Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG

ANALISA PASAL 81 UNDANG-UNDANG No. 35 TAHUN 2014

Kelompok 2

Disusun oleh:
1. Herwina Ratrining Jati (11000118140392)
2. Bernika Nadia S. (11000118130398)
3. Emirza Rajendra (11000118130414)
4. Indrawan Sulaeman (11000118140362)
5. Mohammad Irfany Rifki K. ( 11000118130436)
6. Raden Maestro B. A. (11000118130393)
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Analisa Pembahasan
Pasal 81 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 sesuai dengan asas-asas yang terdapat pada
Undang-undang No. 12 tahun 2011 pasal 5.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Analisa Pembahasan Pasal 81 Undang-
Undang No. 35 Tahun 2014 sesuai dengan asas-asas yang terdapat pada Undang-undang No. 12
tahun 2011 pasal 5dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Peraturan adalah dasar dari negara hukum. Negara yang pemerintahannya tunduk pada
hukum, khususnya undang-undang. Para ahli biasa membedakan antara undang-undang dalam arti
materiil (wet ini materiele zin) dan undang-undang dalam arti formil (wet ini formele zin).
Pengertian undang-undang dalam arti materiil itu menyangkut undang-undang yang dilihat dari
segi isi, materi, dan substansinya sedangkan undang-undang dalam arti formil dilihat dari segi
bentuk dan pembentukannya. Pembedaan keduanya dapat dilihat hanya dari segi penekanan atau
sudut penglihatan, yaitu suatu undang-undang dapat dilihat dari segi materinya atau dilihat dari
segi bentuknya, yang dapat dilihat sebagai dua hal yang sama sekali terpisah.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, mempertegas perlunya pemberatan
sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap anak terutama kepada kejahatan seksual
yang bertujuan untuk memberikan efek jera, serta mendorong adanya langkah konkrit untuk
memulihkan kembali fisik, psikis dan sosial anak.
Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengantisipasi anak (korban kejahatan) dikemudian
hari tidak menjadi pelaku kejahatan yang sama. Karena berdasarkan fakta yang terungkap pada
saat pelaku kejahatan terhadap anak (terutama pelaku kejahatan seksual) diperiksa di persidangan,
pada kenyataannya ada beberapa pelaku yang mengaku bahwa pernah mengalami tindakan
pelecehan seksual ketika pelaku masih berusia anak.

II. Rumusan Masalah

 Bagian pada UU manakah yang sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundang-
undangan dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan undang-undang?

III. Tujuan
 Untuk mengetahui bagian pada UU manakah yang sesuai dengan asas pembentukan
peraturan perundang-undangan dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan
undang-undang.
BAB II
ISI

Sesuai dengan Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Pasal 5 dalam membentuk Peraturan
Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan yang baik, yang meliputi:

a. kejelasan tujuan;

b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;

c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;

d. dapat dilaksanakan;

e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;

f. kejelasan rumusan; dan

g. keterbukaan.

Pada Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, asas-asas tersebut secara
garis besar terpenuhi. Pada asas kejelasan tujuan, menurut kami Undang-undang No. 35 Tahun 2014
bertujuan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi yang sebagaimana diamankan dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pada asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang
tepat, UU No. 35 Tahun 2014 dibuat oleh lembaga yang seharusnya membuat perundang-undangan, dan
lembaga yang terkait antara lain Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) yang peduli pada anak, dan Kepolisian sesuai dengan UU No. 35 Tahun 2014 Pasal 73A
(1). Pada asas keseusaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan dalam UU No. 35 Tahun 2014, sudah
mencakup hak-hak dan kewajiban anak, lembaga yang melindungi, serta hukuman bagi semua pelanggar
UU tentang Perlindungan Anak. Pada asas keempat, yaitu dapat dilaksanakan berarti UU No. 35 Tahun
2014 dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari bagi seluruh masyarakat Indonesia. Pada asas
kedayagunaan dan kehasilgunaan, UU No. 35 Tahun 2014 memiliki guna dan hasil untuk melindungi hak-
hak perlindungan pada anak. Sebagai contohnya, pada Februari 2018 terdapat kasus penganiayaan
terhadap seorang anak laki-laki yang dianiaya oleh ibu angkatnya. Sebagai hukuman atas perbuatan
tersebut, pelaku dijerat pasal berlapis tentang perlindungan anak dan penelantaran dengan ancaman
hukuman maksimal 15 tahun penjara. Pada asas kejelasan rumusan, setelah kita membaca pasal yang ada
pada UU No. 35 Tahun 2014 cukup jelas rumusannya, dalam arti mencakup segala Hak dan Kewajiban
perlindungan anak. Pada asas keterbukaan, UU No. 35 Tahun 2014 sangat terbuka, dalam artian semua
masyarakat Indonesia bisa mengetahui secara garis besar semua isi Pasal yang terdapat dalam UU
tersebut dengan mudah dan jelas.

