1
JAKSA VS MAFIA ASET
2
JAKSA VS MAFIA ASET
3
JAKSA VS MAFIA ASET
Gambar dan
Ilustrator sampul:
Muharrom
ISBN:
-
Editor:
Muhammad Abdul Qohhar, S.Sos.I., M.Si
Penerbit:
Blok Media Promosindo Press
(Member of BMG)
Didukung:
Yayasan Sedulur Pena (YSP)
Alamat:
Jalan KS Tubun Gg Srinayan No 3
Kelurahan Mojokampung, Kecamatan Kota,
Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur
Telp: (0353) 3412093
Email: blokpromosindo@gmail.com
4
JAKSA VS MAFIA ASET
Apresiasi
Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD., S.H., S.U
D
i kalangan masyarakat, ada kesan bahwa banyak
Jaksa kita yang kurang profesional. Bahkan lebih
dari itu, ada oknum Jaksa menyalahgunakan ke-
wenangan dalam penanganan perkara. Termasuk ikut
menyalahgunakan aset Negara.
Tetapi sebenarnya tidak semua Jaksa seperti itu.
Banyak yang jujur dan bekerja dengan baik, serta cukup
profesional. Didik Farkhan Alisyahdi diantaranya. Jaksa
karier yang bisa disebut sebagai contoh dari jaksa-jaksa
yang baik itu. Dia bekerja profesional, jujur dan penuh
dedikasi. Seperti terurai dengan benderang di dalam
buku ini, Kang DF tegas melawan korupsi dan berani
pasang badan untuk menghadapi mafia aset Negara.
5
JAKSA VS MAFIA ASET
6
JAKSA VS MAFIA ASET
Pengantar Penulis
P
uji syukur kehadirat Allah S.W.T, serta salawat
dan salam tercurah kepada Nabi Besar Muham-
mad S.A.W, penulis dapat menyelesaikan buku
dengan judul, “Jaksa vs Mafia Aset”.
Buku ini merupakan yang keempat karya Penulis.
Berbeda dengan tiga buku sebelumnya yang temanya
“gado-gado”, kali ini berisi hanya satu tema besar. Yak-
ni seputar penyelamatan aset Negara yang dilakukan
Jaksa. Khususnya Jaksa di Jawa Timur.
Penulis mengangkat tema itu bukan tanpa alasan. Re-
kor penyelamatan aset Negara terbesar sepanjang sejar-
ah Kejaksaan dilakukan Jaksa Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Jawa Timur. Penyelamatan aset Yayasan Kas Pemban-
gunan (YKP) saja lebih Rp5 triliun. Belum lagi Gelora
Pancasila, Jalan Kenari, Jalan Upa Jiwa dan lain-lainnya.
Tulisan dalam buku ini 100% merupakan pengala-
man pribadi penulis saat menangani aset Negara.
Lika-liku, tantangan, ancaman dan godaan saat menye-
lamatkan aset Negara, penulis tuangkan dalam buku
ini. Semoga dapat menginspirasi semua pihak.
Sebenarnya, sebagian tulisan dalam buku ini sudah
7
JAKSA VS MAFIA ASET
Penulis
Didik Farkhan Alisyahdi, SH., MH.
9
JAKSA VS MAFIA ASET
10
JAKSA VS MAFIA ASET
Sambutan
Kepala Kejati Jatim
M
emang beda bila Jaksa itu mantan Wartawan.
Ada saja ide kreatifnya. Termasuk dalam pen-
erbitan buku ini. Ternyata pengalaman priba-
di Jaksa Didik Farkhan (baca: Kang DF) dalam melak-
sanakan tugas ditulis dengan gaya “bertutur” seperti
feature-nya seorang Jurnalis.
Sungguh menarik tulisan-tulisan Asisten Pidana
Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim ini.
Temanya pas dengan apa yang menjadi fokus dan lang-
kah Kejaksaan saat ini dan ke depan. Yaitu berjuang un-
tuk recovery aset Negara. Berjuang mengembalikan aset-
aset Negara dari tangan-tangan pihak swasta.
Sekali lagi saya sangat apresiasi terhadap penulis.
Dengan dibukukannya pengalaman-pengalaman penu-
lis dalam pengembalian aset Negara akan bisa mengin-
spirasi pihak lain. Minimal Jaksa lain yang menangani
kasus yang hampir sama. Atau terhadap instansi yang
memiliki aset Negara tapi dikuasai pihak lain. Bisa
mengikuti “cara” seperti yang diceritakan dalam buku
ini.
Pemilihan judul oleh penulis juga sangat menarik.
11
JAKSA VS MAFIA ASET
12
JAKSA VS MAFIA ASET
Daftar ISI
Apresiasi Prof. Dr. M. Mahfud MD., S.H., S.U. 5
Kata Pengantar Penulis 7
Sambutan Kepala Kejaksaan Tinggi Jatim 11
Daftar Isi 13
Tentang Penulis 95
13
JAKSA VS MAFIA ASET
14
JAKSA VS MAFIA ASET
Tangis Bu Risma
dan Gelora Pancasila
G
edung yang satu ini memang legendaris. Bisa dib-
ilang ikonik untuk Kota Pahlawan. Hampir semua
warga Surabaya tahu keberadaan gedung. Apalagi
warga yang lahir sebelum tahun 1970-an.
