Akad Perjanjian Pembiayaan Al
Akad Perjanjian Pembiayaan Al
Pasal 5
Kedua belah pihak setuju untuk mengakhiri persetujuan ini bila Pihak II (kedua) telah membayar
seluruh pembiayaan yang dikeluarkan oleh Pihak I (pertama) beserta kewajiban lainnya kepada
Pihak I (pertama)
Pasal 6
Pihak II (kedua) menyatakan sanggup dan bersedia membayar seluruh biaya, apabila terjadi
kejadian sebagai berikut :
1. Bila Pihak II (kedua) lalai membayar / memenuhi kewajibannya sebagaimana yang telah
disepakati dalam pasal 2, maka segala ongkos penagihan dan kuasa Pihak I(pertama)
harus dibayar Pihak II (kedua)
2. Bila Pihak II (kedua) lalai melunasi pembiayaan sebagaimana tersebut dalam Pasal 2,
maka Pihak II (kedua) bersedia membayar kifarat akad (denda) sebesar 10 % dari total
angsuran yang belum terselesaikan.
3. Bila Pihak II (kedua) lalai membayar / memenuhi kewajibannya sebagaimana yang telah
disepakati dalam pasal 2 selama 3 bulan akumulasi, maka Pihak I (pertama) berhak untuk
mengenakan kifarat akad (denda) sesuai prosedur yang berlaku di KJKS
……………………dan atau melakukan Eksekusi (penyitaan) sementara terhadap
jaminan Pihak II sampai dengan proses berikutnya, sebagaimana tersebut dalam pasal 8
ayat 1 dan 2.
Pasal 7
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan yang harus dilakukan oleh Pihak I (pertama) maka
Pihak II (kedua) bersedia untuk setiap saat bila diperlukan untuk memberikan keterangan kepada
Pihak I (pertama) atas keadaan perusahaan atau usaha dengan memberikan kesempatan kepada
Pihak I (pertama) untuk setiap saat memeriksa keadaan usaha, barang usaha dan pembuktian
dengan biaya dari Pihak II (kedua)
Pasal 8
1. Guna menjamin kepastian keamanan pembiayaan yang diberikan dan untuk menunjukkan
kesungguhan dalam berusaha maka Pihak II (kedua) memberikan agunan atas
pembiayaan tersebut berupa:
1) Sertifikat : -
Atas Nama :
Lokasi : -
2) BPKB Kendaraan :
Atas Nama : -
Merk/Type : -
Jenis Model : -
Tahun : -
No. Rangka : -
Warna : -
No. Polisi : -
Agunan tersebut di atas dan seluruh barang investasi maupun barang dagangan /
barang untuk kegiatan usaha yang dibiayai adalah tetap menjadi Pihak I (pertama) sampai
seluruh kewajibannya dilunasi. Sehingga bila telah jatuh tempo dan Pihak II cidera janji
atau tidak melunasi kewajibannya, maka Pihak I menjual / melelang barang jaminan /
barang-barang tersebut untuk melunasi kewajibannya.
2. Jika hasil lelang masih sisa untuk melunasi kewajiban Pihak I (pertama), maka sisa lelang
akan dikembalikan pada Pihak II(kedua).
3. Sebelum peranjian ini berakhir atau dinyatakan berakhir, maka Pihak II (kedua) tidak
diperbolehkan menjual atau memindahtangankan barang tersebut di atas.
Pasal 9
Nasabah dinyatakan cidera janji diantaranya:
Nasabah tidak melaksanakan kewajibannya tepat waktu
Nasabah tidak melaksanakan kewajibannya selama 3 bulan akumulasi.
Nasabah memberikan keterangan dokumen yang tidak benar (palsu) kepada Pihak I (pertama).
Pasal 10
1. Dalam pelaksanaan akad ini diharapkan tidak cedera janji, namun jika Hal itu terjadi
maka Pihak I (pertama) akan memberikan pemberitahuan Kepada Pihak II (kedua) untuk
memulihkan keadaan sebagai akibat dari cidera janji.
Jika dalam 30 hari terhitung dan diterimanya pemberitahuan, Pihak II (kedua)
belum juga menunjukkan / menyelesaikan / memulihkan keadaan sebagai akibat dari
cidera janji tersebut, maka KJKS ……………………berhak melakukan upaya hukum
sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam pasal 8 point 2 diatas.
