Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah baik sitolik maupun
diastolik yang terbagi menjadi dua tipe yaitu hipertensi esensial yang paling
sering terjadi dan hipertensi sekunder yang disebabkan oleh penyakit renal
atau penyebab lain, sedangkan hipertensi malignan merupakan hipertensi yang
berat, fulminan dan sering dijumpai pada dua tipe hipertensi tersebut
(Kowalak, Weish, & Mayer, 2011)
Hipertensi merupakan faktor resiko penyakit kardiovaskuler
aterosklerosis, gagal jantung, stroke dan gagal ginjal ditandai dengan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg, berdasarkan pada dua kali pengukuran atau lebih (Smeltzer, Bare,
Hinkle, & Cheever, 2012).
Hipertensi merupakan gangguan pada sistem peredaran darah yang
sering terjadi pada lansia, dengan kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari
150 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg, tekanan sistolik
150-155 mmHg dianggap masih normal pada lansia (Sudarta, 2013).
Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan angka
morbiditas maupun mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg
menunjukkan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik
90 mmHg menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung (Triyanto, 2014)

B. Etiologi Hipertensi
Penyebab hipertensi sesuai dengan tipe masing-masing hipertensi,
yaitu:
1. Etiologi
a. Hipertensi esensial atau primer
Penyebab pasti dari hipertensi esensial belum dapat diketahui,
sementara penyebab sekunder dari hipertensi esensial juga tidak
ditemukan. Pada hipertensi esensial tidak ditemukan penyakit
renivaskuler, gagal ginjal maupun penyakit lainnya, genetik serta ras
menjadi bagian dari penyebab timbulnya hipertensi esensial termasuk
stress, intake alkohol moderat, merokok, lingkungan dan gaya hidup
(Triyanto, 2014)
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder penyebabnya dapat diketahui seperti
kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid),
hiperaldosteronisme, penyakit parenkimal (Buss & Labus, 2013).
2. Faktor resiko
a. Faktor resiko yang bisa dirubah
1) Usia
Faktor usia merupakan salah satu faktor resiko yang berpengaruh
terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya usia maka
semakin tinggi pula resiko mendapatkan hipertensi. Insiden
hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya usia, hal ini
disebabkan oleh perubahan alamiah dalam tubuh yang
mempengaruhi pembuluh darah, hormon serta jantung (Triyanto,
2014).
2) Lingkungan (stres)
Faktor lingkungan seperti stress juga memiliki pengaruh terhadap
hipertensi. Hubungan antara stress dengan hipertensi melalui saraf
simpatis, dengan adanya peningkatan aktivitas saraf simpatis akan
meningkatkan tekanan darah secara intermitten (Triyanto, 2014).
3) Obesitas
Faktor lain yang dapat menyebabkan hipertensi adalah kegemukan
atau obesitas. Perenderita obesitas dengan hipertensi memiliki daya
pompa jantung dan sirkulasi volume darah yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan penderita yang memiliki berat badan normal
(Triyanto, 2014)
4) Rokok
Kandungan rokok yaitu nikotin dapat menstimulus pelepasan
katekolamin. Katekolamin yang mengalami peningkatan dapat
menyebabkan peningkatan denyut jantung, iritabilitas miokardial
serta terjadi vasokontriksi yang dapat meningkatkan tekanan darah
(Ardiansyah, 2012).
5) Kopi
Substansi yang terkandung dalam kopi adalah kafein. Kafein
sebagai anti-adenosine (adenosine berperan untuk mengurangi
kontraksi otot jantung dan relaksasi pembuluh darah sehingga
menyebabkan tekanan darah turun dan memberikan efek rileks)
menghambat reseptor untuk berikatan dengan adenosine sehingga
menstimulus sistem saraf simpatis dan menyebabkan pembuluh
darah mengalami konstriksi disusul dengan terjadinya peningkatan
tekanan darah (Ardiansyah, 2012).
b. Faktor resiko yang tidak bisa dirubah
1) Genetik
Faktor genetik ternyata juga memiliki peran terhadap angka
kejadian hipertensi. Penderita hipertensi esensial sekitar 70-80 %
lebih banyak pada kembar monozigot (satu telur) dari pada
heterozigot (beda telur). Riwayat keluarga yang menderita
hipertensi juga menjadi pemicu seseorang menderita hipertensi,
oleh sebab itu hipertensi disebut penyakit turunan (Triyanto, 2014).
2) Ras
Orang berkulit hitam memiliki resiko yang lebih besar untuk
menderita hipertensi primer ketika predisposisi kadar renin plasma
yang rendah mengurangi kemampuan ginjal untuk
mengekskresikan kadar natrium yang berlebih (Kowalak, Weish, &
Mayer, 2011).
C. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan darah sistolik dan tekanan
darah diastolik dibagi menjadi empat klasifikasi, klasifikasi tersebut dapat
dilihat pada tabel (Smeltzer, et al, 2012).

