Pasal 1
(1) Hak Cipta adalah hak eksklusifs pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam
bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 113
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak
ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000
(seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f,
dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/ atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau
pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (l) huruf a, huruf b, huruf e,
dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau pidana denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERPADU
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (SPPA)
BAGI APARAT PENEGAK HUKUM DAN INSTANSI TERKAIT
Penulis :
MARGARETHA HANITA
MARGARETHA HANITA
xii+34 hlm; 18 x 25 cm
ISBN: 978-623-5716-23-7
Dicetak oleh:
PERCETAKAN POHON CAHAYA
SAMBUTAN
Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa,
berkat rahmat dan karunia-Nya, review modul Pelatihan Terpadu Sistem Peradilan
Pidana Anak (SPPA) dengan Judul PENANGANAN ANAK KORBAN DAN SAKSI
telah terselesaikan.
v
Perpres No. 175 Tahun 2014 tentang Pendidikan dan Pelatihan Terpadu
bagi Penegak Hukum dan Pihak Terkait Mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak
mengatur tujuan dari pelaksanaan Diklat Terpadu, yaitu untuk menyamakan persepsi
dalam penanganan ABH dalam SPPA, terutama agar memiliki pemahaman yang
sama tentang hak-hak anak, keadilan restoratif dan diversi, serta meningkatkan
kompetensi teknis APH dan pihak terkait dalam penanganan ABH.
Anak adalah generasi penerus yang dalam diri mereka melekat harkat dan
martabat sebagai manusia seutuhnya. Tanpa keterpaduan, mustahil cita-cita luhur
untuk memulihkan kondisi ABH dapat terwujud. Adalah menjadi tanggung jawab
kita semua untuk memastikan agar prinsip kepentingan terbaik bagi anak atau the
best interest of child selalu menjadi pegangan dalam mengatasi persoalan anak,
termasuk mereka yang sedang berhadapan dengan hukum.
Dalam kesempatan ini, kami atas nama BPSDM Hukum dan Hak Asasi
Manusia menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak atas dukungan
dan kontribusinya dalam penyelesaian review modul ini. Semoga modul ini dapat
berkontribusi positif bagi APH dan pihak terkait dalam penanganan ABH.
vii
Salah satu upaya penting BPSDM untuk mengembangkan pelatihan terpadu
ini adalah dengan menyusun Modul Pelatihan Terpadu, yang dirancang dan
ditulis bersama oleh perwakilan dari praktisi hukum, akademisi dan kementerian
terkait. Selain materi pembelajaran berupa kajian teoritis, instrumen internasional,
landasan hukum dan studi kasus, modul ini juga memuat metode pembelajaran
yang dapat digunakan instruktur. Dengan modul ini diharapkan bahwa para
instruktur, fasilitator dan juga peserta akan memperoleh manfaat yang besar
dalam mengembangkannya.
Tiada gading yang tak retak, tentu Modul ini tidak sempurna. Oleh karenanya
masukan dan kritik pembaca atas Modul ini diharapkan untuk menyempurnakannya.
Akhirnya, saya ucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada BPSDM
Kementerian Hukum dan HAM serta seluruh pihak yang telah bekerja sama dalam
pembuatan modul ini. Mari bersama kita lindungi generasi muda Indonesia.
Modul ini juga disusun untuk memenuhi tuntutan peningkatan kualitas Aparat
Penegak Hukum dalam pelaksanaan Peradilan Anak agar dapat menjalankan tugas
dan tanggung jawabnya secara lebih berdaya guna dan berhasil guna bekerjasama
dengan pihak-pihak terkait lainnya dalam mengupayakan pemenuhan hak para
ABH khususnya Anak dan Saksi. Diharapkan dengan modul ini proses transfer of
knowledge d a n s h a r i n g e x p e r i e n c e dapat dilaksanakan dengan lebih efektif,
meningkatkan kompetensi, untuk lebih berdaya guna dalam penegakan hukum.
ix
penyempurnaan selanjutnya. Semoga buku ini dapat memberikan motivasi dan
inspirasi dalam melaksanakan manfaat bagi pengembangan pengetahuan bidang
hukum, utamanya dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.
