Anda di halaman 1dari 34

USULAN PENELITIAN

TINJAUAN YURIDIS ATAS PENGELOLAAN BENDA SITAAN NEGARA

DAN BARANG RAMPASAN PADA RUMAH PENYIMPANAN BENDA

SITAAN NEGARA KELAS 1 BENGKULU BERDASARKAN

PERMENKUMHAM NOMOR 16 TAHUN 2014

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat

Memperoleh Gelar Kesarjanaan Ilmu Hukum

Oleh:

Nanda Himawansyah

NPM : B1A118010

KEMENTERIAN PENDIDIKAN RISET DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS BENGKULU

FAKULTAS HUKUM

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah Negara hukum, penegasan dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD

1945. Sebagai Negara hukum menjamin segala warga Negara bersamaan

kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung

hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1 Bahwa hukum itu

merupakan salah satu saja dari beberapa lembaga dalam masyarakat yang turut

menciptakan ketertiban. Dengan demikian maka ketertiban itu merupakan

konfigurasi dari berbagai lembaga seperti hukum dan tradisi. Praktik

penegakkan hukum (hand having) terhadap barang hasil kejahatan daam

proses pidana acap kali tidak sejalan dengan tujuan hukum itu sendiri, yakni

mendapatkan kebenaran yang proporsional, sehingga dalam pembentukan

aturan hukum, terbangun asas yang utama agar tercipta suatu kejelasan

terhadap peraturan hukum, asas tersebut ialah kepastian hukum . Gagasan

mengenai asas kepastian hukum ini awalnya diperkenalkan oleh Gustav

Radbruch dalam bukunya yang berjudul “einführung in die

rechtswissenschaften”. Radbruch menuliskan bahwa di dalam hukum terdapat

3 (tiga) nilai dasar, yakni:2 (1) Keadilan (Gerechtigkeit); (2) Kemanfaatan

(Zweckmassigkeit); dan (3) Kepastian Hukum (Rechtssicherheit).

1
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hlm, 23.
2
Ibid, hlm. 19.

1
Berlainan halnya dengan ketentuan hukum. Setiap ketentuan hukum

berfungsi mencapai tata tertib antar hunungan manusia dalam kehidupan

sosisal. Hukum menjaga keutuhan hidup agar terwujud suatu keseimbangan

psikis dan fisik dalam kehidupan, terutama kehidupan kelompok sosial yang

merasakan tekanan atau ketidaktepatan ikatan sosial. Jadi, norma hukum

merupakan sesuatu yang berkenan dengan kehidupan manusia dalam

kelompok sosial tertentu, baik dalam situasi kebersamaan maupun situasi

sosial, hal itu untuk mencapai tata tertib keadilan. 3 Di dalam perjalanan

sejarah isi keadilan itu ditentukan secara historis dan selalu berubah menurut

tempat dan waktu, maka tidak mudah menentukan isi keadilan, kalau

dikatakan bahwa hukum itu bertujuan mewujudkan keadilan itu berarti hukum

itu identik atau tumbuh dengan keadilan, sudah menjadi sifat pembawaan

hukum bahwa hukum itu menciptakan peraturan yang mengikat setiap orang

dan oleh karenanya bersifat umum.4

Salah satu bentuk kepastian dan keadilan hukum itu sendiri adalah

penggunaannya secara aktif dan sadar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu,

tujuan dari asas kepastian hukum yang mana menjamin agar para pencari

keadilan dapat menggunakan suatu hukum yang pasti dan konkret serta

objektif, tanpa adanya keterlibatan dari spekulasi-spekulasi ataupun

pandangan yang subjektif.Seperti apa yang dikatakan oleh John Austin,

bahwa kepastian hukum merupakan tujuan paling akhir dari positivisme

hukum, untuk mencapai kepastian hukum, maka diperlukan pemisahan antara


3
R. Abdoel Jamali, Pengantar Ilmu Hukum, Raja Grafindo Persada, Depok, 2019, hlm, 2.
4
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty Yogyakarta, 2007,
hlm, 80.

2
hukum dari moral sehingga menghasilkan suatu sistem yang logis, tetap, dan

bersifat tertutup (closed logical system),5 dimana Negara dalam menjamin

kepastian hukum itu sendiri agar tercapai nya tujuan hukum, Konsekuensi

logis daripada itu maka konsensus negara memberikan hak yang sama

(equity) untuk memperoleh beberapa hal diantaranya adalah perlindungan dan

kepastian hukum yang adil,6 Konstruksi atas inkonsistensi dari perlindungan

dan kepastian hukum yang adil ini setidaknya masih tercermin dalam

pelaksanaan tindakan penyitaan dan pengelolaan benda sitaan serta barang

rampasan, penyitaan itu sendiri termasuk dalam bentuk Negara unjuk

menjamin bahwa Indonesia adalah Negara hukum yang menjunjung tinggi

hukum dan keadilan untuk mecapai kepastian hukum sendiri.

Peran Mill dalam teori hukum terletak dalam penyelidikan mengenai

hubungan-hubungan keadilan, kegunaan, kepentingan-kepentingan individu

dan kepentingan umum. Penyelidikannya tentang sifat keadilan dan

hubungannya dengan kegunaan dan memahami bahwa secara tradisional

gagasan yang abadi tentang keadilan dan ketidakadilan bertentangan dengan

gagasan-gagasan mengenai kegunaan dan kepentingan,

5
Aditya Yuli Sulistyawan, “Pemahaman Terhadap Asas Kepastian Hukum Melalui
Kotruksi Penalaran Positivisme Hukum”, Jurnal Crepido, Vol. 01, No. 01, Juli 2019, hlm. 20-21.
6
Miftahul Huda, “Hak Atas Memperoleh Kepastian Hukum Dalam Prespektif Persaingan
Usaha Melalui Bukti Tidak Langsung”, Jurnal HAM, Vol. 11, No. 2, Agustus 2020, hlm. 256.

