Anda di halaman 1dari 100

JAKSA VS MAFIA ASET

1
JAKSA VS MAFIA ASET

Sanksi Pelanggaran Pasal 71


Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan per-


buatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau
Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan / atau denda
paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta), atau pidana penja-
ra paling lama 7 (Tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak
Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau
barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait seba-
gaimana dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana pen-
jara paling lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling banyak
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

2
JAKSA VS MAFIA ASET

3
JAKSA VS MAFIA ASET

JAKSA VS MAFIA ASET


Penulis:
Didik Farkhan Alisyahdi, SH., MH.

Cetakan Pertama: Agustus 2019

Gambar dan
Ilustrator sampul:
Muharrom

ISBN:
-

Editor:
Muhammad Abdul Qohhar, S.Sos.I., M.Si

Penerbit:
Blok Media Promosindo Press
(Member of BMG)

Didukung:
Yayasan Sedulur Pena (YSP)

Alamat:
Jalan KS Tubun Gg Srinayan No 3
Kelurahan Mojokampung, Kecamatan Kota,
Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur
Telp: (0353) 3412093
Email: blokpromosindo@gmail.com

4
JAKSA VS MAFIA ASET

Apresiasi
Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD., S.H., S.U

D
i kalangan masyarakat, ada kesan bahwa banyak
Jaksa kita yang kurang profesional. Bahkan lebih
dari itu, ada oknum Jaksa menyalahgunakan ke-
wenangan dalam penanganan perkara. Termasuk ikut
menyalahgunakan aset Negara.
Tetapi sebenarnya tidak semua Jaksa seperti itu.
Banyak yang jujur dan bekerja dengan baik, serta cukup
profesional. Didik Farkhan Alisyahdi diantaranya. Jaksa
karier yang bisa disebut sebagai contoh dari jaksa-jaksa
yang baik itu. Dia bekerja profesional, jujur dan penuh
dedikasi. Seperti terurai dengan benderang di dalam
buku ini, Kang DF tegas melawan korupsi dan berani
pasang badan untuk menghadapi mafia aset Negara.

*Ketua Mahkamah Konstitusi


periode 2008-2013

5
JAKSA VS MAFIA ASET

6
JAKSA VS MAFIA ASET

Pengantar Penulis

P
uji syukur kehadirat Allah S.W.T, serta salawat
dan salam tercurah kepada Nabi Besar Muham-
mad S.A.W, penulis dapat menyelesaikan buku
dengan judul, “Jaksa vs Mafia Aset”.
Buku ini merupakan yang keempat karya Penulis.
Berbeda dengan tiga buku sebelumnya yang temanya
“gado-gado”, kali ini berisi hanya satu tema besar. Yak-
ni seputar penyelamatan aset Negara yang dilakukan
Jaksa. Khususnya Jaksa di Jawa Timur.
Penulis mengangkat tema itu bukan tanpa alasan. Re-
kor penyelamatan aset Negara terbesar sepanjang sejar-
ah Kejaksaan dilakukan Jaksa Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Jawa Timur. Penyelamatan aset Yayasan Kas Pemban-
gunan (YKP) saja lebih Rp5 triliun. Belum lagi Gelora
Pancasila, Jalan Kenari, Jalan Upa Jiwa dan lain-lainnya.
Tulisan dalam buku ini 100% merupakan pengala-
man pribadi penulis saat menangani aset Negara.
Lika-liku, tantangan, ancaman dan godaan saat menye-
lamatkan aset Negara, penulis tuangkan dalam buku
ini. Semoga dapat menginspirasi semua pihak.
Sebenarnya, sebagian tulisan dalam buku ini sudah
7
JAKSA VS MAFIA ASET

ada yang penulis share di website pribadi penulis: didik-


farkhan.com. Namun, banyak pula yang belum sempat
penulis share, karena tulisan itu baru diselesaikan men-
jelang penerbitan buku ini. He he he...
Untuk menyelesaikan buku ini penulis harus “men-
curi-curi” waktu. Karena sulit membagi waktu di se-
la-sela kesibukan tugas sebagai Asisten Tindak Pidana
Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, peri-
ode 2017-2019.
Memang, sejak menjabat Kajari Sangatta, Kutai
Timur, Kalimantan Timur, tahun 2012-2014 penulis per-
nah “berikrar” ingin membuat satu buku untuk setiap
jabatan. Ketika itu di Sangatta penulis berhasil meny-
usun buku dengan judul, “SangattA, Catatan Seorang
Jaksa”.
Lalu saat menjabat Kepala Bagian (Kabag) Pengem-
bangan Pegawai di Kejaksaan Agung 2014-2015, satu
buku penulis luncurkan dengan judul, “55 Rekor di
Korps Adhyaksa”. Dan buku ketiga saat menjabat
Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya 2015-2017 dengan
judul “Jaksa 24 Jam”.
Dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucap-
kan terima kasih kepada Bapak Kajati Jatim Dr. Sunarta,
SH.MH yang berkenan memberikan sambutan di awal
buku ini. Juga, dukungan ekstra oleh Wakajati Bapak I
Made Suarnawan, SH.MH serta rekan Asisten dan kelu-
arga besar di Kejati Jatim.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada
Gubernur Jatim Bu Khofifah Indar Parawansa dan Wali
Kota Surabaya Bu Risma yang bersedia memberikan
testimoni/endorsement di buku ini.
Terakhir, terima kasih untuk yang tercinta istriku
Ery Yeniantiningtyas dan ketiga anakku Diffaryza Zaki
Rahman, Farryntya Noor Sabrina dan Farryzki Noor
8
JAKSA VS MAFIA ASET

Thoriq yang selalu mendorong penyelesaian buku ini.


Oh ya, paling terakhir terima kasih untuk CEO blok-
Media Group (blokBojonegoro.com/blokTuban.com)
Muhammad A. Qohhar yang selalu setia membantu se-
tiap penerbitan buku, termasuk “Jaksa Vs Mafia Aset”.

Surabaya, 23 Agustus 2019

Penulis
Didik Farkhan Alisyahdi, SH., MH.

9
JAKSA VS MAFIA ASET

10
JAKSA VS MAFIA ASET

Sambutan
Kepala Kejati Jatim

M
emang beda bila Jaksa itu mantan Wartawan.
Ada saja ide kreatifnya. Termasuk dalam pen-
erbitan buku ini. Ternyata pengalaman priba-
di Jaksa Didik Farkhan (baca: Kang DF) dalam melak-
sanakan tugas ditulis dengan gaya “bertutur” seperti
feature-nya seorang Jurnalis.
Sungguh menarik tulisan-tulisan Asisten Pidana
Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim ini.
Temanya pas dengan apa yang menjadi fokus dan lang-
kah Kejaksaan saat ini dan ke depan. Yaitu berjuang un-
tuk recovery aset Negara. Berjuang mengembalikan aset-
aset Negara dari tangan-tangan pihak swasta.
Sekali lagi saya sangat apresiasi terhadap penulis.
Dengan dibukukannya pengalaman-pengalaman penu-
lis dalam pengembalian aset Negara akan bisa mengin-
spirasi pihak lain. Minimal Jaksa lain yang menangani
kasus yang hampir sama. Atau terhadap instansi yang
memiliki aset Negara tapi dikuasai pihak lain. Bisa
mengikuti “cara” seperti yang diceritakan dalam buku
ini.
Pemilihan judul oleh penulis juga sangat menarik.

11
JAKSA VS MAFIA ASET

“Jaksa vs Mafia Aset”. Sungguh judul yang mampu


menggoda kita semua untuk membaca. Tulisan penulis
yang khas pendek, renyah dan menggelitik, saya rasa
juga akan membuat penasaran pembaca untuk “mela-
hap” habis semua tulisan di buku ini.
Akhir kata, saya mewakili Pimpinan Kejaksaan men-
gucapkan terima kasih atas segala upaya penulis untuk
menerbitkan buku ini. Dalam beberapa kesempatan
Pimpinan Kejaksaan juga selalu mendorong seluruh
warga Adhyaksa agar bisa berkarya dalam dunia menu-
lis.
Penerbitan buku ini diharapkan dapat memberi
sumbangan yang sangat berarti bagi Kejaksaan. Juga
seluruh masyarakat pemerhati Kejaksaan dan pemer-
hati dunia hukum lainnya. Sekali lagi selamat berkarya
Kang DF, dan ditunggu karya-karya selanjutnya.

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur


Dr. Sunarta, SH.MH.

12
JAKSA VS MAFIA ASET

Daftar ISI
Apresiasi Prof. Dr. M. Mahfud MD., S.H., S.U. 5
Kata Pengantar Penulis 7
Sambutan Kepala Kejaksaan Tinggi Jatim 11
Daftar Isi 13

Tangis Bu Risma dan Gelora Pancasila 15


Jalan Kenari yang Kembali 21
YKP: Rekor Penyelamatan Aset Terbesar di Indonesia 27
Telisik Tanah SDN Ketabang I yang Raib 35
Nekat, Tanah Bekas Kantor Kelurahan Dijual 39
Misteri Aset Kolam Renang Brantas 47
Modus Palsukan Surat 53
Tanah Waduk Disikat 57
Tukar Guling Bikin Pening 63
Satu Jalan Nyaris Jadi Kenangan 69
Penjual Aset Negara di Penjara Berhantu 73
Ruislag yang Tak Tuntas 79
Modus Sewa, Embat Kemudian 85
Balikin... Oh... Balikin Aset Gue 89

Tentang Penulis 95

13
JAKSA VS MAFIA ASET

14
JAKSA VS MAFIA ASET

Tangis Bu Risma
dan Gelora Pancasila

G
edung yang satu ini memang legendaris. Bisa dib-
ilang ikonik untuk Kota Pahlawan. Hampir semua
warga Surabaya tahu keberadaan gedung. Apalagi
warga yang lahir sebelum tahun 1970-an.
Gedung itu adalah Gelora Pancasila. Letaknya ada di tem-
pat strategis di tengah kota di Jalan Indragiri No. 6 Kota Sura-
baya. Menilik namanya, dapat dipastikan yang membangun
dan memberi nama pasti pihak Pemerintah. Kecil kemungk-
inan dari swasta.
Karena swasta pasti cenderung memberi dan memilih
nama yang kebarat-baratan. Misalnya awalan grand atau city.
Dan memang betul, saya membaca sejarah gedung itu
yang membangun Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim).
Diawali dengan surat Gubernur M. Wiyono selaku KOGOR
Daerah Jatim Nomor: 105/KOGOR/DT/B/64, tanggal 27
November 1964.
Gedung itu dibangun di atas tanah eigendom verpond-
ing atas nama De Stads Gemeente de Soerabaja. Atau di tanah
atas nama Pemerintah Kota Surabaya. Dulu tanah itu seluas
25.780 m2. Jadi masih menjadi satu dengan Lapangan Thor di
belakangnya yang juga sangat populer itu.

15
JAKSA VS MAFIA ASET

Gedung Gelora Pancasila selesai dibangun tahun 1966.


Langsung digunakan. Hanya saja tahun 1968 pengelolaan
gedung (baca sekali lagi: pengelolaan) diserahkan Gubernur
Jatim ke Yayasan Gelora Pancasila (YGP).
YGB ternyata sebuah yayasan yang pengurusnya banyak
diisi pejabat dan mantan pejabat pemerintah Provinsi Jatim.
Bisa dikatakan, YGP tempat kegiatan para pensiunan.
Entah bagaimana ceritanya saat YGB mengelola, awal ta-
hun 1989 gedung itu beralih ke pihak swasta. Yaitu PT Setia
Kawan Abadi (PT SKA). Pengakuan PT SKA, pihaknya telah
“membeli” dari yayasan. Praktis sejak saat itulah gedung dan
tanah itu dikuasai swasta.
Pemkot Surabaya melawan. Usaha Pemkot untuk
mendapatkan tanah Gelora Pancasila sebenarnya sangat
gigih. Maka, awal tahun 1990-an Pemkot berjuang mengaju-
kan hak atas tanah itu.
Perjuangan Pemkot berhasil. Hingga keluar sertifikat Hak
Pakai nomor: 39/Kelurahan Darmo. Ini berdasarkan surat
BPN Jatim Nomor: 070/HP/35/1993, tanggal 10 Pebruari
1993.
Namun rupanya Pemkot hanya menang di kertas. Punya
sertifikat tapi tidak menguasai fisik. Karena di lapangan di-
kuasai PT SKA.
Waktu berjalan. Begitu juga Walikota Surabaya terus ber-
ganti. Hingga tibalah Walikota dijabat Tr Rismaharini atau Bu
Risma sejak tahun 2011. Saat awal memerintah, ia mendapat
laporan bila banyak aset Pemkot Surabaya yang hilang, ter-
masuk Gelora Pancasila.
Marahlah Walikota Risma. Walikota perempuan pertama
di Surabaya itu pun bertekad mengembalikan aset-aset Neg-
ara yang hilang.
Namun apa daya, dalam beberapa gugatan di PTUN dan
gugatan Perdata, Pemkot banyak keoknya daripada menang.
Hingga di awal tahun 2016 saat saya masih sebagai Kepala

16
JAKSA VS MAFIA ASET

Kejaksaan Negeri (Kajari) Surabaya, saya didatangi “Ibune”


arek-arek Suroboyo itu. Ia melaporkan ada 11 aset Pemkot
yang hilang.
Bahkan begitu “menggebunya” Bu Risma ternyata juga
membuat laporan yang sama ke 20 instansi. Mulai ke Mabes
Polri, Kejagung, KPK, PPATK, OJK, KPPU, Ombusmen, Pol-
da Jatim, Kejati Jatim, Polrestabes Surabaya, dan lain-lain.
Saya ingat, saat itu semua instansi yang dilapori Bu Risma
turun tangan. Memanggil pelapor. Sehingga Bagian Hukum
Pemkot ibaratnya hari ini dipanggil Bareskrim, besok ke Ke-
jagung. Besoknya lagi di PPATK. Lusanya kedatangan tim
dari KPK dan seterusnya.
Kejari Surabaya sendiri setelah mendapat laporan
langsung bergerak. Saya perintahkan Kasi Pidsus saat itu
memanggil Pemkot sebagai pelapor. Datang Tim Pemkot
langsung dipimpin Bu Risma.
Saya suruh paparan satu persatu kronologis hilangnya
semua aset yang dilaporkan. Bu Risma sendiri yang me-
maparkan. Dan saya sendiri juga yang memimpin ekspose.
Saat itu saya putuskan yang ditangani dua aset dulu. Lah-
an di Jalan Upa Jiwa dan Waduk Wiyung. Karena tidak mun-
gkin langsung menangani 11 aset.
Hasilnya ces pleng. Kejari Surabaya berhasil menyelamat-
kan tanah berupa Jalan Upa Jiwa. Untuk waduk Wiyung
ternyata belum ada tipikornya, masih lebih ke tindak pidana
umum. Maka saran saya agar ditangani Polrestabes Surabaya.
Ketika saya pindah Kejati Jatim Sebagai Asisten tindak Pi-
dana Khusus (Aspidsus) 20 Oktober 2017, saya bertemu lagi
dengan laporan sisa aset yang hilang itu. Maklum Kejati Jatim
juga menerima laporan dari Pemkot Surabaya juga.
Di Kejati, saya terapkan strateginya yang sama. Agar
fokus ditangani dua aset dulu. Saya pilih Gelora Pancasila
dan tanah berupa jalan di Jalan Kenari. Hasilnya, lagi-lagi ces
pleng. Berhasil kedua aset itu balik ke Pemkot Surabaya.

17
JAKSA VS MAFIA ASET

Atas keberhasilan itu, 5 Juni 2018, Bu Risma mengundang


Kajati Jatim yang baru, Dr Sunarta dalam acara penyerahan
aset di lokasi gedung Gelora Pancasila.

WALIKOTA Surabaya Tri Rismaharini beserta jajaran Kejaksaan tengah berada


di Gelora Pancasila

Saya dan tim Jaksa Pidsus juga diundang. Ternyata diberi


Piagam Penghargaan oleh Walikota Surabaya, Risma. Karena
telah berhasil menyelamatkan dua aset “ikonik” Pemkot se-

DIDIK Farkhan mendapat penghargaan dari Walikota Surabaya Tri Rismaharini


karena prestasinya

18
JAKSA VS MAFIA ASET

nilai Rp200 Miliar.


Saat saya bertemu Bu Risma di gedung Gelora Pancasila,
saya lihat wajahnya sumringah. Bu Risma tidak bisa menyem-
bunyikan kegembiraannya menerima dua aset itu dari Kejati
Jatim.
“Ini sejarah besar bagi warga Kota Surabaya. Gelora Pan-
casila kembali ke Pemkot,” katanya dalam sambutan.
Disela-sela penyerahan itu Bu Risma bercerita kepada
saya, ia sempat meneteskan air mata begitu mendengar Kejati
Jatim berhasil menyelamatkan Gelora Pancasila.

KEJAKSAAN menyerahkan aset Gelora Pancasila kepada Pemkot Surabaya,


diwakili Walikota Tri Rismaharini

“Bahkan saya langsung lapor ke Bu Mega yang kebetulan


datang ke Surabaya. Bu Mega juga sempat meneteskan air
mata bersyukur,” kata Bu Risma.
Mengapa Bu Mega sangat respek tentang gedung Gelora
Pancasila? Lulusan Arsitek ITS itu menjelaskan, saat diban-
gun tahun 1964, Gelora Pancasila ada kaitan sejarah dengan
pemerintahan era Presiden Soekarno.
“Bahkan dulu saya ingat ada prasasti tanda tangan Pres-
iden Soekarno di gedung ini. Tapi tadi saya cari keliling, kok
ngga ketemu yo,” ujar Risma.

