Pasal 1
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasar-
kan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tan-
pa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-un-
dangan.
Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi se-
bagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau peme-
gang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana di-
maksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau peme-
gang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana di-
maksud dalam Pasal 9 ayat (l) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana pen-
jara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERPADU
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (SPPA)
BAGI APARAT PENEGAK HUKUM DAN PIHAK TERKAIT
Penulis :
F. Haru Tamtomo
Naniek Pangestuti
Tim Penulis:
F. Haru Tamtomo
Naniek Pangestuti
xiv+56 hlm.; 18 × 25 cm
ISBN:
Dicetak oleh:
PERCETAKAN POHON CAHAYA
Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa,
berkat rahmat dan karunia-Nya, review Modul Pelatihan Terpadu Sistem Peradilan
Pidana Anak (SPPA) dengan Judul Modul Analisis Situasi Anak yang Berhadapan
Dengan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak telah terselesaikan.
Perpres No. 175 Tahun 2014 tentang Pendidikan dan Pelatihan Terpadu
bagi Penegak Hukum dan Pihak Terkait Mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak
mengatur tujuan dari pelaksanaan Diklat Terpadu, yaitu untuk menyamakan persepsi
dalam penanganan ABH dalam SPPA, terutama agar memiliki pemahaman yang
Anak adalah generasi penerus yang dalam diri mereka melekat harkat dan
martabat sebagai manusia seutuhnya. Tanpa keterpaduan, mustahil cita-cita luhur
untuk memulihkan kondisi ABH dapat terwujud. Adalah menjadi tanggung jawab
kita semua untuk memastikan agar prinsip kepentingan terbaik bagi anak atau the
best interest of child selalu menjadi pegangan dalam mengatasi persoalan anak,
termasuk mereka yang sedang berhadapan dengan hukum.
Dalam kesempatan ini, kami atas nama BPSDM Hukum dan Hak Asasi
Manusia menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak atas dukungan
dan kontribusinya dalam penyelesaian review modul ini. Semoga modul ini dapat
berkontribusi positif bagi APH dan pihak terkait dalam penanganan ABH.
Berangkat dari Konvensi Hak Anak yang diratifikasi Indonesia pada tahun
1990 dengan Keputusan Presiden No. 36, UU No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
disepakatilah UU No. 11 Tahun 2012 mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak.
Dengan memperkenalkan pendekatan keadilan restoratif, undang-undang ini
membawa paradigma baru dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan
anak. Pendekatan dan paradigma baru ini tentu saja merupakan hal baru sehingga
diperlukan adanya pelatihan bagi mereka yang akan menerapkannya di lapangan.
Tiada gading yang tak retak, tentu Modul ini tidak sempurna. Oleh karenanya
masukan dan kritik pembaca atas Modul ini diharapkan untuk menyempurnakan
nya. Akhirnya, saya ucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada BPSDM
Kementerian Hukum dan HAM serta seluruh pihak yang telah bekerja sama dalam
pembuatan modul ini. Mari bersama kita lindungi generasi muda Indonesia.
Puji Syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
kehendak dan perkenan-Nya masih diberikan kesempatan dan kesehatan dalam
rangka penyusunan review Modul Analisis Situasi Anak yang Berhadapan Dengan
Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak SPPA tahun 2021 dapat terlaksana
dengan baik. Di mana Pelatihan Terpadu SPPA sebagai kegiatan Prioritas Nasional,
BAPPENAS mengharapkan pada tahun 2021 untuk dilaksanakan review terhadap
modul-modul Pelatihan Terpadu SPPA.
SAMBUTAN KABADAN............................................................................................. v
KATA SAMBUTAN........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR....................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 3
A. Latar Belakang................................................................................... 3
B. Deskripsi Singkat............................................................................... 7
C. Manfaat Modul................................................................................... 7
D. Indikator Hasil Belajar ....................................................................... 7
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok................................................. 8
F. Petunjuk Belajar ................................................................................ 8
BAB VI PENUTUP......................................................................................... 51
A. Kesimpulan........................................................................................ 51
B. Tindak Lanjut .................................................................................... 52
KUNCI JAWABAN EVALUASI...................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 55
A. LATAR BELAKANG
Tahun 2021 adalah tahun ke 7 (tujuh) sejak Undang-Undang No.11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dinyatakan berlaku pada tahun 2014.