3
Ia dengan tepat mengamati bahwa sebenarnya tidak ada yang lebih tidak

tetap dan kontroversial daripada arti keadilan itu sendiri,7 Oleh karena itu agar

perkara lengkap dengan barang bukti penyidik melakukan penyitaan untuk

dipergunakan sebagai barang bukti dalam penyidikan, dalam penuntutan dan

dalam pemeriksaan persidangan pengadilan, selain itu benda sitaan yang telah

dirampas setelah adanya putusan hakim Negara berhak mengoptimalkan

barang tersebut guna memperoleh manfaat dan keuntungan demi kebaikan

bangsa dan Negara.

Benda sitaan Negara menurut Pasal 1 Angka 3 Peraturan Menteri Hukum

dan Hak Asasi Manusia Nomor 16 Tahun 2014 Tentang Tata Cara

Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara adalah

benda yang disita oleh Negara untuk keperluan proses peradilan sementara

benda rampasan menurut Pasal 1 Angka 4 PERMENKUMHAM Nomor 16

Tahun 2014 adalah benda sitaan berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap dinyatakan dirampas untuk Negara. 8

Barang yang telah memperoleh keputusan pengadilan yang berkekuatan

hukum tetap harus dilakukan pengelolaan secara optimal agar nilai barang

tetap terjaga sehingga dapat menambah Pendapatan Negara Bukan Pajak

(PNPB).

7
Suryaningsih, Pengantar Ilmu Hukum, Mulawarman University Press, Kalimantan
Timur, 2018, hlm. 258.
8
Arifki Zainefi, “Pelaksanaan Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Hasil
Rampasan Negara Dirumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara”, Gloria Yuris, Vol 5. No 1,
2016, hlm. 1

4
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberi pengertian terhadap rumah

penyimpanan benda sitaan negara selanjutnya disebut Rupbasan adalah

tempat benda yang disita oleh negara untuk keperluan proses peradilan.

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 16 Tahun 2014 Tentang Tata

Cara Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara Pada

Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara menjelaskan bahwa Rupbasan

adalah tempat penyimpanan dan pengelolaan Basan dan Baran. Rupbasan

merupakan salah satu lembaga yang bergerak di bidang penegakan hukum di

Indonesia yang berada di bawah lingkungan kerja Kementerian Hukum dan

HAM yang melakukan proses pemeliharaan, perawatan dan pengamanan

terhadap semua benda sitaan dan barang rampasan dengan tujuan untuk

menjaga dan memastikan kualitas dan mutu dari Basan dan Baran tersebut

tidak berkurang.

Manajemen atau pengelolaan terhadap benda sitaan dan barang rampasan

yang berada didalam RUPBASAN (Rumah Penyimpanan Benda Sitaan

Negara) tersebut sangat ditentukan oleh adanya sumber daya manusia yang

memadai, baik dari segi kuantitas terlebih lagi kualitas 9. Adanya sarana dan

prasarana yang cukup sesuai dengan kebutuhan dasar Rupbasan, dan adanya

anggaran yang cukup untuk mendukung semua kegiatan dalam proses

pemeliharan sampai kepada pengeluaran basan dan baran tersebut.


9
Pantja Bambang Sudarwanto. “Analisis Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang
Rampasan Negara di Dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Dan Barang Rampasan Negara
(RUPBASAN)”, Lollong Mainting, Vol 4, Nomor 1 2019, hlm. 56

5
Menunjukkan bahwa keberadaan Rupbasan di Indonesia sangat minim, yang

seharusnya berada di di seluruh kabupaten/kota yang jumlahnya kurang lebih

500 kabupaten/kota, namun pada kenyataannya Rupbasan yang ada hanya

berjumlah 63 Rupbasan di seluruh Indonesia. Dari 63 Rupbasan ini hanya 27

unit yang status lahannya adalah milik sendiri. 10 Termasuk tidak ada satupun

Rupbasan yang memiliki gudang yang lengkap untuk menyimpan semua jenis

benda sitaan dan barang rampasan.

RUPBASAN Kelas I Bengkulu terletak di jalan Pelabuhan Lama IA,

Kebun Beler, Kecamatan Ratu Agung, Kota Bengkulu. Sebelum dilakukan

pemindahtanganan melalui proses hibah ke Kanwil KEMENKUMHAM

Provinsi Bengkulu, Gudang RUPBASAN Kelas 1 Bengkulu merupakan

bangunan bekas pengadilan Inggris, salah satu situs bersejarah Bengkulu,

sehingga belum ada bangunan asli yang memenuhi standar. Kondisi gudang

yang kecil dan sangat terbatas. Kondisi gudang yang kecil dan sangat terbatas

membuat RUPBASAN Kelas 1 Bengkulu terbatas dalam menampung Basan

dan Baran.11

Seperti hal lainnya, benda sitaan dan Barang rampasan juga diperlukan

pengelolaan yang baik, hal ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum

dan Hak Asasi Manusia Nomor 16 Tahun 2014 Tentang Tata Cara

Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara. Pada alur

dan proses pengelolaan ini akan dipengaruhi faktor internal dan faktor

eksternal sehingga perlu strategi agar asas pengelolaan benda sitaan dan
10
Pantja Bambang Sudarwanto. Loc, Cit. Hlm. 48.
11
Kepala Rupbasan Kelas I Bengkulu, “Lokasi Rupbasan Sempit, Penggunaannya Tidak
Bisa Maksimal”, diunduh tanggal 14 Maret 2022 dari www.ditjenpas.go.id.