19
JAKSA VS MAFIA ASET

Bagi saya jujur, setelah acara penyerahan aset itu ada


perasaan turut senang dan bangga. Bahkan ada rasa terharu
juga. Minimal saya telah ikut membantu warga Surabaya ti-
dak kehilangan Gelora Pancasila.
Hanya satu kata pesanku untuk Bu Risma dan seluruh
warga Surabaya. Selamat ya. Silahkan digunakan gedungn-
ya. Dan jangan dialih-alihkan lagi ya, susah lho mengemba-
likannya. [Kang DF]

20
JAKSA VS MAFIA ASET

Jalan Kenari yang Kembali

T
anah itu berupa jalan umum. Luasnya 2.050 meter
persegi (m2). Ukurannya memanjang, yakni 8 meter x
257 meter. Letaknya juga sangat strategis. Ada di jan-
tung Kota Surabaya, dekat pusat perbelanjaan di kawasan
Jalan Tunjungan.
Letaknya yang sangat strategis itu membuat banyak pi-
hak yang “ngiler”. Ingin menguasai. Terutama dari kalangan
swasta yang sudah punya tanah dan gedung di sekitar jalan
tersebut. Hasrat tinggi ruislag alias tukar guling atau pelepas-
an (dijual).
Lho, memangnya boleh jalan umum dijual? Jawabnya
boleh. Tapi istilah halus ganti rugi pelepasan hak atas tanah.
Tentu ada beberapa syarat.
Meski boleh, sebenarnya menurut saya tidak lazim juga.
Masak pemerintah kok “tega” menjual tanah berupa jalan
umum. Apa memang sangat kekurangan uang sehingga sam-
pai menjual aset Negara.
Inilah anehnya di masa lalu itu. Seakan tidak ada rasa
malu melego jalan umum. Pemerintah gampang kena bujuk
rayu oleh pihak swasta tertentu.
Untuk aset Jalan Kenari, pihak swasta yang ngebet membe-

21
JAKSA VS MAFIA ASET

li adalah PT Sentral Tunjungan Perkasa (PT STP). Kebetulan


PT STP punya proyek super blok dan pusat perbelanjaan di
sekitar Jalan Kenari.

SUASANA lengang di Jalan Kenari, Kota Surabaya

Singkat cerita, tanggal 28 Mei 1997, PT STP mengajukan


permohonan penutupan Jalan Kenari kepada Pemkot Sura-
baya. Alasannya terkait rencana pembangunan proyek super-
blok.
Dalam surat dengan Nomor: 038/STP/V/97, tanggal 28
Mei 1997, pihak PT STP bahkan memohon agar Jl. Kenari
dapat ditutup secara permanen dan diberi hak memanfaat-
kan jalan tersebut mulai 21 Juli 1997- 21 Desember 1999.
Entah bagaimana ceritanya, sinyal-sinyal PT STP berhas-
rat menguasai jalan secara permanen “ditangkap” Pemkot.
Saat itu Pemkot dibawah Walikota Soenarto bersedia mele-
paskan asetnya itu. Maka dibentuk tim penaksir aset.
Setelah tim bekerja, memutuskan taksiran besarnya
ganti rugi pelepasan hak atas tanah Jl. Kenari sebesar Rp
4.231.318.000,- Empat miliar dua ratus tiga puluh satu juta
tiga ratus delapan belas ribu rupiah. Berita Acara Penaksiran
tertuang dalam surat Nomor: 011/44.2/402.1.04/97, tertang-

22
JAKSA VS MAFIA ASET

gal 5 Juni 1997.


Setelah terbit “harga” dari tim penaksir, dengan se-
mangat “45”, Walikota membuat surat ke Ketua Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Yakni surat Nomor:
593.82/1717/402.1.04, tertanggal 9 Juni 1997 dan isinya per-
mohonan persetujuan pelepasan hak atas tanah.
Tak kalah semangat dengan Pemkot, DPRD Kota Suraba-
ya juga langsung menyetujui dengan membuat Keputusan
DPRD Nomor: 45 Tahun 1997. Intinya setuju adanya pele-
pasan hak atas tanah Jalan Kenari dengan harga “akur” atau
sama seperti harga tim penaksir.
Sesuai Permendagri Nomor 4 Tahun 1979 tentang Pelak-
sanaan Pengelolaan Barang Pemerintah Daerah, pasal 34 jelas
menyebut pengalihan hak tanah yang dikuasai Pemda harus
ada izin tertulis Mendagri.
Dalam kasus Jalan Kenari, Pemkot Surabaya pun sebe-
narnya sudah mengajukan izin itu melalui Gubernur Jawa
Timur, dengan surat Nomor: 593.82/2030/402.1.04/97, tang-
gal 2 Juli 1997.
Dari sinilah permasalahan muncul. Izin dari Menteri Da-
lam Negeri tidak pernah terbit. Namun tiba-tiba Walikota
Surabaya Soenarto mengirim surat ke PT STP dengan nomor:
593.82/2804/402.1.04/98, tanggal 24 Juli 1998. Isinya agar PT
STP menyetorkan uang pelepasan ganti rugi tanah sebesar RP
4.231.318.000.
Dengan senang hati, PT STP selanjutnya menyetorkan
uang sebesar itu ke Kas Pemerintah Kota. Dengan catatan,
karena masih ada izin yang belum turun dari Mendagri, apa-
bila tidak diizinkan maka uang yang disetor dapat diambil
kembali.
Selanjutnya berbekal bukti penyetoran dan surat persetu-
juan Pemkot dan DPRD Kota Surabaya, pihak PT STP men-
gajukan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) ke Kantor
Pertanahan Kota Surabaya. Hasilnya dikabulkan. Walaupun

23
JAKSA VS MAFIA ASET

tanpa ada surat persetujuan dari Mendagri. Maka keluarlah


SHGB No.525/Kel. Genteng, Tahun 2002 atas nama PT. STP.
Ada yang janggal dalam penerbitan sertifikat HGB ini.
Luas tanahnya dibuat mengecil menjadi 1.731 m2. Mengapa?
Jawabnya hanya pemohon dan BPN lah yang tahu. Hanya
saja sesuai aturan di BPN, kalau tanah diatas 2.000 m2 ha-
rus persetujuan Kanwil. Kalau di bawah itu cukup BPN Kota.
Mungkin dalam rangka itu he he he...
Kembali ke persoalan penjualan Jalan Kenari ini, pada ta-
hun 2005 prosesnya disorot publik. Masyarakat menghenda-
ki pembatalan penjualan jalan itu. Apalagi pimpinan Pemkot
telah beganti. Walikota Soenarto digantikan Bambang DH,
Wakil Walikota karena Soenarto meninggal dunia.
Di tubuh Pemkot, penjualan Jalan Kenari tanpa izin
Mendagri kembali menimbulkan gejolak. Puncaknya Wa-
likota Bambang DH tahun 2009 minta pembatalan SHGB atas
nama PT STP. Kantor Pertanahan Surabaya minta petunjuk
Kantor Wilayah BPN Jawa Timur yang diteruskan ke BPN
Pusat. Intinya mohon petunjuk penyelesaian permasalahan
Jalan Kenari.
Tak kalah garang, DPRD Kota Surabaya Tahun 2010 gil-
iran mengajukan Hak Angket. Intinya agar membatalkan
Keputusan DPRD sebelumnya yang menyetujui pelepas-
an hak atas tanah. Ya, keputusan DPRD No. 45 Tahun 1997
disoal, agar dibatalkan.
Setelah itu sejak 2011 Pemkot di bawah Walikota Risma
berkali-kali berkirim surat ke BPN untuk pembatalan SHGB
atas tanah Jalan Kenari itu. Surat dilayangkan berturut-turut
tahun 2012 hingga 2014, namun tidak ada jawaban.
Puncaknya Walikota Risma minta bantuan Komi-
si Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan surat Nomor:
590/148/436.1.2/2014, tanggal 10 Januari 2014. Perihal
dukungan atas upaya mempertahankan aset berupa Jalan Ke-
nari, Kota Surabaya.

24
JAKSA VS MAFIA ASET

KPK langsung menanggapi permintaan Walikota itu.


Tetapi melalui tim penertiban aset pada Bidang Pencegahan,
bukan Bidang Penindakan. Hasilnya, tidak mempan juga.
Sertifikat tidak berhasil dibatalkan. PT STP tidak bergeming
menyerahkan tanah berupa jalan itu, bahkan tetap menutup
permanen.
Hampir tiga tahun sejak laporan ke KPK tidak ada hasil,
pada tahun 2017 Walikota Risma akhirnya “mengobral” surat
pengaduan. Ada 31 institusi dikirimi surat pengaduan.
Tercatat antara lain kepada Ombusmen, Kapolri, Jaksa
Agung, Menteri Agraria, Mendagri, Kajati Jatim, Kanwil BPN
Jatim, Kapolda Jatim, KPPU, Kajari Surabaya, Kapolrestabes
Surabaya, BPN Kota Surabaya. Semua “diwaduli” Walikota
Risma. Dan semua menanggapi dengan membuat tim turun
ke Surabaya.
Saya pada waktu itu, tepatnya Bulan Oktober 2017 baru
dilantik sebagai Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus)
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. Begitu masuk, ada disposi-
si surat pengaduan ke Kejati dan diturunkan ke Aspidsus.
Segera saya tindak lanjuti. Tim dibentuk untuk menelaah
pengaduan. Kemudian saya keluarkan surat penyelidikan.
Tim Penyelidik segera bekerja mulai awal tahun 2018.
Semua pihak diperiksa. Mulai dari pejabat di Pemkot Suraba-
ya, PT STP dan BPN Kota Surabaya. Rupanya pihak PT STP
sudah berganti pemilik. Sahamnya telah beralih ke investor
baru.
Ketika investor baru itu dipanggil dan diberitahukan per-
masalahannya, pihak investor baru itu menyadari kekeliruan
PT STP sebelumnya. Dengan keputusan direksi, akhirnya PT
STP “baru” menyatakan menyerahkan kembali Jalan Kenari
ke Pemkot Surabaya. Bahkan menghibahkan uang sebesar Rp
4.231.318.000,- yang sudah dititipkan ke Kas Pemkot kepada
Pemkot.
Berkat “tangan dingin” Kejati, akhirnya aset berupa Jalan

25
JAKSA VS MAFIA ASET

Kenari itu sudah kembali ke pangkuan Pemkot. Saat diaprais-


al tahun 2018, nilainya sudah menjadi Rp17 miliar.
Kajati Jatim Sunarta langsung menyerahkan aset tersebut
ke Pemkot Surabaya. Pemkot mengajukan sertifikat Hak Pa-
kai dan telah keluar. Akhirnya penyelidikan atas kasus Jalan
Kenari dihentikan, sebab pihak yang memberikan izin sudah
meninggal dunia.

JALAN Kenari, Kota Surabaya, yang sudah kembali menjadi aset


Pemkot Surabaya
Penyelesaian Jalan Kenari dengan cepat oleh Kejati Jatim
berbuntut apresiasi. Masyarakat Surabaya diwakili Walikota
Tri Rismaharini atau Bu Risma pada 5 Juni 2018 memberikan
piagam penghargaan kepada anggota Tim Peyeilidik. Terma-
suk saya sebagai Aspidsus Kejati Jatim.
Saat pemberian piagam ada beberapa pejabat Pemkot tan-
ya ke saya. “Pak Didik dukunnya dimana? Kami mau dong
dikasih alamat dukunnya. Kok sakti amat. Sekali panggil kok
ces pleng. Langsung aset kembali,” gurau mereka.
Saya pun menjawab ada. Punya dukun sakti dari Bojone-
goro. Sambil berkelakar, saya tulis alamat dukunnya. Saya
tulis alamat rumah saya yang di Bojonegoro). Berikut nomor
HP dukun, yang saya tulis juga nomor HP saya..he he....
“Nama dukunnya Kang DF,” kata saya ngakak.... [Kang
DF]
26
JAKSA VS MAFIA ASET

YKP:
Rekor Penyelamatan Aset
Terbesar di Indonesia

S
iang itu, Kamis, 18 Juli 2019. Di Aula Kantor Kejak-
saan Tinggi (Kejati) Jatim Jalan A. Yani, Kota Surabaya.
Walikota Surabaya Tri Rismaharini tiba-tiba menangis
tersedu. Air matanya bercucuran. Sebuah tangis gembira.
Ya, kegembiraan “Ibune Arek-arek Suroboyo” itu seper-
tinya di puncak. Benar-benar puncak. Sebab, perjuangan pan-
jangnya agar aset Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dan PT
YEKAPE kembali ke Pemkot Surabaya, akhirnya berhasil.
Hari itu, Walikota Risma secara simbolis menerima aset
YKP dan PT YEKAPE dari Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa
Timur Dr Sunarta. Nilainya lebih dari Rp5 triliun. Fantastis.
Penyerahan itu dilakukan setelah Kejati Jawa Timur berhasil
“menyelamatkan” aset itu dari pihak yang selama ini men-
guasainya.
Yang menarik, setelah acara penyerahan aset, Bu Risma
diberi waktu untuk testimoni. Tentang upaya-upaya apa saja
yang pernah dilakukan untuk penyelamatan aset. Termasuk
aset YKP. Namun, saat akan memberikan testimoni Bu Risma
tiba-tiba mulutnya terkunci. Tubuhnya panas dingin.

27
JAKSA VS MAFIA ASET

KANTOR Yayasan Kas Pembangunan (YKP) Kota Surabaya


yang berada di Jalan Sedap Malam

Ia mengaku masih nervous. Karena tidak percaya bila aset


YKP dan PT YEKAPE bisa kembali. Maklum ia mengaku
hampir frustasi. Karena selalu gagal meski sudah melapor
kesana-kemari.
Sudah puluhan kali ia dipanggil dan diperiksa oleh beber-
apa instansi yang dilapori. Namun hasilnya nihil. Kembali
Pemkot Surabaya gigit jari.
Acara penyerahan aset YKP ke Pemkot Surabaya hari itu
terasa istimewa. Karena disaksikan langsung Gubernur Jatim
Khofifah Indar Paranwansa. Juga seluruh Bupati/Walikota,
Kajari dan Kepala Pertanahan se Jawa Timur.
Lebih istimewa lagi, momen penyerahan aset YKP juga
dilangsungkan deklarasi. Seluruh Kepala Daerah Bupati/
Walikota sepakat untuk bergerak bersama menyelamatkan
aset Negara.
Dipimpin Kajati Jatim Sunarta dan Gubernur Jatim Khofi-
fah Indar Parawansa dibuat tagline deklarasi. “Bersama Jak-
sa, Ayo Selamatkan Aset Negara”.
Deklarasi yang dipelopori Kajati Jatim itu merupakan per-
tama kali di Indonesia. Maklum untuk urusan penyelamatan
28
JAKSA VS MAFIA ASET

DEKLARASI Gubernur, Bupati/Walikota, Pejabat di Kejati dan lain-lain,


“Bersama Jaksa, Ayo Selamatkan Aset Negara”.

aset, prestasi Kejati Jatim patut diancungi jempol.


Mulai dari penyelamatan Gelora Pancasila senilai Rp183
miliar, Jalan Kenari senilai Rp17 miliar, 7 hektar tanah dari PT
Abbatoir Rp26 miliar dan aset YKP ini saja, sesuai hitungan
buku (belum harga pasar) ditaksir aset lebih Rp5 triliun.
Ini sebuah angka penyelamatan aset Negara terbesar
sepanjang sejarah Kejaksaan. Terutama aset YKP ini. Kalau
aset YKP dihitung dengan harga pasar bisa tembus dua kali
nilai buku. Yakni, lebih Rp10 triliun. Wowww....
Bicara kasus aset YKP, sebenarnya sudah pernah beber-
apa kali mencuat. Bahkan tahun 2011, DPRD Kota Surabaya
pernah menggunakan hak angket. Semua pihak yang terkait
YKP sudah diundang ke kantor DPRD Surabaya.
Hasilnya, saat itu Pansus Hak Angket yang diketuai Adis
Kadir (sekarang anggota Komisi 3 DPR RI) memberikan re-
komendasi agar YKP dan PT YEKAPE diserahkan ke Pemkot
Surabaya. Karena memang keduanya adalah aset Pemkot.
Namun pengurus YKP menolak menyerahkan.
Seperti diketahui, berdasarkan catatan sejarah dan do-
kumen, Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dibentuk oleh

29
JAKSA VS MAFIA ASET

Pemkot Surabaya tahun 1954. Seluruh modal dan aset awal


berupa tanah sebanyak 3.048 persil tanah Pemkot, asal tanah
Eigendom Verponding. Tahun 1971 juga ada suntikan modal
Rp15 juta dari Pemkot.
Bukti YKP itu milik Pemkot, sejak berdiri ketua YKP selalu
dijabat rangkap oleh Walikota Surabaya. Hingga tahun 1999
dijabat Walikota Soenarto. Juga tiap tahun ada audit dari In-
spektorat Kota. Begitu juga tiap tahun menyetor keuntungan
ke APBD Surabaya.
Berawal dari ketentuan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Otonomi Daerah. Seorang Kepala Daerah tidak boleh rang-
kap jabatan. Ahirnya, tahun 2000 Walikota Surabaya saat itu,
Soenarto mengundurkan diri dan menunjuk Sekda Yasin se-
bagai Ketua YKP.
Namun, tiba-tiba tahun 2002, Walikota Soenarto menun-
juk dirinya lagi dan sembilan orang pengurus baru memimp-
in YKP. Dari sinilah awal petaka itu. Sembilan orang yang
ditunjuk itulah yang selanjutnya “membajak” YKP.
Sejak saat itu, dibawah pengurus baru itu mengubah AD/
ART YKP. Kemudian secara perlahan dan melawan hukum
“memisahkan” diri dari Pemkot. Padahal sampai tahun 2007,
YKP sebagai organ dari Pemkot masih setor ke Kas daerah
Pemkot Surabaya. Juga masih rutin diaudit oleh Inspektorat
Pemkot.
Namun setelah itu YKP dan PT YEKAPE (PT yang diben-
tuk YKP) berjalan seolah diprivatisasi oleh pengurusnya.
Hingga asetnya terus berkembang karena bergerak di bidang
properti mencapai triliunan rupiah.
Yang tidak bisa diterima akal, YKP yang merupakan
“anak” dari Pemkot, beberapa kali berseteru dengan “Emak-
nya,”. Kantor Satpol PP yang sudah ditempati sejak Indone-
sia merdeka oleh Pemkot digugat YKP. Anehnya, mereka
menang di tingkat Peninjauan Kembali (PK) dalam gugatan
perdata.

