Anda di halaman 1dari 118

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERPADU

SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (SPPA)


BAGI APARAT PENEGAK HUKUM DAN PIHAK TERKAIT

PERKEMBANGAN ANAK DELINKUEN,


PERAN KELUARGA DAN LINGKUNGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 28 TAHUN 2014
TENTANG HAK CIPTA

Pasal 1

1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasar-
kan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tan-
pa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-un-
dangan.

Pasal 113

1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi se-
bagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau peme-
gang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana di-
maksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).

3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau peme-
gang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana di-
maksud dalam Pasal 9 ayat (l) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana pen-
jara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERPADU
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (SPPA)
BAGI APARAT PENEGAK HUKUM DAN PIHAK TERKAIT

PERKEMBANGAN ANAK DELINKUEN,


PERAN KELUARGA DAN LINGKUNGAN

Penyusun
Imaduddin Hamzah
Dede Erni Kartikawati

BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA


HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
2021
MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TERPADU
SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (SPPA)
BAGI APARAT PENEGAK HUKUM DAN PIHAK TERKAIT
PERKEMBANGAN ANAK DELINKUEN
PERAN KELUARGA DAN LINGKUNGAN

Tim Penyusun:
Imaduddin Hamzah
Dede Erni Kartikawati

BPSDM KUMHAM Press


Jalan Raya Gandul No. 4 Cinere – Depok 16512
Telepon (021) 7540077, 754124 Faksimili (021) 7543709, 7546120
Laman: http://bpsdm.kemenkumham.go.id

Cetakan ke-1 : Januari 2021


Perancang Sampul : Yulius Purnomo
Penata Letak : Yulius Purnomo

Sumber Ilustrasi: lh3.googleusercontent.com

xii+104 hlm.; 18 × 25 cm
ISBN:

Hak cipta dilindungi Undang-Undang.


Dilarang mengutip dan mempublikasikan
sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin dari Penerbit

Dicetak oleh:
PERCETAKAN POHON CAHAYA

isi di luar tanggung jawab percetakan


SAMBUTAN
KEPALA BPSDM HUKUM DAN HAM

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa,
berkat rahmat dan karunia-Nya, review Modul Pelatihan Terpadu Sistem Peradilan
Pidana Anak (SPPA) dengan Judul Perkembangan Anak Delinkuen, Peran
Keluarga dan Lingkungan telah terselesaikan.

BPSDM Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai Koordinator Pelatihan


Terpadu SPPA bagi Aparat Penegak Hukum dan Instansi Terkait, yang memiliki
tujuan meningkatkan kualitas pelatihan Terpadu SPPA, dan mewujudkan
kompetensi yang diharapkan bagi Aparat Penegak Hukum (APH) dan pihak
terkait dalam implementasi Undang-Undang SPPA Nomor 11 Tahun 2012, perlu
melaksanakan review atau update modul Pelatihan Terpadu SPPA.

Dalam penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) diperlukan


keterpaduan beberapa Instansi dan pihak terkait, yaitu Kepolisian, Kejaksaan,
Hakim/Peradilan, Penasehat Hukum/Advokad, Pembimbing Kemasyarakatan/
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Pekerja Sosial/ Kementerian
Sosial. Keterpaduan antara APH dan pihak terkait menjadi kata kunci untuk
keberhasilan pelaksanaan prinsip keadilan restoratif dan diversi yang jadi
pendekatan utama UU SPPA.

Perpres No. 175 Tahun 2014 tentang Pendidikan dan Pelatihan Terpadu
bagi Penegak Hukum dan Pihak Terkait Mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak
mengatur tujuan dari pelaksanaan Diklat Terpadu, yaitu untuk menyamakan persep­
si dalam penanganan ABH dalam SPPA, terutama agar memiliki pemahaman yang

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan v


sama tentang hak-hak anak, keadilan restoratif dan diversi, serta meningkatkan
kompetensi teknis APH dan pihak terkait dalam penanganan ABH.

Anak adalah generasi penerus yang dalam diri mereka melekat harkat dan
martabat sebagai manusia seutuhnya. Tanpa keterpaduan, mustahil cita-cita luhur
untuk memulihkan kondisi ABH dapat terwujud. Adalah menjadi tanggung jawab
kita semua untuk memastikan agar prinsip kepentingan terbaik bagi anak atau the
best interest of child selalu menjadi pegangan dalam mengatasi persoalan anak,
termasuk mereka yang sedang berhadapan dengan hukum.

Dalam kesempatan ini, kami atas nama BPSDM Hukum dan Hak Asasi
Manusia menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak atas dukungan
dan kontribusinya dalam penyelesaian review modul ini. Semoga modul ini dapat
berkontribusi positif bagi APH dan pihak terkait dalam penanganan ABH.

Selamat Membaca, Salam Pembelajar.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Depok, 18 November 2021


Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Hukum dan Hak Asasi Manusia,

Dr. Asep Kurnia


NIP 196611191986031001

vi
vi Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
KATA SAMBUTAN

Anak sebagai generasi penerus bangsa merupakan kelompok rentan


(vulnerable groups) yang perlindungan dan pemenuhan haknya disebut secara
lugas dalam UUD 1945. Salah satu kelompok anak yang paling rentan adalah
Anak yang Berhadapan dengan Hukum. Status, keterbatasan pengetahuan dan
kebelum-dewasaan mereka membutuhkan penanganan yang tidak biasa, yang
khusus apabila dibandingkan dengan orang dewasa.

Berangkat dari Konvensi Hak Anak yang diratifikasi Indonesia pada tahun
1990 dengan Keputusan Presiden No. 36, UU No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
disepakatilah UU No. 11 Tahun 2012 mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak.
Dengan memperkenalkan pendekatan keadilan restoratif, undang-undang ini
membawa paradigma baru dalam penanganan perkara pidana yang melibatkan
anak. Pendekatan dan paradigma baru ini tentu saja merupakan hal baru sehingga
diperlukan adanya pelatihan bagi mereka yang akan menerapkannya di lapangan.

Tahun ini UU SPPA berusia 9 tahun, walau pelaksanaannya baru berjalan


7 tahun. Sebagai lembaga utama yang bertugas melakukan pelatihan terpadu
di Kementerian Hukum dan HAM, BPSDM telah berkiprah lama dalam pelatihan
bagi aparatur penegak hukum (Polisi, Jaksa, Hakim, Advokat, Pembimbing
Kemasyarakatan) dan juga Pekerja Sosial. Pelatihan terpadu menjadi program
penting bagi pemerintah Indonesia, sebagai refleksi kehadiran Negara bagi Anak
yang berhadapan dengan hukum, agar dicapai persamaan persepsi antar aparatur
penegak hukum yang menangani anak.

Salah satu upaya penting BPSDM untuk mengembangkan pelatihan terpadu


ini adalah dengan menyusun Modul Pelatihan Terpadu, yang dirancang dan

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan vii


ditulis bersama oleh perwakilan dari praktisi hukum, akademisi dan kementerian
terkait. Selain materi pembelajaran berupa kajian teoritis, instrumen internasional,
landasan hukum dan studi kasus, modul ini juga memuat metode pembelajaran
yang dapat digunakan instruktur. Dengan modul ini diharapkan bahwa para
instruktur, fasilitator dan juga peserta akan memperoleh manfaat yang besar dalam
mengembangkannya.

Selain itu BPSDM juga mengembangkan metode pelatihan terpadu di masa


pandemi dengan memanfaatkan metode dalam jaringan atau daring (online).
Pelatihan daring ini sedikit banyak merupakan blessing in disguise baik bagi
BPSDM maupun peserta dan lembaga terkait, karena para peserta tidak perlu
meninggalkan pekerjaan untuk hadir di Jakarta, dan memiliki kesempatan untuk
mempelajari Modul di waktu yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka.

Tiada gading yang tak retak, tentu Modul ini tidak sempurna. Oleh karenanya
masukan dan kritik pembaca atas Modul ini diharapkan untuk menyempurnakan­
nya. Akhirnya, saya ucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada BPSDM
Kementerian Hukum dan HAM serta seluruh pihak yang telah bekerja sama dalam
pembuatan modul ini. Mari bersama kita lindungi generasi muda Indonesia.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, November 2021

Guru Besar Universitas Indonesia,

Prof. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A., PhD.

viii
viii Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji Syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
kehendak dan perkenan-Nya masih diberikan kesempatan dan kesehatan dalam
rangka penyusunan review Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan
Lingkungan SPPA tahun 2021 dapat terlaksana dengan baik. Di mana Pelatihan
Terpadu SPPA sebagai kegiatan Prioritas Nasional, BAPPENAS mengharapkan
pada tahun 2021 untuk dilaksanakan review terhadap modul-modul Pelatihan
Terpadu SPPA.

Modul Pelatihan Terpadu SPPA berjudul Perkembangan Anak Delinkuen,


Peran Keluarga dan Lingkungan sebagai sumber pembelajaran dalam memahami
peran dan fungsi Aparat Penegak Hukum (APH) dan pihak terkait dalam
melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA.
Upaya melaksanakan SPPA sebagai bentuk jaminan dan perlindungan atas hak
anak yang berhadapan dengan hukum yang menekankan keadilan restoratif,
diperlukan kesiapan seluruh APH dan pihak terkait lainnya yang terlibat dalam
sistem hukum pidana anak untuk memahami peran dan fungsinya masing-masing
sesuai peraturan perundang-undangan.

Untuk menyamakan persepsi di antara penegak hukum dalam meng­


implementasikan undang-undang terbit Peraturan Presiden Nomor 175 Tahun
2014 tentang Pendidikan dan Pelatihan Terpadu Bagi Penegak Hukum dan Pihak
Terkait Mengenai SPPA, serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 31
Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Terpadu SPPA Bagi Aparat
Penegak Hukum dan Instansi Terkait, sebagai panduan dalam pelaksanaan

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan ix


Pelatihan Terpadu Sistem Peradilan Pidana Anak. Pada masa Pandemi Covid-19
dilakukan penyesuaian metode pembelajaran dengan cara distance learning
dengan memanfaatkan jaringan internet/virtual dan aplikasi Learning Management
System (LMS).

Demikian penyusunan review Modul Pelatihan Terpadu SPPA ini, dengan


harapan modul ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan bagi pembaca khususnya Aparatur Penegak Hukum dan Instansi
terkait lainnya dalam melaksanakan amanat Undang-Undang SPPA.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Depok, 09 November 2021


Kepala Pusat Pengembangan Diklat
Teknis dan Kepemimpinan,

Cucu Koswala, S.H., M.Si.


NIP. 19611212 198503 1 002

x
x Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
DAFTAR ISI

SAMBUTAN KABADAN.............................................................................................. v
KATA SAMBUTAN........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR....................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Deskripsi Singkat............................................................................... 2
C. Manfaat Belajar.................................................................................. 2
D. Indikator Hasil Belajar........................................................................ 3
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok................................................. 3
F. Metode dan Alokasi Waktu Pembelajaran......................................... 4
G. Petunjuk Pembelajaran....................................................................... 4
BAB II TAHAPAN DAN CIRI PERKEMBANGAN ANAK............................ 7
A. Pengertian Tumbuh dan Kembang Anak........................................... 7
B. Prinsip, Tahap dan Ciri Perkembangan Anak .................................. 8
C. Tahapan Psikososial Menurut Erikson............................................... 14
D. Krisis Perkembangan Dan Dampaknya Terhadap Anak.................... 20
E. Perkembangan psikologis anak pelaku, saksi dan korban................ 24
F. Latihan.................................................................................................. 27
G. Rangkuman....................................................................................... 27
H. Evaluasi............................................................................................. 31
I. Tindak Lanjut dan Umpan Balik......................................................... 31
BAB III PERAN KELUARGA, LINGKUNGAN DAN GENDER
DALAM PERKEMBANGAN ANAK.................................................. 33
A. Peran, Tugas dan Tanggung Jawab Keluarga................................... 33
B. Pola Asuh Dalam Keluarga................................................................ 35

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan xi


C. Keluarga Patogenik........................................................................... 40
D. Lingkungan sosial ............................................................................. 43
E. Gender dalam perkembangan anak.................................................. 62
F. Latihan............................................................................................... 68
G. Rangkuman....................................................................................... 68
H. Evaluasi............................................................................................. 72
I. Tindak Lanjut dan Umpan Balik......................................................... 72
BAB IV KONSEP, CIRI DAN SEBAB DELINKUENSI............................... 73
A. Pengertian, Ciri dan sebab Delinkuensi............................................. 73
B. Teori Delinkuensi............................................................................... 78
C. Peranan Keluarga dan lingkungan Terhadap Terbentuknya
Perilaku Delinkuensi.......................................................................... 85
D. Latihan............................................................................................... 87
E. Rangkuman....................................................................................... 87
F. Evaluasi............................................................................................. 88
G. Tindak Lanjut dan Umpan Balik......................................................... 88
BAB V ANALISIS KASUS PIDANA ANAK.................................................. 89
A. Kasus anak delinkuensi di bawah 12 tahun ...................................... 89
B. Kasus anak delinkuensi Usia 12 sampai di bawah 18 tahun ............ 92
C. Evaluasi............................................................................................. 94
D. Evaluasi............................................................................................. 94
E. Tindak Lanjut dan Umpan Balik......................................................... 95
BAB VI PENUTUP......................................................................................... 97
A. Kesimpulan........................................................................................ 97
B. Tindak Lanjut..................................................................................... 97
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 99
GLOSARIUM ................................................................................................. 101
RIWAYAT HIDUP PENULIS.......................................................................... 103

xii
xii Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masa anak-anak merupakan periode yang sangat khas sehingga setiap
keluarga dan orang tua pasti memiliki dambaan untuk memiliki anak yang sehat,
cerdas, berakhlak mulia, namun dalam mencapai tujuan tersebut tidaklah semudah
yang diangankan, segala sesuatu dapat terjadi dalam perjalanannya, gangguan
dalam pertumbuhan dan perkembangan mungkin saja terjadi yang disebabkan
bukan oleh satu faktor namun berbagai faktor.

Setiap fase perkembangan anak memiliki ciri khas sekaligus memiliki


tugas yang harus terpenuhi. Bila individu tersebut tidak dapat memenuhi tugas
dalam setiap fase perkembangannya maka akan memunculkan kecenderungan
timbulnya masalah yang akan dibawa kepada fase berikutnya yang tentu saja
telah memiliki tugas yang lebih kompleks yang akibatnya individu tersebut akan
menghadapi berbagai kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas kehidupan dan
tidak dapat menikmati setiap fase dengan menyenangkan. Kondisi tersebut dapat
mempengaruhi anak dalam membangun konsep dirinya seperti yang diharapkan
oleh setiap orang tua dan sesuai dengan harapan sosial.

Kepribadian individu dipengaruhi oleh keturunan atau genetika. Namun,


selain faktor keturunan masih terdapat faktor lain yang mempengaruhi kualitas
seorang anak. Kualitas seorang anak dapat dinilai dari proses tumbuh kembang.
Proses tumbuh kembang merupakan hasil interaksi faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetik/keturunan adalah faktor yang berhubungan dengan gen
yang berasal dari ayah dan ibu, sedangkan faktor lingkungan meliputi lingkungan
biologis, fisik, psikologis, dan sosial.

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 1


Berbagai gangguan dalam masa tumbuh kembang anak memungkinkan
terjadinya perilaku yang tidak diharapkan salah satu diantaranya adalah perilaku
delinkuen yang diartikan sebagai perilaku menyimpang dari norma-norma sosial,
moral dan agama yang dilakukan oleh seorang anak atau remaja yang merugikan
keselamatan dirinya, mengganggu dan meresahkan ketenteraman dan ketertiban
masyarakat serta kehidupan keluarga dan atau masyarakat. Pada dasarnya faktor-
faktor penyebab perilaku kenakalan remaja terdiri atas akumulasi berbagai macam
faktor, baik internal maupun eksternal, seperti: pola asuh orang tua, lingkungan
rumah, lingkungan sekolah dan lingkungan pergaulan.

Faktor keluarga memang sangat berperan dalam pembentukan perilaku


menyimpang pada remaja, selain itu faktor lingkungan tidak kalah pentingnya
menjadi penyebab perilaku delinkuen. Lingkungan adakalanya dihuni oleh orang
dewasa serta anak-anak muda kriminal dan anti-sosial, yang bisa merangsang
timbulnya reaksi emosional buruk pada anak-anak puber dan adolesen yang
masih labil jiwanya. Dengan begitu anak-anak remaja ini mudah terjangkit oleh
pola kriminal, asusila dan anti-sosial.

B. DESKRIPSI SINGKAT
Mata Diklat Perkembangan Anak, Delinkuen, peran keluarga, dan
lingkungan diberikan untuk meningkatkan pemahaman peserta tentang Tahapan
dan ciri Perkembangan Anak, Peran keluarga, lingkungan, dan gender dalam
perkembangan anak, serta konsep delinkuensi, sebab, ciri dan kausa delinkuensi.

C. MANFAAT BELAJAR
Setelah mengikuti pembelajaran Peserta diharapkan mampu menjelaskan
Tahapan dan ciri Perkembangan anak, Peran keluarga, lingkungan terhadap
terbentuknya perilaku delinkuen, teori konsep delinkuensi, ciri dan kausa
delinkuensi

2
2 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
D. INDIKATOR HASIL BELAJAR
Peserta dapat:

1. Mengidentifikasi tahapan dan ciri perkembangan Psikososial anak.

2. Menjelaskan Peran Keluarga dan Lingkungan Terhadap Perkembangan


anak.

3. Menjabarkan teori dan konsep, ciri dan sebab delinkuensi

4. Menganalisis kasus anak berdasarkan konsep yang sudah dipelajari.

E. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK


1. Tahapan dan ciri perkembangan psikososial

a. Pengertian tumbuh kembang anak

b. Prinsip, tahap dan ciri perkembangan

c. Tahapan perkembangan psikososial menurut Erikson

d. Krisisi perkembangan dan dampaknya terhadap anak

e. Perkembangan psikologis anak pelaku, saksi dan korban

2. Peran keluarga, lingkungan dan gender dalam perkembangan anak.

a. Peran, tugas dan tanggung jawab keluarga

b. Pola asuh dalam keluarga

c. Keluarga patogenik

d. Lingkungan sosial

e. Konsep delinkuensi, sebab, ciri dan kausa delinkuensi.

f. Gender dalam perkembangan anak

3. Konsep, Ciri dan Sebab Delinkuensi

a. Pengertian, ciri dan sebab delinkuensi

b. Toeri Delinkuensi

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 3


c. Peranan keluarga an lingkungan terhadap terbentuknya perilaku
delinkuensi

4. Analisis kasus pidana anak

a. Kasus anak delinkuensi di bawah 12 tahun

b. Kasus anak delinkuensi Usia 12 sampai di bawah 18 tahun

F. METODE DAN ALOKASI WAKTU PEMBELAJARAN


Mata pelatihan ini menggunakan metode dan waktu pembelajaran sebagai
berikut :

1. Metode :

· Ceramah

· Tanya jawab

· Diskusi

· Simulasi

· Studi kasus

· Project

2. Waktu : 10 jam pelajaran

G. PETUNJUK PEMBELAJARAN
1. Materi pembelajaran Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga
dan Lingkungan ini merupakan landasan untuk memahami anak dan
perkembangannya. Materi Budaya ini dapat memberikan pengetahuan dasar
untuk mengikuti materi pembelajaran lainnya pada diklat terpadu SPPA;

2. Peserta pelatihan harus mempelajari secara bertahap bab mengenai ciri dan
tahap perkembangan, peran keluarga dan lingkungan sosial, konsep, ciri
dan sebab delinkuensi serta melakukan analisis kasus pidana anak;

4
4 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
3. Pembelajaran mata pelatihan ini menggunakan metode ceramah, diskusi,
eksplorasi dan studi kasus;

4. Ikuti tahapan pembelajaran dengan tertib dan aktif. Setiap bab mempunyai
indikator yang harus dicapai, latihan dan evaluasi.

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 5


BAB II
TAHAPAN DAN CIRI PERKEMBANGAN ANAK

Setelah pembelajaran Peserta dapat mengidentifikasi tahapan


dan ciri perkembangan psikososial anak

A. PENGERTIAN TUMBUH DAN KEMBANG ANAK


Memahami tumbuh kembang berarti kita memperlajari manifestasi kompleks
suat perubahan yang melibatkan berbagai aspek pada diri manusia, seperti
fisiologi, biokimia, dan morfologi yang terjadi mulai konsepsi hingga tercapainya
maturitas (kedewasaan).

Kita sering kali menggunakan istilah pertumbuhan secara sama dengan


perkembangan. Padahal secara konseptual, kedua hal mempunyai pengertian
yang berbeda, di antaranya :

1. Pertumbuhan (growth) merupakan perubahan yang bersifat kuantitatif


dengan ciri pertambahan ukuran, jumlah, dimensi dan kualitas mulai tingkat
sel, organ, sampai fisik individu secara sempurna. Seorang anak tidak hanya
bertambah besar secara fisik, melainkan juga ukuran dan struktur organ-
organ tubuh dan otak dan proses metabolismenya.

2. Perkembangan (development) bermakna pertambahan bersifat kuantitatif dan


kualitatif. Perkembangan dapat terlihat dengan meningkatnya kemampuan
(skill), fungsi dan hasil dari proses pematangan (maturitas).

Perkembangan berhubungan perubahan progresif dalam fungsi fisik dan


mental, sehingga individu dapat menjalankan fungsinya sebagai manusia.
Progresif mengandung makna bahwa perubahan yang terjadi mempunyai

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 7


suat arah tertentu dan menunjukkan kecenderungan lebih baik, bukan
perubahan mundur ke belakang (regresi atau retardasi).

Perubahan dimaksud termasuk perkembangan kognitif, berbahasa, motorik


kasar dna halus, afeksi dan emosi serta pola adaptasi sebagai hasil interaksi
dengan lingkungannya. Perkembangan progresif ini mengikuti pola yang
terarah dan terpadu, kecuali individu yang mengalami gangguan dalam
perkembangan dan adaptasinya.

Pengertian lain dari perkembangan adalah “perubahan-perubahan yang alami


individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya
yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan baik
menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah)”

B. PRINSIP, TAHAP DAN CIRI PERKEMBANGAN ANAK


Dari sudut biologis, anak adalah organisme yang sedang mengalami
masa-masa pertumbuhan fisik yang paling cepat. Dalam waktu 0-18 tahun, anak
mengalami penambahan berat badan, tinggi badan, dan besaran semua organ
tubuh. Di samping itu terjadi proses pemasakan semua organ tubuh dan alat-alat
yang sangat vital, seperti otot-otot, otak dan sistem saraf pusat, dan organ seksual.