SAMBUTAN..................................................................................................... v
KATA SAMBUTAN............................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR......................................................................................... ix
DAFTAR ISI..................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Deskripsi Singkat.......................................................................... 2
C. Manfaat Modul.............................................................................. 3
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok............................................. 3
E. Petunjuk Belajar ........................................................................... 3
BAB II KONSEP PENANGANAN ANAK KORBAN
DALAM PROSES LITIGASI DAN DIVERSI.................................................... 5
A. Definisi Anak Korban dan Saksi.................................................... 5
B. Hak Anak Korban dan Saksi......................................................... 6
C. Perlindungan Khusus Anak........................................................... 8
D. Latihan.......................................................................................... 8
E. Rangkuman................................................................................... 9
BAB III KEPENTINGAN TERBAIK BAGI ANAK KORBAN
DAN ANAK SAKSI DALAM PENANGANAN ANAK KORBAN
DAN ANAK SAKSI .......................................................................................... 11
A. Upaya Perlindungan Khusus bagi Anak
dalam Proses Penyidikan ............................................................ 11
B. Upaya Perlindungan Khusus bagi Anak
dalam Proses Penuntutan............................................................. 13
xi
C. Upaya Perlindungan Khusus bagi Anak
dalam Proses Pengadilan............................................................. 14
D. Latihan.......................................................................................... 17
E. Rangkuman................................................................................... 18
BAB IV KEWAJIBAN DAN PERAN PEMANGKU KEBIJAKAN DALAM
PENANGANAN ANAK KORBAN DAN ANAK SAKSI ..................................... 19
A. Kewajiban Kepolisian dalam Penanganan Anak Korban
dan Saksi ..................................................................................... 19
B. Kewajiban Kejaksaan dalam Penanganan Anak Korban
dan Saksi ..................................................................................... 20
C. Kewajiban Pengadilan dalam Penanganan Anak Korban
dan Saksi ..................................................................................... 20
D. Kewajiban Pekerja Sosial dalam Penanganan Anak Korban
dan Saksi ..................................................................................... 22
E. Peran Tenaga Kesejahteraan dalam Penanganan Anak Korban
dan Saksi ..................................................................................... 22
F. Peran Bapas dalam Penanganan Anak Korban dan Saksi........... 23
G. Peran Pemerintah Daerah dalam Penanganan Anak Korban
dan Saksi...................................................................................... 24
H. Peran LSM dan Ormas dalam Penanganan Anak Korban
dan Saksi...................................................................................... 26
I. Latihan.......................................................................................... 27
J. Rangkuman................................................................................... 28
BAB V KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT................................................ 29
A. Kesimpulan................................................................................... 29
B. Tindak Lanjut ............................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 31
A. Latar Belakang
Anak adalah generasi penerus bangsa dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dalam pembangunan sebuah Bangsa dan Negara. Oleh karena itu
kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi
kelangsungan hidup umat manusia. Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak diberikan pengertian tentang “perlindungan anak” yaitu
“perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak
dan hak-haknya agar dapat hidup Tumbuh dan berkembang dan berpatisipasi
secara optimal sesuai hasrat dan martabat kemanusiaan serta mendapat
perlindungan dari Kekerasan dan diskriminasi.
1
Peradilan pidana Anak (SP2A). Jika diperbandingkan Undang-undang No. 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan pidana Anak dengan Undang-undang No.3
Tahun 1997 tentang pengadilan Anak, maka Undang-undang No. 11 Tahun 2012
tentang Sitem Peradilan pidana Anak lebih komprehensip dalam menempatkan
posisi anak dalam hukum. Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan pidana Anak dikatakan komprehensip oleh karena, didalam undang-
undang ini (SP2A) seluruh Aparat Penegak Hukum dilibatkan untuk turut serta
menyelesasikan masalah anak. Semisal bagaimana aparat kepolisian, kejaksaan
dan kehakiman terlibat aktif dalam menyelesaikan kasus tanpa harus melalui
proses pidana hingga menghasilkan putusan pidana.
B. Deskripsi Singkat
Mata Diklat ini membahas Penanganan Anak Korban dan Anak Saksi yang
meliputi tinjauan konsep anak korban dan saksi, proses penanganan anak korban
dan saksi, pemenuhan hak-hak anak korban dan saksi dan kepentingan terbaik
bagi anak korban dan saksi dalam penanganan anak korban dan saksi dalam
implementasi Sistem Peradilan Pidana Anak. Kewajiban dan peran pemangku
kebijakan dalam penanganan Anak Korban dan atau Anak Saksi; Pembelajaran
disajikan secara collaborative learning dengan metode pembelajaran orang
dewasa, meliputi ceramah, tanya jawab, studi kasus, diskusi dan simulasi
penanganan anak korban dan saksi.