Gedung itu adalah Gelora Pancasila. Letaknya ada di tem-
pat strategis di tengah kota di Jalan Indragiri No. 6 Kota Sura-
baya. Menilik namanya, dapat dipastikan yang membangun
dan memberi nama pasti pihak Pemerintah. Kecil kemungk-
inan dari swasta.
Karena swasta pasti cenderung memberi dan memilih
nama yang kebarat-baratan. Misalnya awalan grand atau city.
Dan memang betul, saya membaca sejarah gedung itu
yang membangun Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Jatim).
Diawali dengan surat Gubernur M. Wiyono selaku KOGOR
Daerah Jatim Nomor: 105/KOGOR/DT/B/64, tanggal 27
November 1964.
Gedung itu dibangun di atas tanah eigendom verpond-
ing atas nama De Stads Gemeente de Soerabaja. Atau di tanah
atas nama Pemerintah Kota Surabaya. Dulu tanah itu seluas
25.780 m2. Jadi masih menjadi satu dengan Lapangan Thor di
belakangnya yang juga sangat populer itu.
15
JAKSA VS MAFIA ASET
16
JAKSA VS MAFIA ASET
17
JAKSA VS MAFIA ASET
18
JAKSA VS MAFIA ASET
19
JAKSA VS MAFIA ASET
20
JAKSA VS MAFIA ASET
T
anah itu berupa jalan umum. Luasnya 2.050 meter
persegi (m2). Ukurannya memanjang, yakni 8 meter x
257 meter. Letaknya juga sangat strategis. Ada di jan-
tung Kota Surabaya, dekat pusat perbelanjaan di kawasan
Jalan Tunjungan.
Letaknya yang sangat strategis itu membuat banyak pi-
hak yang “ngiler”. Ingin menguasai. Terutama dari kalangan
swasta yang sudah punya tanah dan gedung di sekitar jalan
tersebut. Hasrat tinggi ruislag alias tukar guling atau pelepas-
an (dijual).
Lho, memangnya boleh jalan umum dijual? Jawabnya
boleh. Tapi istilah halus ganti rugi pelepasan hak atas tanah.
Tentu ada beberapa syarat.
Meski boleh, sebenarnya menurut saya tidak lazim juga.
Masak pemerintah kok “tega” menjual tanah berupa jalan
umum. Apa memang sangat kekurangan uang sehingga sam-
pai menjual aset Negara.
Inilah anehnya di masa lalu itu. Seakan tidak ada rasa
malu melego jalan umum. Pemerintah gampang kena bujuk
rayu oleh pihak swasta tertentu.
Untuk aset Jalan Kenari, pihak swasta yang ngebet membe-
21
JAKSA VS MAFIA ASET
22
JAKSA VS MAFIA ASET
23
JAKSA VS MAFIA ASET
24
JAKSA VS MAFIA ASET
25
JAKSA VS MAFIA ASET
YKP:
Rekor Penyelamatan Aset
Terbesar di Indonesia
S
iang itu, Kamis, 18 Juli 2019. Di Aula Kantor Kejak-
saan Tinggi (Kejati) Jatim Jalan A. Yani, Kota Surabaya.
Walikota Surabaya Tri Rismaharini tiba-tiba menangis
tersedu. Air matanya bercucuran. Sebuah tangis gembira.
Ya, kegembiraan “Ibune Arek-arek Suroboyo” itu seper-
tinya di puncak. Benar-benar puncak. Sebab, perjuangan pan-
jangnya agar aset Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dan PT
YEKAPE kembali ke Pemkot Surabaya, akhirnya berhasil.
Hari itu, Walikota Risma secara simbolis menerima aset
YKP dan PT YEKAPE dari Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa
Timur Dr Sunarta. Nilainya lebih dari Rp5 triliun. Fantastis.
Penyerahan itu dilakukan setelah Kejati Jawa Timur berhasil
“menyelamatkan” aset itu dari pihak yang selama ini men-
guasainya.
Yang menarik, setelah acara penyerahan aset, Bu Risma
diberi waktu untuk testimoni. Tentang upaya-upaya apa saja
yang pernah dilakukan untuk penyelamatan aset. Termasuk
aset YKP. Namun, saat akan memberikan testimoni Bu Risma
tiba-tiba mulutnya terkunci. Tubuhnya panas dingin.
27
JAKSA VS MAFIA ASET
29
JAKSA VS MAFIA ASET
30
JAKSA VS MAFIA ASET
31
JAKSA VS MAFIA ASET
32
JAKSA VS MAFIA ASET
33
JAKSA VS MAFIA ASET
34
JAKSA VS MAFIA ASET
Telisik Tanah
SDN Ketabang I yang Raib
P
emerintah Kota Surabaya memiliki aset berupa tanah
dan bangunan SDN Ketabang I/288. Terletak di Jalan
Ambengan 29 Kota Surabaya. Luasnya 2.464 m2. Seja-
rahnya dulu, SD ini hasil “merger” SDN Ketabang I dan II.
Lebih jauh lagi, sebelum jadi SDN Ketabang I dan II, awal-
nya sekolah itu bernama Sekolah Rakyat (SR) Ambengan.
