A. Pengertian
Di dalam dunia perdagangan dikenal adanya bermacam-macam surat
atau dokumen yang sangat penting bagi pemegangnya, karena surat atau dokumen
tersebut mempunyai nilai/harga yang relative tinggi, surat-surat tersebut misalnya:
wesel; Cek; Aksep; Bilyet Giro; Saham; Obligasi Konosemen; Ceel; Bukti Penitipan
Barang dsb.
Pada umumnya masyarakat mengatakan surat-surat tersebut di atas
sebagai “Surat Berharga” (Commercial Paper / CP). Di dalam hukum dagang, tidak
semuanya surat-surat tersebut di atas termasuk di dalam pengertian “Surat
Berharga”, karena hukum dagang menggolongkan surat-surat tersebut menjadi dua
macam surat, yaitu :
Surat Berharga (Waarde Papieren) dan Surat yang mempunyai
harga/nilai (Papieren van Waarde).
C. Cara Peralihannya
Di atas telah diuraikan bahwa setiap surat berharga selalu memuat klausula
aan toonder atau aan order, klausula tersebut menentukan bagaimana cara
beralihnya suatu suarat berharga dari pemegang pertama ke pemegang berikutnya.
Apabila suatu surat berharga memuat klausula Aan Toonder, maka
berdasarkan Pasal 613 ayat 3 KUHPerdata, cara beralihnya surat berharga tersebut
dari pemegang pertama ke pemegang berikutnya yaitu cukup dengan cara
peralihan nyata atau penyerahan suratnya saja tanpa disertai dengan perbuatan
hukum lain.
Bilamana suatu surat berharga tersebut memuat klausula aan order, maka
cara peralihannya di samping penyerahan nyata surat tersebut juga harus disertai
dengan perbuatan hukum tambahan yaitu endosemen. Endosemen berasal dari
kata “dos” (Perancis = punggung), artinya dengan memberikan keterangan tentang
peralihan surat tersebut “dibalik” surat berharga tersebut.
Dari uraian tersebut di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa surat
berharga adalah surat order atau surat toonder, tetapi surat order atau surt toonder
belum tentu surat berharga, karena ada surat-surat diluar pengertian surat
berharga yang mencantumkan klausula toonder atau order.
2. Lidmaatschaps Papieren
Yaitu surat toonder atau order yang perikatan dasarnya adalah hak-hak
tertentu yang diberikan oleh suatu persekutuan kepada pemegangnya,
misalnya hak suara dalam rapat; hak atas deviden dsb.
Contoh bentuk surat ini adalah Saham.
3. Schuldvorderings Papieren
Yaitu surat toonder atau order yang perikatan dasarnya adalah
kewajiban untuk membayar sejumlah uang, artinya pemegang surat
tersebut berhak atas pembayaran sejumlah uang sebagaimana yang
tersebut di dalamnya. Surat-surat bentuk ini dapat dibedakan menjadi :
a. Surat Sanggup untuk membayar atau Janji untuk Membayar
Artinya si penandatangan surat tersebut (penerbit)
berjanji/menyanggupi untuk membayar sejumlah uang kepada
pemegang/penggantinya.
Misalnya : Surat Sanggup dan Promes atas tunjuk
b. Surat Perintah Membayar
Artinya sipenandatangan (penerbit) memerintahkan kepada pihak ketiga
(tersangkut/tertarik) yang namanya disebutkan dalam surat tersebut
untuk membayar sejumlah uang kepada pemegangnya/penggantinya.
Misalnya : Wesel atau Cek
c. Surat Pembebasan Utang
Artinya sipenandatangan (penerbit) memberi perintah kepada pihak
ketiga untuk membayar sejumlah uang kepada orang yang menunjukkan
dan menyerahkan surat tersebut, dan bagi pihak ketiga yang telah
melakukan pembayaran, surat tersebut menjadi bukti bahwa ia telah
melunasi hutangnya, sehingga ia dibebaskan dari kewajiban untuk
membayar kepada penerbit.
Misalnya : Kwitansi atas tunjuk.
F. Surat Legitimasi
Salah satu funggsi dari surat berharga adalah bahwa surat tersebut dapat
digunakan sebagai bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak ata apa
yang disebut di dalamnya, untuk itulah surat berharga disebut juga sebagai “Surat
legitimasi”.
