Anda di halaman 1dari 19

1

1. Judul Usulan Penelitian

RUANG LINGKUP KEWENANGAN PERLINDUNGAN ANAK OLEH

LEMBAGA NEGARA YANG BERWENANG ANTARA KPAI DENGAN UNIT

PPA POLRI

2. Latar Belakang

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 Pasal 1 Ayat 3 yang berbunyi ‘Negara Indonesia adalah Negara Hukum’.

Sehingga berdasarkan dasar diatas segala tindakan dan perbuatan baik itu oleh

masyarakat sipil maupun pejabat berwenang segalanya dilandasi oleh aturan hukum

yang berlaku di indonesia. Hal itu karena dalam konsep Negara Hukum tersebut,

diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan

kenegaraan adalah hukum, bukan politik maupun ekonomi.1

Bahkan menurut Arief Sidharta, Scheltema, merumuskan pandangannya tentang

unsur-unsur dan asas-asas negara hukum itu secara baru yaitu salah satunya sebagai

berikut Pengakuan, penghormatan, dan perlindungan hak asasi manusia yang berakar

dalam penghormatan atas martabat manusia (human dignity). 2

Sehingga dalam praktek bernegara dan berperintahan, pembagian kekusaan dalam

negara (sharing of power) merupakan satu hal yang tak terelakan, bahkan pembagian

kekuasaan itu tak dapat dipisahkan dengan esensi hidup bernegara atau tujuan

didirikannya negara. Dikaitkan dengan sistem ketatanegaraan Indonesia pembagian

kekuasan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan bagian integral dari hakikat hidup

berbangsa dan bernegara yang berdasarkan hukum demokrasi dan keadilan.

1
Jimly Asshidiqie.2007, Pokok-pokok Hukum Tata Negara, Jakarta, hlm.297. Lihat juga dalam B/ Arief
Sidharta. November 2004, Kajian Kefilsafatan Tentang Negara Hukum, dalam Jentera Jurnal Hukum Fule Of
Law, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHk), Jakarta, Edisi 3 Tahun II, hlm 124-125.
2
Ibid.hlm. 368.
2

Salah satunya perlindungan anak, serupa juga tidak bisa dipisahkan dari

“Konvensi Hak Anak” atau lebih lanjutnya disebut sebagai KHA, karena Konvensi

Hak Anak (KHA) merupakan bagian (integral) dari instrumen internasional di bidang

HAM.3

Bahkan tujuan akhir Konvensi Hak Anak (KHA) adalah untuk menegakkan

prinsip-prinsip pengakuan atas martabat yang melekat dan hak-hak yang sama pada

manusia, terutama anak-anak.4 Sehingga salah satunya dalam menajalankan fungsi

perlindungan Hak Asasi Manusian (HAM) pada anak sebagai sebuah amanat yang

terkandung dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Repulik Indonesia Tahun

1945 sebagai Negara Hukum dalam menjalankan cita cita penegakan Hak Asasi

Manusia (HAM).

Maka pada tahun 2002 lahirlah Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perindungan Anak yang telah mengalami perubahan menjadi Undang-Undang

(UU) Nomor 35 Tahun 2014.

Demikian Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak sebagaimana telah diubah Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014, pada

pasal 74 dijelaskan bahwa dalam rangka meningkatkan efektifitas pengawasan

penyelenggaran pemenuhan hak anak, dengan Undang-Undang (UU) ini dibentuk

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang bersifat independen.5

Dari penjelasan di atas tentunya penyelenggaraan perlindungan anak dilakukan

oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) secara kelembagaan yang bersifat

independen. Namun disisin lain sifat independen Komisi Perlindungan Anak Indonesia

(KPAI) dalam penyelenggaraan perlindungan anak di Iindonesia masih mendapat

3
Laurensius Arliman S, 2018. Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia Untuk Mewujudkan
Perlindungan Anak, dalam Jurnal Hukum Respublica, Vol. 17, No. 2, hlm. 193 - 214
4
Harla Sara Octarra, dkk, 2010. Manual Sosialisasi Konvensi Hak-Hak Anak, Jakarta: Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia dengan Yayasan Arti, hlm. 36-39.
5
Lihat https://www.kpai.go.id/profil, Pukul: 16.00 WIB, Kamis, 12 Agustus 2021.
3

campur tangan (tumpang tindih kewenangan) oleh Kepolisian Republik Indonesia

(KAPOLRI).