30
JAKSA VS MAFIA ASET

Inilah yang membuat Walikota Risma meradang. Ia mel-


apor kesana-kemari agar YKP kembali ke pangkuan Pemkot.
Bu Risma menenteng laporan sendiri ke beberapa penegak
hukum. Namun hasilnya gagal. Hingga akhirnya pada awal
2019 Bu Risma melapor ke Kejati Jatim.
Saat itu laporan diterima Pidsus Kejati. Saya sebagai
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) kembali tertantang un-
tuk menyelamatkan aset Negara. Sebab, sebelumnya berha-
sil mengembalikan GOR Gelora Pancasila, Jalan Kenari, dan
tanah 70.000 m2 dari PT Abbatoir dan Jalan Upa Jiwa di Sura-
baya.
Setelah mempelajari anatomi kronologis “pisahnya” YKP
dari Pemkot, saya dan Tim Jaksa penelaah sepakat dinaikkan
ke tahap penyelidikan. Saya tunjuk empat Jaksa senior. Beker-
jalah tim itu dengan cepat. Hanya sebulan setelah memeriksa
beberapa pihak dan dokumen yang ada, saya dan tim sepakat
naik ke penyidikan.
Saat ekspose, saya dan tim sudah menemukan dua alat
bukti. Dari saksi-saksi dan surat-surat. Ditambah keterangan
ahli keuangan Negara, Siswo Sujono, yang meyakinkan ada
kerugian Negara. Beberapa perbuatan melawan hukum juga
sudah ditemukan.
Saat menaikkan ke penyidikan itu terjadi di akhir bulan
Mei 2019. Beberapa hari menjelang Idul Fitri. Karena kasus
besar, Tim Penyidik saya tambah menjadi 11 Jaksa. Seluruh
Jaksa struktural di Pidsus saya masukkan sebagai anggota
tim.
Karena menjelang lebaran, tidak memungkinkan melaku-
kan kegiatan penyidikan, akhirnya saya perintahkan tim agar
mengajukan dulu surat permohonan izin menggeledah kan-
tor YKP dan PT YEKAPE ke Pengadilan Negeri Surabaya.
Oleh Ketua PN Surabaya disetujui. Jadi kami sudah men-
gantongi izin penggeledahan sebelum hari Raya Idul Fitri.
Meski pelaksanaan penggeledahan akan dilaksanakan setelah

31
JAKSA VS MAFIA ASET

libur bersama Idul Fitri.


Selanjutnya, ketika hari pertama masuk kerja usai lebaran,
Tim Penyidik saya kumpulkan lagi. Saya ajak rapat serius
sekali. Karena saya akan membagi tim menggeledah serentak
di dua tempat.
Lalu siapa yang akan mengawal tim penyidik saat akan
melakukan penggeledahan? Ada yang usul Polisi. Ada yang
usul Garnisun. Berarti Tentara.
Yang usul Tentara beralasan, salah satu pengurus YKP
adalah mantan tentara yang saat itu pernah menjadi anggota
DPRD Kota Surabaya dari Fraksi TNI/Polri. “Jadi kita gan-
deng Garnisun saja,” katanya.
Saya setuju. Kemudian melapor Pak Kajati juga disetu-
jui. Tim langsung membuat surat permohonan ke Panglima
Kodam V Brawijaya. Disetujui pula. Ciamik, kerjasama yang
luar biasa. Tentara dan Jaksa.
Tibalah saatnya hari “penyerbuan” eh penggeledahan
datang. Tepatnya hari Selasa, 12 Juni 2019 pagi, kami dikawal
enam tentara gabungan, dua Angkatan Darat, dua dari An-
gkatan Laut dan dua dari Angkatan Udara menuju sasaran.
Dua kantor YKP dan PT YEKAPE yang letaknya hanya berja-
rak 900 meter itu mendadak kami geledah.
Karyawan dan pimpinan YKP dan PT YEKAPE tidak
menduga ada penggeledahan. Kami dengan mudah berhasil
menemukan dokumen-dokumen penting. Seluruh komputer
yang ada, terutama berisi laporan keuangan berhasil diklon-
ing oleh Tim IT. Sukses besar penggeledahan itu.
Hari kedua, giliran kami mengajukan cegah tangkal untuk
lima pengurus YKP dan PT YEKAPE yang selama ini menjadi
“otak” terpisahnya aset YKP dari Pemkot. Kenapa lima bu-
kan sembilan? Karena yang empat sudah meninggal dunia.
Surat cekal kami ajukan ke Asintel Kejati Jatim. Lalu
diteruskan ke Jaksa Agung Muda Intelijen. Baru berlanjut ke
Imigrasi. Sah, sudah cekal lima pengurus.

32
JAKSA VS MAFIA ASET

Hari ketiga, giliran melakukan pemblokiran. Seluruh bank


yang ada di Surabaya kami kirimi surat blokir bila ada rek-
ening atau deposito milik YKP atau PT YEKAPE. Akibatnya
“ces pleng”, langsung lumpuh operasional YKP maupun PT
YEKAPE.
Beberapa kali ada usaha pencairan dalam jumlah besar.
Pertama Rp30,2 miliar dan kedua Rp13,8 miliar. Semua pen-
cairan dapat digagalkan berkat informasi dari Pusat Pelapo-
ran dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Gerakan super cepat dan langsung membuat lumpuh op-
erasional YKP dan PT YEKAPE berefek mantab. Saat pemer-
iksaan, para pengurus angkat bendera putih. Menyerah. Ber-
sedia mengundurkan diri dan menyerahkan aset seluruhnya
ke Pemkot Surabaya.
Proses pengunduran diri pengurus YKP lama sudah
dilakukan. Organ Yayasan: mulai dari Pembina, Pengurus
dan Pengawas saat ini sudah diganti orang baru. Semua ber-
asal dari Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkot Surabaya.
Resmi sudah YKP kembali ke pangkuan Pemkot Suraba-
ya. Untuk PT YEKAPE juga sudah Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS). Direksi dan Komisaris lama juga diganti. Yak-
ni dengan orang-orang pilihan Pemkot Surabaya.
Kembali ke acara seremoni penyerahan aset. Ada catatan
saya, setelah Bu Risma memberi testimoni. Walikota perem-
puan pertama di Surabaya itu kembali ke meja undangan.
Kebetulan saya duduk satu meja. Dengan guyon saya tantang
Bu Risma.
“Bu Risma, apakah masih ada aset Pemkot yang dikuasai
pihak ketiga? Ayo bawa sini Bu.... Mumpung saya belum pin-
dah,” kata saya sambil senyum-senyum.
Ternyata jawaban Bu Risma bukan masalah aset di Sura-
baya. Bu Risma ganti menantang saya. “Pak Didik kan sudah
dapat SK promosi ke Kejagung. Di Jakarta saya yakin sudah
menanti banyak aset Negara dikuasai swasta. Ayo terapkan

33
JAKSA VS MAFIA ASET

seperti yang di Surabaya,” tantang Bu Risma.


Makjleb. Saya langsung terdiam. Membayangkan aset di
Jakarta. Pasti lebih besar nilainya. Lebih banyak “genderowo”
nya. Mafiosonya. Lebih ruwet penyelesaiannya.
Dan satu lagi yang penting. Apakah di Jakarta ada pel-
apor yang seperti Bu Risma? Super ngotot soal aset. Dan tah-
an banting, tahan godaan he he...
Satu cerita lagi soal YKP. Saat upacara HUT Kemerdekaan
RI di Balaikota Surabaya, 17 Agustus 2019, saya dan Tim
Penyidik diundang Walikota Surabaya. Ternyata diberi piag-
am penghargaan. Dinilai telah berjasa untuk warga Surabaya.
Tentu ada kebanggaan, pekerjaan kami diapresiasi. Ma-
suk catatan sejarah penyelamatan aset Kota Surabaya. Satu
persatu nama kami dipanggil ke depan dan diberi piagam.
“Saudara Didik Farkhan, Trimo, Aji Prasetyo, Antonius
Despinola, Endang Tirtana, Arif Koerniawan, Ida Mudji, Hari
Suryono, Zaini Ribut, Muklis, Teguh Basuki dan Tri Margo-
no...”.
Jujur, ada rasa haru dan bangga. Terima kasih warga Sura-
baya atas apresiasinya. Sekaligus Saya pamit pindah tugas ke
Ibukota, Jakarta. Da..da..da.. Bu Walikota... Da..da..da.. Arek-
arek Surabaya. Da..da..da.. YKP he he he. [Kang DF]

KEPALA Kejati Jatim menyerahkan aset Yayasan Kas Pembangunan (YKP)


Kota Surabaya kembali ke Walikota Surabaya disaksikan Gubernur Jatim

34
JAKSA VS MAFIA ASET

Telisik Tanah
SDN Ketabang I yang Raib

P
emerintah Kota Surabaya memiliki aset berupa tanah
dan bangunan SDN Ketabang I/288. Terletak di Jalan
Ambengan 29 Kota Surabaya. Luasnya 2.464 m2. Seja-
rahnya dulu, SD ini hasil “merger” SDN Ketabang I dan II.
Lebih jauh lagi, sebelum jadi SDN Ketabang I dan II, awal-
nya sekolah itu bernama Sekolah Rakyat (SR) Ambengan.
Beroperasi sejak tahun 1948. Jadi praktis mulai Indonesia
Merdeka, tanah itu sudah berdiri sekolahan.
Mulai dulu SDN Ketabang I termasuk sekolah legendaris
di Surabaya. Alumninya banyak yang menjadi “penggede”
di Negeri ini. Mantan Wakil Presiden Tri Sutrisno adalah
salah satu alumni SD ini. Ada juga Wardiman, mantan Men-
teri Pendidikan dan Kebudayaan di zaman Orde Baru. Serta
mantan Kadis Pendidikan Jawa Timur, Harun.
Namun, dibalik kehebatan alumninya itu, ternyata tidak
berbanding lurus dengan “nasib” tanah dan gedung SDN Ke-
tabang. Statusnya “ngenes”. Tanahnya diserobot pihak lain.
Pihak swasta. Bahkan “diam-diam” penyerobot itu berhasil
mensertifikatkan tanah itu. Lho kok bisa?
Adalah seorang perempuan bernama Setiawati Soetanto.
Tiba-tiba mengklaim tanah SDN Ketabang I itu miliknya.

35
JAKSA VS MAFIA ASET

Alasannya ia membeli seritifikat Hak Guna Bangunan (HGB)


Nomor: 565 sisa dengan surat ukur 1951 No. 341 atas nama
Perkumpulan Pendidikan dan Pengadjaran Kristen “Petrus”
(PPPK Petrus).
Klaim Setiawati Soetanto itu tentu bertentangan den-
gan Pemkot Surabaya. SDN Ketabang telah tercatat sebagai
aset Pemkot dalam sistem Manajemen Barang Milik Daerah
(Simbada) Pemkot Surabaya. Tercatat dalam register Nomor:
2348808 dan 2351955.
Anehnya, klaim Setiawati “diamini” pihak Kantor Per-
tanahan Surabaya II. Kepala Kantor Pertanahan mengabulkan
permohonan sertifikat atas nama Setiawati, meski Setiawati
tidak pernah menguasai secara fisik. Hingga keluar Sertifikat
Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor: 633/Kel. Ketabang, Ta-
hun 1992.
Aneh memang dengan penerbitan SHGB itu. Terutama
saat pengukuran tanah apakah petugas ukur Kantor Pertana-
han tidak tahu tanah itu berdiri sebuah sekolahan? Karena
berdasarkan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang
pendaftaran tanah: mutlak diatur pemohon harus menguasai
secara fisik tanah yang dimohonkan.
Sementara faktanya: yang menguasai fisik adalah Pemkot
Surabaya. Dalam hal ini Dinas Pendidikan Kota Surabaya.
Karena lahan SD itu berupa sekolahan, mustahil Setiawati
menguasai secara fisik. Namun nyatanya surat penguasaan
fisik itu Setiawati punya. Alias ada untuk persyaratan penga-
juan sertifikat.
Meski Setiawati mengantongi SHGB, ternyata dia tidak
bisa “ngapa-ngapain” tanahnya. Karena obyek tetap dipakai
proses belajar mengajar di SDN Ketabang I/288. Maka, mes-
ki dia berusaha menawarkan untuk dijual, tidak ada satupun
calon pembeli yang berani menawar. Karena masih sengketa.
Lalu mau membangun di tanah itu juga tidak akan pernah
bisa. Karena, pihak Pemkot tidak akan pernah mengeluarkan

36
JAKSA VS MAFIA ASET

IMB. Jadi sebenarnya Setiawati hanya menang “kertas” saja.


Meski dia tidak bisa menjual atau mengolah tanahnya, Seti-
awati pantang menyerah.
Ia tetap bertahan dan melawan Pemkot Surabaya. Bah-
kan sampai SHGB yang dimiliki Setiawati waktunya habis,
ia terus melawan. Waktu HGB memang hanya berlaku 20 ta-
hun. Jadi sejak tahun 2012 SHGB SDN Ketabang atas nama
Setiawati telah berakhir. Pihak Kantor Pertanahan tidak mau
memperpanjang.
Pasalnya, ketika Setiawati akan memperpanjang SHGB,
Kantor Pertanahan Surabaya II mendapat surat “cinta” dari
Pemkot Surabaya. Pemkot menyatakan tanah SHGB 633/Ke-
tabang adalah milik Pemkot.
Setiawati akhirnya mengajukan gugatan ke Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya dengan nomor regis-
ter perkara: 110/G/2012/PTUN.Sby. Putusan sampai upaya
hukum Peninjauan Kembali (PK) memenangkan Setiawati.
Intinya memerintahkan Kantor Pertanahan agar memperpan-
jang HGB 633/Ketabang atas nama Setiawati Soetanto.
Dalam gugatan perdata, Pemkot juga “bertempur” mela-
wan Setiawati. Di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Pemkot
kembali dikalahkan. Begitupun dalam putusan banding. Saat
ini Pemkot hanya bisa berharap ada keajaiban putusan Ka-
sasi.
Melihat putusan PTUN dan perdata yang kurang men-
guntungkan itu, Pemkot melaporkan dari perbuatan tindak
pidana korupsi. Laporan langsung ditanda tangani Walikota
Risma.
Laporan ini dilakukan saat masa akhir saya menjadi Kepa-
la Kejaksaan Negeri (Kajari) Surabaya. Sekitar Agustus 2017.
Saat itu saya tugaskan tim di Seksi Intelijen untuk melakukan
penyelidikan intelijen. Semua pihak sudah diperiksa terma-
suk Setiawati. Hasilnya masih buntu.
Setiawati tidak mau menyerah. Masih “ngeyel” saja se-

37
JAKSA VS MAFIA ASET

bagai pembeli dari PPPK Petrus. Sampai akhirnya saya pin-


dah sebagai Aspidsus Kejati Jatim Oktober 2017. Kasus itu
belum kelar. Karena ternyata dalam waktu bersamaan Bu
Risma juga melapor ke Polda Jatim. Polda memprosesnya da-
lam perkara pidana umum yaitu pemalsuan surat. Pasal 263
atau 264 KUHP. Hingga akhirnya Intel Kejari pun mundur
dulu teratur.
Agar kasus SDN Ketabang tuntas memang perlu “obat”
pidana khususnya. Ya, untuk pidana korupsinya, sebenarnya
saya sudah punya rencana. Laporan korupsi Setiawati dalam
kasus SDN Ketabang ditarik ke Kejati Jatim. Namun karena
kesibukan menangani Kasus YKP dan PT DOK dan lain-lain,
maka belum sempat menarik kasusnya. Bahkan sampai SK
pindah saya ke Kejagung keluar.
Memang, Tim Pidsus belum sempat saya bentuk. Namun
beberapa kali kasus SDN Ketabang ini sudah saya diskusikan
di Pidsus Kejati. Ada Jaksa yang usul, “Biarkan kasus ini di-
tangani Polda untuk perkara pidumnya: pemalsuan surat.
Kalau mentok baru Kejati bertindak untuk perkara korupsin-
ya.”
Saya pun berkelakar dihadapan Jaksa Pidsus. “Yo ... wis
ini PR untuk Aspidsus yang baru saja. Biarkan saya pindah,
dulu. Wayahe...wayahe...,” kata saya sedikit lemas, karena be-
lum berhasil menyelesaikan tanah SDN Ketabang ini. Kali ini
saya nyuwun sepuro ya.....Warga Suroboyo. [Kang DF]

SDN Ketabang I/288


aset Pemkot Surabaya
yang sampai sekarang
masih sengketa dan
belum kembali

38
JAKSA VS MAFIA ASET

Nekat, Tanah Bekas Kantor


Kelurahan Dijual

A
set Negara bila tidak “diopeni” (baca:di-
urus) pasti ada pihak ketiga yang “ngope-
ni” (mengklaim). Ini seperti yang terjadi
atas tanah dan bangunan bekas kantor Kelurahan
Rangkah, Kecamatan Tambaksari, Kota Surabaya.
Kantor Kelurahan itu berupa bangunan seluas
194,82 m2 yang berdiri di atas tanah seluas 537 m2.
Letaknya berada di Jalan Kenjeran 254 Surabaya.
Jadi termasuk tanah yang strategis. Tanah di ping-
gir jalan besar.
Awal kejadian, bermula tahun 1999. Ketika
kantor Kelurahan Rangkah pindah ke bangunan
baru di Jalan Alun-alun Rangkah. Bangunan lama
kemudian dibiarkan mangkrak. Tidak lagi diurus
oleh Lurah Rangkah maupun Pemerintah Kota
Surabaya.
Tampaknya setelah “boyongan” konsentrasi
seluruh perangkat kelurahan fokus di tempat kan-
tor baru. Kantor lama diabaikan. Tak terurus. Ha-
nya dipasrahkan ke penjaga kantor kelurahan ber-
39
JAKSA VS MAFIA ASET

nama Suwadi.
Nah disini juga awal kisahnya. Masalah mulai
muncul ketika Suwadi meninggal dunia. Ada anak
Suwadi bernama Soendari mulai membangun
warung di bagian depan kantor kelurahan lama.
Soendari merasa nyaman tinggal di sana. Akhirnya
bekas kantor itupun ditinggali bersama suami dan
anak-anaknya. Dipakai rumah.
Ketika ada pembebasan pelebaran akses Jem-
batan Suramadu tahun 2004, bangunan warung
yang berada di depan lahan kelurahan itu kena
proyek. Pemkot memberi ganti rugi sebesar Rp126
juta untuk bangunan, bukan tanahnya. Namun So-
endari menolak menerima. Minta empat kali lebih
besar.
Akhirnya uang ganti rugi dari Pemkot itu dititip-
kan (konsinyasi) ke Pengadilan Negeri Surabaya.
Sampai sekarang uangnya belum diambil Soendari.
Karena Soendari minta lebih besar lagi.
Hanya saja, meski tidak mau mengambil uang
konsinyasi, rupanya Soendari punya rencana besar.
Maka, ketika mendengar akan ada proyek peleba-
ran jalan Suramadu, tahun 2003 dia melihat celah.
Akan menguasai tanah itu.
Untuk langkah itu, Soendari mengajukan per-
mohonan peta bidang ke Kantor Pertanahan Sura-
baya II. Alhasil permohonan itu diproses. Petugas
Kantor Pertanahan pun langsung mengukur dan
menerbitkan surat peta bidang atas tanah itu den-
gan pemohon Soendari.
Dalam kasus ini sebenarnya ada kelalaian pihak
Kantor Pertanahan. Karena mengeluarkan peta
bidang atas nama Soendari di tanah milik Pemkot.
Masalahnya mungkin karena tanah bekas kantor
40
JAKSA VS MAFIA ASET

kelurahan Rangkah itu belum ada sertifikatnya.