Belum bisa disebut usia yang panjang untuk berlakunya suatu Undang-Undang di
Indonesia namun juga tidak bias dikatakan pendek, mengingat isu perlindungan
hak anak menjadi salah satu isu penting yang harus menjadi perhatian negara
Indonesia. Ada banyak sekali tulisan baik berupa artikel, karya ilmiah maupun
buku-buku referensi yang menulis tentang larangan membawa anak ke ranah
pidana. Terkadang anak mengalami situasi sulit yang membuatnya melakukan
tindakan yang melanggar hukum. Namun demikian, anak yang melanggar
hukum tidak layak untuk dihukum apalagi kemudian dimasukan ke dalam penjara
(sekarang Lembaga Pembinaan Khusus Anak). Anak bukanlah untuk dihukum
melainkan harus diberi bimbingan dan pembinaan, sehingga bisa tumbuh dan
berkembang sebagai anak yang normal yang sehat dan cerdas seutuhnya. Anak
adalah anugrah Allah Yang Maha Kuasa sebagai calon generasi penerus bangsa
yang masih dalam perkembangan fisik dan mental. (Arliman 2017)
Dari data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hingga 9 tahun sejak
Undang Undang Sistem Peradilan anak disyahakan pada tahun 2012 masih
terdapat 1.828 anak menjalani pidana di UPT Pemasyarakatan dengan sebaran
1 https://news.detik.com/berita/d-5374503/ditjen-pas-warga-binaan-252384-orang-kapasitas-lapas-
rutan-hanya-135704, diakses Oktober 2021
2 Paparan Direktur Hukum dan regulasi Bappenas dalam kegiatan Revisi Modul SPPA, Bogor, 22 –
24 November 2021 di Hotel Sahira,Bogor.
B. DESKRIPSI SINGKAT
Mata Diklat Analisis Situasi Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum
membahas tentang analisa situasi anak pelaku, anak korban, anak saksi dalam
sistem peradilan pidana anak. Modul ini berisi materi tentang konsep anak yang
berhadapan dengan hukum, jenis tindak pidana umum yang dilakukan oleh anak,
dampak peradilan bagi anak, serta peran pilar pilar dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak.
C. MANFAAT MODUL
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta yang terdiri dari unsur
kepolisian, kejaksaan, Hakim, Pembimbing kemasyarakatan, Pekerja sosial dan
Advokat, diharapkan mampu memahami dan menganalisis situasi anak pelaku,
anak korban, anak saksi serta mendapatkan gambaran sistem peradilan pidana
anak secara utuh dengan materi pokok analisa situasi anak pelaku, anak korban,
anak saksi, dan gambaran sistem peradilan pidana anak. Modul ini berisi materi
tentang konsep anak yang berhadapan dengan hukum, jenis tindak pidana umum
yang dilakukan oleh anak, dampak peradilan bagi anak, serta peran pilar pilar
dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.
a. Konsep Anak
F. PETUNJUK BELAJAR
Untuk mempermudah penggunaan modul dan memberikan hasil yang
optimal dalam proses pembelajaran, maka ada beberapa petunjuk yang harus
dilakukan, yaitu:
1. Bacalah tahap demi tahap dari bab/sub bab yang telah disusun secara
kronologis sesuai dengan urutan pemahaman.
3. Pahami setiap penjelasan dan tugas yang ada dalam modul, apabila belum
mengerti maka dapat dikonsultasikan kepada widyaiswara/ fasilitator.