Hal tersebut terlihat pada peraturan Kepolisian Republik Indonesia (KAPOLRI)

Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Strukrur Kerja Unit Perlindungan

Anak dilingkung Polisi Republik Indonesia (POLRI) sehingga terbentuklah Unit

(PPA) Pelayanan Perempuan dan Anak salah satunya sebagai penyelenggara

perlindungan anak. Sehingga tentu Unit (PPA) Pelayanan Perempuan dan Anak yang

diinsiasi oleh kelembagan Polisi Republik Indonesia (POLRI).

Unit (PPA) Pelayanan Perempuan dan Anak merupakan salah satu institusi yang

bertanggung jawab atas tegaknya hukum, Unit (PPA) Pelayan Perempuan dan Anak

dituntut peran sertanya dalam mendukung terwujudnya perlindungan serta

penanggulangan tindak pidana kekerasan terhadap anak, oleh sebab itu pemerintah

telah mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perlindungan Anak dan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.6

Berbeda dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang didasari oleh

Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 61 Tahun 2016 tentang Komisi Perlindungan

Anak Indonesia.

Sehingga dari penjelasaan diatas dalam hal ini dengan contoh unit (PPA)

Pelayanan Perempuan dan Anak yang diinisiasi oleh kelembagaan Polisi Republik

Indonesia (POLRI) dan Komisi Perlindungan Indonesia (KPAI) tentu patut

dipertanyakan antara dua kelembagaan pendukung tersebut mana yang lebih efektif

dalam menjalankan dan meneyeleggarakan fungsi perlindung anak.

6
Rudi Kurniawan* & Cut Dilla Hogandria. Optimalisasi Pelayanan Kepolisian Dalam Menangani
Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak, dalam jurnal Humanis, Sekolah Tinggi Ilmu
Administrasi Nasional, ISSN: 2460-8476, hlm.33
4

Terlebih lagi dari segi fungsi berdasarkan Peraturan Kepala Polisi Republik

Indonesia (KAPOLRI) Nomor 10 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Strukrur Kerja

Unit Pelayanan Perempuan dan Anak di Lingkungan Kepolisian Republik Indonesia

(KAPOLRI) pada Pasal 6 Ayat 3 yang berbunyi Lingkup tugas Unit (PPA) Pelayanan

Perempuan dan Anak meliputi tindak pidana terhandap perempuan dan anak, :

perdangan orang (human trafficking), penyelundupan manusia (people smuggling),

kekerasan (secara umum maupun dalam rumah tangga), susila (perkosaan, pelecehan,

cabul), vice (perjudian dan prostitusi), adopsi ilegal, pornografi dan pornoaksi, money

laundering, dari hasil kejahatan tersebut di atas, masalah perlindungan anak (sebagai

korban/tersangka), pelindungan korban, saksi, keluarga dan teman serta kasus-kasus

lain dimana pelakunya adalah perempuan dan anak.

Hal tersebut jelas menunjukkan jika Unit (PPA) Pelayanan Perempuan dan Anak

Kepolisian Republik Indonesia (KAPOLRI), memiliki peran yang serupa dengan

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Hal tersebut semakin terlihat dari

ruang lingkup tugas Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada Peraturan

Presiden (PERPRES) Nomor 61 Tahun 2016 tentang Komisi Perlindungan Anak

Indonesia (KPAI) pada Pasal 3 poin a sampai g, yang berbunyi,

a) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan hak-

hak anak;

b) Memberikan masukan dan usulann dalam perumusan kebijakan tentang

penyelenggaran perlindungan anak;

c) Mengumpulkan data dan informasi mengenai perlindungan anak;

d) Menerima dan melakukan penelaahan atas pengaduan masyarakat mengenai

pelanggaran hak anak;

e) Melakukan mediasi atas sengketa pelanggaran hak anak;


5

f) Melakukan kerjasama dengan lembaga yang dibentuk masyarakat dibidang

pelindungan anak; dan

g) Memberikan laporan kepada pihak berwajib tentang adanya dugaan pelanggaran

terhadap Undang-Undang (UU) tentang Perlindungan Anak.

Sehingga Unit (PPA) Pelayanan Perempuan dan Anak Polisi Republik

Indonesia (POLRI) dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), apabila

dilihat dari ruang linngkup yang ada tentu memiliki kesamaan fungsi dan kewenangan.

