Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
 Konsep Lansia

 Lansia

 Pengertian Lansia

Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.
Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk
mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis (Effendi, 2009).

Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak berdaya
mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Ratnawati,
2017).

Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang


yang telah berusia > 60 tahun, mengalami

penurunan kemampuan beradaptasi, dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan


sehari-hari seorang diri.

 Klasifikasi Lansia

Klasifikasi lansia menurut Burnside dalam Nugroho (2012) :

 Young old (usia 60-69 tahun)

 Middle age old (usia 70-79 tahun)

 Old-old (usia 80-89 tahun)

 Very old-old (usia 90 tahun ke atas)

 Karakteristik Lansia

Karakteristik lansia menurut Ratnawati (2017); Darmojo & Martono (2006)


yaitu :

 Usia
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lansia adalah
seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Ratnawati, 2017).

 Jenis kelamin

Data Kemenkes RI (2015), lansia didominasi oleh jenis kelamin perempuan.


Artinya, ini menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling tinggi adalah perempuan
(Ratnawati, 2017).

 Status pernikahan

Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015, penduduk lansia ditilik dari
status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin (60 %) dan cerai mati (37 %).
Adapun perinciannya yaitu lansia perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04
% dari keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-laki yang berstatus kawin ada
82,84 %. Hal ini disebabkan usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan
dengan usia harapan hidup laki-laki, sehingga presentase lansia perempuan yang
berstatus cerai mati lebih banyak dan lansia laki-laki yang bercerai umumnya kawin
lagi (Ratnawati, 2017).

 Pekerjaan

Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat berkualitas adalah
proses penuaan yang tetap sehat secara fisik, sosial dan mental sehingga dapat tetap
sejahtera sepanjang hidup dan tetap berpartisipasi dalam rangka meningkatkan
kualitas hidup sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan data Pusat Data dan
Informasi Kemenkes RI 2016 sumber dana lansia sebagian besar pekerjaan/usaha
(46,7%), pensiun (8,5%) dan (3,8%) adalah tabungan, saudara atau jaminan sosial
(Ratnawati, 2017).

 Pendidikan terakhir

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmojo menunjukkan bahwa pekerjaan


lansia terbanyak sebagai tenaga terlatih dan sangat sedikit yang bekerja sebagai
tenaga professional. Dengan kemajuan pendidikan diharapkan akan menjadi lebih
baik (Darmojo & Martono, 2006).
 Kondisi kesehatan

Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016)


merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur derajat kesehatan
penduduk. Semakin rendah angka kesakitan menunjukkan derajat kesehatan
penduduk yang semakin baik.

Angka kesehatan penduduk lansia tahun 2014 sebesar 25,05%, artinya bahwa dari
setiap 100 orang lansia terdapat 25 orang di antaranya mengalami sakit. Penyakit
terbanyak adalah penyakit tidak menular (PTM) antar lain hipertensi, artritis, strok,
diabetes mellitus (Ratnawati, 2017).

BAB II
KONSEP PENYAKIT

 DEFENISI
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti
pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari
rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan
keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan
regurgitasi asam lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III,
2000 hal : 488). Pengertian dipepsia terbagi dua : (Mansjoer Arif, 2001).
 Dyspepsia organic,bila telah di ketahui adanya kelainan organic sebagai
penyebabnya.
 Dyspepsia nonorganic atau dyspepsia fungsional,atau dyspepsia nonulkus,bila
tidak jelas penyebabnya.
Dispepsia mengacu pada rasa kenyang yang tidak mengenyangkan sesudah
makan, yang berhubungan dengan mual, sendawa, nyeri ulu hati dan mungkin kram
dan begah perut. Sering kali diperberat oleh makanan yang berbumbu, berlemak atau
makanan berserat tinggi, dan oleh asupan kafein yang berlebihan, dyspepsia tanpa
kelainan lain menunjukkan adanya gangguan fungsi pencernaan (Williams &
Wilkins, 2011).
Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu
hati, mual,kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, sendawa (Dharmika,
2001).

 ETIOLOGI
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Hal
ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa perubahan yang terjadi pada saluran cerna atas
akibat proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa, 2006).
Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara
rinci adalah:
 Menelan udara (aerofagi)
 Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
 Iritasi lambung (gastritis)
 Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
 Kanker lambung
 Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
 Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
 Kelainan gerakan usus
 Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
 Infeksi Helicobacter pylory

 PATOFISIOLOGI
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti
nikotin dan alcohol serta adanya kondisi kejiwaan stress. Pemasukan makanan menjadi
kurang dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding
lambung. Kondisi Demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun
cairan.