Ciri surat berharga adalah surat legitimasi dapat dilihat dari klausula yang
tercantum di dalam surat tersebut, misalnya Cek aan toonder, maka siapapun yang
menguasai surat berharga tersebut secara sah (hukum) adalah orang yang berhak
atas pembayaran.
Di dalam hukum surat berharga, surat legitimasi dibagi menjadi dua, yaitu
legitimasi formil dan legitimasi materiil.
1. Legitimasi Formil
Adalah bukti bahwa pemegang surat berharga tersebut dianggap
sebagai orang yang berhak atas pembayaran. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal
115 (1) KUHD tentang Wesel; Pasal 176 KUHD tentang Surat Sanggup dan Pasal
196 KUHD tentang Cek.
Di dalam pasal-pasal tersebut mengatakan bahwa barang siapa
memegang surat berharga maka ia harus dianggap sebagai pemegang yang
sah, apabila ia bisa membuktikan haknya dengan memperlihatkan suatu deretan
tidak terputus endosemen surat tersebut.
Asas ini disebut dengan legitimasi formil.
2. Legitimasi Materiil
Adalah bukti bahwa pemegang surat berharga tersebut sesungguhnya
adalah orang yang berhak atas pembayaran. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal
115 (3) KUHD dan Pasal 198 KUHD. Dari pasal-pasal tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa bagi pemegang yang secara materiil tidak berhak atas surat
berharga itu, tidak mendapat perlindungan hukum.
Asas ini disebut dengan legitimasi materiil.
WESEL
1. Pengertian
Adalah surat perintah dari seseorang (penerbit) kepada orang lain
(tertarik) untuk membayar kepada orang lain lagi (pemegang), pada suatu
tanggal tertentu serta mengenai sejumlah uang tertentu pula (Volmar).
Jadi pada hakekatnya wesel itu adalah surat yang berisikan “perintah”
(opdracht) untuk membayar, dari seseorang (penerbit) kepada orang lain
(tertarik), sedang yang berhak adalah orang ketiga (pemegang).
2. Pengaturan
Diatur di dalam KUHD Bab VI Buku I, Pasal 100 s/d 173.
X C A : Penerbit/Trekker
B : Pemegang I (Nemer/Endosan)
4. Kewajiban Penerbit
Walaupun yang memiliki kewajiban untuk membayar adalah orang lain
(bukan penerbit), tetapi penerbit tetap dibebankan kewajiban-kewajiban
tertentu, yaitu :
a. Penerbit menanggung akseptasi dan pembayarannya (Ps. 108 ayat 1
KUHD)
b. Penerbit menjamin adanya pembayaran yang seharusnya dilakukan
oleh tersangkut atau akseptan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siapa saja yang berkedudukan
sebagai penerbit, menandatangani wesel dan mengalihkannya kepada orang
lain, maka dia juga mengambil kewajiban untuk dirinya sendiri, yaitu menjamin
akseptasi dan pembayaran dari wesel itu.
1. Zich Wesel (Wesel atas penglihatan), Ps. 101 ay. 2 & Ps. 133 KUHD
Yaitu wesel yang hari bayarnya adalah seketika ketika ditunjukkan
kepada tertarik (sembarang waktu), dalam tenggang waktu satu tahun
sejak tanggal penerbitan.
Misalnya : “Atas penunjukkan dan penyerahan Surat Wesel ini bayar
kepada …….”
Waktu satu tahun tersebut dapat diperpanjang atau diperpendek
tergantung dari Penerbit.
Misalnya : “Atas penunjukkan dan penyerahan Surat Wesel ini sebelum
tanggal ……..”
“Atas penunjukkan dan penyerahan Surat Wesel ini sesudah
tanggal …….”
2. Nazichtwessel (Wesel sesudah penunjukkan), Ps. 134 KUHD
Yaitu wesel yang hari bayarnya adalah pada suatu waktu tertentu
setelah ditunjukkan kepada penerbit (diperlihatkan kepada tertarik untuk
diakseptasi), sedangkan tenggang waktu untuk memperlihatkan wesel
tersebut adalah satu tahun (Ps 122 KUHD) sejak penerbitan.
Misalnya : “Empat bulan sesudah penunjukkan Wesel ini bayar kepada..”
