468/Pdt.P/2015/PN.Jkt.Sel.)
Oleh :
NAMA : SHERLY FEBRYANNE PRAYOGO
NIM : 00000010249
MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
2016
PERI\IYATAAN KEASLIAN KARYA TUGAS AKIIIR
Dengan ini menyatakan bahwakarya Tugas Akhir yang saya buat dengan judul
adalah:
Kalau terbukti saya tidak memenuhi apa yang telah dinyatakan di atas, maka
karya tugas akhir ini batal.
Oleh:
NIM . 00000010249
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dan dipertahankan dalam ujian
komprehensif guna mencapai gelar Magister Kenotariatan, pada Fakultas Hukum
Universitas Pelita Harapan J akarta.
T--
Dr. Susi Susant ijo, S.H.,LL.M Prof.Dr.Bintan RSaragih,S.H.
III
UNTVERSITAS PELITA HARAPAN
FAKULTAS HT]KT]M
Pada (hari dan tanggal sidang) telah diselenggarakan ujian komprehensif untuk
memenuhi sebagian persyaratan akademik guna mencapai Gelar Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum, Universitas Pelita Harapan, atas nama:
NPM :00000010249
,{r."t
Dr. Ahmad Redi, S.H, M.H Sebagai Pembimbing
A(
IV
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa pemilik
seluruh alam semesta atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “AKIBAT HUKUM PEMBUATAN AKTA
PERJANJIAN PERKAWINAN NOTARIIL YANG TIDAK DICATAT DI
CATATAN SIPIL” (Studi Kasus Penetapan Pengadilan
468/Pdt.P/2015/PN.Jkt.Sel.). Penulisan tugas akhir ini merupakan persyaratan untuk
memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Strata Dua (S2) Fakultas
Hukum Universitas Pelita Harapan.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan kepada pihak-pihak yang sangat berperan dalam mendukung penyelesaian
studi penulis, termasuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Ucapan terimakasih secara khusus penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bintan Saragih, S.H selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Pelita Harapan.
2. Ibu Dr. Susi Susantijo, S.H., LLM selaku Ketua Program Studi Magister
Universitas Pelita Harapan.
3. Bapak Dr. Ahmad Redi, S.H, M.H selaku Dosen Pembimbing yang telah
membimbing dengan penuh kesabaran dan ketelitian, memberikan berbagai kritik
dan masukan yang sangat berarti bagi kemajuan penulis, juga telah meluangkan
waktu, tenaga, dan pikiran di tengah-tengah kesibukan beliau.
4. Semua dosen yang telah mengajar penulis selama mengikuti perkuliahan di
Universitas Pelita Harapan.
5. Ibu Rosa selaku staf tata usaha Program Magister Kenotariatan yang telah banyak
membantu dan memberikan petunjuk kepada penulis.
6. Ibu Wenda Taurusita Amidjaja, S.H., selaku pimpinan dari Kantor Notaris Wenda
Taurusita Amidjaja, S.H., yang selalu memberikan dukungan kepada penulis baik
moral maupun material, dan selalu memberikan ijin kepada penulis untuk pergi
kuliah dan bimbingan sampai selesainya Tugas Akhir ini. Beliau juga menjadi
inspirasi buat penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan Tugas Akhir ini.
7. Papa dan Mama tercinta, Wiyono Prayogo dan Lanneke Cancerlita Amidjaja, atas
dukungan doa serta bimbingan dan bantuan yang terus menerus mengalir memberi
vii
motivasi kepada penulis untuk segera menyelesaikan tesis ini. Lebih dari itu,
ucapan terimakasih yang mendalam kepada kedua orangtua tercinta atas segala
pengorbanan yang tak ternilai dalam membesarkan, mengasuh, menuntun, serta
mendidik penulis dengan penuh kasih dan kesabaran.
8. Suami dan putri tercinta, Kurniawan Widjaya dan Isabelle Noveline, atas
dukungan, pengertian dan waktu yang diberikan selama ini kepada penulis dan
menjadi motivasi penulis untuk dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
9. Teman-teman di Universitas Pelita Harapan Magister Kenotariatan Pingkan,
Paula, Jilli, Shinta, Shintya dan seluruh teman-teman di Magister Kenotariatan
Batch 3 yang selama ini selalu memberikan semangat dan bantuan kepada penulis
dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
10. Teman-teman di Kantor Notaris Wenda Taurusita Amidjaja, S.H., (Sofia, Putri,
Daryoto, Ratna, Iqbal, Jilli, Ruth, Icha, Puji, Yani, Rosi, Flory, Nico, Lutfi,
Benny, Solihin, Ipul,Jupri dan Siti) terimakasih atas segala bantuannya selama
penulis ijin kerja untuk kuliah.
11. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu: Tyo, Mas Krisna, Icha, Puji dan GOJEK yang selalu siap sedia
membantu dalam menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini. Tak terlupakan,
kepada setiap orang yang telah memberikan kontribusi dalam kehidupan Penulis,
baik secara langsung maupun tidak langsung hingga saat ini, disertai permohonan
maaf karena tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
substansi maupun penulisan redaksional dalam Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, kritik
dan saran akan sangat penulis hargai. Semoga Tugas Akhir ini memberi manfaat bagi
pengayaan dan perkembangan Kenotariatan.
Penulis
Sherly Febryanne Prayogo
viii
DAFTAR ISI
Hal.
Cover ………………………………………………………………………… i
Pernyataan Keaslian Karya Tugas Akhir ……………………………………. ii
Persetujuan Dosen Pembimbing Tugas Akhir ..……………………………… iii
Persetujuan Tim Penguji Tugas Akhir ………………………………………. iv
Abstrak ………………………………………………………………………. v
Abstract ……………………………………………………………………… vi
Kata Pengantar ………………………………………………………………. vii
Daftar Isi …………………………………………………………………….. ix
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1
A. Latar Belakang…………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………. 5
C. Tujuan Penelitian……………………………………………….. 6
1. Pengertian Notaris…………………………………………... 8
B. Akta ……………………………………………………………. 26
ix
2. Akta Dibawah tangan ……………………………………… 28
B. Teknik Pendekatan…………………………………………….. 45
F. Lokasi Penelitian……………………………………………….. 50
B. Analisis …………………………………………………………. 54
BAB V PENUTUP………………………………………………………… 89
A. Kesimpulan…………………………………………………….. 89
B. Saran…………………………………………………………… 90
x
ABSTRAK
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dinyatakan bahwa
perjanjian perkawinan dibuat sebelum perkawinan berlangsung yang dibuat secara
tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatatan perkawinan dimana Isi dari perjanjian
perkawinan itu sendiri berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga
tersangkut. Dalam praktik terdapat kasus, yaitu Perjanjian Perkawinan yang dibuat oleh
Notaris sebelum perkawinan berlangsung belum didaftarkan di Kantor Catatan Sipil
dengan alasan lupa dan baru beberapa tahun kemudian perkawinan tersebut
berlangsung, pasangan suami istri mengajukan permohonan pendaftaran Perjanjian
Perkawinan di Kantor Catatan Sipil melalui Surat Keputusan Penetapan Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan Nomor 468/Pdt.P/2015/PN.Jkt.Sel tertanggal 09 November
2015.