A. KONSEP ANAK
Sistem perundang-undangan di Indonesia belum memiliki unifikasi tentang
hukum anak, akan tetapi sudah terkodifikasi dalam beberapa peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Saat ini beberapa Undang-Undang memberikan pengetian
anak lebih menitik beratkan pada pembatasan usia. Untuk lebih jelasnya, penulis
menyajikan beberapa pengertian Hukum Anak yang sudah terkodifikasi. Di
Indonesia ada beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
anak, misalnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,
Undang-Undang Nomor 4 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang No. 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan Berbagai peraturan lain
yang berkaitan dengan perlindungan hak anak. Tabel di bawah ini merangkum
definisi anak yang diatur oleh beberapa peraturan tersebut.
Tabel 2.1 Batasan usia anak dalam beberapa Perundangan di Indonesia
UNDANG-UNDANG SPPA
Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak (Undang- Undang Pengadilan Anak). Tujuan mengganti Undang
Undang Pengadilan Anak adalah untuk mewujudkan peradilan yang benar-benar
2. Anak yang menjadi korban tindak pidana (Anak Korban) (Pasal 1 angka 4
Undang-Undang SPPA); dan
3. Anak yang menjadi saksi tindak pidana (Anak Saksi) (Pasal 1 angka 5
Undang Undang SPPA)
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang Undang No. 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak dijelaskan definisi anak yang berhadapan dengan
hukum, yaitu :
C. LATIHAN
Setelah anda membaca materi tersebut, kerjakan letihan dibawah ini :
D. RANGKUMAN
Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA merupakan pengganti
dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (“Undang
Undang Pengadilan Anak”) yang bertujuan agar dapat terwujud peradilan yang
benar-benar menjamin perlindungan dan kepentingan terbaik terhadap anak yang
berhadapan dengan hukum. Sebelumnya, Undang Undang Pengadilan Anak tidak
2. Anak yang menjadi korban tindak pidana (Anak Korban) (Pasal 1 angka 4
Undang-Undang SPPA); dan
3. Anak yang menjadi saksi tindak pidana (Anak Saksi) (Pasal 1 angka 5
Undang Undang SPPA)
E. EVALUASI
Jawablah pertanyaan berikut ini :
2. Apa yang dimaksud dengan anak berhadapan dengan hukum, anak korban
dan anak saksi?
F. TINDAK LANJUT
Apabila saudara telah mampu menjawab pertanyaan diatas dengan benar,
maka saudara telah memenuhi kriteria belajar tuntas. Namun apabila belum,
saudara dapat melakukan pendalaman kembali terhadap materi yang telah
diuraikan pada bab II ini.
Anak merupakan karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang harus
dijaga dengan baik, dalam tumbuh kembangnya menjadi manusia dewasa. Oleh
karena itu Anak adalah asset yang sangat penting pada sebuah bangsa dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup bangsa
dan negara. Berkaitan dengan kedudukan anak yang memiliki kedudukan dan
peran yang strategis, maka negara pun menjamin di dalam konstitusi tentang hak
Gambar 3.1 Data Anak yang Berhadapan dengan Hukum 10 tahun terakhir dari KPAI
Dari data tersebut dapat kita lihat bahwa data anak sebagai pelaku sepuluh
tahun terakhir mengalami peningkatan dengan jenis tindakan terbesar anak sebagai
pelaku kekerasan fisik antara lain penganiayaan, pengeroyokan dan perkelahian.
Data berikutnya anak sebagai pelaku kekerasan psikis (ancaman, intimidasi, dll).
Hal menyedihkan berikutnya adalah data anak sebagai pelaku pelecehan seksual.
Dari data ini tentu menjadi catatan kita bersama dalam penangannya. Sebagai
aparat penegak hukum, kita harus menangkap fenomena ini bukan hanya berkaitan
dengan tugas kita, namun harus sampai pada menjawab pertanyaan kenapa
generasi penerus bangsa Indonesia saat ini pada kondisi yang memprihatinkan.