Jadi data di Kantor Pertanahan masih belum ada
hak apapun di atas tanah itu.
Pemkot Surabaya juga teledor. Selama ini tidak
segera mensertifikatkan semua asetnya. Padahal
menurut catatan, lahan tanah bekas kelurahan itu
dibeli Pemkot Surabaya sejak zaman Belanda, yaitu
tahun 1926. Itu berdasarkan Besluit van Geementer-
aad (bukti kepemilikan tanah jaman Belanda) No-
mor 4276.
Soendari, setelah keluar peta bidang, membuat
dirinya makin pede. Tambah bernyali. Dengan
modal peta bidang, ia mengajukan sertifikat ke
Kantor Pertanahan Surabaya II. Namun sertifikat
itu tidak kunjung keluar.
Meski sertifikat belum keluar (baca: tidak akan
mungkin keluar) Soendari tidak kurang akal. Ia
langsung menggandakan fotokopi atas surat-surat
permohonan pengajuan sertifikat itu. Untuk apa?
Untuk modal menawarkan tanah itu. Ya, So-
endari akan menjual tanah kelurahan itu. Dengan
modal surat pengajuan sertifikat itu Soendari mulai
beraksi. Mulai menawarkan tanah dan bangunan
bekas Kelurahan ke semua orang.
Untuk menarik perhatian, Soendari menawar-
kan harga tanah dengan harga miring. Hanya di-
tawarkan Rp2,1 miliar. Padahal harga normalnya
tanah di Jalan Kenjeran itu sudah diatas Rp10 juta
per meter. Jadi kalau luasnya 537 m2, harusnya su-
dah Rp5 miliar lebih.
Tanpa sekolah marketing, Soendari punya jurus
bak pakar marketing. Jurus Soendari itu pun mulai
memakan korban. Banyak calon pembeli berdatan-
gan. Apalagi Soendari buat manuver lagi. Lebih
41
JAKSA VS MAFIA ASET

“makyus”. Yaitu menggandeng seorang notaris.


Tujuannya untuk menguatkan keterangan ke calon
pembeli: bila sertifikat atas tanah itu masih dalam
proses.
Akhirnya datang seorang bernama Indra Per-
mata Kusuma, warga Surabaya Barat. Ia menawar
tanah itu. Tujuannya untuk investasi. Karena meli-
hat peluang harga miring, letaknya strategis, pasti
akan untung bila dijual lagi. Indra langsung mem-
bayar kontan Rp2,1 miliar.
Sebelum membayar, Indra sebenarnya sudah
diingatkan beberapa tetangga Soendari. Bila tanah
yang akan dibeli itu bermasalah. Punya Pemkot
Surabaya. Namun seperti kena sihir, Ia tak ragu
membeli. Apalagi setelah mendengar keterangan
notaris bila sertifikatnya masih dalam proses.
Sementara itu pihak Pemkot Surabaya, baru
“ngeh” bila tanah bekas Kelurahan Rangkah tel-
ah dijual Soendari. Ini terungkap setelah pembeli
mulai mengecek surat-surat tanah. Ternyata tidak
keluarnya sertifikat karena tanah itu ternyata mi-
lik Pemkot. Ini juga berdasarkan surat dari Kantor
Pertanahan yang menyurati Pemkot.
Perbuatan nekat Soendari itu ternyata juga su-
dah diperingatkan pejabat Pemkot. Pihak Pemkot
memberi peringatan agar mengembalikan tanah ke
Pemkot. Tetapi Soendari malah melawan.
Dengan menggandeng seorang pengacara, So-
endari malah mengajukan gugatan perdata kepa-
da Pemkot. Intinya, Pemkot dianggap tidak punya
hak atas tanah itu. Dan Soendari yang berhak atas
tanah itu karena warisan dari orang tuanya berna-
ma Suwadi.
Gemes melihat kenekatan Soendari, Pemkot
42
JAKSA VS MAFIA ASET

Surabaya langsung melaporkan Soendari ke Kejak-


saan Tinggi Jawa Timur. Laporan langsung ditan-
datangani Walikota Bu Risma.
Atas laporan itu, sebagai Aspidsus saya tugas-
kan Jaksa Muklis untuk menelaahnya. Pendapat
Jaksa Muklis dan tim agar dilakukan penyelidikan
karena berdasarkan bukti-bukti awal ada perbua-
tan pidana. Yaitu tindak pidana korupsi.
Selanjutnya setelah kasus dinaikkan ke penyeli-
dikan, tim saya tunjuk dipimpin Jaksa Senior
Syahrolly. Hasil Penyelidikan setelah meminta ket-
erangan pihak terkait, tim penyelidik menemukan
ada perbuatan melawan hukum dan ada kerugian
Negara dalam penjualan aset tanah bekas kantor
Kelurahan Rangkah itu.
Mendengar paparan tim dalam ekspose perkara
akhirnya disepakati, perkara dinaikkan ke tahap
penyidikan. Dengan tidak memakai “kata lama”,
semua proses penyidikan berlangsung cepat. Tidak
sampai satu bulan sejak menerima laporan.
Ketika diperiksa tim penyidik Soendari selalu
melawan. Tidak mengaku. Tetap bersikukuh bila
tanah itu miliknya. Hanya modal Surat Peta Bidang
itu yang disodorkan sebagai bukti kepemilikannya.
Tidak ada surat lain. Dan pasti tidak mau menyer-
ahkan aset itu.
Bahkan saat tim penyidik melakukan pemerik-
saan tempat di lokasi, Soendari dan anak laki-lak-
inya melabrak anggota tim. Kata-katanya kasar.
Bahkan menantang Jaksa.
Akhirnya saat pemeriksaan terhadap Soendari
pada Senin, 2 April 2018, Jaksa Penyidik menahan
Soendari. Meski dia sempat teriak-teriak saat akan
digelandang ke mobil tahanan. Bahkan mengan-
43
JAKSA VS MAFIA ASET

cam akan telanjang bila tetap ditahan. Penyidik ti-


dak bergeming tetap menahan Soendari.
Setelah ditahan, Soendari kemudian diajukan
sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Setelah dilakukan pemeriksaan mulai keterangan
saksi, ahli, surat akhirnya Jaksa menuntut selama
2 tahun penjara.
Namun yang bikin tercengang Majelis Hakim
tidak sependapat dengan tuntutan Jaksa. Karena
berdalih tidak ada perjanjian jual beli. Sehingga
kerugian Negara belum ada, kata Majelis Hakim.
Atas fakta-fakta itu Majelis Hakim membebas-
kan Soendari. Jaksa langsung saya suruh Kasa-
si. Soalnya fakta-fakta yang diajukan Jaksa tidak
dipertimbangkan oleh Hakim. Antara lain keteran-
gan Indra yang telah membayar tanah itu sebesar
Rp2,1 miliar. Berikut bukti surat berupa kwitansi.
Meski dalam proses pidana kasusnya masih up-
aya hukum Kasasi, dalam kasus perdatanya ada
berita menggembirakan. Dengan menggandeng
Jaksa Pengacara Negara (JPN) Pemkot oleh Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Surabaya dinyatakan se-
bagai pemiliknya.
Sepintas dua putusan itu bertolak belakang. Ka-
lau kasus perdatanya jelas dinyatakan tanah itu mi-
lik Pemkot, seharusnya dalam kasus tindak pidana
korupsinya harus sinkron. Perbuatan Soendari
menjual aset Negara itu merupakan tindak pidana
korupsi.
Tapi tidak apa-apa. Kita harus menghormati pu-
tusan Hakim. Toh sudah biasa di tingkat judex fac-
tie (tingkat pertama) diputus bebas, tapi di Kasasi
terbukti.
Saya sebagai Aspidsus Kejati Jatim yakin itu.
44
JAKSA VS MAFIA ASET

PETUGAS dari Kejati Jatim saat melakukan penyegelan di lokasi tanah dan ban-
gunan bekas Kantor Kelurahan

Karena sejak penyelidikan, penyidikan dan penun-


tutan, saya terus memantau langsung kasus ini. Doa
saya, semoga Majelis Hakim Kasasi sependapat
dengan Jaksa. Menghukum pelaku yang mengua-
sai atau menjual aset Negara.
Tujuan pemidanaan itu penting artinya. Agar ki-
sah seperti ini bisa menjadi pelajaran buat “mafia”
aset tanah Negara dikemudian hari. Jangan seka-
li-kali berani kuasai atau menjual aset Negara.
Saya yakin selama menunggu putusan kasasi ini
Soendari tidak bisa tidur nyenyak. Apalagi saya
mendengar Indra sang pembeli tanah juga mel-
aporkan pidana penipuan atau penggelapan uan-
gnya sebesar Rp2,1 miliar ke Kepolisian. Karena
uangnya tidak dikembalikan oleh Soendari.
Yah... Buat kamu: Indra Permata Kusuma. Lain
kali kalau beli tanah sebelum membayar, cek dulu.
Betul nggak surat-suratnya. Menurut saya kamu itu
juga kurang hati-hati.
Boleh dikata ada salah juga. Sudah diingatkan
45
JAKSA VS MAFIA ASET

banyak orang bila tanah itu milik Pemkot.... Masih


saja tidak percaya. Malah langsung membayarnya.
Yah... Sudahlah... Risiko ditanggung penumpang he
he he. [Kang DF]

46
JAKSA VS MAFIA ASET

Misteri Raibnya
Aset Kolam Renang Brantas

S
ejak zaman penjajahan Belanda, Kolam Renang Brantas
(KRB) merupakan ikon Kota Surabaya. Sebagai kolam
renang terbesar dan terbaik saat itu. Bahkan menurut
cerita menjadi tempat renang paling favorit para noni Belan-
da.
Sejarahnya, KRB itu milik NV Brantas (perusahaan Belan-
da). Ketika Indonesia merdeka, direksi atau pengurus perusa-
haan bedol desa. Pulang kampung ke Belanda. Aset-asetnya
ditinggalkan begitu saja.
Awalnya KRB dikelola Tulus Tamtomo hingga tahun
1973. Entah karena salah urus, Tulus menelantarkan kolam
renang itu. Hutang-hutangnya menumpuk. Termasuk reken-
ing air dan rekening listrik tidak terbayar.
Atas aspirasi masyarakat, Pemerintah Kotamadya Daerah
Tingkat II Surabaya mengambil alih penguasaan atas Kolam
Renang itu. Segala kewajiban dan hutang Tulus dibayar Pem-
kot. Lalu pengelolaan diserahkan kepada Kepala pembinaan
Olahraga Depdikbud.
Mendapat mandat mengelola, Kepala Pembinaan Olahra-
ga itu pada 1 September 1973 membuat perjanjian kerjasama
dengan Soemantri. Untuk mengelola Kolam Renang Brantas
47
JAKSA VS MAFIA ASET

KONDISI bangunan Kolam Renang Brantas dari luar begitu menjulang yang
asetnya kembali ke Pemkot Surabaya

selama 5 tahun. Tahun 1978 habis, diperpanjang 5 tahun lagi


atau sampai 1983.
Nah, berawal dari perjanjian inilah petaka hilangnya aset
dimulai. Meski di pasal 11 dalam perjanjian disebutkan para
pihak tidak diperbolehkan mengadakan suatu ikatan perjan-
jian dengan pihak lain, ternyata dilanggar.
Tanpa persetujuan Pemkot, Soemantri secara sepihak
mengalihkan pengelolaan KRB. Kepada Budi Susetyo dan S.
Soewadji HP. Lalu pada 19 Oktober 1988, kembali Soemantri
memberikan kuasa kepada Ir. Santoso untuk mengurus per-
mohonan hak pengelolaan KRB.
Hanya mengelola empat tahun, pada 2 Desember 1992, Ir.
Santoso mengoperkan pengelolaan KRB kepada Tedjo Bawo-
no. Inilah dia orang terakhir yang menguasai KRB sampai
dibawa mati.
Tepatnya hanya berselang 27 hari mendapat hak pengelo-
laan, tepatnya 29 Desember 1992 Tedjo Bawono mengajukan
permohonan pembelian Kolam Renang Brantas melalui Pani-
tia Prk 5. Apa itu pantia Prk 5?
Sebutan Prk.5 itu mengacu kepada Peraturan Presidium
48
JAKSA VS MAFIA ASET

Kabinet Dwikora Nomor: 5/Prk/Tahun 1965 tentang Pene-


gasan Status Rumah/Tanah Kepunyaan Badan-Badan Hu-
kum yang Ditinggalkan Direksi/Pengurusnya. Jadi kalau
orang mau membeli tanah itu harus melalui panitia Prk.5.
Ada banyak syaratnya. Termasuk lama penguasaan.
Lha yang jadi masalah: Tedjo Bawono sebenarnya hanya
memperoleh pengalihan pengelolaan. Sekali lagi, bukan pen-
galihan hak dari Ir. Santoso. Tapi tetap saja BPN menyetujui
dan pada 28 Juli 1995 diterbitkan Sertifikat Hak Guna Bangu-
nan Nomor 389/Kelurahan Gubeng atas nama Tedjo Bawo-
no, dahulu bernama Bintoro Marjoesuf/Tjoa Bin Kie.
Tidak terima asetnya lepas, Pemkot beberapa kali terlibat
sengketa di Pengadilan dengan Tedjo Bawono. Mulai Penga-
dilan Tata Usaha Negara maupun di Pengadilan Negeri hing-
ga Mahkamah Agung. Tedjo Bawono dimenangkan hanya
karena pertimbangan sudah keluar Sertifikat HGB. Termasuk
putusan Mahkamah Agung.
Perkembangan selanjutnya ada perkara pidana muncul
saat “pembelian” aset KRB lewat panitia Prk.5. Salah satu
anggota Panitia Prk.5 bernama Ismanu BAE memalsu Daftar
Penetapan Harga dan Berita Acara (yang digunakan dalam
proses permohonan pembelian objek Prk.5 oleh Tedjo Bawo-
no).
Perkaranya disidangkan di PN Surabaya. Ismanu BAE ber-
dasarkan Putusan perkara pidana Nomor 2881/Pid.B/2004/
PN.Sby tanggal 6 Maret 2006 diputus bersalah dan dijatuhi
hukuman penjara.
Atas fakta itu Pemkot pada tanggal 8 September 2003,
mengajukan Peninjauan Kembali terhadap Putusan Kasa-
si yang memenangkan Tedjo Bawono. Terkait novum (bukti
baru) ada pemalsuan data saat proses pembelian dan pener-
bitan sertifikat.
Namun apa boleh dikata, putusan PK tanggal 31 Januari
2007 menolak permohonan Pemkot. Namun dalam putusan

49
JAKSA VS MAFIA ASET

tidak ada pertimbangan sama sekali novum adanya pidana


pemalsuan itu. Sebagaimana disampaikan dalam Tambahan
Memori PK.
Babak baru pertarungan, Pemkot belum menerbitkan
SPPT PBB, IMB, dan Izin Usaha Rekreasi yang dimohonkan
Tedjo Bawono terkait KRB. Alasan Pemkot tanah dan bangu-
nan Kolam Renang Brantas masih tercatat sebagai asset Pe-
merintah Kota Surabaya dengan No. Register Induk 2348200.
Pada 25 Juli 2014 Pemkot Surabaya mengajukan gugatan
perbuatan melawan hukum ke Pengadilan, Soemantri (Ter-
gugat I), Ir. Santoso (Tergugat II), Tedjo Bawono (Tergugat
III), dan Notaris Julia Seloadji (Turut Tergugat).
Obyek sengketa gugatan adalah perjanjian-perjanjian ter-
kait pengelolaan yang dibuat oleh para tergugat secara mela-
wan hukum hingga KRB dikuasai Tedjo Bawono.
Putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi atas
gugatan itu masih jauh dari harapan Pemkot. Dikalahkan.
Meski akhirnya Pemkot Surabaya mengajukan upaya hukum
Peninjauan Kembali pada tanggal 12 Januari 2016. Lanjut di
proses persidangan Mahkamah Agung.
Adanya fakta tindak pidana yang dilakukan Ismanu BAE
tidak dipertimbangan dalam perkara perdata ditingkat PK,
akhirnya Pemkot mencoba memakai “jalur” lain. Jalur Pi-
dana. Melaporkan tindak pidana korupsi Tedjo Bawono ke
Kejati Jatim pada akhir tahun 2018. Laporan langsung ditan-
datangani Walikota Tri Rismaharini.
Setelah mempelajari dan menelaah laporan Pemkot, Tim
Jaksa Satgasus di bidang Pidsus berpendapat agar dilakukan
penyelidikan. Selanjutnya Tim Penyelidikan dibawah ko-
mando Jaksa Senior Cun Indra Pranawa bergerak cepat. Me-
meriksa semua pihak terkait. Hasilnya?
Ditemukan dua alat bukti dalam penerbitan sertifikat
HGB, terutama saat Panitia Prk.5 memproses pembelian itu
ada perbuatan melawan hukum. Dapat dibuktikan dengan

50
JAKSA VS MAFIA ASET

perkara pidana yang sudah putus atas nama Ismanu BAE. Di-
tambah bukti surat dan keterangan ahli. Tim akhirnya sepa-
kat perkara naik ke penyidikan.
Saat perkara naik ke penyidikan, Tedjo Bawono ternyata
meninggal beberapa Minggu sebelum dipanggil sebagai ter-
sangka. Padahal ditemukan fakta yang wow. Bahwa pemal-
suan yang dilakukan Ismanu BAE itu tujuannya agar pemba-
yaran ke kas Negara menjadi lebih sedikit. Jelas ini perbuatan
korupsi.
Tim penyidik semangat untuk menuntaskan perkara ini.
Agar aset KRB kembali. Namun, ternyata perkembangan per-
kara tindak pidana korupsi itu terpaksa harus berhenti. Apa
ada gerangan?
Semua calon tersangka tak satupun tersisa. Semua sudah
meninggal dunia. Mulai Ismanu BAE. Kemudian Wardoyo,
mantan Kepala BPN yang menerbitkan sertifikat juga su-
dah tiada. Dan terakhir pemohon Tedjo Bawono menyusul
meninggal dunia.
Hasil pemeriksaan memunculkan Fakta: bahwa pemohon
hanya membayar tanah dan bangunan seluas 222 m2. Namun
dalam sertifikat HGB keluar luas tanah 2.979 m2. Ada bau
korupsi memang dalam proses penerbitan sertifikat.
Ahli waris Tedjo Bawono ketika diperiksa mengaku saat
membeli sudah mengeluarkan uang untuk harga seluas 2.979
m2. Pihaknya tidak tahu kalau kemudian dipalsukan hingga
hanya membayar untuk tanah seluas 280 m2.
Walau calon tersangka semua sudah meninggal dunia,
tim penyidik saya perintahkan untuk terus mengejar aset
KRB. Apakah masih ada peluang bro?
Jawabnya masih ada secercah harapan. Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20
tahun 2001 pasal 34 menyebutkan Jaksa melalui Jaksa Peng-
acara Negara dapat menggugat perdata ke ahli waris. Maka,
berkas perkara saya serahkan langsung ke Bidang Datun.