PRINSIP PERKEMBANGAN
Prinsip penting dalam perkembangan seorang anak adalah peran genetik/
pembawaan (nature) dan pengalaman/belajar (nurture). Perkembangan anak
sangat dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut. Faktor nature merupakan
pemberian Tuhan, dibawa sejak lahir dan dipengaruhi oleh genetik dan kondisi
biologis manusia, sehingga sulit diubah.

Sedangkan nurture merupakan faktor lingkungan seperti pengasuhan


nutrisi, stimulasi, pola asuh, dan belajar. Nurture sangat dipengaruhi oleh proses
terbukanya karateristik yang secara potensial sudah ada pada individu yang
berasal dari warisan genetik individu.  Sebagai contoh alam fungsi filogentik

8
8 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
yaitu merangkak, duduk kemudian berjalan, kemudian dikembangkan melalui
proses belajar, yaitu perubahan perilaku sebagai hasil latihan dan usaha.

Dengan belajar, anak memperoleh kemampuan menggunakan kapasitas


fisik dan psikologis yang dimilikinya, dan lingkungan menjadi salah sumber belajar
anak. Lingkungan menjadi wahana anak memperoleh pengalaman dalam tumbuh
kembangnya sejak dilahirkan. Bukti-bukti ilmiah telah menunjukkan bahwa dasar
bahwa pengaruh belajar dan pengalaman pada lingkungan awal cenderung
bertahan dan mempengaruhi sikap dari perilaku anak masa dewasa. Ada empat
asumsi terkait peran belajar ini :. 

1. Hasil belajar dan pengalaman merupakan hal yang dominan dalam


perkembanga anak 

2. Dasar awal cepat menjadi pola kebiasaan, hal ihi tentunya akan berpengaruh
sepanjang hidup dalam penyesuaian sosial dan pribadi anak 

3. Dasar awal sangat sulit berubah meskipun hal tersebut salah 

4. Semakin dini sebuah perubahan dilakukan maka semakin mudah bagi


seorng anak untuk mengadakan perubahan bagi dirinya.

Dalam Soetjiningsih (2016), Hurlock mengemukakan bahwa perkembangan


memiliki sejumlah prinsip yaitu:

1. Perkembangan melibatkan perubahan

2. Perkembangan awal lebih kritis dari pada perkembangan lanjutannya

3. Perkembangan adalah hasil dari maturasi dan proses belajar

4. Pola perkembangan dapat diramalkan

5. Pola perkembangan mempenyai karakteristik yang dapat diramalkan

6. Terdapat perbedaan individu dalam suatu perkembangan

7. Terdapat periode/tahapan dalam pola perkembangan

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 9


8. Terdapat harapan sosial untuk setiap periode perkembangan

9. Setiap area perkembangan mempunyai potensi resiko

TAHAP DAN CIRI PERKEMBANGAN USIA ANAK 0-18 TAHUN


Sejalan dengan pemahaman mengenai anak, maka masa kanak-kanak
adalah suatu kurun waktu atau periode organisme manusia sedang mengalami
perubahan-perubahan hebat karena proses perkembangan. Perkembangan
dimengerti sebagai proses pertumbuhan biologis dan perkembangan kemampuan
emosional-psikologis serta kemampuan sosial menuju ke pematangan (maturasi).

Pemahaman terhadap masa kanak-kanak sebagai sebuah periode


perkembangan yang paling cepat dan paling penting karena setiap gangguan
perkembangan pada masa ini dapat berakibat jangka panjang atau tidak dapat
diperbaki lagi (ireversible).

Anak dan masa kanak-kanak perlu diperhatikan karena alasan yang sangat
mendasar. Anak adalah modal kemanusian. Tanpa mereka, spesies manusia akan
punah. Selain itu, anak manusia adalah cikal-bakal dan modal budaya. Suatu
komunitas akan lenyap jika anak-anak mereka tidak tumbuh dan berkembang.

Tindakan yang mengakibatkan hal itu dipandang sebagai kejahatan hak-hak


asasi manusia yang paling serius dan akan membawa konsekuensi yang sangat
serius pula. Banyak konflik bersenjata yang nuansanya beralih dari persoalan
ekonomi dan kekuasaan menjadi pemusnahan sebuah komunitas manusia
tertentu. Kejahatan ini disebut ”Genosida”/ (Genocide).

Pertumbuhan dan perkembangan bermula dari pembuahan sel telur oleh


sperma dan tumbuh menjadi organisme yang kompleks di dalam kandungan. Oleh
karena itu, pembahasan kita akan dimulai pada periode tersebut.

10
10 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
Gambar 2.1. Periodisasi Perkembangan kandungan sampai masa remaja

a. Periode Prenatal (kandungan)


Sembilan bulan pertama sangat kritis karena dalam masa-masa ini
akan ditentukan kesempurnaan fisik seorang janin manusia. Pada masa
ini dibangun kelengkapan organ tubuh, kelengkapan dan kesempurnaan
pancaindra, kesempurnaan otak, serta kecenderungan-kecenderungan
pertumbuhan di masa yang akan datang.

Masa yang berlangsung sangat pendek ini perlu memperoleh


perhatian yang amat serius. Kualitas pertumbuhan dan perkembangan
anak dalam kandungan sangat dipengaruhi oleh kualitas hidup ibunya.
Ibu yang mengalami kekurangan gizi, terutama zat besi dan yodium, akan
memperbesar risiko kelahiran prematur dan memengaruhi pertumbuhan
kecerdasan bayi.

Seorang Ibu yang terinfeksi penyakit tertentu seperti Hepatitis


(semua jenis) dan HIV/AIDS akan berisiko menularkan pada anak. Ibu

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 11


yang mengonsumsi narkoba, terutama alkohol, heroin, dan kokain akan
melahirkan bayi yang cacat (neurologik) dan saat lahir akan mengalami
kesakitan hebat karena mengalami gejala putus obat. Konflik bersenjata
atau peperangan meningkatkan semua jenis resiko di atas.

b. Periode Bawah Tiga Tahun (Batita) :


Periode ini adalah periode yang sangat kritis di luar kandungan Ibu.
Masa- masa ini adalah periode sensitif dalam belajar bahasa, keterampilan
motorik (lepas-genggam-lempar-berdiri-berlari) dan saat-saat untuk
menyempurnakan semua kemampuan pancainderanya. Kemampuan
lainnya yang berkembang adalah keterampilan memanipulasi lingkungan
melalui bermain, walau masih bersifat soliter (bermain sendiri).

c. Periode Bawah Lima Tahun (Balita):


Dalam periode pra-sekolah ini hampir semua keterampilan motorik dan
bahasanya mendekati sempurna. Meskipun demikian, kapasitas otaknya
masih terus berkembang. Oleh karena itu, kecukupan gizi dalam makanan
dan rangsangan-rangsangan psiko-motorik masih sangat penting bagi
tumbuh- kembang anak. Anak juga sudah dapat bermain bersama teman-
teman lainnya. Anak-anak tertentu juga sudah memperlihatkan bakatnya
seperti musik dan melukis.

d. Masa Sekolah:
Masa ini memiliki rentang usia dari 6-12 tahun. Pada masa ini anak
mulai menghabiskan sebagian waktunya di luar rumah. Anak belajar dalam
suasana terorganisasi dan terstruktur di bawah otoritas orang lain (bukan
orang tuanya sendiri) dan dengan anak-anak dari berbagai latar belakang.
Pada tahap usia sekolah anak mengawalai belajar untuk memercayai
figur-figur asing, yaitu guru-gurunya. Anak juga mulai belajar keterampilan-
keterampilan skolastik (membaca, menulis, berhitung).

12
12 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
Dalam tahapan perkembangan usia sekolah ini, proses tumbuh
kembang anak terus berlangsung yang membutuhkan gizi dan pemeliharaan
kesehatan (termasuk kesehatan gigi) serta rangsangan mental spiritual.
Penting bagi anak, sebagian besar menghabiskan waktu anak berada di
luar rumah, maka berbagai institusi dan pihak yang berhubungan dengan
anak, termasuk guru, tentara, dan lain-lain, dapat menjadi faktor risiko dan
melakukan kekerasan terhadap anak.

e. Masa Remaja
Masa remaja ditandai oleh
tumbuhnya tanda-tanda seksual
sekunder (lihat tabel di bawah ini),
terutama masaknya indung telur dan
menstruasi pada perempuan yang dapat
terjadi pada usia 9-10 tahun serta mimpi
basah pada anak laki-laki yang terjadi
pada usia 13-15 tahun. Perubahan
fisik ini terjadi karena pengaruh aktifnya hormon-hormon reproduksi yaitu
testoteron dan progesteron. Tanda-tanda perubahan fisik remaja laki-laki
dan perempuan dapat terlihat pada tabel 3.1.

Tabel 2.1: Tanda-tanda seksual sekunder


Laki-laki Perempuan
· Membesarnya jakun disertai dengan · Melebarnya tulang pinggul
perubahan suara menjadi lebih serak
· Membesarnya buah dada dan
dan berat
perubahan warna puting susu
· Bahu melebar menjadi lebih gelap

· Membesarnya penis dan buah pelir · Bahu melebar


· Kulit lebih berminyak dan · Kulit lebih berminyak dan
menebarkan bau yang khas menebarkan bau yang khas

· Terjadinya mimpi basah karena · Terjadinya menstruasi sebagai tanda


masaknya fungsi seksual dan masaknya indung telur karena
aktifnya hormon testoteron. bekerjanya hormon progresteron

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 13


Laki-laki Perempuan
· Tumbuhnya bulu rambut di sekitar · Tumbuhnya bulu rambut di ketiak
wajah, ketiak, dada, dan seputar dan seputar vagina
penis dan buah pelir.
Sumber: Irwanto & Nurpatria (2005).

Masa remaja juga ditandai oleh perubahan fisik, psikologis dan


perubahan orientasi social dan dorongan heteroseksual. Masyarakat
memiliki harapan pada anak usia remaja mampu mengampu berbagai
tanggung jawab orang dewasa, termasuk dalam pergaulan heteroseksual.
Remaja mulai bergaul dengan lain jenis secara lebih intensif, dan mulai
meluangkan lebih banyak waktunya bersama teman sebaya dibanding
dengan keluarganya sendiri.

Akhir masa remaja dianggap sebagai akhir masa kanak-kanak.


Seseorang yang mencapai usia 18 tahun, menurut pandangan sebagian
masyarakat dan peraturan perundang-undangan di berbagai negara sudah
dapat membentuk keluarganya sendiri dan telah diakui hak-hak sipil dan
politiknya.

C. TAHAPAN PSIKOSOSIAL MENURUT ERIKSON


Erikson merupakan salah seorang pengikut Freud yang merupakan pendiri
teori psikoanalisa. Teori psikoanalisa berpendapat bahwa kesehatan psikologis
dan maladjustment (ketidakmampuan menyesuaikan diri) yang dialami seseorang
dapat disebabkan oleh kualitas hubungan individu tersebut dengan orang tuanya
di tahun-tahun awal kehidupannya.

Dalam perkembangannya, Erikson kurang sependapat dengan pendekatan


psikoanalisa yang terlalu menekankan pada insting dan kurang memperhatikan
pengalaman atau peristiwa penting yang terjadi pada masa bayi dan pada masa
kanak-kanak awal (Berk, 2002).

Erikson kemudian mengembangkan teori Psikososial yang menjelaskan


bahwa kualitas interaksi antara anak dan lingkungan sosial terdekatnya (orang

14
14 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
tua/keluarga) memengaruhi perkembangan kepribadian selama masa kanak-
kanak dan remaja, bahkan pada masa dewasa. Erikson membagi perkembangan
kepribadian ini ke dalam delapan tahapan.

Gambar 2.2. Tahapan perkembangan psikososial Erikson

Keberhasilan atau kegagalan dalam suatu tahap akan berpengaruh pada


pencapaian tahap berikutnya. Erikson, memandang bahwa krisis yang dihadapi
individu pada setiap tahap perkembangan bukanlah bencana, melainkan
merupakan titik balik dari kepekaan yang meningkat dan potensi yang bertambah.
Semakin berhasil individu mengatasi konflik, semakin sehat perkembangan
individu tersebut.

Erikson mengemukakan delapan tahap psikososial (dalam Santrock, 1996)


seperti terlihat pada gambar 2.2.

1. Percaya versus tidak percaya (Trust versus mistrust , lahir ˂ 1


tahun)
Tahap ini dialami seorang anak pada awal tahun kehidupannya.
Rasa percaya tumbuh dari adanya perasaan akan kenyamanan fisik dan
rendahnya rasa ketakutan serta kecemasan akan masa depan. Rasa
percaya pada masa bayi membentuk harapan sepanjang hidup bahwa dunia
adalah tempat yang baik dan menyenangkan untuk hidup (Santrock,1996).

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 15


Pada tahap awal ini Erikson (1963) lebih menekankan pada kualitas
pengasuhan. Sosok ibu (orang yang berperan sebagai Ibu/pengasuh) yang
memberikan kehangatan, memberikan respon terhadap setiap perilaku
anak, termasuk memenuhi kebutuhan individualnya (misal segera mengganti
popok segera bila kotor/ basah, memberi ASI saat bayi menangis karena
lapar, mengajak bayi berbicara atau bernyanyi saat bayi merasa bosan)
membuat anak belajar bahwa tingkah laku yang dilakukannya bermakna
bagi lingkungannya.

Hal ini merupakan fondasi pembentukan identitas dirinya yang di


kemudian hari memberikan rasa nyaman untuk menjadi dirinya sendiri dan
menjadi apa yang ia inginkan. Sebaliknya, Ibu atau pengasuh yang dingin,
atau dominan kurang dapat memberikan respon dengan tepat dan segera
terhadap kebutuhan bayi. Bayi merasa tidak nyaman dan tidak terlatih untuk
mengaitkan perilakunya terhadap reaksi lingkungannya.

2. Otonomi versus malu dan ragu-ragu (Autonomy versus shame


and doubt, 2-3 tahun)
Setelah tahap pengembangan rasa percaya usia kurang satu tahun,
anak mulai menemukan bahwa tingkah lakunya adalah milik mereka
sendiri. Anak berupaya menampilkan rasa kemandirian atau otonomi. Anak
menyadari kemauannya sendiri. Jika dikekang atau dihukum dengan terlalu
keras, mereka mungkin mengembangkan perasaan malu dan ragu-ragu
(Santrock,1996).

Erikson menjelaskan bahwa pada tahap ini anak mulai berkembang


menjadi individu independen. Mobilitasnya semakin tinggi. Lingkungan
sosialnya semakin luas. Pengalaman anak semakin luas dan beragam. Pada
tahap ini, orang tua harus dapat memberikan keyakinan dan ketenangan
terhadap anak dalam menghadapi hal-hal baru yang tidak pernah dijumpai
sebelumnya.

16
16 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
Orang tua dan orang dewasa terdekat anak mendukungnya untuk mulai
berdiri sendiri, dan tetap memberikan pelindungan saat anak menghadapi
peristiwa dan situasi yang membingungkan dan berubah-ubah. Pada tahap
ini muncul kemampuan mutual regulation. Anak mulai mengembangkan
‘free-choice’ (pilihan bebas) yang ada dalam dirinya, tetapi juga mampu
mengembangkan pilihan yang sesuai dengan norma masyarakat.

3. Inisiatif versus rasa bersalah (Initiative versus guilt, 3-5 tahun)


Pada tahap usia prasekolah, anak memasuki dunia sosial yang lebih
luas, mereka lebih menghadapi tantangan dibandingkan ketika masa bayi.
Erikson berpendapat bahwa anak yang berhasil mengembangkan otonomi
dan inisiatif akan memiliki kemampuan yang baik dalam menangani,
merencanakan dan mengerjakan tugas sehingga ia berhasil menjadi individu
yang dinamis dan aktif.

Konsep diri semakin berkembang seiring dengan keberhasilan dalam


melakukan sesuatu, anak mulai melakukan identifikasi dengan orang tua
yang berjenis kelamin sama untuk memperoleh afeksi dan menghindari
hukuman.

Pada tahap ini, anak mempelajari parental set. Anak mulai mulai
mengadopsi karakteristik orang tua ke dalam kepribadiannya dan mempelajari
standar moral dan peran jenis kelamin sesuai norma lingkungannya. Rasa
bersalah muncul setiap kali anak melakukan tingkah laku yang tidak sesuai
dengan standar yang berlaku. Erikson (dalam Santrock,1996) berpandangan
positif bahwa rasa bersalah akan dikompensasikan dengan perasaan
berprestasi.

4. Industri versus Perasaan Rendah Diri (industry versus inferiority,


usia sekolah 6-12 tahun)
Erikson (dalam Santrock,1996) menyatakan bahwa inisiatif anak
akan berhubungan dengan pengalaman-pengalaman baru. Anak-
anak memperlihatkan keinginan untuk menguasai pengetahuan dan

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 17


keterampilan, dan pada akhir masa kanak-kanak terjadi perkembangan
imaginasi yang pesat dan semangat belajar yang tinggi. Dengan kata lain
anak mengembangkan sense of industry (rasa membangun) yang ditandai
dengan terampil menggunakan alat-alat, memiliki semangat tinggi untuk
menghasilkan sesuatu, bukan hanya memenuhi keinginan untuk bermain.

Namun demikian, pada usia sekolah dasar dapat pula anak memiliki
rasa rendah diri, perasaan tidak kompeten dan tidak produktif. Anak yang
merasa rendah diri, putus asa dengan keterampilan dan pengetahuan yang
dimilikinya pada akhirnya akan mengucilkan diri. Karena itu guru mempunyai
tanggung jawab khusus bagi perkembangan sifat industri pada anak.

5. Identitas versus Kebinggungan Peran (Identity versus Identity


Confusion, masa remaja, 12-18).
Erikson menjelaskan bahwa tahap remaja merupakan akhir masa
kanak-kanak dan mulai terlibat dengan dunia keterampilan, alat, dan
mengalami pubertas. Bersamaan dengan perkembangan fisik yang pesat,
anak mulai memperhatikan penampilan mereka dan juga mulai berpikir untuk
bekerja sesuai dengan keterampilan dan pengetahuan yang dimilikinya.

Pada masa ini, remaja menghadapi tuntutan peran baru dan status
dewasa: menyangkut pekerjaan dan asmara. Sehingga orang tua diharapkan
dapat memberikan kesempatan remaja untuk mengeksplorasi peran yang
berbeda-beda dan jalan yang berbeda pada peran tertentu (Santrock,1996).

Bahaya yang muncul pada tahap remaja, menurut Erikson, remaja


mengalami kebingungan peran yang dimanifestasikan dengan adanya
keraguan terhadap identitas seksual, kenakalan, dan ketidakmampuan
untuk melekatkan identitas okupasi dan kehilangan identitas dengan terlalu
mengidolakan kelompok.

Perubahan yang paling menonjol pada masa remaja adalah masa awal
tahap jatuh cinta yang lebih berorientasi pada konsep seksualitas, namun
bukan pada hubungan seks. Menurut Erikson, hubungan antarlawan jenis

18
18 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
pada masa remaja lebih banyak menekankan pada komunikasi. Kelompok
berperan besar dalam memengaruhi individu remaja dalam melakukan
stereotipe terhadap diri mereka dan orang lain, termasuk orang-orang yang
dianggap bertentangan dengan pandangan mereka.

6. Intimasi versus Isolasi (Intimacy versus Isolation, masa dewasa


muda, 19- 35 tahun )
Individu dalam masa dewasa muda telah siap membina keintiman,
yaitu kapasitas untuk mengikat dirinya ke dalam suatu afiliasi dan kemitraan
(partnership) yang nyata, membangun etika, dan bersedia mematuhi
komitmen bahkan rela untuk berkorban dan berkompromi terhadap
perbedaan-perbedaan yang mungkin ada (Erikson,1963). Intimasi akan
tercapai bila individu mampu membentuk persahabatan yang sehat dan
hubungan dekat dan intim dengan individu lain, jika tidak maka akan terjadi
isolasi. (Santrock,1996)

7. Generativitas versus Stagnasi (Generativity versus Stagnation-


Masa Dewasa, 36-60 tahun)
Generativitas diartikan sebagai kepedulian untuk membantu generasi
yang lebih muda dalam mengembangkan dan menjalani hidup yang berguna.
Sedangkan stagnasi adalah perasaan bahwa individu tidak berbuat apa pun
untuk membantu generasi penerus (Santrock,1996).

Individu masa dewasa usia 36-60 tahun mulai tertarik untuk


menghasilkan keturunan serta membina dan membimbing mereka secara
bertanggung jawab. Kegagalan pada tahap ini menyebabkan regresi, yaitu
individu secara obsesif membutuhkan, keintiman yang semu (pseudo-
intimacy), di sini kehidupan psikologisnya menjadi stagnan. Ia mulai bersikap
manja dan/ atau memanjakan diri bagaikan anak- anak dan keadaan
psikologis dan fisiknya yang tidak sehat menjadi pusat utama perhatiannya.
Kegagalan tahap ini juga dimanifestasikan dengan cinta diri yang berlebihan,
dan kurang memiliki kesetiaan terhadap pasangannya.

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 19


8. Integritas versus Putus Asa (Integrity versus Despair - masa tua,
di atas 60 tahun)
Erikson (1963) menjelaskan bahwa pada tahap ini individu
menyesuaikan dirinya dengan keberhasilan dan kekecewaan yang telah
dijalani dalam hidupnya. Individu telah mengembangkan dan menghargai
apa yang telah dicapainya. Dalam sisi kehidupan spritual, individu
mempersiapkan diri menghadapi kematian.

Individu yang menerima dirinya akan menyadari dan realistis terhadap


bahwa siklus kehidupan yang dijalaninya, dan memahami bahwa setiap
orang memiliki jalan hidup yang berbeda. Sebaliknya individu yang tidak
realistis mengalami kekhawatiran menghadapi kematian, meski ia menyadari
bahwa tidak mungkin seseorang hidup kembali.

Undang-undang sistem peradilan pidana anak menetapkan usia anak


adalah mereka yang berusia berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum
berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Berdasarkan teori perkembangan psikososial, Erikson, pada kelompok usia
ini, anak mengalami kebinggungan peran, keraguan terhadap identitas dan
terlalu mengidolakan kelompok. Pada masa ini pula anak menjadi rentan
untuk terlibat kenakalan atau pelanggaran hukum. Secara sosiologis,
penjelasan tentang mengapa anak melakukan kenakalan dan pelanggaran
hukum lebih menekankan pada peran lingkungan sosial tempat remaja
dibesarkan, hubungan sosial dan proses belajar yang dialami anak (Kratcoski
& Kratcoski, 1990).

D. KRISIS PERKEMBANGAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP

ANAK
Setiap tahapan perkembangan mempunyai tugas dan resiko atau masalah
perkembangan. Menurut Havighurst, tugas perkembangan adalah tugas-tugas
yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu;

20
20 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
dan apabila berhasil mencapainya mereka akan berbahagia. Jika mengalami
kegagalan, mereka akan kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan
perkembangan selanjutnya juga akan mengalami kesulitan.