Bahkan menurut Bagir Manan, dalam pengertian ketatanegaraan lembaga

negara atau alat-alat perlengkapan negara hanya terbatas pada organ negara yang

menjadi unsur organisasi negara yang bertindak untuk dan atas nama negara. Maka

untuk mengetahui apakah suatu lembaga bertindak untuk dan atas nama negara atau

sebaliknya, selanjutnya ditentukan oleh tugas dan wewenang yang terdapat dalam

aturan substantif lembaga dimaksud.7

Selain itu Jimly Asshiddiqie melihat dengan teori tentang norma sumber

legitimasi, yaitu: Apa bentuk norma hukum yang menjadi sumber atau yang

memberikan kewenangan kepada Lembaga Negara itu berkait dengan siapa yang

merupakan sumber atau pemberi kewenangan terhadap Lembaga Negara yang

bersangkutan.8

Bahkan menurut  Enny Nurbaningsih terlebih jika lembaga-lembaga tersebut

kemudian saling bertumpang tindih dalam melaksanakan tugas dan fungsinya maka

tujuan pembentukan lembaga tidak akan optimal yang pada akhirnya bermuara pada

pemborosan keuangan Negara.9


7
Muhtadi, Lembaga Negara : makna, kedudukan dan relasi, dalam Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum,
Vol 7 No. 3, Sept. – Des. 2013, hlm. 262-263. Lihat juga dalam Bagir Manan, Hubungan Ketatanegaraan
Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi dengan Komisi Yudisial (Suatu Pertanyaan?), Varia Peradilan
Majalah Hukum Tahun ke XXI Nomor 244, Maret, IKAHI, Jakarta, 2006, hlm. 5.
8
Ibid.hlm.264. Lihat juga dalam Jimly Asshiddiqie, 2006. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
Negara Pasca Reformasi, Konstitusi Press, Jakarta, hlm. 50.
9
Lihat: https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=16368&menu=2#, pada 2 Juni 2021, Pukul 19:30
WIB.
6

Tak hanya kelembagaan di Pemerintah Pusat tetapi, pembentukan kelembagaan

apapun di daerah harus merujuk pada seluruh regulasi yang terkait dengan

pembentukan lembaga, organ atau perangkat di daerah agar tidak terjadi proliferasi

kelembagaan10

Demikian penulis berkeyakinan untuk lebih lanjut meneliti ruang lingkup

kewenangan antara Komisi Perlindungan Anak Indonesia dengan Unit Pelayanan

Perempuan dan Anak (PPA) Polri. Hal ini didasari atas kegelisahan tentang

kewenangan yang tumpang tindih. Serta menelaah regulasi kewenangan Perlindungan

Anak antara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dengan Unit PPA

(Pelayanan Perempunan Anak) Polri.

Disisi lain juga dinilai sangat peting meninjau kembali lembaga negara yang

paling berwenang dalam penyelenggaran perlindungan anak berdasarkan teori

kewenangan dan regulasi secara konseptual. Terlebih mengetahui dimensi ruang

lingkup batasan penyelenggaran kewenangan perlindungan anak antara Unit

Pelayanan Perempunan dan Anak (PPA) Polri dengan Komisi Perlindungan Anak

Indonesia (KPAI). Sehingga penulis merumuskan peneliutian dengan judul :

RUANG LINGKUP KEWENANGAN PERLINDUNGAN ANAK ANTARA

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA DENGAN UNIT

PELAYANAN PEREMPUANAN DAN ANAK POLRI

3. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kewenangan Perlindungan Anak terhadap lembaga negara antara kpai

dengan unit ppa polri ?

2. Manakah lembaga negara yang paling berwernang dalam penyelenggaran

kewenangan perlindungan anak berdasarkan teori kewenangan ?


10
Ibid.
7

4. Tujuan

a. Untuk mengetahui bagaimana regulasi kewenangan Perlindungan Anak Indonesia

dalam perlidungan anak.

b. Mengetahui ruang lingkup batasan penyelenggaraan kewenangan pelindungan

anak oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Unit (PPA)

Pelayanan Perempuan dan Anak Polisi Republik Indonesia (POLRI) ditinjau

berdasarkan teori kewenangan dan teori fungsi.

5. Manfaat

a. Peneliti dapat memahami Ruang Lingkup Kewenangan Perlindungan Anak Antara

Komisi Perlindungan Anak Indonesia Dengan Unit Pelayanan Perempuanan Dan

Anak Polri.

b. Sebagai referensi lembaga-lembaga terkait dalam memajukan jalannya

pelaksanaan tugas dan kewenangannya.

c. Diharapkan sebagai referensi pengetahuan di Universitas Bangka Belitung

d. Diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dan negara Indonesia.

6. Landasan Teori

a. Teori Kewenangan

Kewenangan organ/badan dan atau pejabat pemerintah dibatasi masa atau

tenggang waktu kewenangan. Wewenang badan dan pejabat pemerintah dibatasi

oleh wilayah atau daerah berlakunya wewenang . kewenangan organ/badan dan

atau pejabat pemerintah dibatasi lingkupbidang atau materi kewenangan.