Beroperasi sejak tahun 1948. Jadi praktis mulai Indonesia
Merdeka, tanah itu sudah berdiri sekolahan.
Mulai dulu SDN Ketabang I termasuk sekolah legendaris
di Surabaya. Alumninya banyak yang menjadi “penggede”
di Negeri ini. Mantan Wakil Presiden Tri Sutrisno adalah
salah satu alumni SD ini. Ada juga Wardiman, mantan Men-
teri Pendidikan dan Kebudayaan di zaman Orde Baru. Serta
mantan Kadis Pendidikan Jawa Timur, Harun.
Namun, dibalik kehebatan alumninya itu, ternyata tidak
berbanding lurus dengan “nasib” tanah dan gedung SDN Ke-
tabang. Statusnya “ngenes”. Tanahnya diserobot pihak lain.
Pihak swasta. Bahkan “diam-diam” penyerobot itu berhasil
mensertifikatkan tanah itu. Lho kok bisa?
Adalah seorang perempuan bernama Setiawati Soetanto.
Tiba-tiba mengklaim tanah SDN Ketabang I itu miliknya.
35
JAKSA VS MAFIA ASET
36
JAKSA VS MAFIA ASET
37
JAKSA VS MAFIA ASET
38
JAKSA VS MAFIA ASET
A
set Negara bila tidak “diopeni” (baca:di-
urus) pasti ada pihak ketiga yang “ngope-
ni” (mengklaim). Ini seperti yang terjadi
atas tanah dan bangunan bekas kantor Kelurahan
Rangkah, Kecamatan Tambaksari, Kota Surabaya.
Kantor Kelurahan itu berupa bangunan seluas
194,82 m2 yang berdiri di atas tanah seluas 537 m2.
Letaknya berada di Jalan Kenjeran 254 Surabaya.
Jadi termasuk tanah yang strategis. Tanah di ping-
gir jalan besar.
Awal kejadian, bermula tahun 1999. Ketika
kantor Kelurahan Rangkah pindah ke bangunan
baru di Jalan Alun-alun Rangkah. Bangunan lama
kemudian dibiarkan mangkrak. Tidak lagi diurus
oleh Lurah Rangkah maupun Pemerintah Kota
Surabaya.
Tampaknya setelah “boyongan” konsentrasi
seluruh perangkat kelurahan fokus di tempat kan-
tor baru. Kantor lama diabaikan. Tak terurus. Ha-
nya dipasrahkan ke penjaga kantor kelurahan ber-
39
JAKSA VS MAFIA ASET
nama Suwadi.
Nah disini juga awal kisahnya. Masalah mulai
muncul ketika Suwadi meninggal dunia. Ada anak
Suwadi bernama Soendari mulai membangun
warung di bagian depan kantor kelurahan lama.
Soendari merasa nyaman tinggal di sana. Akhirnya
bekas kantor itupun ditinggali bersama suami dan
anak-anaknya. Dipakai rumah.
Ketika ada pembebasan pelebaran akses Jem-
batan Suramadu tahun 2004, bangunan warung
yang berada di depan lahan kelurahan itu kena
proyek. Pemkot memberi ganti rugi sebesar Rp126
juta untuk bangunan, bukan tanahnya. Namun So-
endari menolak menerima. Minta empat kali lebih
besar.
Akhirnya uang ganti rugi dari Pemkot itu dititip-
kan (konsinyasi) ke Pengadilan Negeri Surabaya.
Sampai sekarang uangnya belum diambil Soendari.
Karena Soendari minta lebih besar lagi.
Hanya saja, meski tidak mau mengambil uang
konsinyasi, rupanya Soendari punya rencana besar.
Maka, ketika mendengar akan ada proyek peleba-
ran jalan Suramadu, tahun 2003 dia melihat celah.
Akan menguasai tanah itu.
Untuk langkah itu, Soendari mengajukan per-
mohonan peta bidang ke Kantor Pertanahan Sura-
baya II. Alhasil permohonan itu diproses. Petugas
Kantor Pertanahan pun langsung mengukur dan
menerbitkan surat peta bidang atas tanah itu den-
gan pemohon Soendari.
Dalam kasus ini sebenarnya ada kelalaian pihak
Kantor Pertanahan. Karena mengeluarkan peta
bidang atas nama Soendari di tanah milik Pemkot.
Masalahnya mungkin karena tanah bekas kantor
40
JAKSA VS MAFIA ASET
PETUGAS dari Kejati Jatim saat melakukan penyegelan di lokasi tanah dan ban-
gunan bekas Kantor Kelurahan
46
JAKSA VS MAFIA ASET
Misteri Raibnya
Aset Kolam Renang Brantas
S
ejak zaman penjajahan Belanda, Kolam Renang Brantas
(KRB) merupakan ikon Kota Surabaya. Sebagai kolam
renang terbesar dan terbaik saat itu. Bahkan menurut
cerita menjadi tempat renang paling favorit para noni Belan-
da.
Sejarahnya, KRB itu milik NV Brantas (perusahaan Belan-
da). Ketika Indonesia merdeka, direksi atau pengurus perusa-
haan bedol desa. Pulang kampung ke Belanda. Aset-asetnya
ditinggalkan begitu saja.