Tugas-tugas`perkembangan bersumber pada faktor-faktor berikut:

1. Kematangan fisik, misalnya belajar bertingkah laku.

2. Tuntutan masyarakat secara kultural, misalnya belajar membaca,


menghitung, menulis dan berorganisasi.

3. Tuntutan dari dorongan dan cita-cita pribadi, misalnya memilih pekerjaan


dan memilih teman hidup.

4. Tuntutan norma agama, misalnya taat terhadap perintah agama.

Masa remaja mempunyai tugas perkembangan remaja sebagai berikut :

a. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.

Tujuan tugas ini adalah belajar berkembang menjadi orang dewasa di


antara orang dewasa lainnya, belajar bekerja sama dengan orang lain untuk
mencapai tujuan bersama. Keberhasilan remaja dalam menyelesaikan tugas
perkembangan ini akan mengantarkannya ke dalam kondisi penyesuaian
sosial yang baik dalam keseluruhan hidupnya. Namun jika gagal, dia akan
mengalami kesulitan dalam hidupnya karena sulit bergaul dengan orang
lain.

b. Mencapai peran sosial sebagai pria dan wanita.

Hakikat tugas tersebut adalah remaja dapat menerima dan belajar peran
sosial sebagai pria dan sebagai wanita. Misalnya, melakukan tugas- tugas
yang dilakukan oleh pria dewasa, seperti bekerja mencari nafkah untuk
keluarga.

c. Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif.

Tugas ini bertujuan agar remaja merasa bangga atau bersikap toleran

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 21


terhadap fisiknya, menggunakan dan memelihara fisiknya secara efektif dan
merasa puas dengan fisiknya tersebut.

d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.

Hakikat tugas ini adalah membebaskan diri dari sikap dan perilaku yang
bergantung pada orang tua, mengembangkan sikap respek terhadap orang
dewasa lainnya tanpa bergantung kepadanya.

e. Mencapai jaminan kemandiriran ekonomi.

Tujuan tugas perkembangan ini adalah agar remaja merasa mampu


menciptakan suatu kehidupan (mata pencaharian). Tugas ini sangat penting
dan mendasar bagi remaja pria.

f. Memilih dan mempersiapkan karir (pekerjaan).

Tujuan tugas ini adalah memilih suatu pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuannya serta mempersiapkan diri dengan memiliki pengetahuan
dan keterampilan untuk memasuki / terjun dalam pekerjaan tersebut.

g. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.

Tujuan dari tugas ini adalah mengembangkan sikap positif terhadap


pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak serta memperoleh
pengetahuan yang tepat tantang pengelolaan keluarga dan pemeliharaan
anak.

h. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang


diperlukan bagi warga negara.

Tugas perkembangan bertujuan untuk mengembangkan konsep-konsep


hukum, pemerintahan, ekonomi, politik, dan lembaga-lembaga sosial
yang cocok dengan dunia modern, serta melatih dan mengembangkan
keterampilan berbicara dan berpikir yang penting bagi upaya memecahkan
masalah-masalah secara efektif.

22
22 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
i. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.

Tujuan tugas ini adalah berpartisipasi sebagai orang dewasa yang


bertanggung jawab sebagai masyarakat dan memperhitungkan nilai- nilai
sosial dalam tingkah laku dirinya.

j. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk dalam


bertingkah laku.

Tujuan tugas ini adalah membentuk seperangkat nilai yang mungkin dapat
direalisasikan, mengembangkan kesadaran untuk merealisasikan nilai-
nilai tersebut, memahami gambaran hidup dan nilai-nilai yang dimilikinya
sehingga dapat hidup secara selaras dengan orang lain.

k. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Tugas ini bertujuan agar remaja dapat mencapai kematangan sikap,


kebiasaan dan pengembangan wawasan dalam mengamalkan nilai-nilai
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan dalam kehidupan sehari-hari, baik
pribadi maupun sosial.

Untuk mencapai tugas perkembangannya, remaja dapat menghadapi


sejumlah permasalahan, di antaranya :

a) Usaha untuk mengubah sikap dari sikap kekanak-kanakan menjadi sikap


dewasa: tidak semua hal dapat dicapai dengan mudah oleh para remaja.

b) Pada masa ini remaja menghadapi tugas dalam perubahan sikap yang besar,
sedang di lain pihak harapan besar diberikan pada remaja itu untuk dapat
meletakkan dasar bagi pembentukan sikap. Kegagalan dalam mengatasi
ketidakpuasan ini dapat mengakibatkan seorang remaja bersikap keras dan
agresif atau malah sebaliknya remaja tersebut bersikap pendiam dan tidak
percaya diri.

c) Sering kali para remaja mengalami kesulitan untuk menerima perubahan-


perubahan pada fisiknya. Hal ini disebabkan adanya sesuatu yang mereka

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 23


anggap kurang cocok pada diri mereka karena mereka sulit mendapatkan
pakaian yang pantas dengan postur tubuh dan fisik mereka.

d) Perkembangan fungsi seks pada masa ini dapat menimbulkan kebingungan


remaja untuk memahaminya, sehingga sering kali terjadi salah tingkah
karena kekurangpahaman mereka tentang masalah ini.

e) Dalam memasuki kehidupan bermasyarakat, remaja terlalu berpikiran


bahwa mereka bisa melakukan apa saja sendiri. Akan tetapi, kehidupan
bermasyarakat menuntut remaja untuk banyak menyesuaikan diri, namun
yang terjadi tidak semua selaras. Ketidakselarasan biasanya menimbulkan
kejengkelan.

f) Berbagai norma yang berlaku dalam masyarakat merupakan masalah


tersendiri bagi remaja yang merasa punya norma sendiri yang sesuai dengan
mereka.

g) Alternatif pemecahan masalahnya ialah peran orang-orang dewasa yang ada


di sekitar remaja tersebut (misalnya orang tua atau keluarga mereka) sangat
besar. Bimbingan dari merekalah yang sangat dibutuhkan para remaja untuk
membentuk sikap dewasa.

Selain itu peran dari kehidupan beragama juga sangat besar supaya
perkembangan remaja tidak salah jalan. Oleh karena itu kadar keimanan dan
ketakwaan remaja harus terus dijaga.

E. PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS ANAK PELAKU, SAKSI DAN

KORBAN
Dalam proses peradilan pidana, anak yang terlibat dalam proses tersebut
dapat mengalami berbagai pengalaman emosional. Sebagi anak pelaku, ia
menghadapi tekanan psikologis selama menjalani proses pidana sebagai pelaku
(okum intimidasi pemeriksaan, tekanan pihak korban dan pengalaman di LPKA).

Anak saksi menyaksikan anggota keluarga/teman menjadi korban atau


pelaku kejahatan, selain ia juga menghadapi tekanan menjawab pertanyaan atas

24
24 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
hal yang dialaminya. Anak korban yang mengalami penderitaan fisik atau mental
korban dapat mengalami trauma psikologis yang lebih dalam. Pengalaman anak
tersebut bertahan dalam individu tersebut lama setelah kekerasan itu berakhir, dan
dapat hinggap melekat dalam pikiran, tubuh, dan jiwa seseorang dalam berbagai
cara. Sebagai contoh anak korban kekerasan seksual, dampak pengalaman
sebagai korban tidak selalu mudah untuk ditangani, meski dengan bantuan yang
tepat dan dukungan, mereka dapat dikelola dengan baik.

Beberapa dampak psikologis yang dapat muncul selama perkembangan


anak yang mengalami proses okum pidana, antara lain :

1. Depresi

Depresi dapat muncul dalam bentuk anak menyalahkan diri sendiri


atas perbuatan pidananya atau perasaan tidak ada harapan/ putus asa
akibat dampak kekerasan yang dialaminya. Kondisi ini adalah salah satu
efek jangka pendek dan jangka panjang paling umum.

Ada dua jenis penyalahan diri, berdasarkan tindakan dan karakter.


Penyalahan diri berdasarkan tindakan merasa mereka seharusnya dapat
melakukan sesuatu yang berbeda, yang dapat menghindari mereka dari
kejadian buruk tersebut, dan karena itu merasa bersalah. Penyalahan diri
berdasarkan karakter terjadi saat ia merasa ada sesuatu yang salah dalam
diri mereka, yang menyebabkan mereka merasa layak untuk menjadi korban.

Dalam kategori gangguan kejiwaan, depresi merupakan salah satu


bentuk gangguan mood. Seseorang yang depresi mengalami perasaan
yang diasosiasikan dengan kesedihan dan keputusasaan untuk jangka
waktu yang lama hingga mengganggu pola pikir sehat dan masalah dalam
penyesuaian diri sehari-hari.

Pada anak yang menjadi korban kejahatan dapat menampilkan


perasaan sedih, marah, tidak bahagia, dan putus asa. Depresi dan
menyalahkan diri dapat berakibat terhambat perkembangan mental anak

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 25


secara sehat karena mereka mengalami penurunan motivasi, kurang empati,
membatasi diri dari orang lain, kemarahan, dan agresi— termasuk upaya
melukai diri sendiri dan upaya bunuh diri

2. Sindrom Trauma Perkosaan

Sindrom trauma perkosaan (Rape Trauma Syndrome/RTS) adalah


salah satu bentuk turunan dari gangguan tress pasca trauma, akibat
peristiwa kekerasan seksual yang dialaminya. Perisriwa tersebut dipandang
korban sebagai situasi yang mengancam nyawa, menimbulkan ketakutan
yang sangat.

Dampak perkembangan mental anak yang pernah mengalami


kekerasan seksual adalah sering mengalami syok, pingsan dalam situasi
tertentu, mengalami disorientasi (kebingungan mental), respon mudah kaget
dan terkejut, sakit kepala tensi, isolasi, dan mimpi buruk, serta gejala disosiatif
dan peningkatan rasa takut dan kecemasan dibandingkan sebelum insiden.
Bahkan, korban dapat mengembangkan sikap penolakan, ketakutan akan
seks, bahkan kehilangan gairah dan minat seksual saat menjadi individu
dewasa.

3. Disosiasi dan gangguan makan

Di samping depresi dan sindrom trauma perkosaan, anak yang


mengalami tekanan psikologis sebagai saksi, korban dan pelaku, akan timbul
juga gejala disosiasi dan gangguan makan. Disosiasi adalah salah satu
dari banyak mekanisme pertahanan yang digunakan otak untuk mengatasi
trauma.

Para ahli percaya bahwa penyebab gangguan disosiatif adalah trauma


kronis yang terjadi saat masa kanak-kanak. Disosiasi dikaitkan dengan
pengalaman melamun, amnesia dan sulit berfungsi dalam dunia nyata
dalam beberapa saat. Disosiasi sering digambarkan sebagai pengalaman
“kesurupan”, seperti “ruh keluar dari tubuh”, di mana seseorang merasa

26
26 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
tidak terikat dengan jasmaninya, merasa sekitarnya tampak tidak nyata.

Sedangkan efek pada gangguan makan muncul karena anak mengalami


gangguan dalam persepsi diri terhadap tubuh dan otonomi pengendalian diri
dalam kebiasaan makan. Beberapa orang mungkin menggunakan makanan
sebagai pelampiasan mengatasi trauma, untuk merasa kembali memegang
kendali atas tubuhnya, atau mengimbangi perasaan dan emosi negatif akibat
pengalaman yang tidak menyenangkan.

Pengalaman anak dalam proses hukum pidana dapat berdampak


terganggunya perkembangan mentalnya. Pendampingan, dukungan dan
perlakuan yang tepat dari aparat penegak hukum dapat meminimalisasi
munculknya respons emosional negatif terhadap pengalaman tersebut.

F. LATIHAN
1) Diskusikan dengan rekan kerja anda tentang pengaruh nature dan
nurture terhadap perkembangan anak.

2) Diskusikan dengan rekan kerja anda tentang tahapan perkembangan


anak dan gangguan perkembangan anak dan dampaknya terhadap
perkembangan anakJelaskan periode perkembangan anak dimulai
dari periode pra natal.

G. RANGKUMAN
Masa kanak-kanak adalah masa yang sangat spesial dan khusus, pada
periode ini anak mengalami perubahan-perubahan hebat karena proses
perkembangan. Masa kanak-kanak perlu diperhatikan secara khusus karena
alasan yang sangat mendasar. Anak adalah modal kemanusiaan. Tanpa mereka,
spesies manusia akan punah.

Anak manusia adalah cikal-bakal dan modal budaya. Berbagai gangguan


dalam masa tumbuh kembang anak memungkinkan terjadinya perilaku yang
tidak diharapkan salah satu diantaranya adalah perilaku delinkuen yang diartikan

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 27


sebagai perilaku menyimpang dari norma-norma sosial, moral dan agama yang
dilakukan oleh seorang anak atau remaja yang merugikan keselamatan dirinya,
mengganggu dan meresahkan ketenteraman dan ketertiban masyarakat serta
kehidupan keluarga dan atau masyarakat.

Pada dasarnya faktor-faktor penyebab perilaku kenakalan remaja terdiri atas


akumulasi berbagai macam faktor, baik internal maupun eksternal, seperti: pola
asuh orang tua,lingkungan rumah, lingkungan sekolah dan lingkungan pergaulan.

Dalam perkembangannya seorang anak sebelum memasuki masa dewasa,


menjalani berbagai periodisasi yang dimulai dari periode pra natal, pasca natal ,
periode bawah tiga tahun, Bawah lima tahun, masa, masa sekolah, remaja.

Selain anak dijelaskan berdasarkan sudut pandang psiko analisa, Erikson


kemudian mengembangkan teori Psikososial yang menjelaskan bahwa kualitas
interaksi antara anak dan lingkungan sosial terdekatnya (orang tua/ keluarga)
memengaruhi perkembangan kepribadian selama masa kanak-kanak dan remaja
bahkan pada masa dewasa. Erikson membagi perkembangan kepribadian ini ke
dalam delapan tahapan. Keberhasilan atau kegagalan dalam suatu tahap akan
berpengaruh pada pencapaian tahap berikutnya. Delapan tahapan psikososial
setiap individu menurut Erikson adalah :

1. Percaya versus tidak percaya (Basic trust versus basic mistrust , lahir ˂ 1
tahun),

2. Otonomi versus malu dan ragu-ragu (Autonomy versus shame and doubt,
2-3 tahun),

3. Inisiatif versus rasa bersalah (Initiative versus guilt, 3-5 tahun),

4. Industri versus Perasaan Rendah Diri (industry versus inferiority, usia


sekolah 6-12 tahun),

5. Identitas versus Kebinggungan Peran (Identity versus Identity Confusion,


masa remaja, 12-18),

28
28 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
6. Intimasi versus Isolasi (Intimacy versus Isolation, masa dewasa muda, 19-
35 tahun )

7. Generativitas versus Stagnasi (Generativity versus Stagnation-Masa


Dewasa, 36-60 tahun)

8. Integritas versus Putus Asa (Integrity versus Despair - masa tua, di atas 60
tahun)

Tugas perkembangan menurut Havighurst, adalah tugas-tugas yang harus


diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu; dan apabila
berhasil mencapainya mereka akan berbahagia. Akan tetapi apabila gagal,
mereka akan kecewa dan dicela orang tua atau masyarakat dan perkembangan
selanjutnya juga akan mengalami kesulitan .

Tugas-tugas`perkembangan remaja adalah:

a) Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.

b) Mencapai peran sosial sebagai pria dan wanita

c) Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif.

d) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.

e) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.

f) Memilih dan mempersiapkan karir (pekerjaan).

g) Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.

h) Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang


diperlukan bagi warga Negara.

i) Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.

j) Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk dalam


bertingkah laku.

k) Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME.

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 29


Masalah-masalah yang dihadapi remaja antara lain diantaranya :

a) Usaha untuk mengubah sikap dari sikap kekanak-kanakan menjadi sikap


dewasa: tidak semua hal dapat dicapai dengan mudah oleh para remaja.

b) Pada masa ini remaja menghadapi tugas dalam perubahan sikap yang
besar, sedang di lain pihak harapan besar diberikan pada remaja itu untuk
dapat meletakkan dasar bagi pembentukan sikap.

c) Sering kali para remaja mengalami kesulitan untuk menerima perubahan-


perubahan pada fisiknya.

d) Perkembangan fungsi seks pada masa ini dapat menimbulkan kebingungan


remaja untuk memahaminya, sehingga sering kali terjadi salah tingkah
karena kekurangpahaman mereka tentang masalah ini.

e) Dalam memasuki kehidupan bermasyarakat, remaja terlalu berpikiran


bahwa mereka bisa melakukan apa saja sendiri. Akan tetapi, kehidupan
bermasyarakat menuntut remaja untuk banyak menyesuaikan diri, namun
yang terjadi tidak semua selaras. Ketidakselarasan biasanya menimbulkan
kejengkelan.

f) Berbagai norma yang berlaku dalam masyarakat merupakan masalah


tersendiri bagi remaja yang merasa punya norma sendiri yang sesuai dengan
mereka.

g) Alternatif pemecahan masalahnya ialah peran orang-orang dewasa yang ada


di sekitar remaja tersebut (misalnya orang tua atau keluarga mereka) sangat
besar. Bimbingan dari merekalah yang sangat dibutuhkan para remaja untuk
membentuk sikap dewasa.

Pengalaman anak menjalani proses hukum pidana dapat menimpulkan


respons emosi yang negatif. Ketika anak tidak mendapatkan pendampingan,
dukungan dan perlakuan yang tepat, anak akan mengalami gangguan
perkembangan mentalnya, sehingga dapat mengalami depresi, trauma dan
gangguan lainnya.

30
30 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
H. EVALUASI
Identifikasi secara detil hal-hal sebagai berikut :

1. Tahapan perkembangan anak secara psikososial menurut Erikson.

2. Tugas perkembangan anak menurut Havyghurst.

I. TINDAK LANJUT DAN UMPAN BALIK


Jika anda telah menyelesaikan Bab II dan dapat mengerjakan latihan serta
evaluasi dengan benar, silahkan anda lanjut ke pembahasan di Bab III, namun
bila anda belum dapat menyelesaikan latihan dan evaluasi dengan benar silahkan
pelajari lagi Bab II agar anda dapat memahaminya dengan benar

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 31


BAB III
PERAN KELUARGA, LINGKUNGAN
DAN GENDER DALAM PERKEMBANGAN ANAK

Setelah pembelajaran peserta dapat menjelaskan peran keluarga


dan lingkungan terhadap perkembangan anak.

A. PERAN, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA


1. Peran Keluarga
Keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam pembentukan
karakter dan kepribadian seseorang karena keluarga merupakan tempat
pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Perilaku seseorang di luar
lingkungan akan mencerminkan kehidupan dalam keluarganya.

Oleh karena itu, baik buruknya moral suatu bangsa akan sangat
bergantung pada pendidikan yang diterapkan di dalam keluarga. Jika
individu dalam keluarga tumbuh dan berkembang dalam suasana yang
harmonis dan saling menghargai, akan lahir generasi yang baik, sebaliknya
jika dalam keluarga sering terjadi pertengkaran, akan tumbuh generasi yang
rapuh. Untuk memperbaiki kondisi seperti ini, pendidikan keluarga sangat
diperlukan.

Lingkungan keluarga
merupakan media pertama
dan utama yang secara
langsung atau tidak langsung
berpengaruh terhadap perilaku
dalam perkembangan anak.

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 33


Tujuan pendidikan dapat dikatakan agar anak manusia menjadi mandiri dalam
arti bukan hanya mampu mencari nafkah sendiri, namun juga mengarahkan
dirinya berdasarkan keputusannya sendiri untuk mengembangkan semua
kemampuan fisik, mental, sosial dan emosional yang dimilikinya, sehingga
dapat mengembangkan suatu kehidupan yang sehat dan produktif dengan
memiliki kepedulian terhadap orang lain.

Penerapan konseling pada situasi yang khusus dan memfokuskan


pada masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi keluarga dan
penyelenggaraannya melibatkan anggota keluarga, karena merupakan
sistem yang memengaruhi kehidupan anak atau keluarga lainnya. Konseling
keluarga terutama diarahkan untuk membantu anak agar dapat beradaptasi
lebih baik untuk mempelajari lingkungannya melalui perbaikan lingkungan
keluarg (Brammer dan Shostrom, 1982).

Menurut Dadang Hawari tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh


empat faktor yang saling berinteraksi satu sama lain, yaitu faktor organo
biologik, psiko edukatif, sosial budaya dan spiritual. Faktor organo biologik,
misalnya perkembangan mental intelektual dan mental emosional banyak
ditentukan sejauh mana perkembangan otak dan kondisi fisik. Hal ini juga
akan dipengaruhi oleh asupan gizi yang diperoleh anak, bila gizi baik, maka
pertumbuhan otak dan fisik akan optimal.

Faktor psikoedukatif yaitu tumbuh kembang anak akan dipengaruhi


oleh sikap dan kepribadian orang tua dalam mendidik anaknya, misalnya
anak dibesarkan dengan rasa kasih sayang, penuh perhatian. Faktor
sosial budaya penting bagi tumbuh kembang anak karena dalam proses
pembentukan kepribadian anak dipengaruhi juga oleh budaya-budaya
yang ada atau budaya dari luar. Oleh karena itu, orang tua harus bisa
memperhatikan keluarganya supaya tidak terbawa arus oleh budaya yang
negatif sehingga akan merusak anak. Betapa pun derasnya budaya masuk
ke dalam kehidupan saat ini, bila anak telah dibentengi oleh agama, anak

34
34 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
akan bisa menyaringnya. Oleh karena itu pendidikan spiritual (agama)
sangat penting bagi anak.

2. Tugas dan Tanggung Jawab Keluarga


Tugas utama keluarga
Tugas utama keluarga adalah untuk memenuhi kebutuhan jasmani,
rohani dan sosial semua anggotanya, mencakup pemeliharaan dan
perawatan anak-anak, membimbing perkembangan pribadi, serta mendidik
agar mereka hidup bahagia.

Dua komponen yang pertama yakni ayah dan ibu dapat dikatakan
sebagai komponen yang sangat menentukan kehidupan anak karena
mereka merupakan pengasuh dan pendidik yang pertama dan utama bagi
anak dalam lingkungan keluarga baik baik secara biologis maupun psikologis.
Bagi keluarga anak merupakan anugerah dari Tuhan yang mempunyai dua
potensi, yaitu bisa menjadi baik dan bisa pula menjadi buruk. Baik-buruknya
anak sangat erat kaitannya dengan pendidikan yang diberikan oleh kedua
orangtuanya.

Nipan Abdul Halim (2001: 27) mengemukakan beberapa tanggung


jawab yang harus dipenuhi oleh orang tua terhadap anaknya, antara lain:
merawat dengan penuh kasih sayang, memberikan nafkah yang baik dan
halal, serta mendidik dengan baik dan benar. Ketiga kewajiban dan tanggung
jawab tersebut hendaklah dilakukan secara konsekuen dan harus dipandang
sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan, serta dilaksanakan secara
bersamaan dan berkesinambungan, mulai sejak anak berada dalam
kandungan ibu sampai benar-benar dewasa.

