Anda di halaman 1dari 41

ANALISIS FUNGSI DAN KEDUDUKAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI

SIPIL DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEKAYAAN

INTELEKTUAL

(Studi Pada Kantor KEMENKUMHAM Wilayah Jakarta Pusat)

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

SAMUEL AMPUAN TUA SINAGA

NIM : 191010200622

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PAMULANG

TANGERANG SELATAN

2023
ANALISIS FUNGSI DAN KEDUDUKAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI

SIPIL DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEKAYAAN

INTELEKTUAL

(Studi Pada Kantor KEMENKUMHAM Wilayah Jakarta Pusat)

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

SAMUEL AMPUAN TUA SINAGA

NIM : 191010200622

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PAMULANG

TANGERANG SELATAN

2023

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 7

C. Tujuan Masalah .............................................................................. 7

D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 8

E. Kerangka Teori ............................................................................... 8

F. Orisinalitas Penelitian...................................................................... 10

G. Sistematika Penulisan ..................................................................... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 14

A. Pengertian Kedudukan Hukum (Legal Standing)............................. 14

B. Tinjauan Umum Terhadap Tindak Pidana....................................... 14

1. Pengertian Tindak Pidana..................................................... 14

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana.................................................. 16

C. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dibidang HAK Kekayaan

Intelektual (HKI)............................................................................... 17

1. Pengertian Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)

menurut Peraturan Perundang-undangan.............................. 17

2. Dasar Hukum Kewenangan Pejabat Pegawai Negeri Sipil

didalam Peraturan Perundang-undangan............................... 19

ii
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................... 31

A. Jenis Penelitian................................................................................ 31

B. Spesifikasi Penelitian....................................................................... 31

C. Sumber dan Jenis Data..................................................................... 32

D. Lokasi Penelitian.............................................................................. 33

E. Teknik Pengumpulan Data............................................................... 34

F. Teknik Analisis Data........................................................................ 34

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 35

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sebagai negara hukum harus memiliki tugas pokok dalam memberikan

jaminan perlindungan terhadap hak asasi kepada setiap warganya. Dalam hal

ini, hak asasi memiliki berbagai macam bentuk, seperti hak hidup, hak dalam

mengungkapkan pendapat, hak untuk memiliki sesuatu dan hak untuk

mendapatkan perlindungan hukum atas kepemilikan sesuatu itu.

Hak cipta merupakan kekayaan intelektual di bidang ilmu pengetahuan,

seni dan satra yang mempunyai peranan strategis dalam mendukung

pembangunan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum sebagaimana

diminatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

19451. Dalam hal ini Kekayaan Intelektual merupakan hak yang melekat pada

setiap intelektual yang berasal dari hasil pemikiran seseorang yang

mengakibatkan melekat pada orang tersebut, maka perlunya perlindungan

terhadap hak kekayaan intelektual ini merupakan sama hukumnya

perlindungan hak asasi manusia secara umumnya.

Dalam hal memasuki era globalisasi sekarang ini yang mengakibatkan

meningkatnya persaingan-persaingan global yang terjadi didalam

masyarakat. Hal tersebut membuat kekayaan intelektual (KI) menjadi salah

satu komponen penting yang memainkan perannya dalam menunjang

pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dan dalam menjaga keunggulan industri

1
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

1
2

dan perdagangannya. Perkembangan teknologi di era digital sekarang ini dapat

melahirkan fenomena-fenomena baru dan karya-karya baru dari pemikiran

seseorang yang membuat perlunya pentingnya perlindungan dalam hal hak atas

merek, desain industri, dan paten yang terdapat dalam karya-karya tersebut.

Dalam era globalisasi juga mengakibatkan munculnya persaingan

perdagangan yang menyebabkan masuknya beberapa perjanjian-perjanjian

internasional yang berkaitan dengan perdagangan bebas dan TRIPs (Trade Related

Aspect on Intellectual Property Right), merupakan peran penting Hak Kekayaan

Intelektual (HKI) dalam mengurangi maupun menghilangkan rintangan dan

hambatan dalam perdagangan international serta pentinganya perlindungan hukum.

Perkembangan perdagangan global telah membuktikan bahwa kekayaan intelektual

(KI) telah menjadi salah satu komponen yang sangat penting dalam menunjang

pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Dimasukkannya Persetujuan mengenai

Aspek-aspek Kekayaan Intelektual yang terkait dengan Perdagangan (TRIPs)

sebagai salah satu bagian dari paket Persetujuan Pembentukan Organisasi

Perdagangan Sedunia (WTO) merupakan bukti nyata semakin pentingnya peran KI

dalam perdagangan2. Berkaitan hal tersebut, harus adanya perlindungan

pelaksanaan HKI dalam perdagangan bebas dalam menyelesaikan permasalah yang

sederhana, seperti agar dapat dimiliki, dikuasai, dan dipergunakan untuk berbagai

tujuan terkait apa yang telah ditemukan, diciptakan, maupun diwujudkan melalui

kemampuannya dan hasil pemikiran intelektualnya.

2
Kemenkumham Sulawesi Selatan. Panduan Kekayaan Intelektual 16/10/201
3

Seperti halnya siapakah yang menjadi pemilik suatu hasil karya, apabila

seseorang memiliki karya dengan bahan baku yang berasal dari pihak lain, dan

sebagainya. Seseorang yang memenuhi kualifikasi sebagai subjek hukum

diwajibkan untuk mematuhi peraturan dan norma hukum3. Berdasarkan perspektif

ini, subjek hukum diharuskan mengetahui konsekuensi dilakukannya perbuatan

yang bertentangan dengan norma hukum. Secara umum, mekanisme penyelesaian

kasus-kasus tindak pidana di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Berkaitan dengan sistem peradilan pidana di Indonesia.