Permasalahan dalam penelitian adalah keberlakuan sebuah Perjanjian Perkawinan yang
dibuat dengan akta notariil dapat mengikat terhadap pihak ketiga sebelum dan sesudah
adanya penetapan pengadilan, dan akibat hukumnya jika perjanjian perkawinan yang
dibuat dengan akta notaris tersebut tidak didaftarkan di Kantor Catatan Sipil sebelum
dan sesudah adanya penetapan pengadilan. Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis
normatif dengan teknik pendekatan melalui undang-undang dan kasus yang berkaitan
dengan penelitian. Sumber penelitian berupa bahan-bahan hukum primer, bahan-bahan
hukum sekunder, bahan hukum tersier yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik
studi pustaka/tinjauan dokumen, sedangkan analisis data yaitu analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagi Perjanjian Perkawinan yang belum
didaftarkan di Kantor Pecatatan Sipil setelah perkawinan berlangsung, agar berlaku
mengikat pihak ketiga maka harus terlebih dahulu mendapat keputusan penetapan dari
pengadilan. Selama Perjanjian Perkawinan tersebut belum dicatatkan di Kantor
Pencatatan Sipil atas perintah Pengadilan, maka perjanjian tersebut belum berlaku juga
bagi pihak ketiga. Sedangkan, Perjanjian Perkawinan yang telah dibuat dengan Akta
Notariil akan memberikan kepastian hukum tentang hak dan kewajiban terhadap suami-
istri atas harta benda selama berlangsungnya perkawinan, mengingat akta Notaris
sebagai akta otentik mempunyai kekuatan nilai pembuktian yang telah memenuhi unsur
syarat lahiriah, formal, dan materiil. Sedangkan, perjanjian perkawinan tetap sah dan
mengikat bagi yang membuatnya (suami-istri) selama unsur Pasal 1320 KUHPerdata
terpenuhi. Perbedaan akibat hukum terhadap akta perjanjian perkawinan yang tidak
didaftarkan di Kantor Catatan Sipil sebelum dan sesudah adanya penetapan pengadilan
yaitu menyangkut pemberlakuan perjanjian perkawinan tersebut pada pihak ketiga bila
ada.
Kata kunci : Perjanjian, Perkawinan, Akta, Notariil
v
ABSTRACT
Article 29 of Law No. 1 of 1974 on Marriage stipulates that prenuptial agreement shall
be made in writing before the commencement of marriage and legalized by the marriage
registration officer. The content of the prenuptial agreement shall be applicable toward
relevant third parties. In practice, there is a case where the Prenuptial Agreement made
by a Public Notary before the commencement of marriage had not been registered at the
Civil Records Office due to negligence and only in a couple of years after such
prenuptial agreement had been ongoing, the couple filed a request for registration at the
Civil Records Office through State Court of South Jakarta’s Decree No.
468/Pdt.P/2015/PN.Jkt.Sel dated 09 November 2015.
The problem in the present research deals with whether Prenuptial Agreement made
through notarial deed is applicable toward third parties before and after a court’s decree
and its legal implications if prenuptial agreement made through such notarial deed is not
registered at the Civil Records Office before and after a court’s decree. The present
research is a legal normative research that will be approached through laws and
regulation and a case that is related to the research issue. The source of data include
primary legal sources, secondary legal sources, and tertiary legal sources gathered
through document analysis and qualitative techniques.
The result of the study shows that in order for Prenuptial Agreements not registered at
the Civil Records Office after the commencement of marriage to be able to be binding
toward Third Parties, such agreement shall firstly obtain a decree from the court. As
long as the Prenuptial Agreement is not registered at the Civil Records Office by order
of the Court, then such agreement shall not apply to any third party. Meanwhile,
considering that notarial deed as an authentic deed possesses strength of evidence that
fulfills the physical, formal, and material aspects, Prenuptial Agreement made through
Notarial Deed will provide legal certainty toward the rights and obligations of the
married couple and their respective assets throughout their marriage. In the mean time,
prenuptial agreement shall be legal and binding for the concluding parties (husband-
wife) as long as the elements of Article 1320 of the Civil Code (KUHPerdata) are
fulfilled. The difference in the legal implications on prenuptial agreement that is not
registered at the Civil Record Office before and after court’s decree is related to the
applicability of such agreement toward any relevant third party.
Key Words: Agreement, Marriage, Deed, Notarial
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia hidup tidak akan terlepas dari manusia lain
hidup bersama, hidup bersama dapat diartikan sama dengan hidup dalam
suatu tatanan pergaulan dan keadaan ini akan tercipta apabila manusia
merupakan suatu sistem dari kebiasaan, tata cara, dari wewenang dan kerja
hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu
berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain
1
Andreas Soeroso, Sosiologi 2, Bogor : Quadra, 2008, hlm.93.
2
Soerjono Soekanto, Sosiologi, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006, hlm.22.
3
Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan 18, Jakarta : PT Intermasa, 2001, hlm.1.
1
Merujuk pada Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
perjanjian lahir karena hal tersebut memang dikehendaki oleh para pihak
yang membuat perjanjian. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal
antara satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau
lebih”.
Salah satu perjanjian yang bersumber dari kehendak para pihak yaitu
2
untuk dibuat dan diadakan sepanjang tidak menyimpang dari asas atau pola
dengan akta perjanjian notariil, hal ini mengingat Pasal 1338 ayat (1) KUH
Namun akta yang dibuat oleh Notaris menurut Pasal 1 ayat (7) Undang-
adalah merupakan akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris
menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
dimaksud dalam pasal 1870 KUHPerdata. Pasal 1870 KUHPerdata itu sendiri
berbunyi : “Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli warisnya
4
Subekti, Hukum Keluarga dan Hukum Waris, Cetakan Keempat, Jakarta : Intermasa, 2004,
hlm. 9.