Kategori Tekanan Darah Tekanan Sistolik Tekanan Distolik


(mmHg) (mmHg)
Normal ≤120 ≤80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stadium 1 140-159 90-99
Hipertensi stadium 2 ≥160 ≥100
Hipertensi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan tekanan darah pada
orang dewasa menurut Triyanto (2014), adapun klasifikasi tersebut dapat
dilihat pada tabel
Sistolik Diastolik
Kategori
(mmHg) (mmHg)
Normal < 130 mmHg <85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1 (ringan) 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Stadium 2 (sedang) 160-179 mmHg 100-109 mmHg
Stadium 3 (berat) ≥180-209 mmHg ≥110-119 mmHg
Stadium 4 (sangat berat) ≥210 mmHg ≥120 mmHg

D. Patofisiologi Hipertensi
(Triyanto, 2014)

E. Manifestasi Klinis
Manisfestasi klinikmenurut Ardiansyah (2012) muncul setelah
penderita mengalami hipertensi selama bertahun-tahun, gejalanya antara lain:
1. Terjadi kerusakan susunan saraf pusat yang menyebabkan ayunan langkah
tidak mantap.
2. Nyeri kepala oksipital yang terjadi saat bangun dipagi hari karena
peningkatan tekanan intrakranial yang disertai mual dan muntah.
3. Epistaksis karena kelainan vaskuler akibat hipertensi yang diderita.
4. Sakit kepala, pusing dan keletihan disebabkan oleh penurunan perfusi
darah akibat vasokonstriksi pembuluh darah.
5. Penglihatan kabur akibat kerusakan pada retina sebagai dampak hipertensi.
6. Nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) akibat dari peningkatan
aliran darah ke ginjal dan peningkatan filtrasi oleh glomerulus.
Hipertensi sering ditemukan tanpa gejala (asimptomatik), namun
tanda-tanda klinis seperti tekanan darah yang menunjukkan kenaikan pada dua
kali pengukuran tekanan darah secara berturutan dan bruits (bising pembuluh
darah yang terdengar di daerah aorta abdominalis atau arteri karotis, arteri
renalis dan femoralis disebabkan oleh stenosis atau aneurisma) dapat terjadi.
Jika terjadi hipertensi sekunder, tanda maupun gejalanya dapat berhubungan
dengan keadaan yang menyebabkannya. Salah satu contoh penyebab adalah
sindrom cushing yang menyebabkan obesitas batang tubuh dan striae
berwarna kebiruan, sedangkan pasien feokromositoma mengalami sakit
kepala, mual, muntah, palpitasi, pucat dan perspirasi yang sangat banyak
(Kowalak, Weish, & Mayer, 2011).