Wewenang organ/badan dan atau pejabat pemerintah dibatasi oleh masa dan

tenggang waktu wewenang.11

11
Moh Gandara, Kewenangan Atribusi, Delegasi dan Mandat, dalam jurnal khazanah hukum, Vol. 2
No. 3: 92-99, 2020, hlm.95.
8

Philipus M. Hadjon pada bukunya, menyebutkan bahwa wewenang berarti

kewenangan untuk membuat keputusan yang dapat diperoleh dengan dua cara

yaitu dengan atribusi dan delegasi.12 Namun pada dasarnya wewenang yang

dimiliki lembaga–lembaga negara dapat diperoleh secara atribusi, delegasi,

maupun mandat.13

b. Teori Fungsi

Fungsi tidak akan tercapai jika aktifitas yang dilakukan dalam kerangka tugas

tidak mengarah pada fungsi. Karena itu, perlu ada standar-standar operasional

pelaksanaan. Standar operasional tersebut diakomodasi dalam rumusan hukum

sebagai kewajiban yang dibebankan kepada pelaksana, yang utamanya bersifat

intern.14

7. Landasan Konseptual

a. Pengertian Hukum Tata Negara

Menurut Paul Scholten, hukum tata negara itu tidak lain adalah het recht dat

regelt de staatsorganisatie, atau hukum yang mengatur mengenai organisasi

negara. Dengan rumusan demikian, Scholten hanya menekankan perbedaan antara

organisasi negara dari organisasi non-negara, seperti gereja dan lain-lain. Scholten

sengaja membedakan antara hukum tata negara dalam arti sempit sebagai hukum

organisasi negara di satu pihak dengan hukum gereja dan hukum perkumpulan

perdata di pihak lain dengan kenyataan bahwa kedua jenis hukum yang terakhir itu

12
Made Nurmawati, I Nengah Suantra, Luh Gde Astaryani, 2017. Hukum Lembaga Negara, Fakultas
Hukum UNUD, Denpasar, hlm 40. Lihat Juga dalam Philipus M. Hadjon, 1993, Pengantar Hukum Administrasi
Indonesia ( Introduction to the Indonesian Administrative Law ), Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Selanjutnya disebut Philipus M. Hadjon 2, hlm. 128.
13
Ibid. hlm. 41. Lihat juga dalam atiek Sri Djatmiati, 2003, Prinsip Izin Usaha Industri Di Indonesia,
Universitas Airlangga, Surabaya. hlm.63.
14
Ibid. hlm. 41. Harjono, 2004. Kedudukan dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Sistem
Ketatanegaraan Indonesia, dalam Firmansyah Arifin dkk, 2004; Hukum dan Kuasa Konstitusi: Catatan-catatan
untuk Pembahasan Rancangan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, Cetakan I, Konsorsium Reformasi
Hukum Nasional (KRHN), Jakarta. Selanjutnya disebut Firmansyah Arifin dkk. 2, hlm. 27 – 29.
9

tidak memancarkan otoritas yang berdiri sendiri, melainkan suatu otoritas yang

berasal dari negara.15

b. Pengertian Lembaga Negara

G. Jellinek mengemukakan dua jenis organ negara, yaitu organ negara yang

langsung (unmittebar organ) dan organ negara yang tidak langsung (mittebar

organ). Kriteria yang digunakan untuk membedakan dua jenis organ negara

tersebut yaitu ditentukan langsung atau tidaknya pembentukan organ negara

tersebut dalam konstitusi. Organ negara yang langsung ditentukan keberadaannya

dalam konstitusi dan menentukan keberadaan negara, sedangkan organ negara

tidak langsung keberadaannya bergantung pada organ negara yang langsung.16

Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa “pengertian tentang lembaga negara