Pasal 11
Konsekuensi dan segala akibat hukum dan persetujuan akad pembiayaan ini, kedua belah pihak
sepakat untuk memilih domisili hukum dan perkara di Kantor Pengadilan Negeri dimana Pihak II
(kedua) berdomisili dengan Biaya Pengadilan ditanggung oleh Pihak II (kedua)
Pasal 12
Dengan ini pihak kedua sekaligus menyatakan untuk tidak mencabut secara sepihak atas
pemyataan dan segala kuasa yang telah disepakati bersama dengan pihak pertama tanpa
pemberitahuan dan persetujuan kedua belah pihak. Pelanggaran atas ketentuan ini, pihak kedua
bersedia dituntut secara pidana dan atau perdata.
Mengenai ketentuan lain yang belum termuat dalam akad perjanjian ini dimuat dalam lampiran
tersendiri yang tidak terpisahkan dari akad perjanjian ini
Analisis contoh kontrak dari Pak Azhar
A. Kontrak Pembiayaan Murabahah
Pada contoh perjanjian ini, saya menganalisis berdasarkan bentuk dan subtansi dari format
perjanjian tersebut. Beberapa bagian yang dianalisis antara lain:
Pendahuluan perjanjian:
a. Tidak terdapat tulisan Bismillahirrohmanirrohim maupun terjemahannya. Padahal sebelum
memulai segala sesuatu yang baik harus didahulukan dengan Basmalah.
b. Tidak terdapat terjemahan Ayat Al-Qur’an maupun Hadits. Seharusnya terdapat potongan ayat
maupun hadits dalam akad perbankan syariah, sehingga dapat membedakan dasar akad ini
dengan akad-akad yang lain, yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang menjadi landasan perjanjian ini.
c. Pada pendahuluan ini, selain terdapat tanggal perjanjian, sebaiknya juga dituliskan keterangan
tempat perjanjian ini berlangsung.
d. Kedudukan para pihak yang mengadakan kontrak sebaiknya terpisah dari paragraph
comparison, yaitu ada pasal tersendiri tentang kedudukan para pihak sehingga lebih jelas karena
ada penegasan kembali.
e. Pada bagian Premis/causa, apabila pembiayaan murabahah ini nasabah akan membeli sendiri
barang yang dipesannya, maka sebaiknya ada akad komplementer, yaitu akad wakalah. Sehingga
nasabah dalam hal ini mewakili pihak Bank dalam membeli barang. Karena bila tidak,
dikhawatirkan nasabah akan mempergunakan uang untuk hal lain yang tidak sesuai dengan
permohonan pembiayaan di awal. Sebaiknya pada bagian ini juga ditambahkan tertanggal surat
pesanan pihak nasabah. Sehingga jelas jeda waktu antara surat pesanan nasabah dengan realisasi
pesanan tersebut.
b. Karena ini akad jual beli, maka sebaikknya ada pasal tersendiri tentang penyerahan barang.
c. Pada pasal pokok perjanjian atau utang murabahah, selain terdapat harga beli, keuntungan
bank, dan harga jual bank, sebaiknya juga dituliskan urbun yang harus dibayar nasabah kepada
bank.
d. Pada substansi perjanjian ini, tidak terdapat klausa tentang representations dan warranties,
yaitu klausa yang berisi pernyataan-pernyataan nasabah penerima pembiayaan mengenai fakta-
fakta yang menyangkut status hukum, keadaan keuangan, dan harta kekayaan nasabah pada
waktu pembiayaan diberikan.Hal ini yang menjadi asumsi-asumsi atau pertimbangan bagi bank
dalam mengambil keputusan untuk memberikan pembiayaan tersebut. Apabila keadaaan
keuangan nasabah ternyata sedang tidak baik, maka dalam hal ini bank mengambil resiko yang
sangat besar, yaitu nasabah tidak mampu mengembalikan pembiayaan tersebut. Padahal bank
sebagai lembaga mediatori yang harus menyalurkan pembiayaan dengan penuh kehatia-hatian
karena menyangkut dana pihak ketiga, yang sebisa mungkin memberi keuntungan pada pihak
ketiga bukan kerugian, karena hal ini sangat memperngaruhi trust pihak ketiga untuk menyimpan
dana di bank tersebut.