F. Komplikasi
Komplikasi pada penderita hipertensi menurut Corwin (2009)
menyerang organ-organ vital antar lain:
1. Jantung
Hipertensi kronis akan menyebabkan infark miokard, infark
miokard menyebabkan kebutuhan oksigen pada miokardium tidak
terpenuhi kemudian menyebabkan iskemia jantung serta terjadilah infark.
2. Ginjal
Tekanan tinggi kapiler glomerulus ginjal akan mengakibatkan
kerusakan progresif sehingga gagal ginjal. Kerusakan pada glomerulus
menyebabkan aliran darah ke unit fungsional juga ikut terganggu sehingga
tekanan osmotik menurun kemudian hilangnya kemampuan pemekatan
urin yang menimbulkan nokturia.
3. Otak
Tekanan tinggi di otak disebabkan oleh embolus yang terlepas dari
pembuluh darah di otak, sehingga terjadi stroke. Stroke dapat terjadi
apabila terdapat penebalan pada arteri yang memperdarahi otak, hal ini
menyebabkan aliran darah yang diperdarahi otak berkurang.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rontgen dada 
Tes ini bertujuan untuk mengetahui adanya pembengkakan pada bilik
kanan jantung atau pembuluh darah paru-paru, yang merupakan tanda dari
hipertensi pulmonal.
2. Elektrokardiogram (EKG)
Untuk mengetahui aktivitas listrik jantung dan mendeteksi gangguan irama
jantung
3. Ekokardiografi
Ekokardiografi atau USG jantung dilakukan untuk menghasilkan citra
jantung dan memperkirakan besarnya tekanan pada arteri paru-paru serta
kerja kedua bagian jantung untuk memompa darah.
4. Tes fungsi paru 
Tes fungsi paru dilakukan untuk mengetahui aliran udara yang masuk dan
keluar dari paru-paru, menggunakan sebuah alat yang bernama spirometer.
5. Kateterisasi jantung
Tindakan ini dilakukan setelah pasien menjalani pemeriksaan
ekokardiografi untuk memastikan diagnosis hipertensi pulmonal sekaligus
mengetahui tingkat keparahan kondisi ini. Dengan katerisasi
jantung kanan, dokter dapat mengukur tekanan arteri pulmonal dan
ventrikel kanan jantung.
6. Pemindaian 
Pemindaian seperti CT scan atau MRI digunakan untuk memperoleh
gambaran yang lebih jelas mengenai ukuran dan fungsi jantung,
penggumpalan pada pembuluh darah, dan aliran darah pada pembuluh
darah paru-paru.
7. V/Q scan atau ventilation-perfusion scan
Pemindaian ini bertujuan mendeteksi adanya gumpalan darah yang
menyebabkan hipertensi pulmonal. Dalam pemindaian ini, zat radioaktif
khusus akan disuntikkan pada pembuluh vena di lengan guna memetakan
aliran darah dan udara pada paru-paru.
8. Tes darah 
Untuk melihat keberadaan zat seperti metamfetamin, atau penyakit lain
seperti penyakit hati yang dapat memicu hipertensi pulmonal.
9. Polisomnografi
Digunakan untuk mengamati tekanan darah dan oksigen, denyut jantung,
dan aktivitas otak selama pasien tertidur. Alat ini juga digunakan untuk
mengenali gangguan tidur, seperti sleep apnea.
10. Biopsi paru 
Dilakukan dengan cara mengambil sampel jaringan paru-paru untuk
melihat kelainan di paru-paru yang dapat menjadi penyebab hipertensi
pulmonal.

H. Penatalaksaan
a. Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan nonfarmakologi
sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan
nonfarmakologis pada penderita hipertensi bertujuan untuk menurunkan
tekanan darah tinggi dengan cara memodifikasi faktor resiko yaitu :