51
JAKSA VS MAFIA ASET

Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) Bidang Perdata dan


TUN Kejati Jatim sedang mempersiapkan gugatan. Berarti
genderang “perang” melawan mafia aset bisa dimulai dit-
abuh lagi. Kali ini melawan ahli warisnya Tedjo Bawono.
Selamat berjuang teman-teman Jaksa Pengacara Nega-
ra. Semoga kerja kerasmu nanti dapat meyakinkan Majelis
Hakim. Dan ingat, pengembalian aset Negara itu dinantikan
masyarakat Surabaya. Merdeka..! [Kang DF]

52
JAKSA VS MAFIA ASET

Modus Palsukan Surat

A
set tanah milik Pemerintah Kota Malang ini tidak
seberapa luas. Hanya 350 m2. Hanya saja lokasinya
amat strategis. Ada di jatung kota. Di pinggir jalan
besar Jalan Brigjen Slamet Riadi No.129 Kelurahan Oro-Oro
Dowo, Kecamatan Klojen Kota Malang.
Aset itu terdaftar sejak zaman penjajahan “Londo” alias
Belanda. Perolehan tahun 1901. Sejak didapat, tanah dalam
kondisi kosong. Baru tahun 1982, tanah itu disewa Misrinah
Soetjipto dengan harga sewa Rp24.500 per tahun.
Lalu tahun 1985, Misrinah membangun sebuah rumah
tinggal di atas tanah itu. Pada 1995 harga sewa naik menjadi
Rp105.000 per tahun. Lalu sejak 2 Juni 2001 naik lagi menjadi
Rp560.000 per tahun.
Pada 9 Juli 2008, Misrinah meninggal dunia. Rumah itu-
pun dikuasai enam anaknya. Yaitu Mulyaning Rinah, Tukul
Nugroho, Mukti Nastiti, Ines Gunung Sri Wahyuni, Nurtekad
Sambodo, dan Yohanes Susilo Agung.
Sampai tahun 2015 aset tanah itu masih “baik-baik” saja.
Masih di bawah pangkuan Pemkot Malang. Petaka baru
muncul ketika suatu hari di pertengahan tahun 2015, datang
53
JAKSA VS MAFIA ASET

seorang bernama Leonardo Wiebowo Soegio mendatangi


Mukti Nastiti.
Leonardo menanyakan apakah rumah warisan itu dijual?
Anak tertua bernama Mulyaning Rinah memutuskan men-
jual. Tapi sebatas bangunan saja. Karena tanah bukan milikn-
ya. Melainkan sewa milik Pemkot.
Selanjutnya terjadi tawar menawar. Deal. Disepakati har-
ga bangunan sebesar Rp1.050.000.000 (Satu miliar lima puluh
juta rupiah). Jual beli “bangunan” itu pun dilaksanakan di
notaris Natalia Christina di Malang.
Oleh Leonardo, jual beli diatas namakan Hendardi Gu-
nawan. Saudaranya. Bukan atas namanya. Tidak tahu apa
maksudnya. Yang jelas setelah membeli, Leonardo dibantu
notaris Natalia akan mengajukan konversi peningkatan hak
atas tanah ke Kantor Pertanahan Kota Malang.
Caranya? Seakan-akan pengajuan konversi dilakukan
Mulyaning Rinah. Dokumen pun dilampirkan. Antara lain
kutipan Letter C, surat riwayat tanah, surat penguasaan fisik,
surat keterangan tanah milik adat, akte hibah PPAT, surat
pernyataan ahli waris dan SSPD-BPHTB 2015.

RUKO yang berada di Kota Malang ini berdiri di atas tanah milik
Pemerintah Kota

54
JAKSA VS MAFIA ASET

Ternyata surat kelengkapan itu semua palsu. Seakan-akan


dibuat Lurah Jajan Heryana. Padahal dipalsukan staf kelura-
han bernama Wiyono. Yang paling mencolok, Mulyaning Ri-
nah tidak pernah mengajukan surat itu pada September 2015,
karena telah meninggal dunia 22 Mei 2015.
Dengan bekal surat-surat yang dipalsukan, Leonardo men-
gajukan ke Kantor Pertanahan. Ternyata lancar. Oleh Kantor
Pertanahan dikabulkan dan dikeluarkan Sertifikat Hak Milik
(SHM) No.1603/Oro-oro Dowo atas nama Mulyaning Rinah
pada 17 Mei 2016.
Selanjutnya tanah itu dipecah menjadi empat SHM. Ke-
empatnya dibangun rumah toko (Ruko) oleh Leonardo ber-
sama mitranya bernama Chandra Heri Putra. Keempat ruko
itu pun telah laku dijual kepada umum. Rata-rata laku Rp1,4
miliar dan ada satu unit terjual Rp2,6 miliar.
Perbuatan Leonardo mengembat aset Negara awalnya
aman-aman saja. Baru di tahun 2018 mulai terendus. Adalah
Kejaksaan Negeri Malang yang menelisik adanya aset Negara
sudah beralih ke swasta. Dibawah komando Kasi Pidsus Rah-
mat Wahyu, kasus itu dilakukan penyelidikan.

PETUGAS dari Kejaksaan tengah memasang tanda di Rumah Toko (Ruko) yang
bangunannya di atas tanah milik Pemkot Malang

55
JAKSA VS MAFIA ASET

Ketika dilakukan pemeriksaan pada pertengahan tahun


2018 tiba-tiba Wiyono, staf kelurahan diketahui bunuh diri.
Akhirnya terungkap Wiyono memalsukan seluruh surat den-
gan imbalan Rp50 juta dari Leonardo.
Saat perkara ini akan naik ke tahap penyidikan, Pidsus
Kejati Jatim melakukan supervisi. Sebanyak tiga kali Tim
Penyidik dari Kejari Malang Kota telah diundang untuk eks-
pose di Kejati. Kesimpulannya sepakat ada tindak pidana ko-
rupsi dalam kasus aset ini.
Segera Tim Penyidik menetapkan tersangkanya. Pertama
Leonardo Soegio Wiebowo. Lalu Notaris Natalia, dan tera-
khir dari pihak Kantor Pertanahan. Adapun Chandra, mitra
Leonardo melarikan diri. Dimasukan dalam Daftar Pencarian
Orang (DPO).
Selama proses penyidikan, Leonardo langsung membeli
kembali ruko-ruko yang sudah dijualnya. Lalu mengemba-
likan sertifikatnya ke penyidik. Di tingkat Pengadikan Tip-
ikor Leonardo sudah dijatuhi hukuman penjara selama em-
pat tahun.
Lalu notaris Natalia juga dijatuhi hukuman penjara se-
lama satu tahun. Tinggal tersangka dari Kantor Pertanahan
Kota Malang masih proses penyidikan.
Alhamdulillah aset tanah milik Pemerintah Kota Malang
itu kini sudah kembali. Saat dihitung oleh Inspektorat Kota
Malang, kerugian Negara senilai aset Rp3.500.000.000 (Tiga
miliar lima ratus juta rupiah).
Bravo Kejari Kota Malang. Lanjutkan terus dan viralkan:
“Gerakan Jaksa Selamatkan Aset Negara”.
Ayo kejar lagi... Buru... Aset-aset milik Negara yang masih
dikuasai pihak lain. Jangan ragu. [Kang DF]

56
JAKSA VS MAFIA ASET

Tanah Waduk Disikat

T
idak peduli. Emang Gue Pikirin (EGP). Itulah motto
para mafia tanah. Tak peduli milik siapa, priba-
di atau Negara akan disikat. Tak peduli fasilitas
umum sekalipun. Yang penting “asyik” bisa mengua-
sai, memiliki dengan berbagai cara.
Lihat saja setelah tanah sekolahan (SDN Ketabang
I), tanah kuburan (Makam Pahlawan), kali ini tanah be-
rupa waduk. Banyak yang tidak percaya, tanah beru-
pa waduk yang selalu “berair” itu juga diincar. Semula
saya juga tidak percaya. Untuk apa waduk?
Setelah mengecek sendiri, barulah saya percaya.
Waduk bisa jadi sasaran empuk. Ya, Waduk Wiyung di
Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Kota Surabaya
adalah contohnya.
Pada 2017, saat saya masih menjabat Kepala Kejak-
saan Negeri (Kajari) Surabaya menerima rombongan
Pemkot Surabaya. Dipimpin Walikota, Bu Risma, mel-
aporkan pidana. Ya, Pemkot Surabaya melapor telah
“kehilangan” waduk.

57
JAKSA VS MAFIA ASET

Dengan runtut, Bu Walikota cerita. Tentang sejarah


waduk. Bahwa Pemerintah Kota Surabaya sejak awal
kemerdekaan sudah mencatat waduk itu sebagai aset
Negara. Tercatat dalam register 2381805 di Sistem Infor-
masi Manajemen Barang Daerah (SIMBADA).
Waduk Wiyung memang tergolong waduk mini. Lu-
asnya hanya 20.100 m2. Atau dua hektar lebih sedikit.
Namun fungsinya sebagai tempat penampungan air
dan pencegah banjir pada saat musim hujan di daerah
Surabaya Barat.
Keberadaan waduk mulai diusik, ketika tahun 2007,
tiba-tiba Pemerintah Kota Surabaya digugat oleh seseo-
rang bernama Dulali alias Doelali. Mengaku selaku Ket-
ua Tim Pengurusan Pelepasan Waduk persil 39.
Karena selama ini waduk itu belum disertifikatkan,
hanya dicatat di SIMBADA, tentu pihak Pemkot kaget
mendapat “serangan” gugatan itu. Pemkot sudah mela-
wan dengan berbagai dalil. Baik saksi maupun surat-su-
rat. Hasilnya?
Lagi-lagi Pemkot belum beruntung. Di tingkat per-
tama dan tingkat banding, Pemerintah Kota Surabaya
dikalahkan. Alias gugatan Dulali alias Doelali dikabul-
kan Hakim.
Intinya pihak penggugat mendalilkan bahwa tanah
waduk itu dulu milik warga RW 01 dan RW 02 Kelura-
han Babatan. Dulu dipakai “bareng-bareng” warga un-
tuk tempat minum ternak warga dan keperluan lainnya.
Doelali menyebut, semula waduk itu dahulu kala
tanah milik Suparman Bian. Karena dipakai tempat mi-
num ternak, Suparman ditukar dengan tanah warga.
Akhirnya waduk itu milik “bareng-bareng” warga.

58
JAKSA VS MAFIA ASET

Atas putusan itu, Pemkot melakukan Kasasi. Pada


tahun 2009 oleh Mahkamah Agung, Pemkot Surabaya
dimenangkan. Luar biasa putusan Hakim Agung ini.
Bahkan salah satu pertimbangnya cukup “menohok”
pihak penggugat.
Putusan itu termaktub dalam putusan Mahka-
mah Agung Nomor 639 K/Pdt/2009 jo. Nomor 424/
Pdt/2008/PT.Sby. jo Nomor 300/Pdt.G/2007/PN.Sby
tanggal 22 Maret 2010 dengan amar putusan antara
lain: “Judex facti telah salah menerapkan hukum, yaitu
tidak mempertimbangkan dengan cukup (onvoeldo-
ende gemotiveerd) dalil penggugat dan tergugat secara
komprehensif.”
Bahwa, dengan demikian seharusnya judex facti leb-
ih dahulu harus membebankan beban pembuktian ke-
pada penggugat tentang dalilnya yaitu, pertama tanah
sengketa semula adalah milik Suparman Bian.
Kedua, milik Suparman Bian tersebut kemudian di-

WADUK yang menjadi aset Pemkot Surabaya sempat dipermasalahkan, sampai


saat ini perjuangan masih tetap dilakukan

59
JAKSA VS MAFIA ASET

tukar dengan tanah warga, dimana letak tanah tersebut


dan apakah tanah pengganti tanah tersebut sampai saat
ini masih milik Suparman Bian atau ahli warisnya.
Bahwa, kedua fakta tersebut harus mampu dibuk-
tikan oleh penggugat, karena tergugat mendalilkan
bahwa cerita tersebut hanya ilusi. Sebab, kalau asal
usul waduk tersebut tidak bisa dibuktikan, maka kon-
sekuensinya adalah merupakan tanah Negara.
Atas putusan Hakim Agung yang memenangkan
Pemkot Surabaya itu, Dulali mengajukan Peninjauan
Kembali (PK).Ternyata putusan PK berbalik arah dari
putusan Kasasi. PK kembali memenangkan Dulali. Tapi
tidak menang mutlak. Ibarat tinju hanya menang angka.
Ya, Hakim PK memutuskan separo atau setengah dari
luas waduk agar diserahkan ke Dulali. Berarti lainnya
milik Pemkot. Meski diputus “win-win” tetap saja Pem-
kot tidak bersedia. Karena waduk itu fungsinya mence-
gah banjir. Tidak bisa dikurang-kurangi. Apalagi luasn-
ya mini.
Ada fakta mencengangkan dalam kasus ini. Dulali
sebagai penggugat pada tahun 2004 (saat belum guga-
tan) ternyata telah “menjual” waduk kepada pengusaha
Agus Angkriwan. Jadi waduk itu telah payu.
Ada bukti baru lagi yang dimiliki Pemkot yang mem-
buktikan waduk itu telah ada sejak zaman Belanda. Ada
Etiket Peta Desa tahun 1973 oleh Komando Daerah Mi-
liter V Brawijaya, topografi yang menunjukkan bahwa
tahun 1973 waduk telah tergambar dan bukan merupa-
kan tanah garapan masyarakat.
Bukti-bukti baru itu sebenarnya mau dimasukan
dalam memori Peninjauan Kembali (PK). Namun per-

60
JAKSA VS MAFIA ASET

mohonan PK belum dapat diterima oleh Kepaniteraan


Pengadilan Negeri Surabaya.
Macet di perkara perdata, lalu bagaimana nasib lapo-
ran pidana Bu Risma ke Kejari Surabaya dulu? Apa su-
dah ada tindak lanjutnya?
Dulu setelah dilakukan pemeriksaan para pihak,
Jaksa merekomendasikan penanganan perkara “cocok”
masuk ranah pidana umum. Karena ada pemalsuan
yang dilakukan Lurah Babatan dalam Kartu Inventaris
Barang (KIB) Desa Tahun 2004.
Sehingga saat itu rekomendasi saya, perkara ini
diteruskan ke Polrestabes Surabaya. Karena perkara Pi-
dana Umum. Pemalsuan surat. Penyidiknya harus Poli-
si. Nanti Jaksa biar yang menyidangkan. Saat itu sudah
deal.
Jadi saat itu Polrestabes dibawah komando Pak Iqbal
juga langsung melaksanakan “rekomendasi” Jaksa.
Menangani perkara ini dengan pasal pemalsuan.
Hanya sayang mantan Lurah Babatan saat diperik-
sa di Kejari Surabaya sehat walafiat, ketika dipanggil
Polrestabes ternyata sudah meninggal beberapa hari
sebelum undangan. Mungkin kaget, karena pemalsuan
yang sudah lama terjadi diungkit kembali. Jadi saat ini
perkara pidumnya sementara juga “macet”.
Ada fakta menarik yang harus diketahui masyarakat.
Ternyata setengah luas waduk sekitar satu hektar sudah
keluar Sertifikat Hak Milik atas nama Agus Angkriwan.
Tidak tahu bagaimana ceritanya bisa keluar sertifikat.
Konon ditulis bekas sawah.
Jadi hanya sisa waduk yang belum sertifikat sekitar
10.100 m2. Itu yang jadi sengketa Doelali dengan Pem-

61
JAKSA VS MAFIA ASET

kot. Itupun oleh Doelali sudah dijual Agus Angkriwan


juga.
Informasi terkini sertifikat itupun oleh Agus Angkri-
wan dijaminkan ke sebuah Bank. Macet apa lancar ang-
surannya kita juga belum tahu. Hanya saja bila macet,
apa bank akan mengeksekusi waduk yang saat ini su-
dah dikeruk sangat dalam oleh Pemkot.
Memang pada tahun 2018 lalu, meski dalam sengke-
ta, Pemkot tetap melakukan perawatan. Untuk mence-
gah banjir pengerukan besar-besaran dilaksanakan oleh
Pemkot.
Tujuannya biar bisa menampung air lebih banyak.
Biar tidak banjir di Surabaya Barat. Biar air itu bisa dipa-
kai masyarakat saat musim kemarau. Biar bisa dipakai
tempat mancing. Ayo Kang Doelali ikutan mancing yuk
he he he. [Kang DF]

62
JAKSA VS MAFIA ASET

Tukar Guling Bikin Pening

D
ulu, tukar guling (ruislag) aset Negara “marak” ter-
jadi. Bisa dibilang ada “obral”. Pemerintah Provinsi,
Kabupaten/Kota atau instansi vertikal yang mengua-
sai tanah Negara, banyak yang tergiur ruislag asetnya.
Itu terjadi antara tahun 1970-1980. Ketika tanah Negara
masih banyak yang belum dimanfaatkan. Apalagi saat itu
banyak terjadi perubahan status desa menjadi kelurahan.
Banyak Bondo Tanah Kas Desa (BTKD) “nganggur”.
Tanah-tanah bekas ganjaran desa, bekas bengkok perang-
kat desa itulah jadi incaran investor. Pihak swasta. Yang bisa
mengendus potensi bisnis di atas tanah itu.
Apalagi ketika itu anggaran pembangunan desa belum
sebanyak sekarang. Iming-iming dibangunkan ini dan itu
jadi godaan. Ditambah peraturan ruislag juga sangat longgar.
Keputusan setuju ruislag banyak lakukan.
Ini seperti yang terjadi di Desa (sekarang Kelurahan)
Kebraon, Kecamatan Karang Pilang, Kota Surabaya. Saat
itu tahun 1984, Haryono, Lurah Kebraon dengan dalih ha-
sil rembug desa “berani” menukarkan tanah BTKD dengan
aset tanah milik pengembang PT Kusuma Kartika Internusa
(KKI).