Tujuan Pembelajaran
1. Menjelaskan konsep penanganan anak korban dan anak saksi dalam proses ligitasi dan
diversi.
2. Menerapkan Kepentingan terbaik bagi anak korban dan anak saksi dalam penanganan anak
korban dan anak saksi.
3. Mengidentifikasi Kewajiban dan peran pemangku kebijakan dalam penanganan Anak Korban
dan Anak Saksi.
E. Petunjuk Belajar
Agar dapat mencapai hasil belajar yang diharapkan, bacalah keseluruhan
modul ini secara seksama dan berulang ulang, lakukanlah diskusi dengan peserta
lainnya untuk membahas hal hal yang kurang dipahami dan pahami pula peraturan
perundangan yang terkait dengan modul ini.
1. Hak-Hak Korban
Hak-hak yang relevan dengan Anak Korban dalam Pasal 3 UU SPPA,
antara lain:
D. Latihan
1. Pelajari kasus ABH sesuai studi kasus yang disediakan secara berkelompok
2. Menyusun tabel penanganan kasus dan isi sesuai jenis penanganan dan
penanggung jawab
3. Jelaskan penanganan yang akan dilakukan
4. Tentukan tujuan akhir yang diharapkan bagi ABH
5. Harap diingat yang dimaksud ABH adalah:
a. Anak yang berkonflik dengan hukum
b. Anak yang menjadi korban tindak pidana
c. Anak yang menjadi saksi tindak pidana
Kasus 1:
TI (14 th) tinggal serumah dengan orangtua dan pamannya sekeluarga di rumah
peninggalan kakek. Pada suatu hari TI diperkosa oleh sepupunya BD (15 th) anak
Kasus 2:
TO (12 th) dan S (14 th) tinggal berdekatan rumah dan bersekolah di SMP yang
sama. Suatu hari S main ke rumah TO dan mencuri handphone kakaknya yang
tergeletak di depan TV. Besoknya TO menanyakan kepada S karena curiga
temannya itu yang mengambil. S tidak mengaku. Karena takut akan dilaporkan,
besoknya S membawa pisau dan menusuk TO di jalan sepi saat mereka berangkat
sekolah bersama. TO mengalami luka parah akibat kejadian dan koma selama
4 hari. Orangtua TO yang tidak terima kemudian melaporkan kasusnya ke
polsek terdekat. Kasus ini mendapatkan perhatian dari sejumlah pemerhati anak
dan diliput media masa nasional. Karena mendapatkan perhatian besar, kasus
ini akhirnya dilimpahkan ke polres dan Anda dilibatkan untuk menanganinya.
Diskusikan upaya penanganan kasus-kasus diatas terkait dengan perlindungan
bagaimana Hak korban?
E. Rangkuman
Dalam penanganannya, Anak Korban dan Anak Saksi harus dilindungi dan
mendapatkan perlakuan khusus saat berhadapan dengan hukum. Anak yang
berhadapan dengan hukum (ABH) adalah anak yang berkonflik dengan hukum,
anak yang menjadi korban tindak pidana dan anak yang menjadi saksi tindak
pidana. Pedoman perlakuan terhadap Anak Korban dan Anak SaksiPrinsip-prinsip
Konvensi Hak Anak:
11
oleh orang tua dan/atau orang yang dipercaya oleh Anak Korban atau
pekerja sosial.
f. Anak Korban berhak untuk mendapatkan laporan perkembangan
penyelidikan atau penyidikan dari perkara [Pasal 90 (1) c Undang-
Undang Sistem Peradilan Pidana Anak].
g. Berdasarkan pertimbangan dan saran dari pembimbing kemasyarakatan,
pekerja sosial profesional atau tenaga kesejahteraan sosial atau
penyidik dapat merujuk Anak Korban ke instansi atau lembaga yang
menangani pelindungan anak atau lembaga kesejahteraan sosial
anak.
h. Dalam hal Anak Korban perlu untuk segera mendapatkan pertolongan,
penyidik dapat langsung merujuk Anak Korban ke rumah sakit atau
lembaga yang menangani pelindungan anak sesuai dengan kondisi
anak korban.