Anak bukanlah untuk dihukum, melainkan untuk dibina dan dibimbing agar
mampu menjadi manusia yang utuh, cerdas dan bertanggung jawab sebagai
generasi penerus bangsa di masa yang akan datang. Anak terkadang mendapati
situasi atau keadaan sulit yang mendorong anak melakukan perbuatan yang
melanggar nilai-nilai hukum, agama, kesopanan dan kesusilaan. Banyak faktor
yang mempengaruhinya seperti, keadaan anak itu sendiri, keluarganya, korban
atau masyarakat. Anak yang melanggar hukum tidaklah layak untuk di hukum
terlebih kemudian dimasukkan ke dalam penjara. Perlu pertimbangan yang kuat
saat memasukan anak ke dalam penjara, karena akan berdampak buruk kepada
keadaan mental dan kepribadian anak.
Melihat kecenderungan yang ada di media saat ini, baik media cetak
maupun media elektronik, jumlah tindak pidana yang dilakukan oleh anak (juvenile
delinquency) semakin meningkat dan semakin beragam modusnya. Masalah
delinkuensi anak ini merupakan masalah yang semakin kompleks dan perlu segera
diatasi, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Menurut Romli Atmasasmita
dalam Wagiati Soetodjo, motivasi intrinsik dan ekstrinsik dari kenakalan anak
adalah sebagai berikut:
Dari data tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa sebanyak 569 anak berapa
di LPKA dan LP/Rutan Dewasa per 1 Maret 2021 karena kasus perlindungan anak,
378 anak karena kasus pencurian,dan 215 anak karena kasus narkotika.
Setelah dilakukan update data per Oktober 2021 ternyata jenis tindak pidana
anak mengalami perubahan sebagai berikut :
Gambar 3.3 Data Jenis Tindak Pidana Anak per Oktober 2021
Dari tabel 3.2 tersebut, terlihat pergeseran angka terjadi kenaikan selama
kurun waktu kurang dari satu tahun. Perlindungan anak yang semula berjumlah
596 mengalami kenaikan menjadi 628 anak, kasus pencurian yang semula 37 naik
menjadi 452 anak, dan kasus narkotika mengalami penurunan dari 215 menjadi
188 kasus.
c. Tidak mendapat perhatian dari orang tua, baikkarena orang tua sibuk
maupun karena menjadi TKI.
c. Tidaka ada tempat untuk anak curhat atau konseling tempat anak
menuangkan isi hatinya
Dari data tersebut terlihat dari 1.758 anak yang berhadapan dengan hukum
terdiri dari anak laki-laki sebanyak 1.734 dan anak perempuan sebanyak 24
orang.
Dari data tersebut terlihat mayoritas usia anak adalah 17 tahun, berikutnya
16 tahun dan 15 tahun.
D. LATIHAN
Fasilitator membagi peserta menjadi 4 kelompok, dua (2) kelompok pelaku,
dan dua (2) kelompok korban, bagikan contoh kasus yang disiapkan fasilitator.
1. Kelompok Pelaku:
a. Profil pelaku
2. Kelompok Korban
a. Profil korban
E. RANGKUMAN
Anak merupakan karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang harus
dijaga dengan baik, dalam tumbuh kembangnya menjadi manusia dewasa. Oleh
karena itu Anak adalah asset yang sangat penting pada sebuah bangsa dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup bangsa
dan negara. Berkaitan dengan kedudukan anak yang memiliki kedudukan dan
peran yang strategis, maka negara pun menjamin di dalam konstitusi tentang hak
setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang serta perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena itu diperlukan upaya bersama dalam
memperhatikan kepentingan anak, sehingga tidak terjerumus untuk melakukan
perbuatan jahat yang merugikan pihak lain.
Anak bukanlah untuk dihukum, melainkan untuk dibina dan dibimbing agar
mampu menjadi manusia yang utuh, cerdas dan bertanggung jawab sebagai
generasi penerus bangsa di masa yang akan datang. Anak terkadang mendapati
situasi atau keadaan sulit yang mendorong anak melakukan perbuatan yang
melanggar nilai-nilai hukum, agama, kesopanan dan kesusilaan. Banyak faktor
yang mempengaruhinya seperti, keadaan anak itu sendiri, keluarganya, korban
atau masyarakat. Anak yang melanggar hukum tidaklah layak untuk di hukum
terlebih kemudian dimasukkan ke dalam penjara. Perlu pertimbangan yang kuat
saat memasukan anak ke dalam penjara, karena akan berdampak buruk kepada
keadaan mental dan kepribadian anak.