M Yahya Harahap mengatakan bahwa:

Sistem peradilan pidana digariskan KUHAP merupakan sistem terpadu


(intergrated criminal justice System) yang diletakan diatas landasan prinsip
“diferensiasi fungsional” diantara apparat penegak hukum sesuai dengan
“tahap proses kewenangan” yang diberikan undang-undang kepada masing-
masing.4

Dengan adanya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), maka akan

mengubah sistem peradilan pidana terutama dalam tataran penyidikan yang akan

berpengaruh pada eksistensi integrated criminal justice system dalam KUHAP.

Muladi mengatakan bahwa:

Integrated criminal justice system ini adalah sinkronisasi atau


keserempakan dan keselarasan, yang dapat dibedakan dalam: sinkronisasi
struktural, sinkronisasi substansial, dan sinkronisasi kultural.5

3
Halimah Humayrah Tuanaya Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Suatu Gagasan
Korporasi Sebagai Legal Person yang Mandiri Dalam Pertanggungjawaban Pidana Korporasi.
4
M. Yahya Harahap, Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Penyidikan dan
Penuntutan), Sinar Grafika, Jakarta, 2000, hlm. .90.
5
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit UNDIP, Semarang,,
1995, hlm.1-2.
4

Dalam hal kedudukan maupun eksistensi PPNS dalam sistem peradilan

pidana dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUHAP, yang menyatakan

bahwa Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat

Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang

untuk melakukan penyidikan. Selain itu terdapat dalam ketentuan Pasal 1 angka 11

UU No. 2 Tahun 2002 tentang kepolisian merupakan Pejabat Pegawai Negeri Sipil

tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik

dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana lingkup

undang-undang yang menjadi dasar hukumnya. Serta dapat dijelaskan dalam

masing-masing Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya dalam PPNS

melakukan penyidikan.

Contohnya dalam Pasal 89 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang

Merek yang menegaskan bahwa Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Direktorat

Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual, diberi wewenang khusus sebagai penyidik

dalam melakukan penyidikan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan

tindak pidana di bidang merek.

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa PPNS merupakan penyidik disamping

penyidik POLRI yang memiliki kedudukan serta berperan penting dalam

melakukan penyidikan, dalam kaitannya menegakkan hukum pidana. Adapun

PPNS Kekayaan Intelektual mendapatkan kewenangan untuk menyidik

berdasarkan Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya, sehingga dalam

proses penyidikannya terbatas sepanjang menyangkut tindak pidana yang diatur


5

dalam Undang-Undang Kekayaan Intelektual. Utamanya dalam melaksanakan

kewenangan khusus yang diberikan Undang-Undang, dibutuhkan proses lebih

lanjut yang bersifat teknis pelaksanaan dalam menjalankan kewenangannya sebagai

penyidik yaitu dengan proses penyidikan, utamanya dalam kasus pengaduan/

pelaporan pelanggaran tindak pidana di bidang Hak Kekayaan Intelektual6.

Bila kita mencermati lebih mendalam, maka sesungguhnya rumusan setiap

pasal dimaksud memberikan wewenang penyidikan bukan saja kepada pejabat

penyidik dari kepolisian, namun juga memberi kewenangan penyidikan kepada

setiap Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan kementerian pada umumnya

yang memiliki kewenangan berdasarkan UU masing-masing dibidang Hak

Kekayaan Intelektual yaitu PPNS Kekayaan Intelektual khususnya.

Hal ini bersesuaian dengan “rumusan pasal 6 Ayat (1) huruf b KUHAP yang

merupakan legitimasi awal dari eksistensi Penyidik Pegawai Negeri Sipil di dalam

proses penyidikan7. Adapun urgensi keberadaan PPNS dalam proses penyidikan

tindak pidana ialah untuk memberikan bantuan yang bersifat fungsional kepada

pihak kepolisian. Adapun untuk teknis pelaksanaan kewenangan Penyidik Pegawai

Negeri Sipil di bidang kekayaan intelektual telah diatur dalam Keputusan Menteri

Hukum dan HAM No. M.HH-01.H1.07.02 Tahun 2015 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Manajemen Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kekayaan

Intelektual. Keputusan ini diterbitkan dengan maksud dan tujuan sebagai pedoman

6
Pasal 16 Ayat (1) UU Rahasia Dagang; Pasal 53 Ayat (1) UU Desain Industri; Pasal 41
Ayat (1) UU Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu; Pasal 110 Ayat (1) UU Hak Cipta; Pasal 159 Ayat
(1) UU Paten; dan Pasal 99 Ayat (1) UU Merek.
7
Pasal 6 Ayat (1) huruf b “KUHAP: Penyidik adalah: (a) pejabat polisi negara Republik
Indonesia; (b) pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang.
6

dalam pelaksanaan proses penyidikan oleh Penyidik Pegawai negeri Sipil di bidang

Kekayaan Intelektual sehingga dapat terwujud pelaksanaan penyidikan yang

bersinergi dan profesional oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

Sebagai salah satu bentuk upaya penanganan kasus pelanggaran tindak

pidana dibidang Kekayaan Intelektual di dalam memberikan pelayanan terkait

pengaduan oleh masyarakat dalam memperoleh perlindungan hukum dan

penegakan hukum, yaitu telah diadakan satu struktur khusus yang menangani

proses penyidikan di lingkungan Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual. Hal ini

dilakukan dengan maksud agar penyidikan dugaan tindak pidana kekayaan

intelektual tidak terpusat pada pihak kepolisian saja.

Muladi mengatakan bahwa:

Integrated criminal justice system ini adalah sinkronisasi atau


keserempakan dan keselarasan, yang dapat dibedakan dalam: sinkronisasi
struktural, sinkronisasi substansial, dan sinkronisasi kultural.8

Sinkronisasi struktural adalah keserampakan dan keselarasan dalam

kerangka hubungan antara lembaga penegak hukum, sinkronisasi substansial

adalah keserampakan dan keselarasan yang bersifat vertikal dan horisontal dalam

kaitannya dengan hukum positif, sedangkan sinkronisasi kultural adalah

keserampakan dan keselarasan dalam menghayati pandangan-pandangan, sikap-

sikap dan falsafah yang secara menyeluruh mendasari jalannya sistem peradilan

pidana. Bagaimana kedudukan dan kewenangan PPNS KI dalam penyidikan di

dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.

