari tahanan


di LPAS segera setelah putusan ini diucapkan”.

5. Pidana Penjara
Pidana penjara adalah pidana pokok kelima dari ketentuan
Pasal 71 ayat (1) huruf e UU SPPA. Pidana penjara merupakan pidana
merupakan pilihan terakhir dari UU SPPA yang lebih mengedepankan
sifat ultimatum remidium. Berdasarkan ketentuan pasal 81 UU SPPA,
Anak yang dijatuhi pidana penjara ditempatkan di LPKA dan pembinaan
Anak di LPKA dilaksanakan sampai dengan Anak berusia 18 (delapan
belas) tahun.

Dalam hal Anak telah mencapai umur 18 (delapan belas)


tahun, tetapi belum selesai menjalani pidana, Anak dipindahkan
ke lembaga pemasyarakatan pemuda dengan memperhatikan
kesinambungan pembinaan Anak, namun apabila tidak terdapat
lembaga pemasyarakatan pemuda, Anak dapat dipindahkan ke
lembaga pemasyarakatan dewasa berdasarkan rekomendasi dari
Pembimbing Kemasyarakatan. Pelaksanaan pemindahan Anak
tersebut harus memperhatikan ketersediaan blok khusus pemuda
pada lembaga pemasyarakatan dewasa, dalam hal tidak terdapat blok
khusus pemuda pada lembaga pemasyarakatan dewasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), Anak tetap ditempatkan dalam LPKA sampai
telah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun.

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 45


Pembinaan Anak dalam LPKA dilaksanakan berdasarkan
hasil penelitian kemasyarakatan yang diawali dengan asesmen
risiko dan asesmen kebutuhan yang dilaksanakan oleh Pembimbing
Kemasyarakatan, yaitu:

a. penentuan program pendidikan dan pembinaan; dan


b. evaluasi terhadap pelaksanaan program pendidikan dan
pembinaan Anak.
Pelaksanaan program pembinaan Anak dalam LPKA, wajib
diawasi oleh Bapas, selanjutnya terhadap Anak yang telah menjalani
½ (satu per dua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan
baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Terhadap anak berada di luar LPKA
selama menjalanai pembebasan bersyarat, pelaksanaannya menjadi
tanggung jawab Bapas. Bapas wajib menyelenggarakan:

a. Pendampingan;
b. pembimbingan dan pengawasan;
c. pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
d. evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pembimbingan,
pengawasan, dan pendampingan, serta pemenuhan hak lain.
Ketentuan mengenai tata cara penyelenggaraan pelaksanaan
kewajiban Bapas sebagaimana diuraikan di atas, diatur dengan
Peraturan Menteri.

Sebagai contoh, tuntutan pidana penjara terhadap anak, sebagai


berikut:

– Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Anak dengan pidana


“penjara” selama …………………………….;
– Menetapkan bahwa masa penahanan yang telah dijalani oleh
Anak dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan; (jika

46 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


terhadap Anak dilakukan penahanan selama proses peradilan)
– Memerintahkan agar Anak ditahan/tetap berada dalam tahanan;
(jika terhadap Anak dilakukan penahanan selama proses
peradilan);
* Dalam hal tindak pidana diancam dengan pidana pokok secara
kumulatif dengan pidana denda
– Menjatuhkan pidana pelatihan kerja pengganti pidana denda di
………………………. Selama ……………………………………
(paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun);
– Menetapkan pidana pelatihan kerja tersebut dilaksanakan pada
waktu siang hari untuk jangka waktu …. (paling singkat 1 (satu)
jam dan paling lama 3 (tiga) jam) dalam 1 (satu) hari dan pada
waktu yang tidak mengganggu jam belajar Anak;
– Memerintahkan Pembimbing Kemasyarakatan untuk melakukan
pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak
selama Anak menjalani masa pidana penjara serta melaporkan
perkembangan Anak kepada Jaksa.
Untuk melaksanakan pidana penjara, maka:

- Jaksa melaksanakan putusan pengadilan dengan menyerahkan


Anak kepada Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA)
untuk jangka waktu sebagaimana tercantum dalam putusan
pengadilan.
- Jaksa membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan
dan mengirimkan tembusannya kepada Pengadilan Negeri.
- Jaksa menerima laporan hasil pendampingan, pembimbingan,
dan pengawasan dari Pembimbing Kemasyarakatan.
- Dalam hal tindak pidana diancam dengan pidana pokok secara
kumulatif dengan pidana denda maka pidana denda diganti
dengan pidana pelatihan kerja yang pelaksanaannya dapat

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 47


digabung atau dilaksanakan setelah pidana penjara selesai
dijalani.
Perlu diingat dalam pidana penjara terdapat ketentuan khusus
bagi Anak yang berbeda dengan orang dewasa, antara lain:

- Lamanya pidana penjara paling lama ½ (satu perdua) dari


maksimum ancaman pidana penjara orang bagi dewasa
- Ancaman pidana penjara minimum tidak berlaku bagi anak
- Jika tindak pidana yang dilakukan oleh Anak diancam dengan
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup maka pidana
penjara yang dijatuhkan paling lama 10 (sepuluh) tahun.

I. Pidana Tambahan
Pidana tambahan merupakan pidana yang diatur dalam ketentuan
pasal 71 ayat (2) UU SPPA. Pidana tambahan ini berupa perampasan
keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana atau pemenuhan kewajiban
adat.

1. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana


Dari aspek teknis yuridis terminologi perampasan merupakan
terjemahan dari istilah Belanda “Verbeurd verklaring” sebagai pidana
tambahan yang dapat dijatuhkan hakim disamping pidana pokok 24.

Pengertian perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana


adalah mencabut dari orang yang memegang keuntungan dari tindak
pidana yang diperoleh demi kepentingan Negara. Sebagai contoh
seorang anak mencuri sebuah handphone, kemudian handphone
tersebut dijual dan uang hasil penjualan digunakan untuk modal jualan
sepatu. Keuntungan yang diporoleh dari hasil jualan sepatu. Dalam
kasus tersebut, barang yang dapat dirampas adalah keuntungan yang
diperoleh dari hasil jualan sepatu.

48 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


Sebagai contoh, tuntutan pidana tambahan Perampasan
keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana sebagai berikut:

Dalam tuntutan pidana ditambahkan:

– Menetapkan barang bukti berupa ….. dirampas untuk negara.


Cara Pelaksanaan
- Jaksa menyerahkan barang rampasan berupa keuntungan yang
diperoleh dari tindak pidana kepada bidang yang melakukan
penyelesaian benda sitaan/barang rampasan untuk diselesaikan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Jaksa membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan
dan mengirimkan tembusannya kepada Pengadilan Negeri.
Keterangan
- Barang yang dilakukan perampasan merupakan keuntungan yang
diperoleh dari tindak pidana.
- Perampasan keuntungan hanya dapat dilakukan terhadap barang
yang telah disita oleh Penyidik (benda sitaan yang menjadi barang
bukti)
- Tuntutan perampasan keuntungan diajukan dengan memperhatikan
pelindungan terhadap hak pihak ketiga yang beriktikad baik.
2. Pemenuhan kewajiban adat
Yang dimaksud dengan kewajiban adat adalah denda atau
tindakan yang harus dipenuhi berdasarkan norma adat setempat
yang tetap menghormati harkat dan martabat anak serta tidak
membahayakan fisik dan mental anak.

Sebagai contoh, tuntutan pidana Pelatihan Kerja, sebagai berikut:

Dalam tuntutan pidana ditambahkan:

Menjatuhkan pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban


adat dengan ……………………………. (contoh: membayar

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 49


uang sejumlah tertentu, menyelenggarakan upacara adat, atau
membersihkan tempat suci);

Cara Pelaksanaan
- Jaksa memanggil Anak dan Orang Tua/Wali, Pembimbing
Kemasyarakatan, Advokat atau pemberi bantuan hukum
lainnya (jika ada), dan tokoh/kepala adat untuk melaksanakan
pemenuhan kewajiban adat.
- Jaksa membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan
dan mengirimkan tembusannya kepada Pengadilan Negeri.
Keterangan
- “Kewajiban adat” adalah denda atau tindakan yang harus dipenuhi
berdasarkan norma adat setempat yang tetap menghormati
harkat dan martabat Anak serta tidak membahayakan kesehatan
fisik dan mental Anak
- Dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban adat harus
memperhatikan proporsionalitas
o tingkat keseriusan tindak pidana;
o tingkat kerugian yang ditimbulkan; dan
o kemampuan Anak untuk memenuhi kewajiban adat.
II. Tindakan
Dalam sidang anak, hakim dapat menjatuhkan pidana atau tindakan.
Pidana tersebut dapat berupa Pidana Pokok atau Pidana Tambahan.
Sedangkan untuk Tindakan dapat dilihat dalam Pasal 82 dan Pasal 83 UU
SPPA. Tindakan yang dapat dikenakan terhadap anak dapat berupa:

1. Pengembalian kepada orang tua/Wali.


2. Penyerahan kepada seseorang.
Tindakan penyerahan Anak kepada seseorang dilakukan untuk
kepentingan Anak yang bersangkutan (Pasa183 ayat (1). Dalam
penjelasan diuraikan bahwa yang dimaksud dengan “penyerahan

50 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


kepada seseorang” adalah penyerahan kepada orang dewasa yang
dinilai cakap, berkelakuan baik, danbertanggungjawab, oleh Hakim
serta dipercaya oleh Anak.

3. Perawatan di rumah sakit jiwa.


Dalam penjelasan diuraikan bahwa tindakan ini diberikan kepada Anak
yang pada waktu melakukan tindak pidana menderita gangguan jiwa
atau penyakit jiwa.

4. Perawatan di LPKS.
Tindakan ini dikenakan paling lama 1 (satu) tahun.

Tindakan perawatan terhadap Anak dimaksudkan untuk membantu


orang tua/Wali dalam mendidik dan memberikan pembimbingan
kepada Anak yang bersangkutan (Pasal 83 ayat (2).

5. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang


diadakan oleh pemerintah atau badan swasta.
Tindakan ini dikenakan paling lama 1(satu) tahun.

6. Pencabutan surat izin mengemudi.


Tindakan ini dikenakan paling lama 1(satu) tahun. 7. Perbaikan akibat
tindak pidana. Dalam penjelasan diuraikan bahwa yang dimaksud
dengan “perbaikan akibat tindak pidana” misalnya memperbaiki
kerusakan yang disebabkan oleh tindak pidananya dan memulihkan
keadaan sesuai dengan sebelum terjadinya tindak pidana.