Awalnya KRB dikelola Tulus Tamtomo hingga tahun
1973. Entah karena salah urus, Tulus menelantarkan kolam
renang itu. Hutang-hutangnya menumpuk. Termasuk reken-
ing air dan rekening listrik tidak terbayar.
Atas aspirasi masyarakat, Pemerintah Kotamadya Daerah
Tingkat II Surabaya mengambil alih penguasaan atas Kolam
Renang itu. Segala kewajiban dan hutang Tulus dibayar Pem-
kot. Lalu pengelolaan diserahkan kepada Kepala pembinaan
Olahraga Depdikbud.
Mendapat mandat mengelola, Kepala Pembinaan Olahra-
ga itu pada 1 September 1973 membuat perjanjian kerjasama
dengan Soemantri. Untuk mengelola Kolam Renang Brantas
47
JAKSA VS MAFIA ASET
KONDISI bangunan Kolam Renang Brantas dari luar begitu menjulang yang
asetnya kembali ke Pemkot Surabaya
49
JAKSA VS MAFIA ASET
50
JAKSA VS MAFIA ASET
perkara pidana yang sudah putus atas nama Ismanu BAE. Di-
tambah bukti surat dan keterangan ahli. Tim akhirnya sepa-
kat perkara naik ke penyidikan.
Saat perkara naik ke penyidikan, Tedjo Bawono ternyata
meninggal beberapa Minggu sebelum dipanggil sebagai ter-
sangka. Padahal ditemukan fakta yang wow. Bahwa pemal-
suan yang dilakukan Ismanu BAE itu tujuannya agar pemba-
yaran ke kas Negara menjadi lebih sedikit. Jelas ini perbuatan
korupsi.
Tim penyidik semangat untuk menuntaskan perkara ini.
Agar aset KRB kembali. Namun, ternyata perkembangan per-
kara tindak pidana korupsi itu terpaksa harus berhenti. Apa
ada gerangan?
Semua calon tersangka tak satupun tersisa. Semua sudah
meninggal dunia. Mulai Ismanu BAE. Kemudian Wardoyo,
mantan Kepala BPN yang menerbitkan sertifikat juga su-
dah tiada. Dan terakhir pemohon Tedjo Bawono menyusul
meninggal dunia.
Hasil pemeriksaan memunculkan Fakta: bahwa pemohon
hanya membayar tanah dan bangunan seluas 222 m2. Namun
dalam sertifikat HGB keluar luas tanah 2.979 m2. Ada bau
korupsi memang dalam proses penerbitan sertifikat.
Ahli waris Tedjo Bawono ketika diperiksa mengaku saat
membeli sudah mengeluarkan uang untuk harga seluas 2.979
m2. Pihaknya tidak tahu kalau kemudian dipalsukan hingga
hanya membayar untuk tanah seluas 280 m2.
Walau calon tersangka semua sudah meninggal dunia,
tim penyidik saya perintahkan untuk terus mengejar aset
KRB. Apakah masih ada peluang bro?
Jawabnya masih ada secercah harapan. Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20
tahun 2001 pasal 34 menyebutkan Jaksa melalui Jaksa Peng-
acara Negara dapat menggugat perdata ke ahli waris. Maka,
berkas perkara saya serahkan langsung ke Bidang Datun.
51
JAKSA VS MAFIA ASET
52
JAKSA VS MAFIA ASET
A
set tanah milik Pemerintah Kota Malang ini tidak
seberapa luas. Hanya 350 m2. Hanya saja lokasinya
amat strategis. Ada di jatung kota. Di pinggir jalan
besar Jalan Brigjen Slamet Riadi No.129 Kelurahan Oro-Oro
Dowo, Kecamatan Klojen Kota Malang.
Aset itu terdaftar sejak zaman penjajahan “Londo” alias
Belanda. Perolehan tahun 1901. Sejak didapat, tanah dalam
kondisi kosong. Baru tahun 1982, tanah itu disewa Misrinah
Soetjipto dengan harga sewa Rp24.500 per tahun.
Lalu tahun 1985, Misrinah membangun sebuah rumah
tinggal di atas tanah itu. Pada 1995 harga sewa naik menjadi
Rp105.000 per tahun. Lalu sejak 2 Juni 2001 naik lagi menjadi
Rp560.000 per tahun.
Pada 9 Juli 2008, Misrinah meninggal dunia. Rumah itu-
pun dikuasai enam anaknya. Yaitu Mulyaning Rinah, Tukul
Nugroho, Mukti Nastiti, Ines Gunung Sri Wahyuni, Nurtekad
Sambodo, dan Yohanes Susilo Agung.
Sampai tahun 2015 aset tanah itu masih “baik-baik” saja.
Masih di bawah pangkuan Pemkot Malang. Petaka baru
muncul ketika suatu hari di pertengahan tahun 2015, datang
53
JAKSA VS MAFIA ASET
RUKO yang berada di Kota Malang ini berdiri di atas tanah milik
Pemerintah Kota
54
JAKSA VS MAFIA ASET
PETUGAS dari Kejaksaan tengah memasang tanda di Rumah Toko (Ruko) yang
bangunannya di atas tanah milik Pemkot Malang
55
JAKSA VS MAFIA ASET
56
JAKSA VS MAFIA ASET
T
idak peduli. Emang Gue Pikirin (EGP). Itulah motto
para mafia tanah. Tak peduli milik siapa, priba-
di atau Negara akan disikat. Tak peduli fasilitas
umum sekalipun. Yang penting “asyik” bisa mengua-
sai, memiliki dengan berbagai cara.