8
Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit UNDIP, Semarang,
1995, hlm. 1-2.
7

Penelitian ini dilakukan pada Kantor KEMENKUMHAM yang beralamat

di Jl. H.R. Rasuna Said No. Kav 8, RT. 016/ RW. 04, Kuningan, East Kuningan,

Jakarta, South Jakarta City, Jakarta. Kode Pos 12940.

Berdasarkan uraian Latar Belakang Masalah diatas, menjadi ketertarikan

penulis untuk melakukan sebuah penelitian ilmiah yang berjudul “Analisis

Fungsi dan Kedudukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dalam Penyidikan

Tindak Pidana Kekayaan Intelektual” (Studi kasus Pada Kantor

KEMENKUMHAM Wilayah Jakarta Pusat).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka permasalahan yang akan

diajukan oleh penulis melalui rumusan masalah adalah, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peranan kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil

melakukan penyidikan Tindak Pidana Kekayaan Intelektual di Kantor

KEMENKUMHAM?

2. Bagaimanakah upaya dan kendala kedudukan Penyidik Pegawai Negeri

Sipil dalam Melakukan Penyidikan Tindak Pidana Kekayaan Intelektual

di Kantor KEMENKUMHAM?

C. Tujuan Masalah

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis peranan kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil

melakukan penyidikan Tindak Pidana Kekayaan Intelektual di Kantor

KEMENKUMHAM.
8

2. Untuk menganalisis upaya dan kendala kedudukan Penyidik Pegawai Negeri

Sipil dalam Melakukan Penyidikan Tindak Pidana Kekayaan Intelektual di

Kantor KEMENKUMHAM.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti secara pribadi, dan

dapat memperluas wawasan penulis, namun juga diharapkan bermanfaat bagi

pihak-pihak yang memerlukan data maupun pengetahuan yang berkaitan

mengenai materi penelitian ini. Adapun manfaat penelitian yang dilakukan oleh

penulis sendiri adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan

ilmu hukum khususnya yang berkaitan dengan kedudukan wewenang

penyidik pegawai negeri sipil di bidang kekayaan intelektual.

2. Secara Praktis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana

baru, sekaligus memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai

keberadaan penyidik pegawai negeri sipil kekayaan intelektual di tengah

masyarakat sebagai bentuk upaya penegakan hukum dan pencegahan

tindak pidana pelanggaran dibidang kekayaan intelektual.

E. Kerangka Teori.

Dalam sebuah penulisan penelitian ini, landasan teori merupakan analisis

yang digunakan dalam mengupas masalah yang disajikan dalam penelitian9.

9
Hariwijaya dan Triton, Teknik Penulisan Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta: 2007), hlm. 47.
9

Sehingga dengan pembaca melihat dari permasalahan yang ditulis oleh

peneliti maka akan ditemukan teori-teori yang relevan dan berkaitan dengan

obyek penelitian. Berkenaan dengan penulisan skripsi ini maka teori-teori yang

digunakan didalamnya anatara lain, yaitu :

Hukum merupakan suatu sarana bagi masyarakat dalam mengubah

perilaku sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya yang

diambil dari perilaku masyarakat itu sendiri dan tujuan dalam hukum adalah

sesuatu yang ingin dicapai oleh hukum, yakni “keadilan dan kepastian hukum”.

Salah satu yang membedakan antara ilmu hukum dengan ilmu lainnya adalah

hukum itu sendiri memiliki kekuatan yang memaksa yang dapat memberikan

sanksi bagi pelanggarnya. Unsur “paksaan” yang terdapat didalamnya bukan

dalam wujud “paksaan psikis”, melainlkan dalam faktanya bahwa tindakan-

tindakan paksaan didalamnya sebagai sanksi yang diterima oleh pelanggarnya

oleh peraturan-peraturan yang membentuk tata hukum. Hukum dipandang

sebagai “ peraturan tentang tindakan manusia terhadap sesamanya yang

ditegakan oleh suatu otoritas politik yang berkuasa”10.

Barda Nanawi Arif Mengatakan bahwa

Pada Hakikatnya, Sistem Peradilan Pidana merupakan sistem


kekuasaan negara menegakkan hukum pidana yang di wujudkan dalam
4 (empat) sub sistem, yaitu “Kekuasaan Penyidikan (oleh Badan
/Lembaga Penyidik), Kekuasaan Penuntutan (oleh Badan/ Lembaga
Penuntut Umum), Kekuasaan mengadili dan menjatuhkan putusan/
pidana (oleh Badan Pengadilan), Kekuasaan pelaksanaan putusan
pidana (oleh Badan/ Aparat Pelaksana/ Eksekusi)”.11
10
H. Ahmad Kamil dan M.Fauzan “Kaidahkaidah hukum Yurisprudensi”, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm.22.
11
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana tentang Sistem Peradilan Pidana
Terpadu, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2006, hlm. 20.
10

Dalam hal ini dapat dilihat bahwa didalamnya terdapat proses pertama

dalam penanganan suatu tindak pidana ada pada kekuasaan penyidikan. Artinya,

penyidikan merupakan tahap paling penting dalam menentukan berjalan atau

tidaknya suatu proses dengan baik melalui Sistem Peradilan Pidana Terpadu.

F. Orisinalitas Penelitian.

Untuk mengetahui penelitian yang sudah ataupun belum diteliti pada

penelitian sebelumnya, maka perlu adanya upaya perbandingan, apakah terdapat

unsur-unsur perbedaan ataupun persamaan dengan konteks dalam penelitian ini.

Di antara hasil penelitian terdahulu yang menurut peneliti terdapat kemiripan,

yaitu:

Harison Citrawan dan Achmad Fikri Rasyidi. penelitian yang berjudul

“Efektivitas Penegakan Hukum Di Bidang Kekayaan Intelektual Oleh Penyidik

Pegawai Negeri Sipil” (Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak

Asasi Manusia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jl. HR Rasuna

Said Kav. 4-5 Kuningan Jakarta Selatan 12940)12.