Ad.1. Pengembalian kepada Orang Tua/Wali


Kriteria Umum Penjatuhan Tuntutan Tindakan
- Ringannya perbuatan, keadaan pribadi Anak, atau keadaan pada
waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan
dasar pertimbangan untuk tidak menuntut pidana tetapi menuntut
pengenaan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan
kemanusiaan;

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 51


- Tindakan dikenakan terhadap Anak yang belum berusia 14 (empat
belas) tahun;
- Pengenaan tindakan tanpa penjatuhan pidana dapat dilakukan
dengan memperhatikan ketentuan Pasal sepanjang perbuatannya
tidak membahayakan dirinya atau masyarakat
- Terkait ketentuan Pasal 82 ayat (3) UU SPPA yang mengatur bahwa
pengenaan tindakan dikecualikan untuk tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun maka ketika Anak
yang melakukan tindak pidana belum berusia 14 (empat belas) tahun
dan tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara
paling singkat 7 (tujuh) tahun maka Penuntut Umum tidak dapat
mengajukan tuntutan pengenaan “tindakan”.
- Pengawasan terhadap pelaksanaan tindakan dilakukan oleh Jaksa.
Sebagai contoh amar tuntutan tindakan pengembalian kepada orang
tua/wali:

- Mengenakan tindakan oleh karena itu kepada Anak dengan tindakan


pengembalian kepada orang tua/wali.
– Memerintahkan kepada Pembimbing Kemasyarakatan untuk
melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap
Anak selama ………….. (paling lama 30 (tiga puluh) hari) serta
melaporkan perkembangan Anak kepada Jaksa.
* Dalam hal dianggap perlu berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan
diperlukan pendampingan
– Memerintahkan kepada Pekerja Sosial Profesional dan/atau Tenaga
Kesejahteraan Sosial Lembaga/Panti ………… (menyebutkan nama
lembaga/panti kesejahteraan sosial) untuk melakukan pendampingan,
pembimbingan, dan pembinaan terhadap Anak selama …. (paling
lama 30 (tiga) puluh hari) dan menyampaikan laporannya kepada
Pembimbing, Pekerja Sosial Profesional/Tenaga Kesejahteraan Sosial

52 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


Cara Pelaksanaan
- Jaksa memanggil Anak dan Orang Tua/Wali, Pembimbing
Kemasyarakatan, Advokat atau Pemberi Bantuan Hukum Lainnya (jika
ada), dan Pekerja Sosial Profesional/Tenaga Kesejahteraan Sosial bila
dianggap perlu
- Jaksa mengembalikan Anak kepada Orang Tua/Wali Anak
- Jaksa membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan dan
mengirimkan tembusannya kepada Pengadilan Negeri.
- Jaksa menerima laporan hasil pendampingan, pembinaan,
pembimbingan, dan pengawasan dari Pembimbing Kemasyarakatan
dan/atau Pekerja Sosial Profesional dan/atau Tenaga Kesejahteraan
Sosial.
Keterangan
- Tindakan pengembalian kepada orang tua/wali perlu dihindari apabila
berdasarkan fakta hukum diketahui bahwa tindak pidana yang
dilakukan Anak karena terpengaruh/ dipengaruhi lingkungan alamiah
dasar keluarga/orang tua/wali yang “tidak sehat”.
- Dalam hal terhadap Anak dilakukan penahanan baik dalam
LPAS maupun LPKS maka dalam tuntutan ditambahkan dengan
“Memerintahkan agar Anak dikeluarkan dari tahanan di LPAS /LPKS
segera setelah putusan ini diucapkan”.
Ad.2. Penyerahan kepada seseorang
Kriteria Umum Penjatuhan Tuntutan Tindakan
- Ringannya perbuatan, keadaan pribadi Anak, atau keadaan pada
waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan
dasar pertimbangan untuk tidak menuntut pidana tetapi menuntut
pengenaan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan
kemanusiaan;
- Tindakan dikenakan terhadap Anak yang belum berusia 14 (empat
belas) tahun;

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 53


- Pengenaan tindakan tanpa penjatuhan pidana dapat dilakukan
dengan memperhatikan ketentuan Pasal sepanjang perbuatannya
tidak membahayakan dirinya atau masyarakat
- Terkait ketentuan Pasal 82 ayat (3) UU SPPA yang mengatur bahwa
pengenaan tindakan dikecualikan untuk tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun maka ketika Anak
yang melakukan tindak pidana belum berusia 14 (empat belas) tahun
dan tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara
paling singkat 7 (tujuh) tahun maka Penuntut Umum tidak dapat
mengajukan tuntutan pengenaan “tindakan”.
- Pengawasan terhadap pelaksanaan tindakan dilakukan oleh Jaksa.
Sebagai contoh amar tuntutan tindakan Penyerahan kepada seseorang:

- Mengenakan tindakan oleh karena itu kepada Anak dengan


tindakan “penyerahan kepada seseorang” yaitu ……………………
(meneyebutkan nama lengkap dengan Bin/Binti/Alias);
- Memerintahkan kepada Pembimbing Kemasyarakatan untuk
melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap
Anak selama …………. (paling lama 30 (tiga puluh) hari) serta
melaporkan perkembangan Anak kepada Jaksa.
* Dalam hal dianggap perlu berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan
diperlukan pendampingan Pekerja Sosial Profesional/Tenaga
Kesejahteraan Sosial
- Memerintahkan kepada Pekerja Sosial Profesional dan/atau Tenaga
Kesejahteraan Sosial Lembaga/Panti ………… (menyebutkan nama
lembaga/panti kesejahteraan sosial) untuk melakukan pendampingan,
pembimbingan, dan pembinaan terhadap Anak selama …. (paling
lama 30 (tiga) puluh hari) dan menyampaikan laporannya kepada
Pembimbing Kemasyarakatan dengan tembusan Jaksa.

54 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


Cara Pelaksanaan
- Jaksa memanggil Anak dan Orang Tua/Wali, Pembimbing
Kemasyarakatan, Advokat atau Pemberi Bantuan Hukum Lainnya (jika
ada), dan Pekerja Sosial Profesional/Tenaga Kesejahteraan Sosial bila
dianggap perlu.
- Jaksa menyerahkan Anak kepada seseorang yang ditunjuk
sebagaimana tercantum dalam putusan pengadilan.
- Jaksa membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan dan
mengirimkan tembusannya kepada Pengadilan Negeri.
- Jaksa menerima laporan hasil pendampingan, pembinaan,
pembimbingan, dan pengawasan dari Pembimbing Kemasyarakatan
dan/atau Pekerja Sosial Profesional dan/atau Tenaga Kesejahteraan
Sosial.
Keterangan
- Dalam hal terhadap Anak dilakukan penahanan baik dalam LPAS
maupun LPKS maka dalam tuntutan ditambahkan dengan

“Memerintahkan agar Anak dikeluarkan dari tahanan


di LPAS /LPKS segera setelah putusan ini diucapkan”.

Ad.3. Perawatan di rumah sakit jiwa


Kriteria Umum Penjatuhan Tuntutan Tindakan
- Ringannya perbuatan, keadaan pribadi Anak, atau keadaan pada
waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan
dasar pertimbangan untuk tidak menuntut pidana tetapi menuntut
pengenaan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan
kemanusiaan;
- Tindakan dikenakan terhadap Anak yang belum berusia 14 (empat
belas) tahun;

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 55


- Pengenaan tindakan tanpa penjatuhan pidana dapat dilakukan
dengan memperhatikan ketentuan Pasal sepanjang perbuatannya
tidak membahayakan dirinya atau masyarakat
- Terkait ketentuan Pasal 82 ayat (3) UU SPPA yang mengatur bahwa
pengenaan tindakan dikecualikan untuk tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun maka ketika Anak
yang melakukan tindak pidana belum berusia 14 (empat belas) tahun
dan tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara
paling singkat 7 (tujuh) tahun maka Penuntut Umum tidak dapat
mengajukan tuntutan pengenaan “tindakan”.
- Pengawasan terhadap pelaksanaan tindakan dilakukan oleh Jaksa.
Sebagai contoh amar tuntutan tindakan Perawatan di rumah sakit
jiwa:
- Menjatuhkan tindakan oleh karena itu kepada Anak dengan tindakan
“perawatan di Rumah Sakit Jiwa …………………. Sesuai dengan
kebutuhan Anak sampai Anak dinyatakan sembuh.
- Memerintahkan kepada Kepala Rumah Sakit Jiwa ………. (selaku
pejabat Pembina) untuk melakukan perawatan medis dan psikis
terhadap Anak selama Anak menjalani tindakan perawatan di rumah
sakit jiwa.
- Memerintahkan kepada Pembimbing Kemasyarakatan untuk
melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap
Anak selama Anak menjalani tindakan perawatan di rumah sakit jiwa
serta melaporkan perkembangan Anak kepada Jaksa.
* Dalam hal dianggap perlu berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan
diperlukan pendampingan Pekerja Sosial Profesional/Tenaga
Kesejahteraan Sosial
- Memerintahkan kepada Pekerja Sosial Profesional dan/atau Tenaga
Kesejahteraan Sosial Lembaga/Panti ………… (menyebutkan nama
lembaga/panti kesejahteraan sosial) untuk melakukan pendampingan,

56 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


pembimbingan, dan pembinaan terhadap Anak selama Anak
menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa dan menyampaikan hasil
perkembangan Anak kepada Pembimbing Kemasyarakatan dengan
tembusan Jaksa.
Cara Pelaksanaan
- Jaksa memanggil Anak dan Orang Tua/Wali, Pembimbing
Kemasyarakatan, Advokat atau Pemberi Bantuan Hukum Lainnya (jika
ada), dan Pekerja Sosial Profesional/Tenaga Kesejahteraan Sosial bila
dianggap perlu.
- Jaksa menyerahkan Anak kepada Kepala Rumah sakit Jiwa selaku
Pejabat Pembina sebagaimana tercantum dalam putusan pengadilan.
- Jaksa membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan dan
mengirimkan tembusannya kepada Pengadilan Negeri.
- Jaksa menerima laporan hasil pendampingan, pembinaan,
pembimbingan, dan pengawasan dari Pembimbing Kemasyarakatan
dan/atau Pekerja Sosial Profesional dan/atau Tenaga Kesejahteraan
Sosial.
Keterangan
- Dalam hal terhadap Anak dilakukan penahanan baik dalam LPAS
maupun LPKS maka dalam tuntutan ditambahkan dengan

“Memerintahkan agar Anak dikeluarkan dari tahanan


di LPAS /LPKS segera setelah putusan ini diucapkan”.