Lihat saja setelah tanah sekolahan (SDN Ketabang
I), tanah kuburan (Makam Pahlawan), kali ini tanah be-
rupa waduk. Banyak yang tidak percaya, tanah beru-
pa waduk yang selalu “berair” itu juga diincar. Semula
saya juga tidak percaya. Untuk apa waduk?
Setelah mengecek sendiri, barulah saya percaya.
Waduk bisa jadi sasaran empuk. Ya, Waduk Wiyung di
Kelurahan Babatan, Kecamatan Wiyung, Kota Surabaya
adalah contohnya.
Pada 2017, saat saya masih menjabat Kepala Kejak-
saan Negeri (Kajari) Surabaya menerima rombongan
Pemkot Surabaya. Dipimpin Walikota, Bu Risma, mel-
aporkan pidana. Ya, Pemkot Surabaya melapor telah
“kehilangan” waduk.
57
JAKSA VS MAFIA ASET
58
JAKSA VS MAFIA ASET
59
JAKSA VS MAFIA ASET
60
JAKSA VS MAFIA ASET
61
JAKSA VS MAFIA ASET
62
JAKSA VS MAFIA ASET
D
ulu, tukar guling (ruislag) aset Negara “marak” ter-
jadi. Bisa dibilang ada “obral”. Pemerintah Provinsi,
Kabupaten/Kota atau instansi vertikal yang mengua-
sai tanah Negara, banyak yang tergiur ruislag asetnya.
Itu terjadi antara tahun 1970-1980. Ketika tanah Negara
masih banyak yang belum dimanfaatkan. Apalagi saat itu
banyak terjadi perubahan status desa menjadi kelurahan.
Banyak Bondo Tanah Kas Desa (BTKD) “nganggur”.
Tanah-tanah bekas ganjaran desa, bekas bengkok perang-
kat desa itulah jadi incaran investor. Pihak swasta. Yang bisa
mengendus potensi bisnis di atas tanah itu.
Apalagi ketika itu anggaran pembangunan desa belum
sebanyak sekarang. Iming-iming dibangunkan ini dan itu
jadi godaan. Ditambah peraturan ruislag juga sangat longgar.
Keputusan setuju ruislag banyak lakukan.
Ini seperti yang terjadi di Desa (sekarang Kelurahan)
Kebraon, Kecamatan Karang Pilang, Kota Surabaya. Saat
itu tahun 1984, Haryono, Lurah Kebraon dengan dalih ha-
sil rembug desa “berani” menukarkan tanah BTKD dengan
aset tanah milik pengembang PT Kusuma Kartika Internusa
(KKI).
63
JAKSA VS MAFIA ASET
64
JAKSA VS MAFIA ASET
65
JAKSA VS MAFIA ASET
PAPAN nama tanah adalah aset Pemkot Surabaya akan dipasang. Itu dilakukan
setelah proses panjang yang melelahkan, namun berakhir manis.
TANAH aset Pemerintah Kota Surabaya. Itulah tulisan yang terpampang jelas di
papan yang dipasang.
67
JAKSA VS MAFIA ASET
68
JAKSA VS MAFIA ASET
N
yaris. Sebuah jalan umum di Kota Surabaya tinggal
kenangan. Hampir saja jalan itu tinggal jadi catatan
sejarah. Jalan yang hampir “raib” itu bernama Jalan
Upa Jiwa.
Beruntung Jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya ta-
hun 2017 berhasil menyelamatkannya. Berhasil mengemba-
likan fungsinya sebagai jalan umum untuk warga Surabaya.
69
JAKSA VS MAFIA ASET
Bagaimana kisahnya?
Pemerintah Kota Surabaya memiliki aset tanah seluas
1.968 m2. Berupa Jalan terletak di Jalan Upa Jiwa, Kelurahan
Ngagel, Kecamatan Wonokromo, Kota Surabaya.
Jalan itu letaknya strategis. Karena berada diantara Serti-
fikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No.318 dan No. 319 Kelu-
rahan Ngagel. Jadi posisinya “dicepit” dua SHGB yang diter-
bitkan tahun 2005 atas nama PT Assa Land.
Berdasarkan catatan Pemkot Surabaya, obyek tanah itu
sudah menjadi jalan sejak tahun 1930. Zaman Penjajahan Be-
landa. Saat ini masuk dalan daftar barang milik Pemerintah
Kota Surabaya dengan register tanah Nomor 2349765, dan
bangunan register Nomor 2382484.
Lalu berdasarkan Surat Keputusan Walikota Suraba-
ya Nomor 188.45/216/436.1.2/2009 tanggal 11 April 2009
ditetapkan sebagai Jalan Upa Jiwa.