5
Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadi Perceraian, Jakarta : Visimedia
Pustaka, 2008, hlm.2.
3
ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta
otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di
dalamnya”.
notariil harus dicatat di Kantor Urusan Agama (bagi yang muslim) dan di
Kantor Catatan Sipil (bagi non muslim), hal ini diamanatkan dalam Pasal 29
perjanjian kawin tersebut dapat mengikat dan berlaku secara sah bagi kedua
belah pihak dan juga berlaku bagi pihak ketiga. Perjanjian kawin yang dicatat
Sipil dengan alasan “lupa” yang pada saat ini sedang ditangani oleh salah satu
bernomor 6 tertanggal 01 Agustus 1980 dibuat oleh JN. Siregar, SH, Notaris
Suatu hal yang menarik dari contoh kasus di atas bahwa, akta
4
1980 dan seharusnya pada waktu itu juga segera didaftarkan di Kantor
para penghadap. Hal inilah yang menjadi alasan untuk dilakukan penelitian
468/Pdt.P/2015/PN.Jkt.Sel.).
B. Rumusan Masalah
terdapat 2 (dua) permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini, yaitu
sebagai berikut :
sipil dapat mengikat terhadap pihak ketiga sebelum dan sesudah adanya
penetapan pengadilan?.
5
C. Tujuan Penelitian
penetapan pengadilan.
D. Kegunaan Penelitian
Manfaat dari penelitian ini meliputi manfaat teoritis dan manfaat praktis,
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
6
c. Bagi akademis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terhadap
E. Sistematika Penulisan
sebagai berikut :
penulisan tesis.
BAB III : Dalam bab ini disampaikan tentang metode penelitian yang
penelitian.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DAN KERANGKA PEMIKIRAN
TINJAUAN PUSTAKA
A. Notaris
1. Pengertian Notaris
"nota literaria" yaitu tanda tulisan atau karakter yang dipergunakan untuk
nara sumber. Tanda atau karakter yang dimaksud adalah tanda yang
penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang
6
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia, Jakarta : Gramedia
Pustaka, 2008, hlm.41.
(https://books.google.co.id/books?id=kQyF14ljALEC&printsec=frontcover&dq=Notaris&hl=id&s
a=X&redir_esc=y#v=onepage&q=Notaris&f=false).
7
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1983, hlm.15.
Dikutip dari Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia : Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Cetakan ke 3, PT. Refika Aditama, Bandung,
2011, hlm.13.
8
Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Notaris sebagai Pejabat Umum, tidak hanya untuk Notaris saja, karena
sekarang ini seperti Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) juga diberi
Notaris, bertolak belakang dengan makna dari Pejabat Umum itu sendiri,
karena seperti PPAT hanya membuat akta-akta tertentu saja yang berkaitan
dengan pertanahan dengan jenis akta yang sudah ditentukan, dan Pejabat
a. Sebagai Jabatan
8
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris, Cetakan ke 3, Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm.13.
9
Ibid., hlm. 15-16.
10
Habib Adjie “Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Sebagai Unifikasi Hukum
Pengaturan Notaris”, RENVOI, Nomor 28. Th. III, 3 September 2005, hlm. 38.
9
Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh
pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk
10
3) Tidak tergantung kepada siapa pun (independent), yang berarti
menuntut biaya, ganti rugi dan bunga jika ternyata akta tersebut dapat
dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, hal
2. Wewenang Notaris
11
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris, Cetakan ke 3, Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm.77.
11
yaitu membuat akta secara umum, hal ini disebut sebagai kewenangan
undang.
bersangkutan.
buku khusus;
c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang
bersangkutan;
12
Ibid, hlm.78.
13
Ibid., hlm.81.
12
Selain kewenangan yang dimiliki oleh Notaris sebagaimana Pasal
15 ayat (1) dan (2) UUJN, terdapat pula kewenangan Notaris yang akan
luar wewenang yang telah ditentukan, maka produk atau akta Notaris
tersebut tidak mengikat secara hokum atau tidak dapat dilaksanakan, dan
pihak atau mereka yang merasa dirugikan oleh tindakan Notaris di luar
pengadilan negeri.15
3. Kewajiban Notaris
14
Ibid., hlm.82.
15
Ibid., hlm.82.
16
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, KamusBesar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta, 1994, hal.1123.
17
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris, Op.Cit., hlm.74-76.
13
c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada
Minuta Akta;
lain;
yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah
Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat
dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta
h. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
14
k. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada
Notaris; dan
originali.
berharga;
d. Akta kuasa;
undangan.
15
(4) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat
lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi
(5) Akta in originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima
(6) Bentuk dan ukuran cap atau stempel sebagaimana dimaksud pada ayat
(7) Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak
dalam penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf
(9) Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan
(10) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk
16
Sebenarnya dalam pratek ditemukan alasan-alasan lain, sehingga
b. Apabila Notaris tidak ada karena dalam cuti, jadi karena sebab yang
sah.
orang lain.
kepadanya.
diwajibkan.
18
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Rajawali,
Jakarta, 1982, hlm. 97-98. Dikutip dari Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik
Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Cetakan ke 3, Refika Aditama,
Bandung, 2011, hlm.87.
17
Dalam kondisi seorang Notaris akan menolak memberikan jasanya
yang dilakukan oleh Notaris akan kembali pada Notaris sendiri yang
menentukannya.19
positif dan kesediaan untuk tunduk ada kode etik profesi, bahkan
merupakan suatu hal yang wajib sehingga akan memperkuat norma hukum
jawab bentuk formal akta otentik sesuai yang diisyaratkan oleh undang-
19
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris, Op.Cit., hlm.87.
20
Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris dalam Penegakan Hukum Pidana, Yogyakarta
: Publishing, 1994, hlm.4.
21
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Yogyakarta : UII Press, 2009,
hlm.16.
22
Nico, Tanggungjawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Yogyakarta: Center for
Documentation and Studies of Business Law, 2003, hlm.21.
18
a. Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil
memberikan penjelasan lebih luas atas pendapat dari Nico tersebut di atas
melawan hukum disini dalam sifat aktif maupun pasif. Aktif, dalam
23
Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit., hlm.16.
24
Ibid.
19
ditimbulkan. Perbuatan melawan hukum disini diartikan luas, yaitu
25
M. Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, Jakarta : Sinar Grafika, 2005, hlm.38.
20
Notaris terhadap kebenaran materil dalam akta yang dibuatnya,
negara.