Kajian ini bersifat deskriptif dan eksplanatif yang akan menggambarkan

efektivitas penegakan hukum oleh PPNS di bidang kekayaan intelektual, serta

menjelaskan hal-hal yang memengaruhi efektivitas tersebut. Untuk dapat

dikategorikan dalam kondisi efektif, kajian ini menetapkan beberapa parameter

yang akan dijadikan ukuran, dengan pertama-tama berangkat dari normativitas

tugas dan kewenangan yang diemban oleh PPNS.

12
Harison Citrawan dan Achmad Fikri Rasyidi. “Efektivitas Penegakan Hukum Di Bidang
Kekayaan Intelektual Oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil” (BPSDM Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Jl. HR Rasuna Said Kav. 4-5 Kuningan Jakarta Selatan.
11

Berdasarkan pada norma-norma tersebut, kajian ini merumuskan ruang

lingkup evaluasi efektivitas penegakan hukum di bidang kekayaan intelektual

oleh PPNS sebagai berikut yaitu pelaksanaan penyidikan, pelaksanaan

koordinasi dengan kepolisian, dan SDM PPNS yang berkualitas.

Cindy Kosegeran, Wewenang Penyidik Melakukan Penyidikan Tindak

Pidana Hak Cipta Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak

Cipta13. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

wewenang penyidik dalam melakukan penyidikan tindak pidana hak cipta

menurut Undang-Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan

bagaimana jenis-jenis perkara tindak pidana hak cipta yang menjadi kewenangan

penyidik untuk dilakukan penyidikan.

Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative. dirumuskan

wewenang Penyidik Dalam Perkara Tindak Pidana Hak Cipta yang dilaksanakan

oleh pejabat Kepolisian Negara Republik lndonesia, Pejabat Pegawai Negeri

Sipil tertentu di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang hukum yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik

sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang yang mengatur mengenai hukum

acara pidana yakni melakukan pemeriksaan, penggeledahan, penyitaan terhadap

laporan, keterangan, barang bukti, pembukuan, pencatatan, dan dokumen

lainnya.

13
Cindy Kosegeran, Wewenang Penyidik Melakukan Penyidikan Tindak Pidana Hak Cipta
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
12

NURUL SETIAWAN, Eksistensi Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dibidang

Hak Kekayaan Intelektual14. Penelitian terkait implementasi kewenangan dan

hambatan dari status keberadaan pejabat PPNS Kekayaan Intelektual yang

berada dilingkungan Kementerian Hukum dan HAM R.I di Direktorat Jenderal

Kekayaan Intelektual khususnya pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan

HAM Sulawesi Selatan pada Sub Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual selaku

satker (satuan kerja).

G. Sistematika Penulisan.

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan lengkap tentang hal-hal

yang akan diuraikan dalam penulisan hukum ini, maka penulis akan memberikan

sistematika penulisan hukum. Sistematika penulisan hukum ini terdiri dari IV bab,

beberapa sub bab, termasuk pula daftar pustaka dan lampiran. Adapun sistematika

dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN.

Bagian pendahuluan ini berisi tentang latar belakang masalah,

identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.

Dalam Bab ini akan diuraikan tentang tinjauan pustaka terhadap tindak

pidana Kekayaan Intelektual yang menjadi literatur pendukung dalam

pembahasan penulisan hukum ini.

14
NURUL SETIAWAN, Eksistensi Penyidik Pegawai Negeri Sipil Dibidang Hak
Kekayaan Intelektual.
13

Tinjauan pustaka dalam penulisan hukum ini meliputi Tinjuan Tentang

kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kekayaan

Intelektual dan dasar hukum yang dikawal oleh Penyidik Pegawai

Negeri Sipil (PPNS) Kekayaan Intelektual.

BAB III METODE PENELITIAN.

Dalam bab ini menjelaskan tentang jenis penelitian, spesifikasi

penelitian, sumber data dan jenis data, lokasi penelitian Teknik

penelitian, pengumpulan data, dan Teknik analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS PEMBAHASAN.

Pada bab ini menjelaskan hasil penelitian yang relevan dengan

permasalahan dan pembahasannya.

BAB V PENUTUP.

Dalam bab ini menguraikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

ini, dan akan diakhiri dengan lampiran-lampiran yang terkait dengan

hasil penelitian yang di temukan di lapangan yang dipergunakan

sebagai pembahasan atas hasil penelitian/ isi dari bahan skripsi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kudukan Hukum (Legal Standing).

Harjono mengatakan bahwa:

Dalam buku Konstitusi sebagai Rumah Bangsa “Legal Standing” atau


disebut dengan kedudukan hukum. Legal standing adalah keadaan di mana
seseorang atau suatu pihak ditentukan memenuhi syarat dan oleh karena itu
mempunyai hak untuk mengajukan permohonan penyelesaian perselisihan
atau sengketa atau perkara di depan Mahkamah Konstitusi.15

B. Tinjauan Umum Terhadap Tindak Pidana.

1. Pengertian Tindak Pidana.

Tindak pidana atau strafbaarfeit adalah perbuatan yang pelakunya

seharusnya dipidana. Tindak pidana dirumuskan dalam undang-undang,

antara lain KUHP. Contohnya, Pasal 338 KUHP menentukan bahwa:

Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena

pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Strafbaarfeit atau tindak pidana terdiri dari tiga kata, yakni Straf sendiri

diterjemahkan dengan pidana dan hokum, Baar diterjemahkan dapat atau

boleh, dan Feit adalah perbuatan, tindak, peristiwa, dan pelanggaran. Jadi

dapat disimpulkan bahwa istilah strafbaarfeit adalah peristiwa yang dapat

dipidana atau perbuatan yang dapat dipidana.