2. Anak Saksi dalam Penyelidikan dan Penyidikan
Wajib bagi pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosialprofesional
dan tenaga kesejahteraan sosial, penyidik, penuntut umum, hakim, dan
advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya untuk memperhatikan
kepentingan terbaik bagi anak dan mengusahakan suasana kekeluargaan
tetap terpelihara (Pasal 18 UU Nomor 11 Tahun 2012). Pemeriksaan untuk
kepentingan penyidikan terhadap anak saksi dilakukan oleh penyidik anak.
Kasus 1:
AR (7th) dan RC (8th) adalah dua anak SD yang sangat hiperaktif di sekolah.
Teman dan gurunya sering melihat dua anak ini bercanda secara berlebihan
secara fisik hingga saling dorong dan saling pukul. Suatu pagi di tengah acara
lomba menggambar di sekolahnya, AR dan RC tiba-tiba terlibat saling dorong.
Akibat dorongan AR, RC terjatuh dan kepalanya terbentur batu hingga berdarah.
Akibat benturan itu RC akhirnya muntah-muntah sampai dibawa ke RS terdekat.
Sejak siang kondisi RC tidak stabil dan koma, akhirnya RC meninggal pada pukul
18.45. Orangtua murid sangat resah dengan kejadian ini dan meminta kepala
sekolah segera mengeluarkan AR dari sekolah demi keamanan anak-anak
mereka. Berdasarkan informasi tetangga sekitar rumahnya, ternyata AR memang
dikenal anak yang nakal dan sering dipukuli oleh orangtuanya bahkan kakek dan
paman yang tinggal serumah dengan AR juga sering memukulinya. Pihak sekolah
melibatkan Anda menangani kasus ini.
Kasus 2:
ST (15th) adalah seorang anak perempuan yang tinggal di sebuah rumah kumuh.
Dia telah lama putus sekolah sejak ditelantarkan ibunya yang berprofesi sebagai
tukang pijat. Kini dia tinggal bersama tantenya yang bekerja sebagai pemandu
E. Rangkuman
Salah satu perubahan yang cukup berarti dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2013 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dibandingkan dengan Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Pidana Anak, adalah berkaitan
dengan perlindungan yang lebih menyeluruh dan seimbang terhadap (ABH),
yang meliputi anak sebagai pelaku tindak pidana, anak sebagai korban, dan anak
sebagai saksi dalam peradilan pidana.
Secara sepintas hal ini tampak dari ditemukannya beberapa pasal yang
terkait dengan anak sebagai korban dan anak sebagai saksi dan bahkan ada
bab tersendiri terkait anak korban dan anak saksi, sebagaimana dalam Bab VII
Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.
(1) Penyidik Wajib mengupayakan Diversi dalam waktu paling lama 7 (tujuh)
hari setelah penyidikan dimulai
(2) Proses diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling
lama 30 (tiga Puluh) hari setelah dimulainya Diversi
19
(3) Dalam proses diversi berhasil mencapai kesepakatan, Penyidik
menyampaikan berita acara diversi beserta kesepakatan diversi kepada
ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan.
Kewajiban dan Peran Kepolisian juga dalam penangkapan dan Penahanaan
(Pasal 30)
Identitas adalah meliputi: nama anak korban, nama orang tua, alamat, wajah,
dan hal lainyang dapat mengungkapkan jati diriAnak Saksi. Pelanggaran terhadap
kerahasiaan identitas diancam pidana oleh pasal 97 dengan 5 tahun penjara dan
denda paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta).
Sebagai contoh peran serta masyarakat pada saat proses diversi dilaksanakan
di setiap tingkatan dapat dihadirkan perwakilan masyarakat (tokoh masyarakat)
yang dapat dimintai pendapat oleh fasilitator baik di tingkat penyidikan, penuntutan
dan pada saat proses di Pengadilan Negeri mengenai hal yang terbaik kepada
si anak (pelaku). Berbeda ketika masih berlakuknya rezim UU Pengadilan Anak
yang sama sekali tidak memberikan ruang dan gerak kepada masyarakat untuk
ikut terlibat dalam menyelesaikan suatu perkara pidana yang melibatkan anak.