6
barang rampasan dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 16 Tahun 2014

tersebut. Dalam aturannya, jika dilihat dari Pasal 44 Ayat 1 UU No 8 Tahun

1981 Tentang KUHAP yang menjelaskan bahwa benda sitaan disimpan

dalam rumah penyimpanan benda sitaan Negara. Sehingga seharusnya

penyidik dari Polri, Kejaksaan maupun KPK seharusnya melaksanakan isi

dari Pasal 44 Ayat 1 tersebut, namun kenyataannya, data awal lapangan yang

saya dapatkan banyak instansi, khususnya kejaksaan negeri bengkulu yang

bertanggung jawab secara yuridis terhadap benda sitaannya sendiri

menyimpan benda sitaan di instansi mereka sendiri padahal mereka belum

mempunyai anggaran pemeliharan benda sitaan dan tanpa melaporkan

terlebih dahulu ke Rupbasan padahal tanggung jawab secara fisik atas benda

sitaan adalah tanggung jawab kepala Rupbasan (PP No.58/2010), Dalam

KUHP tidak menjelaskan adanya konsekuensi yuridis secara prakteknya

ketika ada Benda sitaan dan Barang rampasan yang disimpan didalam

ataupun diluar Rupbasan, hanya saja ketika ada Dalam Benda sitaan dan

Barang rampasan yang ditempatkan diluar Rupbasan akan di catat dalam

registrasi khusus, Pasal 27 KUHAP mengatakan benda sitaan dan Barang

rampasan yang tidak mungkin disimpan dalam Rupbasan, maka cara

penyimpanannya akan di serahkan ke kepala Rupbasan, dan selanjutnya

kepala Rupbasan akan menerbitkan surat penetapan penempatan Basan dan

Baran ke tempat lain diluar Rupbasan.

7
Berdasarkan data yang di peroleh dari hasil kegiatan wawancara

didapatkan bahwa di tahun 2021 khususnya kejaksaan negeri Bengkulu telah

membangun gedung benda siataanya sendiri tanpa ada anggaran

pemeliharaan benda sitaan, sehingga kejaksaan negeri Bengkulu belakangan

ini tidak menitipkan atau melaporkan barang yang telah disita yang

digunakan untuk keperluan proses peradilan tanpa menitipkan atau

melaporkan telebih dahulu ke Rupbasan dan benda rampasan yang telah

mendapat putusan pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum tetap tidak

segera di eksekusi.

Selain itu Jangka waktu pengelolaan barang sendiri sudah diatur dalam

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 16 Tahun 2014 Tentang Tata

Cara Pengelolaan Benda Sitaan Negara Dan Barang Rampasan Negara Pada

Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara. Sehingga ketika ada barang yang

tidak diambil dengan jangka waktu yang telah ditetapkan maka Kepala

Rupbasan dapat mengembalikan Basan tersebut kepada instansi yang

bertanggung jawab secara yuridis.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik membahas

permasalahan ini dalan bentuk skripsi yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS

ATAS PENGELOLAAN BENDA SITAAN NEGARA DAN BARANG

RA MPASAN PADA RUMAH PENYIMPANAN BENDA SITAAN

NEGARA KELAS 1 BENGKULU BERDASARKAN

PERMENKUMHAM NOMOR 16 TAHUN 2014”.

8
B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimanakah implementasi Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor

16 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengelolaan Benda Sitaan Dan Barang

Rampasan Negara Pada rumah penyimpanan benda sitaan Negara terhadap

mekanisme dan pengelolaan barang sitaan dan rampasan di RUPBASAN

Kelas 1 Bengkulu ?

2. Apa saja yang menjadi faktor-faktor penghambat yang timbul dalam

pelaksanaan benda sitaan Negara dan barang rampasan Negara di

RUPBASAN Kelas 1 Bengkulu ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a) Untuk mengetahui mekanisme dan pegelolaan benda sitaan dan

barang rampasan di Rumah Penyimpanan Kelas 1 Bengkulu

b) Untuk mengetahui Kendala- kendala yang timbul dalam pelaksanaan

pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan Negara di

RUPBASAN Kelas 1 Bengkulu

2. Manfaat Penelitian

a) Secara Teoritis

Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan tambahan ilmu

pengetahuan baik bagi penulis maupun bagi pembaca. Khususnya

tentang mekanisme dan pengelolaan benda sitaan Negara dan barang

rampasan Negara di rumah penyimpanan benda sitaan Negara kelas 1

9
Bengkulu, sehingga dapat menjadi bagi masyarkat yang ingin

mengetahui tentang mekanisme dan pengelolaan benda sitaan Negara

dan barang rampasan Negara di rumah penyimpanan benda sitaan

Negara kelas 1 Bengkulu

b) Secara Praktis

Dapat memberikan informasi tentang mekanisme pengelolaan

benda sitaan Negara dan barang rampasan Negara.

D. Kerangka Pemikiran

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan

abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka dan acuan yang pada dasarnya

bertujuan mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi. Sehingga

penelitian selalu disertai dengan pemikiran pemikiran teoritis.

Oleh karena itu, penulis akan menggunakan beberapa teori yang akan

menjadi landasan pada penelitian, yaitu :

1. Teori Negara Hukum

Negara merupakan gejala kehidupan umat anusia di sepanjang sejarah

umat manusia. Konsep Negara berkembang mulai dari bentuknya yang

paling sederhana sampai ke yang paling komplesk di zaman sekarang. 12

konsep negara hukum yang dicitakan adalah negara hukum demokratis yang

secara aktif bertujuan untuk mewujudkan perlindungan terhadap segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan


12
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Tata Negara, Sekretariat Jendral Dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, hlm. 11.