 PATWAY
 GAMBARAN KLINIK
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan gejala yang dominan, membagi
dyspepsia menjadi tiga tipe:
 Dispepesia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus, like dyspepsia), dengan gejala:
 Nyeri epigastrium terlokalisasi
 Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida
 Nyeri saat lapar
 Nyeri episodic
 Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility- like dysmotility), dengan
gejala:
 Mudah kenyang
 Perut cepat terasa penuh saat makan
 Mual
 Muntah
 Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
 Rasa tak nyaman bertambah saat makan
 Dispepesianonspesifik (tidak ada gejala seprti kedua tipe di atas).
(Mansjoer, et al, 2007)
Sidroma dyspepsia dapat bersifat rigan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau
kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan
atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin dsertai dengan
sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita,makan dapat
memperburuk nyeri, pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala
lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut
kembung).
Jika dyspepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi
respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang
tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksan.
 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:
 Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap
dan pemeriksaan darah dalam tinja dan urine. Lebih banyak ditekankan untuk
menyingkirkan penyebab organik lainnya antara lain pankreatitis kronis, DM.
Pada dyspepsia biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
 Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat
dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan
berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita
makan (Mansjoer, 2007).
 Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus
kecil untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsy dari lapisan lambung.
Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui
apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan
pemeriksaan batu emas, selain sebagai diagnostic sekaligus terapeutik.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah: CLO
(rapid urea test)
 Patologi anatomi (PA)
 Kultur mikroorganisme (MO) jaringan
 PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian
 Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yatu OMD dengan
kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia
di Indonesia) (Mansjoer, 2007
 Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi kerongkongan
atau respon kerongkongan terhadap asam.

 KOMPLIKASI
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan. Adapun komplikasi dari dispepsia antara lain:
 Perdarahan
 Kangker lambung
 Muntah darah
 Ulkus peptikum

 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dyspepsia dibagi atas dua yaitu non farmakologi dan farmakologi :
(Monsjoer Arif, 2001)
 Penatalaksanaan non farmokologi
 Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
 Menghindarai faktor resiko seperti alkohol,maka makanan yang pedas,obat-
obatan yang berlebihan,nikotin, rokok, dan stress.
 Atur pola makan
 Penatalaksanaan farmakologi
Sampai sekarang belum regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam
mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat di mengerti karena froses fatofisiologi
pun belum jelas.
Obat-obatan yang di berikan pada klien dyspepsia meliputi :
 antasid (menetralkan asam lambung).
 Golongan antikolinergi (menghambat pengeluaran asam
 lambung),dan prognetik (mencegah terjadinya muntah)

 PENCEGAHAN
Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan
kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan
yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat
karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak
mengganggu fungsi lambung.

 KONSEP DASAR KEPERAWATAN


 Pengkajian Identitas
 Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, agama, pekerjaan,
pendidikan, alamat.
 Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, hubungan
dengan pasien, alamat.
 Pengkajian
 Alasan utama datang ke rumah sakit
 Keluhan utama (saat pengkajian)
 Riwayat kesehatan sekarang
 Riwayat kesehatan dahulu
 Riwayat kesehatan keluarga
 Riwayat pengobatan dan alergi
 Pengkajian Fisik
 Keadaan umum: sakit/nyeri, status gizi, sikap, personal hygiene dan lain-lain.
 Data sistemik
 Sistem persepsi sensori: pendengaran, penglihatan, pengecap/penghidu, peraba,
dan lain-lain
 Sistem penglihatan: nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan mata, alis, kelopak
mata, konjungtiva, sklera, kornea, reflek, pupil, respon cahaya, dan lain-lain.
 Sistem pernapasan: frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan jalan napas, dan lain-
lain
 Sistem kardiovaskular: tekanan darah, denyut nadi, bunyi jantung, kekuatan,
pengisian kapiler, edema, dan lain-lain.
 Sistem saraf pusat: kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu, orientasi tempat,
orientasi orang, dan lain-lain.

 Sistem gastrointestinal: nafsu makan, diet, porsi makan, keluhan, bibir, mual dan
tenggorokan, kemampuan mengunyah, kemampuan menelan, perut, kolon dan
rektum, rectal toucher, dan lain-lain.
 Sistem muskuloskeletal: rentang gerak, keseimbangan dan cara jalan, kemampuan
memenuhi aktifitas sehari-hari, genggaman tangan, otot kaki, akral, fraktur, dan
lain-lain.
 Sistem integumen: warna kulit, turgor, luka, memar, kemerahan, dan lain-lain.
 Sistem reproduksi: infertil, masalah menstruasi, skrotum, testis, prostat, payudara,
dan lain-lain.
 Sistem perkemihan: urin (warna, jumlah, dan pancaran), BAK, vesika urinaria.
 Data penunjang
 Terapi yang diberikan
 Pengkajian masalah psiko-sosial-budaya-dan spiritual
 Psikologi
 Perasaan klien setelah mengalami masalah ini
 Cara mengatasi perasaan tersebut
 Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan
 Jika rencana ini tidak terselesaikan
 Pengetahuan klien tentang masalah/penyakit yang ada
 Sosial
 Aktivitas atau peran klien di masyarakat
 Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai
 Cara mengatasinya
 Pandangan klien tentang aktivitas sosial di lingkungannya
 Budaya
 Budaya yang diikuti oleh klien
 Aktivitas budaya tersebut
 Keberatannya dalam mengikuti budaya tersebut

 cara mengatasi keberatan tersebut


 Spiritual
 Aktivitas ibadah yang biasa dilakukan sehari-hari
 Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan
 Aktivitas ibadah yang sekarang tidak dapat dilaksanakan
 Perasaaan klien akibat tidak dapat melaksanakan hal tersebut
 Upaya klien mengatasi perasaan tersebut
 Apa keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang sekarang sedang
dialami
 Diagnosa Keperawatan
 Nyeri ulu hati berhubungan dengan iritasi dan inflamasi pada lapisan mukosa,
submukosa, dan lapisan otot lambung
 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia, esofagitis dan
anorexia.
 Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan gastroenteritis
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Anda mungkin juga menyukai