tidak dapat dibatasi hanya kepada lembaga-lembaga negara dalam pengertian yang

lazim.5 Tetapi meliputi pula lembaga negara dalam arti yang luas, yaitu “lembaga

apa saja yang bukan termasuk katagori lembaga masyarakat (institutions of civil

society) ataupun badan-badan usaha (market institutions).17

c. Pengertian Kewenangan

Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum tata negara

dan hukum administrasi. Begitu pentingnya kedudukan kewenangan ini sehingga

15
Jimly Asshidiqie, 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid 1, Sekretariat Jendral dan
Kepanitraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, hlm. 25-26. Lihat juga dalam Asser-Scholten, “Algemen Deel”,
cetakan kedua, 1934, hlm. 42 dalam J.H.A Logeman, Over de theorie van Eeen Stallig Staatsrecht (1948),
diterjemahkan menjadi Tentang Teori Suatu Hukum Tata Negara Positif; (Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve,
1975), hlm. 88.
16
Made Nurmawati, I Nengah Suantara, Luh Gde Astaryani, 2017. Hukum Lembaga Negara, Fakultas
Hukum UNUD, Denpasar, hlm 4. Lihat juga dalam Padmo Wahyono, 2003; Ilmu Negara, Indo Hil. Co, Jakarta:
hlm. 222.
17
Ibid. hlm. 5. Lihat juga dalam Jimly AsshiddiqiE, 2005; Sengketa Kewenangan Antarlembaga
Negara, Cetakan Pertama, Konstitusi Press, Jakarta: hlm. 31.
10

F.A.M Stroink dan J.G. Steenbek menyebutnya sebagai konsep inti dalam

hukum tata negara dan hukum administrasi.18

Menurut Indroharto (1993) di dalam bukunya menjelaskan yaitu bahwa

rumusan berdasarkan peraturan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

selain mengandung makna untuk keabsahan (legalitas) dari setiap kewenangan

pemerintah yang dijalankan oleh organ/badan atau pejabat tata usaha negara juga

menunjukan bahwa kewenangan pemerintah berasal dari peraturan perundang-

undangan yang berlaku saja.19

d. Lembaga Kepolisian Republik Indonesia (POLRI)

Lembaga Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) lemabaga kepolisian adalah

kepolisisan nasional yang terpusat di markas besar, sedangkan pelaksanaan tugas

dan wewenangnya terkonsep pembagian daerah hukum, dengan demikian

hubungan kepolisian di tingkat pusat (Mabes Polri) dengan kepolisian tingkat

daerah (Polda) menganut administrasi dan sentralisasi tercermin pada sistem

pengangkatan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) dan Kepala Kepolisian

Wilayah (Kapolwil) serta kenaikan pangkat tertentu yang menjadi otoritas Mabes

Polri, pelaporan atas tanggung jawab penyelenggaraan kepolisian ditingkat daerah,

distrubusi saran dan prasarana serta anggaran, sedangkan desentralisasi terscermin

dari adanya pembagian daerah hukum, pengoperasian anggaran dan pendelegasian

wewenang terbatas20.

18
Ali Marwan HSB, Evlyn Martha Julianthi, 2018. Pelaksanaan Kewenangan Atribusi Pemerintahan
Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Dalam Jurnal
Legislasi Indonesia, Vol 15 No 2, hlm. 2. Lihar juga dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta:
Rajawali Pers, 2006, hlm. 101
19
Indroharto, Author, 1993. Usaha Memahami Undang-Undang Tentang peradilan Usaha Negara,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm 90.
20
Bagus Inda Kade Danendra, 2012, Kedudukan dan fungsi kepolisian dalam struktur organisasi
negara republik Indonesia, Jakarta hlm 44 lihat juga Litvack , Seddon dalam Sadu Wasistiono,Kapita Selekta
Managemen Pemerintahan Daerah,Fokusmedia, Cet. Ke-empat, Bandung, 2003, hlm. l7-18
11

Desentralisasi administrasi yang dimaksud adalah transfer kegiatan atau

aktivitas pemerintahan pusat kepada pejabat-pejabat ditingkat daerah dengan

tujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dapat lebih efektif dan efesien.

Demikian halnya penjenjangan organisasi kepolisian tingkat Mabes Polri kepada

Polda adalah merupakan transfer aktivitas atau kewenangan yang telah dipilih dan

dipilah oleh pusat (Mabes) untuk dilaksanakan oleh jenjang organisasi

dibawahnya, yakni Polda dan berjenjang ketingkat Polwil sampai Polres.

Kedudukan Kepolisian tidak diatur secara jelas dan tegas dalam UUD 1945, lain

halnya dengan Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkata Udara yang di atur

dengan secara tegas dalam pasal 10 UUD 1945, yakni “Presiden memegang

kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkata Laut, dan Angkata Udara”.

Akan tetapi ketentuan dalam pasal 30 ayat (5) UUD 1945 mensyaratkan adanya

tindak lanjut pembentukan Undang-Undang yang mengatur tentang susunan dan

kedudukan, hubungan kewenangan Polri dalam menjalankan tugasnya21.