e. Pasal tentang hak dan kewajiban hanya secara garis besar kurang terperinci dan setelah diteliti
kontrak ini hampir sama dengan kontrak konvensional yang ada, yaitu tidak seimbangnya
kewajiban antara pihak bank dan nasabah. Seluruh biaya-biaya yang timbul karena kontrak ini,
seluruhnya dibebankan kepada nasabah. Padahal nasabah dalam kontrak ini adalah pihak yang
membutuhkan dana. Dengan adanya biaya-biaya tersebut, bukannya meringankan nasabah yang
sedang membutuhkan justru menambah beban mereka.
f. Tidak terdapat penjelasan tentang force majeur yang dapat dijadikan acuan bahwa bank tidak
akan mengalami kerugian oelh factor-faktor yang bersifat spesifik (diluar jangkauan/kemampuan
keduabelah pihak untuk menghindarinya)
g. Untuk pasal penyelesaian perselisihan, sebelum melalui lembaga arbitrase, sebaiknya para
pihak sepakat untuk menyelesaikan masalah tersebut melalui musyawarah untuk mufakat.
Apabila dengan musyawarah belum tercapai kesepakatan, baru melalui jalur arbitrase dan harus
ditentukan tempat kedudukan BASYARNAS yang akan dipakai.
h. Tidak terdapat pasal tentang pemilihan hukum dan domisili hukum yang dipakai. Bahwa akad
ini dan segala akibatnya memberlakukan syariat Islam dan Perundang-undangan yang tidak
bertentangan dengan syariat Islam. Begitu juga dengan domisili tempat penyelasian sengketa,
tidak ditentukan dalam kontrak ini.
i. Pasal surat menyurat atau pemberitahuan seharusnya diletakkan sebelum addendum. Karena
addendum merupakan pasal tambahan.
Penutup
a. Tidak adanya pernyataan para pihak tentang tiadanya hal-hal yang membatalkan kontrak,
“bahwa benar kontrak dibuat oleh para pihak, para pihak pada waktu membuat kontrak dalam
keadaan sadar, sehat lahir batin, tidak ada paksaan atau bujukan dari pihak lain”.
b. Pada bagian penutup sebaiknya dijelaskan bahwa para pihak telah membaca dengan cermat
seluruh isi kontrak ini dan memahami sepenuhnya isi dan akibat hukum dari penandatangannan
kontrak ini.
d. Selain adanya tempat pembubuhan tanda tangan para pihak yang terlibat kontrak secara
langsung, yaitu pihak bank dan nasabah, seharusnya juag ada tempat pembubuhan tanda tangan
untuk notaris yang berdada paling bawah setelah para pihak.
· Murabahah adalah transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah
dengan margin yang disepakati olah para pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih
dahulu harga perolehan kepada pembeli.
Analisa:
· Dalam contoh kontrak ini, harga beli, keuntungan bank (margin), dan harga jual bank kepada
nasabah tertuang dalam pasal jumlah kewajiban / utang murabahah. Sehingga kontrak ini
memenuhi peraturan Bank Indonesia.
Berdasarkan fatwa DSN No 04/DSN-MUI/IV/2000
· Dalam akad murabahah, Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada
nasabah berikut biaya yang diperlukan.
Analisa:
· Dalam contoh kontrak ini, meski hanya secara garis besar atau tidak rinci diberikan nominal
untuk harga beli, margin, serta harga jual, namun dalam contoh kontrak ini terdapat pasal yang
berisi tentang pokok dari akad murabahah yang tertuang pada pasal 3 tentang jumlah
kewajiban/utang murabahah.
Pada contoh perjanjian ini, saya menganalisis berdasarkan bentuk dan subtansi dari format
perjanjian tersebut. Beberapa bagian yang dianalisis antara lain:
Pendahuluan perjanjian:
a. Pada bagian comparison, sebaiknya kata shahibul maal selanjutnya disebut sebagai pihak
kesatu dan kata mudharib de\isebut sebagai pihak kedua.
Walaupun nanti pada bagian definisi ada penjelaskan arti kata tersebut, namun tetap saja bagi
orang awam, kata-kata tersebut masih asing ditelinga. Sehingga untuk memudahkan dalam
memahami isi kontrak, sebaiknya kata-kata yang dapat membingungkan orang awam diganti
dengan yang lebih familiar ditelinga.
b. Premis/causa akad mudharabah ini kurang jelas, tidak dirinci latar belakang yang menjadi
dasar kenapa akad ini dilakukan, serta dari mekanisme akad mudharabahnya tidak dijelaskan.