Undang Jabatan dan kode etik Notaris menghendaki agar Notaris dalam
Jabatan juga harus taat pada kode etik profesi serta harus bertanggung
26
Komar Andasasmita, Notaris II, Sumur Bandung, Bandung , 1983, hlm.158.
21
Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka, seorang Notaris
seorang Notaris.27
dilakukan oleh Notaris, jika larangan ini dilanggar oleh Notaris, maka
27
Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, Ke Notaris, Jakarta : Raih Asa Sukses, 2009, hlm.
46-47.
28
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Op.Cit., hlm.90.
22
g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau
Jabatan, juga diatur dalam Pasal 4 Kode Etik Notaris yang menyebutkan
sebagai berikut :
kantor perwakilan.
23
d. Bekerja sama dengan Biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada
mendapatkan klien.
dari Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada
rekan Notaris.
kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang
bersangkutan.
menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata
24
membahayakan klien, make Notaris tersebut wajib memberitahukan
anggota.
25
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-
ketentuan yang telah diatur dalam UUJN dan Kode Etik Notaris agar
hukum.
B. Akta
yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh Notaris atau pejabat pemerintah
yang berwenang.29
berwenang.
29
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai
Pustaka, 1989, hlm.915-916. Dikutip dari Salim HS, Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep
Teoritis, Kewenangan Notaris, Bentuk dan Minuta Akta), Edisi 1, Cetakan 1, Jakarta : Rajawali
Pers, 2015, hlm.6.
30
Salim HS, Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep Teoritis, Kewenangan Notaris, Bentuk
dan Minuta Akta), Edisi 1, Cetakan 1, Jakarta : Rajawali Pers, 2015, hlm.6.
26
Menurut Pasal 1867 KUHPerdata, pembuktian dengan tulisan
bawah tangan.
1. Akta Otentik
berikut :31
otentik adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tanda tangan, yang
memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari pada suatu hak atau
yang ada adalah akta Notaris. Menurut Pasal 1 angka 7 UUJN bahwa,
“akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan
31
Ibid., hlm.17.
32
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberty, 2006, hlm.
149.
27
Merujuk pada Pasal 1874 KUHPerdata, akta otentik tidak saja
dapat dibuat oleh Notaris, tapi juga oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT), Pejabat Lelang dan Pegawai Kantor Catatan Sipil. Akta Notaris
adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut
3) Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Pejabat umum yang berwenang
di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-
tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum”.
Akta di bawah tangan adalah merupakan akta yang dibuat oleh para
pihak tanpa perantara seorang pejabat. Akta ini dapat dibagi menjadi tiga
33
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 1 Angka 7.
34
Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Surabaya : Arkola,
2003, hlm.148.
35
Salim HS, Op.Cit., hlm.24.
28
b. Akta di bawah tangan yang didaftar (waarmeking) oleh Notaris/ Pejabat
berwenang
telah ditandatangani pada hari dan tanggal yang disebut dalam akta oleh
para pihak, dan tanda tangan tersebut bukan di depan Notaris/Pejabat yang
dijamin oleh Notaris adalah bahwa akta tersebut benar telah ada pada hari
36
Ibid., hlm.25.
37
Ibid., hlm.25.
29
3. Jenis Akta Otentik
Ada dua jenis/golongan akta Notaris, yaitu akta yang dibuat oleh
Notaris, biasa disebut dengan istilah Akta Relaas atau Berita Acara, dan
akta yang dibuat dihadapan Notaris, biasa disebut dengan istilah Akta
hal yang dilihat atau didengar sendiri secara langsung oleh Notaris yang
dilakukan oleh para pihak dan kemudian dituangkan dalam suatu akta
Notaris.39
berisi uraian Notaris yang dilihat dan disaksikan Notaris sendiri atas
“Surat tanda bukti yang dibuat oleh Notaris tentang apa yang
dipandangnya, diketahuinya, atau diperhatikan (dilihat) dan
disaksikan tentang terjadinya suatu perbuatan atau peristiwa
secara langsung”.
38
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Op.Cit., hlm.45.
39
Ibid., hlm.45.
40
G.H.S. Lumbun, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta : Erlangga, 1983, hlm.51. Dikutip dari
Salim Hs, Teknik Pembuatan Akta Satu, Op.Cit., hlm.90.
41
A.A. Andi Prayitno, Pengetahuan Pratis Tentang Apa dan Siapa Noataris di Indonesia,
Surabaya, Putra Media Nusantara, 2010, hlm.69. Dikutip dari Salim HS, Teknik Pembuatan Akta
Satu, Op.Cit., hlm.90.
42
Salaim HS, Teknik Pembuatan Akta Satu, Op.Cit., hlm.90.
30
Dengan demikian unsur-unsur akta relaas dalam beberapa
pengertian di atas adalah adanya surat tanda bukti, yang dilihat dan
b. Akta Partij
akta yang dibuat di hadapan Notaris atas permintaan para pihak, Notaris
2) Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-
undang.
3) Pejabat umum oleh atau dihadapan siapa akta itu dibuat, harus
43
Ibid., hlm.90.
44
Hambib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Op.Cit., Hlm.45.
45
Teguh Samudera, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Alumni, Bandung, 1992, hlm.
42.
31
Berdasarkan Pasal 1869 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Hukum Perdata itu tidak terpenuhi maka akta yang dibuatnya tidak
merupakan alat bukti sempurna sebab dalam akta partij kebenaran dari
isi akta tersebut ditentukan oleh pihak-pihak dan diakui pula oleh pihak-
diketahuinya dari para pihak itu. Tetapi pada akta Relaas tidak selalu
kebenaran isi akta otentik itu asal dapat membuktikannya, sebab apa
yang dilihat dan dilakukan oleh pejabat itu hanya berdasarkan pada apa
Dalam hukum (acara) perdata, alat bukti yang sah atau yang diakui
oleh hukum salah satunya adalah bukti tulisan.47 Dalam Pasal 1867
46
Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1992, hlm.136.
47
M. Ali Boediarto, Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung, Hukum Acara
Perdata Setengah Abad, Jakarta : Swa Justitia, 2005, hlm.146. Dikutip dari Habib Adjie, Hukum
Notaris Indonesia, Op.Cit., hlm.120.
32
tangan.48 Fungsi akta otentik adalah sebagai alat bukti yang sempurna, hal
ini dapat dilihat dalam Pasal 1870 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa,
“suatu akta untuk memberikan diantara para pihak beserta ahli warisnya
atau orang-orang yang mendapat hak ini dari mereka, suatu bukti yang
otentik merupakan suatu bukti yang sempurna, dalam arti bahwa ia sudah
luar (lahirnya ) sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum
yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut
ada yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara
lahiriah. Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang
pada Minuta dan Salinan serta adanya Awal akta (mulai dari judul)
48
Habieb Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Op.Cit., hlm.120.
