Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MATA KULIAH PENGELOLAAN TANAH DAN AIR

PENGELOLAAN TANAH GARAMAN

Disusun Oleh:
Aulia Salsadilla
H0719028

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2021
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris. Negara agraris memiliki arti bahwa
sebagian besar penduduk Indonesia memiliki pekerjaan dominan di bidang
pertanian. Walau pun dijuluki sebagai negara agraris, Indonesia tentu memiliki
berbagai masalah pertanian, salah satunya adalah tanah.
Tanah merupakan tempat tumbuh tanaman, dengan demikian kondisi tanah
merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh pada produktivitas lahan.
Tanah yang baik adalah tanah yang memiliki kandungan nutrisi, air, dan udara
yang cukup untuk pertumbuhan tanaman. Namun demikian, permasalahan tanah
sebagai tempat tumbuh tanaman tidak jarang ditemui pada berbagai daerah.
Tanah garam merupakan tanah yang memiliki kadar natrium tinggi.
Natrium dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, namun
dalam jumlah berlebih dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, seperti
menyebabkan akar sukar berkembang. Kondisi sedemikian rupa akan
menyebabkan kekeringan fisiologis dan menghambat pertumbuhan tanaman
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana sifat dan ciri tanah garaman?
b. Bagaimana kendala tanah garaman?
c. Bagaimana pengelolaan tanah garaman?
C. Tujuan
a. Mengetahui sifat dan ciri tanah garaman
b. Mengetahui kendala tanah garaman
c. Mengetahui pengelolaan tanah garaman

1
II. PEMBAHASAN

Indonesia secara geografis membentang dari 6oLU hingga 11oLS dan 92o
sampai 142oBT. Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang jumlahnya mencapai
17.504 pulau. Negara ini memiliki wilayah yang tiga perempatnya adalah laut
dengan luas 5,9 juta km2, dengan demikian Indonesia memiliki garis pantai yang
cukup panjang yaitu 95.161 km. Panjang garis pantai Indonesia ini menduduki garis
pantai terpanjang kedua setelah Kanada. Luasnya wilayah perairan Indonesia dan
panjang garis pantai ini memyebabkan Indonesia memiliki tanah garam yang cukup
luas.
Tanah garam terjadi karena beberapa penyebab, seperti penyusupan air laut,
luapan air laut, proses salinasi, dan juga proses alkalinasi. Proses alkalinasi dan
salinasi didukung pada kondisi lingkungan yang kering, di mana evaporasi lebih
tinggi dibandingkan curah hujan. Pada lingkungan sedemikian rupa, akumulasi
garam di lapisan tanah akan lebih besar dan menyebabkan tanah garaman.
Rachman et al (2008) berpendapat bahwa salinitas tanah merupakan faktor
pembatas penting pertumbuhan tanaman. Kadar garam yang tinggi dalam larutan
tanah akan menyebabkan osmotik potensial larutan tanah berkurang. Kondisi
sedemikian rupa akan menyebabkan akar tanaman kesulitan menyerap air dan
kekeringan fisiologis dapat terjadi.
A. Sifat dan Ciri Tanah Garaman
Tanah garam pada dasarnya dibedakan menjadi tiga jenis. Jenis-jenis
tersebut di antaranya adalah tanah salin, tanah alkali (sodik), tanah salin-alkali
(saline-sodik). Shiddieq et al (2018) beranggapan bahwa salin, sodik, dan salin-
sodik adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan salinitas tanah.
Salinitas disebabkan oleh akumulasi garam terlarut, baik itu natrium, kalsium,
maupun magnesium dalam air.
Shiddieq et al (2018) juga mengatakan bahwa garam terbentuk sebagai
suatu hasil reaksi kimiawi antara suatu asam dan suatu basa. Garam tanah
terbanyak adalah sulfat (SO4) dan klorida (CL2). Tanah salin merupakan tanah
yang memiliki kadar garam larut yang tinggi dan disertai dengan daya hantar