10
kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut serta

memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi dan keadilan sosial. Disamping itu, Secara historis dan praktis, konsep

negara hukum muncul dalam berbagai model seperti rechtsstaat, rule of

Law,nomokrasi Islam, dan beberapa konsep lain, semisal konsep negara

hukum pancasila.13 Dengan demikian, esensi dari hukum itu adalah

pencerminan dari moral. Dan yang menentukan suatu aturan merupakan

aturan hukum atau bukan adalah isi aturan itu, yaitu adakah aturan itu

memancarkan prinsip moral atu tidak, tidak peduli dibuat oleh penguasa atau

tumbuh dan berkembangan dalam masyarakat.14

Konsep Negara Hukum, selain bermakna bukan Negara Kekuasaan

(Machtstaat) juga mengandung pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip

supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan

pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam

undang-undang dasar, adanya jaminan-jaminan hak asasi manusia dalam

undang-undang dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak

memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta

menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan

wewenang oleh pihak yang berkuasa, selain itu Merujuk pada pendapat

Hamid S. Attamimi yang menyarikan pendapat Soepomo atas paham negara

integralistik, menunjukkan bahwa konsep negara hukum yang diberlakukan di

13
Lukman Santoso, Negara Hukum dan Demokrasi: Pasang Surut Negara Hukum
Indonesia Pasca Reformasi, Nadi Offset, Yogyakarta, 2016, hlm, 10.
14
Yuhelson, Pengantar Ilmu Hukum, Ideas Publishing, Gorontalo, 2017, hlm, 52.

11
Indonesia harus sejalan dengan cita memelihara persatuan bangsa. 15 Yang

daimana menurut teori kedaulatan hukum tersebut yang memiliki bahkan

merupakan kekuasaan tertinggi didalam suatu Negara itu adalah hukum itu

sendiri, jadi menurut Krabbe hukum itu tidaklah timbul dari kehendak

Negara, dan dia memberikan kepada hukum suatu kepribadian tersendiri. Dan

hukum itu berlaku terlepas dari kehendak Negara.16

Dalam sistem norma hukum Negara Republik Indonesia, norma-norma

hukum yang berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi

lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma dasar Negara

(staatsfundamentalnorm) Republik Indonesia, yaitu pancasila.17 dengan tetap

memelihara integritas bangsa dalam NKRI, dan bentuk perwujudan konsep

Negara hukum sendiri yaitu berdirinya Rupbasan atau Rumah Penyimpanan

Benda sitaan Negara yang menjamin benda sitaan dan barang rampasan di

rawat dan dijaga agar berjalannya proses peradilan dan menjamin bahwa

benda sitaan dan barang rampasan tidak rusak dan menjaga nilai aslinya

sehingga tidak merugikan Negara.

15
Zulkarnain Ridiwan, “Negara Hukum Kebalikan NACHTWACHTERSTAAT “, Fiat
Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012, hlm. 143.
16
Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 2013, hlm. 157.
17
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang Undangan, Kansius, Yogyakarta,
1998, hlm, 39.

12
2. Teori Kepastian Hukum

Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk

menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Kepastian hukum merupakan ciri

yang tidak dapat dipisahkan dari hukum terutama untuk noma hukum tertulis.

Menurut Fence M. Wantu, “hukum tanpa nilai kepastian hukum akan

kehilangan makna karena tidak lagi dapat dijadikan pedoman perilaku bagi

semua orang”.18

keadilan menjadi sasaran puncak bagi kehidupan masyarakat yang sedang

terlibat dalam suatu perkara hukum. Masyarakat yang merasa pada posisi

benar dalam perkara hukum, tetapi mendapat perlakuan tidak adil, tidak

hanya menderita materil, tetapi juga menderita psikologis danperadabannya.

Suatu kehidupan manusia dan peradabannya menjadi hampa dan tanpa arti

serta jauh dari kemakmuran bilamana keadilan tidak bersinar lagi. Kehidupan

dan dinamika sosial akan terhindar dari kekacauan dan kebiadaban jika saja

pelaku yang memehang peran strategis, seperti penyelenggaraan prosfesi

hukum tidak terjerumus menjadi “actor” dalam berbagai modus

penyimpangan dan berpijak pada keadilan masyarakat.19

Hukum itu sendiri bukanlah sekadar kumpulan atau penjumlaha peraturan-

peraturan yang masing-masing berdiri sendiri. Arti pentingnya suatu

peraturan hukum ialah karena hubungannya yang sistematis dengan

peraturan-peraturan hukum lain. Hukum merupakan sistem berarti hukum itu


18
Fence M. Wantu, “Antinomi Dalam Penegakan Hukum Oleh Hakim”, Jurnal Berkala
Mimbar Hukum, Vol. 19 No.3 Oktober 2007, hlm. 388.
19
Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum, Pusaka Setia, Bandung, 2011, hlm, 140.

13
merupakan tatanan, merupakan suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari

bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain.

Dengan kata lain, sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari

unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk

mencapai tujuan kesatuan tersebut. Kesatuan tersebut diterapkan terhadap

kompleks unsur-unsur yuridis seperti peraturan hukum, asas hukum, dan

pengertian hukum.20

Hukum yang di tegakkan oleh instansi penegak hukum yang diberikan

tugas untuk itu harus menjamin “kepastian hukum” demi tegaknya ketertiban

dan keadilan dalam kehidupan masyarakat. Ketidakpastian hukum akan

menimbulkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat dan akan saling

berbuat sesuka hati serta bertindak main hakim sendiri. Keadaan seperti ini

menjadikan kehidupan berada dalam suasana “social disorganization atau

kekacauan social”, kepastian hukum berupa suatu keadaan yang memenuhi

tuntutan serta kebutuhan yang sangat praktis, yaitu adanya kaidah tertentu.

Dalam bahasa pengertian yang umum sekarang ini, adanya kaidah tersebut

sarna artinya dengan adanya peraturan hukum. Selanjutnya Kepastian hukum

adalah perihal (keadaan) yang pasti, ketentuan atau ketetapan. Hukum secara

hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai pedoman kelakukan dan adil karena

pedoman kelakuan itu harus menunjang suatu tatanan yang dinilai wajar.