1) Mempertahankan berat badan ideal


Mempertahankan berat badan yang ideal sesuai Body Mass
Index dengan rentang 18,5 – 24,9 kg/m2. BMI dapat diketahui dengan
rumus membagi berat badan dengan tinggi badan yang telah
dikuadratkan dalam satuan meter. Obesitas yang terjadi dapat diatasi
dengan melakukan diet rendah kolesterol kaya protein dan serat.
Penurunan berat badan sebesar 2,5 – 5 kg dapat menurunkan tekanan
darah diastolik sebesar 5 mmHg (Dalimartha, 2008).
2) Mengurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan melakukan diet
rendah garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCl
atau 2,4 gr garam/hari), atau dengan mengurangi konsumsi garam
sampai dengan 2300 mg setara dengan satu sendok teh setiap harinya.
Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5 mmHg dan tekanan darah
diastolik sebesar 2,5 mmHg dapat dilakukan dengan cara mengurangi
asupan garam menjadi ½ sendok teh/hari (Dalimartha, 2008).
3) Batasi konsumsi alkohol
Mengonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau
lebih dari 1 gelas per hari pada wanita dapat meningkatkan tekanan
darah, sehingga membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol dapat
membantu dalam penurunan tekanan darah (PERKI, 2015).
4) Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan
jumlah natrium yang terbuang bersamaan dengan urin. Konsumsi
buah-buahan setidaknya sebanyak 3-5 kali dalam sehari dapat
membuat asupan potassium menjadi cukup. Cara mempertahankan
asupan diet potasium (>90 mmol setara 3500 mg/hari) adalah dengan
konsumsi diet tinggi buah dan sayur.
5) Menghindari merokok
Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada penderita hipertensi
seperti penyakit jantung dan stroke. Kandungan utama rokok adalah tembakau,
didalam tembakau terdapat nikotin yang membuat jantung bekerja lebih keras
karena mempersempit pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi denyut
jantung serta tekanan darah (Dalimartha, 2008).
6) Penurunan stress
Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah
sementara. Menghindari stress pada penderita hipertensi dapat dilakukan
dengan cara relaksasi seperti relaksasi otot, yoga atau meditasi yang dapat
mengontrol sistem saraf sehingga menurunkan tekanan darah yang tinggi.
7) Aromaterapi (relaksasi)
Aromaterapi adalah salah satu teknik penyembuhan alternatif yang
menggunakan minyak esensial untuk memberikan kesehatan dan kenyamanan
emosional, setelah aromaterapi digunakan akan membantu kita untuk rileks
sehingga menurunkan aktifitas vasokonstriksi pembuluh darah, aliran darah
menjadi lancar dan menurunkan tekanan darah (Sharma, 2009).
8) Terapi masase (pijat)
Masase atau pijat dilakukan untuk memperlancar aliran energi dalam
tubuh sehingga meminimalisir gangguan hipertensi beserta komplikasinya, saat
semua jalur energi terbuka dan aliran energi tidak terhalang oleh tegangnya
otot maka resiko hipertensi dapat diminimalisir (Dalimartha, 2008).

b. Penatalaksanaan Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013) merupakan
penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :
1) Diuretik (Hidroklorotiazid)
Diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan berlebih dalam tubuh
sehingga daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
2) Penghambat simpatetik (Metildopa, Klonidin dan Reserpin) Obat-obatan jenis
penghambat simpatetik berfungsi untuk menghambat aktifitas saraf simpatis.
3) Betabloker (Metoprolol, Propanolol dan Atenolol)
Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan daya pompa
jantung, dengan kontraindikasi pada penderita yang mengalami gangguan
pernafasan seperti asma bronkial.
4) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)
Vasodilator bekerja secara langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi
otot polos pembuluh darah.
5) Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor (Captopril) Fungsi utama
adalah untuk menghambat pembentukan zat angiotensin II dengan efek
samping penderita hipertensi akan mengalami batuk kering, pusing, sakit
kepala dan lemas.
6) Penghambat Reseptor Angiotensin II (Valsartan)
Daya pompa jantung akan lebih ringan ketika obat-obatan jenis penghambat
reseptor angiotensin II diberikan karena akan menghalangi penempelan zat
angiotensin II pada reseptor.
7) Antagonis Kalsium (Diltiasem dan Verapamil) Kontraksi jantung
(kontraktilitas) akan terhambat. Antagonis kalsium bekerja dengan
menghambat jalan masuk kalsium, yang dibutuhkan untuk kontraksi otot, ke
dalam otot jantung dan dinding pembuluh darah, sehingga denyut jantung akan
melambat dan pembuluh darah akan melebar. Hal ini akan mengakibatkan
turunnya tekanan darah, mengontrol kestabilan denyut jantung, dan meredakan
nyeri dada (angina).
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