49
Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta : PT. Pradnya Paramitha, 2005, hlm.27.
50
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik,
PT. Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm.72-74.
33
Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu
kejadian dan fakta tersebut dalam akta benar dilakukan oleh Notaris
menghadap, dan para pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan
oleh para pihak, maka harus dibuktikan formalitas dari akta, yaitu harus
disaksikan, dan didengar oleh Notaris. Selain itu juga harus dapat
tanda tangan para pihak saksi, dan Notaris ataupun ada prosedur
pembuatan akta yang tidak dilakukan. Dengan kata lain, pihak yang
untuk menyangkal aspek formal dari Akta Notaris. Jika tidak mampu
34
Kepastian tentang materi suatu akta sangat penting, bahwa apa
pihakpihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan
hadapan Notaris dan para pihak harus dinilai benar. Perkataan yang
di antara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak
mereka.
bukti, maka akta tersebut harus dilihat apa adanya, tidak perlu dinilai atau
ditafsirkan lain, selain yang tertulis dalam akta tersebut. Akta di bawah
35
mengakuinya atau tidak ada penyangkalan dari salah satu pihak51, jika para
akta otentik.52
mengajukan pembuktian “kepalsuan” atas akta itu.53 Jika salah satu pihak
Baik alat bukti akta di bawah tangan maupun akta otentik keduanya
Pasal 1320 KUHPerdata, dan secara materiil mengikat para pihak yang
perjanjian yang harus ditepati oleh para pihak (pacta sunt servanda).56
51
M. Ali Boediarto, Op.Cit. hlm.145.
52
Habib Adjie, Op.Cit., hlm.121.
53
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Jakarta : Sinar Grafika, 2005, hlm.590.
54
M. Ali Boediarto, Op.Cit. hlm.145. Dikutip dari Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia,
Op.Cit., hlm.121.
55
Achmad Ali dan Wiwie Herayani, Asas-asas Hukum Pembuktian Perdata, Jakarta :
Kencana Media Group, 2012, hlm.57.
56
Habib Adjie, Op.Cit., hlm.121.
36
Kerangka Pemikiran
1. Kerangka Teori
orang atau dua pihak yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang
umumnya adalah perjanjian yang dibuat oleh calon suami dan istri
akibat perkawinan terhadap terhadap harta benda mereka. Hal ini merujuk
oleh pasangan suami istri. Pada umumnya suatu perjanjian kawin dibuat
a. Bilamana terdapat sejumlah harta kekayaan yang lebih besar pada salah
57
Suharnoko, Hukum Perjanjian, Jakarta : Prenada Media, 2004, hlm.117.
58
Pasal 29 huruf a Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
37
c. Masing-masing mempunyai usaha sendiri-sendiri, sehingga andai kata
59
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta : Prestasi Pustaka,
2006, hlm.129.
60
Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Orang dan Keluarga, Surabaya:
Airlangga University Press,1991, hlm.59.
38
d. Untuk mencegah kemungkinan adanya penyelundupan atas ketentuan
dan dapat mengikat para pihak maka mengenai bentuk perjanjian kawin
berlangsung, dan akan menjadi batal bila tidak dibuat secara demikian”.
Notaris (akta otentik) adalah bertujuan untuk hal-hal sebagai berikut :61
akta otentik adalah akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh
61
J. Andy Hartanto, Hukum Harta Kekayaan Perkawinan, Cetakan kedua, Yogyakarta :
Laksbang Grafika, 2012, hlm.24.
39
beserta para ahli warisnya ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan
hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan suatu bukti yang
dan istri, dan tidak merugikan kepentingan pihak ketiga, serta disahkan
40
Terdapat dua hal pokok dari bunyi Pasal 29 ayat (1) Undang-
:63
(di luar pasangan suami atau istri tersebut) mengetahui dan tunduk pada
aturan dalam perjanjian kawin yang telah dibuat oleh pasangan tersebut.
bagi para pihak yang membuatnya, yakni suami dan istri yang
bersangkutan. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 1313, 1314 dan 1340
dilakukan oleh kantor catatan sipil setempat pada akta nikah mereka.
63
Irma Devita, “Hukum Online: Sahkah Perjanjian Kawin Yang Tak Didaftarkan Ke
Pengadilan”, Rabu, 13 November 2013, (http://m.hukumonline.com), diunduh pada 10 Oktober
2015.
41
harta kekayaan dan pihak ketiga yang memiliki kepentingan terhadap
2. Kerangka Konseptual
sebagai berikut :
a. Perjanjian
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Sedangkan menurut Subekti, suatu
kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk
b. Perkawinan
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
64
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : PT. Intermasa, 2001, hlm.36.
42
c. Perjanjian kawin
mereka.65
d. Notaris
e. Akta Notaris
Akta adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris
ini.
65
Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum Orang dan Keluarga, Surabaya :
Airlangga University Press, 1991. hlm.57.
43
BAB III
METODE PENELITIAN
berarti ‘jalan’ atau ‘cara’. Metode penelitian berarti cara pengumpulan data dan
analisis. Dari analisis tersebut kemudian peneliti akan mendapatkan hasil, apakah
itu berupa penegasan atas teori yang pernah ada (confirmation) atau suatu
pikiran secara seksama untuk mencapai tujuan dengan cara mencari, mencatat,
merupakan suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-
1. Jenis Penelitian
hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Dalam penelitian hukum ini,
66
J.R. Raco, 2010, Metode Penelitian Kualitatif : Jenis, Karakteristik dan Keuanggulannya,
Penerbit Grasindo, Jakarta, hlm.xii. < https://books.google.co.id>.
67
Chalid Narbuko, dan Abu Ahmad, 2007, Metode Penelitian, Cetakan VIII, Penerbit Bumi
Aksara, Jakarta, hlm.2.
68
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum Dan Penelitian Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung : hlm. 57.
69
Peter Mahmud Marzuki, 2014, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Cetakan ke 9, Prenamedia,
Jakarta, hlm.60.
