PENGANTAR:
Hukum surat berharga tidak lepas dari hukum dagang dan hukum bisnis. Meskipun
definisi surat berharga tidak ditemukan dalam hukum dagang maupun hukum bisnis,
tetapi eksistensinya dalam lintas perdagangan saling memberikan pengaruh yang cukup
besar. Bagaimana tidak, dalam setiap transaksi dagang maupun bisnis akan timbul suatu
hak dan kewajiban pihak-pihak yang bersepakat, sehingga lahirlah suatu perjanjian yang
menjadi perikatan dasar (onderliggende verhouding). Timbulnya surat berharga itu adalah
Kemajuan teknologi dunia yang begitu pesat sangat berpengaruh dalam sektor
perdagangan. Hal ini terlihat dalam hal orang menghendaki segala yang menyangkut
khususnya dalam lalu lintas pembayarannya. Artinya, orang tidak mutlak lagi
menggunakan alat pembayaran berupa uang, melainkan cukup dengan menerbitkan surat
Praktis artinya dalam setiap transaksi para pihak tidak perlu membawa mata uang dalam
jumlah besar sebagai alat pembayaran, melainkan cukup dengan mengantongi surat
berharga saja.
Aman artinya tidak setiap orang yang berhak menggunakan surat berharga, karena
menggunakan mata uang apalagi dalam jumlah besar, banyak sekali kemungkinan
Surat berharga yang menjadi objek pembicaraan seperti yang diatur dalam KUHD,
instruments.
2. Surat yang mempunyai harga atau nilai, terjemahan dari istilah aslinya dalam
Sedangkan ada beberapa definisi tentang surat berharga menurut para ahli diantaranya :
1. Menurut Molengraaff, surat berharga berarti akta-akta atau alat-alat bukti yang
untuk menagih.
2. Menurut Ribbius, surat berharga artinya surat-surat yang pada umumnya harus
didalam pemilikan seseorang untuk dapat melaksanakan hak yang ada didalamnya. 1
3. Menurut Prof. Drs. C.S.T Kansil, S.H. mendefinisikan sureat berharga ialah surat
bernilai uang yang diciptakan bagi keperluan efisiensi pembayaran yang diakui dan
1
Dra.Farida Hasyim,M.Hum. Hukum Dagang, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) hlm 232-233
dan lain sejenisnya. Surat-surat yang demikian memberikan hak kepada pemegang,
TUJUAN PERKULIAHAN:
URAIAN MATERI:
SUB TOPIK 1 [Perikatan Dasar Surat Berharga dan Dasar Hukum Surat Berharga ]
PERIKATAN DASAR SURAT BERHARGA
Ada empat teori yang dikenal dan membahas masalah yang menjadi dasar hukum yang
mengikatnya surat berharga antara penerbit dengan pemegang (Zevenbergen, 1935 : 40-
45), yaitu :3
2
H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1990), hlm 5
3
Imam Prayogo Suryohadibroto at.al., Surat Berharga Alat Pembayaran Dalam
Masyarakat Modern, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hlm 17
Teori kreasi atau penciptaan
Teori ini pada awalnya dikemukakan oleh Einert seorang sarjana hukum jerman
pada tahun 1839, kemudian diteruskan oleh Kuntze dalam bukunya Die Lehre von Den
Inhaberpapieren tahun 1857. Menurut teori ini , yang menjadi dasar hukum mengikatnya
surat berharga antara penerbit dan pemegang adalah perbuatan “menandatangi” surat
berharga itu. Perbuatan inilah yang menciptakan perikatan anatara penerbit dan
pemegang karena ada perikatan itu, penerbit bertanggung jawab membayar kepada
pemegang surat berharga itu, walaupun tanpa perjanjian dengan pemegang berikutnya.