Ad.4. Perawatan di LPKS


Kriteria Umum Penjatuhan Tuntutan Tindakan
- Ringannya perbuatan, keadaan pribadi Anak, atau keadaan pada
waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan
dasar pertimbangan untuk tidak menuntut pidana tetapi menuntut
pengenaan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan
kemanusiaan;

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 57


- Tindakan dikenakan terhadap Anak yang belum berusia 14 (empat
belas) tahun;
- Pengenaan tindakan tanpa penjatuhan pidana dapat dilakukan
dengan memperhatikan ketentuan Pasal sepanjang perbuatannya
tidak membahayakan dirinya atau masyarakat
- Terkait ketentuan Pasal 82 ayat (3) UU SPPA yang mengatur bahwa
pengenaan tindakan dikecualikan untuk tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun maka ketika Anak
yang melakukan tindak pidana belum berusia 14 (empat belas) tahun
dan tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara
paling singkat 7 (tujuh) tahun maka Penuntut Umum tidak dapat
mengajukan tuntutan pengenaan “tindakan”.
- Pengawasan terhadap pelaksanaan tindakan dilakukan oleh Jaksa.
Sebagai contoh amar tuntutan tindakan Perawatan di LPKS:

– Menjatuhkan tindakan oleh karena itu kepada Anak dengan tindakan


“perawatan di LPKS” …………………….. (menyebutkan nama LPKS)
di …………………. (menyebutkan kota/daerah tempat LPKS) selama
…………………. (paling lama 1 (satu) tahun);
– Memerintahkan kepada Pimpinan LPKS ………………… (menyebutkan
nama LPKS selaku Pejabat Pembina) untuk melakukan rehabilitasi
sosial terhadap Anak berupa ………………………. (bentuk rehabilitasi
sesuai Litmas/Lapsos).
– Memerintahkan kepada Pembimbing Kemasyarakatan untuk
melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap
Anak selama Anak menjalani tindakan perawatan di LPKS serta
melaporkan perkembangan Anak kepada Jaksa.
* Dalam hal dianggap perlu berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan
diperlukan pendampingan Pekerja Sosial Profesional/Tenaga
Kesejahteraan Sosial

58 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


– Memerintahkan kepada Pekerja Sosial Profesional dan/atau Tenaga
Kesejahteraan Sosial Lembaga/Panti ………… (menyebutkan nama
lembaga/panti kesejahteraan sosial) untuk melakukan pendampingan,
pembimbingan, dan pembinaan terhadap Anak selama Anak menjalani
perawatan di LPKS dan menyampaikan hasil perkembangan Anak
kepada Pembimbing Kemasyarakatan dengan tembusan Jaksa.
Cara Pelaksanaan
- Jaksa memanggil Anak dan Orang Tua/Wali, Pembimbing
Kemasyarakatan, Advokat atau Pemberi Bantuan Hukum Lainnya (jika
ada), dan Pekerja Sosial Profesional/Tenaga Kesejahteraan Sosial bila
dianggap perlu.
- Jaksa menyerahkan Anak kepada Pimpinan LPKS selaku Pejabat
Pembina sebagaimana tercantum dalam putusan pengadilan.
- Jaksa membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan dan
mengirimkan tembusannya kepada Pengadilan Negeri.
- Jaksa menerima laporan hasil pendampingan, pembinaan,
pembimbingan, dan pengawasan dari Pembimbing Kemasyarakatan
dan/atau Pekerja Sosial Profesional dan/atau Tenaga Kesejahteraan
Sosial.
Keterangan
- Tindakan perawatan di LPKS dikenakan paling lama 1 (satu) tahun.
- Tindakan perawatan di LPKS dimaksudkan sebagai upaya rehabilitasi
sosial.
- Bentuk rehabilitasi sosial disesuaikan dengan kebutuhan Anak.
- Rehabilitasi sosial dapat berupa:
o motivasi dan diagnosis psikososial;
o perawatan pengasuhan;
o bimbingan mental dan spiritual;
o bimbingan fisik;
o bimbingan sosial dan konseling psikososial;

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 59


o bimbingan keterampilan dan pembinaan kewirausahaan;
o pelayanan aksesibilitas;
o bantuan dan asistensi sosial;
o bimbingan resosialisasi;
o bimbingan lanjut; dan/atau
o rujukan
- Dalam hal terhadap Anak dilakukan penahanan baik dalam LPAS
maupun LPKS maka dalam tuntutan ditambahkan dengan

“Memerintahkan agar Anak dikeluarkan dari tahanan


di LPAS /LPKS segera setelah putusan ini diucapkan”.

Ad.5. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang


diadakan oleh Pemerintah atau badan swasta
Kriteria Umum Penjatuhan Tuntutan Tindakan
- Ringannya perbuatan, keadaan pribadi Anak, atau keadaan pada
waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan
dasar pertimbangan untuk tidak menuntut pidana tetapi menuntut
pengenaan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan
kemanusiaan;
- Tindakan dikenakan terhadap Anak yang belum berusia 14 (empat
belas) tahun;
- Pengenaan tindakan tanpa penjatuhan pidana dapat dilakukan
dengan memperhatikan ketentuan Pasal sepanjang perbuatannya
tidak membahayakan dirinya atau masyarakat
- Terkait ketentuan Pasal 82 ayat (3) UU SPPA yang mengatur bahwa
pengenaan tindakan dikecualikan untuk tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun maka ketika Anak
yang melakukan tindak pidana belum berusia 14 (empat belas) tahun
dan tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara

60 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


paling singkat 7 (tujuh) tahun maka Penuntut Umum tidak dapat
mengajukan tuntutan pengenaan “tindakan”.
- Pengawasan terhadap pelaksanaan tindakan dilakukan oleh Jaksa.
Sebagai contoh amar tuntutan tindakan Kewajiban mengikuti
pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh Pemerintah atau
badan swasta:

- Menjatuhkan tindakan oleh karena itu kepada Anak dengan tindakan


“kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang
diadakan oleh pemerintah atau badan swasta” ……………………..
(menyebutkan tempat pendidikan formal dan/atau pelatihan) di
…………………. (kota/daerah tempat pendidikan formal dan/atau
pelatihan) selama ……… (paling lama 1 (satu) tahun);
- Memerintahkan kepada Pimpinan lembaga pendidikan formal/pelatihan
……………… (menyebutkan nama lembaga) untuk mendidik dan
melatih Anak selama Anak menjalani tindakan kewajiban mengikuti
pendidikan formal/pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau
badan swasta.
- Memerintahkan kepada Pembimbing Kemasyarakatan untuk
melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap
Anak selama Anak menjalani tindakan kewajiban mengikuti pendidikan
formal/pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta
serta melaporkan perkembangan Anak kepada Jaksa.
* Dalam hal dianggap perlu berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan
diperlukan pendampingan Pekerja Sosial Profesional/Tenaga
Kesejahteraan Sosial
- Memerintahkan kepada Pekerja Sosial Profesional dan/atau Tenaga
Kesejahteraan Sosial Lembaga/Panti ………… (menyebutkan nama
lembaga/panti kesejahteraan sosial) untuk melakukan pendampingan,
pembimbingan, dan pembinaan terhadap Anak selama Anak menjalani
kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 61


diadakan oleh pemerintah atau badan swasta dan menyampaikan
hasil perkembangan Anak kepada Pembimbing Kemasyarakatan
dengan tembusan Jaksa.
Cara Pelaksanaan
- Jaksa memanggil Anak dan Orang Tua/Wali, Pembimbing
Kemasyarakatan, Advokat atau Pemberi Bantuan Hukum Lainnya (jika
ada), dan Pekerja Sosial Profesional/Tenaga Kesejahteraan Sosial bila
dianggap perlu.
- Jaksa menyerahkan Anak kepada Pimpinan lembaga pendidikan
formal/pelatihan selaku Pejabat Pembina sebagaimana tercantum
dalam putusan pengadilan.
- Jaksa membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan dan
mengirimkan tembusannya kepada Pengadilan Negeri.
- Jaksa menerima laporan hasil pendampingan, pembinaan,
pembimbingan, dan pengawasan dari Pembimbing Kemasyarakatan
dan/atau Pekerja Sosial Profesional dan/atau Tenaga Kesejahteraan
Sosial.
Keterangan
- Tindakan kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan
dikenakan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
- Tindakan kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan
yang diadakan oleh Pemerintah atau Badan Swasta dimaksudkan
agar dapat memenuhi hak Anak untuk memperoleh pendidikan dan
program wajib belajar
- Dalam hal terhadap Anak dilakukan penahanan baik dalam LPAS
maupun LPKS maka dalam tuntutan ditambahkan dengan

“Memerintahkan agar Anak dikeluarkan dari tahanan


di LPAS /LPKS segera setelah putusan ini diucapkan”.

62 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


Ad.6. Pencabutan Surat Izin Mengemudi
Kriteria Umum Penjatuhan Tuntutan Tindakan
- Ringannya perbuatan, keadaan pribadi Anak, atau keadaan pada
waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan
dasar pertimbangan untuk tidak menuntut pidana tetapi menuntut
pengenaan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan
kemanusiaan;
- Tindakan dikenakan terhadap Anak yang belum berusia 14 (empat
belas) tahun;
- Pengenaan tindakan tanpa penjatuhan pidana dapat dilakukan
dengan memperhatikan ketentuan Pasal sepanjang perbuatannya
tidak membahayakan dirinya atau masyarakat
- Terkait ketentuan Pasal 82 ayat (3) UU SPPA yang mengatur bahwa
pengenaan tindakan dikecualikan untuk tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun maka ketika Anak
yang melakukan tindak pidana belum berusia 14 (empat belas) tahun
dan tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara
paling singkat 7 (tujuh) tahun maka Penuntut Umum tidak dapat
mengajukan tuntutan pengenaan “tindakan”.
- Pengawasan terhadap pelaksanaan tindakan dilakukan oleh Jaksa.
Sebagai contoh amar tuntutan tindakan Pencabutan Surat Izin
Mengemudi:

- Menjatuhkan tindakan oleh karena itu kepada Anak dengan tindakan


“pencabutan surat izin mengemudi” atas nama …………………………….
(nama Anak) selama……………………………. (paling lama 1 (satu)
tahun);
- Memerintahkan kepada Pembimbing Kemasyarakatan untuk
melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan
terhadap Anak selama Anak menjalani tindakan pencabutan Surat Izin
Mengemudi serta melaporkan perkembangan Anak kepada Jaksa.