44
jenis penelitiannya adalah yuridis normatif. Menurut Peter Mahmud Marzuki
bahwa, penelitian hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu
(library research) atau studi dokumen, karena obyek yang di teliti merupakan
dokumen resmi yang bersifat publik, yaitu data resmi dari pihak Pengadilan
pustaka atau data sekunder berkala, dapat dinamakan penelitian normatif atau
yuridis normatif. Oleh karena penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif,
oleh sebab itu spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
untuk menggambarkan keadaan atau gejala dari obyek yang akan diteliti
2. Teknik Pendekatan
45
mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan-
undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang
tidak diperlukan dukungan data atau fakta sosial, sebab ilmu hukum normatif
tidak mengenal data atau fakta sosial, jadi untuk menjelaskan hukum atau
untuk mencari makna dan memberi nilai akan akan hukum tersebut hanya
75
Peter Mahmud Marzuki, 2014, Op.Cit., hlm.133.
76
Ibid.
46
digunakan konsep hukum dan langkah-langkah yang ditempuh adalah langkah
normatif.77
penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Untuk memecahkan isu hukum
dibedakan menjadi sumber penelitian yang berupa sumber data primer dan
November 2015.
permasalahan.
77
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung: CV. Mandara Maju,
2002, hlm.87.
78
Peter Mahmud Marzuki, 2014, Op.Cit., hlm.181.
79
Ibid., hlm.181
47
b. Bahan Hukum Sekunder
mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip,
80
Ibid.
81
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1990, hlm.1.
82
Rianto Adi, 2010, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Penerbit Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta, hlm.92. < https://books.google.co.id >.
83
Suharsini Arikunto, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Penerbit Rineke
Cipta, Jakarta, hlm.227.
48
5. Teknik Analisis Data
untuk kemudian dilakukan analisis terhadap sesuatu yang ada di balik data
tersebut. Dalam analisis bahan hukum jenis ini dokumen atau arsip yang
penelitian ini adalah kualitatif yaitu suatu metode analisis data deskripif
analistis yang mengacu pada suatu masalah tertentu dan dikaitkan dengan
84
Burhan Bungin, 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologi Ke arah
Ragam Varian Kontemporer, Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm.203.
85
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., hlm.39.
49
menyebutkan bahwa, penelitian hukum yang normatif, maka analisisnya adalah
6. Lokasi Penelitian
Jakarta.
86
Rianto Adi, Op.Cit., hlm.92.
50
BAB IV
berikut :
1. Identitas Pemohon :
a. Duduk Perkara :
yang diterbitkan oleh Pegawai Luar Biasa Pencatat Sipil Jakarta pada
23 Desember 1985.
51
3) Perjanjian Kawin nomor 6 tanggal 1 Agustus 1980 tersebut tidak
terdaftar dalam register pada Kantor Catatan Sipil DKI Jakarta, karena
kealpaan.
b. Dalil Permohonan
dihadapan Notaris.
2) Dua orang saksi yang menyatakan kebenaran duduk perkara dan tidak
keberatan.
Catatan Sipil DKI Jakarta ditolak karena harus ada penetapan dari
52
mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat
dan kesusilaan.
Undang-Undang Perkawinan.
c. Keputusan Pengadilan
dicatatkan.
53
3) Memberi izin kepada Pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan
B. Analisis
Pengadilan
umumnya, yaitu suatu perjanjian antara dua orang calon suami istri untuk
87
Damanhuri HR, Segi-Segi Hukum Perjanjian Perkawinan Harta Bersama, Cetakan ke 1,
Bandung : Mandar Maju, 2007, hlm.7.
54
berlaku sebelumnya, termasuk ketentuan dalam KUHPerdata tetap
diberlakukan.88
mengenai hal apa. Sehingga dapat dikatakan bahwa UUP ini mencakup
banyak hal. Disamping itu UUP tidak mengatur lebih lanjut tentang
88
R. Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di
Indonesia, Surabaya : Airlangga University Press, 1988, hlm.57.
89
Djaja S. Meliala, 2006, Perkembangan Hukum Perdata tentang Orang dan Hukum
Keluarga, Bandung: Nuansa Aulia,hlm. 67. Dikutip dari Jurnal Dinamika Hukum Vol. 8 No. 3
September 2008, di unduh dari
http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/fileku/dokumen/JDH82008/VOL8S2008%20HAEDAH%2
0FARADZ.pdf, pada 10 Desember 2015.
55
4) Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat
diubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada perjanjian untuk
pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut. Oleh sebab itu, dari
dianggap/dinilai tidak sah dan isi dari perjanjian yang telah dibuat tidak
berlaku apabila ada kaitannya dengan pihak ketiga. Sebagaimana hal ini
yang disebutkan dalam Pasal 29 ayat (1) UUP, perjanjian yang telah
56
dimana tercapainya sepakat tersebut tergantung dari para pihak yang
menimbulkan akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu dan atas
beban pihak yang lain atau timbal balik dengan mengindahkan ketentuan
perundang-undangan.90
undang. Perjanjian yang sah dan mengikat diakui dan memiliki akibat
Kawin oleh dan dihadapan Notaris maka unsur kecakapan dinilai telah
90
C. Asser.A.S. Hartkamp 4-II, Verbintenissenrecht, Algemene leer der overeenkomsten.
Tiende druk, W.E.J. Tjeenk, Deventer, 1997,hlm.10. Dikutip dari Herlien Budiono, Ajaran Umum
Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,
Cetakan ke II, 2010, hlm.3.
91
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Cetakan ke-V, Bandung : Citra
Adtya, hlm.299.
57
terpenuhi, sebab yang dapat membut Perjanjian Kawin adalah mereka
yang mempunyai syarat untuk menikah pada waktu perjanjian itu dibuat,
kebendaan tidak tentu, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan
atau dihitung”.
92
Salim H.S., Hukum Kontrak : Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Cetakan ke-9,
Jakarta : Sinar Grafika, 2013, hlm. 34.
58
perjanjian yang dimaksud, misalnya tentang harta selama perkawinan
tersebut berlangsung.
hanya bagi kedua belah pihak (suami-istri) yang membuatnya. Hal ini
sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang
tersebut sebagai alat bukti bila dikemudian hari terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan dalam perkawinan, hal ini berkaitan dengan Pasal 29 ayat (4)
perjanjian tersebut tidak dapat diubah, kecuali bila dari kedua belah pihak
59
ada perjanjian untuk mengubah dan perubahan tidak merugikan pihak
ketiga”. Dari bunyi Pasal 29 ayat (4) UUP dapat dipersipkan bahwa
dibuktikan sebaliknya.
akta otentik adalah akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh
93
J. Andy Hartanto, Hukum Harta Kekayaan Perkawinan, Cetakan kedua, Yogyakarta:
Laksbang Grafika, 2012, hlm.34.