Seharusnya hal ini dijelaskan di awal, sehingga ketika membaca bagian pendahuluan dari
kontrak ini, sudah ada gambaran apa dasar atau latar belakang dari kontrak ini.
· Pihak shahibul maal (pihak I) akan menyediakan modal penuh untuk dkelola oleh mudharib
(pihak II)
· Keuntungan dari modal yang dikelola untuk usaha pihak II, di bagi berdasarkan nisbah bagi
hasil yang ditentukan dalam kontrak ini. Kerugian yang timbul bukan karena kelalaian pihak II
akan sepenuhnya ditanggung oleh pihak I.
· Nisbah
· Bagi hasil
· Modal
· Agunan
· Wanprestasi
· Denda
· Keuntungan usaha
· Kerugian usaha
· Keuntungan bersih
b. Landasan perjanjian (Pasal 2) dapat dihilangkan karena dirasa kurang perlu dan diganti dengan
objek kontrak atau jenis dharabah (pasal 3).
c. Modal dharabah (Pasal 4), pada kalimat terakhir dapat ditambahkan tentang penegasan tujuan
dari pembiayaan ini, bahwa semata-mata digunakan untuk membiayai usaha sesuai permohonan
pembiayaan di awal.
d. Janka waktu (Pasal 5), dapat digabungkan dengan pasal 4 sebagai pokok dari pembiayaan ini.
e. Keuntungan dan nisbah bagi hasil (Pasal 6), definisi kata-kata ini seharusnya diletakan pada
Pasal 1 bersama dengan definisi kata-kata yang lain. Pada bagian ini juga perlu dilengkapi
penjelasan tentang kemungkinan perubahan nisbah, bahwa nisbah tidak berubah kecuali dengan
kesepakatan bersama kedua belah pihak.
f. Nominal rupiah besarnya keuntungan dan ZIS sebaiknya tidak dituliskan di awal kontrak.
Karena akad ini merupakan akad yang tidak pasti keuntungannya (uncertainty contract).
Sehingga yang dituliskan hanya nisbah bagi hasil 30:70 dan ZIS 2,5% dari laba bersih (laba
setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan).
g. Pengembalian modal (Pasal 8), pada pasal ini ada dua pilihan dalam pengembalian modal,
yaitu secara angsuran atau sekaligus di akhir masa perjanjian. Apabila pembayaran dilakukan
secara angsuran, ada baiknya besar nominal yang harus dibayarkan tertera dalam kontrak ini,
apakah secara harian, mingguan, ataupun bulanan.
h. Tidak ada pasal yang mengatur tentang biaya-biaya yang harus ditanggung oleh pihak II
i. Tidak terdapat pasal tentang kuasa-kuasa pihak I
j. Tidak terdapat pasal yang mengatur tentang pengawasan dan pemeriksaan pihak I terhadap
kinerja pihak II.
k. Tidak terdapat pasal tentang representations dan warranties
l. Tidak terdapat pasal tentang conditions precedent
m. Tidak ada pasal tentang affirmative convenants
n. Tidak ada pasal tentang negative convenants
o. Penyelesaian masalah yang akan dilakukan melalui BASYARNAS sebaiknya ditulis sendiri
sebagai pasal Arbitrase.
Penutup
a. Tidak adanya pernyataan para pihak tentang tiadanya hal-hal yang membatalkan kontrak,
“bahwa benar kontrak dibuat oleh para pihak, para pihak pada waktu membuat kontrak dalam
keadaan sadar, sehat lahir batin, tidak ada paksaan atau bujukan dari pihak lain”.
b. Pada bagian penutup sebaiknya dijelaskan bahwa para pihak telah membaca dengan cermat
seluruh isi kontrak ini dan memahami sepenuhnya isi dan akibat hukum dari penandatangannan
kontrak ini.
· Bank memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah walaupun tidak ikut serta
dalam pengelolaan usaha nasabah, antara lain Bank dapat melakukan review dan meminta bukti-
bukti dari laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat
dipertanggungjawabkan;
Analisa:
· Dalam kontrak ini, tidak terdapat pasal yang menjelaskan tentang pengawasan dam
pemeriksaan BMT selaku LKS tentang kinerja mudharib selama mengelola modal untuk usaha.