Menurut Hidayat (2009) asuhan keperawatan pada lansia dengan hipertensi


meliputi:
A. Pengkajian
a. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko, antara lain: kegemukan, riwayat
keluarga positif, peningkatan kadar lipid serum, merokok sigaret berat,
penyakit ginjal, terapi hormon kronis, gagal jantung, kehamilan.
b. Aktivitas/ Istirahat, gejala: kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup
monoton. Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,
takipnea.
c. Sirkulasi, gejala: riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
koroner/katup dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi. Tanda:
kenaikan TD, nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, takikardi,
murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis,
suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/
bertunda.
d. Integritas Ego, gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, faktor
stress multiple (hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue
perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela,
peningkatan pola bicara.
e. Eliminasi, gejala: gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal pada masa yang lalu).
f. Makanan/cairan, gejala: makanan yang disukai yang mencakup makanan
tinggi garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB
akhir-akhir ini (meningkat/turun) dan riwayat penggunaan diuretik. Tanda:
berat badan normal atau obesitas, adanya edema, glikosuria.
g. Neurosensori, gejala: keluhan pening pening/pusing, berdenyut, sakit
kepala, sub oksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara
spontan setelah beberapa jam), gangguan penglihatan (diplobia,
penglihatan kabur,epistakis). Tanda: status mental, perubahan keterjagaan,
orientasi, pola/isi bicara, efek, proses pikir, penurunan kekuatan
genggaman tangan.
h. Nyeri/ketidak nyamanan, gejala: angina (penyakit arteri koroner/keter
lambatan jantung), sakit kepala.
i. Pernafasan, gejala: dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,
ortopnea, dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat
merokok. Tanda: distres
j. pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi nafas tambahan.
(krakties/mengi), sianosis.
k. Keamanan, gejala: gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload,
vasokonstriksi, hipertrofi/ringiditas ventrikulr, iskemia miokard.
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, ketidak seimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
3. Nyeri
4. Ketidak seimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b/d masukan
berlebihan
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Noc Nic
1 Resiko Tinggi Terhadap Tujuan dan kriteri hasil Nic
Penurunan Curah Jantung Noc: Cardiac Care
- Cardiac pump rffectiveness - Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,
- Circulation status lokasi, durasi)
- Vital sign status - Catat adanya disritmia jantung
Kriteria hasil - Catat adanya tanda dan gejala
- Tanda vital dalam rentang normal penurunan cardiac putput
(tekanan darah, Nadi, Reprasi) - Monitor status kardiovaskuler
- Dapat mentoleransi aktivitas, tidak - Monitor status pernafasan yang
ada kelelahan menandakan gagal jantung
- Tidak ada edama paru, perifer dan - Monitor abdomen sebagai indicator
tidak ada asites penurunan perfusi
- Tidak ada penurunan kesadaran - Monitor balance cairan
- Monitor adanya perubahan tekanan
darah
- Monitor respon pasien terhadap efek
pengobatan antiaritmia
- Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
- Monitor toleransi activitas pasien
- Monitor adanya dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu
- Anjurkan untuk menurunkan stress
Vital Sign Monitoring
- Monitor TD, nadi,suhu dan RR
- Catat adanya flukuasi tekanan darah
- Monitor VS saat pasien
berbaring,duduk,atau berdiri
- Auskultasi
TD,nadi,RR,sebelum,selama,dan
setelah aktivitas
- Moitor kualitas nadi
- Monitor adanya pulsus paradoksus
- Monitor adanya pulsus alterans
- Monitor jumlah dan irama jantung
- Monitor bunyi jantung
2 Intoleransi Aktivitas NOC Nic
- Energy conservation Activity Therapy
- Activity tolerance - Kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi
- Self Care :ADLs Medik dalam merencanakan program
terapi yang tepat
Kriteria Hasil : - Bantu klien untuk mengidentifikasi
- Berpartisipasi dalam aktivitas aktivitas yang mampu dilakukan
fisik tanpa disertai peningkatan - Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
tekanan darah,nadi dan RR yang sesuai dengan kemmpuan fisik,
- Mampu melakukan aktivitas psikologi dan sosial
sehari-hari (ADLs) secara, - Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas
mandiri yang disukai
- Tanda tanda vital normal - Bantu klean untuk membuat jadwal
- Energy psikomotor latihan di waktu luang
- Level kelemahan - Bantu pasien dan keluarga untuk
Mampu berpindah : dengan atau mengidentifikasi kekurangan dalam
tanpa bantuan alat beraktivitas
- Status kardio pulmunari adekuat - Sediakan penguatan positif bagi yang
- Sirkulasi status baik aktif beraktifitas
Status respirasi : pertukaran gas - Bantu pasien untuk mengembangkan
dan ventilasi adekuat motifasi diri dan penguatan
3 Nyeri Akut Noc NIC
- Pain level Pain manajemen
- Pain control - Lakukan pengajian nyeri secara
- Comfort level komperensif termasuk lokasi
Kriteria hasil: ,karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
- Mampu mengontrol nyeri dan faktor presifasi
(tahu penyebab nyeri,mampu - Operfasi reaksi non serba dari ketidak
mengunakan tehnik nyamanan
nonfarmakologi untuk - Gunakan tehnik komunikasi teropotik
mengurangi nyeri) untuk mengetahui pengalaman nyeri
- Melaporkan bahwa nyeri pasien
bekurang dengan - Kaji kotor yang mempengaruhi respon
menggunakan manajemen nyeri
nyeri - Evaluasi pengalaman nyeri di masa
- Mampu mengenali nyeri lampau
- Menyatakan rasa nyaman - Ajarkan tentang tehnik nonfarmakologi
setelah nyeri bekurang - Evaluasi keefetifitasan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
4 Ketidak Seimbangan Nutrisi Noc Nic:
- Nutritional status :food and fluid Nutriton management
Lebih Dari Kebutuhan Tubuh intake - Kaji adanya alergi makanan
- Kriteria Hasil : Adanya - Kolaborasi dengan gizi untuk
peningkatan berat badan sesuai menentukan jumlah kalori dan nutrisi
dengan tujuan yang dubutuhkan pasien
- Berat badan ideal sesuai dengan - Anjurkan pasien untuk meningkatkan
tinggi badan intake Fe
- Mampu mengidentifikasi - Anjurkan pasien untuk meningkatkan
kebutuhan nutrisi protein dan vitamin C
- Tidak ada tanda tanda malnutrisi - Berikan substansi gula
- Tidak terjadi penurunan berat - Yakinkan diet yang dimakan
badan yang berakti mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
- Berikan makanan yang terpilih (sudah
dikonsultasikan degan ahli gizi)
- Anjurkan pasien bagaimana membuat
catatatn makan harian.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Diva Press.