60
Mengenai kekuatan pembuktian akta otentik disebutkan dalam
penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang
sah sesuai Pasal 1320 KUHP, agar memiliki kekuatan pembuktian yang
94
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, jakarata : Erlangga, 1983, hlm.15.
Dikutip dari Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia : Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Cetakan ke 3, bandung : PT. Refika Aditama,
2011, hlm.13.
61
kuat dan sempurna harus dibuat dalam bentuk akta otentik. Sudikno
sebagai alat bukti yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-
peristiwa yang menjadi dasar dari pada suatu hak atau perikatan, yang
fungsi sebagai alat bukti yang sempurna, hal ini dapat juga dapat dilihat
untuk memberikan diantara para pihak beserta ahli warisnya atau orang-
orang yang mendapat hak ini dari mereka, suatu bukti yang sempurna
tentang apa yang dimuat didalamnya“. Hal ini juga diperkuat dengan apa
bukti yang sempurna, dalam arti bahwa ia sudah tidak memerlukan suatu
dan sempurna.96 Hal ini mengingat akta Notaris sebagai akta otentik
95
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberty, 2006,
hlm. 149.
96
Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta : PT. Pradnya Paramitha, 2005, hlm.27.
97
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat
Publik, bandung : PT. Refika Aditama, 2009, hlm.72-74.
62
terlebih Perjanjian Perkawinan tersebut dibuat dan dihadapan Notaris
manfaat bagi pihak ketiga. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1340
sebagai berikut :
63
Dikaitkan antara ketentuan dalam KUHPerdata dengan UUP
keterkaitan antara Pasal 29 ayat (1) UUP dengan Pasal 1340 KUHPerdata
Jo. Pasal 1317 KUHP dinyatakan dalam Pasal 152 KUHPerdata yang
menyebutkan bahwa :
29 ayat (1) UUP Jo. Pasal 152 KUHPerdata, maka perjanjian perkawinan
tersebut tidak berlaku bagi pihak ketiga, namun hanya berlaku dan
mengikat bagi para pihak yang membuatnya, yaitu dalam hal ini
pasangan suami istri yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan ketentuan
adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri
terhadap satu orang lain atau lebih”. Dan lebih lanjut disebutkan pula
64
kaitannya dengan Pasal 1340 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa,
bahwa :
perkawinan berlaku mengikat bagi pihak ketiga (apa bila) ada setelah
Pemohon (suami-istri).
65
pendaftaran/pengesahan/pencatatan perjanjian kawin tidak lagi dilakukan
pencatatan dilakukan oleh Kantor Catatan Sipil setempat pada akta Nikah
mereka.
UUP;
66
4) Dalam hal Perjanjian Perkawinan dimintakan pengesahan kepada
mendapat penetapan;
67
Dengan demikian, apabila syarat formal telah dipenuhi maka
Catatan Sipil
memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh
hukum.98 Ahli lain menyebutkan bahwa, akibat hukum adalah segala akibat
yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek
akibat hukum bagi pihak yang membuatnya, maupun terhadap pihak ketiga
98
Soeroso, R., SH., Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2006, hlm.295.
99
Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: CV Pustaka Setia, 1999, hlm 71.
68
a. Akibat Hukum Sebelum Penetapan Pengadilan
juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut. Dari bunyi
pasangan suami istri dan juga menyangkut pihak ketiga (bila ada), maka
para pihak (suami istri) yang membuatnya dan pihak ketiga, dengan
69
Berdasarkan keterangan kedua pasal di atas maka untuk
yaitu suami dan/atau istri, karena dalam UUP tidak ada satu pasalpun
yang telah dibuat mempunyai akibat hukum yang tetap mengikat bagi
kata lain semua harta yang dimiliki oleh suami sebelum dia kawin dan
semua harta yang dimiliki oleh istri sebelum dia kawin otomatis akan
100
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta
: Prestasi Pustaka Publisher, 2006, hlm.249.
70
menjadi harta bersama ketika mereka telah melakukan perkawinan.
terbatas.101
bersama;
101
Soetojo Prawirohamidjojo, Op. cit., hal 58.
71
b) Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda
menentukan lain.
72
dibawa pihak istri ke dalam persatuan tersebut. Untuk menghindari
sebaliknya.
102
J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan, Bandung : PT.Citra Aditya Bhakti, 1993, hlm.148-
149.
73
(2) Agar harta pribadi tersebut terlepas dari suami, dan istri dapat
andai kata salah satu jatuh (failliet), yang lain tidak tersangkut;
pihak ketiga. Hal ini sesuai dengan yang telah penulis terangkan pada
103
Ibid.
74
sub bab sebelumnya tentang persyaratan Sebuah Perjanjian
harta suami dan/atau harta istri, karena dengan tidak adanya perjanjian
75
perkawinan itu tidak ada dan suami istri kawin dengan persatuan harta
perkawinan.104
untuk suami-istri tetap mengikat bagi kedua belah pihak. Lain halnya
terhadap para pihak (suami istri), harta benda, dan bagi pihak ketiga dapat
tersebut terlihat bahwa perjanjian kawin yang diatur dalam UUP harus
104
Soetojo Prawirohamidjojo dan Asis Safioedin, Hukum Orang dan Keluarga, Cetakan V
Bandung : Alumni, 1987, hal 83.
76
perjanjian kawin dalam bentuk tertulis maka perjanjian kawin yang
harus dibuat secara tertulis, namun harus dibuat dengan akta notaries
yang diadakan sebelum perkawinan dan akan menjadi batal bila tidak
perkawinan, tidak boleh pada saat lain. Dari ketentuan pasal tersebut
pasangan suami istri setelah perkawinan berlangsung, hal ini tidak ada
kawin berlaku bagi kedua belah pihak yang membuat perjanjian kawin
tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang
yang menyebutkan bahwa, “semua perjanjian yang dibuat secara sah dan
perjanjian kawin yang dibuat oleh para pihak, baik yang diatur dalam
77
Pengadilan Negeri, perjanjian kawin yang dibuat mempunyai akibat
kata lain kedua belah pihak yaitu suami istri tetap terikat dengan
yaitu mengenai harta benda bersama suami istri maupun harta pribadi
masing pihak suami maupun istri harus mematuhi segala isi penetapan
terpisah satu dengan yang lainnya, sehingga tidak ada lagi berstatus harta
bersama.
105
R. Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Orang Dan Keluarga (Personen En Familie-
Recht), Surabaya : Airlangga University Press, 2000, hlm.73.