3. Dato Wesel (Wesel sesudah penangggalan), Pasal 135 KUHD.
Yaitu wesel yang hari bayarnya adalah pada suatu waktu tertentu
setelah penanggalan.
Misalnya : “Satu bulan setelah tanggal surat Wesel ini, bayar kepada…”
4. Dag Wesel (Wesel Penanggalan), Ps. 136 KUHD
Yaitu wesel yang hari bayarnya pada suatu tanggal tertentu yang sudah
ditentukan dalam Surat Wesel tersebut.
Misalnya : “Pada tanggal 21 Desember 2006, bayar Surat Wesel ini
kepada …..”
SURAT SANGGUP
1. Istilah :
Surat sanggup disebut juga dengan Orderbriefje; Prommese aan Order atau
Surat Aksep.
2. Pengertian
Adalah surat tanda sanggup atau setuju untuk membayar sejumlah uang
kepada pemegang atau penggantinya.
5. Personil
Pada prinsipnya di dalam Surat Sanggup terdapat dua orang perseonel, yaitu
Penerbit dan Pemegang
A B
Penerbit Pemegang
Tuan Achmad
8. Pengaturan
Terdapat dua cara untuk mengatur surat sanggup, yaitu :
a. Pengaturan secara mendetail dan khusus untuk surat sanggup
b. Pengaturan dengan menunjuk pada ketentuan tentang surat wesel.
KUHD mengikuti cara kedua, yaitu dengan cara menunjuk pada
ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi surat wesel sejauh hal itu sesuai dengan
surat sanggup, sebagaimana yang telah diatur di dalam Pasal 176 KUHD.
Ketentuan-ketentuan pada surat wesel yang tidak ditunjuk di dalam
Pasal 176 KUHD tidak berlaku terhadap surat sanggup, karena dipandang tidak
sesuai dengan sifat surat sanggup. Misalnya : semua ketentuan dalam surat
wesel yang berhubungan dengan akseptasi tidak berlaku terhadap surat
sanggup, karena surat sanggup sudah sama dengan akseptasi (kesanggupan).
2. Personil:
X C Keterangan :
A : Penerbit / Trekker
B : Pemegang I / Nemmer
C : Pemegang II / Nemmer
X : Tersangkut / Tertarik / Betrokkene (Bankir)
A B
3. Pengaturan :
Surat Cek diatur di dalam Titel VII Pasal 178 s/d Pasal 229 KUH.
4. Syarat Formil Surat Cek :
Secara yuridis yang membuat surat cek adalah Penerbit, namun di dalam
praktek pihak Bankir menyediakan pelayanan kepada nasabahnya (penerbit)
dalam bentuk Buku Cek, sehingga pihak Penerbit tinggal menulis tanggal, nilai
uang serta tandatangannya. Hal ini dapat deibenarkan, dengan catatan bahwa
setiap penerbitan surat cek harus memenuhi syarat formil sebagaimana yang
disebutkan di dalam Pasal 178 KUHD sebagai berikut :
a. Nama “Cek” yang harus ditulis dalam bahasa dimana surat tersebut
dibuat;
b. Perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang;
c. Nama orang yang harus membayar (tersangkut / tertarik / bankir);
Perhatikan Pasal 180 dan Pasal 229a KUHD.
d. Penetapan tempat pembayaran;
e. Tanggal dan tempat penerbitan (tanggal penerbitan berfungsi untuk
menghitung tenggang waktu selama 70 hari;
f. Tandtangan penerbit.
6. Cek Kosong
di atas telah dijelaskan bahwa dana harus tersedia pada saat cek
tersebut dimintakan pembayarannya, apabila hal tersebut tidak dipenuhi, maka
akan timbul apa yang dikenal dengan cek kosong.