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah strafbaarfeit dan dalam kepustakaan

15
Harjono, Konstitusi Sebagai Rumah Bangsa, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008), hlm. 176.

14
15

tentang hukum pidana sering mempergunakan delik, sedangkan pembuat

undangundang merumuskan suatu Undang-Undang mempergunakan istilah

peristiwa pidana atau pebuatan pidana atau tindakan pidana16.

Simons mengatakan bahwa:

Tindak pidana atau strafbaarfeit adalah suatu tindakan atau


perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang,
bertentangan dengan hukum dan dilakukan dengan kesalahan oleh
seseorang yang mampu bertanggung jawab.17

Simons mengartikan sebagaimana dikutip dalam buku Leden

Marpaung strafbaarfeit sebagai berikut. “strafbaarfeit adalah suatu tindakan

yang melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak

sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggung

jawabkan dan oleh undangundang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan

yang dapat dihukum.”

Supaya sesuatu tindakan itu dapat dihukum, maka tindakan tersebut

harus memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan dalam

undang-undang. Setiap strafbaarfeit itu sebagai pelanggaran terhadap

larangan atau kewajiban menurut undang-undang itu, pada hakikatnya

merupakan suatu tindakan melawan hukum.

Van Hamel mengatakan bahwa:

Merumuskan delik (strafbaarfeit) itu “Kelakuan manusia yang


dirumuskan dalam Undang-Undang, melawan hukum, yang patut
dipididana dan dilakukan dengan kesalahan”.18
16
Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana, Rengkang Education Yogyakarta dan Pukap
Indonesia, Yogyakarta,2012 hlm. 20.
17
Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Cetakan ketujuh, Sinar Grafika,
Jakarta, 2012, hlm 8.
18
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana,Cetakan keempat, P.T.Rienka Cipta, Jakarta,
2010, hlm 96.
16

Kelsen melakukan rekonstruksi guna mengidentikkan subyek delik

dan objek sanksi untuk mencegah terjadinya represi hukum. Menurut

Kelsen, seseorang menjadi subyek delik akan dipertanggungjawabkan atas

delik yang dilakukan dan oleh karenanya dapat dikenakan sanksi sebagai

konsekuensi atas delik yang terjadi. Berdasarkan hal tersebut, pembuat delik

selalu identik dengan objek sanksi. Sepanjang pembuat mempunyai

kesengajaan ataupun kehendak untuk melakukan tindak pidana, maka

pembuat secara mutlak dapat dipersalahkan tanpa memperhatikan keadaan-

keadaan yang turut mempengaruhi terjadinya tindak pidana karena keadaan

tersebut tidak mempengaruhi sikap batin pembuat.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana.

Dalam suatu peraturan perundang-undangan pidana selalu mengatur

tentang tindak pidana. Dimana untuk mengetahui adanya tindak pidana,

maka pada umumnya dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan

pidana tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang dan disertai dengan

sanksinya. Menurut Moeljanto, dapat diketahui unsur-unsur tindak pidana

sebagai berikut:

a. Perbuatan itu harus merupakan perbuatan manusia.

b. Perbuatan itu harus dilarang dan diancam dengan hukuman oleh

undang-undang.

c. Perbuatan itu bertentangan dengan hukum atau melawan hukum.

d. Harus dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggung

jawabkan. dan Perbuatan itu harus dipersalahkan kepada si pembuat


17

C. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dibidang HAK Kekayaan Intelektual

(HKI)

1. Pengertian Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) menurut Peraturan

Perundang-undangan :

Penyidik Pegawai Negeri Sipil di dalam Pasal 1 angka 11 undang-

undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI jo Peraturan

Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Pelaksanaan

Koordinasi, Pengawasan dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian

Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Dan Bentuk-Bentuk Pengamanan

Swakarsa19. Bahwa yang dimaksud adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil

tertentu dan berdasakan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku

penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak

pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya

masing-masing.

Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 1981 KUHAP jo Pasal 1

angka 10 Undang-undang RI No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian

Negara RI20. Bahwa yang dimaksud dengan penyidik adalah Pejabat Polisi

Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu

yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan

penyidikan. Hal tesebut juga terdapat dalam Pasal 6 KUHAP, bahwa

penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Repubik Indonesia dan Pejabat

19
Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2002
20
Undang-undang RI No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara RI
18

Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-

undang.

Didalam Pasal 1 angka 4 UU No. 8 Tahun 1981 KUHAP jo Pasal 1

angka 8 Undang-undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negera

RI, bahwa yang dimaksud dengan penyelidik adalah Pejabat Polisi Ngeara

Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk

melakukan penyelidikan, sedangkan di dalam Pasal 4 No. 8 Tahun 1981

KUHAP, bahwa penyelidik adalah setiap Pejabat Polisi Negara Republik

Indonesia.

Dalam Pasal 1 angka 5 UU No. 8 Tahun 1981 KUHAP jo Pasal 1

angka 9 Undang-undang RI No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

RI, bahwa yang dimaksud dengan Penydikan adalah serangkaian tindakan

penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam dalam undang-

undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti

itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna

menemukan tersangkanya. Juga ada beberapa pengertian terkait dengan

penyidik PNS antara lain :

a. Koordinasi adalah suatu bentuk hubungan kerja antara Penyidik

Polri dengan penyidik pegawai negeri sipil dalam rangka pelaksaan

penyidik tindak pidana yang menyangkut bidang tertentu atas dasar

sendi-sendi hubungan fungsional.

b. Pengawasan adalah proses pengamatan dari dan pada pelaksanaan

kegiatan penyidik pegawai negeri sipil dalam rangka pelaksanaan


19

penyidikan untuk menjamin agar seluruh kegiatan penyidikan yang

sedang dilakukan dapat dibenarkan secara material maupun formal

dan berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

c. Bantuan Penyidikan adalah bantuan yang diberikan oleh penyidik

Polri kepada penyidik pegawai negeri sipil dalam rangka

pelaksanaan penyidikan, dapat berupa bantuan teknis (bantuan

personil dan peralatan), bantuan teknis (bantuan ahli dalam rangka

pembuktian), bantuan upaya paksa (bantuan penindakan).