Secara filosofis, bahwa eksistensi fungsi kepolisian telah ada sebelum

dibentuknya organ kepolisian, karena fungsi kepolisian melekat pada kehidupan

manusia, yakni menciptakan rasa aman, tentram dan tertib dalam kehidupan sehari-

harinya. Secara teoritis bahwa kepolisian sebagai alat negara yang menjalankan

salah satu fungsi pemerintahan bidang keamanan dan ketertiban masyarakat.

Secara yuridis, bahwa wewenang kepolisian diperoleh secara atributif, kerena

tugas dan wewenang penyelenggaraan kepolisian telah diatur dan bersumber padad

kostitusi, yakni di atur dalam pasal 30 ayat (4) UUD 1945, walaupun tindak

lanjutnya perlu di atur dalam undang-undang22.

21
Ibid. hlm. 47 lihat juga Soewoto Mutyosudarmo,Pembaharuan Ketatanegaraan Melalui Perubahan
Konstitusi,Assosiasi Pengajar HTN dan HAN Jawa Timur dan In-Trans, Malang,2004, hlm. 7
22
Ibid.hlm. 49 Lihat juga Sadjijono,Fungsi Kepolisian Dalam Pelaksanaan Good Governance,
Laksbang, edisi-ke satu, Yogyakarta, 2005, hlm. 323-324
12

e. Komisi Perlindungan Anak Indonesia

Menurut pandangan Ahmad Kamil Perlindungan Anak merupakan

pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara yang

merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus demi

terlindunginya hak-hak anak.23

Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yaitu sejak dari

janin dalam kandungan sampai anak berusia delapan belas tahun. Bertitik tolak

pada konsep perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensip, maka

Undangundang tersebut meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada

anak berdasarkan asas-asas Nondikriminasi, asas kepentingan yang terbaik untuk

anak, asas hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, serta asas

penghargaan terhadap pandangan/pendapat anak. Perlindungan anak dapat

dibedakan dalam 2 (dua) bagian yaitu: a. Perlindungan anak yang bersifat yuridis,

yang meliputi: perlindungan dalam bidang hukum publik dan dalam bidang hukum

keperdataan. b. Perlindungan anak yang bersifat non yuridis, meliputi:

perlindungan dalam bidang sosial, bidang kesehatan, bidang pendidikan.24

Negara sebagai organisasi tertinggi dan terkuat juga memiliki andil yang besar

dalam melindungi hak-hak anak yang diwujudkan dengan mengeluarkan

peraturanperaturan tentang pemberian perlindungan terhadap anak sehingga ada

jaminan hukum bagi kegiatan perlindungan anak yang nantinya berdampak pada

kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan dalam

pelaksanaan perlindungan anak. Tindakan perlindungan terhadap anak yang

23
Rini Fitriani, 2016. Peranan penyelenggaraan perlindungan anak dalam melindungi dan memenuhi
hak anak, Fakultas Hukum Universitas Samudra, Meurandeh, Langsa-Aceh. Dalam jurnal hukum samudra
keadilan, vol 11 no 2, hlm 253. Lihat juga dalam Ahmad Kamil dan Fauzan.Hukum Perlindungan dan
Pengangkatan Anak di Indonesia. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta 2008. hlm 5.
24
Ibid.
13

dilaksanakan oleh pemerintah merupakan bagian dari tujuan negara yaitu untuk

melindungi bangsa dan negara serta demi kesejahteraan umum.25

8. Metode Penelitian

Secara etimologis metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau

mengerjakan sesuatu, pengertian ini diambil dari istilah Yunani,”methodos” yang

artinya “jalan menuju”. Bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode merupakan titik

awal menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang pengetahuan tertentu.26

1. Jenis Penelitian

Jenis penilitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yaitu

penelitian yang dilakukan dengan mengacu pada norma-norma hukum yang

terdapat pada peraturan perundang-undangan dan keputusan penagdilan serta

norma-norma yang berlaku di masyarakat. Pada intinya penelitian hukum adalah

suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun

doktrin-doktrin untuk menjawab permasalahan yang dihadapi. Penelitian hukum

dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai

perspektif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.27

2. Metode Pendekatan

Pendekatan menurut Van Dyke adalah “An approach consists of criteria of

selection – criteria employed in selecting the problems or questions to consider

and in selecting the data to bring to bear, is consists of standards governing the

inclusion of question and data”. merupakan cara pandang dalam arti lebih luas.