Hanya karena bersifat adil dan dilaksanakan dengan pasti hukum dapat

menjalankan fungsinya. Kepastian hukum merupakayn pertanyaan yang


20
Rahman Syamsyuddin, Pengantar hukum Indonesia, Prenadamedia Group, Jakarta,
2019, hlm, 34.

14
hanya bisa dijawab secara normatif, bukan sosiolog,21 yang dikehendaki

adalah adanya peraturan hukum. Dengan adanya peraturan hukum tersebut

rnaka tuntutan bagi adanya kepastian hukum itu pun terpenuhilah sudah:

Sebagai keadaan sederhana demikian itu ia tidak banyak berpikir atau lebih

tepat tidak berpikir lebih lanjut tentang apa yang menjadi isi sesuatu peraturan

itu. Sekali lagi, yang menjadi pertimbangan adalah pemenuhan suatu

kebutuhan praktis saja, yaitu akan adanya peraturan yang selanjutnya

dijadikan pegangan. Pikiran tentang oilai intrinsik dalam peraturan tersebut

untuk sementara bisa mundur terlebih dahulu, Keadaan yang demikian itu

menunjukkan, bahwa pada peringkat yang lebih, dasar orang memerlukan

adanya kepastian dalam hubungaimya dengan orang lain, dan dari situ, juga

dengan barang-barang dan lain macam sumber daya, Dalam peringkat yang

demikian ini (kepastian) hukum memang lalu bisa dimasukkan ke dalam

kebutuhan dasar manusia.22 Konstruksi atas inkonsistensi dari perlindungan

dan kepastian hukum yang adil ini setidaknya masih tercermin dalam

pelaksanaan tindakan penyitaan dan pengelolaan benda sitaan serta barang

rampasan di Rupbasan, penyitaan dan pengelolaan benda sitaan itu sendiri

termasuk dalam bentuk Negara unjuk menjamin bahwa Indonesia adalah

Negara hukum yang menjunjung tinggi hukum dan keadilan untuk mecapai

kepastian hukum sendiri.

3. Teori Kemanfaatan
21
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,
Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010, hlm, 59.
22
Satjipto Rahardjo, “Meningkatkan Kepastian Hukum Dalam Rangka Pelaksanaan
Keadilan Berdasarkan Pancasila”, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol 18, No. 6, 1998, hlm.
532.

15
Kemanfaatan juga merupakan tujuan hukum yang penting untuk

dibicarakan. Bahkan penganut aliran utilitarianisme bersikeras, bahwa tujuan

hukum satu-satunya adalah untuk mencapai kemanfaatan ini. Hukum yang

baik adalah hukum yang membawa manfaat bagi manusia. Jadi, baik

buruknya suatu hukum, bergantung pada apakah hukum itu memberikan

kebahagiaan atau tidak bagi manusia. Masalahnya adalah, seberapa banyak

manusia yang harus dibahagiakan, sehingga hukum itu dapat dikategorikan

sebagai hukum yang baik, hal ini disadari oleh Jeremy Bentham, penggagas

aliran ini, sebagai sesuatu yang mustahil. Untuk itu ia mengatakan, hukum

sudah dapat dikategorikan baik apabila mampu memberikan kebahagiaan

kepada bagian terbesar dari masyarakat.23

Prinsip utama dari teori ini adalah mengenai tujuan dan evaluasi hukum. 24

Tujuan hukum adalah kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi sebagian

terbesar rakyat atau bagi seluruh rakyat, dan evaluasi hukum dilakukan

berdasarkan akibat-akibat yang dihasilkan dari proses penerapan hukum.

Berdasarkan orientasi itu, maka Negara mendirikan Rupbasan sendiri untuk

menjamin hal hal sebagai dasar manfaat dari keadilan dan penegakan hukum,

bentuk manfaat dari eksistensi Rupbasan itu sendiri agar menjamin dan

menunjang proses peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan dan

tercapainya perlindungan hak asasi tahanan atau pihak yang berpekara dalam

23
Shidarta, Moralitas Profesi Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm.86.
24
Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra, Hukum sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 1993, hlm. 79-80.

16
tindak penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di siding pengadilan, dan

pemerintah daerah setempat.

4. Konsep Pengawasan

Pengawasan mempunyai peranan yang sangat penting didalam organisasi

atau instansi, karena tidak bisa terlepas dari masalah ketidak tertiban,

penilaian, tujuan dari organisasi atau instansi tersebut. Menurut Harold

Knoontz dan Cyril O’Donnel, pengawasan adalah “ penilaian dan koreksi atas

pelaksanaan kerja yang dilakukan oleh bawahan dengan maksud untuk

mendapatkan keyakinan atau menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan

rencana-rencana yang digunakan untuk mencapai tujuan”.25

Di dalam kamus bahasa Indonesia ada beberapa macam macam

pengawasan antara lain :

1. Pengawasan preventif administrasi adalah pengawasan terhadap peraturan

daerah dan keputusan kepala daerah mengenain poko-pokok tertentu yang

baru akan berlaku sesudah ada pengarahan pejabat berwenang.

2. Pengawasan represif administrasi adalah penangguhan atau pembatalan

peraturan daerah atau keputusan kepala daerah oleh pejabat yang

berwenang.

3. Pengawasan umum adalah pengawasan yang dilakukan pemerintah pusat

terhdap segala kegiatan pemerintahan daerah.

4. Pengawasan melekat adalah pengawasan yang langung melekat pada

setiap tugas yang menjadi tanggung jawab seperti pejabat.

25
Priyo Budiharto, Endang Larasati dan Sri Suwitri, “Analisis Kebijakan Pengawasan
Melekat Di Badan Pengawas Provinsi Jawa Tengah”, Dialouge Vol 4, No1, hlm 45-46

17
Dari pengertian pengawasan diatas, terdapat hubungan tang erat antara

pengawasan dan perencanaan, karena pengawasan dianggap sebagai aktivitas

menemukan, mengoreksi penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan

dan hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan.