Teori kepantasan
Pelopor teori ini adalah Grunhut. Ia adalah seorang sarjana hukum jerman. Di
jerman, teori ini disebut Redlichkeitstheorie. Teori ini masih berdasarkan pada teori kreasi
atau penciptaan dengan pembatasan. Teori kreasi atau penciptaan menyatakan bahwa
penerbit yang menandatangani surat itu tetap terikat untuk membayar kepada
Teori perjanjian
Teori ini dikemukakan oleh Thoi, seorang sarjana hukum jerman dalam
mengikatnya surat berharga antara penerbit dan pemegang adalah surat perjanjian yang
dibuat oleh kedua belah pihak , yaitu penerbit yang menandatangani dan pemegang
Dalam perjanjian, disetujui bahwa jika pemegang pertama mengalihkan surat itu
kepada pemegang berikutnya, penerbit tetap terikat untuk membayar atau bertanggung
Teori penunjukan
Teori ini dikemukakan oleh sarjana hukum terkenal, yaitu Land dalam
Menurut teori ini, yang menjadi dasar hukum mengikatnya surat berharga antara
penerbit dan pemegang adalah perbuatan penunjukan surat itu kepada debitur.
Pengaturan surat berharga terbagi menjadi 2 (dua) yaitu surat berharga yang diatur di
dalam KUHD dan surat berharga yang diatur di luar KUHD. Surat berharga yang diatur,
surat sanggup, promese, serta kuitansi-kuitansi atas tunjuk. Sistematika peraturan untuk
1. Wesel, yang diatur dalam Buku I Titel keenam bagian pertama sampai dengan bagian
2. Surat sanggup diatur dalam Buku I Titel keenam dalam bagian tiga belas KUHD.
3. Cek diatur dalam Buku I Titel ketujuh dalam bagian kesepuluh KUHD.
4. Kwitansi-kwitansi atas tunjuk diatur dalam Buku I Titel ketujuh dalam bagian kesebelas
KUHD.
Jadi pengaturan surat berharga itu semua ada di dalam Buku I Titel 6 dan 7 KUHD.
Surat berharga yang timbul di luar KUHD tetap tunduk kepada ketentuan-ketentuan
umum dalam KUHD yang berlaku bagi surat-surat berharga, sepanjang tidak diatur
sendiri, sesuai dengan fungsi dan tujuan penerbitan surat berharga itu. Hal ini dapat
1) Surat wesel : dalam Buku I title ke 6 bagian 1-12 Pasal 100-173 KUHD
Bilyet Giro:
1. Surat Edaran Bank Indonesia nomor SE 4/670/UPPB/PbB mengatur tentang bilyet giro
2. Surat Edaran Bank Indonesia nomor SE12/8/UPPB / mengatur tentang cek/bilyet giro
kosong
berhak atas tagihan yang tersebut di dalamnya. Asas Legitimasi adalah untuk
memperlancar peredarannya dalam lalu lintas pembayaran sesuai dengan fungsi dan
Ciri daripada legitimasi itu dapat diketahui dari klausula yang tercantum dalam surat
1) Legitimasi Formil
Adalah bukti bahwa pemegang surat berharga itu dianggap sebagai orang yang berhak atas
tagihan yang tersebut didalamnya. Dikatakan dianggap, karena apabila pemegang tidak
dapat menunjukkan bukti secara formil diatur oleh undang-undang, ia tidak dapat
dikatakan sebagi pemegang yang sah. Dengan demikian walaupun secara formil ia sebagai
pemegang surat berharga itu, namun secara material ia bukan orang yang berhak
sebenarnya. Jadi selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, pemegang itulah sebagai
orangibuktikan sebaliknya, pemegang itulah sebagai orang yang berhak atas pembayaran
Pengaturan secara khusus tentang legitimasi formil dalam KUHD, yaitu dalam Pasal 115
ayat 1 KUHD untuk Surat Wesel, Pasal 176 KUHD untuk Surat Sanggup, Pasal 196 KUHD
2) Legitimasi Materiil
Adalah bukti bahwa pemegang surat berharga itu sesungguhnya adalah orang yang berhak
atas tagihan yang disebut di dalamnya. Asas legitimasi materiil diatur dalam Pasal 115 ayat
4
Prof Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007), hlm 25
2 KUHD untuk Surat Wesel, termasuk juga Surat Sanggup dan Pasal 198 KUHD untuk Surat
Cek.5
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemegang surat berharga secara formal
adalah orang yang mempunyai hak tagih yang sah, tanpa mengenyampingkan kebenaran
5
Prof. Abdulkadir Muhammad, Ibid, hlm 26
2. Sebutkan dan jelaskan dasar hukum surat berharga!