2. Dasar Hukum Kewenangan Pejabat Pegawai Negeri Sipil didalam

Peraturan Perundang-undangan.

a. Kewenangan Pejabat Pegawai Negeri Sipil didalam UU No. 8

Tahun 1981 Tentang KUHAP21. Bahwa wewenang Penyidik

Pegawai Negeri Sipil karena kewajibannya adalah :

1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang

adanya tindap pidana;

2) Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian;

3) Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda

pengenal diri tersangka;

4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan

penyitaan;

5) Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

6) Mengambil sidik jari dan memetret seseorang;

21
UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP
20

7) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi;

8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam

hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

9) Mengadakan penghentian penyidikan;

10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang

bertanggungjawab.

Dikatakan juga dalam wewenang sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 7 ayat (2) KUHAP, kecuali mengenai penahanan yang wajib

diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik.

b. Kewenangan Pejabat Pegawai Negeri Sipil Kekayaan Intelektual

(KI) didalam Undang-undang yang melindungi Hak Kekayaan

Intelektual :

1) Undang-undang RI No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan

Indikasi Geografis22 :

Pasal 99

Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik

Indonesia, Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di

lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan dibidang hukum diberi wewenang khusus sebagai

penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang

22
Undang-undang RI No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis
21

mengatur mengenai hukum acara pidana untuk melakukan

penyidikan tindak pidana merek.

Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang

melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan

berkenaan dengan tindak pidana bidang merek. Pemeriksaan

terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana dibidang

merek. Permintaan keterangan dan barang bukti dari orang

sehubungan dengan tindak pidana dibidang merek. Pemeriksaan

dokumen lain dibidang merek; atas pembukuan, berkenaan dengan

pencatatan, dan tindak pidana. Penggeledahan dan pemeriksaan di

tempat yang diduga terdapat barang bukti, pembukuan, pencatatan,

dan dokumen lain yang berkenaan dengan tindak pidana dibidang

merek. Penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang

dapat dijadikan dalam perkara tindak pidana dibidang merek.

Permintaan keterangan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas

penyidikan tindak pidana di bidang merek. Permintaan bantuan

kepada instasi terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan,

penetapan daftar pencarian orang, dan pencegahan terhadap pelaku

tindak pidana dibidang merek;

Dalam melakukan penyidikan, pejabat pegawai negeri sipil

dapat meminta bantuan pejabat penyidik Kepolisian Negara

Republik Indonesia untuk kelancaran penyidikan.


22

Pejabat penyidik pegawai negeri sipil memberitahukan

dimulainya penyidikan kepada penuntut umum dengan tembusan

kepada penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Hasil Penyidikan yang telah dilakukan oleh Penyidik Pejabat

Pegawai Negeri Sipil disampaikan kepada penuntut umum melalui

penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia.

2) Undang-undang RI No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta23.:

Pasal 110

Selain penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik

Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan

kementerian yang menyelenggarakan usrusan pemerintahan

dibidang hukum diberi wewenang khusus sebagai penyidik

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur

mengenai hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan tindak

pidana Hak Cipta dan Hak Terkait. Penyidik sebagaimana diatur

pada ayat (1) berwenang melakukan pemeriksaan atas kebenaran

laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana dibidang

Hak Cipta dan Hak Terkait. Pemeriksaan terhadap pihak atau badan

hukum yang diduga melakukan tindak pidana dibidang Hak Cipta

dan Hak Terkait. Pemintaan keterangan dan barang bukti dari pihak

atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang Hak

Cipta dan Hak Terkait.

23
Undang-undang RI No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
23

Pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain

berkenaan dengan tindak pidana dibidang Hak Cipta dan Hak

Terkait. Penggeledahan dan pemeriksaan di tempat yang diduga

terdapat barang bukti, pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain

yang berkenaan dengan tindak pidana dibidang Hak Cipta dan Hak

Terkait. Penyitaan dan/atau penghentian peredaran atas izin

pengadilan yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana

dibidang Hak Cipta dan Hak Terkait sesuai dengan kitab Undang-

Undang Hukum. Permintaan keteragna ahli dalam melaksanakan

tugas penyidik tindak pidana di bindag Hak Cipta dan Hak terkait.

Permintaan bantuan kepada instansi terkait untuk melakukan

penangkapan, penahanan, penetapan daftar pencarian orang,

pencegahan dan penangkalanterhadap pelaku tindak pidana di

bidang Hak Cipta dan Hal Terkait; dan Penghentian penyidikan jika

tidak terdapat cukup bukti adanya tindak pidana di bidang Hak Cipta

dan Hal Terkait.

Dalam melakukan penyidikan, Penyidik Pegawi Negeri Sipil

dapat meminta bantuan penyidik pejabat Kepolisian Negara

Republik Indonesia. Penyidik Pegawai Negeri Sipil

memberitahukan dimulainyapenyidikan kepada penuntut umum dan

penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam hal

melakukan tindakan sebagaimana diatur pada ayat 2 (dua) huruf e


24

dan huruf f Penyidik Pegawai Negeri Sipil meminta bantuan

Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 111

Pembuktian yang dilakukan dalam proses pemeriksaan di

tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dipengadilan dapat

dilakukan dengan memnafaatkan teknologi informasidan

komunikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-

undangan. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik diakui

sebagai alat bukti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

3) Undang-undang RI No. 13 Tahun 2016 Tentang Paten24.:

Pasal 159

Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik

Indonesia, Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di

lingkungan kementerian yang menyelengagarakan urusan

pemerintahan dibidang hukum diberi wewenang khusus sebagai

penyidik sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangan-

undangan yang mengatur mengenai hukum acara pidana untuk

melakukan penyidikan tindak pidana paten.