2
3

listrik yang tinggi pula. Menurut Shiddieq et al (2018), tanah salin biasanya
dijumpai pada daerah kering beririgasi, yang laju evaporasinya melebihi laju
pelindian garam masuk ke dalam tanah melalui hujan.
Tanah alkali memiliki kadar garam natrium yang tinggi. Tanah jenis ini juga
memiliki pH atau derajat keasaman yang juga tinggi. Akibat kadar natrium
yang tinggi, tanah alkali dapat menyebabkan tanah keracunan Na dan Cl. Hal
tersebut disebabkan karena ketersediaan unsur K, Ca, dan Mg terganggu.
Sama seperti tanah salin dan alkali, tanah salin-alkali atau salin-sodik ini
memiliki karakteristik yang merupakan gabungan dari keduanya. Tanah salin
alkali ini memiliki kadar larut garam yang tinggi disertai kadar garam natrium
yang juga tinggi. Selain itu, tanah salin-sodik memiliki daya hantar listrik,
derajat keasaman, dan juga nilai SAR yang cukup tinggi.
B. Kendala Tanah Garaman
Tanah garaman memiliki banyak kendala dalam budidaya tanaman.
Pada dasarnya dengan kadar garam yang tinggi, tanah ini dapat
menyebabkan potensial larutan tanah berkurang. Beberapa kendala tanah
garaman adalah sebagai berikut:
a. Hipertonik terhadap sel
Suswati et al (2012) berpendapat bahwa tanah salin dipengaruhi oleh
konsentrasi garam natrium yang tinggi. Kandungan natrium ini dapat
menghambat pertumbuhan tanaman. Pada beberapa kasus, tanah salin
bahkan dapat mengakibatkan kematian pada tanaman. Pertumbuhan
tanaman pada kondisi salin akan terhambat karena konsentrasi garam
Na larut tinggi ke dalam tanah, konsentrasi ini akan mengakibatkan
plasmolisis pada sel tanaman, yaitu proses bergerak keluarnya H2O dari
tanaman ke larutan tanah sehingga menghambat pertumbuhan tanaman.
FAO (2005) berasumsi bahwa pada kondisi garam dalam larutan
tanah sangat tinggi, maka air dari dalam sel tanaman akan bergerak
keluar, dinding protoplasma mengkerut dan sel rusak karena terjadi
plasmolisis. Selain tanaman harus mengatasi tekanan osmotik tinggi,
pada beberapa tanaman dapat terjadi ketidakseimbangan hara
4

disebabkan kadar hara tertentu terlalu tinggi, dan adanya bahaya


potensial keracunan natrium dan ion lainnya.
b. Menghambat perkecambahan tanaman
Menurut Rachman et al (2008) kadar garam dalam tanah yang tinggi
menyebabkan potensial larutan dalam tanah berkurang. Larutan akan
bergerak dari daerah berkonsentrasi garam rendah ke daerah yang
berkonsentrasi tinggi. Akibatnya akar tanaman akan kesulitan dalam
menyerap air, karena air terikat kuat pada partikel tanah dan dapat
menyebabkan terjadinya kekeringan fisiologis pada tanaman.
Konsentrasi natrium yang tinggi dalam tanah yang ditunjukan oleh nilai
ESP (Exchangeable Sodium Percentage) >15 mengakibatkan rusaknya
struktur tanah yang selanjutnya akan menghambat perkembangan akar
tanaman.
c. Keracunan Na dan Cl
Tanah alkali memiliki kadar natrium yang cukup tinggi. Menurut
Djuwansah (2013), kandungan Na yang sangat tinggi dalam tanah akan
berakibat buruk bagi sifat fisika tanah karena akan menyebabkan
pelarutan liat (clay dispersion) yang lebih jauh lagi dapat
mengakibatkan penyumbatan dan pembentukan kerak pada kesarangan
tanah, sehingga kelulusan tanah akan berkurang dan kepadatan tanah
akan meningkat, Apabila semua kapasitas adsorpsi tanah telah dijenuhi
oleh ion Na+, akan terjadi fenomena “Tanah Larut” (dispersive soils).
Penjenuhan kapasitas adsorpsi menyebabkan lempeng-lempeng dalam
partikel liat saling tolak-menolak sehingga melarut (disperse) dalam air
dalam bentuk koloidal berukuran submikron.
Sipayung (2003) beranggapan bahwa, dalam proses fisiologi
tanaman, Na+ dan Cl- diduga mempengaruhi pengikatan air oleh
tanaman, sehingga menyebabkan tanaman tahan terhadap kekeringan.
Sedangkan Cl- diperlukan pada reaksi fotosintetik yang berkaitan
dengan produksi oksigen. Sementara penyerapan Na+ oleh partikel
tanah akan mengakibatkan pembengkakan dan penutupan pori-pori
5