B. POLA ASUH DALAM KELUARGA


Dalam mengasuh anak orang tua cenderung menggunakan pola asuh
tertentu, yang dimaksud pola asuh menurut Elizabeth B. Hurlock, adalah cara
orang tua dalam mendidik anak, sedangkan Chabib Thoha memberika pengertian

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 35


bahwa pola asuh orang tua berarti cara yang dilakukan orang tua dalam mendidik
anaknya sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada anak. Menurut Kohn seperti
dikutif Chabib Toha, pola asuh orang tua adalah bagaimana cara mendidik orang
tua terhadap anak baik secara langsung maupun tidak langsung.

Beberapa ahli membagi pola asuh secara beragam, namun penulis


menyajikan Pola asuh secara umum, yaitu dari dr. Baumrind, terdapat 3 macam
pola asuh orang tua yaitu demokratis, otoriter dan permisif.

1. Pola asuh demokratis


Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan
kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu dalam mengendalikan mereka.
Orang tua dengan perilaku ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya
pada rasio atau pemikiran-pemikiran.

Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak,
tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. orang
tua tipe ini  juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan
melakukan suatu tindakan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
(Ira Petranto, 2005). Misalnya ketika orang tua menetapkan untuk menutup
pintu kamar mandi ketika sedang mandi dengan diberi penjelasan, mengetuk
pintu ketika masuk kamar orang tua, memberikan penjelasan perbedaan laki-
laki dan perempuan, berdiskusi tentang hal yang tidak boleh dilakukan anak
misalnya tidak boleh keluar dari kamar mandi dengan telanjang, sehingga
orang tua yang demokratis akan berkompromi dengan anak. (Debri, 2008).

2. Otoriter
Pola asuh ini sebaliknya cenderung menetapkan standar yang mutlak
harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman mislalnya,
kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua tipe ini
cenderung memaksa, memerintah dan menghukum.

36
36 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua,
maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga
tidak mengenal kompromi dan dalam berkomunikasi biasanya bersifat satu
arah. (Ira Petranto, 2005). Misalnya anaknya harus menutup pintu kamar
mandi ketika mandi tanpa penjelasan,  anak laki-laki tidak boleh bermain
dengan anak perempuan, melarang anak bertanya kenapa dia lahir, anak
dilarang bertanya tentang lawan jenisnya.

Dalam hal ini tidak mengenal kompromi. Anak suka atau tidak suka,
mau atau tidak mau harus memenuhi target yang ditetapkan orang tua. Anak
adalah obyek yang harus dibentuk orang tua yang merasa lebih tahu mana
yang terbaik untuk anak-anaknya. (Debri, 2008).

3. Permisif
Pola asuh ini memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan
sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak
menegur/memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya dan
sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka, sehingga seringkali
disukai oleh anak. (Ira Petranto, 2005). Misalnya anak yang masuk kamar
orang tua tanpa mengetuk pintu dibiarkan, telanjang dari kamar mandi
dibiarkan begitu saja tanpa ditegur, membiarkan anak melihat gambar
yang tidak layak untuk anak kecil, degan pertimbangan anak masih kecil.
Sebenarnya, orang tua yang menerapka pola asuh seperti ini hanya tidak
ingin konflik dengan anaknya. (Debri, 2008).

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 37


Gambar 3.1. Tipe Pola Asuh pada anak

Pola asuh yang diberikan orang tua akan menghasilkan anak dengan
kecenderungan- kecenderungan perilaku. Karakteristik anak dalam kaitannya
dengan pola asuh orang tua adalah sebagai berikut :

a) Pola asuh demokratis akan menghasikan karakteristik anak-anak yang


mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman,
mampu menghadapi stress,  mempunyai minat terhadap hal-hal baru dan
koperatif terhadap orang-orang lain.

b) Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut,


pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar
norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.

c) Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang


impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri,
kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial (Taufik, 2006).

38
38 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
Pola asuh yang efektif itu bisa dilihat dari hasilnya anak jadi mampu
memahami aturan-aturan di masyarakat, syarat paling utama pola asuh yang
efektif adalah landasan cinta dan kasih sayang. Berikut dibawah ini adalah syarat
utama pola asuh yang efektif :

1. Pola Asuh harus dinamis

Pola asuh harus sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan dan


perkembangan anak. Sebagai contoh,  penerapan pola asuh untuk anak balita
tentu berbeda dari pola asuh untuk anak usia sekolah. Pasalnya,kemampuan
berfikir balita masih sederhana. Jadi pola asuh harus disertai komunikasi
yag tidak bertele-tele dan bahasa yang mudah dimengerti.

2. Pola asuh harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak

Ini perlu dilakukan karena kebutuhan dan kemampuan anak  yang berbeda.
Shanti memperkirakan saat usia satu tahun, potensi anak sudah mulai dapat
terlihat seumpama jika mendengar alunan musik, dia lebih tertarik ketimbang
anak seusianya, kalau orang tua sudah memiliki gambaran potensi anak,
maka ia perlu diarahkan dan difasilitasi.

3. Ayah ibu mesti kompak Ayah dan ibu sebaiknya menerapkan pola asuh yang
sama.

Dalam hal ini, kedua orang tua sebaiknya “berkompromi” dalam menetapkan
nilai-nilai yang boleh dan tidak.

4. Pola asuh mesti disertai perilaku positif dariorangtua

Penerapan pola asuh juga  membutuhkan sikap-sikap positif dari orang tua
sehingga bisa dijadikan contoh/panutan bagi anaknya. Tanamkan nilai-nilai
kebaikan dengan disertai penjelasan yang mudah dipahami.

5. Komunikasi efektif

Syarat untuk berkomunkasi efektif sederhana yaitu luangkan waktu untuk


berbincang-bincang dengan anak. Jadilah pendengar yang baik dan

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 39


jangan meremehkan pendapat anak. Dalam setiap diskusi, orang tua dapat
memberikan saran, masukan atau meluruskan pendapat anak yang keliru
sehingga anak lebih terarah.

6. Disiplin

Penerapan disiplin juga  menjadi bagian pola asuh, mulailah dari hal-hal kecil
dan sederhana. Misal, membereskan kamar sebelum berangkat sekolah
anak juga perlu diajarkan membuat jadwal  harian sehingga bisa lebih teratur
dan efektif mengelola kegiatannya. Namun penerapan disiplin mesti fleksibel
disesuaikan dengan kebutuhan / kondisi anak.

7. Orang tua konsisten

Orang tua juga bisa menerapkan konsistensi sikap, misalnya anak tidak
boleh minum air dingin kalau sedang terserang batuk, tapi kalau anak dalam
keadaan sehat ya boleh-boleh saja. Dari situ ia belajar untuk konsisten
terhadap sesuatu, sebaliknya orang tua  juga harus konsisten, jangan sampai
lain kata dengan perbuatan (Theresia S. Indira, 2008).

C. KELUARGA PATOGENIK
Keluarga patogenik adalah keluarga dimana didalamnya terdapat hubungan
yang tidak serasi, dalam hal ini antara orang tua dan anak yang berakibat
menimbulkan masalah dalam perilaku anak. Menurut Coleman, Butcher dan
Carson ( 1980), ada tujuh macam pola hubungan orang tua – anak yang bersifat
patogenik :

1. Penolakan

Bentuk-bentuknya anatara lain penelantaran secara fisik, tidak menunjukkan


cinta dan kasih saying, tidak menunjukkan perhatian pada minat dan prestasi
anak, menghukum secara berlebihan dan menyiksa anak secara kejam dan
sewenang-wenang, tidak berupaya meluangkan waktu bersama anak, tidak
menghargai hak dan perasaan anak.

40
40 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
2. Overprotection dan sikap serba mengekang

Bentuknya antara lain mengawasi anak secara berlebihan, melindunginya


dari aneka resiko, menyediakan berbagai kemudahan hidup secara
berlebihan, mengambilkan segala keputusan bagi anak, menerapkan aturan-
aturan yang ketat, sehingga membatasi otonomi dan kebebasan anak.

3. Menuntut secara tidak realistik

Memaksa anak agar memenuhi standar yang sangat tinggi dalam segala
hal, sehingga menimbulkan rasa tak mampu pada anak.

4. Bersikap terlalu lunak pada anak (over permissive) dan memanjakan.

Perlakuan ini dapat menjadikan anak egois, serba menuntut dan sebagainya.

5. Disiplin yang salah

Anak tahu apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk serta apa
yang diharapkan atau tidak diharapkan darinya.

Penanaman disiplin yang terlalu keras atau terlalu longgar oleh orang
tua. Sesungguhnya yang penting adalah memberikan rambu-rambu dan
bimbingan sehingga anak tahu apa yang dianggap dan apa yang dianggap
buruk serta apa yang diharapkan atau tidak diharapkan darinya.

6. Komunikasi yang kurang atau komunikasi yang irasional.

Mungkin orang tua terlalu sibuk sehingga kurang menyediakan kesempatan


untuk untuk berkomunikasi dengan anak. Atau tersedia cukup kesempatan
untuk berkomunikasi, namun pesan-pesan saling disalah tafsirkan karena
disampaikan secara tidak jelas, dengan cara pesan verbal dan pesan
non verbal saling bertentangan,atau dari pihak orag tua dengan cara yang
melecehkan pendapat anak.

7. Teladan buruk dari pihak orang tua.

Orang tua memberikan teladan yang tidak baik kepada anak, misalnya ayah
pemabuk, berperingai buruk, pemarah dan kalau marah suka mengeluarkan

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 41


kata-kata kotor, bersikap kejam dan
senang memukul isteri (wife batterer)
maupun anak sedangkan ibu kurang
setia menjalankan peran sebagai ibu
rumah tangga, senang keluar rumah dan
sebagainya. Semua itu dapat menjadi
persemaian bagus umtuk melahirkan
anak-anak yang bermasalah.

Struktur keluarga juga sangat menentukan corak komunikasi yang


berlangsung diantara para anggotanya. Struktur keluarga tertentu dapat melahirkan
pola komunikasi yang kurang sehat, dan selanjutnya mempengaruhi anak dalam
mengembangkan perilakunya

Ada 4 (empat) struktur yang yang dapat melahirkan gangguan perilaku pada
para anggota keluarga :

1. Keluarga yang tidak becus, yakni keluarga yang tidak dapat mengatasi
problem sehari-hari dalam kehidupan keluarga, karena berbagai macam
sebab: keluarga tidak memilikipengetahuan dan keterampilan dalam
memecahan masalah.

2. Keluarga anti sosial

Yaitu keluarga yang menganut nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-


nilai yang dianut masyarakat luas, misalnya mencuri, mengambil hak orang
lain, suka mencuri barang yang merupakan fasilitas umum dsb.

3. Keluarga yang tidak akur dan keluarga yang bermasalah.

Dalam keluarga yang tidak akur, ayah dan ibu sering bertengkar hebat, salah
satu dari orang tua berperilaku menyimpang.

4. Keluarga yang tidak utuh, yakni keluarga dimana ayah atau ibu tidak ada
di rumah, dapat karena sudah meninggal atau karena perceraian., ayah
memiliki dua atau lebih istri dsb.

42
42 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
D. LINGKUNGAN SOSIAL
Beberapa pengaruh terhadap perkembangan terutama berasal dari hereditas
(heredity): sifat-sifat atau karakteristik bawaan yang diturunkan dari orang tua
biologis. Sebagian besar pengaruh lain berasal dari lingkungan (environment).

Lingkungan sangat berpengaruh bagi perkembangan karakter anak. Bila


anak berada pada lingkungan yang baik, akan dapat memberikan pengaruh
yang baik pula bagi perkembangan karakter anak. Demikian pula sebaliknya:
lingkungan yang tidak baik juga dapat memberikan pengaruh yang tidak baik bagi
perkembangan karakter anak.

Orang tua harus jeli dan pintar memilihkan lingkungan yang baik bagi
anak, karena akan menentukan perkembangan karakter anak. Lingkungan yang
dimaksud ialah lingkungan tempat tinggal, lingkungan bermain anak, ataupun
lingkungan sekolah anak.

Sebagai makhluk sosial, sejak dini sebaiknya anak dikenalkan pada


lingkungan masyarakat karena tiap-tiap kelompok masyarakat itu berbeda- beda.
Karena anak belum mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk,
tugas Anda sebagai orang tualah yang mengarahkan dan mendidiknya. Artinya,
orang tua harus tahu benar apakah lingkungan tempat anak bergaul benar-benar
steril untuk perkembangan karakternya atau tidak.

Dalam proses perkembangan anak, lingkungan merupakan faktor yang


sangat penting setelah pembawaan. Tanpa adanya dukungan dari faktor
lingkungan, proses perkembangan dalam mewujudkan potensi pembawaan
menjadi kemampuan nyata tidak akan terjadi.

Oleh karena itu fungsi atau peranan lingkungan dalam proses perkembang­
an dapat dikatakan sebagai faktor ajar, yaitu faktor yang akan memengaruhi
perwujudan suatu potensi secara baik atau tidak baik. Pengaruh lingkungan dapat
bersifat positif atau bersifat negatif. Bersifat positif berarti pengaruh lingkungan
tertentu baik dan sangat menunjang perkembangan suatu potensi atau bersifat

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 43


negatif yaitu pengaruh lingkungan tertentu tidak baik dan bahkan menghambat
atau merusak.

Lingkungan yang dibahas dalam bagian ini meliputi masyarakat, sekolah,


teman sebaya (peergorup) dan media.

1) Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat dapat juga disebut sebagai lingkungan sosial,


lingkungan tempat tinggal dan lingkungan tempat anak berinteraksi dengan
orang lain yang lebih luas lagi. Anak adalah bagian dari masyarakat yang saling
berinteraksi satu sama lain karena anak dapat memberikan pengaruh pada
lingkungannya. Sebaliknya, anak juga dapat menerima pengaruh dari lingkungan
masyarakat tersebut.

Lingkungan masyarakat dapat berperan membentuk karakter anak, misalnya


lingkungan tempat tinggal di asrama polisi atau tentara. Anak- anak yang tinggal di
sana cenderung lebih berani karena mereka merasakan adanya label dari orang
tuanya. Mereka juga dapat bersikap lebih semena-mena kepada teman-temannya
yang lain.

Lingkungan yang seperti ini akan membentuk karakter menjadi keras, pribadi
yang galak, apa yang dia inginkan harus segera terlaksana. Lingkungan tempat
tinggal di tengah kota besar, dapat membentuk karakter yang tidak baik juga pada
anak Anda karena antartetangga tak saling mengenal. Di lingkungan seperti ini
anak menjadi tidak peka terhadap orang lain, merasa tidak memerlukan orang lain
dalam hidupnya dan sikap individualismenya juga akan sangat menonjol.

Lingkungan masyarakat juga dapat berpengaruh baik bagi anak. Misalnya


orang tua memilih tinggal di sebuah perkampungan atau perumahan di pinggiran
kota. Di lingkungan tersebut terdapat tempat ibadah, para remajanya pun aktif
dan antusias dalam kegiatan keagamaan untuk masyarakat sekitar, baik orangtua,
remaja bahkan anak-anak. Suasana lingkungan menjadi hidup, dinamis, agamis,
harmonis serta menyenangkan hati masyarakat yang tinggal di lingkungan

44
44 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
tersebut. Pada diri anak-anak pun terbentuk karakter yang sopan santun, mudah
beradaptasi, berempati, serta dapat menjadi manusia yang berjiwa sosial.

2) Lingkungan sekolah

Sama halnya seperti lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah merupakan


lingkungan kedua setelah keluarga, tentu saja jika anak sudah berada pada masa
sekolah.

Oleh karena itu, pemilihan sekolah harus mempertimbangkan berbagai


aspek yang penting untuk kebutuhan pendidikan anak dan kemampuan orang tua.
Lingkungan sekolah akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan karakter
anak yaitu pada aspek spiritual, emosional, jasmani, intelektual dan sosialnya.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih sekolah untuk
anak:

a. Faktor lingkungan fisik sosial sekolah yang tertib, teratur dan bersih.
Tujuannya, selain untuk memperlancar proses belajar mengajar, hal ini
juga akan membiasakan anak untuk hidup secara tertib dan disiplin. Jika di
sekolah anak terbiasa tertib, di rumah pun anak akan tertib. Bukankah anak
adalah makhluk dengan pembiasaan.

b. Output atau profil lulusan sekolah. Kualitas lulusan sekolah menggambarkan


sistem belajar yang diselenggarakan, kualitas guru dan manajemen sekolah
tersebut..

c. Relasi orang tua dan guru. Hubungan dan kerja sama yang harmonis dan
suportif, dapat mendukung kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan.

3) Teman sebaya (Peergroup)

Manusia sebagai makhluk social atau zoon politicon yang tidak bisa hidup
sendiri dan selalu membutuhkan bantuan orang lain. Karena itulah manusia
akan selalu mengadakan hubungan dengan orang lain, selain itu pada dasarnya
manusia memang selalu ingin dekat dengan orang lain.

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 45


Hubungan pribadi antara dua orang atau lebih yang terjadi karena adanya
kesaman interes dan afeksi yang mendalam dikatakan sebagai pertemanan,
ditandai dengan adanya saling memperlihatkan satu sama lain membuka diri
secara total dan saling membagi, bahkan membicarakan kehidupan pribadi
masing-masing.

Ketrampilan membangun relasi manusia dimulai sejak masa anak. Sebagian


besar individu membangun pertemanan dengan teman-teman sebaya yang
memiliki minat yang sama. Hubungan seperti ini cenderung terdiri dari rasa saling
suka yang di dasarkan pada afek positif (Lydon, Jamieson, & Holmes, 1997).

Secara umum memiliki teman adalah positif sebab teman dapat mendorong
self-esteem dan menolong dalam mengatasi stress, tetapi teman juga bisa memiliki
efek negative jika mereka anti sosial, menarik diri, tidak suportif, argumentatif, atau
tidak stabil (Hartup & Stevens, 1999).

Menurut Sunarto, Peer group merupakan teman bermain yang terdiri atas
kerabat maupun tetangga dan teman sekolah dimana seorang anak mulai belajar
nilai-nilai keadilan. Sedangkan menurut Riyanti, Peer group adalah salah satu
cirri yang dibentuk dalam perilaku social dimana perilaku kelompok tersebut akan
mempengaruhi perilaku serta nilai-nilai individu-individu yang menjadi anggotanya
sehingga individu tersebut akan membentuk pola perilaku dan nilai-nilai yang
baru yang pada gilirannya dapat menggantikan nilai-nilai serta pola perilaku yang
dipelajari di rumah.

Berdasarkan pada pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa


sosialisasi peer group adalah suatu proses transmisi nilai-nilai, sistem belief,
sikap-sikap kultural, ataupun perilaku-perilaku dalam kelompok sosial remaja
di mana perilaku berkelompok tersebut akan mempengaruhi perilaku serta
nilai-nilai individu-individu yang menjadi anggotanya sehingga individu tersebut
akan membentuk pola perilaku dan nilai-nilai baru yang pada gilirannya dapat
menggantikan nilai-nilai serta pola perilaku yang dipelajari di rumah.

46
46 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
Sosialisasi dalam kelompok sebaya dilakukan dengan cara mempelajari
pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Karena itulah
dalam kelompok sebaya, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur
peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-
nilai keadilan.

a. Tahapan sosialisasi dalam peergroup

1) Masa anak-anak awal

Sejumlah penelitian telah merekomendasikan betapa hubungan


sosial dengan teman sebaya memiiki arti yang sangat penting bagi
perkembangan pribadi anak. Salah satu fungsi kelompok peergroup
yang paling penting adalah menyediakan suatu sumber informasi dan
perbandingan tentang dunia di luar keluarga.

Anak-anak menerima umpan balik tentang kemampuan-


kemampuan mereka dari kelompok teman sebaya. Anak-anak
mengevaluasi apakah yang mereka lakukan lebih baik, sama atau lebih
jelek dari yang dilakukan oleh anak-anak lain. Mereka menggunakan
orang lain sebagai tolak ukur untuk membandingkan dirinya. Proses
pembandingan social ini merupakan dasar bagi pembentukan rasa
harga diri dan gambaran diri anak (Hetherington & Parke, 1981).

2) Masa pertengahan dan akhir anak-anak

Seperti halnya dengan masa awal anak-anak, berinteraksi


dengan teman sebaya merupakan aktivitas yang banyak menyita
waktu anak selama masa pertengahan dan akhir-anak. Barker dan
Wright (dalam Santrock, 1995) mencatat bahwa anak-anak usia 2
tahun menghabiskan 10% dari waktu siangnya untuk berinteraksi
dengan teman sebaya.

Pada usia 4 tahun, waktu yang dihabiskan untuk berinteraksi


dengan teman sebaya meningkat menjadi 20%. Sedangkan anak usia

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 47


7 hingga11 meluangkan lebih dari 40% waktunya untuk berinteraksi
dengan teman sebaya.

3) Masa remaja

Seorang remaja yang telah mantap dengan keberadaan dirinya


akan lebih percaya diri memulai hubungan dengan orang lain. Ketika
menjalin relasi dengan orang lain ia tidak akan berorientasi pada
dirinya sendiri melainkan akan menaruh keberadaan di luar dirinya.

Hal ini tampak pada remaja yang memberikan rasa kepedulian


kepada temannya yang dikenal, remaja akan lebih aman bila
membagikan permasalahan, ide-ide, pikiran-pikiran yang dimiliki
untuk dibagikan pada orang lain yang dikatakan teman atau sahabat
(Mappiare, 1982).

Hubungan yang terbangun secara intim berkonsekuensi dua


individu atau lebih menghabiskan banyak waktu yang lebih bervariasi
menjadi self-disclosing, saling memberikan dukungan emosional dan
membedakan antara sahabat dan teman lainnya.

Teman biasa adalah seseorang yang menyenangkan untuk


bersama, sementara sahabat dihargai karena ia murah hati, sensitive,
dan jujur. Seseorang yang dapat diajak bersantai dan menjadi diri kita
sendiri.

Kuatnya pengaruh teman sebaya tidak terlepas dari adanya


ikatan yang terjalin kuat dalam kelompok teman sebayanya tersebut
(peer group), sedemikian kuatnya sehingga mengarah ke fanatisme.
Sehingga tiap-tiap anggota kelompok menyadari bahwa mereka
adalah satu kesatuan yang terkait dan saling mendukung. Kelompok
teman sebaya (peer group) merupakan kelompok yang terdiri dari
teman seusianya dan mereka dapat mengasosiasikan dirinya (Chaplin,
2001).