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 63


Cara Pelaksanaan
- Jaksa memanggil Anak dan Orang Tua/Wali, Pembimbing
Kemasyarakatan, Advokat atau Pemberi Bantuan Hukum Lainnya (jika
ada).
- Jaksa menyerahkan Surat Ijin Mengemudi atas nama Anak kepada
Pejabat Kepolisian yang berwenang, untuk dilakukan pencabutan Surat
Ijin Mengemudi dengan melampirkan petikan putusan pengadilan.
- Jaksa membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan dan
mengirimkan tembusannya kepada Pengadilan Negeri.
- Jaksa menerima laporan hasil pendampingan, bimbingan, pengawasan
dari Pembimbing Kemasyarakatan.
- Setelah Anak selesai menjalani tindakan, Jaksa membuat Surat
Keterangan Telah Selesai Menjalani Tindakan Pencabutan Surat Izin
Mengemudi untuk ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.
Keterangan
- Tindakan pencabutan surat izin mengemudi bagi Anak dilakukan untuk
jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
- Tindakan dimaksudkan untuk memberikan rasa tanggung jawab dan
peningkatan kesadaran berlalu lintas.
- Setelah jangka waktu pelaksanaan tindakan berakhir, Anak berhak
mengajukan lagi permohonan pembuatan Surat Izin Mengemudi.
- Dalam hal terhadap Anak dilakukan penahanan baik dalam LPAS
maupun LPKS maka dalam tuntutan ditambahkan dengan
- “Memerintahkan agar Anak dikeluarkan dari tahanan di LPAS /LPKS
segera setelah putusan ini diucapkan”.
Ad.7. Perbaikan akibat tindak pidana
Kriteria Umum Penjatuhan Tuntutan Tindakan
- Ringannya perbuatan, keadaan pribadi Anak, atau keadaan pada
waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan
dasar pertimbangan untuk tidak menuntut pidana tetapi menuntut

64 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


pengenaan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan
kemanusiaan;
- Tindakan dikenakan terhadap Anak yang belum berusia 14 (empat
belas) tahun;
- Pengenaan tindakan tanpa penjatuhan pidana dapat dilakukan
dengan memperhatikan ketentuan Pasal sepanjang perbuatannya
tidak membahayakan dirinya atau masyarakat
- Terkait ketentuan Pasal 82 ayat (3) UU SPPA yang mengatur bahwa
pengenaan tindakan dikecualikan untuk tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun maka ketika Anak
yang melakukan tindak pidana belum berusia 14 (empat belas) tahun
dan tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara
paling singkat 7 (tujuh) tahun maka Penuntut Umum tidak dapat
mengajukan tuntutan pengenaan “tindakan”.
- Pengawasan terhadap pelaksanaan tindakan dilakukan oleh Jaksa.
Sebagai contoh amar tuntutan tindakan Perbaikan akibat tindak pidana:

- Menjatuhkan tindakan oleh karena itu kepada Anak dengan tindakan


“perbaikan akibat tindak pidana” berupa ……………………… (contoh:
Anak mengganti kerugian kepada korban/keluarga korban)
- Memerintahkan kepada Pembimbing Kemasyarakatan untuk
melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap
Anak selama Anak menjalani tindakan perbaikan akibat tindak pidana
serta melaporkan perkembangan Anak kepada Jaksa.
* Dalam hal dianggap perlu berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan
diperlukan pendampingan Pekerja Sosial Profesional/Tenaga
Kesejahteraan Sosial
- Memerintahkan kepada Pekerja Sosial Profesional dan/atau Tenaga
Kesejahteraan Sosial Lembaga/Panti ………… (menyebutkan nama
lembaga/panti kesejahteraan sosial) untuk melakukan pendampingan,
pembimbingan, dan pembinaan terhadap Anak selama Anak menjalani

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 65


tindakan perbaikan akibat tindak pidana dan menyampaikan hasil
perkembangan Anak kepada Pembimbing Kemasyarakatan dengan
tembusan Jaksa.
Cara Pelaksanaan
- Jaksa memanggil Anak dan Orang Tua/Wali, Pembimbing
Kemasyarakatan, Advokat atau Pemberi Bantuan Hukum Lainnya (jika
ada).
- Anak melaksanakan perbaikan akibat tindak pidana sebagaimana
tercantum dalam putusan pengadilan.
- Jaksa membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan dan
mengirimkan tembusannya kepada Pengadilan Negeri.
- Jaksa menerima laporan hasil pendampingan, pembinaan,
pembimbingan, dan pengawasan dari Pembimbing Kemasyarakatan
dan/atau Pekerja Sosial Profesional dan/atau Tenaga Kesejahteraan
Sosial.
Keterangan
- Tindakan perbaikan akibat tindak pidana kepada Anak dimaksudkan
sebagai wujud pertanggungjawaban hukum Anak kepada korban.
- Tindakan perbaikan akibat tindak pidana dapat berupa perbaikan
kerusakan dan/atau pemulihan keadaan seperti semula.
- Dalam hal terhadap Anak dilakukan penahanan baik dalam LPAS
maupun LPKS maka dalam tuntutan ditambahkan dengan

“Memerintahkan agar Anak dikeluarkan dari tahanan


di LPAS /LPKS segera setelah putusan ini diucapkan”.

Beberapa ketentuan dalam pelaksanaan putusan pengadilan sejumlah


ketentuan peraturan perundang-undangan lain terkait peradilan pidana anak yang
perlu diperhatikan, antara lain:

66 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


B. Perlakuan Terhadap Dokumen, Dan/Atau Informasi Yang Terkait
Dengan Seksualitas
1. Dalam perkara tindak pidana terkait dengan seksualitas dalam tindak
pidana terkait kekerasan seksual yang melibatkan anak sebagai korban,
setelah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
penyimpanan berkas perkara, dokumen, dan/atau informasi dilakukan
dengan memperhatikan pelindungan terhadap informasi dan/atau
dokumen yang terkait seksualitas dan masa retensi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Pemusnahan berkas perkara, dokumen, dan/atau informasi yang terkait
dengan seksualitas yang putusan pengadilannya telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, dilakukan dengan memastikan informasi dan/
atau dokumen tidak dapat digunakan, dipulihkan, dan/atau ditampilkan
kembali.
3. Dalam hal putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap memutuskan
agar data informasi elektronik dan/atau produk kekerasan seksual
yang memuat pornografi dimusnahkan, penuntut umum memusnahkan
dengan membuat berita acara sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
4. Penyidik, penuntut umum, dan para pejabat pada semua tingkat
pemeriksaan dalam proses peradilan wajib merahasiakan dengan
sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan, baik isi maupun
informasi data elektronik terkait tindak pidana kekerasan seksual yang
dimusnahkan atau dihapus.

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 67


C. Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pidana Tambahan Tindak
Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga
1. Selain pidana pokok, penuntut umum dalam amar tuntutan dapat
meminta hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pembatasan gerak pelaku untuk menjauhkan pelaku dari korban
dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak
tertentu dari pelaku; dan/atau
b. program konseling di bawah pengawasan rumah sakit, klinik,
kelompok konselor, atau yang mempunyai keahlian memberikan
konseling.
2. Pelaksanaan pidana tambahan berupa pembatasan gerak pelaku
dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana penjara, atau pidana
kurungan pengganti denda.
3. Dalam hal terpidana dijatuhi pidana denda atau pidana percobaan,
pidana tambahan dilaksanakan setelah putusan pengadilan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
4. Pelaksanaan pidana tambahan pembatasan gerak dilakukan dengan
cara memanggil terpidana dan membacakan pidana tambahan
sebagaimana bunyi amar putusan di depan terpidana.
5. Apabila terpidana tidak memahami pidana tambahan yang dibacakan
sebagaimana dimaksud pada angka 4, jaksa memberikan penjelasan
pidana yang dimaksud.
6. Pelaksanaan pidana tambahan pembatasan gerak pelaku sebagaimana
dimaksud pada angka 4, dibuatkan berita acara.
7. Dalam hal terpidana melanggar pelaksanaan pidana tambahan
pembatasan gerak sebagaimana dimaksud pada angka 4, jaksa dapat
memberitahukan kepada kepolisian untuk diproses sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Pelaksanaan pidana tambahan program konseling di bawah
pengawasan lembaga tertentu, jaksa menyerahkan pelaku kepada

68 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


rumah sakit, klinik, kelompok konselor, atau yang mempunyai keahlian
memberikan konseling yang ditunjuk dengan Berita Acara.
9. Pidana tambahan berupa program konseling dapat dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksanaan pidana penjara atau pidana denda.

D. Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pidana Tambahan Dan


Tindakan Untuk Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Pelaksanaan putusan pengadilan pidana tambahan dan tindakan dalam
perkara tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Putusan pengadilan
berkekuatan hukum tetap terkait dengan pidana tambahan dan tindakan dalam
perkara tindak pidana kekerasan seksual diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 20l6 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi
Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual
terhadap Anak, serta peraturan menteri terkait seperti Peraturan Kejaksaan
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2021 Tentang Pedoman Penanganan Perkara
Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak Dan Tindak Pidana Perbuatan Cabul
Terhadap Anak Kebiri, maka sanksi yang dapat dijatuhkan atau dikenakan dapat
dibedakan menjadi 2 (dua):

1. Dalam hal putusan pengadilan secara sah dan meyakinkan terbukti


melakukan perbuatan persetubuhan terhadap anak, [sistem
pemidanaan dalam undang-undang Perlindungan Anak saat ini
menganut 2 (dua) jalur yaitu pidana dan tindakan, atau sering disebut
sebagai double track system] yaitu:

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 69


a. pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku dapat
dijatuhkan kepada semua pelaku persetubuhan, dengan atau
tidak dengan pemberatan sebagaimana diatur pada pasal 81
UU Perlindungan Anak, kecuali untuk yang dilakukan dengan
tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
b. tindakan Kebiri Kimia dan pemasangan pendeteksi elektronik,
hanya dikenakan khusus untuk pelaku persetubuhan yang
sangat berat, yaitu:
i. residivis yang pidananya diperberat 1/3 (satu per tiga) dari
pasal 81 ayat (1) UU Perlindungan Anak 16
ii. menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang,
mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit
menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/
atau korban meninggal dunia, 17
catatan:
1) Ketika sudah dikenakan tindakan kebiri kimia, maka
pelaku tidak boleh lagi dituntut dan dipidana mati atau
seumur hidup (atau sebaliknya). Meskipun hukum pidana
kita mengenal stelsel absorbsi murni dimana maksimum
ancaman pidana yang terberat yang dikenakan baik
untuk pidana sejenis maupun tidak sejenis, namun jika
ada perkara yang sudah dijatuhi pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup maka sudah tidak boleh dijatuhi
pidana yang lain termasuk kebiri dan alat pendeteksi
16 Ancaman Pidana untuk pasal 81 ayat (1) UU Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang (kemudian disebut UU PA) adalah 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
17 Ancaman pidana untuk pasal 81 ayat (5) UU PA adalah pelaku dipidana mati, seumur hidup,
atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

70 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


elektronik kecuali pidana tambahan pengumuman putusan
hakim (dalam ketentuan ini pengumuman identitas
pelaku).18 Andaikatapun penuntut umum hendak progresif
dalam penerapan tindakan kebiri dengan pidana mati,
dalam hal putusan pengadilan tingkat terakhir ternyata
tidak memutuskan pidana yang sama, namun lebih rendah,
maka amar tuntutan penuntut umum harus memasukkan
dalam tuntutannya, “Tuntutan pengenaan tindakan kebiri
kimia tersebut diajukan dengan ketentuan bahwa tindakan
kebiri kimia itu tidak perlu dijalani kecuali jika pengadilan
tingkat terakhir atau hakim yang memeriksa peninjauan
kembali, menjatuhkan: pidana penjara yang lebih ringan
dan tidak lebih dari 20 (dua puluh) tahun; atau Presiden
mengabulkan grasi atau amnesti terpidana”. Apabila
syarat tuntutan itu tidak dicantumkan, maka dalam hal
hakim memutus conform maka akan melanggar asas
hukum pidana dan putusan tidak dapat dilaksanakan (non
executabel)
2) Baik tindakan kebiri kimia maupun pemasangan pendeteksi
elektronik disertai dengan rehabilitasi
3) Perlu diketahui, bahwa tindakan kebiri kimia itu adalah
suatu tindakan (maatregel) yang artinya adalah suatu
cara (treatment) pembinaan (cara pandang kemanfaatan
(utilitarian)] untuk memperbaiki atau menyembuhkan
pelaku, karena memang dibutuhkan tindakan kebiri
kimia, jadi ini bukan pidana tambahan. Tindakan
yang dilakukan untuk membuat orang yang memiliki
penyimpangan seksual itu sembuh atau bisa diturunkan
18 Pasal 67 KUHP: Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, di
samping itu tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu, dan
pengumuman putusan hakim.