24
Undang-undang RI No. 13 Tahun 2016 Tentang Paten.
25

, Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang

melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan

berkenaan dengan tindak pidana dibidang paten. Pemeriksaan

terhadap orang diduga melakukan tindak pidana dibidang paten.

Permintaan keterangan dan barang bukti dari orang sehubungan

dengan tindak pidana di bidang paten. Pemeriksaan atas pembukuan,

pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di

bidang paten. Penggeledahan dan pemeriksaan di tempat yang

diduga terdapat barang bukti, pembukuan, pencatatan, dan dokumen

lain yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang paten. Penyitaan

terhadap bahan dan produk hasil pelanggaran yang dapat dijadikan

bukti dalam perkara tindak pidana di bidang paten. Permintaan

keterangan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak

pidana di bidang paten.

Permintaan bantuan kepada instansi terkait untuk melakukan

penagkapan, penahanan, penetapan daftar pencarian orang,

pencegahan dan penangkalan terhadap pelaku tindak pidana di

bidang paten; dan penghentian penyidikan apabila tidak terdapat

cukup bukti adanya tidank pidana di bidang paten.

4) Undang-undang R.I. No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia

Dagang25.:

25
Undang-undang RI No. 13 Tahun 2016 Tentang Paten.
26

Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia,

Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan departemen yang

lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi Hak Kekayaan

Intelektual diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidanauntuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang

Rahasia Dagang.

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang

melakukan pemeriksaan atas kebenaran pengaduan atau keterangan

berkenaan dengan tindak pidana di bidang Rahasia Dagang, melakukan

pemeriksaan terhadap pihak yang melakukan tindak pidana di bidang

Rahasia Dagang, meminta keterangn dan bahan bukti dari para pihak

sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang Rahasia Dagang,

melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan dan dokumen lain

berkenaan dengan tindak pidana di bidang Rahasia Dagang, melakukan

pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti

pembukuan, pencatatan dan dokumen lain, melakukan penyitaan

terhadap bahan dan/atau barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan

bukti dalam perkara tindak pidana dibidang Rahasia Dagang, meminta

bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana

dibidang Rahasia Dagang.

Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya memberitahukan


27

dimulainya penyidikan dan melaporkan hasil penyidikannya kepada

Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

Dalam hal penyidikan sudah selesai, Penyidik Pejabat Pegawai

Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyampaikan

hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat

Polisi Negara Republik Indonesia dengan mengingat ketentuan Pasal

107 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

5) Undang-undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri26.:

Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia,

Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil dilingkungan kementerian yang

lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi Hak Kekayaan

Intelektualdiberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana

dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di

bidang Desai Industri.

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang

melakukan pemeriksaan atas kebenaran pengaduan atau keterangan

berkenaan dengan tindak pidana dibidang Desain Industri, melakukan

pemeriksaan terhadap pihak yang diduga telah melakukan tindak

pidana di bidang Desain Industri, Meminta keterangan dan bahan bukti

dari para pihak sehubungan dengan peristiwa tindak pidana dibidang

Desain Industri.

26
Undang-undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri.
28

Meminta keterangan dan bahan bukti dari para pihak sehubungan

dengan peristiwa tindak pidana dibidang Desain Industri. Melakukan

pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan

dengan tindak pidana dibidang Desain Industri. Melakukan

Pemeriksaan ditempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti

pembukuan, pencatatan dan dokumen lain. Melakukan penyitaan

terhadap bahan dan/atau barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan

bukti dalam perkara tindak pidana dibidang Desain Industri; dan/atau

meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan

tindak pidana dibidang Desain Industri.

Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dalam tugasnya memberitahukan dimulainya penyidikan

dan melaporkan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi

Negara Republik Indonesia. Dalam hal penyidikan sudah selesai,

Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana yang dimaksud

dalam ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut

Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik

Indonesiadengan mengingat ketentuan Pasal 107 Undang-Undang No.

8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

6) Undang-undang RI No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata

Letak Sirkuit Terpadu27. :

26
Undang-undang No. 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
29

Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia,

Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil dilingkungan kementerian

yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi Hak Kekayaan

Intelektual diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana

dibidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang

melakukanpemeriksaan atas kebenaran pengaduan atau keterangan

berkenaan dengan tindak pidana dibidan Desai Tata Letak Sirkuit

Terpadu, melakukan pemeriksaan terhadap pihak yang melakukan

tindak pidana dibidang Desain Tata Letak sirkuit Terpadu, meminta

keterangan dan bahan bukti dari para pihak sehubungan dengan

peristiwa tindak pidana dibidang Desai Tata Letak Sirkuit Terpadu,

melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan dan dokumen

lain yang berkenaan dengan tindak pidana dibidang Desai Tata Letak

Sirkuit Terpadu, melakukan pemeriksaan ditempat tertentu yang

diduga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen

lain, melakukan Penyitaan terhadap bahan dan/atau barang hasil

pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana

dibidang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu; dan/atau Penyidik

Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam

tugasnya memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan


30

hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara

Republik Indonesia.

Dalam hal penyidikan sudah selesai, Penyidik Pejabat

Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum

melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan

mengingat ketentuan Pasal 107 Undang-Undang Hukum Acara

Pidana.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mengkaji

studi dokumen, yakni menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan

perundang-undangan, teori hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana.

B. Spesifikasi Penelitian

Berdasarkan judul dan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian

ini dan supaya hasil yang diberikan dapat bermanfaat bagi pembaca, maka

penelitian ini dilakukan dengan penelitian yuridis normatif (metode penelitian

hukum normatif).

Metode penelitian yuridis normatif adalah penelitian hukum kepustakaan

yang dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan kepustakaan atau data

sekunder belaka. Penelitian ini dilakukan guna untuk mendapatkan bahan-

bahan berupa: teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan

hukum yang berhubungan dengan pokok bahasan yang memberkan gambaran

mengenai kedudukan dan kewenangan PPNS Kekayaan Intelektual dalam

melakukan penyidikan tindak pidana Kekayaan Intelektual.