48
48 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
Santrock (2003), mengemukakan pada banyak remaja,
bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek
yang terpenting dalam kehidupan mereka. Bahkan remaja akan
melakukan apapun, agar dapat dimasukkan sebagai anggota. Untuk
mereka, yang tidak kohesi atau mengikuti aturan kelompoknya akan
dikucilkan dan berarti stres, frustasi, dan kesedihan.

Dalam peergroup, individu merasakan adanya kesamaan satu


dengan yang lainnya seperti bidang usia, kebutuhan dan tujuan
yang dapat memperkuat kelompok itu. Peergroup tidak dipentingkan
adanya struktur organisasi, namun diantara anggota kelompok
merasakan adanya tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan
kelompoknya. Dalam Peer group, individu merasa menemukan
dirinya serta dapat menegmbangkan rasa sosialnya sejalan dengan
perkembangan kepribadiannya.

a. Fungsi dan Peranan peergroup

Sebagaimana kelompok sosial yang lain, maka peergroup juga


mempunyai fungsi dan peranan. Perlu diketahui lebih dahulu tentang
pengertian peergroup yaitu kelompok anak sebaya yang sukses
di mana ia dapat berinteraksi. Hal-hal yang dialami oleh anak-anak
tersebut adalah hal-hal yang menyenangkan saja.

Fungsi dan peranan peergroup adalah sebagai berikut:

1) Mengajarkan kebudayaan. Dalam peergroup ini diajarkan


kebudayaan yang berada di tempat itu. Misalnya: orang luar
negeri masuk ke Indonesia, maka teman sebayanya di Indonesia
mengajarkan kebudayaan Indonesia.

2) Mengajarkan mobilitas sosial. Mobillitas sosial adalah perubahan


status yang lain. Misalnya ada kelas menengah dan kelas
rendah (tingkat sosial). Dengan adanya kelas rendah pindah

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 49


ke kelas menengah dinamakan mobilitas sosial. Seorang anak
akan senang bila masuk kedalam kelompok sebaya yang
memiliki status sosial yang lebih tinggi. Dengan masuk dalam
status social yang lebih tinggi maka status mereka juga akan
meningkat.seorang anak yang berada dalam peer group status
sosialnya akan lebur mnjadi satu bagian dengan kelompoknya,
karena identitas kelompokna berarti identitas dirinya.

3) Membantu peranan sosial yang baru. Peergroup memberi


kesempatan bagi anggotanya untuk mengisi peranan sosial yang
baru. Misalnya: anak yang belajar bagaimana menjadi pemimpin
yang baik, dan sebagainya.

4) Peergroup sebagai sumber informasi bagi orang tua dan


guru bahkan untuk masyarakat. Kelompok teman sebaya di
sekolah bisa sebagai sumber informasi bagi guru dan orang tua
tentang hubungan sosial individu dan seorang yang berprestasi
baik dapat dibandingkan dalam kelompoknya. Peergroup
di masyarakat sebagai sumber informasi, kalau salah satu
anggotanya berhasil, maka di mata masyarakat peergroup itu
berhasil. Atau sebaliknya, bila suatu kelompok sebaya itu sukses
maka anggota-anggotanya juga baik.

5) Belajar saling bertukar perasaan dan masalah. Seorang anak


lebih nyaman berbagi dengan temannya karena temannya
biasanya lebih mengerti dirinya dan persoalan yang dihadapinya.
Mereka saing menumpahkan perasaan dan permasalahan yang
tidak bisa mereka ceritakan pada orang tua maupun guru mereka.
Dalam peergroup, individu dapat mencapai ketergantungan satu
sama lain. Karena dalam peergroup ini mereka dapat merasakan
kebersamaan dalam kelompok, mereka saling tergantung satu
sama lainnya.

50
50 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
6) Peer group mengajarkan moral orang dewasa. Anggota
peergroup bersikap dan bertingkah laku seperti orang dewasa,
untuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa mereka
memperoleh kemantapan sosial. Tingkah laku mereka seperti
orang dewasa, tapi mereka tidak mau disebut dewasa. Mereka
ingin melakukan segala sesuatu sendiri tanpa bantuan orang
dewasa, mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga bisa
berbuat seperti orang dewasa.

7) Individu dapat mencapai kebebasan sendiri dalam peergroup.


Kebebasan di sini diartikan sebagai kebebasan untuk
berpendapat, bertindak atau untuk menemukan identitas diri.
Karena dalam kelompok itu, anggota-anggota yang lain juga
mempunyai tujuan dan keinginan yang sama. Berbeda dengan
kalau anak bergabung dengan orang dewasa, maka anak akan
sulit untuk mengutarakan pendapat atau untuk bertindak, karena
status orang dewasa selalu berada di atas dunia anak sebaya.

8) Belajar mengontrol tingkah laku sosial. Dalam peer group


seorang anak akan lebih mudah dalam pengawasannya, karena
tingkah aku setiap individu menunjukan perilaku umum dari
kelompoknya. Hal ini mempermudah pengawasan bagi orang
tua maupun guru.

b. Bentuk-bentuk Peergroup

Jumlah anggota dalam peergroup bisa jumlah banyak maupun


sedikti sesuai dengan interaksi antar anggotanya. Hurlock pun
menggolongkannya sebagai berikut :

1) Teman dekat

Teman dekat umumnya terdiri dari dua atau tiga orang yang
mempunyai jeis kelamin, minat dan kemampuan yang hampir

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 51


sama. Jarang sekali orang yang berbeda kelamin bisa berteman
dekat. Relatif sedikit penelitian yang dilakukan pada hubungan
semacam ini, tetapi baru-baru ini dilaporkan bahwa laki-laki
dan perempuan berbeda dalam harapan mereka mengenai
pertemanan awan jenis (Bleske-Rechek & Brush, 2011).

Contohnya laki-laki cenderung memulai pertemanan semacam


itu jika perempuannya menarik, dan mereka mengharapkan
tumbuhnya hubungan yang mengandung unsure seksual. Jika
keintiman secara fisik tidak ada, laki-laki mempersepsikan
hal ini sebagai alsan untuk menghentikan hubungan tersebut.
Perempuan sebaliknya, cenderung memulai hubungan
semacamini untuk memperoleh perlindungan fisik, dan tanpa
adanya perlindungan semacam ini, meeka merasa berhak
menghentikan hubungan tersebut.

2) Kelompok kecil

Terdiri dari beberapa kelompok teman dekat, pada mulanya


mereka terdiri dari jenis kelamin yang sama, tetapi kemudian
meliputi jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

3) Kelompok besar

Terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok teman dekat,


lalu berkembang dengan meningkatnya minat dan interaksi antar
mereka. Karena kelompok ini besar, maka penyesuaian minat
antar anggotanya berkurang sehingga terdapat jarak sosial yang
lebih besar di antara mereka.

4) Kelompok yang terorganisir

Kelompok ini mempunyai struktur organisasi atau susunan


kepengurusan yang jelas dan terwujud dalam organisasi sekolah
atau masyarakat yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan

52
52 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
social para remaja yang masih berada dibawah bimbingan dan
pengawasan orang dewasa sehingga remaja yang mengikuti
kelompok ini sering bosan karena selau diatur dan dibatasi ruang
geraknya.

5) Kelompok geng

Kelompok ini biasanya terbentuk karena adanya penolakan atau


perasaan tidak puas dengan kelompok terorganisir. Terdiri dari
anak-anak berjenis kelamin sama dan minat terhadap penolakan
melalui perilaku anti sosial.

c. Pengaruh Peer Group

Pengaruh perkembangan peer


group meliputi dua hal, yaitu pengaruh
peer group terhadap kelompoknya dan
terhadap individu dalam kelompok.
Menurut Havighurst pengaruh
perkembangan peer group ini mengakibatkan adanya:

1) Kelas-kelas sosial.

Pembentukan kelompok sebaya berdasarkan tingkat status


sosial ekonomi individu, sehingga dapat digolongkan atas
kelompok kaya dan kelompok miskin.

2) In dan Out group

In group adalah teman sebaya dalam kelompok. Out group adalah


teman sebaya di luar kelompok. Contoh yang mudah mengenai
In dan Out group ini dapat kita rasakan dalam kelas, di mana kita
mempunyai teman akrab dan teman tidak akrab (biasa). Teman
yang akrab tersebut dinamakan ingroup dan teman yang lainnya
kita sebut Out group.

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 53


Slamet Santoso (2004) menyatakan pengaruh dari perkembangan
peer group terhadap individu dan kelompok ada yang positif dan
negatif, yaitu :

a) Pengaruh positif :

· Apabila individu di dalam kehidupannya memiliki peer group


maka mereka akan lebih siap menghadapi kehidupan yang
akan datang.

· Individu dapat mengembangkan rasa solidaritas antar


kawan. Bila individu masuk dalam peer group, maka setiap
anggota akan dapat membentuk masyarakat yang akan
direncanakan sesuai dengan kebudayaan yang mereka
anggap baik (menyeleksi kebudayaan dari beberapa
temannya).

· Setiap anggota dapat berlatih memperoleh pengetahuan,


kecakapan dan melatih bakatnya.

· Mendorong individu untuk bersikap mandiri.

· Menyalurkan perasaan dan pendapat demi kemajuan


kelompok.

b) Pengaruh Negatif 

· Sulit menerima seseorang yang tidak mempunyai


kesamaan.

· Tertutup bagi individu lain yang tidak termasuk anggota.

· Menimbulkan rasa iri pada anggota satu dengan anggota


yang lain yang tidak memiliki kesamaan dengan dirinya.

· Timbulnya persaingan antar anggota kelompok.

54
54 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
2. Peran media dalam perkembangan anak
Perkembangan zaman saat ini mengalami kemajuan yang luar biasa
dan masuk pada era Globalisasi. Kemajuan teknologi informasi media massa
mengalami perkembangan yang semakin beragam dan meluas seiring
dengan teknologi yang mendukungnya. Pesan dari media massa ditujukan
dan diterima oleh massa seluas-luasnya.

Perkembangan media di Indonesia semakin marak dengan hadirnya


berbagai tayangan yang seringkali disangsikan manfaatnya. Saat ini kualitas
isi tayangan menjadi salah satu yang dikesampingkan dan dianggap sebagai
sesuatu yang tidak penting selama tayangan tersebut memiliki penontonnya
dan akan terus ditayangkan, diproduksi dan disiarkan kembali.

Dalam perdebatan yang ada, media kerap dianggap menjadi penyebab


berbagai penyimpangan dalam masyarakat,  baik tindak kekerasan,
penyimpangan seksual, kejahatan, dan lain sebagainya, yang notabene
mengarah ke sisi negatif.

Perkembangan media selain memberikan manfaat juga memiliki


dampak atau efek, efek media terus menjadi pembahasan yang terus
berkembang karena dampaknya yang semakin beragam dalam kehidupan
masyarakat. Efek media adalah perubahan pengartian, sikap, emosi atau
kebiasaan akibat dari paparan media massa.

Efek tersebut dapat berupa perilaku antisosial atau pro-sosial.


Perilaku anti-sosial disini adalah perilaku yang bertentangan dengan norma-
norma yang berlaku; mencakup tindakan kriminal, seperti pembunuhan,
pemerkosaan, kejahatan SARA, kejahatan karena kebencian, pemakaian
narkoba dan juga berbagai tindakan yang walaupun tidak melanggar hukum,
tetapi tidak sesuai norma masyarakat yang berlaku seperti seks bebas dan
mabuk-mabukan.

Pro-sosial disini menggambarkan dampak yang ditimbulkan oleh


media tersebut adalah perilaku-perilaku yang dinilai positif dan sesuai

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 55


dengan norma dalam masyarakat dan mendorong hal-hal yang baik. Pro-
sosial mengandung kualitas yang positif dan nilai-nilai perilaku yang kita
inginkan untuk memotivasi anak-anak dan masyarakat, seperti; kerjasama,
berbagi, kasih sayang, toleransi, respek, gizi yang seimbang, kesehatan,
pembelajaran materi-materi membaca, pendidikan secara informal dan
sebagainya.

Media Elektronik merupakan indikasi dari kemajuan teknologi, media


elektronik dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran pada anak,
karena pada hakekatnya media massa merupakan representasi dari Audio-
Visual dari Masyarakat itu sendiri. Media elektronika merupakan media yang
muncul setelah media cetak.

Walaupun muncul media elektronika tidak dengan sendirinya


mematikan media cetak. Antara media cetak dan media elektronika saling
melengkapi. Bahkan isi media elektronik sebagian diambil dari media cetak
dan isi media cetak kerap membahas apa yang disajikan media elektronika.
Sehingga Fenoma factual yang terjadi di masyarakat, dapat secara langsung
(live) diliput dan ditayangkan Media massa .Media yang termasuk ke dalam
media elektronika, adalah

a. Radio, siaran radio yang bersifat auditif (mengendalikan suara)


sehingga kita dituntut membayangkan apa yang disajikan melalui
siaran radio.

b. Televisi, siaran televisi yang bersifat audio-visual yang membuat kita


tak perlu membayangkan lagi apa yang disampaikan siaran televisi
karena sudah ada visualisasinya dan Film, yaitu gambar bergerak
yang merupakan bentuk dominan dari komunikasi massa visual. Film
adalah media yang lebih banyak bersifat hiburan.

c. Handphone, merupakan media elektronik komunikasi yang semakin


canggih dengan fitur yang berkembang semakin lengkap.

56
56 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
d. Internet, merupakan situs yang menyajikan informasi yang Luas
dengan Akses Cepat , mudah dan efisien, yang bisa kita akses di
Handphone, Laptop, Komputer, dan lain-lain.

Televisi

Di Indonesia, Tayangan ditelevisi pada umumnya cukup mendapatkan


sorotan dan tanggapan yang negatif karena konten isinya banyak dianggap
tidak mendidik dan memberikan pengaruh yang kurang layak dikonsumsi
oleh masyarakat secara umum dan remaja serta anak-anak khususnya.

Tayangan sinetron, infotainment yang sarat dengan gosip, acara


musik dan juga minimnya acara anak yang bermutu menjadi sorotan dan
kritikan yang terus digulirkan tanpa menuai banyak perubahan. Tayangan
tersebut tidak terbatas pada program tayangan saja, tetapi juga termasuk
tayangan iklan. Dalam teori ‘social learning’, dijelaskan bahwa penonton
akan mengimitasi apa yang mereka tonton melalui media TV melalui proses
yang dikenal dengan ‘observational learning’.

Setidaknya ada dua dampak yang ditimbulkan dari acara televisi, yaitu:

a. Dampak informatif, yaitu kemampuan seseorang atau pemirsa untuk


menyerap  dan memahami acara yang ditayangkan televisi dan
melahirkan pengetahuan bagi pemirsa.

b. Dampak peniruan, yaitu pemirsa dihadapkan pada tren aktual yang


ditayangkan televisi. Contohnya, model pakaian dan model rambut
para bintang televisi.

Gadget

Selain Televisi, Gadget dan internet dewasa ini menjadi media yang
sangat akrab untuk setiap orang termasuk anak dan remaja. Berikut ini
dijelaskan tentang manfaat dan kerugiannya

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 57


a. Gadget mempengaruhi pendidikan Anak

Ponsel merupakan salah satu perkembangan teknologi komunikasi


paling aktual di Indonesia selama lebih dari lima tahun terakhir. Ponsel
disamping memiliki fungsi utama sebagai alat komunikasi, juga dapat
digunakan sebagai sarana bisnis, penyimpan berbagai macam data, sarana
musik atau hiburan, bahkan sebagai alat dokumentasi.

Dalam hal ini pengguna ponsel terbesar merupakan kelompok remaja


perkotaan, terutama pada pulau Jawa. Respon kelompok remaja terhadap
keberadaan ponsel cukup tinggi, walaupun belum tentu penggunaan ponsel
tersebut dimanfaatkan seluruhnya secara optimal dalam kehidupan sehari-
hari mereka.

Dampak positif penggunaan gadget :

· Mempermudah komunikasi. Misalnya saja ketika orang tua atau


pihak keluarga akan menjemput anak ketika pulang sekolah/selesai
melakukan kegiatan diluar rumah.

· Menambah pengetahuan tentang perkembangan teknologi. Karena


bagaimanapun teknologi ini hari ini sudah merambah hingga
kepelososk-pelosok desa.

· Memperluas jaringan persahabatan.

Dampak Negatif :

· Mengganggu Perkembangan Anak. Dengan canggihnya fitur-fitur yang


tersedia di hand phone (gadget) seperti : kamera, permainan (games)
akan mengganggu siswa dalam menerima pelajaran di sekolah. Tidak
jarang mereka disibukkan dengan menerima panggilan, sms, miscall
dari teman mereka bahkan dari keluarga mereka sendiri. Lebih parah
lagi ada yang menggunakan gadget untuk mencontek (curang) dalam
ulangan/ujian. Bermain gadget saat guru menjelaskan pelajaran dan
sebagainya. Kalau hal tersebut dibiarkan, maka generasi yang kita

58
58 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
harapkan akan menjadi budak teknologi.

· Efek radiasi. Selain berbagai kontroversi di seputar dampak negatif


penggunaannya,. penggunaan gadget juga berakibat buruk terhadap
kesehatan, ada baiknya siswa lebih berhati-hati dan bijaksana dalam
menggunakan atau memilih gadget, khususnya bagi pelajar anak-anak.
Jika memang tidak terlalu diperlukan, sebaiknya anak-anak jangan
dulu diberi kesempatan menggunakan gadget secara permanen.

· Rawan terhadap tindak kejahatan. Ingat, pelajar merupakan salah satu


target utama dari pada penjahat. Gadget merupakan perangkat yang
mudah dijual, sehingga, anak-anak yang menenteng gadget “high end”
bisa-bisa dikuntit maling yang mengincar Gadgetnya.

· Sangat berpotensi mempengaruhi sikap dan perilaku siswa. Jika tidak


ada kontrol dari guru dan orang tua. gadget bisa digunakan untuk
menyebarkan gambar-gambar yang mengandung unsur pornografi.

· Menciptakan lingkungan pergaulan sosial yang tidak sehat. Ada


keluarga yang tidak mampu, tetapi karena pergaulan dimana teman-
temannya sudah dibelikan gadget sehingga mereka merengek-rengek
kepada orang tuanya padahal orang tuanya tidak mampu, atau bahkan
menimbulkan kesenjangan. antara kelompok gank remaja memiliki
mahal dan model terbaru dengan kelompok remaja yang memiliki
gadget model lama.

· Membentuk sifat hedonisme pada anak. Ketika keluar gadget terbaru


yang lebih canggih, mereka pun merengek-rengek meminta kepada
orang tua, padahal mereka sebenarnya belum memahami benar
manfaat setiap fitur-fitur baru secara menyeluruh.

· Anak kita akan sulit diawasi, khususnya ketika masa-masa pubertas,


disaat sudah muncul rasa ketertarikan dengan teman cowok/ceweknya,
maka gadget menjadi sarana ampuh bagi mereka untuk komunikasi,

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 59


tetapi komunikasi yang tidak baik, hal ini akan mengganggu aktifitas
yang seharusnya mereka lakukan, shalat, makan, belajar bahkan tidur
!! Karena mereka asyik berkirim sms- dengan teman lawan jenisnya.

· Bermain Game Online

Game online banyak mengurangi aktivitas  gerak karena semakin


canggihnya Fitur akan menyebabkan anak mengurang pergerakkan
untuk Aktivitas dan konsep dari semakin canggihnya teknologi adalah
memudahkan kehidupan manusia sehingga akan membatasi aktivitas
fisiknya. Dalam kegiatan bermain pun anak sudah banyak mengurangi
aktivitas geraknya bila permainan tersebut dilakukan dengan perantara
teknologi.

Internet

Komputer sebagai media, merupakan salah satu bentuk media


pengajaran yang sudah banyak digunakan. Beragam aplikasi sudah banyak
dibuat dan diterapkan dalam berbagai bidang.

Komputer dapat dimanfaatkan sebagai alternatif media pengajaran


sehingga membuat proses belajar-mengajar siswa menjadi lebih menarik.
Sehingga perkembangan teknologi semakin canggih baik dalam dunia
pendidikan, perkantoran maupun rumah tangga tidak ketinggalan, karena
internet sudah tidak asing lagi dalam kehidupan kita.

Beragam aplikasi sudah banyak dibuat dan diterapkan dalam berbagai


bidang.Komputer dapat dimanfaatkan sebagai alternatif media pengajaran
sehingga membuat proses belajar-mengajar siswa menjadi lebih menarik.
Sehingga perkembangan teknologi semakin canggih baik dalam dunia
pendidikan, perkantoran maupun rumah tangga tidak ketinggalan, karena
internet sudah tidak asing lagi dalam kehidupan kita.

Penggunaan teknologi komputer dan internet yang semakin mening­


kat memberikan dampak yang positif maupun negatif kepada pihak yang

60
60 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
menggunakannya. Sebagai sisi positifnya internet dapat menembus batasan
ruang dan waktu sehingga penyedia layanan dan pengguna internet di
belahan dunia manapun dapat melakukan berbagai hal di internet tanpa
hambatan yang diakibatkan perbedaan ruang dan waktu. Sedangkan yang
menjadi sisi negatifnya, kebudayaan luar akan dengan leluasa menyebarkan
pengaruhnya kepada pengguna internet diluar budayanya.

Dengan adanya internet masuk sekolah dan internet masuk desa,


jelas manfaatnya cukup banyak. Masyarakat, khususnya anak sekolah, tidak
akan tertinggal dan akan mengetahui berbagai informasi dari seluruh penjuru
dunia. Sebagai contoh, apabila seorang siswa diberikan cara dan dibimbing
untuk membuat e-mail di salah satu webmail gratis, pada gilirannya mereka
bisa mengirim surat elektronik ke mana saja dan ke siapa saja di seluruh
dunia dengan mudahdan cepat.

Mereka bisa mencari bahan bacaan gratis, literatur, buku-buku


elektronik dengan mudah tanpa harus berjalan ke perpustakaan. Tentu saja,
pada akhirnya akan sangat bermanfaatbagi para siswa untuk menambah
wawasan dan tentu saja ilmu pengetahuan yang sangat berharga.

Dampak negatif

Dengan berbagai kekhawatiran yang mungkin saja terjadi di lingkungan


sekolah, diperlukan berbagai pengaman atau firewall  agar mereka bisa
terhindar dari situs-situs yang menyesatkan.

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia yang sudah terbiasa


mengakses internet. sebagian besar remaja dapat dengan mudah situs-
situs yang menyajikan informasi pornografi ini karena adanya kemudahan
mengakses internet, yang menjadi keprihatinan masyarakat, sebenarnya
adalah jika para anak-anak dan remaja menghabiskan waktunya untuk mem-
browsing  foto-foto atau gambar dan pecakapan (chating) yang masalah
yang mungkin timbul adalah kecanduan gadget selama berjam-jam di depan
komputer sekolahnya.