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 71


hasrat seksualnya, berdasarkan pemeriksaan medis.
Kalapun setelah dilakukan pemeriksaan medis ternyata
diagnosa medis menyatakan adanya kemungkinan bahwa
dengan diberikan tindakan kebiri kimia tubuh pelaku tidak
sanggup menerima, kebiri juga tidak akan dikenakan.
Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2021 Tentang Pedoman Penanganan Perkara Tindak
Pidana Persetubuhan Terhadap Anak Dan Tindak Pidana
Perbuatan Cabul Terhadap Anak Kebiri menyusun tahapan
yang menyaring, kapan tuntutan tindakan kebiri kimia ini
diberlakukan. Penegakan hukum pidana selalu dijaga
dalam keseimbangan antara upaya perlindungan anak
dari kekerasan seksual, kepastian hukum serta peradilan
yang adil dan tidak memihak, menjunjung tinggi hak asasi
manusia dengan tetap memperhatikan due process of law,
serta cara melakukan pembinaan kepada terpidana yang
teleologis atau kritik moral atas perbuatan tercela terdakwa
harus punya manfaat supaya pelaku bisa sembuh dan
kejahatan yang sama tidak terulang lagi.
2. Dalam hal putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap
menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan
terbukti melakukan perbuatan pencabulan terhadap anak,
yaitu:
c. pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
Dikenakan untuk semua pelaku pencabulan terhadap anak baik
yang dengan pemberatan maupun tidak pada pasal 82 UU PA

d. tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi


elektronik.

72 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


Dikenakan untuk semua pelaku pencabulan terhadap anak
dengan pemberatan pada pasal 82 UU PA. 19

Meskipun pidana tambahan dan/atau tindakan dijatuhkan dan/


atu dikenakan dalam tindak pidana kekerasan sekual dilakukan
sebagai pelaksanaan putusan, perlu diketahui bahwa penuntutan
pidana tambahan maupun tindakan tersebut, harus didahului
dengan tahap assesment dalam menentukan tuntutan yang
pantas diberikan kepada pelaku setelah mempertimbangkan
berat ringannya perbuatan serta pembinaan yang dapat diberikan
kepada pelaku. Oleh karena itu, pelaksanaan putusan pidana
tambahan dan tindakan pelaku tindak pidana kekerasan seksual,
harus memperhatikan setiap tahap dalam proses penuntutan,
sebagai berikut:

1. Tahap Prapenuntutan
a. tahap mengkonstatir dan mengkualifisir fakta dalam
berkas perkara hasil penyidikan untuk menentukan
apakah tersangka dapat atau tidak dijatuhkan pidana
tambahan dan/atau dikenakan tindakan kebiri kimia,
pemasangan alat pendeteksi elektronik dan/atau
rehabilitasi untuk pemenuhan syarat objektif.
b. tahap assesment. Hanya terdakwa yang memang
menurut penilaian klinis tim medis dan psikiatri
memerlukan tindakan kebiri kimia dan/atau

19 Pasal 82 ayat (2) UU PA: Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik,
tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu
orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1). Pasal 82 ayat (3) UU PA: Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang
pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E. Pasal
82 ayat (4): Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban
lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu
atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3
(sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 73


pemasangan alat pendeteksi elektronik yang
nantinya dapat dituntut tindakan kebiri kimia dan/
atau pemasangan alat pendeteksi elektronik untuk
pemenuhan syarat subjektif. Ini sesuai dengan
filosofis dari tindakan sendiri yang merupakan
treatment (maatregel) negara terhadap terpidana.
Apabila tidak layak, maka penuntut umum tidak akan
menuntut tindakan kebiri kimia. Hal ini dilakukan
agar tindakan kebiri kimia diletakkan dalam
kerangka tujuan pemidanaan teleologis, kritik moral
atas perbuatan terdakwa yang tercela, tetapi kritik
moral itu ada manfaatnya bagi kebaikan pelaku di
masa depan dengan menyembuhkan/mengobati/
melakukan treatment terhadap penyimpangan
seksual terdakwa, sehingga tidak lagi jatuh korban
(pencegahan) dan terdakwa juga dapat disembuhkan
penyimpangan seksualnya.
2. Tahap Penuntutan
Kesesuaian tahap konstantir, kualifisir dan assesment
dengan kebenaran materiil di persidangan

3. Tahap Pelaksanaan Putusan


a. Pidana tambahan Pengumuman Identitas Pelaku.
i. Petugas Lapas memberitahu kepada
Kejaksaan paling lama 14 (empat) belas
hari kerja sebelum terpidana Tindak Pidana
Persetubuhan terhadap Anak dan/atau Tindak
Pidana Perbuatan Cabul terhadap Anak
selesai menjalani pidana pokok, dengan
memperhitungkan remisi dan pembebasan

74 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


bersyarat20
ii. Jaksa melaksanakan dalam waktu paling lama
7 (tujuh) hari kerja (pada papan pengumuman,
laman resmi Kejaksaan dan media cetak,
media elektronik, dan/atau media sosial)
iii. Dilakukan koordinasi dengan kantor pemerintah
yang melakukan penegakan hukum dan
pemerintahan, Kapuspenkum, kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang komunikasi dan informatika,
kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perlindungan anak
dan pemerintah daerah
b. Tindakan Berupa Kebiri Kimia dan Pemasangan Alat
Pendeteksi Elektronik disertai dengan Rehabilitasi
terhadap Pelaku Persetubuhan kepada Anak
i. Petugas Lapas memberitahu kepada
Kejaksaan paling lama 9 (sembilan)
bulan sebelum terpidana Tindak Pidana
Persetubuhan terhadap Anak dan/atau Tindak
Pidana Perbuatan Cabul terhadap Anak
selesai menjalani pidana pokok, dengan
memperhatikan pengurangan masa pidana
(remisi), asimilasi dan pembebasan bersyarat;21
ii. Jaksa dalam waktu paling lama 7 (tujuh)
hari kerja menyampaikan pemberitahuan
kepada kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan

20 UU Pemasyarakatan dan aturan teknis terkait


21 UU Pemasyarakatan dan aturan teknis terkait

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 75


untuk dilakukan penilaian klinis dan agar
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan
Jaksa.
iii. Jaksa menerima kesimpulan yang memuat hasil
penilaian klinis dalam waktu paling lambat 14
(empat belas) hari kerja sejak pemberitahuan
dari Jaksa diterima oleh kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.
1) Dalam hal terpidana terpidana layak dikenakan tindakan
kebiri kimia
a. dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
diterimanya kesimpulan, Jaksa memerintahkan
dokter untuk melakukan pelaksanaan Tindakan
Kebiri Kimia kepada terpidana.
b. paling lama 7 (tujuh) hari sebelum terpidana
selesai menjalani pidana pokok, Kepala Kejaksaan
Negeri atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri
menyampaikan surat pemberitahuan pelaksanaan
Tindakan Kebiri Kimia kepada kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum, kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang sosial, kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan, dan terpidana.
c. dalam hal terpidana berdasarkan kesimpulan
hasil penilaian klinis dinyatakan layak dikenakan
tindakan kebiri kimia namun di kemudian hari
sebelum pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia
terdapat kondisi kesehatan terpidana yang perlu

76 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


dilakukan pemeriksaan medis, Jaksa berdasarkan
kewenangannya dapat meminta kepada dokter
untuk memastikan kesehatan terpidana serta dapat
meminta dilakukan penilaian klinis ulang dengan
ketentuan seperti pada penilaian klinis ulang dalam
hal terpidana tidak layak untuk dikebiri.
2) Dalam hal hasil penilian klinis menyatakan terpidana tidak
layak dikenakan tindakan kebiri kimia
a. pelaksanaan tindakan kebiri kimia ditunda paling
lama 6 (enam) bulan.
b. selama masa penundaan dilakukan penilaian klinis
ulang dan kesimpulan ulang untuk memastikan
terpidana layak atau tidak layak dikenakan Tindakan
Kebiri Kimia.
c. dalam hal penilaian klinis ulang dan kesimpulan
ulang masih tetap menyatakan terpidana tidak
layak dikenakan Tindakan Kebiri Kimia, Jaksa
memberitahukan secara tertulis kepada pengadilan
yang memutus perkara pada tingkat pertama
dengan melampirkan hasil penilaian klinis ulang dan
kesimpulan ulang.
d. dalam hal penilaian klinis ulang dan kesimpulan
ulang terpidana dinyatakan layak, dalam waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya
kesimpulan, Jaksa memerintahkan dokter untuk
melakukan pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia
kepada terpidana, termasuk kepada kementerian lain
yang diwajibkan hadir dalam pelaksanaan tindakan
kebiri kimia tersebut.

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 77


4. Jaksa menyampaikan surat pemberitahuan kepada
kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan dan kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial,
dan terpidana untuk melaksanakan rehabilitasi.
5. Pelaksanaan rehabilitasi di lembaga rehabilitasi pemerintah
dan mulai diberikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia dan dilaksanakan
dalam jangka waktu yang sama dengan pelaksanaan
Tindakan Kebiri Kimia dan dapat diperpanjang paling lama
3 (tiga) bulan setelah pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia
berakhir. (diambil dari 19 (1) PP Nomor 70 Tahun 2020:
Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat
(1) mulai diberikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia. (2) Jangka waktu
pelaksanaan rehabilitasi sesuai dengan jangka waktu
pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia).
6. Pemasangan alat pendeteksi elektronik tetap dapat
dikenakan meskipun terpidana berdasarkan penilaian klinis
atau penilaian klinis ulang tidak dapat dikenakan tindakan
kebiri kimia (tindakan ini dilakukan supaya terpidana ini
tetap terpantau).
7. Jaksa menerima surat pemberitahuan dari kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum paling lama 9 (sembilan) bulan sebelum terpidana
Tindak Pidana Persetubuhan Anak selesai menjalani
pidana pokok dengan memperhatikan masa pengurangan
pidana (remisi) dan pembebasan bersyarat, untuk
melakukan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