F. EVALUASI
Jawablah pertanyaan berikut ini :
G. TINDAK LANJUT
Apabila saudara telah mampu menjawab pertanyaan diatas dengan benar,
maka saudara telah memenuhi kriteria belajar tuntas. Namun apabila belum,
saudara dapat melakukan pendalaman kembali terhadap materi yang telah
diuraikan pada bab III ini.
a. Faktor intelegentia;
b. Faktor usia;
c. Faktor kelamin;
1. Proses peradilan adalah proses yang asing, tidak dikenal, dan tidak biasa
bagi anak.
3. Sistem peradilan dibuat untuk dan dilaksanakan oleh orang dewasa, tidak
berorientasi pada kepentingan anak dan tidak ”Ramah-Anak”.
Dampak proses peradilan terhadap anak pelaku dapat terjadi mulai dari
pra persidangan, pada saat persidangan, dan paska persidangan yang dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Sumber tekanan dan efek dari tekanan yang dialami oleh anak pada tahap
pra persidangan adalah sebagai berikut:
2. Tahap Persidangan
Sumber tekanan dan efek dari tekanan yang dialami oleh anak pada tahap
persidangan adalah sebagai berikut :
Sumber Tekanan Efek dari Tekanan
a. Menunggu dalam ruang pengadilan a. Kegelisahan, ketegangan, kegugupan
b. Kurang pengetahuan tentang proses yang b. Kehilangan control emosional, menangis,
berlangsung gemetaran, malu, depresi
c. Tata ruang Pengadilan
c. Gangguan kemampuan berpikir,
d. Berhadapan dengan terdakwa (bagi termasuk ingatan dan gangguan
korban), berhadapan dengan saksi dan kemampuan berkomunikasi untuk
korban (bagi terdakwa) member keterangan atau kesaksian
e. Berbicara di hadapan para petugas dengan jelas.
pengadilan
f. Proses pemeriksaan dalam sidang
Sumber tekanan: Putusan Hakim, tidak adanya tindak lanjut, stigma yang
berkelanjutan, rasa bersalah, kemarahan dari pihak keluarga dan korban. Media
terkadang masih menjadi anak sebagaiobjek publsitas. Dari penelitian yang
dilakukan Elita Putri (2016) untuk mengukur dampak proses peradilan yang
menghukum anak dapat ditarik kesimpulan bahwa salah satu hak yang tidak
1. Proses peradilan adalah proses yang asing, tidak dikenal, dan tidak biasa
bagi anak.
3. Sistem peradilan dibuat untuk dan dilaksanakan oleh orang dewasa, tidak
berorientasi pada kepentingan anak dan tidak ”Ramah-Anak”.
Dampak proses peradilan terhadap anak korban juga terjadi baik pada tahap
pra persidangan, pada saat persidangan dan pada tahappasca persidangan yang
dapat dijelaskan sebagai berikut :
2. Tahap Persidangan
Sumber Tekanan Efek dari Tekanan
a. Menunggu dalam ruang pengadilan a. Kegelisahan, ketegangan,
b. Kurang pengetahuan tentang proses kegugupan
yang berlangsung b. Kehilangan control emosional,
c. Tata ruang Pengadilan menangis, gemetaran, malu, depresi
d. Berhadapan dengan terdakwa (bagi
c. Gangguan kemampuan berpikir,
korban), berhadapan dengan saksi
termasuk ingatan dan gangguan
dan korban (bagi terdakwa)
kemampuan berkomunikasi untuk
e. Berbicara di hadapan para petugas
member keterangan atau kesaksian
pengadilan
dengan jelas.
f. Proses pemeriksaan dalam sidang
Sumber tekanan: Putusan Hakim, tidak adanya tindak lanjut, stigma yang
berkelanjutan, rasa bersalah, kemarahan dari pihak keluarga dan korban. Media
terkadang masih menjadi anak sebagai objek publisitas. Pemberitaan oleh media
massa dan media sosial saat ini memang seperti tanpa batas. Tidak hanya
anak yang menjadi objek Publisitas, bahkan terjadi juga pada anak korban.