106
Elisabeth Nurhaini Butarbutar, Hukum Harta Kekayaan Menurut Sistematika KUH
Perdata dan Perkem bangannya , Bandung : PT. Refika Aditama, 2012, hlm.22.
78
normal dari suatu perkawinan, sedangkan pembatasan atau penutupan
tersebut di atas mengacu pada segala ketentuan yang diatur mulai dari
dalam perkawinan saja tetapi juga mengatur hak dan kewajiban para
Berlakunya perjanjian kawin bagi pihak ketiga diatur dalam Pasal 152
107
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata Di Indonesia, Jakarta : Prestasi
Pustaka Publisher, 2006, hlm.129.
79
“Ketentuan yang tercantum dalam perjanjian kawin, yang
mengandung penyimpangan dari persatuan menurut Undang-
undang seluruhnya atau untuk sebagian, tidak akan berlaku
terhadap pihak ketiga, sebelum hari ketentuan-ketentuan itu
dilakukan dalam suatu register umum, yang harus
diselenggarakan untuk itu di Kepaniteraan pada Pengadilan
Negeri, yang mana dalam daerah hukumnya perkawinan itu telah
dilangsungkan, atau, jika perkawinan berlangsung di luar negeri,
di Kepaniteraan dimana akta perkawinan dibukukannya”.
Pengadilan Negeri.
mengenai harta, mengikat kepada para pihak dan pihak ketiga, terhitung
nikah.
80
Maka dengan keadaan tersebut akibat hukumnya terhadap pihak
sehingga pihak ketiga dalam hal ini tidak mendapatkan kerugian jika
yang dibuat oleh salah satu pihak suami atau istri setelah penetapan
pihak ketiga.
81
3. Analisis Akibat Hukum Pada Kasus Penetapan Pengadilan Nomor
468/Pdt.P/2015/PN.Jkt.Sel
sendiri adalah setiap perbuataan manusia yang dilakukan dengan sengaja untuk
Perjanjian Perkawinan yang telah dibuat harus didaftarkan dan dicatat di Kantor
Catatan Sipil. Oleh sebab itu, untuk mendapat kepastian hukum bagi para pihak
akan memberikan konsekuensi hukum atau akibat hukum terhadap para pihak yang
perjanjian yang dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang
108
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm. 191.
82
a. Dasar dan Pertimbangan Hakim dalam Mengabulkan Permohonan
bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk
1) Aspek Yuridis
dengan dalil bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan
109
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka,
Pelajar, 1996, 168.
83
permohonan menerbitkan Penetapan untuk memerintahkan Kantor
perjanjian itu tidak menyalahi tata susila yang baik atau tata tertib
84
d) Pasal 1338 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa, ”para pihak
Agustus 1980.
pasti atau tetap selama para pihak tidak mengajukan upaya hukum
yang lain.
85
Putusan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
pada ketentuan pasal 164 HIR dan 284 Rbg serta Pasal 1886
tertulis yang berupa akta dapat dibagi lagi atas Akta Otentik dan
110
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. XXIV, (terjemahan Oetarid Sadino),
Jakarta: Pradnya Paramita, 1990, hlm.4-5.
86
Putusan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
1868 BW, dan 285 Rbg disebutkan bahwa, ”Akta otentik adalah
akta yag dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh
terjadi.
87
hakekatnya bertujuan menetapkan kedudukan antara para
wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang
konkrit.111
111
Lili Rasdjidi dan Ira Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2001, hlm. 42-43.
88
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Merujuk Pasal 29 ayat (1) UUP Jo. Pasal 152 KUHPerdata, bahwa
dibuat dengan Akta Notariil akan memberikan kepastian hukum tentang hak
89
2. Perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan akan berakibat hukum kepada
para pihak (suami istri) yang membuatnya dan pihak ketiga. Dalam UUP
tidak ada satu pasalpun yang menyatakan bahwa perjanjian perkawinan baru
maupun tidak. Oleh sebab itu perjanjian perkawinan yang dibuat oleh suami
tersebut tetap sah dan mengikat bagi kedua belah pihak (suami-istri) yang
yang tidak didaftarkan di Kantor Catatan Sipil sebelum dan sesudah adanya
B. Saran
demikian pula pihak Notaris sebagai pihak yang membuat akta perjanjian
90
Kantor Pencatatan Sipil sebelum perkawinan tersebut berlangsung agar
terhadap pasangan suami istri tentang akibat hukum terhadap akta perjanjian
91
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku :
Adi, Rianto, 2010, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Penerbit Yayasan
Obor Indonesia, Jakarta.
Adjie, Habib, 2009, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai
Pejabat Publik, Penerbit PT. Refika Aditama, Bandung.
Ali, Achmad dan Wiwie Herayani, 2012, Asas-asas Hukum Pembuktian Perdata,
Penerbit Kencana MediaGroup, Jakarta.
Koesoemawati, Ira dan Yunirman Rijan, 2009, Ke Notaris, Penerbit Raih Asa
Sukses, Jakarta.
92
________, 2010, Penelitian Hukum, Penerbit Kencana, Jakarta.
_________ , 2004, Hukum Dan Penelitian Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Nasution, Bahder Johan, 2002, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Penerbit CV.
Mandara Maju, Bandung.
Nico, 2003, Tanggungjawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Penerbit Center for
Documentation and Studies of Business Law, Yogyakarta.
Salim HS, 2015, Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep Teoritis, Kewenangan
Notaris, Bentuk dan Minuta Akta), Edisi 1, Cetakan 1, Penerbit Rajawali
Pers, Jakarta.
Soekanto, Soerjono, dan Sri Mamuji, 2006, Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat, Penerbit PT. Raja Grafindo, Jakarta.
Soerodjo, Irawan, 2003, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Penerbit
Arkola, Surabaya.
93
Soeroso, Andreas, 2008, Sosiologi 2, Penerbit Quadra, Bogor.
________, 2004, Hukum Keluarga dan Hukum Waris, Cetakan Keempat, Penerbit
Intermasa, Jakarta.
Rasaid, M. Nur, 2005, Hukum Acara Perdata, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta.
B. Peraturan Perundang-Undangan
94
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris
Irma Devita, “Hukum Online: Sahkah Perjanjian Kawin Yang Tak Didaftarkan
Ke Pengadilan”, Rabu, 13 November 2013, (http://m.hukumonline.com),
diunduh pada 10 Oktober 2015.
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia, Jakarta :
Gramedia Pustaka, 2008, hlm.41.
(https://books.google.co.id/books?id=kQyF14ljALEC&printsec=frontcover&dq=
Notaris&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=Notaris&f=false
D. Putusan
95