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 61


Dengan demikian, banyaknya anak- anak dan remaja menghabiskan
waktunya untuk berinternet yang tidak bermanfaat. Yang rugi selain dirinya
juga sangat buruk terhadap lingkungan sekolahnya.

E. GENDER DALAM PERKEMBANGAN ANAK


Gender adalah sifat-sifat yang melekat yang dimiliki seseorang, baik secara
psikologis maupun sosiokultural, sebagai pembeda antara laki-laki dan perempuan.

Gender merupakan salah satu permasalahan yang tidak pernah habis untuk
dibicarakan. Gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak pada laki-laki dan
perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.

Secara mendasar, gender berbeda dari jenis kelamin, gender dapat


dipertukarkan dan dapat  diubah sedangkan jenis kelamin merupakan pensifatan
atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang
melekat pada jenis kelamin tertentu, misalnya, bahwa manusia dengan jenis
kelamin  laki-laki adalah manusia yang memiliki  seperti daftar berikut : memiliki
penis, memiliki jakala, dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki
alat reproduksi seperti rahim, leher rahim, vagina, alat untuk menyusui dan
memproduksi sel telur.

Gender merupakan sifat-sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun


perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun cultural, misalnya, bahwa
perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan.

Sementara itu, laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri-ciri
sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat diperdekatkan. Artinya ada laki-
laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang
rasional, kuat dan perkasa. Perubahan ciri sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke
waktu dan dari tempat satu ke tempat yang lain. Misalnya saja jaman dahulu di
suatu suku tertentu perempuan lebih kuat dari laki-laki, tetapi di tempat yang lain
atau bisa juga di jaman yang lain laki-laki lebih kuat daripada perempuan.

62
62 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
Perubahan itu bisa terjadi dari satu kelas masyarakat ke kelas masyarakat
yang lain. Di suku tertentu, perempuan kelas bawah di pedesaan lebih kuat
dibandingkan kaum laki-laki. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat
perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda di
berbagai tempat, maupun yang berbeda diantara kelas-kelas masyarakat.

1. Perkembangan Peran Gender

Setiap orang belajar tentang peran gender untuk menyesuaikan


diri dengan lingkungan sosialnya. Gender dipersoalkan karena secara
sosial telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak dan fungsi
serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Proses
perkembangan gender dalam diri seseorang sebenarnya dapat dipengaruhi
faktor biologis, kemampuan kognitif dan sosial.

Perkembangan gender tidak lepas dari pola asuh orang tua. Orang tua
harus mampu menentukan permainan dan aktivitas apa yang cocok untuk
gender anak-anaknya. Biasanya, anak laki-laki diberikan permainan dan
aktivitas yang berhubungan dengan fisik yang agresif, sehingga nantinya
anak bisa menjadi anak yang memiliki lebih banyak sifat maskulin.

Sedangkan anak perempuan diberikan permainan dan aktivitas yang


berkaitan dengan emosi dan perasaan, sehingga nantinya anak tumbuh
menjadi pribadi yang memiliki lebih banyak sifat feminin.

Dari semua faktor yang telah disebutkan faktor lingkungan sosial,


misalnya bagaimana interaksi dan pengalaman anak dengan orang tua,
pengaruh dari guru, teman sebaya, media masa, pelajaran, dan lain-lain
sangat berperan dalam perkembangan gender.

Realitas kehidupan menunjukkan bahwa gender tidak bisa diabaikan


di lingkungan masyarakat, namun setiap individu hendaknya dapat
mengajarkan pada anak bahwa peran tersebut dapat berganti karena semua
itu tergantung dari kebutuhan, situasi, minat, dan keterampilan yang dimiliki.

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 63


Pembahasan kita mulai
dengan perkembangan konsep
gender pada anak. Sebenarnya,
sejak usia berapakah kita sudah
dapat mengenali perkembangan
gender pada anak ?

Pada usia 2 tahun, anak telah memasuki tahap gender identity.


Tahap ini seorang anak sudah memiliki kemampuan untuk melabeli jenis
kelamin pada dirinya dan pada diri orang lain dengan tepat. Anak sudah
bisa mengatakan bahwa ia perempuan atau ia laki-laki. Tidak hanya itu, ia
juga sudah mulai bisa mengatakan bahwa orang lain adalah laki-laki atau
perempuan. 

Tahap selanjutnya dinamakan gender stability saat anak berusia 4


tahun. Pada masa ini, seorang anak telah dapat memahami bahwa ia akan
tetap menjadi perempuan atau laki-laki sepanjang hidupnya. Demikian juga,
orang lain akan tetap menjadi laki-laki atau perempuan sepanjang usianya.

Tahap krusial selanjutnya adalah gender constancy. Rentang


waktunya akan berlangsung sejak anak usia 5 sampai 7 tahun. Tahap
ini adalah tahap di mana semestinya anak sudah menerima sepenuhnya
gender yang melekat pada dirinya. Anak pada usia ini memiliki pemikiran
bahwa ia tidak dapat mengubah gendernya meskipun ia dapat mengubah
penampilannya. Ia dapat mengekspresikan diri sebagai seorang perempuan
yang dapat merasakan, berpenampilan, berjalan, berbicara, tersenyum,
berpikir dan merespon sebagai dirinya sebagai perempuan.

Seorang anak harus mempelajari perannya sebagai anak dari jenis


kelamin tertentu terhadap jenis kelamin lawannya. Peran gender  ini  tidak
hanya ditentukan oleh jenis kelamin orang yang bersangkutan tetapi juga oleh
lingkungan dan faktor lainnya, karena peran gender pada hakikatnya adalah

64
64 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
bagian dari peran sosial pula, maka “Masyarakat dengan pola perawatan
dan pengasuhan anak-anak hanya semata-mata tanggung jawab wanita
dan kekuatan fisik sangat menentukan dalam kehidupan perekonomian,
maka perbedaan peran gender adalah yang paling tajam”(basow, 1984)
dalam sarwono 2011.

2. Gender menurut para ahli

Peran gender pada hakikatnya adalah bagian dari peran sosial pula,
maka seorang anak harus mempelajari perannya sebagai anak dari jenis
kelamin tertentu terhadap jenis kelamin lawannya. Peran gender  ini  tidak
hanya ditentukan oleh jenis kelamin orang yang bersangkutan tetapi juga
oleh lingkungan dan faktor lainnya.

Menurut Basow (1984) dalam Sarwono (2011), masyarakat dengan


pola perawatan dan pengasuhan anak-anak hanya semata-mata tanggung
jawab wanita dan kekuatan fisik sangat menentukan dalam kehidupan
perekonomian, maka perbedaan peran gender adalah yang paling tajam

Lain lagi dengan pandangan klasik psikoanalisis yang dikemukan


Sigmund Freud (1856-1939) yang menyatakan bahwa ada atau tidak adanya
penislah yang menentukan perkembangan jiwa seseorang menjadi kelaki-
lakian atau wanita.

Dekade terakhir berkembang teori dan pandangan baru mengenai


peran gender yang dipelopori oleh Sandra Bem. Ia berpendapat bahwa sifat
kelaki-lakian (masculinity) dan kewanitaan (feminity) bukanlah merupakan
dua hal yang bertolak belakang di mana jika seseorang berjiwa laki-laki tidak
mungkin ia berjiwa wanita atau sebaliknya.

Pandangan ini tidak mengaitkan sifat kelaki-lakian dan kewanitaan


dengan jenis kelamin seseorang secara langsung yang mengakibatkan
bahwa seseorang yang berjenis kelamin laki-laki tetapi mempunyai sifat
kewanitaan digolongkan sebagai banci. Sandra Bem menganggap kelaki-

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 65


lakian dan kewanitaan sebagai dua sifat yang berbeda, terlepas satu dari
yang lainnya dan tidak selalu terkait dengan jenis kelamin seseorang.

Bem mencoba mengukur sifat kelaki-lakian (ambisius, aktif, kompetitif,


objektif, mandiri, agresif, pendiam, dan seterusnya) dan sifat kewanitaan
(pasif, lemah lembut, subjektif, dependen, emosional, dan sebagainya) dari
beberapa orang menggunakan sebuah skala khusus yang dinamakan BSRI
(Bem Sex-Role Inventory). Hasil studnya menyimpulkan empat macam ciri
sifat manusia yang ditinjau dari peran seksualnya, yaitu:

1. Tipe maskulin, yaitu manusia yang sifat kelaki-lakiannya di atas rata-


rata, sifat kewanitaannya kurang dari rata-rata. menurut Hoyenga
& Hoyenga (dalam Nauly, 2003) adalah ciri-ciri yang berkaitan
dengan  gender yang lebih umum terdapat pada laki-laki, atau suatu
peran atau trait maskulin yang dibentuk oleh budaya. Dengan demikian
maskulin adalah sifat dipercaya dan bentuk oleh budaya sebgai ciri-ciri
yang ideal bagi laki-laki (Nauly, 2003). Misalnya asertif dan dominan
dianggap sebagai trait maskulin.

2. Tipe feminin, yaitu manusia yang sifat kewanitaannya di atas rata-


rata, sifat kelaki-lakiannya kurang dari rata-rata. menurut Hoyenge
& Hoyenga (dalam Nauly, 2003) adalah ciri-ciri atau traityang lebih
sering atau umum terdapat pada perempuan daripada laki-laki.
Ketika dikombinasikan dengan “stereotipikal”, maka ia mengacu
ada trait yang diyakini lebih berkaitan pada  perempuan daripada laki-
laki secara kulturi pada budaya atau subkultur tertentu. Berarti, feminin
merupakan ciri-ciri atau trait yang dipercaya dan dibentuk oleh budaya
sebagai ideal bagi perempuan (Nauly, 2003).

3. Tipe androgin, yaitu manusia yang sifat kelaki-lakian maupun


kewanitaannya di atas rata-rata. selain pemikiran tentang maskulin
dan feminitas sebagai berada dalam suatu garis kontinum, dimana
lebih pada satu dimensi berarti kurang pada dimensi yang lain, ada
yang menyatakan bahwa individu-individu dapat menunjukkan sikap

66
66 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
ekspresif dan instrumental. Pemikiran ini memicu perkembangan
konsep androgini.

4. Tipe tidak tergolongkan (undiferentiated), yaitu manusia yang sifat


kelaki-lakiannya maupun kewanitaannya di bawah rata-rata.  Tingginya
kehadiran karakterisitik maskulin dan feminin yang diinginkan pada
satu individu pada saat bersamaaan (Bem, Spence & Helmrich, dalam
Santrok, 2003).

Individu yang androgini adalah seorang laki-laki yang asertif (sifat


maskulin) dan mengasihi (sifat feminin), atau seorang perempuan
yang dominan (sifat maskulin) dan sensitif terdapat perasaaan
orang lain (sifat feminin). Beberapa penelitian menemukan bahwa
androgini berhubungan dengan berbagai atribut yang sifatnya positif,
seperti self-esteem yang tinggi, kecemasan rendah, kreativitas,
kemampuan  parenting yang efektif (Bem, Spence dalam Hughes
&Noppe, 1985).

Dalam masyarakat tradisional atau yang hidup dalam lingkungan


praindustri, kecenderungan memang lebih besar bahwa anak laki-laki
cenderung akan menumbuhkan sifat maskulinnya, sedangkan anak
perempuan cenderung menjadi feminin. Akan tetapi, dalam kehidupan
yang lebih modern makin besar kemungkinan timbulnya tipe-tipe
androgin dan undiferentiated.

Dengan semakin maraknya pasar swalayan yang menggantikan pasar


tradisional, lebih memungkinkan para suami untuk berbelanja jika istrinya sibuk.
Sebaliknya, jika peralatan kemudi mobil, kapal, maupun pesawat yang makin
canggih (dengan komputer dan lain-lain) memungkinkan wanita mahir menjadi
sopir bus, jurumudi kapal laut atau pilot pesawat terbang. Istilah androgin itu
sendiri berasal dari bahasa Yunani andro yang bearti laki-laki dan gyne yang
berarti perempuan.

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 67


Kepribadian androgin dikatakan sebagai kepribadian yang luwes dan mudah
menyesuaikan diri. Berbeda dari kepribadian androgin, kepribadian undiferentiated
lebih kaku dan lebih sulit menyesuaikan diri kepada tugas-tugas kepribadian
maupun tugas-tugas kewanitaan.

Keadaan di Indonesia sendiri pada hakikatnya tidak jauh berbeda dari yang
diuraikan oleh Sandra Bem di atas. Yang menjadi masalah sekarang adalah
mencari identitas seksualnya,  banyak remaja (khususnya wanita) di Indonesia
yang masih menghadapi tekanan sosial dari keluarga dan masyarakatnya yang
masih tradisional, sehingga mereka harus menghadapi konflik berat dalam menuju
kepribadian androgin. Banyak yang feminin walaupun ia dibesarkan dan dididik
untuk menjadi androgin.

Hambatan juga bisa muncul dari kendala sosial, misalnya perkawinan.


Seorang perempuan, sejak kecil sudah dilatih mandiri dan kuliah sampai menjadi
sarjana. Ketika menikah, ia sedang meniti karier, tetapi terpaksa terhenti kariernya,
karena sang suami lebih senang istrinya mengasuh anak, atau karena khawatir
nanti karier istri lebih maju darin karier suami. Gejala ini dinamakan “Cinderella
complex” dan terdapat juga pada wanita Indonesia.

F. LATIHAN
1. Diskusikan dengan rekan kerja anda tentang jenis-jenis pola asuh dan
pengaruhnya terhadap perkembangan anak, terutama anak yang berkonflik
dengan hukum.

2. Diskusikan dengan rekan kerja anda bagaimanakah perilaku anak usia 8-18
tahun dalam menggunakan gadget, dan bagaimana dampaknya terhadap
perilakunya.

G. RANGKUMAN
Keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam pembentukan
karakter dan kepribadian seseorang karena keluarga merupakan tempat pendidikan
yang pertama dan utama bagi anak. Perilaku seseorang di luar lingkungan akan

68
68 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
mencerminkan kehidupan dalam keluarganya. Oleh karena itu, baik buruknya
moral suatu bangsa akan sangat bergantung pada pendidikan yang diterapkan di
dalam keluarga.

Lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama yang secara


langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku dalam perkembangan
anak. Tugas utama keluarga adalah untuk memenuhi kebutuhan jasmani, rohani
dan sosial semua anggotanya, mencakup pemeliharaan dan perawatan anak-
anak, membimbing perkembangan pribadi, serta mendidik agar mereka hidup
bahagia

Dalam mengasuh anak orang tua cenderung menggunakan pola asuh


tertentu, yang dimaksud pola asuh menurut Elizabeth B. Hurlock, adalah cara orang
tua dalam mendidik anak. Beberapa ahli membagi pola asuh secara beragam ,
namun dalam Pola asuh secara umum, terdapat 3 jenis pola asuh orang tua yaitu
demokratis, otoriter dan permisif.

Tidak semua keluarga dapat melaksanakan fungsinya secara optimal,


oleh karena satu atau lebih penyebab Keluarga dapat menjadi patogenik, yang
dimaksud dengan keluarga patogenik aadalah keluarga dimana didalamnya
terdapat hubungan yang tidak serasi, dalam hal ini antara orang tua dan anak,
anak nak yang berakibat menimbulkan masalah dalam perilaku anak.

Tujuh macam pola hubungan orang tua – anak yang bersifat patogenik yaitu:

1. Penolakan

2. Overprotection dan sikap serba mengekang.

3. Menuntut secara tidak realistic

4. Bersikapterlalu lunak pada anak dan memanjakan

5. Displin yang salah

6. Komunikasi yang kurang atau komunikasi yang irasional.

7. Teladan buruk dari pihak orang tua.

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 69


Struktur keluarga juga sangat menentukan corak komunikasi yang
berlangsung diantara para anggota keluarga. Terdapat 4 ( Empat) macam struktur
keluarga yang dapat melahirkan gangguan perilaku yaitu :

1. Keluarga yang tidak becus.

2. Keluarga yang anti social.

3. Keluarga yang tidak akur dan keluarga yang bermasalah.

4. Keluarga yang tidak utuh.

Beberapa pengaruh terhadap perkembangan dapat berasal dari hereditas


(heredity): sifat-sifat atau karakteristik bawaan yang diturunkan dari orang tua
biologis, dan Sebagian besar berasal dari pengaruh lain yaitu dari lingkungan
(environment).

Lingkungan sangat berpengaruh bagi perkembangan karakter anak. Bila


anak berada pada lingkungan yang baik, akan dapat memberikan pengaruh
yang baik pula bagi perkembangan karakter anak. Demikian pula sebaliknya:
lingkungan yang tidak baik juga dapat memberikan pengaruh yang tidak baik bagi
perkembangan karakter anak.

Sama halnya seperti lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah merupakan


lingkungan kedua setelah keluarga, tentu saja jika anak sudah berada pada masa
sekolah. Oleh karena itu lingkungan sekolah dapat meberi pengaruh terhadap
perkembangan karakter anak.

Selain Faktor-faktor tersebut diatas, Peer group juga menjadi salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi perilaku anak . Peergroup adalah salah satu
cirri yang dibentuk dalam perilaku social dimana perilaku kelompok tersebut akan
mempengaruhi perilaku serta nilai-nilai individu-individu yang menjadi anggotanya
sehingga individu tersebut akan membentuk pola perilaku dan nilai-nilai yang
baru yang pada gilirannya dapat menggantikan nilai-nilai serta pola perilaku yang
dipelajari di rumah.

Adapun Fungsi dan peranan peer group adalah sebagai berikut:

70
70 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
1. Mengajarkan kebudayaan

2. Mengajarkan mobilitas social

3. Membantu peranan sosial yang baru.

4. sebagai sumber informasi bagi orang tua dan guru bahkan untuk masyarakat.

5. Belajar saling bertukar perasaan dan masalah.

6. Peer group mengajarkan moral orang dewasa.

7. Di dalam peer group, individu dapat mencapai kebebasan sendiri. Kebebasan


di sini diartikan sebagai kebebasan untuk berpendapat, bertindak atau untuk
menemukan identitas diri.

8. Belajar mengontrol tingkah laku sosial.

Kelompok dalam peer group mengalami penggolongan lagi dan kelompok ini
bisa beranggotakan besar maupun kecil sesuai dengan interaksi antar anggotanya.
Dalam perkembangan peer group dapat berdampak terhadap individu secara
positif dan negatif

Kemajuan teknologi informasi media massa di Indonesia saat ini mengalami


perkembangan yang semakin beragam dan meluas seiring dengan teknologi yang
mendukungnya. Pesan dari media massa ditujukan dan diterima oleh massa
seluas-luasnya termasuk di dalamnya anak anak bangsa. Media yang paling
dikenal dan biasa digunakan terutama oleh anak-anak adalah televise, Handpone,
dan internet.

Perkembangan media termasuk didalamnya media elektronik selain


memberikan manfaat juga memiliki dampak atau efek, efek media terus menjadi
pembahasan yang terus berkembang karena dampaknya yang semakin beragam
dalam kehidupan masyarakat. Efek media adalah perubahan pengartian, sikap,
emosi atau kebiasaan akibat dari paparan media massa. Efek tersebut dapat
berupa perilaku antisosial atau pro-sosial.

Di dalam perkembangan anak, pemahaman dan internalisasi tentang


gender merupakan aspek yang penting yang juga memperngaruhi perilaku anak

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 71


dan remaja. Gender adalah sifat-sifat yang melekat yang dimiliki seseorang, baik
secara psikologis maupun sosiokultural, sebagai pembeda antara laki-laki dan
perempuan.

Proses perkembangan gender dalam diri seseorang sebenarnya dapat


dipengaruhi faktor biologis, kemampuan kognitif dan sosial. Perkembangan
gender juga tidak lepas dari pola asuh orang tua. Anak dapat menyesuaikan diri
dengan kelompoknya, dengan mempelajari peran gender. Gender dipersoalkan
karena secara sosial telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak dan
fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Tahapan
perkembangan gender pada anak meliputi tahap “gender identity, gender stability
dan gender constancy”.

Empat macam ciri sifat manusia yang ditinjau dari peran seksualnya, yaitu:
tipe maskulin, feminin, androgin dan tipe tidak tergolongkan (undiferentiated).

H. EVALUASI
Jelaskan pertanyaan berikut ini :

1. 3 jenis pola asuh orang tua !

2. Keluarga patogenik?

3. Tujuh macam pola hubungan orang tua – anak yang bersifat patogenik

4. Dampak negatif Perkembangan media

5. Jelaskan fungsi dan peranan peer group dalam mempengaruhi perilaku


anak dan remaja.

I. TINDAK LANJUT DAN UMPAN BALIK


Setelah mempelajari Bab III, peserta dapat mengerjakan latihan serta evaluasi
sesuai dengan petunjuk dengan baik,. dapat melanjutkan dengan mempelajari
Bab IV. Namun apabila peserta belum d a p a t mengerjakan latihan dan
evaluasi dengan baik, peserta diharapkan mempelajari kembali Bab III,
pada topik yang agar masih kurang memahaminya.

72
72 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
BAB IV
KONSEP, CIRI DAN SEBAB DELINKUENSI

Setelah pembelajaran Peserta dapat menjabarkan teori dan konsep,


ciri dan sebab delinkuensi

A. PENGERTIAN, CIRI DAN SEBAB DELINKUENSI


Delinkuensi anak dalam kepustakaan dikenal dengan ‘juvenile delinquency’
(kenakalan anak). Delinquency berasal dari bahasa Latin ‘delinquere’ yang artinya
tidak memenuhi atau melalaikan kewajiban sebagai anak. Dalam hal anak sebagai
subjek yang melalaikan kewajiban disebut ‘delinquent’.

1. Pengertian delinkuensi
Pengertian delinkuensi adalah “kenakalan anak”, yaitu suatu bentuk
penghalusan (euphimisme) untuk membedakan dengan istilah kriminal atau
penjahat yang ditujukan terhadap orang dewasa yang melakukan tindak
pidana.

Delinkuensi anak (Juvenile Delinquency) merupakan segala perbuatan


yang dianggap menyimpang bila dilakukan anak tetapi apabila dilakukan
oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan seperti merokok,
membolos, membantah, lari dari rumah dll.

Menurut Kartini (2006), kenakalan ialah perilaku jahat atau kenakalan


anak-anak muda yang merupakan gejala sakit (Patologis) secara sosial pada
anak remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga
mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 73


a. Kategori status offences :

1) Community Control Categories

Misal: berkeliaran di tempat hiburan malam, daerah pelacuran

2) Chemical Categories

Misal: ngelem

3) Educational Categories

Misal: membolos, menyontek

4). Family Categories

Misal: lari dari rumah, membantah

Kenakalan sebagai pelanggaran hukum adalah segala perbuatan yang


dianggap menyimpang bila dilakukan anak dan apabila dilakukan oleh orang
dewasa dianggap sebagai kejahatan (status offender).

Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan


Anak memuat definisi anak nakal atau delinkuen. Anak nakal adalah anak
yang melakukan tindak pidana dan anak yang melakukan perbuatan
yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-
undangan maupun peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan (status offender).

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan


Pidana Anak, tidak mendefinisikan pengertian anak nakal atau delinkuen,
bahkan tidak dikenal istilah anak nakal.

Undang-undang menggunakan terminologi “anak yang berkonflik


dengan hukum” untuk menyebut anak yang diduga melakukan tindak pidana
dan menyebut “anak yang berhadapan dengan hukum” untuk menyebut
“anak korban” atau “anak saksi”. Penggunaan istilah tersebut merupakan
bagian dari upaya sedemikian rupa untuk mengurangi stigma yang dapat

74
74 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
timbul sebagai akibat dari keberadaannya dalam sistem peradilan pidana
anak.

Dengan tidak dikenalnya “Status Offences” dalam UU Nomor 11 Tahun


2012, dengan sendirinya pengertian anak yang berkonflik dengan hukum
hanya terbatas pada anak yang melakukan/diduga melakukan perbuatan
yang melanggar suatu ketentuan hukum yang mengancam dengan hukuman
berupa pidana kepada pelanggarnya.Hal ini merupakan suatu perkembangan
yang positif dalam pelindungan anak karena “status offence” merupakan
keadaan yang bertentangan dengan Pasal 1 (1) KUHP yang merupakan
prinsip legalitas.Dengan demikian secara sederhana, sesungguhnya dalam
Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak kita tidak lagi mengenal
istilah delinkuensi atau kenakalan anak.

2. Ciri delinkuensi
Ciri perilaku delinkuensi dapat dilihat dari berbagai aspek. Menurut
Jensen dalam Sarwono (2010), aspek tersebut meliputi adalah :

a) Kenakalan menimbulkan korban fisik pada orang lain, seperti:


perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan dan lain
sebagainya.

b) Kenakalan menimbulkan korban materi, seperti: perusakan, pencurian,


pencopetan dan pemerasan dan lain-lain.

c) Kenakalan sosial tidak menimbulkan korban dipihak orang lain,


misalnya pelacuran, penyalahgunaan obat, seks bebas.

d) Kenakalan dalam bentuk melawan status, misalnya mengingkari


status anak sebagai pelajar seperti membolos, minggat dari rumah,
membantah perintah.

Perilaku khas kenakalan, menurut Loeber (dalam Kartini, 2006), dapat


dikelompokan menjadi tiga jenis, yaitu:

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 75


a) Melawan otoritas (pemimpin)

Pada umumnya remaja sering tidak patuh kepada otoritas / pemimpin


serta dengan adanya aturan yang ditetapkan oleh pemimpin

b) Tingkah laku Agresif

Remaja cenderung memiliki sifat agresif dan cenderung sedikit tertutup


serta sering melanggar norma-norma yang ada

c) Impulsif

Di usia remaja anak seringkali bertindak tanpa berpikir atau tanpa


memikirkan tindakan itu terlebih dalam artian tidak memikirkan
tindakan itu terlebih dalam artian tidak memikirkan resiko dari apa
yang dilakukan.

3. Faktor penyebab delinkuensi


Tidak ada penyebab tunggal yang dapat menjelaskan alasan anak
melakukan kenakalan. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kenakalan
antara lain:

a. Pengalaman masa kecil.

b. Anak-anak yang suka menganiaya biasanya mempunyai sejarah


kekerasan dalamkeluarganya.

c. Kekerasan yang terjadi dalam keluarga dapat mendorong anak untuk


melakukan kekerasanfisik.

d. Kurangnya perhatian dapat mengakibatkan depresi dan trauma akan


kekerasan pada anak.

1) Kurangnya perhatian dan rasa rendah diri.

2) Kurangnya contoh untukditeladani.

3) Dorongan seksual yang menimbulkan konflik diri

4) Kurangnya pengetahuan.

76
76 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
4. Sebab Delinkuensi
Secara umum berbagai teori yang menjelaskan kausa kejahatan
pada dasarnya dapat pula untuk menjelaskan mengenai delinkuensi atau
kenakalan anak.

1) Faktor biologis

Sejumlah studi menjelaskan peran faktor keturunan, hereditas atau


biologis sebagai berikut:

a) Penelitian menemukan korelasi antara kriminalitas ayah dengan


anak dan antara kakak beradik (CharlesGoring).

b) Studi anak kembar, menunjukkan dalam kasus kembar identik


(berasal dari satu sel telur) terdapat kecocokan 35,8 % (kedua
anak kembar terlibat dalam kejahatan) dibandingkan dengan
kembar fraternal (berasal dari 2 sel telur) hanya ditemukakan
kecocokan pada 12,3%. (Christiansen, 1977)

c) Studi anak angkat, menunjukkan adanya kecenderungan


berperilaku sama (criminal) antara ayah kandung dengan
anaknya, sekalipun anaknya tidak dibesarkan oleh orang tua
kandungnya (Hutchings & Mednick, 1978).

2) Faktor psikologis

a) Learning theories mendasarkan pada asumsi bahwa perilaku


menyimpang sebagaimana juga perilaku lainnya merupakan
sesuatu yang dipelajari.

b) Teori Imitasi (Gabriel Tarde)

1) Perilaku orang saling meniru bergantung pada tingkat


kedekatandi antara orang-orangtersebut.

2) Peniruan juga biasa terjadi: pihak yang inferior meniru


mereka yang dianggapsuperior.

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 77


3) Peniruan juga terjadi dalam “hal atau gaya baru” dianggap
menggantikan “hal atau gaya yang lama” (old fashioned).

c) Teori kontrol

Teori kontrol dapat dijelaskan sebagai berikut :


Mempertanyakan apa yang menyebabkan orang berperilaku
menyimpang?

a) Personal control merupakan kemampuan untuk menahan


diri dalam memenuhi keinginan/ kebutuhan dengan cara-
cara yang sesuai dengan norma-norma dan aturan yang
berlaku dalam masyarakat.

b) Social control dapat meliputi control social yang bersifat


langsung (direct control) dan tidak langsung (indirect
control).

c) Direct control merupakan control masyarakat yang dapat


berupa pembatasan-pembatasan (restrictions) dan
hukuman-hukuman (punishments).

d) Indirect control dapat merupakan perasaan sayang atau


kedekatan dengan orang tertentu seperti orang tua atau
orang-orang baik lainnya, yang karenanya menahan anak
untuk melakukan kenakalan.

B. TEORI DELINKUENSI
1. Sub-culture
Teori ini membahas dan menjelaskan bentuk kenakalan remaja dalam
hubungannya dengan perilaku gang remaja, yang muncul sebagai bentuk
respon adanya perbedaan status dan kelas sosial di daerah perkotaan.
Kenakalan adalah perilaku yang dilakukan oleh remaja kelas bawah (lower
class).

78
78 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
Teori sub-culture yang dikemukakan menyebutkan bahwa perilaku
delinkuen di kalangan remaja, usia muda masyarakat kelas bawah,
merupakan cermin ketidakpuasan terhadap norma dan nilai kelompok kelas
menengah yang mendominasi.

Kondisi demikian mendorong adanya konflik budaya yang oleh Albert


K. Cohen disebut sebagai Status Frustration. Akibatnya, timbul keterlibatan
lebih lanjut anak-anak kelas bawah dan gang-gang dan berperilaku
menyimpang yang bersifat “nonutilitarian, malicious andnegativistic (tidak
berfaedah, dengki dan jahat)”.

Para remaja delinkuen merasa tidak adanya kesempatan yang sama


dalam mencari status sosial pada struktur sosial maka para remaja kelas
bawah, sehingga mereka mengalami problem status di kalangan remaja.
Reaksi subkultur lahir bukanlah suat fenomena reaksi individual, tetapi
reaksi suat kelompok terhadap problem kelas (elit, kelompok mapan dan
kaya). Penolakan terjadi pada kaum kelas bawah terhadap kelompok kelas
menengah.

Secara terminologi, subkultur terdiri dari dua kata. Sub yang berarti
bagian, sebagian. Sedangkan kultur bermakna kebiasaan dan pembiasaan.
Secara konsetual, subkultur adalah sebuah gerakan atau kegiatan atau
kelakuan (kolektif) atau bagian dari suat budaya yang lebih luas di suatu
wilayah. Subculture tersebut biasanya digunakan sebagai bentuk perlawanan
akan kultur utama yang dominan, sehingga perilaku kelompok ini sering
ditafsirkan sebagai ‘budaya yang menyimpang”.

Secara sosiologis, sebuah subkultur adalah sekelompok orang yang


memiliki perilaku dan kepercayaan  yang berbeda dengan kebudayaan
utama mereka. Subkultur dapat terjadi karena perbedaan usia anggotanya,
ras, etnisitas, kelas sosial, kelas sosial, dan/atau gender, dan dapat pula
terjadi karena perbedaan politik, agama, orientasi seksual atau kombinasi
dari faktor-faktor tersebut.

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 79


Anggota dari suatu subkultur biasanya menunjukan keanggotaan
mereka dengan gaya hidup atau simbol-simbol tertentu, seperti gaya hidup,
penampilan, dan istilah tertentu dalam komunikasi,

2. Containment theory
Containment theory yang dikemukakan Walter C. Reckless menjelaskan
bahwa individu pada dasarnya dipengaruhi berbagai kekuatan yang menahan
maupun mendorong untuk melakukan kejahatan atau kenakalan.

Kekuatan yang mendorong dapat berupa:

a) Social pressures (tekanan sosial) seperti keadaan ekonomi, konflik


keluarga dll.

b) social pulls (tarikan sosial) seperti halnya lingkungan pergaulan yang


buruk, subbudaya kriminal atau delinkuen, dll.

c) Biological/ psychological pushes (dorongan biologis/psikologis) seperti


sikap permusuhan (hostility), sikap agresif, keresahan (restlessness)
dll.

d) Kekuatan yang menahan dapat bersifat internal (inner containment),


seperti self control, sense of responsiblity, frustration tolerance, dll
dan external (external containment) seperti effective supervision,
cohesiveness (perasaan keberpaduan), effective family living and
support groups.

3. Social bond theory (Travis Hirschi)


Teori yang dikembangkan oleh Travis Hirschi ini dibangun berdasarkan
pandangan bahwa setiap manusia cenderung untuk tidak patuh terhadap
hukum atau memiliki dorongan untuk melakukan pelanggaran hukum.
Beberapa pikiran utama teori ini menyatakan :

a) tidak diperlukan motivasi bagi individu untuk melakukan kejahatan/


delinkuensi karena pada dasarnya manusia mampu untuk
melakukannya.

80
80 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
b) Orang tidak melakukan kejahatan atau delinkuensi karena adanya
keterikatan sosial yang kuat, seperti dengan keluarga, sekolah atau
peers.

c) Hirschi menjelaskan adanya elemen-elemen penting yang terkait


dengan ikatan social:

· Attachment (kasih sayang atau kedekatan dengan orang lain),


hal ini merupakan elemen kontrol karena kedekatannya itu akan
menjadi salah pertimbangan untuk tidak berperilaku menyimpang
karena tidak ingin mengecewakan orang yangdicintainya.

· Commitment, dalam kaitan ini janji atau cita-cita seseorang pada


suatu tujuan hidup yang konvensional dapat menjadi faktor risiko
bila dirinya terlibat dalam suatu kejahatan/delinkuensi. Dengan
demikian komitmen dapat menjadi faktor yang dapat mencegah
seseorang dari kejahatan sebab ia akan menyadari bahwa
keterlibatannya dalam kejahatan akan menyebabkan ia gagal
mewujudkan cita-citanya.

· Involvement (keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan


konvensional), faktor keterlibatan dalam kegiatan konvensional
akan menyebabkan seseorang tidak memiliki waktu atau energi
lagi untuk melakukan kejahatan ataukenakalan.

· Belief (percaya) merupakan percaya akan nilai-nilai konvensional.


Menurut Hirschi, semakin orang tidak percaya untuk mematuhi
aturan, maka semakin tinggi kecenderungannya untuk melanggar
aturan tersebut.

4. Differential Assosiation dan Labeling


Penyimpangan bersumber dari proses interaksi yang berbeda.
Penyimpangan itu terjadi melalui proses belajar perilaku yang menyimpang
dari hasil interaksi. Penjelasan pandangan ini diperinci ke dalam sembilan

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 81


preposisi, yaitu :

Adapun sembilan proposisi dari Teori Asosiasi Diferensial, yaitu:

1. Criminal behavior is learned (perilaku kriminal itu dipelajari).

Sutherland berpendapat bahwa perilaku kriminal tidak bersumber dari


faktor dalam diri seseorang maupun genetik, tetapi berasal dari proses
mempelajari nilai dan norma yang menyimpang.

2. Criminal behavior is learned in interaction with other person of


communication (Perilaku kriminal dipelajari dalam proses interaksi
dengan orang lain yang melibatkan proses komunikasi yang intens
antar individu. Sehingga perilaku menyimpang dipelajari melalui
interaksi yang intim dan akrab. interaksi melibatkan aktivitas kontak
dan komunikasi. Dalam proses interaksi yang akrab tersebut Individu
mempelajari nilai dan norma perilaku menyimpang.

3. The prinsiple of the learning of criminal behavior occurs within


intiminate personal groups (Prinsip belajar tindakan kriminal terjadi di
dalam kelompok-kelompok personal yang intim atau akrab).

Perilaku menyimpang terjadi dalam kelompok-kelompok peribadi yang


akrab. Sebab, mempelajari nilai dan norma menyimpang tidak bisa
dilakukan pada kelompok-kelompok besar (publik) yang tidak memiliki
kedekatan.

4. When criminal behavior is learned, the learning includes, a) techniques


of commiting the crime, which are very complicated, sometimes very
simple, b) the specific direction of motives, drives, rationalizations and
attitudes (Ketika perilaku kriminal dipelajari, pembelajaran itu meliputi
a) teknik melakukan kejahatan, kadang-kadang sulit, kadang mudah,
b) arah khusus dari motif, dorongan rasionalisasi (pembenaran) dan
sikap-sikap).

82
82 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
5. The specific direction of motives and drives is learned from definition
of legal code as favorable or unfavorable (Arah khusus dari motif dan
dorongan dipelajari dari defenisi aturan hukum yang menguntungkan
atau tidak menguntungkan).

Petunjuk khusus tentang motif dan dorongan untuk berperilaku


menyimpang itu dipelajar dari defenisi-defenisi tentang norma-norma
yang baik atau tidak baik. Dengan kata lain individu dapat mengakui
keberadaan norma-norma untuk setia dan taat pada aturan-aturan
yang sudah ada, namun memungkinkan pula melakukan pelanggaran
terhadap aturan-aturan yang sudah ada.

6. A person becomes delinquent because of an access of defenition


favorable of violation of law over definition un favorable to violation
of law (seseorang yang menjadi delinkuen disebabkan pemahaman
terhadap defenisi yang menguntungkan atas pelanggaran hukum
melebihi defenisi-defenisi tidak menguntungkan untuk melanggar
hukum).

7. Differential Association may vary in frequency, duration, priority


and intensity (asosiasi dapat menghasilkan perilaku berbeda-beda
bergantung kepada keragaman dalam frekuensi, lamanya, prioritas
dan intensitas interaksi.

8. The process of learning criminal behavior by association with criminal


and anticriminal patterns involves all the mechanism that are involved
in any other learning. (proses pembelajaran perilaku jahat melalui
hubungan pola-pola kejahatan dan anti kejahatan meliputi seluruh
mekanisme yang rumit dalam setiap pembelajaran lainnya).

9. While a criminal behavior is an explanation of general needs and values,


it is not explained by those general needs and values since non criminal
behavior is and explaination the same need and values. (walaupun

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 83


perilaku jahat merupakan penjelasan dari kebutuhan-kebutuhan dan
nilai-nilai umum, tetapi perilaku non-kriminal dapat tercermin dari
kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang sama).

Menurut Erving Goffman, Sistem peradilan pidana mempunyai peran


yang signifikan dalam memunculkan dan mengabadikan karir kenakalan dan
bahkan akan menjadi awal dari keterlibatan yang panjang dalam kejahatan.

Pemberian label atas kenakalan, berdasarkan pendapat Edwin M.


Lemert, dapat melahirkan penyimpangan kedua (secondary deviation),
yaitu perilaku menyimpang dari seseorang yang dilakukan sebagai upaya
mempertahankan diri, melawan atau menyesuaikan terhadap masalah
yang dihadapinya sebagai akibat dari reaksi yang diterima dari perilaku
menyimpang yang telah dilakukan terdahulu. Sehingga konsekuensi anak
yang masuk menjalankan hukuman penjara dapat melestarikan kenakalan/
delinkuensi, karena adanya pandangan ekstrem bahwa penjara sebagai
lembaga kontrol atau tempat menghukum bukannya menghasilkan
rehabilitasi atau perbaikan perilaku.

5. Teori ekologi
Teori ekologi perkembangan anak dipelopori Uri Bronfenbrenner
(1917-2005), seseorang ahli psikologi Amerika Serikat. Ia memandang
bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh konteks lingkungan.
Menurutnya hubungan timbal balik antara individu dengan lingkungan yang
akan membentuk tingkah laku individu tersebut, sehingga untuk memahami
proses perkembangannya seorang anak, kita perlu memperhatikan konteks
lingkungan yang beragam (sistem ekologi)..

Seorang anak akan berada dalam ekosistem yang berbeda secara


simultan, mulai dari lingkungan yang paling dekat di rumah atau keluarga
menuju lingkungan luar, seperti ke sekolah dan ke lingkungan yang lebih luas
yaitu kelompok, komunitas dan masyarakat. Pada setiap sistem, anak dapat
memperoleh pengalaman interaksi dan saling mempengaruhi setiap aspek

84
84 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
kehidupan nya. Teori ini akan membantu kita untuk memahami mengapa
anak dapat berperilaku berbeda di lingkungan yang berbeda, ketika di
rumah, di sekolah, atau dalam kelompoknya.

C. PERANAN KELUARGA DAN LINGKUNGAN TERHADAP

TERBENTUKNYA PERILAKU DELINKUENSI.


Dalam hal ini dapat kita jumpai seorang anak menjadi delinkuen bermula dari
keadaan intern dan kemudian dikembangkan dan ditunjang oleh pergaulan, akan
tetapi tidak jarang pula seorang anak menjadi delinquent justru karena meniru
kawan-kawan sebayanya kemudian di dukung oleh berkembang didalam keluarga.

Seorang anak yang hidup


ditengah-tengah masyarakat yng
sholeh dalam bergaul dengan kawan-
kawan sebaya yang baik dapat menjadi
delinkuen karena pengaruh kehidupan
keluarga, misalnya; karena broken
home atau quasi brokenhome. Demikian pula seorang anak dibesarkan didalam
lingkungan keluarga yang sholeh dapat menjadi delinquent karena pengaruh
kehidupan masyarakat sekitar atau pengaruh teman-teman sepermainannya,
akan tetapi probabilitas sangat rendah.

Berbagai penelitian yang dilakukan bahwa sebagian besar remaja delekuen


berasal dari keluarga yang sudah tidak utuh strukturnya. Keluarga menjadi
kelompok sosial yang utama tempat anak belajar menjadi manusia sosial.

Rumah tangga menjadi tempat pertamadari perkembangan segi-segi


sosialnya di dalam interaksi sosial dengan orang tuanya yang wajar, sehingga
apabila hubungan dengan orang tua kurang baik, maka besar kemungkinannanya
bahwa interaksi sosialnya pun berlangsung kurang baik.

Keremajaan selalu berkembang, agar dapat melakukan hubungan sosial


dengan teman sebaya , anak atau remaja melakukan hubungan, dan hubungan

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 85


diantara mereka semakin kuat sebagai upaya untuk mendapatkan pengakuan dari
kelompoknya tersebut. Pengaruh dari norma kelompok sosial tersebut semakin
lebih kuat dari norma keluarga, demikian pula pengaruh pada perilaku pelanggaran
hukum tanpa peduli pada perasaan diri sendiri.

Santrock (2003), mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku


delinkuen pada remaja:

1. Identitas negatif, Erikson yakin bahwa perilaku delinkuen muncul karena


remaja gagal menemukan suatu identitas peran.

2. Kontrol diri rendah, beberapa anak dan remaja gagal memperoleh kontrol
yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan.

3. Usia, munculnya tingkah laku antisosial di usia dini (anak-anak) berhubungan


dengan perilaku delinkuen yang lebih serius nantinya di masa remaja.

4. Jenis kelamin (laki-laki), anak laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku
antisosial daripada anak perempuan. e. Harapan dan nilai-nilai yang rendah
terhadap pendidikan. Remaja menjadi pelaku kenakalan seringkali diikuti
karena memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan dan juga nilai-
nilai yang rendah di sekolah.

5. Pengaruh orang tua dan keluarga. Seseorang berperilaku nakal seringkali


berasal dari keluarga, di mana orang tua menerapkan pola disiplin secara
tidak efektif, memberikan mereka sedikit dukungan, dan jarang mengawasi
anak-anaknya sehingga terjadi hubungan yang kurang harmonis antar
anggota keluarga.

6. Pengaruh teman sebaya. Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan


kenakalan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan.

7. Status ekonomi sosial. Penyerangan serius lebih sering dilakukan oleh anak-
anak yang berasal dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah.

86
86 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
8. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal. Tempat dimana individu tinggal
dapat membentuk perilaku individu tersebut, masyarakat dan lingkungan
yang membentuk kecenderungan kita untuk berperilaku ”baik” atau ”jahat.

D. LATIHAN
1) Diskusikan dengan rekan kerja tentang faktor-faktor yang menyebabkan
delinkuensi pada seorang anak yang berkonflik dengan hukum.

2) Lakukan pembahasan dengan rekan kerja atau peserta lainnya kasus pidana
dengan menggunakan salah satu teori delinkuensi yang telah dipelajari pada
bab ini.

E. RANGKUMAN
Delinkuensi anak dalam kepustakaan dikenal dengan ‘juvenile delinquency’
(kenakalan anak). Delinquency berasal dari bahasa Latin ‘delinquere’ yang artinya
tidak memenuhi atau melalaikan kewajiban sebagai anak. Dalam hal anak sebagai
subjek yang melalaikan kewajiban disebut ‘delinquent’.

Delinkuensi Anak (juvenile delinquency ) Kenakalan sebagai status offences


yaitu segala perbuatan yang dianggap menyimpang bila dilakukan anak tetapi
apabila dilakukan oleh orang dewasa tidak dianggap sebagai kejahatan seperti
merokok, membolos, membantah, lari dari rumah dll.