Buss, J. S., & Labus, D. 2013. Buku Saku Patofisiologi Menjadi Sangat Mudah Edisi
2. Diterjemahkan oleh Huriawati Hartanto. Jakarta: EGC.
Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Dalimartha. 2008. Care Your Self Hipertension. Jakarta: Penebar Plus.
Friedman, M., M. 2010. Keperawatan Keluarga: Teori Dan Praktik. Jakarta: EGC.
Harnilawati. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Takalar Sulawesi
Selatan: Pustaka As Salam.
Kowalak JP, Welsh W, Mayer B. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Alihbahasa oleh
Andry Hartono. Jakarta: EGC.
Mubarak. dkk. 2011. Ilmu Keperawatan Komunitas; Konsep dan Aplikasi. Jakarta:
Selemba Medika.
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Keluarga. Yogyajakarta: Nuha Medika.
PERKI. 2015. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung, Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia. Jakarta. Terdapat di:
http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_TataLaksana_Gagal_Jantung_2
015.pdf.
Purnawan, I. 2008. Dukungan Keluarga. http://wawan2507.wordpress.com
/author/wawan2507
Saferi, A., & Mariza, Y. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa). Yogyakarta: Nu Med.
Sarafino, Edward P., Timothy W. Smith. 2011. Health Psychology Biopsychososial
Interactions Seventh edition. United States of America.
Setiadi. 2008. Konsep & Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sharma, S. 2009. Aroma Terapi (Aroma Therapy). Tangerang: Karisma Publishing
Group.