78 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


8. Jaksa setelah menerima pemberitahuan, paling lama
7 (tujuh) hari mengoordinasikan kepada kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum untuk memastikan bentuk alat pendeteksi
elektronik yang akan dipasang dan alat tersebut harus
dalam keadaan baik dan layak dipakai dan kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan untuk memeriksa dan memastikan bagian tubuh
yang tepat dalam pemasangan alat pendeteksi elektronik.
9. kesiapan itu setelah dilakukan pemeriksaan diberitahukan
kepada Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Cabang
Kejaksaan Negeri menerima surat pemberitahuan atas
hasil pemeriksaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum
terpidana Tindak Pidana Persetubuhan terhadap Anak
selesai menjalani pidana pokok.
10. Setelah dipasangi alat pendeteksi elektronik, dalam waktu
paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima pemberitahuan
kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum menyampaikan surat
pemberitahuan pelaksanaan pelepasan alat pendeteksi
elektronik kepada kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum, kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
sosial, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan, dan terpidana.
c. Tindakan Berupa Rehabilitasi dan Pemasangan Alat Pendeteksi
Elektronik kepada terpidana Tindak Pidana Perbuatan Cabul
terhadap Anak
i. Jaksa menerima pemberitahuan dari kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 79


paling lama 1 (satu) bulan sebelum terpidana Tindak
Pidana Perbuatan Cabul terhadap Anak selesai menjalani
pidana pokok.
ii. Jaksa paling lama 7 (tujuh) hari setelah Kepala Kejaksaan
Negeri atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri menerima
surat pemberitahuan mengoordinasikan dengan kemen­
terian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum untuk memastikan bentuk alat pendeteksi
elektronik yang akan dipasang dan alat tersebut harus
dalam keadaan baik dan layak dipakai dan kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan untuk memeriksa dan memastikan bagian tubuh
yang tepat dalam pemasangan alat pendeteksi elektronik.
iii. Jaksa menerima surat pemberitahuan atas hasil
pemeriksaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum
terpidana Tindak Pidana Perbuatan Cabul terhadap Anak
iv. Dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima
pemberitahuan kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum, Jaksa
menyampaikan surat pemberitahuan pelaksanaan
pelepasan alat pendeteksi elektronik kepada kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
sosial, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan, dan terpidana.
v. Pelepasan alat pendeteksi elektronik dilakukan atas
perintah Jaksa dengan memerintahkan kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum
bekerja sama dengan kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang sosial dan kementerian

80 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.
vi. Selain dikenakan tindakan pemasangan alat pendeteksi
elektronik, terpidana Tindak Pidana Perbuatan Cabul
terhadap Anak juga dikenakan tindakan rehabilitasi.

E. Pelaksanaan Putusan Ganti Kerugian Yang Digabungkan Dalam


Perkara Pidana
Dalam hal putusan perkara ganti kerugian yang digabungkan dengan perkara
pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilaksanakan oleh panitera/
juru sita.

Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang Jaksa berdasarkan


Pasal 30 C Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia
untuk turut serta dan aktif dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan
saksi dan korban serta proses rehabilitasi, restitusi, dan kompensasi.

F. Pelaksanaan Putusan Restitusi


1. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak salinan/petikan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), jaksa
menyampaikan surat tagihan restitusi dan surat pernyataan kesanggupan
pembayaran restitusi kepada terpidana, dan/atau Pihak Ketiga dan LPSK
2. Surat pernyataan ditujukan langsung kepada terpidana dan/atau Pihak
Ketiga, atau dalam hal terpidana dan/atau Pihak Ketiga sulit/tidak dapat
ditemukan, jaksa membuat surat bantuan untuk memanggil terpidana
agar membayar restitusi kepada kepala desa/lingkungan setempat, kepala
kepolisian sektor dimana terpidana berkediaman atau bertempat tinggal dan
tanda terima surat panggilan (relaas) sebagaimana dimaksud, disampaikan
kembali oleh yang melakukan bantuan pemanggilan kepada jaksa.

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 81


3. Dalam hal tersangka/terdakwa menitipkan sejumlah uang kepada panitera
Pengadilan Negeri setempat dan pengadilan memutus bebas, atau besaran
restitusi kurang dari jumlah uang yang dititipkan, maka berdasarkan putusan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde),
restitusi atau kelebihan restitusi akan dikembalikan kepada terdakwa/
terpidana/pihak ketiga yang menitipkan restitusi.
4. Dalam hal terpidana menitipkan uang restitusi kepada panitera pengadilan
negeri, jaksa meminta titipan uang restitusi kepada panitera pengadilan
negeri paling lama 7 (tujuh) hari setelah putusan memperoleh kekuatan
hukum tetap untuk diserahkan kepada korban.
5. Setelah menerima pembayaran restitusi dari terpidana dan/atau pihak ketiga
Jaksa menyerahkan kepada korban.
a. Pelaksanaan penerimaan pembayaran uang restitusi oleh jaksa
dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani oleh pihak yang
menyerahkan (terpidana, panitera pengadilan negeri, dan/atau pihak
ketiga), serta jaksa.
b. Pembayaran restitusi sebagaimana dimaksud pada huruf d sekaligus
juga dibuatkan tanda terima pembayaran restitusi bermeterai yang
ditandatangani oleh Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Cabang
Kejaksaan Negeri.
c. Untuk perkara tindak pidana perdagangan orang:
1) Jaksa dapat menyampaikan kepada korban/ahli waris mengenai
hak untuk memberitahukan kepada pengadilan dalam hal
pemberian restitusi tidak dipenuhi sampai melampaui batas
waktu 14 (empat belas) hari sejak putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)
diberitahukan kepada terpidana.
2) Penuntut Umum menyita harta kekayaan terpidana dan melelang
harta tersebut untuk pembayaran restitusi berdasarkan perintah
pengadilan yang dimintakan oleh korban/ahli waris.

82 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


3) Dalam hal terpidana tidak mampu membayar restitusi, terpidana
menjalani pidana kurungan pengganti sesuai dengan putusan
pengadilan.
d. Dalam hal terpidana tindak pidana terorisme tidak membayar restitusi,
maka dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan
berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) menerapkan pidana
penjara pengganti restitusi.
e. Dalam hal undang-undang mengatur penyitaan eksekusi harta
kekayaan terpidana, atau pelaksanan pidana kurungan/penjara
pengganti restitusi maka jaksa melaksanakan dengan membuat berita
acara.
f. Setelah jaksa menerima pembayaran uang restitusi dari terpidana
atau pihak ketiga, jaksa membuat surat panggilan kepada korban/ahli
warisnya untuk menerima restitusi.
g. Penerimaan restitusi disampaikan kepada korban/ahli warisnya dengan
membuat tanda terima pembayaran resitusi sebanyak 4 (empat)
rangkap yang ditandatangani korban/ahli warisnya yang menerima
penyerahan restitusi.
h. Salinan tanda terima restitusi disampaikan kepada terpidana, korban
dan pengadilan beserta salinan berita acara pelaksanaan restitusi.

G. Pelaksanaan Putusan Kompensasi


1. Jaksa melaksanakan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht
van gewijsde) yang memuat pemberian kompensasi dengan menyampaikan
salinan putusan pengadilan kepada LPSK paling lambat 7 (tujuh) hari
terhitung sejak salinan putusan pengadilan diterima.
2. Penyampaian salinan putusan pengadilan kepada LPSK, dituangkan dalam
berita acara pelaksanaan putusan.
3. Dalam hal putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht van
gewijsde) yang memuat pemberian kompensasi adalah tindak pidana

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 83


pelanggaran HAM Berat, maka salinan putusan disampaikan pengadilan
HAM kepada Jaksa Agung.
4. Salinan berita acara pelaksanaan putusan yang sudah ditandatangani
Jaksa/Jaksa Agung beserta LPSK disampaikan kepada pengadilan negeri
yang bersangkutan/pengadilan HAM.

H. Pelaksanaan Putusan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang


Hukum Jinayat
Dalam konsideran menimbang dinyatakan bahwa bahwa dalam rangka
pelaksanaan Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia
dan Gerakan Aceh Merdeka (Memorandum of Understanding between The
Government of Republic of Indonesia and the Free Aceh Movement, Helsinki
15 Agustus 2005), Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka
menegaskan komitmen mereka untuk menyelesaikan konflik Aceh secara damai,
menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua, dan para pihak bertekad
untuk menciptakan kondisi sehingga Pemerintahan Rakyat Aceh dapat diwujudkan
melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia; bahwa Aceh sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
memiliki Keistimewaan dan Otonomi khusus, salah satunya kewenangan untuk
melaksanakan Syariat Islam, dengan menjunjung tinggi keadilan, kemaslahatan
dan kepastian hukum. Oleh karenanya Qanun khusus berlaku untuk:

a. Setiap Orang beragama Islam yang melakukan Jarimah di Aceh;


b. Setiap Orang beragama bukan Islam yang melakukan Jarimah di Aceh
bersama-sama dengan orang Islam dan memilih serta menundukkan diri
secara sukarela pada Hukum Jinayat;
c. Setiap Orang beragama bukan Islam yang melakukan perbuatan Jarimah di
Aceh yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
atau ketentuan pidana di luar KUHP, tetapi diatur dalam Qanun ini; dan
d. Badan Usaha yang menjalankan kegiatan usaha di Aceh.

84 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


Di Aceh, dalam hal ada perbuatan Jarimah yang diatur dalam Qanun dan
juga diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau ketentuan
pidana di luar KUHP, maka yang berlaku adalah aturan Jarimah dalam Qanun.

Bahwa berdasarkan amanah Pasal 125 Undang-Undang Nomor 11 Tahun


2006 tentang Pemerintahan Aceh, hukum Jinayat (hukum Pidana) merupakan
bagian dari Syari’at Islam yang dilaksanakan di Aceh; perlu membentuk Qanun
Aceh tentang Hukum Jinayat;22 pada Bab VI Jarimah Dan ‘Uqubat Bagi Anak-Anak.
Disebutkan bahwa apabila anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas)
tahun melakukan atau diduga melakukan Jarimah, maka terhadap Anak tersebut
dilakukan pemeriksaan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan
mengenai peradilan pidana anak. 23

Ancaman pidana untuk Anak lebih rendah daripada ancaman pidana dalam
UU SPPA. Apabila anak yang telah mencapai umur 12 (dua belas) tahun tetapi
belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum menikah melakukan
Jarimah, maka terhadap anak tersebut dapat dikenakan ‘Uqubat paling banyak
1/3 (satu per tiga) dari ‘Uqubat yang telah ditentukan bagi orang dewasa dan/
atau dikembalikan kepada orang tuanya/walinya atau ditempatkan di tempat yang
disediakan oleh Pemerintah Aceh atau Pemerintah Kabupaten/Kota. Ketentuan
Qanun yang mengurangi ancaman pidana bagi Anak 1/3 dari ancaman pidana
orang dewasa, ancaman pidannya lebih ringan dari UU SPPA yang mengurangi ½
(satu per dua) dari ancaman pidana orang dewasa. Tata cara pelaksanaan ‘Uqubat
terhadap anak yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai
sistem peradilan anak diatur dalam Peraturan Gubernur.24

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, terkait Qanun telah menerbitkan
SEJAM Pidum Nomor: SE-2/E/JA/11/2020 Tentang Pedoman Penanganan Perkara
Tindak Pidana Umum Dengan Hukum Jinayat Di Provinsi Aceh untuk mengatur,