63
JAKSA VS MAFIA ASET

Ruislag itu dengan persetujuan Gubernur Jatim. Tanah


bekas ganjaran seluas 142.960 m2 (14,2 Hektar) Desa Kebraon
ditukarkan dengan aset PT KKI di desa setempat seluas 73.460
m2 (7,3 Hektar). Pasti ada pertanyaan, kok malah berkurang
tanah penggantinya?
Ternyata karena PT KKI diberi kewajiban tambahan: mem-
bangun Balai Kelurahan senilai Rp87.500.000. Lalu membuat
jalan baru Gang Tomat dengan Gang Duku tembus lengkap
dengan saluran air. Sepanjang 620 meter senilai Rp24.800.000.
Tukar guling “lokal” itu ternyata tidak tuntas. Meny-
isakan masalah. Tanah pengganti tidak bisa seutuhnya dikua-
sai Pemerintah Kota Surabaya. Pemkot hanya bisa menguasai
38.571,7 m2. Sisanya masih 34.888,3 m2 dikuasai pihak lain.
Sejak menerima tahun 1984 sampai 2015 (baca 31 tahun)
Pemkot sudah berusaha minta kekurangan itu. Tapi buntu.
Karena kekurangan itu ada yang digugat pengembang lain
dan ada juga yang sudah ditempati warga (rumah). Saling
klaim. Gugat menggugat terjadi. Ruwet dan bikin pening
Walikota Risma.
Akhirnya Walikota Risma mengadu ke Kejaksaan Negeri
Surabaya. Pada 31 Agustus 2015 Bu Risma curhat. Bila tanah
pengganti milik Pemkot di Kebraon berkurang. Tidak utuh
lagi. Karena dikuasai pihak lain. Pusing menghadapi saling
gugat, saling klaim.
Pokoknya keruwetan masalah ruislag di Kebraon itu mo-
hon diselesaikan Kejaksaan.
Bunyi Surat resmi Walikota: Permohonan Bantuan Hu-
kum Non Litigasi mengenai permasalahan tukar menukar
tanah aset Pemerintah Kota Surabaya dengan PT Kusuma
Kartika Internusa.
Bisa dibilang Walikota “pasrah bongkokan” sama Kejari
Surabaya. Maka dibuatlah Surat Kuasa Khusus (SKK) dari
Walikota Surabaya kepada Kepala Kejaksaan Negeri Suraba-
ya Nomor: 590/4230/436.6.18/2015 tanggal 31 Agustus 2015.

64
JAKSA VS MAFIA ASET

Apa saran Kejari Surabaya untuk mengurai keruwetan


ini? Kebetulan saat itu saya menjabat Kajari Surabaya masih
“anyaran”. Masih baru. Baru saja dilantik Agustus 2015.
Saya tunjuk tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) dibawah
komando Kasi Datun Agus Chandra. Anggotanya pilihan.
Jaksa Hanafi, Palupi, Imam Cahyono, Dony F Sanjaya. Ah-
li-ahli Datun, jebolan S2 Universitas Indonesia (UI).
Saat itu saya katakana dengan galak, “Dia (PT KKI) yang
harus bertanggungjawab. Karena memberikan tanah peng-
ganti sebagian masih bermasalah. Undang dia, kalau tidak
mau mengganti ada konsekuensinya. Proses ke Pidana khu-
sus. Ada kerugian negara disini.”
Tim JPN yang saya tunjuk itu langsung bergerak. Tak ter-
hitung lagi kegiatannya. Rapat, negosiasi, cek lapangan, men-
gukur obyek telah dilakukan.
Kegiatan JPN awal membuat Legal Opini (LO) tertanggal
30 Desember 2015. Lalu mendatangi Kantor Pertanahan Kota
Surabaya I, tepatnya 21 April 2016. Memohon informasi men-
genai status tanah yang terkait tukar menukar antara Pemer-
intah Kota Surabaya dengan PT KKI.
Kemudian pada 26 April 2016 dan 3 Mei 2016 Tim JPN
bersama dengan Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah,
Dinas Pendidikan, Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang,
serta BAPPEKO mengadakan rapat untuk membahas reloka-
si bangunan SMPN 24 Kota Surabaya yang lokasinya berada
di lahan yang sebelumnya diserahkan oleh PT KKI kepada
Pemerintah Kota Surabaya.
Selanjutnya 10 Mei 2016 Tim JPN rapat bersama Dinas
Pengelolaan Bangunan dan Tanah. Lalu 19 Mei 2016 ganti
mengundang PT. KKI. Kemudian 14 Juni 2016 bersama Di-
nas Pengelolaan Bangunan dan Tanah, Perwakilan dari BPN
I Kota Surabaya, Lurah Kebraon berserta staf dan PT KKI
melakukan peninjauan lokasi.
Kegiatan maraton berlanjut pada 20 September 2016 mem-

65
JAKSA VS MAFIA ASET

PAPAN nama tanah adalah aset Pemkot Surabaya akan dipasang. Itu dilakukan
setelah proses panjang yang melelahkan, namun berakhir manis.

bahas pemasangan tanda batas tanah pengganti. Dilanjut 28


September 2016 dilakukan pengukuran dan pemasangan tan-
da batas di tanah hasil tukar menukar. Serta 29 September
2016 pemasangan tanda batas tanah yang terletak di persil 9.
Kegiatan tiada henti lanjut pada 27 Oktober 2016 rapat
koordinasi dengan semua pihak terkait. Lalu 31 Oktober 2016
dilakukan pengukuran terhadap tanah yang kemungkinan
telah berdiri bangunan.
Lanjut 14 Desember 2016 dilakukan pengukuran di lokasi
tanah pada persil 9, persil 10, persil 12, persil 13, dan persil 57.
Di atas lahan itu telah berdiri bangunan milik warga. Namun,
alasan hak dari warga yang menduduki tanah tersebut belum
diketahui.
Kemudian 19 Desember 2016, Tim JPN bersama Dinas
Pengelolaan Bangunan dan Tanah, Bidang Pemanfaatan
Tanah, Bidang Pengendalian DPBT, Lurah Kebraon dan PT
KKI mengadakan pertemuan di Kantor Pertanahan Kota
Surabaya I. Saat itu disepakati peta hasil pemetaan dan pen-
gukuran diserahkan kepada Kantor Pertanahan Kota Suraba-
ya I untuk dilakukan pencocokan data.
66
JAKSA VS MAFIA ASET

TANAH aset Pemerintah Kota Surabaya. Itulah tulisan yang terpampang jelas di
papan yang dipasang.

Kegiatan “nyebrang” tahun 2017. Yakni 17 Januari 2017,


bersama Kantor Pertanahan Kota Surabaya I melakukan
pencocokan data pengukuran. Lanjut 9 Februari 2017 rapat
koordinasi membahas hasil pencocokan data dengan seluruh
pihak.
Lalu 23 Februari 2017, Tim JPN dan PT KKI mengadakan
rapat koordinasi membahas mengenai persil-persil dari tanah
pengganti yang diusulkan oleh PT KKI. Diteruskan 28 Feb-
ruari 2017, membahas kekurangan tanah pengganti seluas
± 35.136, 75 m2. Dan 9 Maret 2017 menerima usulan tanah
pengganti PT KKI.
Pokoknya kegiatan JPN untuk penyelesaian ruislag Kebra-
on ini sudah tak terhitung lagi. Padat. Sampai saya pindah
menjadi Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim Ok-
tober 2017 belum berhasil menyelesaikan ruislag itu.
Praktis kegiatan JPN Kebraon selama tahun 2018 dan 2019
saya sudah tidak mengikuti lagi. Apalagi sudah beda kantor,
beda bidang lagi. Kecuali kalau saya Asdatun mungkin masih
mengikuti perkembangannya. Jadi sejak jadi Aspidsus saya

67
JAKSA VS MAFIA ASET

sudah jarang mendengar perkembangannya.


Singkat cerita, tiba-tiba pada awal Agustus 2019 lalu, saya
kebetulan mengubungi Jaksa Acil karena urusan lain. Setelah
urusan lain itu selesai, saya iseng bertanya perkembangan
ruislag PT KKI di Kebraon. Tanpa diduga, kabar menggem-
birakan.
“Izin Bapak, baru saja kami berhasil menuntaskan ruislag
PT KKI Kabraon. Setelah berjuang super panjang akhirnya
kami berhasil mendapat tanah pengganti seluas 73.931 m2.
Dari semula kewajiban PT KKI 73.640 m2. Berarti ada lebih
471 m2 untuk Negara ,” kata Jaksa Acil.
Mendengar kabar itu, saya ikut bangga. Sekali lagi, hasil
kerja keras Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejari Surabaya
sungguh membanggakan. Tidak ada bayaran atau sukses fee
layaknya pengacara “swasta” bisa mengurai ruwetnya se-
buah ruislag.
Pengalaman menangani ruwetnya ruislag alias tukar gul-
ing itu, beberapa waktu lalu saya wanti-wanti kepada Wa-
likota Bu Risma. Kalau bisa selama pemerintahan Bu Risma
jangan sekali-kali melakukan ruislag. Hanya buat pening saja.
Ternyata Bu Risma satu suara dengan saya. Sepakat
bertekad tidak akan ada ruislag di zamannya. Ternyata tukar
guling itu bikin pening. Setuju? [Kang DF]

68
JAKSA VS MAFIA ASET

Satu Jalan “Nyaris”


Jadi Kenangan

N
yaris. Sebuah jalan umum di Kota Surabaya tinggal
kenangan. Hampir saja jalan itu tinggal jadi catatan
sejarah. Jalan yang hampir “raib” itu bernama Jalan
Upa Jiwa.
Beruntung Jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya ta-
hun 2017 berhasil menyelamatkannya. Berhasil mengemba-
likan fungsinya sebagai jalan umum untuk warga Surabaya.

JALAN Upa Jiwa Kota Surabaya yang berhasil diselamatkan oleh


Tim Kejaksaan dari pihak ketiga.

69
JAKSA VS MAFIA ASET

Bagaimana kisahnya?
Pemerintah Kota Surabaya memiliki aset tanah seluas
1.968 m2. Berupa Jalan terletak di Jalan Upa Jiwa, Kelurahan
Ngagel, Kecamatan Wonokromo, Kota Surabaya.
Jalan itu letaknya strategis. Karena berada diantara Serti-
fikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No.318 dan No. 319 Kelu-
rahan Ngagel. Jadi posisinya “dicepit” dua SHGB yang diter-
bitkan tahun 2005 atas nama PT Assa Land.
Berdasarkan catatan Pemkot Surabaya, obyek tanah itu
sudah menjadi jalan sejak tahun 1930. Zaman Penjajahan Be-
landa. Saat ini masuk dalan daftar barang milik Pemerintah
Kota Surabaya dengan register tanah Nomor 2349765, dan
bangunan register Nomor 2382484.
Lalu berdasarkan Surat Keputusan Walikota Suraba-
ya Nomor 188.45/216/436.1.2/2009 tanggal 11 April 2009
ditetapkan sebagai Jalan Upa Jiwa.
Entah bagaimana ceritanya, sudah lama sekali, setelah
tahun 2005, jalan itu ditutup. Karena dipakai sebagai pen-
dukung sarana pembangunan mall dan apartemen di atas
dua tanah yang mengapitnya itu.
Pengembangnya adalah PT Assa Land, Jakarta. Mereka
telah memanfaatkan tanah aset itu dengan mendirikan ban-
gunan, antara lain basement dan jembatan penyeberangan.
Sebenarnya PT Assa Land pernah mengajukan permohon-
an sewa atas tanah itu kepada Pemerintah Kota Surabaya.
Melalui Surat Nomor 14/ID/A/IX/2011, tanggal 28 Septem-
ber 2011.
Namun, Pemerintah Kota Surabaya waktu itu melalui
Surat Walikota Surabaya, Nomor 593/5886/436.6.18/2011,
tanggal 23 Nopember 2011, menolak permohonan itu. Karena
tanah itu akan digunakan untuk kepentingan umum.
Sehingga oleh Pemkot, PT Assa Land dianggap memban-
gun tidak sesuai Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Tambah-
an bangunan itu ilegal. Maka Pemkot membekukan IMB ta-

70
JAKSA VS MAFIA ASET

hun 2013 dan Analisis Dampak Lalu Lintas tahun 2013.


Adanya pembekuan itu PT Assa Land melawan. Men-
gajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Surabaya. Hebatnya, pada tingkat pertama, PTUN Surabaya
mengabulkan gugatan itu.
Inti putusan menyatakan batal keputusan Tata Usaha
Negara yang memberikan sanksi administrasi pembekuan
IMB dan Pembekuan Surat Persetujuan Rekomendasi An-
dalalin. Lalu, Hakim juga memerintahkan Pemerintah Kota
Surabaya untuk mencabut obyek sengketa.
Atas putusan itu Pemkot mengajukan Banding. Sementara
itu pihak PT Assa Land merasa diatas angin. Makin berani.
Kali ini berani malah mengajukan gugatan kepemilikan lah-
an berupa jalan itu ke Pengadilan Negeri Surabaya. Edan me-
mang. Makin nglunjak, kata Arek Suroboyo.
Dalam gugatannya, PT Assa Land mendalilkan kepemi-
likannya hanya berdasarkan penguasaan fisik. Meski tidak
satu pun surat yang menyatakan dia memiliki aset tersebut.
Nekat memang. Modal berani menggugat. Berharap dapat
tameng di putusan Pengadilan.
Gugatan bertubi-tubi itu membuat Pemkot perlu meng-
gandeng Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejari Surabaya.
Pada saat itu tahun 2017. Kebetulan saya masih menjabat Ka-
jari Surabaya.
Seketika saya perintahkan Tim Datun menelaah kasus.
Saya ingat ketika itu Bu Risma sendiri ke Kejari “wadul” ter-
hadap aset-aset Pemkot yang dikuasai pihak ketiga.
Tim JPN mengundang berbagai pihak. Pihak yang terkait
diundang diajak bicara. Sementara itu Tim JPN bekerja, saya
juga perintahkan Tim Intelijen melakukan pul data. Juga me-
ngundang semua pihak terkait.
Ternyata sekali periksa pihak PT Assa Land langsung
keder. Karena ditunjukkan salahnya. Menyerah. Bersedia
mengembalikan aset Negara. Bersedia mengembalikan fung-

71
JAKSA VS MAFIA ASET

si sebagai jalan umum.


Hanya saja PT Assa Land minta diberi kesempatan menye-
wa. Yaitu bangunan basement yang ada dibawah jalan itu.
Ketentuannya memang ada. Dalam Perda, memungkinkan
disewa. Sudah diatur tarifnya. Per meter berapa.
Sebagai tindak lanjut PT Assa Land lalu membatalkan
semua gugatan. Termasuk kemenangannya dalam putusan
PTUN Surabaya. Pokoknya dia menyerah.
Saat itu saran saya, Pemkot Surabaya segera menserti-
fikatkan obyek jalan tersebut. Kalau perlu seluruh jalan dan
aset umum milik Pemkot mulai sekarang harus disertifikat-
kan. Ini pelajaran penting ke depan. Biar tidak ada pihak lain
mengklaim.
Akhirnya Jalan Upa Jiwa sudah terbit sertifikat. Pemkot
Surabaya. Tidak ditutup lagi. Dan sekarang juga berfungsi
kembali sebagai jalan umum. Dan yang pasti Pemkot sudah
menerima sewa sebesar Rp5,9 miliar tiap lima tahun.
Dalam kasus Jalan Upa Jiwa ini, ada dua kemenangan
Pemkot Surabaya berkat tangan dingin Jaksa. Satu kemenan-
gan aset langsung balik dan sudah disertifikatkan.
Kemenangan kedua, langsung dapat pemasukan ke
Pendapatan Asli Daerah (PAD) berupa sewa untuk pe-
makaian basement di bawah jalan tersebut. Demikian ending
cerita rebutan Jalan Upa Jiwa. [Kang DF]

72
JAKSA VS MAFIA ASET

Penjual Aset Negara


di Perjara Berhantu

N
amanya Winardi Kresna Yudha, SE. Ak, mantan Di-
rektur Utama PT Abbatoir Surya Jaya (PT ASJ) tahun
2003 sampai dengan 2009. Ia orang Bandung, tapi
lama tinggal di Surabaya.
Sejak 11 Januari 2018, bapak tiga anak itu terpaksa ditah-
an penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa
Timur. Karena telah menjual aset PT ASJ berupa tanah seluas
70.000 m2 (7 Hektar) tanpa prosedur. Yakni persetujuan De-
wan Komisaris.
Padahal PT ASJ ini adalah perusahaan patungan. Pemkot
Surabaya ikut mempunyai 30 % saham. Lalu induk KUD Ja-
karta sebesar 50%, dan PD Dharma Jaya Jakarta memiliki sa-
ham sebesar 20%. PT ASJ bergerak dibidang proses daging
sapi beku (import).
Awal mula masalah terjadi tahun 1997. PT ASJ semula
mendapat izin menggunakan tanah Pemkot di Jalan Pan-
jang Jiwo dengan Hak Pengelolaan. Namun karena letaknya
di tengah kota tidak cocok untuk pabrik, maka ganti diberi
izin memakai tanah Pemkot lainnya yang ada di Jalan Banjar
Sugihan 74 Kota Surabaya.
Sementara yang tanah di Jalan Panjang Jiwo dialihkan

73
JAKSA VS MAFIA ASET

oleh PT ASJ ke perusahaan swasta yaitu PT Rungkut Central


Abadi (RCA). Kompensasinya PT RCA akan memberikan
tanah seluas 70.000 m2 (7 Hektar) di Wonoayu, Kabupaten
Sidoarjo ke Pemkot Surabaya.
Dalam perjalanan waktu, tanah seluas 70.000 m2 itu yang
sudah dikuasai PT ASJ dijual oleh Winardi. Dibeli PT RCA
kembali dengan harga Rp1.273.900.000 (Satu miliar dua ratus
tujuh puluh tiga juta sembilan ratus ribu rupiah).
Itu harga tahun 1997. Sementara harga tahun 2017 sesuai ap-

PETUGAS gabungan saat memasang tanda penyegelan untuk pengumuman


di masyarakat
praisal Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Kampianus Rohman,
SE, tanggal 27 Desember 2017 sebesar Rp26.218.000.000 (Dua
puluh enam miliar dua ratus delapan belas juta rupiah) .
Singkat cerita, karena “jatah” tanahnya seluas 70.000 M2
itu dijual, maka melaporlah Walikota Risma ke Kejati Jatim
pada akhir tahun 2017. Bidang Pidsus yang menangani. Saat
itu saya baru sebulan menjabat Aspidsus.
Atas laporan Walikota Risma itu saya langsung mengel-
uarkan Surat Perintah Penyelidikan. Semua pihak yang ber-
kaitan dan mengetahui penjualan tanah itu diperiksa Tim
Penyelidik. Termasuk mantan Dirut Winardi.