Sebagaimana disampiakn pada bab sebelumnya bahwa masih banyak media yang
memposisikan anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai objek untuk
C. LATIHAN
Setelah anda membaca materi tersebut, kerjakan letihan dibawah ini :
D. RANGKUMAN
Sistem peradilan dapat menjadi suatu keadaan yang menakutkan untuk
anak karena proses peradilan menimbulkan stres dan trauma pada anak. Dampak
proses peradilan terhadap anak pelaku dapat terjadi sejak tahap pra persidangan,
persidangan hingga pasca persidangan.
a. Proses peradilan adalah proses yang asing, tidak dikenal, dan tidak biasa
bagi anak.
c. Sistem peradilan dibuat untuk dan dilaksanakan oleh orang dewasa, tidak
berorientasi pada kepentingan anak dan tidak ”Ramah-Anak”.
E. EVALUASI
1. Sebutkan dan jelaskan dampak peradilan bagi anak!
Ada 3 (tiga) tujuan Sistem peradilan pidana (Criminal justice system) Menurut
Muladi, yaitu:
Merujuk pada pemikiran Prof Muladi ini, tujuan sistem peradilan pidana
anak terpadu seharusnya ditekankan kepada upaya pertama (resosialiasi dan
rehabilitasi) dan ketiga (untuk kesejahteraan sosial). Dengan kata lain, sistem
peradilan pidana anak semestinya diletakkan dalam kerangka tujuan sistem
peradilan pidana dengan penekanan pada kebutuhan spesifik anak yang berbeda
dengan orang dewasa.
Sistem Peradilan Pidana Anak (Juvenile Justice System) adalah segala unsur
sistem peradilan pidana yang terkait di dalam penanganan anak yang melakukan
tindak pidana. Unsur tersebut meliputi:
a. Pertama, polisi sebagai institusi formal ketika anak nakal pertama kali
bersentuhan dengan sistem peradilan, yang juga akan menentukan apakah
anak akan dibebaskan atau diproses lebih lanjut.
Dari kasus yang muncul, ada kalanya Anak berada dalam status saksi
dan/atau korban sehingga Anak Korban dan/atau Anak Saksi juga diatur
dalam Undang-Undang ini. Khusus mengenai sanksi terhadap Anak ditentukan
berdasarkan perbedaan umur Anak, yaitu bagi Anak yang masih berumur kurang
dari 12 (dua belas) tahun hanya dikenai tindakan, sedangkan bagi Anak yang telah
mencapai umur 12 (dua belas) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun
dapat dijatuhi tindakan dan pidana. Mengingat ciri dan sifat yang khas pada Anak
dan demi pelindungan terhadap Anak, perkara Anak yang berhadapan dengan
hukum wajib disidangkan di pengadilan pidana Anak yang berada di lingkungan
peradilan umum. Proses peradilan perkara Anak sejak ditangkap, ditahan, dan
diadili pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami
masalah Anak. Namun, sebelum masuk proses peradilan, para penegak hukum,
keluarga, dan masyarakat wajib mengupayakan proses penyelesaian di luar jalur
pengadilan, yakni melalui Diversi berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.
ANAK
Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian
perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan
sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Dalam sistem
ini melibatkan peranan aparat penegak hukum mulai dari peranan kepolisian,
kejaksaan, dan hakim dalam proses penyelidikan-persidangan hingga putusan.
Dalam Undang- Undang Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan bahwa dalam
proses penyelidikan, penyidikan, dan peradilan adalah melibatkan penegak hukum
khusus untuk kasus dengan pelaku pidana anak, diantaranya Penyidik anak,
penuntut umum anak, hakim anak, hakim banding anak hingga hakim kasasi anak.