Artinya dalam menelaah suatu persoalan dapat dilakukan berdasarkan atau dengan

memakai sudut pandang dari berbagai cabang ilmu.28

25
Ibid. hlm 254-255.
26
Bahder J Nasution, 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Mandar Maju, Bandung, hlm. 13.
27
Peter Mahmud Marzuki, 2005. Penelitian Hukum. Kencana Media Group, Jakarta, hlm.15
28
Bahder J Nasution, 2008. Op.Cit, hlm.126-127
14

Metode pendekatan dalam skripsi ini adalah pendekatan (coceptual approach)

dan perundang-undangan (statute approach), Pendekatan perundang-undangan

(statute aprroach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi

yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang ditangani.29 Pendekatan

konseptual timbul dari pandangan dan doktrin yang berkembang dalam ilmu

hukum. Dengan menggunakan pendekatan oni penulis akan menemukan ide-ide

yang melahirkan pengertian hukum , konsep hukum, dan asas hukum yang relevan

dengan isu yang dihadapi, serta sebagai patokan dalam membangun suatu

argumentasi hukum dalam memecahkan masalah yang dihadapi.30

Sehingga dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan konseptual

(Conseptual Approach) dan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach)

agar memungkinkan diperoleh jawaban yang diharapkan atas permasalahn. hukum

3. Sumber Data

Jenis penelitia ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka sumber data

yang digunakan berdasarkan pada data sekunder. Adapun data sekunder yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu data hukum sekunder yang berdasaarkan pada

kekuatan pengikatnya yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat mengikat

yang bersifat autoritatif (mempunyai otoritas). Bahan hukum primer meliputi

norma dasar Pancasila, peraturan dasar : Batang Tubuh UUD 1945, ketetapan

MPR sebelumnya, peraturan perundang-undangan, hukum adat, yurisprudensi,

29
Peter Mahmud Marzuki,2008. Op.Cit, hlm.93.
30
Rico Riando, 2018. Implementasi Tugas dan Fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi Sebagai
Independent Agencies Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, dalam Skripsi HTN
15

dan traktat.31 Dari penjelasan diatas, maka bahan hukum primer yang

digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Undang-Undang Dasar (UUD)

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang (UU) Nomor 35

Tahun 2014 tentang perlindungan anak, Peraturan Kepala Polisi Republik

Indonesia (KAPOLRI) Nomor 10 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Strukrur

Kerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak di Lingkungan Kepolisian

Republik Indonesia (KAPOLRI), Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Putusan Nomor

85/PUU-XVII/2009.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

buku-buku yang berkenaan dengan hukum tata negara, buku-buku hukum

lainya, jurnal-jurnal hukum, hasil karya ilmiah para sarjana hukum (seperti

skripsi, tesis, dan disertasi), maupun materi-materi mengenai hukum yang

mendukung kepada proses penelitian ini.32

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan yang memberikan petunjuk dan

penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti

kamus hukum, Ensiklopedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online,

dan lain-lainnya.33

4. Metode Pengumpulan Data

31
J. Supranto, 2003. Metode Penelitian Hukum dan Statistik. Rineka Cipta, Jakarta, hlm.3.
32
Sri Mamudji, et.al.2005. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Depok, hlm.11.
33
Chindra Pratama,2018. Analisis Yuridis Penggunaan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Sitem Ketatanegaraan Indonesia, Dalam
Skripsi HTN. Lihat juga dalam J.Supranto, 2003. Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Citra, Jakrta,
hlm.3.
16

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua teknik yaitu

analisis data setelah data terkumpul, data diolah dengan analisis yakni melakukan

analisis-analisis dan menginterprestasikan data yang telah di peroleh kemudian

merumuskan pernyataan-pernyataan dengan memanfaatkan indeks-indeks hukum

baik cetak maupun elektronik.

5. Metode Analisis Data

Analisis Data yang digunakan adalah analisis data kualitatif, cara pengolahan

dan analisisnya naratif, adalah rangkaian kalimat yang bersifat narasi atau bersifat

menguraikan dan menjelaskan.

9. Orisinilitas Penelitian

NO NAMA JUDUL RUMUSAN METODE

MASALAH

1. Ryan Chandra Optimalisasi 1. Bagaimana usaha Yuridis

Ardhyanto peran KPAI kpai dalam Normatif

sebagai state perlindungan

auxiliary organs terhadap anak

dalam terlantar ?

perlindungan 2. Bagaimana

terhadap anak efektivitas kpai

telantar (UIN) sebagai state

auxiliary organs

pada penangan

kasus pelantaran
17

anak ?

2. Bella Oktavia 1. Bagaimana potret Normatif


Peran Komisi
Kusumawarda data kasus Empiris
Perlindungan
nie eksploitasi tenaga
Anak Indonesia
(Universitas kerja dibawah umur
Dalam
islam negeri dari 2011-2017?
Melindungi Anak
jakarta) 2. Bagaimana peran
Dari Eksploitasi
KPAI didalam
Tenaga Kerja
mengatasi kasus

eksploitasi tenaga

kerja dibawah

umur?