74
JAKSA VS MAFIA ASET

Ada yang menarik saat Winardi diperiksa. Kepada Tim


Penyelidik dia menyatakan mengaku bersalah. Dan siap di-
tahan. “Saya mengaku salah Pak. Daripada nanti saya dihu-
kum di akhirat, saya rela dihukum di dunia sekarang. Saya
siap ditahan biar dosa saya diampuni Allah SWT,” katanya
saat itu.
Baru kali ini saya mendengar jawaban orang yang salah
dan pasrah seperti itu. Dia mengaku akan tobat di tahanan.
Meski sebenarnya dia mengaku hasil penjualan tanah ti-
dak seluruhnya dia menikmati secara pribadi. Sebagian ada
yang untuk operasional perusahaan karena perusahaan mau
bangkrut.
Karena alat bukti sudah ada, maka kasus ini saya naikkan
ke Penyidikan. Winardi dijadikan tersangka bersama Frans
Mintoro (meninggal dunia) selaku Komisaris PT RCA. Mer-
eka dikenakan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001.
Ada cerita unik ketika Tim Penyidik akan melakukan pen-
ahanan terhadap Winardi. Saat itu Kejaksaan Tinggi baru saja
meresmikan Rumah Tahanan. Kejati Jatim menjadi satu-sa-
tunya Kejati di Indonesia yang mempunyai Rutan sendiri.
Namanya Rutan Kelas 1 Surabaya Cabang Kejati Jatim.
Rutan itu dibangun di era Kajati Jatim tahun 2007 dijabat
Bapak Marwan Effendi. Baru tahun 2009 diresmikan. Karena
saat itu belum ada izin dari Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia (Menkumham) dan belum ada anggaran, akhirnya
“penjara” itu mangkrak.
Beberapa Aspidsus sebelum saya berusaha mengurus per-
izinan ke Kemenkumham. Baru di era Aspidsus Febri Ard-
iansyah (sekarang Direktur Penuntutan di Jam Pidsus) pada 
tahun 2015 izin turun.
Meski sudah mengantongi izin, Rutan itu tetap belum bisa
operasional. Kendalanya karena belum ada biaya operasional
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Baru

75
JAKSA VS MAFIA ASET

tahun 2018 ada anggaran operasional Rutan.


Karena sudah ada anggaran, awal 2018 saya diperintah
Kajati Pak Maruli Hutagalung mempersiapkan operasional
Rutan. Termasuk “menyiapkan” siapa yang akan menjadi
penghuni pertama. Oh ya Rutan ini khusus tahanan perkara
korupsi.
Momen yang tepat. Ketika diperintah, saya sudah meny-
iapkan Winardi sebagai penghuni pertama Rutan Kejati Ja-
tim. Jadi bisa langsung melaksanakan perintah Kajati.
Namun ketika saya akan memasukkan tersangka Winardi
ke Rutan entah kenapa hari itu saya ikut gelisah luar biasa. Ti-
dak seperti biasanya ketika menahan orang dan menitipkan
ke rutan Medaeng. Apa sebab?
Ternyata saya ikut mikir “nasib” Winardi sendirian di Ru-
tan. Kegelisahan saya sebenarnya karena mendengar cerita
beberapa tukang saat merapikan Rutan. Para tukang menga-
ku diganggu hantu. Maklum lama hampir 9 tahun tidak di-
tempati. Ada mahluk lain yang menghuni duluan.
Maka setelah memasukkan tersangka Winardi, saya
langsung membekali Winardi dengan Al Quran dan sajadah.
Ya, saya yakin dengan bacaan Al Quran mahluk lain itu tidak
berani mengganggu.
Selama satu minggu Winardi ditahan sendirian di Rutan.
Tanpa ada teman. Suatu saat ketika memasukan tahanan
baru, saya sempatkan mendatangi Winardi di selnya. Iseng
bertanya apakah baik-baik saja selama ini.
Dijawab, Alhamdulillah baik-baik saja. Malah dia men-
yampaikan terima kasih karena diberi Al Quran yang ada taf-
sirnya dalam Bahasa Indonesia. Sehingga bisa membacanya
sepanjang malam dengan menghayati artinya.
Kemudian saya tanya apakah ada yang mengganggu?
Mahluk halus kata saya? Dijawabnya tidak ada. Malah dia
cerita kalau suntuk dan pengin olahraga yang dilakukan ada-
lah mengepel seluruh ruangan.

76
JAKSA VS MAFIA ASET

“Cari keringat,” katanya sambil tersenyum. 


Aku tengak-tengok penasaran, kemana mahluk-mahluk
yang semula menggoda para tukang itu. Karena ada yang
mengaku ditiup-tiup lehernya. Ada tukang listrik yang men-
gaku melihat mahluk besar hitam. Bahkan ada tukang cat
yang mengaku dicolek-colek saat bekerja.
Saya tanya Kepala Cabang Rutan Dedy. Apakah anggot-
anya selama jaga malam di Rutan ada gangguan, dijawab ti-
dak ada pak. Hanya kadang memang ada suara-suara aneh
kalau malam. 
“Tapi semua baik baik saja kok Pak. Apalagi sekarang
mulai banyak penghuninya. Ada delapan tahanan. Jadi selalu
ramai bila malam,“ kata Deddy.
Saya tidak tahu, apakah jawaban mereka itu semua hanya
untuk menyenangkan saya. Kompak mengatakan tidak ada
mahluk lain yang mengganggu. Atau hanya untuk menghibur
diri, bilang tidak ada “hantu“.
Atau memang mahluk-mahluk yang selama ini
mengganggu para tukang itu kini mulai “jinak“ dan berteman
dengan para tahanan? Atau malah sudah “minggat“ karena

KONDISI lahan yang sempat sengketa, kini telah kembali ke Pemerintah


Kota Surabaya lagi

77
JAKSA VS MAFIA ASET

terusir para tahanan?


Sudahlah, saya tidak tahu keberadaan mereka. Dan
memang seharusnya tidak usah perlu tahu, he he he. Emangnya
berani melihat mahluk serem seperti yang dilihat tukang
listrik. Hi hi hi hii... Takut ah.
Satu hal tentang Winardi. Kasusnya sudah putus. Dijatuhi
hukuman 4 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Surabaya.
Winardi banding, putusan Pengadilan Tinggi tetap 4 tahun
penjara. Plus tanah seluas 70.000 m2 dirampas untuk Negara,
dalam hal ini Pemkot Surabaya.
Jadi tanah seluas 70.000 m2 sudah balik ke Pemkot.
Nilainya sudah menjadi Rp26,2 miliar. Sekali lagi ini bukti
Jaksa telah berhasil mengembalikan aset Pemkot.
Selamat ya Bu Risma, silahkan digunakan tanah itu untuk
rakyat Surabaya. [Kang DF]

78
JAKSA VS MAFIA ASET

Ruislag yang Tak Tuntas

R
uislag berasal dari bahasa Belanda. Dari kata “ruilen”.
Artinya tukar, bisa juga diartikan berguling. Diserap
dalam Bahasa Indonesia artinya tukar guling (asset
swap).
Namun ruislag selama ini hanya identik dengan tukar me-
nukar tanah atau bangunan aset Negara dengan pihak lain.
Untuk tukar menukar sesama “swasta” jarang disebut ruislag.
Bisa dibilang, saejauh ini ruislag marak dilakukan. Teruta-
ma tanah-tanah Negara yang letaknya strategis. Yang jadi in-
caran investor. Tanah Negara itu lalu ditukar guling. Diganti
tanah di tempat lain.
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, dulu, juga sering
melakukan ruislag. Seperti yang dilakukan Pemkot tahun
1994. Ketika tanah BTKD ( Bondo Tanah Kas Desa) Kelura-
han Jemursari, Kecamatan Wonocolo “ditukarkan” dengan
aset milik Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya (YARSIS).
BTKD Jemursari seluas 27.690 m2 itu dipakai untuk pem-
bangunan Rumah Sakit Islam (RSI) II di jalan Jemursari.
Gantinya YARSIS menyerahkan tanah seluas 32.150 m2 di
Kelurahan Medokan Ayu, Kecamatan Rungkut. Plus uang
untuk pembangunan di Kelurahan Jemurwonosari sebesar

79
JAKSA VS MAFIA ASET

Rp785.000.000.
Ruislag Pemkot dengan YARSIS itu ternyata belum tuntas.
Pihak YARSIS memang sudah menyerahkan tanah petok D
Nomor: 4391, persil Nomor: 133 an. Dr. H. Muhammad Tohir.
Namun tanah itu belum bersertifikat. Masih berupa petok.

BANGUNAN rumah sakit yang sempat menjadi masalah


karena proses tukar guling yang tidak tuntas

80
JAKSA VS MAFIA ASET

Akibat belum bersertifikat, masalah pun muncul. Pemkot


ternyata tidak dapat menguasai tanah pengganti. Pasalnya
ada klaim dari pihak Yayasan Huria Kristen Batak Protestan
(HKBP) Gresik.
Pihak HKBP mengklaim tanah itu miliknya. Yang diper-
oleh dengan cara membeli dari Yayasan Petro Gresik. Pemkot
pun baru “ngeh” bila tanah pengganti tersebut bermasalah.
Tahunya ketika mengajukan permohonan Hak Pakai ke Kan-
tor Pertanahan Surabaya.
Saat itu seluruh berkas permohonan dikembalikan oleh
Kanwil BPN Provinsi Jawa Timur. Alasannya sesuai surat
Kanwil BPN Nomor: 530.35-8090, tanggal 23 Juni 1999 ter-
dapat klaim dari Yayasan HKBP.
Kontan saja, Pemkot kebingungan. Tanah untuk RSI su-
dah dilepas, tanah penggantinya diklaim orang. Ngaplo. Be-
rarti sama dengan tidak dapat apa-apa. “Zonk”, kata anak
millineal sekarang.
Ternyata tanah pengganti itu menyimpan aneka masalah.
Tidak tahu alur ceritanya bagaimana, lahan itu tumpang tin-
dih. Apa ada yang menjual lagi ke Petro. Lalu Petro menjual
ke HKBP? Atau sebaliknya.
Saling klaim atas tanah pengganti berlangsung lama. Sejak
tahun 1999 sampai tahun 2016. Tidak jelas penyelesaiannya.
Jelas Pemkot pihak yang paling dirugikan. Apalagi pihak
Yayasan HKBP tetap keukeuh lahan itu miliknya.
Tidak tahan pihaknya “diombang-ambing” ketidakpas-
tian, Pemkot Surabaya akhirnya tahun 2016 mengadu ke Jak-
sa Pengacara Negara (JPN). Ya “curhat” ke Kejaksaan Negeri
(Kejari) Surabaya. Saat itu saya menjabat sebagai Kepala Ke-
jari Surabaya.
Bu Walikota Risma berkirim surat, tanggal 17 Maret 2016.
Isinya permohonan bantuan penyelesaian masalah tanah aset
Pemerintah Kota Surabaya dengan Yayasan Rumah Sakit Is-
lam Surabaya.

81
JAKSA VS MAFIA ASET

Tak lupa Walikota juga Kemudian memberikan Surat Kua-


sa Khusus (SKK) kepada JPN Kejari Surabaya. Saya langsung
menunjuk tim JPN dibawah komando Kasi Datun Jonathan.
Anggotanya Jaksa Acil, Hanafi, Tedy dan Palupi. Tim JPN ini
kompak dan gesit. Hampir semuanya jebolan S2 Hukum Uni-
versitas Indonesia (UI).
Langkah pertama, tim Jaksa Pengacara Negara melakukan
telaah. Bedah kasus. Menganalisa pokok masalahnya. Sehing-
ga tim JPN segera dapat menyusun kegiatan selanjutnya.
Kegiatan awal dilakukan pada Kamis, 28 Juli 2016 me-
ngundang Bendahara YARSIS bernama Hasan. Dari per-
temuan tersebut disampaikan bahwa pihak Yayasan Rumah
Sakit Islam Surabaya dengan pihak dari HKBP akhirnya telah
menyelesaikan permasalahan melalui jalan damai.
Tim JPN lalu minta dokumen perdamaian. Disepakati
pada 12 Agustus 2016 seluruh dokumen perdamaian itu dis-
erahkan langsung Ketua YARSIS, Muh. Nuh. Yang juga man-
tan Menteri Pendidikan itu.
Ternyata baru diketahui kesepakatan YARSIS dengan
HKBP baru lisan. Belum “diresmikan” dalam bentuk surat.
Namun begitu, Ketua YARSIS sudah membawa dokumen
kepemilikan tanah tersebut.
Selanjutnya dilakukan pertemuan 17 November 2016. Pi-
hak YARSIS meminta waktu untuk menyelesaikan masalah
internal dan akan memberikan data/dokumen asli kepada
Jaksa Pengacara Negara hingga 24 November 2016.
Beberapa pertemuan kemudian dilakukan Tim JPN den-
gan YARSIS, diantaranya 24 November 2016 dan lalu 29 No-
vember 2016. Hasilnya ada kemajuan. YARSIS akan menyer-
ahkan data/dokumen tersebut untuk pengurusan sertifikat.
Kegiatan berlanjut 16 Desember 2016. YARSIS minta wak-
tu penundaan hingga akhir tahun. Janji akan menyerahkan
dokumen asli tanah kepada Jaksa Pengacara Negara pun ter-
tunda.

82
JAKSA VS MAFIA ASET

Saat itu, saya lewat Tim JPN mulai “menebar” ancaman.


Apabila sampai akhir tahun YARSIS tidak menyerahkan do-
kumen asli tanah kepada Jaksa Pengacara Negara, maka Jaksa
Pengacara Negara akan melakukan tindakan hukum lainnya.
Pada 29 Desember 2016, Jaksa Pengacara Negara kembali
melakukan negosiasi. Agar, pihak YARSIS menginventarisir
data/dokumen terkait legal standing H. A. Zaki Goefron. Lalu
akan menyerahkan salinan data ke Jaksa Pengacara Negara
pada Kejaksaan Negeri Surabaya hingga 30 Desember 2016.
Ternyata penyelesaian masih alot. YARSIS minta tambah-
an waktu hingga “nyebrang” ke tahun 2017. Saat itu tim JPN
meminta agar setelah dokumen lengkap. Pemohon harus dia-
jukan atas nama Pemerintah Kota Surabaya.
Negosiasi lain, JPN meminta agar segala biaya yang tim-
bul dari proses sertifikasi menjadi tanggungan pihak YARSIS.
Tidak boleh jadi beban Negara (Pemkot).
Negosiasi memang alot. Panjang. Melelahkan. Namun
semua itu akhirnya terbayar lunas. Puncak keberhasilan tim
JPN akhirnya terjadi ketika pada 18 Mei 2017 telah terbit Sert-
ifikat Hak Pakai No. 22 atas nama Pemerintah Kota Surabaya
seluas 32.875 m2.
Ruislag yang tidak tuntas dan “terkatung-katung” penyele-
saiannya itu akhirnya selesai dengan indah di tangan Jaksa.
Ya, Jaksa Pengacara Negara Kejari Surabaya. Tanpa bayaran.
Tanpa sukses fee. Gratis untuk Negara.
Catatan saya, luar biasa tim JPN Kejari Surabaya. Mere-
ka sabar melakukan kegiatan non litigasi yang panjang. Ber-
tele-tele. Itu ciri khas penyelesaian perkara lewat “jalur” per-
data.
Tidak majalah sih, eh masalah. Yang jelas akhirnya terurai
juga aneka masalah tanah pengganti. Saya mendengar Wa-
likota Bu Risma langsung bisa senyum lagi. Karena Pemkot
tidak jadi gigit jari he he. [Kang DF]