Entah bagaimana ceritanya, sudah lama sekali, setelah
tahun 2005, jalan itu ditutup. Karena dipakai sebagai pen-
dukung sarana pembangunan mall dan apartemen di atas
dua tanah yang mengapitnya itu.
Pengembangnya adalah PT Assa Land, Jakarta. Mereka
telah memanfaatkan tanah aset itu dengan mendirikan ban-
gunan, antara lain basement dan jembatan penyeberangan.
Sebenarnya PT Assa Land pernah mengajukan permohon-
an sewa atas tanah itu kepada Pemerintah Kota Surabaya.
Melalui Surat Nomor 14/ID/A/IX/2011, tanggal 28 Septem-
ber 2011.
Namun, Pemerintah Kota Surabaya waktu itu melalui
Surat Walikota Surabaya, Nomor 593/5886/436.6.18/2011,
tanggal 23 Nopember 2011, menolak permohonan itu. Karena
tanah itu akan digunakan untuk kepentingan umum.
Sehingga oleh Pemkot, PT Assa Land dianggap memban-
gun tidak sesuai Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Tambah-
an bangunan itu ilegal. Maka Pemkot membekukan IMB ta-
70
JAKSA VS MAFIA ASET
71
JAKSA VS MAFIA ASET
72
JAKSA VS MAFIA ASET
N
amanya Winardi Kresna Yudha, SE. Ak, mantan Di-
rektur Utama PT Abbatoir Surya Jaya (PT ASJ) tahun
2003 sampai dengan 2009. Ia orang Bandung, tapi
lama tinggal di Surabaya.
Sejak 11 Januari 2018, bapak tiga anak itu terpaksa ditah-
an penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa
Timur. Karena telah menjual aset PT ASJ berupa tanah seluas
70.000 m2 (7 Hektar) tanpa prosedur. Yakni persetujuan De-
wan Komisaris.
Padahal PT ASJ ini adalah perusahaan patungan. Pemkot
Surabaya ikut mempunyai 30 % saham. Lalu induk KUD Ja-
karta sebesar 50%, dan PD Dharma Jaya Jakarta memiliki sa-
ham sebesar 20%. PT ASJ bergerak dibidang proses daging
sapi beku (import).
Awal mula masalah terjadi tahun 1997. PT ASJ semula
mendapat izin menggunakan tanah Pemkot di Jalan Pan-
jang Jiwo dengan Hak Pengelolaan. Namun karena letaknya
di tengah kota tidak cocok untuk pabrik, maka ganti diberi
izin memakai tanah Pemkot lainnya yang ada di Jalan Banjar
Sugihan 74 Kota Surabaya.
Sementara yang tanah di Jalan Panjang Jiwo dialihkan
73
JAKSA VS MAFIA ASET
74
JAKSA VS MAFIA ASET
75
JAKSA VS MAFIA ASET
76
JAKSA VS MAFIA ASET
77
JAKSA VS MAFIA ASET
78
JAKSA VS MAFIA ASET
R
uislag berasal dari bahasa Belanda. Dari kata “ruilen”.
Artinya tukar, bisa juga diartikan berguling. Diserap
dalam Bahasa Indonesia artinya tukar guling (asset
swap).
Namun ruislag selama ini hanya identik dengan tukar me-
nukar tanah atau bangunan aset Negara dengan pihak lain.
Untuk tukar menukar sesama “swasta” jarang disebut ruislag.
Bisa dibilang, saejauh ini ruislag marak dilakukan. Teruta-
ma tanah-tanah Negara yang letaknya strategis. Yang jadi in-
caran investor. Tanah Negara itu lalu ditukar guling. Diganti
tanah di tempat lain.
Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, dulu, juga sering
melakukan ruislag. Seperti yang dilakukan Pemkot tahun
1994. Ketika tanah BTKD ( Bondo Tanah Kas Desa) Kelura-
han Jemursari, Kecamatan Wonocolo “ditukarkan” dengan
aset milik Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya (YARSIS).
BTKD Jemursari seluas 27.690 m2 itu dipakai untuk pem-
bangunan Rumah Sakit Islam (RSI) II di jalan Jemursari.
Gantinya YARSIS menyerahkan tanah seluas 32.150 m2 di
Kelurahan Medokan Ayu, Kecamatan Rungkut. Plus uang
untuk pembangunan di Kelurahan Jemurwonosari sebesar
79
JAKSA VS MAFIA ASET
Rp785.000.000.
Ruislag Pemkot dengan YARSIS itu ternyata belum tuntas.
Pihak YARSIS memang sudah menyerahkan tanah petok D
Nomor: 4391, persil Nomor: 133 an. Dr. H. Muhammad Tohir.
Namun tanah itu belum bersertifikat. Masih berupa petok.
80
JAKSA VS MAFIA ASET
81
JAKSA VS MAFIA ASET
82
JAKSA VS MAFIA ASET
83
JAKSA VS MAFIA ASET
84
JAKSA VS MAFIA ASET
Modus Sewa,
Embat Kemudian
L
agi, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya kehilangan
aset berupa tanah. Kali ini seluas 12.620 m2 atau 1,26
hektare (Ha). Letaknya sangat strategis. Di Jalan Nga-
gel No 153 Surabaya. Sekarang, tanah itu disertifikatkan PT
IGLAS. Bagaimana ceritanya?