22 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat, konsideran Menimbang Huruf b, c,
d, e
23 Pasal 66 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat
24 Pasal 67 ayat 2 dan 3 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 85


mekanisme jarimah yang belum ada peraturan pelaksanaannya, termasuk,
ketentuan khusus perlindungan bagi perempuan dan anak seperti:

a. proses pelaksanaan pencambukan pada terpidana perempuan


dilakukan Jalad (Algojo) perempuan, sebagaimana diatur dalam pasal
48 Peraturan Gubernur Aceh No. 5 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan
Hukum Acara Jinayat.
b. dalam hal terjadi disparitas antara hukum cambuk dan penjara dalam
perkara Jarimah seksual yang korbannya anak dan perempuan, maka
diatur ketentuan penegakan hukum harus berpihak pada korban dan
dalam proses penuntutannya para jaksa wajib menuntut dengan
“uqubat penjara”. Ketentuan ini agar menghindarkan rasa trauma
korban bertemu dengan pelaku jarimah lagi selesai pelaksanaan
uqubat cambuk
Dalam sejumlah ketentuan di lingkungan seksual, yaitu khalwat; Ikhtilath;
Zina; Pelecehan seksual; Pemerkosaan; Qadzaf; Liwath; dan Musahaqah,
Ketentun Qanun lebih tinggi ancaman pidananya. Hal ini karena salah satu dari
perlindungan terhadap pribadi muslim, yaitu menjaga keturunan merupakan
sesuatu yang dipelihara dan dijaga dalam syari’at.

i. Qanun sudah menggunakan terminologi “pelecehan seksual” untuk


terminologi “pencabulan” yang digunakan dalam KUHP dan UU
Perlindungan Anak.
ii. Pada pasal 294 KUHP, melakukan pencabulan terhadap anaknya
diancam pidana 7 (tujuh) tahun, untuk Qanun ‘uqubat tazir cambuk
paling banyak 45 (empat puluh lima) kali atau denda paling banyak
450 gram emas murni atau penjara paling lama 7 tahun 6 bulan;
iii. Kemudian pemerkosaan terhadap anak pada Qanun ancaman pidana
maksimalnya bisa 16 tahun 6 bulan sedangkan pada UU perlindungan
anak maksimalnya 15 tahun;

86 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


iv. Demikian pula pemerkosaan dalam 285 KUHP dan kekerasan seksual
pada UU PKDRT maksimal 12 tahun, sedangkan pada Qanun 16
tahun 6 bulan.
Qanun juga telah memiliki ketentuan yang terkait perlindungan terhadap
korban yang tidak diatur secara umum dalam hukum pidana secara nasional KUHP,
maupun undang-undang terkait perempuan dan anak di luar KUHP, kecuali UU
LPSK, TPPO dan Perlindungan Anak. Qanun memiliki ketentuan terkait restitusi
untuk anak korban dan dalam tindak pidana (jarimah) tertentu (restitusi dari pelaku
jarimah kepada korban pemerkosaan biasa dan pemerkosaan terhadap mahram,
besarnya paling banyak 750 gr emas murni serta restitusi pelaku jarimah terhadap
korban jarimah qadzaf (menuduh org berzina tanpa 4 org saksi) besarnya paling
banyak 400 (empat ratus) gr emas murni). Perlindungan terhadap korban dalam
bentuk lain berupa kompensasi sebagai ‘uqubat yang dijatuhkan Hakim kepada
terdakwa untuk membayar sejumlah uang kepada korban kejahatan atau pihak
lain yang telah dirugikan karena jarimah yang dilakukan terdakwa.

I. Latihan
1. Jelaskan yang dimaksud dengan pidana peringatan..!
2. Jelaskan yang dimaksud dengan Pidana dengan Syarat..!
3. Jelaskan yang dimaksud dengan Pidana Tambahan..!

J. Rangkuman
1. Pelaksanaan Putusan Pidana atau Tindakan berdasarkan Undang-Undang
Sistem Peradilan Pidana Anak Pelaksanaan putusan yang diatur pada pasal
71 sampai dengan 83 UU SPPA. Mengatur mengenai Pidana pokok bagi
Anak, berupa pidana peringatan; pidana dengan syarat: pelatihan kerja;
pembinaan dalam lembaga; dan penjara.
Pidana Dengan Syarat terdiri dari : pembinaan di luar lembaga; pelayanan
masyarakat; atau pengawasan.

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 87


Pidana tambahan terdiri atas: perampasan keuntungan yang diperoleh
dari tindak pidana; atau pemenuhan kewajiban adat. Apabila dalam hukum
materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda
diganti dengan pelatihan kerja. Pidana yang dijatuhkan kepada Anak dilarang
melanggar harkat dan martabat Anak.

2. Perlakuan terhadap Dokumen, dan/atau Informasi yang Terkait dengan


Seksualitas
Setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap,
penyimpanan berkas perkara, dokumen, dan/atau informasi dilakukan
dengan memperhatikan pelindungan terhadap informasi dan/atau dokumen
yang terkait seksualitas dan masa retensi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pemusnahan berkas perkara, dokumen, dan/atau informasi yang


terkait dengan seksualitas yang putusan pengadilannya telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, memastikan informasi dan/atau dokumen tidak dapat
digunakan, dipulihkan, dan/atau ditampilkan kembali.

Penyidik, penuntut umum, dan para pejabat pada semua tingkat


pemeriksaan dalam proses peradilan wajib merahasiakan dengan sungguh-
sungguh atas kekuatan sumpah jabatan, baik isi maupun informasi data
elektronik terkait tindak pidana kekerasan seksual yang dimusnahkan atau
dihapus.

3. Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pidana Tambahan Tindak Pidana


Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Selain pidana pokok, penuntut umum dalam amar tuntutan dapat
meminta hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan berupa:

· pembatasan gerak pelaku untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam


jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari
pelaku; dan/atau

88 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


· program konseling di bawah pengawasan rumah sakit, klinik, kelompok
konselor, atau yang mempunyai keahlian memberikan konseling.
4. Pelaksanaan Putusan Kompensasi
Jaksa melaksanakan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap
(inkracht van gewijsde) yang memuat pemberian kompensasi dengan
menyampaikan salinan putusan pengadilan kepada LPSK paling lambat 7
(tujuh) hari terhitung sejak salinan putusan pengadilan diterima.

Penyampaian salinan putusan pengadilan kepada LPSK, dituangkan


dalam berita acara pelaksanaan putusan.

5. Pelaksanaan Putusan Pengadilan Pidana Tambahan dan Tindakan untuk


Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak
Dalam perkara tindak pidana kekerasan seksual diatur dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 20l6 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan
Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan
Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak, serta
peraturan menteri terkait seperti Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2021 Tentang Pedoman Penanganan Perkara Tindak
Pidana Persetubuhan Terhadap Anak Dan Tindak Pidana Perbuatan Cabul
Terhadap Anak Kebiri,

6. Berdasarkan amanah Pasal 125 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006


tentang Pemerintahan Aceh, hukum Jinayat (hukum Pidana) merupakan
bagian dari Syari’at Islam yang dilaksanakan di Aceh. Pada Bab VI Jarimah
Dan ‘Uqubat Bagi Anak-Anak. Disebutkan bahwa apabila anak yang belum
mencapai umur 18 (delapan belas) tahun melakukan atau diduga melakukan
Jarimah, maka terhadap Anak tersebut dilakukan pemeriksaan berpedoman

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 89


kepada peraturan perundang-undangan mengenai peradilan pidana anak.
Apabila anak yang telah mencapai umur 12 (dua belas) tahun tetapi
belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum menikah
melakukan Jarimah, maka terhadap anak tersebut dapat dikenakan ‘Uqubat
paling banyak 1/3 (satu per tiga) dari ‘Uqubat yang telah ditentukan bagi
orang dewasa dan/atau dikembalikan kepada orang tuanya/walinya
atau ditempatkan di tempat yang disediakan oleh Pemerintah Aceh atau
Pemerintah Kabupaten/Kota. Tata cara pelaksanaan ‘Uqubat terhadap anak
yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai sistem
peradilan anak diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 05 tahun 2018
Tentang Pelaksanaan Hukum Acara Jinayat.

K. Evaluasi
1. Dalam sidang anak, hakim dapat menjatuhkan pidana atau tindakan. Pidana
tersebut dapat berupa Pidana Pokok atau Pidana Tambahan. Sedangkan
untuk Tindakan dapat dilihat dalam Pasal 82 dan Pasal 83 UU SPPA.
Tindakan yang dapat dikenakan terhadap anak dapat berupa:
a. Pengembalian kepada orang yang berhak; Penyerahan kepada
seseorang; Tindakan penyerahan Anak kepada seseorang dilakukan
untuk kepentingan Anak yang bersangkutan; Perawatan di rumah sakit
jiwa.
b. Pengembalian kepada orang tua/Wali; Penyerahan kepada seseorang;
Tindakan penyerahan Anak kepada seseorang dilakukan untuk
kepentingan Anak yang bersangkutan; Perawatan di rumah sakit jiwa.
c. Pengembalian kepada orang orang yang tua; Penyerahan kepada
seseorang; Tindakan penyerahan Anak kepada seseorang dilakukan
untuk kepentingan Anak yang bersangkutan; Perawatan di rumah sakit
jiwa.
d. Pengembalian kepada orang tua kaka nya; Penyerahan kepada

90 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


seseorang; Tindakan penyerahan Anak kepada seseorang dilakukan
untuk kepentingan Anak yang bersangkutan; Perawatan di rumah sakit
jiwa.
1. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana dan
pemenuhan kewajiban adat adalah..
a. Pidana Penjara
b. pidana Tutupan
c. Pidana lunak
d. Pidana tambahan
2. Pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan
pidana ke proses di luar peradilan pidana adalah ..
a. Restorative Justice
b. Diversi
c. Musyawarah
d. Kompromi

L. Umpan balik dan tindak lanjut


Bila anda telah menyelesaikan bab 4 dan dapat mengerjakan latihan dengan
benar, namun bila anda belum dapat menyelesaikan latihan dan evaluasi dengan
benar silahkan kembali mempelajari dengan baik dan benar pada bab ini agar
anda dapat memahaminya.

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 91


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Revisi Modul Mata Pelatihan Pelaksanaan Putusan Hakim merupakan
upaya yang dilakukan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum
Dan HAM, dalam rangka melaksanakan amanat Undang Undang Nomor 11
Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, bahwa anak hanya dapat
dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan ketentuan dalam Undang
Undang ini dan ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak, atau keadaan pada
waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar
pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan
dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.

Modul ini dapat digunakan pada Pelatihan, dan dapat juga dijadikan bahan
pembelajaran sendiri (self learning) bagi Aparat Penegak hukum dan pihak terkait
lainnya. Harapan nya modul ini dapat menjadi salahsatu bahan acuan dalam
pelaksanaan putusan pidana atau tindakan untuk sinergi dan penyamaan persepsi
diantara para APH dan Pihak terkait lainnya.