19
Sikhan. 2009. Konsep Keluarga. Dikutip dari: http://id.shvoong.com/books. Diakses
pada 30 Juni 2020.
Smeltzer, S. C., Bare, B. C., Hinkle, J., & Cheever, K. (2012). Brunner & Suddarth S
Textbook Of Medical-Surgical Nursing Twelfth Edition. Wolters Kluwer
Health.
Sudarta, I. W. 2013. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Cardiovaskuler. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Susanti. 2013. Dukungan Keluarga Meningkatkan Kepatuhan Diet Pasien Diabetes
Mellitus di Ruang Rawat Inap Rs. Baptis Kediri. Jurnal STIKES. Vol 6 (1).
Triyanto, E. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara
Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.

DOKUMENTASI

20
21
22
23
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (PSIK)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


ABULYATAMA ACEH

Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 24


|
Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 25
|
Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 26
|
Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 27
|
Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 28
|
Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 29
|
Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 30
|
Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 31
|
Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 32
|
Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 33
|
Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 34
|
Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 35
|
Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 36
|
Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 37
|
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

DIAGNOSA Intervensi
NO Kriteria Hasil Keperawatan
KEPERAWATAN
Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda vital
keperawatan selama 1x60 menit klien
Nyeri (sakit kepala) hilang atau2. Kaji skala nyeri
berkurang dengan kriteria hasil: 3. Kaji tindakan yang sudah
1. Klien mengungkapkan pernah dilakukan klien untuk
skala nyeri berkurang mengurangi nyeri
2. Klien tampak nyaman 4. Beri reinforcement positif
3. Tekanan darah mengalami terhadap tindakan yang
penurunan ( 140/90 mmHg) dilakukan
5. Berikan informasi mengenai
skala nyeri
6. Berikan terapi untuk
menghilangkan nyeri
7 . Ajarkan teknik relaksasi dan
distraksi untuk manajemen
nyeri dengan beristirahat

Kurangnya Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pengetahuan klien


Tentang
keperawatan selama 1x60 menit tentang penyakit hipertensi
diharapkan pengetahuan klien2. Beri reinforcement positif atas
meningkat dengan kriteria hasil: jawaban klien tentang
1. Klien antusias dalam hipertensi
mengikuti pendidikan3. Beri pengetahuan kepada
kesehatan klien tentang penyakit
2. Klien memahami tentang hipertensi
penyakit Hipertensi 4. Jelaskan tentang penyebab,
dan tanda gejala dari
hipertensi
5. Jelaskan tentang diit penderita
hipertensi
6. Beri penjelasan ulang bila
belum di mengerti
7. Beri reward positif terhadap

Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 38


|
usaha dan hasil yang dicapai
lansia selama tindakan
Resiko Jatuh Setelah dilakukan asuhan1. Kaji lingkungan fisik dan
keperawatan selama 1x60 menit pengetahuan klien tentang
diharapkan klien mampu melakukan lingkungan rumah yang aman
pencegahan cidera dengan kriteria2. Memberikan penjelasan
hasil: mengenai lingkungan yang
1. Lingkungan rumah aman dan aman
nyaman sesuai dengan3. Kaji kemandirian lansia dalam
lansia beraktivitas
4. Anjurkn untuk mengganti
lampu kamar mandi dengan
lampu yang lebih terang dan
menggunakan sandal ketika
akan ke kamar mandi dan
selama di kamar mandi
5. Beri motivasi dan
reinforcement

Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 39


|
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

TGL DIAGNOSA PARAF


IMPLEMENTASI EVALUASI
WAKTU KEPERAWATAN PRESEPTOR
Nyeri Akut  Mengobservasi tanda- S =
tanda vital
 Mengkaji skala nyeri - Pasien mangatakan
klien masih merasakan
 Kaji tindakan yang sudah nyeri dikepalanya
pernah dilakukan klien
- P : Nyeri karena
untuk mengurangi nyeri
hipertensi
 Mengajarkan skala nyeri
 Mengajarkan teknik - Q : Nyeri seperti
relaksasi dan distraksi tertimpa benda
dengan beristirahat dan berat
menenangkan pikiran - R : Nyeri pada
dengan mengalihkan kepala bagian
perhatian temporal
 Memberika terapi pijat
- S : Skala nyeri 5
kaki dan punggung
( sedang )
- T : nyeri datang
tiba-tiba
O=

- TD: 140/90mmHg
- N : 86 x/menit
- RR : 21 x/menit
- S : 36,3 C
- Menggunakan obat
remifil dan suporfor
- Klien terlihat
kooperatif dan
berusaha untuk
dapat mengukur
skala nyeri yang
dirasakannya
- Klien terlihat
kooperatif dan
mengikuti apa yang
diajarkan
mahasiswa, klien
juga merasakan
nyeri berkurang
setelah diajarkan
teknik relaksasi

Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 40


|
A=

- Nyeri Akut

P=

- Pasien masih
merasakan nyeri
dibagian kepalanya
- Intervensi
dilanjutkan

 Mengkaji pengetahuan S =
Kurangnya Pengetahuan klien tentang penyakit
hipertensi - Klien mengatakan
 Memberikan pendidikan karena garam dan
kesehatan tentang makanan berlemak,
penyakit hipertensi mulai klien tidak
dari definisi, penyebab, mengetahui
serta tanda dan gejala penyebab yang lain
 Menjelaskan tentang diit tentang penyakit
untuk penderita hipertensi
hipertensi
O=
 Memberikan
kesempatan untuk
- Klien terlihat
merespon dari penjelasan
kooperatif dan
yang telah diberikan serta
memberikan reward atas bertanya dengan
jawaban yang telah mahasiswa ketika di
diberikan jelaskan tentang diit
 Memberikan penjelasan hipertensi
ulang bila belum ada - Klien terlihat bisa
yang dimengerti menjawab
pertanyaan sesuai
materi yang
diberikan
mahasiswa, namun
klien hanya mampu
menyebutkan 2
penyebab hipertensi
- Klien terlihat lebih
mengerti setelah
diberikan
penjelasan oleh
mahasiswa terlihat
ketika diberikan
pertanyaan klien
mampu menjawab
sesuai dengan

Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 41


|
kemampuannnya
A=

- Kurangnya
Pengetahuan
P=

- Pasien sudah
mampu
mempelajari
penyebab hipertensi
- Intervensi
dihentikan

 Mengkaji lingkungan S =
Resiko Jatuh
fisik dan pengetahuan
klien tentang lingkungan - Klien mengatakan
panti yang aman kurangnya
 Memberikan penjelasan mengingat
mengenai lingkungan
lingkungn panti
yang aman
yang aman bagi
 Mengkaji kemandirian
lansia dalam beraktivitas keluarga,
 Anjurkn menggunakan pencahayaan
sandal ketika akan ke kurang, tidak
kamar mandi dan selama pernah
di kamar mandi menggunakan
sandal selama ke
kamar mandi
O=

- Klien tampak
memahami
penjelasan tentang
lingkungan yang
aman dengan
menganggukkan
kepala
- Klien mengatakan
biasa mengerjakan
pekerjaan sehari-
hari seperti
memasak nasi,
menyapu
- Klien mengikuti
anjuran yang selalu
menggunakan
sandal ketika ke

Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 42


|
kamar mandi dan
selama di kamar
mandi
A=

- Resiko jatuh
P=

- Pasien sudah
mampu
mempelajari
- Intervensi
dihentikan

Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 43


|
Buku PAnduAn KeperAwAtAn Gerontik PSIK FK AbulyAtAmA 44

Anda mungkin juga menyukai