Masyarakat dapat berperan dalam perlindungan anak mulai pencegahan sampai
dengan reintegrasi sosial anak dengan cara:
I. Latihan
1. Pelajari kasus ABH sesuai studi kasus yang disediakan secara
berkelompok
2. Menyusun tabel penanganan kasus dan isi sesuai jenis penanganan
dan penanggung jawab
3. Jelaskan penanganan yang akan dilakukan
4. Tentukan tujuan akhir yang diharapkan bagi ABH
Harap diingat yang dimaksud ABH adalah:
Kasus 1:
AR (7th) dan RC (8th) adalah dua anak SD di Jakarta Selatan yang sangat aktif
di sekolah. Beberapa teman dan guru-gurunya menceritakan bahwa dua anak
ini sering terlihat bercanda secara berlebihan secara fisik hingga saling dorong
dan saling pukul. Suatu pagi di tengah acara lomba menggambar di sekolahnya,
AR dan RC tiba-tiba terlibat saling dorong. Akibat dorongan AR, RC terjatuh dan
kepalanya terbentur hingga berdarah. Akibat benturan itu RC akhirnya muntah-
muntah dan harus dibawa ke RS terdekat. Sejak siang kondisi RC tidak stabil dan
koma, akhirnya RC meninggal pada pukul 18.45. Proses hukum hingga saat ini
masih berjalan dan Anda dilibatkan untuk menanganinya.
Kasus 2:
WA (14 th) adalah seorang anak laki-laki yatim dan ibunya seorang TKW yang
sudah lima tahun bekerja di Malaysia. Sejak usia balita WA tinggal bersama
neneknya yang miskin di desa. Untuk makan sehari-hari WA terbiasa ikut bekerja
bersama seorang pamannya yang jadi buruh angkut di pasar. Sejak berkenalan
J. Rangkuman
Perubahan mendasar penanganan perkara anak dalam Undang –Undang
Sistem Peradilan Pidana Anak memberi penguatan terhadap peranpemasyarakatan
berada dalam keseluruhan penanganan anak yang berkonflikdengan hukum dalam
kaitan dengan pembinaan, pembimbingan, pengawasan dan/atau pendampingan.
Disinilah maka, peran Balai Pemasyarakatan (BAPAS), Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) yang akan dibentuk menjadiLembaga Penempatan Anak Sementara
(LPAS) dan Lembaga PemasyarakatanAnak Negara (LPAN) yang nanti akan
berubah menjadi Lembaga Pembinaan.
A. Kesimpulan
UU Sistem Peradilan Pidana Anak ini tidak serta merta Pemerintah telah
dapat mewujudkan perlindungan bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum
sepenuhnya. Pemerintah masih memiliki hutang-hutang untuk menjamin dalam
implementasinya setiap Anak yang Berhadapan dengan Hukum wajib mendapatkan
Bantuan Hukum, karena banyaknya anak-anak tersebut harus berteman dengan
penjara karena pidana ringan dan mereka tidak tahu bahwa mereka mempunyai
hak untuk didampingi Kuasa Hukum dan mendapatkan Bantuan Hukum. Selain
itu Pemerintah juga harus segera menyiapkan pendidikan khusus terkait anak
kepada aparat penegak hukum, seperti polisi, jaksa, dan hakim. Pemerintah juga
harus menyiapkan lembaga-lembaga khusus yang akan digunakan bagi anak
yang berhadapan dengan Hukum (ABH) selama menempuh proses penyelesaian
perkara pidana. Kita sebagai masyarakat sipil juga harus berperan aktif dalam
mengawal implementasi Pemerintah terhadap UU Sistem Peradilan Pidana Anak
ini karena akan berdampak langsung bagi anak-anak penerus bangsa Indonesia.
B. Tindak Lanjut
Pada prinsipnya kasus anak yang berhadapan dengan hukum (ABH)
baik anak sebagai korban maupun saksi yang dibawa dalam proses peradilan
adalah kasus-kasus berat yang sifatnya serius, dan tetap mengedepankan prinsip
kepentingan terbaik bagi anak serta proses penghukuman adalah jalan terakhir
29
dengan tetap tidak mengabaikan hak-hak anak. Selain itu, kasus-kasus anak dapat
diselesaikan melalui mekanisme non-formal yang dilakukan dengan pendekatan
restorative justice guna memenuhi rasa keadilan bagi korban sehingga kedua
belah pihak dapat saling memaafkan dan tidak ada dendam diantara mereka.
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana
dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta 2010
Asquit Stewart, Children and Young People in Conflict with the Law, Landon;
Jessica
United Nations Standarrd Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice
(The Beijing Rules), Adopted by General Assembly Resolutions 40/33,29-11-
31
1985.
Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak Anak