Yang disebut Penyidik dalam Pasal 6 KUHAP adalah: Pejabat Polisi Republik
Indonesia; Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh undang- undang. Sedangkan proses penyidikan terhadap anak yang berkonflik
dengan hukum dilakukan oleh Penyidik yang ditetapkan berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk
oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai
Penyidik kasus pidana: telah berpengalaman sebagai penyidik; mempunyai minat,
perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan telah mengikuti pelatihan
teknis tentang peradilan Anak.
Undang Undang Sistem Peradilan Pidana Anak juga menjamin hak anak
atas kemerdekaan yang mana diatur bahwa penangkapan anak untuk kepentingan
penyidikan hanya diperbolehkan maksimal 24 jam dan wajib ditempatkan dalam
Akan tetapi apabila ada jaminan dari orang tua/wali dan/atau lembaga bahwa
Anak tidak akan melarikan diri ataupun menghilangkan/merusak barang bukti dan
tidak akan mengulangi tindak pidananya maka penahanan tidak boleh dilakukan.
Penahanan hanya dapat dilakukan apabila anak telah berumur 14 tahun atau lebih
dan diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh)
tahun atau lebih. Pejabat yang melakukan penangkapan atau penahanan wajib
memberitahukan kepada Anak dan orang tua/Wali mengenai hak memperoleh
bantuan hukum. Apabila pejabat tidak memberitahu mengenai hak anak untuk
memperoleh bantuan hukum melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud,
penangkapan atau penahanan terhadap Anak batal demi hukum. Penyidik
memiliki peran yang sangat penting dalam pelaksanan dan penegakkan Undang
Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Karena penyidik inilah yang merupakan
aparat pertama dalam satu rangkaian proses hukum. Tindakan awal dari penyidik
merupakan fondasi awal dalam penyelesaian suatu kasus. Oleh karena itu peran
penyidik sangat signifikan dalam penegakkan Undang Undang Sistem Peradilan
Pidana Anak berjalan dengan semestinya.
2. Penuntut Umum
3. Hakim
Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan Anak
akan membahayakan masyarakat, paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum
ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Pembinaan di LPKA dilaksanakan
sampai Anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Sedangkan bagi Anak yang telah
menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik
berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. Yang perlu di ingat dan diketahui
bahwa Pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir.
Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan
adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
5. Pekerja Sosial
6. Advokat
Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya adalah orang yang berprofesi
memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan, yang memenuhi
persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
7. Masyarakat
C. LATIHAN
Setelah anda membaca materi tersebut, kerjakan letihan di bawah ini :
D. RANGKUMAN
Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian
perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan
sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Dalam sistem
ini melibatkan peranan aparat penegak hukum mulai dari peranan kepolisian,
kejaksaan, dan hakim dalam proses penyelidikan-persidangan hingga putusan.
Dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan bahwa dalam
proses penyelidikan, penyidikan, dan peradilan adalah melibatkan penegak
hukum. khusus untuk kasus dengan pelaku pidana anak, diantaranya Penyidik
anak, penuntut umum anak, hakim anak, hakim banding anak hingga hakim kasasi
anak.
Peran pilar dalam sistem peradilan anak yakni : Penyidik, Penuntut Umum,
Hakim, , Pembimbing Kemasyarakatan , Pekerja Sosial dan Pembela serta
masyarakat dalam sistem peradilan pidana anak sangat penting agar dapat
memberikan keadilan kepada semua pihak baik kepada korban,pelaku maupun
masyarakat.Oleh karena itu Diversi dan Restoratf wajib diupayakan pada setiap
tingkatan.
E. EVALUASI
1. Bagamana tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak ?
F. TINDAK LANJUT
Apabila saudara telah mampu menjawab pertanyaan diatas dengan
benar, maka saudara telah memenuhi kriteria belajar tuntas. Namun apabila
belum, saudara dapat melakukan pendalaman kembali terhadap materi yang
A. KESIMPULAN
Sistem Peradilan Pidana Anak didefinisikan sebagai keseluruhan proses
penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap
penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 20istem Peradilan Pidana Anak menemberikan
amanah kepada bangsa Indonesia agar melindungi dan mengayomi Anak yang
berhadapan dengan hukum sehingga perlakuan terhadap anak tidak sama
dengan orang dewasa. Anak masih mempunyai masa depannya yang masih
panjang sehingga Undang Umdang ini memberi kesempatan kepada Anak untuk
mengikuti pembinaan,sehingga kelak diharapkan menjadi manusia yang mandiri,
bertanggung jawab, dan berguna baik bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat,
maupun bangsa dan negara.
