2.1.3 Patogenesis
Miopia dapat terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang relatif panjang dan
disebut sebagai miopia aksial. Dapat juga karena indeks bias media refraktif
yang tinggi atau akibat indeks refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat.
Dalam hal ini disebut sebagai miopia refraktif (Curtin, 2002).
Miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya apabila miopia lebih
dari - 6 dioptri(D) disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya
bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian
temporal papil disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi retina terjadi
kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur
membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya
neovaskularisasi subretina. Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa
hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atropi lapis sensoris retina luar dan
dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik (Sidarta, 2007).
Terjadinya perpanjangan sumbu yang berlebihan pada miopia patologi
masih belum diketahui. Sama halnya terhadap hubungan antara elongasia dan
komplikasi penyakit ini, seperti degenerasi chorioretina, ablasio retina dan
glaukoma. Columbre melakukan penelitian tentang penilaian perkembangan
mata anak ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular
meluas ke rongga mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya. Jika
kekuatan yang berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan okular
postnatal pada mata manusia, dan tidak ada bukti yang menentangnya maka
dapat pula disimpulkan dua mekanisme patogenesis terhadap elongasi
berlebihan pada miopia.
Abnormalitas mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas
dapat mengakibatkan elongasi sumbu mata. Percobaan Columbre dapat
membuktikan hal ini, dimana pembuangan sebagian masenkim sklera dari
perkembangan ayam menyebabkan ektasia daerah ini, karena perubahan
tekanan dinding okular. Dalam keadaan normal sklera posterior merupakan
jaringan terakhir yang berkembang. Keterlambatan pertumbuhan strategis ini
menyebabkan kongenital ektasia pada area ini.
Sklera normal terdiri dari pita luas padat dari kumpulan serat kolagen,
hal ini terintegrasi baik, terjalin bebas, ukuran bervariasi tergantung pada
lokasinya. Kumpulan serat terkecil terlihat menuju sklera bagian dalam dan
pada zona ora ekuatorial. Bidang sklera anterior merupakan area potong
lintang yang kurang dapat diperluas perunitnya dari pada bidang lain. Pada
test bidang ini ditekan sampai 7,5 g/mm2.
Tekanan intraokular equivalen 100 mmHg, pada batas terendah dari
stress ekstensi pada sklera posterior ditemukan empat kali daripada bidang
anterior dan equator. Pada batas lebih tinggi sklera posterior kira-kira dua kali
lebih diperluas.Perbedaan tekanan diantara bidang sklera normal tampak
berhubungan dengan hilangnya luasnya serat sudut jala yang terlihat pada
sklera posterior. Struktur serat kolagen abnormal terlihat pada kulit pasien
dengan Ehlers-Danlos yang merupakan penyakit kalogen sistematik yang
berhubungan dengan miopia.
Vogt awalnya memperluas konsep bahwa miopia adalah hasil
ketidakharmonian pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan retina
yang berlebihan dengan bersamaan ketinggian perkembangan baik koroid
maupun sklera menghasilkan peregangan pasif jaringan. Meski alasan Vogt
pada umumnya tidak dapat diterima, telah diteliti ulang dalam hubungannya
dengan miopia bahwa pertumbuhan koroid dan pembentukan sklera dibawah
pengaruh epitel pigmen retina. Pandangan baru ini menyatakan bahwa epitel
pigmen abnormal menginduksi pembentukan koroid dan sklera subnormal.
Hal ini yang mungkin menimbulkan defek ektodermal–mesodermal umum
pada segmen posterior terutama zona oraekuatorial atau satu yang terlokalisir
pada daerah tertentu dari posterior mata, dimana dapat dilihat pada miopia
patologis (tipe stafiloma posterior).
2.2.6 Komplikasi
Komplikasi Miopia
adalah : 1. Ablasio retina
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 sampai (- 4,75) D sekitar
1/6662.Sedangkan pada (- 5) sampai (-9,75) D risiko meningkat menjadi
1/1335.Lebih dari (-10) D risiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain
penambahan faktor risiko pada miopia lebih rendah tiga kali sedangkan
miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali (Sidarta, 2003).
2. Vitreal Liquefaction dan Detachment
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air
dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara
perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia
tinggi. Halini berhubungan dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada
tahap awal, penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada
keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan viterus sehingga kehilangan kontak
dengan retina. Keadaan ini nantinya akan menimbulkan risiko untuk
terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina. Vitreus detachment
pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi akibat
memanjangnya bola mata (Sidarta, 2003).
3. Miopik makulopati
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah
kapiler pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapangan
pandang berkurang. Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa
menyebabkan berkurangnya lapangan pandang. Miopi vaskular koroid atau
degenerasi makular miopia juga merupakan konsekuensi dari degenerasi
makular normal dan ini disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang
tumbuh di bawah sentral retina (Sidarta, 2003).
4. Glaukoma
Risiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang 4,2%, dan pada
miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres akomodasi dan konvergensi
serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula (Sidarta, 2003).
5. Katarak
Lensa pada miopia kehilangan transparansi. Dilaporkan bahwa pada orang dengan miopia, onset
katarak muncul lebih cepat (Sidarta, 2003).