Contoh pasal dalam UU No. 35 Tahun 2014 adalah Pasal 81 Ayat 1, 2, dan 3. Analisisnya sebagai
berikut:
(1) Setiap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Setiap Orang yang
dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali
pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga)
dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Menurut kami, pasal tersebut sesuai dengan asas-asas yang terdapat pada UU No. 12 Tahun 2011,
berikut penjelasannya:

1. Penjelasan tujuan
Melindungi hak anak, memberikan efek jera kepada pelaku yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimakud dalam pasal 76D:
“Setiap orang dilarang melakukkan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak
melakukkan persetubuhan dengannya atau orang lain”
2. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat
Pemutusan pidana hakim tertuls jelas dengan pidana penjara paling singkat 5 (Lima) Tahun
dan paling lama 15 (Lima belas) Tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (Lima
Miliar Rupiah).
Dalam hal tindak pidana yang dimaksud jika dilakukkan oleh orang tua, wali, pengasuh anak,
pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (Satu per Tiga) dari
ancaman pidana sebagaimana yang dimaksud.
3. Kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan
Pasal 81 sudah sesuai dengan urutan materi muatan, jelas disitu (1) menjelaskan tentanag
hukuman pidana penjara dan denda, (2) menjelaskan tentang maksud dari ketentuan pidana
yang terdapat pada (1), dan (3) hukuman tambahan jika yang melakukkan kejahatan terhadap
anak adalah orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan.
4. Dapat dilaksanakan
Pasal 81 sudah terwujud dengan contoh kasus pada tahun 2015 yang dilakukkan oleh Billy
Martinus Runtu dengan jenis perkara pidana khusus yang menyatakan bahwa Billy telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukkan tindak pidana “Membujuk anak
untuk membuat perlakuan cabul dengannya”. Hakim menjatuhkan pidana terhadap anak
tersebut dengan pidana penjara 6 bulan dan pelatihan kerja yang diselenggarakan oleh balai
pemasyarakatan Manado untuk jangka waktu paling lama 90 Hari kerja. Menetapkan masa
penahanan yang telah dijalani anak tersebut dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
dijatuhkan.
Hakim memerintahkan terdakwa anak tersebut tetap ditahan dengan menimbang pada Pasal
82 (1) UU No. 35 Tahun 2014.
5. Kedayaagunaan dan Kehasilgunaan
Pasal 81 pada UU No. 35 Tahun 2014 cukup berguna untuk memberikan efek jera kepada
pelaku kejahatan.
6. Kejelasan Rumusan
Pasal tersebut telah memenuhi persyaratan teknis peraturan perundang-undangan
sistematika, pilihan kata, serta bahasa hukum yang jelas, dan mudah dimengerti.
7. Keterbukaan
Pasal 81 pada UU No. 35 Tahun 2014 sangat terbuka, karena semua warga negara Indonesia
dapat melihat dengan jelas dan tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya.
BAB III
PENUTUP

I. KESIMPULAN
Anak adalah titipan Tuhan yang harus kita lindungi agar tercapai masa pertumbuhan dan
perkembangannya menjadi seorang manusia dewasa sebagai keberlanjutan masa depan bangsa.
Anak bukan orang dewasa ukuran kecil, tetapi seorang manusia yang tumbuh dan berkembang
mencapai kedewasaan sampai berumur 18 tahun termasuk anak dalam kandungan. Mereka
memiliki posisi strategis karena jumlahnya kurang lebih 38 persen dari total penduduk Indonesia.
Kunci utama untuk menjadikan anak sebagai potensi Negara dalam rangka keberlangsungan
kehidupan dan kejayaan bangsa adalah bagaimana komitmen pemerintah untuk menjadikan anak
sebagai prioritas utama dalam pembangunan. Upaya nyata adalah menciptakan lingkungan yang
mengutamakan perlindungan bagi anak, menghidupkan nilai – nilai dan tradisi yang memajukan
harkat dan martabat anak, mengeksplorasi dan memobilisasi sumber daya untuk mendukung
penyelenggaraan perlindungan anak. Namun, semua itu tergantung bagaimana negeri ini
menemukankepemimpinan yang peduli anak.
Dengan memahami perlindungan anak maka isu utama peningkatan kualitas hidup manusia
Indonesia akan lebih jelas tentang situasi dan kondisinya. Dengan demikian, solusi untuk
mengatasi persoalan tersebut dapat menjadi objek forma suatu penelitian ilmu kemanusiaan,
selanjutnya rekomendasi dari hasil penelitian dapat diterapkan menjadi ilmu pengetahuan berupa
dalil dan teori yang tentunya akan dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan seperti ilmu
kemanusiaan yang pada gilirannya dapat mengembangkan khasanah ilmu kemanusiaan.
II. SARAN
Perlindungan anak dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara
langsung, maksudnya kegiatan tersebut langsung ditujukan kepada anak yang menjadi sasaran
penanganan langsung. Kegiatan seperti ini, antara lain dapat berupa cara melindungi anak dari
berbagai ancaman baik dari luar maupun dari dalam dirinya, mendidik, membina, mendampingi
anak dengan berbagai cara, mencegah kelaparan dan mengusahakan kesehatannya dengan
berbagai cara, serta dengan cara menyediakan pengembangan diri bagi anak. Sedangkan yang
dimaksud dengan perlindungan anak secara tidak langsung adalah kegiatan yang tidak langsung
ditujukan kepada anak, melainkan orang lain yang terlibat atau melakukan kegiatan dalam usaha
perlindungan terhadap anak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/08/UU-12-Tahun-2011.pdf
2. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011
3. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014
4. https://mitrawacana.or.id/kebijakan/uu-n0-35-tahun-2014-tentang-perlindungan-anak/
5. Putusan Pengadian Tondano Nomor 06/Pid.Sus.Anak/2015/PN.Tnn.

Anda mungkin juga menyukai