Tanah itu dulu dikuasai Pemkot sejak 1919. Zaman Belan-
da. Dasarnya Meetbrief No 384 seluas 6.795 m2 dan Meetbrief
No.385 seluas 5.835 m2. Hak tanahnya adalah Hak Eigendom
No 1304 sisa atas nama De Gemeente Soerabaja (Pemkot Sura-
baya).
Awalnya, tahun 1939, De Gemeente Soerabaja (Pemkot Sura-
baya) memberikan hak sewa (Erpacht) kepada NV Neder-
landsch Indesche Glasfabriken (Niglas NV). Yakni, pabrik gelas
Zaman Belanda.
Lalu, setelah Indonesia merdeka, 6 Oktober 1955 di atas
tanah itu Pemkot Surabaya memberikan hak sewa kepada
Bank Industri Negara. Ketika itu untuk pendirian pabrik ge-
las di Surabaya.
Tahun 1979, Pemkot tidak lagi menyewakan. Kali ini
menerbitkan Izin Pemakaian Tanah (IPT) di atas tanah itu.
Jadi Walikota Surabaya membuat SK No.2447/A/KD/IX/
85
JAKSA VS MAFIA ASET
86
JAKSA VS MAFIA ASET
ini pun tidak bisa diprediksi. Gelap. Yang jelas hampir semua
upaya PK selama ini dalam kasus aset, Pemkot 90% kalah.
Langka menang.
Karena sering kalah di gugatan perdata, ada manuver
menarik dilakukan Walikota Surabaya awal Agustus ini. Bu
Risma membuat keputusan berani. Seolah meladeni “tantan-
gan” saya, agar melaporkan pidana bila ada aset dikuasai pi-
hak ketiga. Terutama yang dikuasai secara melawan hukum.
Itu yang saya katakan saat menyerahkan aset YKP Juli 2019
lalu.
Laporan resmi sudah dibuat langsung ditandatangani
Walikota Surabaya. Tim sudah saya siapkan. Paparan bahan
laporan sudah di ekspose di Pidsus Kejati. Lalu surat perintah
penyelidikan pun sudah diteken.
Kini tiba saatnya siap-siap. Wayahe...wayahe ... Panggil
semua pihak terkait. Mencari dua alat bukti yang mendukung
adanya perbuatan korupsi.
Apakah perbuatan yang dilakukan penyewa yang kemu-
dian menilap dengan mensertifikatkan tanah sewa itu per-
buatan korupsi?
Unsur utama perbuatan korupsi itu adalah adanya per-
buatan melawan hukum. Mensertifikatkan tanah orang lain
yang disewa itu apakah perbuatan melawan hukum? Hampir
semua peserta ekspose menjawab, ya. Itu perbuatan melawan
hukum.
Lalu unsur kerugian Negara. Apakah Negara dirugikan?
Kalau dari sisi Pemkot jelas dirugikan. Minimal Pemkot kini
tidak dapat uang sewa lagi. Bahkan kini aset tanah yang telah
dicatat di Sistem Informasi Manajemen Barang Daerah (SIM-
BADA) itu telah “raib”. Pasti rugi dong Pemkot.
Apalagi ada informasi awal, sertifikat HGB atas nama PT
IGLAS itu kini sudah dijaminkan ke Bank BNI. Tidak tahu
nilainya berapa. Namun yang jelas PT IGLAS sudah tidak se-
hat lagi. Banyak PHK.
87
JAKSA VS MAFIA ASET
BANGUNAN bangunan yang ada di Jalan Ngagel No 153 Kota Surabaya yang
masih sengketa sampai sekarang ini.
88
JAKSA VS MAFIA ASET
Balikin... Oh...
Balikin Aset Gue
S
eluruh kelurahan di Surabaya, dulu merupakan desa.
Sebelum tahun 1980. Kepala desa dan perangkat desan-
ya digaji dari hasil panen tanah bengkok. Atau di kenal
Bondo Tanah Kas Desa (BTKD).
Setelah ada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
140-502, tanggal 22 September 1980 tentang Penetapan Desa
menjadi Kelurahan, maka seluruh desa dalam wilayah Kodya
Dati II Surabaya menjadi kelurahan. Lurah dan perangkat jadi
PNS yang sekarang bernama Aparatur Sipil Negara (ASN).
Lalu BTKD itu bagaimana? Ada yang mengatur. Ada
ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
1 Tahun 1982. Tentang Sumber Pendapatan dan Kekayaan
Desa, Pengurusan dan Pengawasannya, Kekayaan Desa. Jadi
menjadi kekayaan Pemerintah Kota.
Antara tahun 1980 sampai 1982 itu terjadi masa transisi.
Masa rawan penyelewengan Tanah Kas Desa (TKD). Banyak
TKD ditilap. Pelakunya lurah atau perangkatnya. Caranya:
mereka tidak memasukkan BTKD ke aset milik Pemkot Sura-
baya.
Inilah yang terjadi di Desa Karang Pilang, Kecamatan Ka-
rang Pilang, Kota Surabaya. Ketika desa jadi kelurahan tahun
89
JAKSA VS MAFIA ASET
1980, ada aset BTJD seluas 22.940 atau 2,29 hektar ditilap.