Masalah cek kosong di Indonesia pernah berlaku Undang-Undang No
17 / tahun 1964 tentang “Larangan Penerbitan Cek Kosong”, dimana di dalam
Pasal 1 nya memberikan pengertian tentang cek kosong sebagai sepucuk cek
yang pada saat penerbitannya tidak tersedia dana, dan undang-undang ini
memberikan sanksi yang sangat beraqt bagi penerbit yang menerbitkan cek
kosong, yaitu sanksi pidana mati, atau pidana seumur hidup, atau pidana
penjara maksimum 20 tahun, serta denda sebanyak-banyaknya empat kali
jumlah yang ditulis dalam cek. Sanksi yang sangat berat ini menyebabkan orang
menjadi takut untuk menerbitkan cek, yang pada akhirnya akan mengganggu
kegiatan perekonomian secara nasional, untuk itu pada tahun 1971 dengan
undang-undang No. 13 / 1971, UU No. 17 / 1964 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku lagi, karena pada kenyataannya justru menghambat lalu lintas
perekonomian pada umumnya dan dunia perbankan pada khususnya, yaitu pada
masalah lalu-lintas pembayaran.
Untuk mengatasi masalah cek kosong, yang juga dapat mengganggu
perekonomian, dikeluarkanlah suatu keputusan Direksi Bank Indonesia tanggal 5
Januari 1996, yaitu bagi penerbit cek kosong akan dikenakan sanksi administrasi
berupa peringatan serta ancaman penutupan rekening.
f. Kalusula Pemegang
Wesel : bersifat aan order (Praesumptif order papier)
Cek : dapat aan order ataupun aan toonder.
Ttd.
GIRO BILYET
1. Pengertian
Adalah surat perintah dari seseorang (Penarik) kepada orang lain
(Tertarik/Bankir) untuk pada tanggal tertentu memindahbukukan sejumlah dana
dari rekening penarik kepada rekening pemegang.
2. Surat Perintah
Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Giro Bilyet
termasuk jenis surat perintah, yaitu perintah dari seseorang (penerbit) kepada
orang lain (tertarik), hanya perintah tersebut bukan perintah untuk membayar
sejumlah uang, seperti yang terdapat pada surat wesel maupun cek, tetapi
perintah untuk memindahbukukan sejumlah dana, dari dana yang terdapat pada
rekening penerbit ke rekening Pemegang.
3. Para Pihak
Sama halnya di dalam surat cek, di dalam surat Giro Bilyet terdapat tiga
pihak, yaitu pihak Penerbit, Pemegang dan tertarik. Mengingat isi perintah
berupa pemindahbukuan sejumlah dana dari rekening Penerbit ke rekening
Pemegang, maka pihak Penerbit maupun Pemegang haruslah pihak yang
menjadi nasabah pada sebuah bank (baik bank yang sama maupun berbeda).
Sedang pihak tertarik haruslah sebuah bank (bankir).
4. Sifat
Pada dasarnya surat Giro Bilyet dikonstruksikan sebagai sebuah surat
yang tidak dapat dipindahtangankan (diperjualbelikan), untuk itu pada surat
Giro Bilyet tercantum dengan tegas nama Pemegang beserta nomor
rekeningnya, sedang pada bagian belakang surat Giro Bilyet selalu tercantuk
sebuah kalimat “TIDAK DAPAT DIPINDAHTANGANKAN & TIDAK DAPAT
DIUANGKAN”.
Dengan sifat-sifat tersebut di atas, maka surat Giro Bilyet tidak dapat
digolongkan sebagai surat berharga. Tetapi di dalam praktek, giro bilyet dapat
beredar/dipindahtangankan dari Pemegang I ke Pemegang II dst. Yaitu dengan
cara mengosongkan nama Pemegang serta nomor rekening kemana dana
tersebut harus dipindahkan.
5. Pengaturan
Giro Bilyet ini diatur di dalam SEBI No. 4/670-UPPB/PbB tanggal 24
Januari 1972, yang kemudian diganti dengan SEBI No. 28/32/UPG, tanggal 4
Juli 1995.
Ttd.
Terbilang : Rp 5.000.000,- TUAN AMAN
PROMES ATAS TUNJUK (PROMESE AAN TOONDER)
1. Pengertian
Adakah surat yang diterbitkan oleh penandatangan (penerbit) pada tanggal
tertentu, yang berisi janji atau kesanggupan membayar sejumlah uang tertentu
kepada Pemegang pada saat diperlihatkan
2. Pengaturannya
Promese aan Toonder ini diatur di dalam Pasal 229e s/d 229 k KUHD,
bersama-sama dengan pengaturan tentang Kwitansi.
Ttd.
Rp 5.000.000,- TUAN AMAN
-------o0o-------
Referensi :
Disusun oleh :
Dipo W. Hariyono, SH.,MHum.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
2007