Dengan demikian jelas bahwa tanpa rencana, maka pengawasan tidak

mungkin dapat dilaksanakan, karena tidak ada pedoman atau petunjuk untuk

melakukan pengawasan itu, dari 4 hal pengawasan menurut KBBI diatas,

Pengawasan melekat adalah pengawasan yang paling berkaitan dan harus

dijalankan oleh setiap pengawasan yang langung melekat pada setiap tugas

yang menjadi tanggung jawab seperti pejabat yang melekat, 26 dalam hal ini

mengenai pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan hasil dari tindak

pidana merupakan persoalan yang telah lama terdapat dalam praktik

penegakan hukum di Indonesia. Dalam pengawasannya, pengelolaan benda

sitaan dan barang rampasan harus memperhatikan isu perlindungan hak asasi

manusia sehingga dalam praktiknya dan pengawasannya harus bersikap lebih

hati-hati dalam mengelola benda sitaan dan barang sitaan.

a. Keaslian Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini merupakan hasil karya penulis sendiri, baik

yang dikutip maupun yang di rujuk telah penulis nyatakan benar. Berdasarkan

hasil pencarian yang dilakukan di internet, karya ilmiah, jurnal, dan skripsi

hukum yang ada di Fakultas Hukum Universitas Bengkulu tidak ditemukan

penelitian yang mengkaji permasalahan “Tinjauan yuridis Atas Penglolaan


26
Rachmatika Lestari , Nila Trisna , Dara Quthni Effida, “Tanggung Jawab Rumah
Penyimpanan Benda Sitaan Negara Dalam Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Hasil
Tindak Pidana”, Jurnal Ius Civil, Vol 4, No 2, Oktober 2020, hlm. 149.

18
Benda Sitaan Negara Dan Barang Rampasan Pada Rumah Penyimpanan

Benda Sitaan Negara Kelas I Bengkulu Berdasarkan Peraturan Menteri

Hukum dan HAM Nomor 16 Tahun 2014 ”. Oleh karena itu dapat penulis

nyatakan bahwa penelitian ini belum pernah dijadikan karya ilmiah. Adapun

terdapat beberapa judul penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya

sebagai berikut :

Tabel I

Keaslian Penelitian

Nama Perbedaan
No &Asal Judul Permasalahan
Perguruan Dengan Peneliti
Tinggi
1. Muhammad Pelaksanaan 1. Bagaimana 1. Bagaimana
Rafli Penyimpanan Ketentuan implementasi
Andri(Fakul Benda Sitaan Hukum Peraturan
tas Hukum Pada Rumah pelaksanaan Menteri Hukum
Universitas Penyimpanan penyimpanan Dan HAM
Muhammad Benda Sitaan barang sitaan Nomor 16
iyah Negara Kelas I pada Rumah Tahun 2014 di
Sumatera Medan) Penyimpanan Rupbasan Kelas
Utara) Benda Sitaan I Bengkulu
Negara Kelas I
Medan

19
2. Bagaimana 2. Bagaimana
pelaksanaan hambatan dan
penyimpanan kendala yang
barang sitaan timbul dalam
pada rumah pelaksanaan
penyimpanan penyimpanan
benda sitaan benda sitaan
Negara Kelas I dan barang
Medan rampasan di
Rupbasan Kelas
I Bengkulu
2 Aprilia S Implementasi 1.Bagaiaman 1. Mekanisme
Nasution Peraturan mekanisme pengelolaan
(Fakultas Pemerintah pengelolaan benda sitaan
Syariah Dan Nomor 27 barang sitaan dan dan barang
Hukum Tahun 1983 rampasan Negara rampasan di
Universitas Terhadap di Rupbasan Rupbasan Kelas
Islam Pelaksanaan Kelas 1 Jakarta 1 Bengkulu
Negeri Pengelolaan Selatan.
Syahrif Barang sitaan
Hidayatulla Negara Dan
h) Rampasan
Negara Di
RUPBASAN
Kelas 1 Jakarta
Selatan

2.Apa hambatan 2. hambatan dan


yang ditemui oleh kendala yang
Rupbasan Kelas 1 timbul dalam
Jakarta Selatan pelaksanaan
dalam penyimpanan
pengelolaan benda sitaan
benda sitaan dan dan barang
barang rampasan rampasan di
Rupbasan Kelas
I Bengkulu

20
Muhammad Pelaksanaan 1. Apakah 1.Bagaimana
3 Haidar Ali Pengelolaan Pelaksanaan implementasi
(Fakultas Benda Sitaan Pengelolaan Peraturan Menteri
Syariah dan Dirumah Benda Sitaan Hukum Dan
Hukum, Penyimpanan Negara di HAM Nomor 16
Universitas Benda Sitaan Rumah Tahun 2014 di
Sunan Negara Penyimpanan Rupbasan Kelas I
Kalijaga (RUPBASAN) Benda Sitaan Bengkulu
Yogyakarta) Yogyakarta Yogyakarta
Sudah Sesuai
Dengan
Peraturan
Perundang-
Undangan

2. Apakah 2. Bagaimana
Pelaksanaan hambatan dan
Pengelolaan kendala yang
Benda Sitaan timbul dalam
Negara di pelaksanaan
Rumah penyimpanan
Penyimpanan benda sitaan dan
Benda Sitaan barang rampasan
Yogyakarta di Rupbasan
Sudah Sesuai Kelas I Bengkulu
Dengan
Kemaslhatan
Hukum

Sumber : Data Kepustakaan Diolah

21
b. Metode Penelitian

1) Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat empiris. Penelitian empiris adalah

penelitian yang pada awal meneliti data sekunder, selain itu penelitian

empiris juga mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai prilaku nyata

(actual behavior), sebagau gejala social yang sifatnya tidak tertulis,

yang dialami setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat. 27 untuk

kemudian dilanjutkan penelitian data primer (lapangan) atau terhadap

masyarakat, Dalam penelitian ini, penulis ingin mendeksripsikan suatu

gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi untuk menjelaskan bagaimana

dan apa yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam

mengimplementasikan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor

16 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pengelolaan Benda Sitaan Dan

Barang Rampasan Negara terhadap mekanisme dan pengelolaan

barang sitaan dan barang rampasan Negara di Rupbasan Kelas 1

Bengkulu.