83
JAKSA VS MAFIA ASET

84
JAKSA VS MAFIA ASET

Modus Sewa,
Embat Kemudian

L
agi, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya kehilangan
aset berupa tanah. Kali ini seluas 12.620 m2 atau 1,26
hektare (Ha). Letaknya sangat strategis. Di Jalan Nga-
gel No 153 Surabaya. Sekarang, tanah itu disertifikatkan PT
IGLAS. Bagaimana ceritanya?
Tanah itu dulu dikuasai Pemkot sejak 1919. Zaman Belan-
da. Dasarnya Meetbrief No 384 seluas 6.795 m2 dan Meetbrief
No.385 seluas 5.835 m2. Hak tanahnya adalah Hak Eigendom
No 1304 sisa atas nama De Gemeente Soerabaja (Pemkot Sura-
baya).
Awalnya, tahun 1939, De Gemeente Soerabaja (Pemkot Sura-
baya) memberikan hak sewa (Erpacht) kepada NV Neder-
landsch Indesche Glasfabriken (Niglas NV). Yakni, pabrik gelas
Zaman Belanda.
Lalu, setelah Indonesia merdeka, 6 Oktober 1955 di atas
tanah itu Pemkot Surabaya memberikan hak sewa kepada
Bank Industri Negara. Ketika itu untuk pendirian pabrik ge-
las di Surabaya.
Tahun 1979, Pemkot tidak lagi menyewakan. Kali ini
menerbitkan Izin Pemakaian Tanah (IPT) di atas tanah itu.
Jadi Walikota Surabaya membuat SK No.2447/A/KD/IX/

85
JAKSA VS MAFIA ASET

DTR/79, tanggal 6 September 1979 untuk IPT PT IGLAS. Yai-


tu pabrik gelas juga.
Kepada PT IGLAS, IPT sempat tiga kali diperpanjang oleh
Pemkot Surabaya. Pertama, pada 20 Oktober 1986, lalu kedua
23 Pebruari 1989 dan ketiga diperpanjang 14 Januari 1993.
Tiba-tiba, ketika sewa berakhir 23 Januari 1995, ada ka-
bar buruk buat Pemkot. Tanpa ada aba-aba, tidak ada siny-
al, apalagi pemberitahuan PT IGLAS (sebelumnya PN sudah
jadi PT) telah mendapatkan Sertifikat Hak Guna Bangunan
(SHGB) atas tanah yang disewa itu. Dengan SHGB Nomor
128/Kel. Ngagel, tanggal 1 Mei 1995.
Rupanya sejak 17 Oktober 1992, diam-diam PT IGLAS tel-
ah mengajukan sertifikat ke Menteri Negara Agraria/Kepala
BPN. Baru tahun 1995 disetujui dengan keluarnya SHGB itu.
Tahu tanahnya yang disewa telah ditilap PT IGLAS, pihak
Pemkot meradang. Tanggal 4 September 2006 Pemkot men-
gajukan pemblokiran dan pembatalan sertifikat HGB atas
nama PT IGLAS. Sempat PT IGLAS pada 7 Nopember 2011
mohon agar pemblokiran dicabut. Namun Pemkot menolak.
Karena ditolak Pemkot, PT IGLAS akhirnya tahun 2012
menggugat Pemkot. Kali ini gugatan ke Pengadilan Tata Usa-
ha Negara (PTUN). Namun di 2013, PTUN menolak gugatan
PT IGLAS. Alias menang Pemkot.
Berbekal kemenangan itu, Pemkot Surabaya pada 26 Mei
2017 balik mengajukan gugatan Perdata. Hasilnya menang
di Pengadilan Negeri Surabaya. Namun di tingkat banding
tahun 2018 lalu Pemkot dikalahkan. Sekarang upaya hukum
Kasasi.
Tidak tahu sampai kapan ending tanah Jalan Ngagel ini
setelah putusan kasasi. Bukti tanah itu disewa ada. Lalu ada
bukti perjanjian sewa, bukti surat Eigendom Verponding atas
nama De Gemeente Soerabaja ada. Masih kalah juga.
Biasanya nanti diputus apapun di tingkat kasasi, para pi-
hak akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Putusan PK

86
JAKSA VS MAFIA ASET

ini pun tidak bisa diprediksi. Gelap. Yang jelas hampir semua
upaya PK selama ini dalam kasus aset, Pemkot 90% kalah.
Langka menang.
Karena sering kalah di gugatan perdata, ada manuver
menarik dilakukan Walikota Surabaya awal Agustus ini. Bu
Risma membuat keputusan berani. Seolah meladeni “tantan-
gan” saya, agar melaporkan pidana bila ada aset dikuasai pi-
hak ketiga. Terutama yang dikuasai secara melawan hukum.
Itu yang saya katakan saat menyerahkan aset YKP Juli 2019
lalu.
Laporan resmi sudah dibuat langsung ditandatangani
Walikota Surabaya. Tim sudah saya siapkan. Paparan bahan
laporan sudah di ekspose di Pidsus Kejati. Lalu surat perintah
penyelidikan pun sudah diteken.
Kini tiba saatnya siap-siap. Wayahe...wayahe ... Panggil
semua pihak terkait. Mencari dua alat bukti yang mendukung
adanya perbuatan korupsi.
Apakah perbuatan yang dilakukan penyewa yang kemu-
dian menilap dengan mensertifikatkan tanah sewa itu per-
buatan korupsi?
Unsur utama perbuatan korupsi itu adalah adanya per-
buatan melawan hukum. Mensertifikatkan tanah orang lain
yang disewa itu apakah perbuatan melawan hukum? Hampir
semua peserta ekspose menjawab, ya. Itu perbuatan melawan
hukum.
Lalu unsur kerugian Negara. Apakah Negara dirugikan?
Kalau dari sisi Pemkot jelas dirugikan. Minimal Pemkot kini
tidak dapat uang sewa lagi. Bahkan kini aset tanah yang telah
dicatat di Sistem Informasi Manajemen Barang Daerah (SIM-
BADA) itu telah “raib”. Pasti rugi dong Pemkot.
Apalagi ada informasi awal, sertifikat HGB atas nama PT
IGLAS itu kini sudah dijaminkan ke Bank BNI. Tidak tahu
nilainya berapa. Namun yang jelas PT IGLAS sudah tidak se-
hat lagi. Banyak PHK.

87
JAKSA VS MAFIA ASET

BANGUNAN bangunan yang ada di Jalan Ngagel No 153 Kota Surabaya yang
masih sengketa sampai sekarang ini.

Bahkan konon untuk pesangon karyawan dijanjikan dari


uang hasil jual tanah di Jalan Ngagel itu. Tanah sengketa itu.
Piye iki mas? Pusing opo ora he he he... (Kang DF)

88
JAKSA VS MAFIA ASET

Balikin... Oh...
Balikin Aset Gue

S
eluruh kelurahan di Surabaya, dulu merupakan desa.
Sebelum tahun 1980. Kepala desa dan perangkat desan-
ya digaji dari hasil panen tanah bengkok. Atau di kenal
Bondo Tanah Kas Desa (BTKD).
Setelah ada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
140-502, tanggal 22 September 1980 tentang Penetapan Desa
menjadi Kelurahan, maka seluruh desa dalam wilayah Kodya
Dati II Surabaya menjadi kelurahan. Lurah dan perangkat jadi
PNS yang sekarang bernama Aparatur Sipil Negara (ASN).
Lalu BTKD itu bagaimana? Ada yang mengatur. Ada
ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
1 Tahun 1982. Tentang Sumber Pendapatan dan Kekayaan
Desa, Pengurusan dan Pengawasannya, Kekayaan Desa. Jadi
menjadi kekayaan Pemerintah Kota.
Antara tahun 1980 sampai 1982 itu terjadi masa transisi.
Masa rawan penyelewengan Tanah Kas Desa (TKD). Banyak
TKD ditilap. Pelakunya lurah atau perangkatnya. Caranya:
mereka tidak memasukkan BTKD ke aset milik Pemkot Sura-
baya.
Inilah yang terjadi di Desa Karang Pilang, Kecamatan Ka-
rang Pilang, Kota Surabaya. Ketika desa jadi kelurahan tahun

89
JAKSA VS MAFIA ASET

1980, ada aset BTJD seluas 22.940 atau 2,29 hektar ditilap.
Yakni oleh Lurah Moesanip tidak dimasukkan ke daftar Bon-
do Desa. Malah aset dijual.
Penjualan aset itu tidak terdeteksi. Mungkin dilakukan se-
cara terstruktur. Buktinya penjualan aset itu yang bertindak
sebagai PPAT justru camat setempat tahun 1982, Rahmad.
Pembelinya orang swasta. Lalu dijual lagi ke PT Platinum Ce-
ramic Industry.
Penjualan tanah itu sangat rapi. Rapi sekali. Mula-mula
tanah itu dibagi empat bidang. Diatas namakan Moesanip, S
Achmadi, Drijono dan Munadji P. Muah. Baru semua tanah
itu dijual lagi ke satu pihak. PT Platimun Ceramic Industry.
Penjualan aset itu tampak didesain dan terstruktur. Seperti
pola penadahan?
Tapi nanti saja kita kupas dari sisi hukumnya. Yang jelas
setelah penjualan “ilegal” itu sampai tahun 2015 tidak ada pi-
hak tahu. Masyarakat tidak tahu, apalagi Pemkot Surabaya.
Tidak pernah tahu punya aset itu. Karena tidak didaftarkan
lurah, tidak masuk data aset.
Akhirnya benar kata pepatah. “Sepintar-pintarnya bang-
kai ditutupi, baunya tercium juga”. Ya, penjualan BTKD di
Desa Karang Pilang itu akhirnya terkuak. Tanpa sengaja ter-
bongkar. Ada “bau busuk” penjualan Bondo Desa itu.
Bermula ada proyek Tol Surabaya-Mojokerto (Sumo) ta-
hun 2015 . Saat itu Tanah Bondo Deso yang dikuasai PT Plat-
inum itu kena proyek tol. Hanya sebagian saja. Seluas 2.426
m2 dan 2.491 m2. Total 4.917 m2. Ganti ruginya Rp6 Miliar
lebih sedikit.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Tol Sumo telah
memanggil PT Platinum Ceramics Industry untuk mengam-
bil ganti kerugian atas pengadaan tanah untuk kepentingan
umum tersebut. Namun, perwakilan PT Platinum tidak hadir
dan tak dapat menerima uang ganti kerugian. Apa sebab?
Lantaran PT Platinum sampai detik akhir tidak mendapat-

90
JAKSA VS MAFIA ASET

kan Surat Pengantar dari Kantor Pertanahan Kota Surabaya I.


Berdasarkan data kelurahan saat ini, tanah itu diketahui mer-
upakan Bondo Deso. Tidak ada pihak yang berani memberi-
kan surat keterangan kepada PT Platinum.
Uang ganti rugi akhirnya oleh PPK Tol Sumo dititipkan
ke Pengadilan Negeri Surabaya. Di konsinyasi. Agar proyek
tol jalan terus. Sampai sekarang uang Rp6 miliar lebih, masih
tersimpan di Pengadilan. Bagaimana penyelesaiannya?
Pemerintah Kota akhirnya mendengar juga ramai-ramai
PT Platinum. Akhirnya Pemkot tahu asetnya yang dulu di-
jual ditemukan. Meski dikuasai PT Platinum. Pihak Pemkot
langsung bereaksi. Gandeng Datun Kejari Surabaya, tahun
2018 untuk pengembalian aset itu.
Semula Pemkot ditawari pihak PT Platinum agar mener-
ima uang konsinyasi. Syaratnya, sisa tanah seluas 18.000 m2
(1,8 hektar) diserahkan ke PT Platinum. Namun, dan pasti
Pemkot menolak.
Ketika ditangani tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) Datun
Kejari Surabaya, tim berpendapat ada perbuatan melawan
hukum yang menyebabkan kerugian Negara. Selanjutnya
menyerahkan ke bidang Pidsus Kejari Surabaya. Pidsus Ke-
jari sudah melakukan penyelidikan. Namun belum tuntas.
Akhirnya, sejak pertengahan Agustus 2019 kasus tanah
Bondo Desa Karang Pilang itu saya putuskan kasusnya ditar-
ik di Pidsus Kejaksaan Tinggi. Ya, saya suruh ditangani tim
Pidaus Kejati saja. Penyelidikan ulang akan dilakukan.
Saat paparan dengan tim di Pidsus, saya sudah menekank-
an agar maksimalkan pengembalian aset. Ibarat kasus mobil
curian, siapapun pembelinya dapat dikenakan pasal pena-
dahan. Ya, penadah dapat dipidanakan. Barang bukti mobil
juga pasti kembali ke pemilik asal.
Memang ada laporan dari Pidsus Kejari Surabaya. Ada
beberapa kejanggalan dalam penjualan aset Negara ini. Na-
ma-nama yang tercantum dalam dokumen jual beli tidak

91
JAKSA VS MAFIA ASET

ditemukan. Berikut inti laporan Kasi Pidsus Heru Kamarul-


lah setelah melakukan penyelidikan.
PT Platinum Ceramics Industry tidak dapat menunjukan
hubungan hukum terkait peralihan kepemilikan objek tanah
bekas hak yasan sesuai Petok D No 866 dan Petok D No 867
tercatat atas nama Siat Seng Ping/Handoko Sucahyo. Sehing-
ga PT Platinum tidak memiliki alas hak yang kuat mengenai
kepemilikan.
Beberapa nama yang ada dalam dokumen peralihan
tanah: Munadji P Muniah –tidak diketahui keberadaannya.
Lalu Drinojo, mantan Sekretaris Desa/Carik Karangpilang
telah meninggal dunia. Nama Teguh Wisiarno, tidak diketa-
hui keberadaannya.
Sementara itu Moesanip, the king maker, yang pernah
menjabat sebagai Kepala Desa/Lurah Karangpilang telah
meninggal dunia. Kemudian nama S. Achmadi, tidak diketa-
hui keberadaannya. Ada satu nama lagi, Sonny Utomo juga
tidak diketahui keberadaannya.
Banyak yang aneh, karena tidak diketahui keberadaann-
ya. Sampai saya bilang, nama itu ada orangnya atau “rekaan”
sih? Tapi yang jelas nama Rachmad, mantan Camat Ka-
rang Pilang yang tanda tangan PPAT diketahui, tapi sudah
meninggal dunia.
Tinggal nama Siat Sing Ming alias Soetikno Soegihar-
to dan Siat Seng Ping alias Handoko Sucahyo masih hidup.
Segera kita periksa.

Saya yakin bin percaya, bila tanah Bondo Desa ini akan
kembali. PT Platinum pasti akan “mikir” kalau tahu kon-
sekuensi hukumnya. Percuma mempertahankan barang hasil
curian. Hasil penilapan.
Sekali lagi: mobil dicuri atau digelapkan saja pembelinya
diancam pidana. Mobil itu hanya benda bergerak. Ada asas
hukum mengatakan bezitter (penguasa) atas benda bergerak

92
JAKSA VS MAFIA ASET

dianggap pemilik.
Lah ini dalam kasus Bondo Desa Karang Pilang berupa
tanah. Tanah itu benda tidak bergerak. Pasti lebih banyak
dokumen yang harus dilengkapi saat jual beli. Milik Negara
lagi.
Hayo... PT Platinum silahkan dipikir kembali. Kami bukan
menakut-nakuti. Mengembalikan aset itu perbuatan terpuji.
Membeli barang hasil curian itu ada konsekuensi. Hayo... PT
Platinum. Hayo... “Balikin oh... Balikin... Aset gue kayak dulu
lagi” he he he. [Kang DF]

ILUSTRASI foto Tol Surabaya-Mojokerto (SUMO) ketika dibangun dan saat


pembebasan lahannya masih menyisakan masalah tanah hingga sekarang

93
JAKSA VS MAFIA ASET

94
JAKSA VS MAFIA ASET

Tentang Kang DF

D
idik Farkhan Alisyahdi, akrab disapa Kang DF,
semula seorang wartawan Memorandum (Jawa Pos
Group). Dia kemudian “membelot” gabung ke Korps
Adhyaksa pada 1994.
Pria kelahiran Bojonegoro, 18 Oktober 1971, masih ter-
us membawa kebiasaan menulis walupun menjabat Asisten
Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Jawa Timur.
Tidak tanggung-tanggung, empat buku sudah dihasilkan
dari sentuhan “magic” menulisnya.
Buku pertama lahir ketika menjabat Kepala Kejaksaan
Negeri (Kajari) Sangatta, Kalimantan Timur, 2012-2014, dia
mengumpulkan dan menerbitkan tulisannya dalam buku
“SangattA: Catatan Seorang Jaksa”. Ketika di Sangatta pula,
ia mendapat penghargaan Sidhakarya nomor satu se-Indone-
sia untuk kinerja Kejaksaan Negeri (kejari) tipe B.  
Buku kedua lahir ketika ia menjabat Kepala Bagian
Pengembangan Pegawai di Biro Kepegawaian Kejaksaan
Agung (Kejagung) tahun 2014-2015 dengan judul “55 Rekor
di Korps Adhyaksa”. 
Sementara itu untuk buku ketiga tahun 2017 saat menjadi

95
JAKSA VS MAFIA ASET

Kajari Surabaya dengan judul “Jaksa 24 Jam”. Dan buku ke-


empat dengan judul “Jaksa vs Mafia Aset”.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang,
Jawa Timur pada 1993 dan Magister Ilmu Hukum dari Uni-
versitas Lambung, Mangkurat, Banjarmasin,  tahun 2003 itu
memang dikenal sebagai aktivis pers mahasiswa. Pernah
menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Manifest, majalah maha-
siswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan Pemimp-
in Redaksi Majalah Eksekusi, majalah kedinasan Kejaksaan
Tinggi DKI Jakarta, tahun 2011.
Sebagai Jaksa, ayah tiga anak itu pernah menjadi bagian
dari Tim Jaksa yang mengajukan Peninjauan Kembali (PK)
terhadap Polycarpus pada kasus Munir yang berbuah putu-
san Hakim Agung selama 20 tahun penjara.
Kang DF saat menjabat Kajari sering turun sidang sendi-
ri. Ketika di Sangatta, tahun 2013 dan Surabaya pada tahun

KANG DF bersama istri dan tiga anaknya

96
JAKSA VS MAFIA ASET

2016. Saat Kajari Surabaya “turun gunung” sendiri menjadi


Jaksa Penuntut Umum (JPU) terdakwa La Nyalla Mattaliti
pada kasus korupsi.
Dia juga pernah menuntut mati dua kali atas terdakwa
pembunuhan di Martapura, Kalsel. Dua kali memutuskan
tuntutan mati terhadap terdakwa narkoba di Pengadilan
Negeri Surabaya. [*]

97
JAKSA VS MAFIA ASET

98
JAKSA VS MAFIA ASET

99
JAKSA VS MAFIA ASET

100

Anda mungkin juga menyukai