B. TINDAK LANJUT
Untuk dapat memahami modul Analisa Situasi Anak Pelaku, Korban,
Saksi dan Gambaran Sistem Peradilan Pidana Anak maka fasilitator/pengajar
menyampaikan materi, mengajak peserta untuk berdiskusi dan memberikan latihan
pada peserta, sehingga setiap peserta akan mampu memahami Konsep Analisa
Situasi Anak Pelaku, Korban, Saksi dan Gambaran Sistem Peradilan Pidana Anak
dalam proses peradilan.
Di samping itu peserta juga diharapkan secara aktif membaca isi modul,
mengerjakan latihan, dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, baik dengan
dukungan belajar oleh fasilitator/pengajar, atau pembelajaran mandiri yang
dilakukan oleh peserta secara mandiri maupun berkelompok (peer group study).
Kemudian untuk menunjang pemahaman, peserta juga dapat mempelajari
referensi pembelajaran di luar modul terkait dengan permasalahan Anak Pelaku,
Korban, Saksi dan Sistem Peradilan Pidana Anak.
BAB 2
Soal :
2. Apa yang dimaksud dengan anak berhadapan dengan hukum, anak korban
dan anak saksi?
Jawaban :
2. Yang dimaksud dengan anak berhadapan dengan hukum, anak korban dan
anak saksi adalah :
“Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak, adalah
anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18
(delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.”
“Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut anak
korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang
mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang
disebabkan oleh tindak pidana.”
“Anak yang menjadi saksi tindak pidana yang selanjutnya disebut Anak
saksi adalah anak yang belum berumur 18 tahun yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan
/atau dialaminya sendiri.”
BAB III
Soal :
Kunci Jawaban :
BAB IV
Soal :
Jawaban :
a. Proses peradilan adalah proses yang asing, tidak dikenal, dan tidak
biasa bagi anak.
BAB V
Soal :
Jawaban :
Merujuk pada pemikiran Prof Muladi ini, tujuan sistem peradilan pidana
anak terpadu seharusnya ditekankan kepada upaya pertama (resosialiasi
dan rehabilitasi) dan ketiga (untuk kesejahteraan sosial). Dengan kata lain,
sistem peradilan pidana anak semestinya diletakkan dalam kerangka tujuan
sistem peradilan pidana dengan penekanan pada kebutuhan spesifik anak
yang berbeda dengan orang dewasa.
2. Peran pilar dalam sistem peradilan anak yakni: Penyidik, Penuntut Umum,
Hakim, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial dan Pembela serta
masyarakat dalam sistem peradilan pidana anak sangat penting agar dapat
memberikan keadilan kepada semua pihak baik kepada korban,pelaku
maupun masyarakat.Oleh karena itu Diversi dan Restoratf wajib diupayakan
pada setiap tingkatan.
Dini Wahyuni Harahap, ”Sistem Peradilan Pidana Yang Edukatif Terhadap Anak
Sebagai Pelaku Tindak Pindana, Jurnal Ilmiah USU, 2015, hal 20-28
Lilik Mulyadi, 2005. Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana, Bandung, PT.
Cipta Aditya Bakti.
Mia Kusuma Fitriani, SH. M.Hum, Peran Penegak Hukum dalam Undang-Undang
Sistem Peradilan Pidana Anak,http://www.academia.edu/8896225/
Peran_Penegak_Hukum_dalam_Undang-Undang_Sistem_
Peradilan_Pidana_Anak
Soetodjo, Wagiati, 2006, “Hukum Pidana Anak”. Bandung, PT. Refika Aditama.