Yakni oleh Lurah Moesanip tidak dimasukkan ke daftar Bon-
do Desa. Malah aset dijual.
Penjualan aset itu tidak terdeteksi. Mungkin dilakukan se-
cara terstruktur. Buktinya penjualan aset itu yang bertindak
sebagai PPAT justru camat setempat tahun 1982, Rahmad.
Pembelinya orang swasta. Lalu dijual lagi ke PT Platinum Ce-
ramic Industry.
Penjualan tanah itu sangat rapi. Rapi sekali. Mula-mula
tanah itu dibagi empat bidang. Diatas namakan Moesanip, S
Achmadi, Drijono dan Munadji P. Muah. Baru semua tanah
itu dijual lagi ke satu pihak. PT Platimun Ceramic Industry.
Penjualan aset itu tampak didesain dan terstruktur. Seperti
pola penadahan?
Tapi nanti saja kita kupas dari sisi hukumnya. Yang jelas
setelah penjualan “ilegal” itu sampai tahun 2015 tidak ada pi-
hak tahu. Masyarakat tidak tahu, apalagi Pemkot Surabaya.
Tidak pernah tahu punya aset itu. Karena tidak didaftarkan
lurah, tidak masuk data aset.
Akhirnya benar kata pepatah. “Sepintar-pintarnya bang-
kai ditutupi, baunya tercium juga”. Ya, penjualan BTKD di
Desa Karang Pilang itu akhirnya terkuak. Tanpa sengaja ter-
bongkar. Ada “bau busuk” penjualan Bondo Desa itu.
Bermula ada proyek Tol Surabaya-Mojokerto (Sumo) ta-
hun 2015 . Saat itu Tanah Bondo Deso yang dikuasai PT Plat-
inum itu kena proyek tol. Hanya sebagian saja. Seluas 2.426
m2 dan 2.491 m2. Total 4.917 m2. Ganti ruginya Rp6 Miliar
lebih sedikit.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Tol Sumo telah
memanggil PT Platinum Ceramics Industry untuk mengam-
bil ganti kerugian atas pengadaan tanah untuk kepentingan
umum tersebut. Namun, perwakilan PT Platinum tidak hadir
dan tak dapat menerima uang ganti kerugian. Apa sebab?
Lantaran PT Platinum sampai detik akhir tidak mendapat-
90
JAKSA VS MAFIA ASET
91
JAKSA VS MAFIA ASET
Saya yakin bin percaya, bila tanah Bondo Desa ini akan
kembali. PT Platinum pasti akan “mikir” kalau tahu kon-
sekuensi hukumnya. Percuma mempertahankan barang hasil
curian. Hasil penilapan.
Sekali lagi: mobil dicuri atau digelapkan saja pembelinya
diancam pidana. Mobil itu hanya benda bergerak. Ada asas
hukum mengatakan bezitter (penguasa) atas benda bergerak
92
JAKSA VS MAFIA ASET
dianggap pemilik.
Lah ini dalam kasus Bondo Desa Karang Pilang berupa
tanah. Tanah itu benda tidak bergerak. Pasti lebih banyak
dokumen yang harus dilengkapi saat jual beli. Milik Negara
lagi.
Hayo... PT Platinum silahkan dipikir kembali. Kami bukan
menakut-nakuti. Mengembalikan aset itu perbuatan terpuji.
Membeli barang hasil curian itu ada konsekuensi. Hayo... PT
Platinum. Hayo... “Balikin oh... Balikin... Aset gue kayak dulu
lagi” he he he. [Kang DF]
93
JAKSA VS MAFIA ASET
94
JAKSA VS MAFIA ASET
Tentang Kang DF
D
idik Farkhan Alisyahdi, akrab disapa Kang DF,
semula seorang wartawan Memorandum (Jawa Pos
Group). Dia kemudian “membelot” gabung ke Korps
Adhyaksa pada 1994.
Pria kelahiran Bojonegoro, 18 Oktober 1971, masih ter-
us membawa kebiasaan menulis walupun menjabat Asisten
Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati)
Jawa Timur.
Tidak tanggung-tanggung, empat buku sudah dihasilkan
dari sentuhan “magic” menulisnya.
Buku pertama lahir ketika menjabat Kepala Kejaksaan
Negeri (Kajari) Sangatta, Kalimantan Timur, 2012-2014, dia
mengumpulkan dan menerbitkan tulisannya dalam buku
“SangattA: Catatan Seorang Jaksa”. Ketika di Sangatta pula,
ia mendapat penghargaan Sidhakarya nomor satu se-Indone-
sia untuk kinerja Kejaksaan Negeri (kejari) tipe B.
Buku kedua lahir ketika ia menjabat Kepala Bagian
Pengembangan Pegawai di Biro Kepegawaian Kejaksaan
Agung (Kejagung) tahun 2014-2015 dengan judul “55 Rekor
di Korps Adhyaksa”.
Sementara itu untuk buku ketiga tahun 2017 saat menjadi
95
JAKSA VS MAFIA ASET
96
JAKSA VS MAFIA ASET
97
JAKSA VS MAFIA ASET
98
JAKSA VS MAFIA ASET
99
JAKSA VS MAFIA ASET
100