B. Tindak Lanjut
Berbekal hasil belajar pada Modul Pelaksanaan Putusan Hakim, melalui
pembelajaran Putusan Pengadilan Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak; Jenis
Jenis Pidana Dan Tindakan; Tata Cara Pelaksanaan Pidana dan Tindakan; (Lihat
Lampiran Pedoman Tut Anak), Tabel Tuntutan dan Pelaksanaan Pidana (Masukkan
Matrik), SOP Koordinasi Pelaksanaan Pidana dan Tindakan (SOP Koordinasi
Terpadu Proyek IRJI), Pelaksanaan Putusan Pidana Tindak Pidana Persetubuhan

93
dan Pencabulan terhadap Anak, dan Pelaksanaan Pidana dalam Hukum Jinayat
dan Hukum Acara Jinayat, peserta diharapkan mampu melaksanakan dan
memanfaatkan informasi ini seoptimal mungkin guna menunjang pelaksanaan
tugas dan meningkatkan kinerja di instansi masing masing dengan persepsi yang
sama dan bersinergi.

94 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


DAFTAR PUSTAKA

BUKU
_______,M. Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, cet. III, (Jakarta: Sinar Grafika
Offset, 2003), hlm. 48.

_______,Moeljatno, S.H., M.H. ,Asas-asas Hukum Pidana , Rineka Cipta, Jakarta,


2008, hlm. _______,Moh. Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata di
Lingkungan Peradilan Umum, cet. I, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1998), hlm.
83.

_______,Sudikno Mertokusumo, 2007, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar,


Liberty, Yogyakarta, hlm. 158

_______,Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, cet. I, (Jakarta: PT.


Rineka Cipta, 2004), hlm. 124.

_______,Indonesia, (a), op. cit., psl. 28 ayat (1).

PERATURAN
_______,Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana Pasal 1 butir 11

_______,Undang Undang Nomor 11 tahun 2021 tentang Sistem Peradilan Pidana


Anak

_______,Penjelasan Undang Undang Nomor 11 tahun 2021 tentang Sistem


Peradilan Pidana Anak

_______,Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat pasal 67

95
________Peraturan Gubernur Aceh Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan
Hukum Acara Jinayat, pasal 5 huruf h , tata cara pelaksanaan ‘Uqubat
terhadap Anak.

________Pedoman Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Tuntutan Pidana Perkara Tindak


Pidana Umum

_______,Cara Pelaksanaan Pidana dan Tindakan Tabel Tuntutan dan Pelaksanaan


Pidana (Masukkan Matrik)

________SOP Koordinasi Pelaksanaan Pidana dan Tindakan (SOP Koordinasi


Terpadu Proyek IRJI)

96 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


KUNCI JAWABAN EVALUASI

BAB II
JAWABAN LATIHAN

1. Definisi menurut pendapat Sudikno Mertokusumo bahwa putusan hakim


sebagai suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi
wewenang itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan mengakhiri atau
menyelesaikan suatu perkara atau suatu sengketa antara para pihak
2. Menurut Moeljatno Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum
yang berlaku disuatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-
aturan untuk:
· Menentukan perbuatan, mana yang tidak boleh dilakukan, yang
dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana
tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.
· Menentukan kapan dan dalam hal hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan.
· Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar
larangan tersebut.
3. Asas dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan :
perlindungan; keadilan; non diskriminasi; kepentingan terbaik bagi anak;
penghargaan terhadap pendapat anak; kelangsungan hidup dan tumbuh
kembang anak; pembinaan dan pembimbingan anak; proporsional;

97
perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; dan
penghindaran pembalasan

JAWABAN EVALUASI
1 a
2 c
3 d

BAB III
JAWABAN LATIHAN

1. Pidana Pokok dan Pidana Tambahan


2. Ketentuan umum pada Pasal 1 angka 3 UU SPPA yaitu: “Anak yang
Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang
telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan
belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”. Artinya jika Anak sudah
berumur lebih dari 18 (delapan belas) tahun sudah tidak ditempatkan di
LPKA.
Ketika dalam praktek putusan Hakim tetap merujuk Anak ke LPKA
padahal usianya sudah 18 (delapan belas) tahun atau lebih, maka putusan
ini menjadi non executable atau tidak dapat dijalankan eksekusinya oleh
Jaksa, oleh karena, Kepala LPKA dengan mengikuti ketentuan UU SPPA
akan menolak terdakwa yang usianya sudah tidak masuk lagi usia Anak
(yang ketika sidang sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau lebih) ke
LPKA.

3. Ketentuan Pasal 86 UU SPPA, ayat (1) “Anak yang belum selesai menjalani
pidana di LPKA dan telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun
dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan pemuda”. Ketentuan ini memiliki

98 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


logika hukum, bahwa Anak menjalani pidana di LPKA hanya sampai
berumur 18 (delapan belas) tahun. Pasal 86 ayat (2) dan ayat (3) UU
SPPA serta penjelasannya, mengatur lebih lanjut, dalam hal tidak terdapat
lembaga pemasyarakatan pemuda, Kepala LPKA dapat memindahkan
Anak ke lembaga pemasyarakatan dewasa yang terpisah dengan orang
dewasa dengan tetap memperhatikan tumbuh kembang Anak, berdasarkan
rekomendasi dari Pembimbing Kemasyarakatan.

JAWABAN EVALUASI
1 a
2 a
3 c

BAB IV
JAWABAN LATIHAN
1. Pasal 71 ayat (1) huruf a UU SPPA. Pidana peringatan merupakan pidana
ringan yang tidak mengakibatkan pembatasan kebebasan anak, (vide Pasal
72 UU SPPA), oleh karena itu, jenis pidana pokok ini hanya dapat dijatuhkan
kepada Anak untuk tindak pidana yang sangat ringan atau seharusnya masuk
dalam syarat diversi namun setelah diupayakan atau dilakukan prosesnya
tidak berhasil. berdasarkan Pedoman Nomor 3 Tahun 2019 tentang Tuntutan
Pidana Perkara Tindak Pidana Umum untuk memberikan standar penuntutan
perkara Anak. Pidana peringatan dapat dituntut untuk tindak pidana yang
bersifat ringan seperti dalam hal:
h. korban dan/atau keluarga korban sudah memaafkan;
i. masyarakat tidak mempermasalahkan;
j. menimbulkan dampak / kerugian tidak terlalu besar;
k. orang tua Anak kooperatif, sanggup dan berkompeten untuk mendidik
serta membina Anaknya;

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 99


l. Anak tidak membutuhkan rehabilitasi medis dan sosial;
m. bukan merupakan pengulangan tindak pidana; dan
n. tidak diancam dengan pidana pokok secara kumulatif.
2. Pidana dengan syarat diatur dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b UU SPPA. :
· Pidana dengan syarat dapat dijatuhkan oleh Hakim dalam hal pidana
penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun.
· Dalam putusan pengadilan mengenai pidana dengan syarat ditentukan
syarat umum dan syarat khusus.
(1) Syarat umum adalah Anak tidak akan melakukan tindak pidana
lagi selama menjalani masa pidana dengan syarat.
(2) Syarat khusus sebagaimana adalah untuk melakukan atau tidak
melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim
dengan tetap memperhatikan kebebasan Anak.
Masa pidana dengan syarat khusus lebih lama daripada
masa pidana dengan syarat umum.

Jangka waktu masa pidana dengan syarat paling lama


3 (tiga) tahun, selama menjalani masa pidana dengan syarat,
Penuntut Umum melakukan pengawasan dan Pembimbing
Kemasyarakatan melakukan pembimbingan agar Anak
menempati persyaratan yang telah ditetapkan.

Selama Anak menjalani pidana dengan syarat, Anak harus


mengikuti wajib belajar 9 (sembilan) tahun.
3. Pidana tambahan merupakan pidana yang diatur dalam ketentuan pasal 71
ayat (2) UU SPPA. Pidana tambahan ini berupa perampasan keuntungan
yang diperoleh dari tindak pidana atau pemenuhan kewajiban adat.

100 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


§ Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana
Dari aspek teknis yuridis terminologi perampasan merupakan
terjemahan dari istilah Belanda “Verbeurd verklaring” sebagai pidana
tambahan yang dapat dijatuhkan hakim disamping pidana pokok .

Pengertian perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana


adalah mencabut dari orang yang memegang keuntungan dari tindak
pidana yang diperoleh demi kepentingan Negara. Sebagai contoh
seorang anak mencuri sebuah handphone, kemudian handphone
tersebut dijual dan uang hasil penjualan digunakan untuk modal jualan
sepatu. Keuntungan yang diporoleh dari hasil jualan sepatu. Dalam
kasus tersebut, barang yang dapat dirampas adalah keuntungan yang
diperoleh dari hasil jualan sepatu.

Sebagai contoh, tuntutan pidana tambahan Perampasan


keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana sebagai berikut:

Dalam tuntutan pidana ditambahkan:

– Menetapkan barang bukti berupa ….. dirampas untuk negara.


Cara Pelaksanaan
- Jaksa menyerahkan barang rampasan berupa keuntungan yang
diperoleh dari tindak pidana kepada bidang yang melakukan
penyelesaian benda sitaan/barang rampasan untuk diselesaikan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Jaksa membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan
dan mengirimkan tembusannya kepada Pengadilan Negeri.
Keterangan
- Barang yang dilakukan perampasan merupakan keuntungan
yang diperoleh dari tindak pidana.
- Perampasan keuntungan hanya dapat dilakukan terhadap
barang yang telah disita oleh Penyidik (benda sitaan yang
menjadi barang bukti)

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 101


- Tuntutan perampasan keuntungan diajukan dengan
memperhatikan pelindungan terhadap hak pihak ketiga yang
beriktikad baik.

§ Pemenuhan kewajiban adat


Yang dimaksud dengan kewajiban adat adalah denda atau
tindakan yang harus dipenuhi berdasarkan norma adat setempat
yang tetap menghormati harkat dan martabat anak serta tidak
membahayakan fisik dan mental anak.

Sebagai contoh, tuntutan pidana Pelatihan Kerja, sebagai berikut:

Dalam tuntutan pidana ditambahkan:

Menjatuhkan pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban


adat dengan ……………………………. (contoh: membayar
uang sejumlah tertentu, menyelenggarakan upacara adat, atau
membersihkan tempat suci);

Cara Pelaksanaan
· Jaksa memanggil Anak dan Orang Tua/Wali, Pembimbing
Kemasyarakatan, Advokat atau pemberi bantuan hukum
lainnya (jika ada), dan tokoh/kepala adat untuk melaksanakan
pemenuhan kewajiban adat.
· Jaksa membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan
dan mengirimkan tembusannya kepada Pengadilan Negeri.
Keterangan
· “Kewajiban adat” adalah denda atau tindakan yang harus dipenuhi
berdasarkan norma adat setempat yang tetap menghormati
harkat dan martabat Anak serta tidak membahayakan kesehatan
fisik dan mental Anak

102 PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM


· Dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban adat harus
memperhatikan proporsionalitas
– tingkat keseriusan tindak pidana;
– tingkat kerugian yang ditimbulkan; dan
– kemampuan Anak untuk memenuhi kewajiban adat.

JAWABAN EVALUASI

1 b
2 d
3 b

PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM 103

Anda mungkin juga menyukai