Status offences dibagi dalam 4 kategori Community control categories,


Chemical categories, Educational Categories dan Family categories.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kenakalan antara lain:

a. Pengalaman masa kecil.

b. Anak-anak yang suka menganiaya biasanya mempunyai sejarah kekerasan


dalamkeluarganya.

c. Kekerasan yang terjadi dalam keluarga dapat mendorong anak untuk


melakukan kekerasan fisik.

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 87


d. Kurangnya perhatian dapat mengakibatkan depresi dan trauma akan
kekerasan pada anak.

Berbagai teori yang menjelaskan kausa kejahatan pada dasarnya dapat pula
untuk menjelaskan mengenai delinkuensi atau kenakalan anak: teori-teori yang
berkaitan dengan faktor biologis, factor psikologis dan teori sebab delinkuensi.

F. EVALUASI
Berikan penjelasan tentang :

1) Pengertian status offences, dan kategori yang termasuk dalam status


offences.

2) Kenakalan sebagai tindak pidana dan contoh kasus-kasusnya.

3) Teori kontrol

4) Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku delinkuen remaja.

G. TINDAK LANJUT DAN UMPAN BALIK


Peserta telah mempelajari bab IV, silakan mengerjakan latihan serta
evaluasi dengan benar sesuai petunjuk. Selanjutnya peserta dapat meningkatkan
kemampuan untuk menjelaskan sebuah kasus pidana anak yang disajikan
pada Bab V. Namun apabila peserta belum menguasai topik dalam IV, peserta
disarankan mempelajari kembali topik dalam Bab tersebut yang masih kurang
dipahami dengan baik.

88
88 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
BAB V
ANALISIS KASUS PIDANA ANAK

Setelah pembelajaran bab ini peserta dapat menganalisis kasus anak


berdasarkan konsep yang sudah dipelajari

A. KASUS ANAK DELINKUENSI DIBAWAH 12 TAHUN


AB, si pencuri cilik yang mengonsumsi narkoba sejak kecil

Pelajari kasus AB berikut ini berdasarkan kerangka konsep yang telah


dibahas pada bab 2, 3 dan 4 sebelumnya.

1. Gambaran kasus

Seorang anak berusia 8 tahun di kota Nu tertangkap melakukan aksi


pencurian hingga 23 kali, dengan hasil curian jutaan rupiah. Anak itu berinisial
AB. Balai rehabilitasi di kota itupun mengalami kerepotan menanganinya. Akhir
Desember, Dinas sosial mengirim AB ke sebuah Balai Rehabilitasi Sosial di Jakarta.
Setelah rehabilitasi berja;an 6 bulan, pihak balai memulangkan AB karena perilaku
nakalnya yang sukar ditangani pihak balai. Umumnya penghuni balai rehabilitasi,
setelah 6 bulan adalah waktu yang cukup untuk menangani seseorang. Namun
Dinas Sosial menemukan AB tidak menunjukkan tanda-tanda membaik selama
direhabilitasi. Ketika menjalani rehabilitasi di Jakarta, AB bahkan sempat mencuri
sepeda. Uang hasil mencuri sepeda orang dan uang petugas pembina, dia belikan
rokok, kemudian dibagikan ke teman-teman.

Menurul kajian dinas sosial, disinyalir, kondisi keluarga menjadi salah satu
faktor yang memperburuk perilaku negatif AB. Berdasarkan data Pekerja Sosial
(Peksos), ayah AB ternyata sering mencampurkan sabu ke susu AB sejak berusia

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 89


2 bulan. “Alasannya supaya tidak rewel. Itu membuat
pola pikir anak terganggu,”. Ayahnya kini masih
ditahan di penjara karena terjerat kasus narkoba.
Sedangkan ibunya tidak bisa menjaga anaknya
karena fokus bekerja sebagai buruh ikat rumput laut.

AB sudah berkali-kali mencuri. Hasil pencurian


digunakan untuk membeli narkoba, seperti tembakau
gorila atau sintek. Namun, yang paling sering, hasil
curiannya dibagikan kepada teman-temannya.
Polsek mencatat ada 23 kasus pencurian yang
diduga melibatkan AB. Hasil curiannya dibawah 10
juta rupiah. AB pernah mencuri uang Rp 3 juta di dalam celengan. di toko ketika
penjaganya sedang lengah. Ketika tertangkap, AB selalu mengakui tindakannya
secara jujur. “Dia enggak pernah bohong, semua dia jawab jujur, hanya dia tidak
bisa menghilangkan kebiasaan buruknya itu. (Sumber : Kompas.com, 23/11/2020)

2. Pembahasan

Masa sekolah (6-13 tahun). Pada masa ini anak umumnya menghabiskan
sebagian waktunya di luar rumah bersama kelompok sebaya dan lingkungan
sekolah. Dalam perkembangan AB berbeda dengan pengalaman perkembangan
usia sebayanya. Kondisi keluarga tidak punya kesempatan belajar dalam
lingkungan yang terorganisasi dan terstruktur di bawah otoritas orang lain, seperti
sekolah dan anak-anak seusianya.

AB nampaknya memperoleh pendekatan pola asuh permisif. AB cenderung


mendapatkan pengalaman tanpa pengawasan yang cukup dari orang tuanya.
Tidak memperoleh pengalaman ditegur, diperingatkan, sangat sedikit bimbingan
ketika melakukan tidakan yang melanggar norma masyarakat. Keluarga AB juga
menunjukkan situasi pategoneik, yakni adanya disiplin yang salah dan teladan
buruk dari orang tuanya (mengkonsumsikan narkoba).

90
90 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
AB nampaknya kurang belajar untuk memercayai figur-figur asing, seperti
orang tua dan guru. AB juga belum mengemangkan keterampilan-keterampilan
skolastik (membaca, menulis, berhitung), karena fisik tumbuh kondisi mengandung
narkoba dan tinggal pada tempat rehabilitasi. Hal ini terjadi disaat AB membutuhkan
gizi dan pemeliharaan kesehatan (termasuk kesehatan gigi) serta rangsangan
mental spiritual dari orang tua, guru dan teman sebayanya.

Berdasarkan pandangan Erikson, AB sedang mengalami perkembangan


tahap Industri versus Perasaan Rendah Diri. Pada tahap ini sebenarnya anak
mempunyai potensi mengembangkan inisiatif untuk pengalaman-pengalaman
baru.

Anak-anak memperlihatkan keinginan untuk menguasai pengetahuan dan


keterampilan, dan pada akhir masa kanak-kanak terjadi perkembangan imaginasi
yang pesat dan semangat belajar yang tinggi. Namun AB kurang memperoleh
asuhan, bimbingan dan lingkungan dari orang terdekat untuk mengembangkan
pengalaman positif dan keinginan menambah pengetahuan dan ketrampilan yang
berguna. AB justru mengembangkan ketrampilan dan perilaku delinkuen (mencuri).

Ciri delinkuen yang teramati dari perilaku AB adalah tidak menunjukkan


kepatuhan terhadap aturan (rehabilitasi), sering melanggar norma-norma (mencuri)
dan tidak memikirkan memikirkan resiko dari apa yang dilakukan (impulsif).

Delinkuensi AB nampaknya disebabkan oleh faktor biologis (gangguan otak


akibat konsumsi narkoba dan psikologis (pengalaman masa kecil dan keluarga
yang patogenik). Dalam sudut pandang teori kontrol, perilaku delinkuen AB
menunjukkan sangat lemahnya kontrol dan ikatan sosialnya. Sejak kecil AB tidak
memiliki pengalaman attachment (kasih sayang atau kedekatan dengan orang
tua, guru, dan anggota keluarga lain). AB juga belum dapat mengembangkan
commitment untuk hidup sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai baik di masyarakat.

AB cenderung terbiasa dengan perilaku beresiko dengan suatu tindakan


delinkuensi. AB juga nampaknya terbiasa sendiri, dan kurang memiliki kesempatan
belajar terlibat aktif dengan kelompoknya, meskipun kebutuhan untuk memperoleh

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 91


perhatian dan pengakuan dari orang lain cukup tinggi. Dalam komponen belief
(percaya), AB cenderung tidak mempercayai nilai-nilai konvensional, untuk
mematuhi aturan, sehingga kecenderungannya untuk melanggar aturan tersebut.

B. KASUS ANAK DELINKUENSI USIA 12 SAMPAI DI BAWAH 18

TAHUN
Korban kejahatan yang menjadi anak pelaku

Pada kasus 2, kita membahas kasus yang terjadi pada anak perempuan
yang berusia remaja. Pelajari gambaran kasus 2 dan lakukan analisis sesuai
dengan instruksi yang diuraikan pada poin 2.

1. Gambaran kasus

Diberitakan warga di daerah Sawah Besar, Jakarta Pusat dihebohkan


dengan aksi pembunuhan yang dilakukan NF (15) terhadap tetangganya APA
(6). Tersangka NF membunuh APA yang masih balita lantaran terinspirasi dari film
pembunuhan. APA dibunuh di rumah NF di daerah Sawah Besar, Jakarta Pusat,
Kamis (5/3/2020) kemarin. NF tega membunuh APA lantaran kerap menonton
film bergenre horor dan sadis. Bahkan, salah satu adegan film tersebut menjadi
inspirasi NF membunuh APA.

Satu di antara film yang menginspirasinya ada film Chucky yang mengisahkan
tentang boneka pembunuh.

92
92 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
Dalam catatan kronologi pembunuhan, mulanya, APA tengah berkunjung
ke rumah NF. Kamis sore, korban APA kebetulan sedang berada di rumahnya--
jarak rumah NF dan korban terbilang berdekatan. Korban, biasa bermain disana
karena dia memang teman sepermainan dari adik NF. NF meminta korban untuk
mengambil mainan yang berada di dalam bak kamar mandi. Setelah bocah nahas
tersebut berada di dalam bak, NF lantas menengelamkannya.

Tak hanya ditenggelamkan, NF juga mencolok leher korban saat berada di


dalam bak. Setelah bocah itu lemas, NF lantas membawa korban keluar dari dalam
bak. Namun, darah keluar dari hidung korban. NF lantas menyumpal hidung korban
menggunakan tisu dan mengikatnya. Polisi menyebut, NF sempat menaruh jasad
korban di dalam ember. Oleh NF, jasad tersebut ditutup menggunakan kain sprei
agar orang di rumahnya tidak curiga. Padahal, ember tersebut berada di dalam
kamar mandi. Orang tua NF bahkan sempat mondar-mandir ke kamar mandi sejak
siang hari.

Semula, NF hendak membuang korban yang sudah lemas tak berdaya.


Karena hari sudah sore, maka NF menyimpan bocah tersebut ke dalam lemari.
Pada Jumat pagi, NF kebingungan mencari lokasi tempat pembuangan jasad
korban. Saat itu, NF hendak berangkat ke sekolah. Dalam perjalanan, dia mengganti
seragam sekolahnya dengan pakaian lain lalu datang melapor ke Polsek Metro
Taman Sari dan mengakut telah membunuh.

Polisi menemukan sketsa berupa tulisan-tulisan berbahasa Inggris yang


mengungkapkan kesedihan. Polisi mengungkap makna dibalik sketsa karya
seorang remaja berinisial NF berusia 15 tahun yang membunuh balita berinisial
APA berusia 6 tahun. Ada sejumlah sketsa bernuansa kesedihan dan kekerasan
dalam karya pelaku. Ada pula sketsa wanita yang sedang menangis. Tak hanya
itu, polisi juga menemukan sketsa atau gambar tokoh Slender Man dan sketsa
wanita terikat.

“Ini adalah salah satu tokoh favoritnya, ada Slender Man di sini, berkisah
juga tentang film kekerasan atau horor.” “Kami juga menemukan beberapa

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 93


catatan-catatan, gambar-gambar wanita yang menangis, karena anak ini cukup
pintar menggambar.” “Korban diikat dan dimasukkan ke dalam lemari, yang
bersangkutan juga sudah pernah menggambar,” terang Susatyo seperti dikutip
dari KompasTV, Sabtu.

Selain itu, dalam catatan yang ditemukan polisi, ada salah satu tulisan sebuah
opsi yang ditulis oleh pelaku. Yakni, ‘mau siksa baby? dengan senang hati, atau
tidak tega’. Tak hanya itu, pelaku juga menuliskan catatan dalam papan tulis yang
berisikan rasa kekecewaannya terhadap keluarga. Mengutip dari WartaKotaLive,
dalam papan tulis yang berisikan curatan itu, pelaku menulis mengenai sang
ayah. Dalam tulisan itu tertulis, ‘I want to see grave mya dad tomorrow. I will try to
laugh see my dad is death, gone forever’. Pihaknya pun masih akan mendalami
keterangan dari para orangtua, yang yang sudah bercerai dan APA tinggal bersama
ayah kandungnya dan ibu tirinya,”

Fakta terbaru muncul dari perkembangan kasus pembunuhan yang dilakukan


oleh NF (15) terhadap bocah berinisial APA (5) di Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Dari pemeriksaan tim medis, saat ini NF sedang hamil dengan usia kandungan 14
minggu. NF yang membunuh bocah APA dengan keji tersebut ternyata merupakan
seorang korban kekerasan seksual. Ia diperkosa oleh tiga orang terdekatnya
hingga hamil.
(Dari berbagai sumber).

C. EVALUASI
Presentasikan analisa peserta terhadap kasus 2 terhadap rekan kerja
atau peserta lainnya, dan sempurnakan analisisnya dengan masukan dan sudut
pandang peserta lainya terhadap kasus 2 tersebut.

D. EVALUASI
Berdasarkan riwayat kasus NF, peserta diharapkan dapat menjelaskan
faktor-faktor perkembangan, keluarga, lingkungan dan sebab delinkuensi NF.
Peserta dapat mencermati beberapa aspek penting sebagai berikut :

94
94 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
a) Ciri perkembangan psikososial NF sesuai usianya

b) Pengalaman individual sebagai korban kekerasan

c) Bentuk pola asuh dan kondisi patogenik keluarga yang dialami NF

d) Interaksi NF dengan lingkungan sosial dan akses media yang mempengaruhi


perilaku pidananya

e) Ciri, jenis dan sebab delinkuensi berdasarkan salah satu teori delinkuensi

E. TINDAK LANJUT DAN UMPAN BALIK


Jika peserta telah mampu menjelaskan dua kasus pidana pada bab ini, maka
peserta dapat memperkuat kemampuan analisis perkembangan anak ini dengan
menganalisis kasus anak lainnya dengan jenis pidana yang berbeda.

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 95


BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Modul Perkembangan anak Dan delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
ini membahas Kehidupan seputar anak dan remaja, dimulai dari perkembangan
anak dan remaja dalam periodisasi perkembangan maupun secara secara
psikososial.

Selanjutnya Bagaimana keluarga dengan pola asuh dan lingkungan


serta gender mempengaruhi perilaku anak, serta mengapa anak dan remaja
mengembangkan perilaku delinkuen dengan membahas faktor penyebab
delinkuen, Peranan Keluarga dan lingkungan Terhadap Terbentuknya Perilaku
Delinkuensi. Didalam Materi Delinkuen juga dibahas tentang Penyalah gunaan
narkoba/ Psikotropika Dalam Perkembangan Anak dan Remaja serta dampak
perilaku delinkuen yang mengarah kepada perilakum kriminal.

B. TINDAK LANJUT
Materi Perkembangan Anak dan Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
dalam Diklat Sistem Peradilan Pidana Anak mencakup bahasan yang sangat
luas . Apa yang telah diuraikan dari Bab I sampai Bab IV dalam modul ini, baru
memberikan sedikit gambaran tentang apa dan bagaimana Perkembangan Anak
dan Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan, masih banyak aspek-aspek dan
bahasan-bahasan yang belum disampaikan dalam modul ini.

Oleh karena itu untuk lebih memahami tentang Perkembangan Anak


dan Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan ini, peserta dianjurkan untuk
mempelajari antara lain :

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 97


· Bahan bacaan yang telah digunakan untuk menulis modul ini, yang menjadi
referensi pembuatan modul ini.

· Referensi lainnya yang berkaitan dengan bahasan tentang Perkembangan


Anak dan Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan.

98
98 Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

Cherry, Kendra. 2021. Erik Erikson’s Stages of Psychosocial Development. Diakses


3 November 2021. https://www.verywellmind.com/erik-eriksons-stages-of-
psychosocial-development-2795740

Clinnard Marshall B, Robert F. Meier. 1989. Sociology of deviant behavior. Hold,


Rinehart and Winston, Inc. Forth Worth

Cortes, Juan B., Florence M. Gatti. 1972. Delinquency and crime a biopsychosocial
approach. Seminar Press. New York.

Dagun, Save. M, 1990. Psikologi Keluarga. Rineka Cipta, Jakarta.

Dahlan, Ahmad . 2014. Pengertian Pola Asuh Anak Dalam Keluarga. Diakses 22
Oktober 22, 2021, http://www.wawasanpendidikan.com/ 2014/10/pengertian-
pola-asuh-anak-dalam.html

Danny I. Yatim-Irwanto, 1991, Kepribadian Keluarga Narkotika, Jakarta : Arcan

Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. 2005

Elizabeth B. Hurlock, 1990, Perkembangan Anak/Child Development, Terj.


Meitasari Tjandrasa, Jakarta : Erlangga

Hirschi, Travis,1990, Juvenille Delinkuensi, Causes Of Delinquency, Berkeley;


University Of California

Hollin, Clive. R. 1989. Psychology and crime, an introduction to criminological


psychology. Routledge, New York

Hurlock, Eizabeth. 1991. Psikologi Perkembangan,Terj.Istiwidayanti dkk. Erlangga.


Jakarta

Kartono, Kartini, 1992. Patologi II Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 99


Kratcoski, P.C., Lucille D. K., Peter C. K. 2020. Juvenile Delinquency : Theory,
Research, and the Juvenile Justice Process. Springer Nature Switzerland
AG.

Mangku, Made Pastika, Mudji Waluyo, Arief Sumarwoto, dan Ulani Yunus, 2007.
pecegahan Narkoba Sejak Usia Dini. Jakarta: Badan Narkotika Nasional
Republik Indonesia

Nurjan, Syarifan.(2019). Perilaku Delinkuensi Remaja Muslim. Yogyakarta :


Penerbit Samudra Biru

Perkembangan Psikologis Remaja. Diakses 4 Juni 2021 http://belajarpsikologi.


com/ perkembangan-psikologis-remaja

Sarnoff A. Mednick, Barry Hutchings. 1978. “Genetic and psychophysiological


factors in asocial behavior”. Journal of the American Academy of Child
Psychiatry, Volume 17, Issue 2, 209-223, https://doi.org/10.1016/S0002-
7138(10)60087-8. https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/
S0002713810600878

Sarwono, Sarlito W. (1989). Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Savitz, Norman Johnston. 1970. The Sociology of Crime and Delinquency. John
Willey & Sons, Inc. New York

Shaw,Clifford And Henry H Mckay ,1931, Juvenille Delinkuency in Urban Areas,


Chichago University Of Chichago Press (AS).

Sofyan, Ahmadi, 2007. Narkoba Mengincar Anak Anda Panduan bagi Orang tua,
Guru, dan Badan Narkotika dalam Penanggulangan Bahaya Narkoba di
Kalangan Remaja. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Supratiknya, A,. 1995. Mengenal Perilaku Abnormal, Kanisius, Jogjakarta

Theresia S. Indira. 2009. Pola Asuh Penuh Cinta. http://www.polaasuhpenuhcinta.


com. Diakses pada tanggal 8 April 2020
GLOSARIUM

Anak berkonlik dengan hukum Anak adalah anak berusia 12-18 tahun dan belum
menikah yang diduga, disangka, didakwa, atau dinyatakan
terbukti bersalah melanggar hukum pidana, dan memerlukan
perlindungan

Delinkuensi adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan


menyimpang, melanggar aturan atau norma yang berlaku
yang menimbulkan keresahan masyarakat, sekolah maupun
keluarga dan dapat mengakibatkan kerugian serta kerusakan
baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.

Ekologi adalah teori yang berfokus utama pada konteks sosial di mana anak tinggal
dan orang-orang yang memengaruhi perkembangan anak
dengan lima sistem lingkungan yaitu mikrosistem, mesosistem,
eksosistem, makrosistem, dan kronosistem

Keluarga patogenik adalah yaitu pola asuh dan komunikasi anggota keluarga
yang buruk dan dapat menyebabkan anak menjadi memiliki
pola perilaku yang menyimpang

Perkembangan adalah serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai


akibat dari proses kematangan dan pengalama

Pola asuh adalah cara orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing,
dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai
proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan
norma-norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 101


Psikososial Psikososial (Psychosocial) adalah hubungan antara kesehatan
mental atau emosional seseorang dengan kondisi sosialnya

Remaja adalah periode perkembangan 10-18 tahun yang mengalami pertumbuhan


dan perkembangan fisik (termasuk organ reproduksi), psikologis
maupun intelektual

Social bond theory adalah teori yang menyatakan perilaku penyimpangan


merupakan hasil dari kekosongan kontrol atau pengendalian
sosial

Subculture adalah gejala budaya dalam masyarakat industri maju yang umumnya
terbentuk berdasarkan usia dan kelas
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Imaduddin Hamzah. Lahir di Tangerang 4 Desember 1972. Menyelesaikan


pendidikan S1 Psikologi, S2 Kriminologi dan Program Doktor Psikologi dari
Universitas Indonesia. Saat ini bekerja sebagai dosen psikologi pada Politeknik Ilmu
Pemasyarakatan. Sejumlah buku dan artikel ilmiah yang ditulisnya berfokus pada
kesehatan mental, psikologi klinis dan kepribadian dalam konteks Pemasyarakatan.
Sebelumnya, ia bertugas sebagai psikolog pada Lembaga Pemasyarakatan klas.
I Tangerang. Dalam bidang pelatihan, ia banyak berkecimpung dalam kegiatan
pelatihan peradilan pidana anak, penyusunan modul, pelatihan pengasuhan anak
di Lembaga Pembinaan Khusus Anak.

Dede Erni Kartikawati. Lahir di Tasikmalaya, 5 Oktober 1965. Menyelesaikan


pendidikan S1 bidang Kesejahteraan Sosial, dan S2 Psikologi Kriminal
Universitas Indonesia. Saat ini bekerja sebagai widyaiswara madya pada Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM. Sebelunya, ia bekerja
sebagai pembina di Lembaga Pemasyarakatan Klas. I Cipinang. Sejumlah
karya tulis dan modul yang ditulisnya banyak membahas tentang psikologi,
perkembangan anak, konseling, teknik penggalian informasi, peradilan anak dan
pemasyarakatan. Di bidang pelatihan, ia banyak berkecimpung dalam kegiatan
pelatihan peradilan pidana anak, penyusunan modul, pelatihan bagi Pembimbing
Kemasyarakatan, konseling, manajemen konflik, mindsetting dan pelatihan teknik
lainnya di bidang pemasyarakatan.

Perkembangan Anak Delinkuen, Peran Keluarga dan Lingkungan 103

Anda mungkin juga menyukai