3. Averin Dian Implementasi 1.Bagaimanakah Normatif

Boruna Perlindungan kedudukan KPAI Empiris

Sidauruk Anak Oleh sebagai lembaga negara

(Universitas Komisi independen dalam

Sumatra Perlindungan sistem hukum

Selatan) Anak Indonesia ketatanegaraan

Sebagai Lembaga indonesia?

Negara 2. Bagaimana peran

Independen KPAI dalam

Dalam Sistem mengimplementasikan

Hukum perlindungan anak


18

Ketatanegaraan dindonesia?

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat perbandingan dengan

penelitian yang akan dilakukan dengan judul “Ruang Lingkup Kewenangan

Perlindungan Anak Oleh Lembaga Negara Yang Berwenang Antara KPAI dan Unit

PPA Polri”. Pada penelitian yang telah dilakukan pada tabel nomor 1 (satu) yaitu

mengulas mengenai Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), yang dalam hal ini

memiliki objek penelitian yang sama hanya saja dalam penelitian tabel nomor 1 (satu)

hanya menitik beratkan optimalisasi peran KPAI sebagai state auxiliary organs dalam

perlindungan anak terlantar.

Berbeda lagi pada penelitian yang telah dilakukan pada tabel nomor 2 (dua)

yaitu mengulas mengenai Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang dalam hal ini

memiliki perbedaan objek penelitian hanya saja memiliki kesamaan dalam

mengamnbil pandangan penelitian serta pembahasan penelitian. Begitu pula pada

tabel nomor 3 (tiga) perbedaan rumusan dan jenis penelitian yang dilakukan juga

berbeda.

Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan pada skripsi dengan judul

”Ruang Lingkup Kewenangan Perlindungan Anak Oleh Lembaga Negara Yang

Berwenang Antara KPAI Dengan Unit PPA Polri” mengulas KPAI dengan Unit PPA

Polri terhadap perlindungan anak.

10. Daftar Pustaka

Buku

Bagus Inda Kade Danendra, Kedudukan dan fungsi kepolisian dalam struktur organisasi
negara republik Indonesia, Jakarta 2012.
19

Bahder J Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum. Mandar Maju, Bandung,2008.

Gunawan A. Tauda, Komisi Negara Independen, Genta Press, Yogyakarta, 2012

Harla Sara Octarra, dkk, Manual Sosialisasi Hak Konvensi Hak- Hak, Jakarta: Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia dengan
Yayasan Arti, 2010.

Indroharto,dkk, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang peradilan Usaha Negara,


Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993.

Jimly Asshidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid 1, Sekretariat Jendral dan
Kepanitraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006.

Jimly Asshidiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara, Jakarta, .2007.

Made Nurmawati, I Nengah Suantra, Luh Gde Astaryani, Hukum Lembaga Negara, Fakultas
Hukum UNUD, Denpasar, 2017.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. Kencana Media Group, Jakarta, 2005.

Sri Mamudji, et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Depok, 2005.

Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik. Rineka Cipta, Jakarta, 2003.

Jurnal

Ali Marwan HSB, Evlyn Martha Julianthi, Pelaksanaan Kewenangan Atribusi Pemerintahan
Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah, Dalam Jurnal Legislasi Indonesia, Vol 15 No 2, 2018.

Laurensius Arliman S, Peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia Untuk Mewujudkan


Perlindungan Anak, dalam Jurnal Hukum Respublica, Vol. 17, No. 2, 2018.

Rini Fitriani, Peranan penyelenggaraan perlindungan anak dalam melindungi dan memenuhi
hak anak, Fakultas Hukum Universitas Samudra, Meurandeh, Langsa-Aceh. Dalam
jurnal hukum samudra keadilan, vol 11 no 2, 2016.

Moh Gandara, Kewenangan Atribusi, Delegasi dan Mandat, dalam jurnal khazanah hukum,
Vol. 2 No. 3: 92-99, 2020.

Muhtadi, Lembaga Negara : makna, kedudukan dan relasi, dalam Fiat Justitia Jurnal Ilmu
Hukum, Vol 7 No. 3, Sept. – Des. 2013.

Rudi Kurniawan & Cut Dilla Hogandria. Optimalisasi Pelayanan Kepolisian Dalam
Menangani Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak, dalam jurnal
Humanis, Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Nasional, ISSN: 2460-8476.

Anda mungkin juga menyukai