Ruang lingkup penilitian hukum normative meliputi Penelitian terhadap asas-

asas hukum, Penelitian terhadap sistematika hokum, Penelitian terhadap taraf

sinkronisasi hukum secara vertical dan horizontal, Perbandingan hokum,

Sejarah hukuk.

31
32

Dalam penelitian ini, ruang lingkup penelitian ini dilakukan dengan

cara menarik asas hukum dan perundang-undangan yang mendukung dalam

peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melakukan tugasnya dalam

melakukan penyidikan.

C. Sumber dan Jenis Data

Sumber hukum dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi 3, yaitu

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber baham hukum

yaitu:

1. Bahan Hukum Primer, yaitu berupa bahan-bahan yang berseunber dari

peraturan perundangundangan yang terkait dengan judul penelitian ini

yang berlaku dan mengikat dalam permasalahan yang akan diteliti seperti:

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Kitab

Undang-Undang HukumPidana (KUHP). Adapun bahan hukum primer

yang utama sebagai kajian dalam penulisan ini adalah:

a. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang kepolisian

b. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi

Geografis.

c. Undang-Undang RI No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

d. Undang-Undang RI No. 13 Tahun 2016 Tentang Paten.

e. Undang-Undang R.I. No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang.

f. Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri.


33

g. Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak

Sirkuit Terpadu.

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu berupa bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti rancangan perundang-

undangan, literatur, jurnal, pendapat ahli hukum, media massa, dan lain

sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

3. Jenis Bahan Hukum Tidak Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan

tentang gambaran dan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan

hukum skunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas

bahan hukum lainya seperti berupa kamus dan ensiklopedi maupun sumber

hukum lainnya yang sejenis dan berhubungan dalam penelitian ini.

D. Lokasi Penelitian

Lokasinya adalah seluruh objek atau seluruh gejala atau seluruh unit

yang akan diteliti. Oleh karena lokasi biasanya sangat luas, maka kerapkali

tidak mungkin untuk meneliti seluruh lokasi itu tetap cukup diambil

sebagian saja untuk diteliti sebagai sampel yang memberikan gambaran

tentang objek penelitian secara tepat dan benar. Adapun mengenai jumlah

lokasi yang akan diambil pada prinsipnya tidak ada peraturan yang tetap

secara mutlak menentukan berapa persen untuk diambil dari lokasi. Lokasi

dalam penelitian ini adalah Kantor KEMENKUMHAM Wilayah Kota

Jakarta Pusat.
34

Penelitian ini dilakukan pada Kantor KEMENKUMHAM yang

beralamat di Jl. H.R. Rasuna Said No. Kav 8, RT. 016/ RW. 04, Kuningan,

East Kuningan, Jakarta, South Jakarta City, Jakarta. Kode Pos 12940.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan bahan dalam penelitian ini adalah dengan studi

dokumen atau bahan pustaka. Peneliti mengumpulkan bahan sekunder yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti untuk kemudian dikategorikan,

dibaca, dikaji, selanjutnya dipelajari, diklarifikasi, dan dianalisis dari

bukubuku, literatur, artikel, karangan ilmiah, makalah, dan sebagainya yang

berkaitan dengan pokok permasalahan yang dikaji.

F. Teknik Analisis Data

Bahan yang sudah terkumpul dan tersusun secara sistematis kemudian

dianalisis dengan menggunakan cara deskriptif kualitatif, yaitu

mengungkapkan dan memahami kebenaran masalah dan pembahasan dengan

menafsirkan data yang diperoleh dari hasil penelitian, lalu data tersebut

diuraikan dalam bentuk kalimat-kalimat yang disusun secara terperinci,

sistematis dan analisis sehingga akan mempermudah dalam penarikan suatu

kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana, Rengkang Education Yogyakarta dan Pukap

Indonesia, Yogyakarta,2012

Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana tentang Sistem Peradilan

Pidana Terpadu, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2006.

Citrawinda, Cita. “Buku Kuliah Hak Kekayaan Intelektual”, Universitas Indonesia,

Jakarta, 2007.

Citrawinda, Cita Priapantja. “Hak Kekayaan Intelektual Tantangan Masa Depan”,

Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003.

Drs. H. Ahmad Kamil,SH,M.Hum dan Drs.M.Fauzan,SH, “ Kaidahkaidah hukum

Yurisprudensi”, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008).

Drs. Hariwijaya dan Triton P.B.Ssi.M.Si, Teknik Penulisan Skripsi dan Tesis,

(Yogyakarta: Oryza, 2007).

Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Cetakan ketujuh, Sinar

Grafika, Jakarta, 2012

M. Yahya Harahap, 2000, Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP

(Penyidikan dan Penuntutan), Sinar Grafika, Jakarta.

Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit UNDIP,

Semarang

35
36

Lindsey, Tim, et, al. ”Hak Kekayaan Intelektual suatu pengantar”, PT.Alumni,

Bandung, 2006.

Jurnal :

Friedman, Lawrence M. “The Legal System”, A social science Prespective, Russel

Foundation, 1975.

Harjono, Konstitusi Sebagai Rumah Bangsa, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan

Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2008).

Halimah Humayrah Tuanaya Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Suatu Gagasan

Korporasi Sebagai Legal Person yang Mandiri Dalam Pertanggungjawaban

Pidana Korporasi.

Mulyadi, Lilik, 2008, Bunga Rampai Hukum Pidana: Perspektif, Teoretis dan

Praktik, Alumni, Bandung.

Zein Umar Purba , 2001, Pokok-pokok Kebijaksanaan Pembanguanan Sistem HKI

Nasional , Jurnal Hukum Bisnis, Volume 13 April 2001.

Peraturan perundang-undangan :

Undang-undang RI No. 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

Undang-undangU RI No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Undangn-undang RI No. 13 Tahun 2016 Tentang Paten

Undang-undang R.I. No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang

Undang-undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri


37

Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Anda mungkin juga menyukai