2) Pendekatan Penelitian

a) Pendekatan perundang-undangan (statute approach)

Pendekatan perundang-undangan ini dilakukan dengan

menelaah semua peraturan perundang-undangan dan regulasi

yang terkait dengan isu hukum yang sedang bahas (diteliti).

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) akan

27
Muhaiman, Metode Penelitian Hukum, Mataram University Press, NTB, 2020, hlm. 80.

22
dilihat hukum sebagai suatu sistem yang tertutup yang

mempunyai sifat sebagai berikut :

1) Comprehensive artinya norma-norma hukum yang ada

didalamnya terkait antara yang satu dengan yang lainnya

secara logis;

2) All-iclusive bahwa kumpulan norma hukum tersebut cukup

mampu menampung permasalahan hukum yang ada sehingga

tidak akan ada kekurangan hukum;

3) Sistematic bahwa di samping bertautan antara satu dengan

yang lain, norma-norma hukum tersebut juga tersusun secara

sistematis.28

b) Pendekatan konseptual (conceptual approach) Pendekatan ini

beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang

berkembang dalam ilmu hukum. Sebagian besar jenis

pendekatan ini dipakai untuk memahami konsep-konsep yang

berkaitan dengan penormaan dalam suatu perundang-

undangan apakah telah sesuai dengan ruh yang terkandung

dalam konsep-konsep hukum yang mendasarinya. Pendekatan

ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin

yang berkembang didalam ilmu hukum. Pendekatan ini

menjadi penting sebab pemahaman terhadap

pandangan/doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum

dapat menjadi pijakan untuk membangun argumentasi hukum


28
Ibid, hlm 56.

23
ketika menyelesaikan isu hukum yang dihadapi. Pandangan

atau doktrin akan memperjelas ide-ide dengan memberikan

pengertian-pengertian hukum, konsep hukum, maupun asas

hukum yang relevan dengan permasalahan.

c) Pendekatan historis Pendekatan ini dilakukan dengan

menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan

perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi.29

Penelitian hukum ini akan dilakukan di lapangan yang

mengharuskan peneliti mengadakan kunjungan kepada masyarakat

dan berkomunikasi dengan anggota instansi Rumah Penyimapanan

Benda Sitaan Bengkulu Kelas I Bengkulu. Maka tujuan penelitian

empiris dalam penelitian ini untuk mengetahui implementasi

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 16 Tahun 2014 Tentang

Tata Cara Pengelolaan Benda Sitaan Dan Barang Rampasan Negara

terhadap mekanisme dan pengelolaan barang sitaan dan barang

rampasan Negara di Rupbasan Kelas 1 Bengkulu.

3) Populasi dan Sampel

1. Populasi
29
Ibid, hlm. 57.

24
Populasi adalah keseluruhan objek atau gejala yang diteliti, maka

yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengurus

dan perangkat Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Kelas I Bengkulu.

2. Sampel

Dalam Pelaksanaan penelitian pada umumnya tidak dilakukan

terhadap seluruh obyek atau populasi penelitian, tetapi hanya

menggunakan sebagian dari keseluruhan obyek penelitian yang

disebut sample.30 Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini

adalah purposive sampling, yaitu dilakukan dengan cara mengambil

subyek didasarkan pada tujuan tertentu. Dari penelitian ini, maka yang

akan menjadi sampel yaitu:

1. Ramlan, SH, Kepala Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Bengkulu

Kelas I Bengkulu

2. Melda Sihite, Kepala Sub Seksi Administrasi dan Pemeliharaan

4) Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan

data sekunder.

a. Data Primer

Data primer adalah data data yang bersumber dari penelitian

lapangan yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber

pertam di lapangan baik dari responden maupun informan.31


30
M. Abdi dkk, Panduan Penulisan Tugas Akhir Untuk Sarjana Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Bengkulu, Bengkulu, 2018, hlm. 43.
31
Ibid, hlm. 44.

25
b. Data sekunder

Data sekunder adalah data jenis data yang bersumber dari

penelitian kepustakaan, yaitu data yang diperoleh secar tidak

langusng dari sumber pertamanya, melaikan sumber dari data-

data sudah terdoumentasikan dalam bentuk bahan-bahan hukum

maupun bahan-bahan non hukum.32 Data ini digunakan untuk

mendukung data primer. Kegunaan dari bahan hukum sekunder

adalah memberikan kepada peneliti semacam petunjuk ke arah

mana melangkah.

Selain itu data skunder terdiri dari beberapa bahan hukum

yang terdiri dari :

1. Bahan hukum primer, yaitu, Bahan hukum primer,

yaitu bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-

undangan, risalah resmi, putusan pengadilan dan

dokumen resmi Negara:

 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

KUHAP.

 Peraturan Pemerintah Nomor 58 perubahan atas

Tahun 2010 Perbahan Atas Peraturan Pemerintah

Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 16

Tahun 2014.
32
Ibid, hlm. 44.

26
2. Bahan hukum sekunder bahan hukum yang terdiri atas;

buku hukum, jurnal hukum yang berisi prinsip-prinsip

dasar (asas hukum), pandangan para ahli hukum

(doktrin), hasil penelitian hukum, kamus hukum,

ensiklopedia hukum. Wawancara dengan narasumber ahli

hukum untuk memberikan pendapat hukum tentang suatu

peristiwa atau fenomena hukum bisa diartikan sebagai

bahan hukum sekunder, namun demikian perlu dilihat

kapasitas keilmuan tidak terlibat dengan peristiwa

tersebut agar komentar yang diberikan menjadi objektif.

3. Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang

memberikan petunjuk dari bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder yang berupa kamus umum,

kamus hukum, kamus besar bahasa Indonesia dan

kamus bahasa Inggris.33

5) Metode Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang akan digunakan dalam

meliputi data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data

yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan cara melakukan

33
Muhaiman, op.cit, hlm 59-60.

27
penelitian kepustakaan, sedangkan data primer adalah fakta sosial

berupa masalah yang berkembang di tengah masyarakat yang

memiliki signitifikasi sosiologis yang penulis lakukan yaitu dengan

cara wawancara.

Wawancara sebagai salah satu teknik dalam penelitian bertujuan

untuk mengumpulkan keterangan atau data. Teknik ini, dilakukan

dengan cara mengajukan pertayaan kepada informan atau responden

untuk mendapat jawaban yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.34

6) Pengolahan data

Pengolahan data merupakan proses penelitian dimana data yang

telah terkumpul diolah. Pengolahan data pada umumnya dilakukan

dengan cara pemeriksaan, penandaan, rekonstruksi, dan sistimatisasi

data. Cara tersebut merupakan tahap-tahap yang dapat diuraikan

sebagai berikut:

1) Pemeriksaan data (editing). yaitu pembenaran apakah data yang

terkumpul melalui studi pustaka, dokumen, wawancara,

observasi, dan kusioner sudah dianggap lengkap, relavan, jelas,

tidak berlebihan, dan tanpa kesalahan.

2) Penandaan data (coding), adalah pemberian tanda pada data yang

diperoleh, baik berupa penomoran atau penggunaan tanda atau

simbol atau kata tertentu yang menunjukan golongan/kelompok

klasifikasi data menurut jenis dan sumbernya, dengan tujuan


34
M. Abdi dkk, Op.Cit, hlm 57.

28
untuk menyajikan data secara sempurna, memudahkan

rekontruksi serta analisis data.35

7) Analisis data

Analisis kualitatif adalah analisis data yang didasarkan atas perhitungan

atau angka atau kuantitas (jumlah), misalnya menggunakan angka statistik.

Sedangkan analisis kualitatif merupakan analisis data yang tidak

menggunakan angka melainkan memberikan gambaran-gambaran (deskripsi)

dengan kata-kata atas temuan dan karenanya lebih mengutamakan mutu

(kualitas) dari data, dan bukan kuantitas. Kedua analisis data ini, dapat

digunakan dalam penelitian hukum empiris.

35
Ibid, hlm. 46.

29
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

30
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,
---------------------Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010, hlm, 59.

M. Abdi dkk, Panduan Penulisan Tugas Akhir Untuk Sarjana Hukum, Fakultas
Hukum Universitas Bengkulu, Bengkulu, 2018.

Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum, Pusaka Setia, Bandung, 2011.

Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang Undangan, Kansius, Yogyakarta,


---------1998.

Muhaiman, Metode Penelitian Hukum, Mataram University Press, NTB, 2020.

Rahman Syamsyuddin, Pengantar hukum Indonesia, Prenadamedia Group,


------------------Jakarta, 2019.

R. Abdoel Jamali, Pengantar Ilmu Hukum, Raja Grafindo Persada, Depok, 2019.

Satjipto Rahardjo, ilmu hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014

Suryaningsih, Pengantar Ilmu Hukum, Mulawarman University Press, Kalimantan


---------Timur, 2018.

Soehino, Ilmu Negara, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta, 2013.

Shidarta, Moralitas Profesi Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2009.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty Yogyakarta,


-----------2007

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Tata Negara, Sekretariat Jendral Dan


--------------------Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006.

JURNAL

Arifki Zainefi, “Pelaksanaan Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Hasil
---------Rampasan Negara Dirumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara”, Gloria
----------Yuris, Vol 5. No 1, 2016.

Aditya Yuli Sulistyawan, “Pemahaman Terhadap Asas Kepastian Hukum Melalui


Kotruksi Penalaran Positivisme Hukum”, Jurnal Crepido, Vol. 01, No. 01,
Juli 2019.

31
Fence M. Wantu, “Antinomi Dalam Penegakan Hukum Oleh Hakim”, Jurnal
Berkala Mimbar Hukum, Vol. 19 No.3 Oktober 2007.

Miftahul Huda, “Hak Atas Memperoleh Kepastian Hukum Dalam Prespektif


Persaingan Usaha Melalui Bukti Tidak Langsung”, Jurnal HAM, Vol. 11,
No. 2, Agustus 2020.

Pantja Bambang Sudarwanto. “Analisis Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang


Rampasan Negara di Dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Dan
Barang Rampasan Negara (RUPBASAN)”, Lollong Mainting, Vol 4,
Nomor 1 2019.

Priyo Budiharto, Endang Larasati dan Sri Suwitri, “Analisis Kebijakan


Pengawasan Melekat Di Badan Pengawas Provinsi Jawa Tengah”,
Dialouge Vol 4, No1.

Rachmatika Lestari , Nila Trisna , Dara Quthni Effida, “Tanggung Jawab Rumah
Penyimpanan Benda Sitaan Negara Dalam Pengelolaan Benda Sitaan dan
Barang Rampasan Hasil Tindak Pidana”, Jurnal Ius Civil, Vol 4, No 2,
Oktober 2020.

Zulkarnain Ridiwan, “Negara Hukum Kebalikan NACHTWACHTERSTAAT “,


Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 5 No. 2 Mei-Agustus 2012.

Artikel

Kepala Rupbasan Kelas I Bengkulu, “Lokasi Rupbasan Sempit,


Penggunaannya Tidak Bisa Maksimal”, diunduh tanggal 14 Maret 2022 dari
www.ditjenpas.go.id.

32
33

Anda mungkin juga menyukai