tanah yang memperburuk pertukaran gas, serta disperse material koloid


tanah.
d. Ketersediaan Ca, Mg, K yang berkurang
Tanah garaman di dominasi oleh kadar natrium dalam tanah. Kadar
natrium ini menggeser posisi unsur hara esensial tanah lainnya. Unsur
tersebut adalah kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan kalium (K).
Menurut Tehubijuluw et al (2014), kalsium (Ca) merupakan unsur
hara makro essensial sekunder. Kalsium diserap oleh tanaman
berbentuk ion Ca2+. Sebagai unsur hara esensial kalsium memiliki
banyak peran penting bagi pertumbuhan tanaman seperti menjadi bagian
dari struktur sel, pembelahan sel, dan proses metabolis. Sama seperti
kalsium, magnesium juga merupakan unsur hara makro esensial
sekunder yang diperlukan tanaman dalam jumlah relative banyak.
Magnesium berperan penting pada hampir seluruh metabolisme
tanaman, selain itu magnesium juga menjadi komponen penyusun
klorofil. Selain magnesium dan kalsium, kalium juga merupakan unsur
hara penting bagi tanah dan tanaman. Kalium memiliki peran dalam
pembentukan protein dan karbohidrat, selain itu senyawa ini juga
berfungsi sebagai peningkatan kualitas tanaman.
e. Sifat fisik tanah rusak
Tanpa adanya unsur hara esensial dalam tanah, tanah akan
mengalami kerusakan sifat fisik. Unsur hara dalam tanah diperlukan
sebagai bahan organik tanah, yang nantinya bahan organik tanah
tersebut akan berperan menjadi bahan pembenah tanah. Unsur hara
dalam tanah juga dapat mendiversifikasi mikroorganisme tanah,
sehingga apabila tanah di dominasi oleh salah satu unsur saja seperti Na,
maka unsur hara lain akan terlindi dan menyebabkan kerusakan fisik
tanah.
6

C. Pengelolaan Tanah Garaman


Menurut Sipayung (2003) salinitas atau konsentrasi garam-garam
terlarut yang cukup tinggi akan menimbulkan stress dan memberikan
tekanan terhadap pertumbuhan tanaman. Salinitas dapat berpengaruh
menghambat pertumbuhan tanaman dengan du acara. Pertama adalah
dengan merusak sel-sel yang sedang tumbuh sehingga pertumbuhan
tanaman terganggu. Kedua adalah dengan membatasi jumlah suplai hasil
metabolisme esensial bagi pertumbuhan sel melalui pembentukan tyloses.
Salinitas merupakan salah satu hal krusial yang mempengaruhi hasil
pertumbuhan dan produksi suatu tanaman. Maka dari itu, untuk
menghindari kerugian yang disebabkan oleh salinatas tanah perlu diadakan
adanya reklamasi atau konservasi tanah garaman. Reklamasi menurut KBBI
adalah proses memperbaiki wilayah yang tidak berguna menjadi daerah
yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan untuk sarana dan
prasarana baru. Beberapa upaya reklamasi tanah salin adalah sebagai
berikut:
a. Reklamasi Tanah Salin
Reklamasi tanah salin dapat dilakukan dengan drainase yang
dilanjutkan pencucian dan irigasi. Menurut Lubis et al (2015), drainase
adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah tanah,
baik yang terbentuk secara alami maupun buatan. Sistem drainase dapat
didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk
mengurangi dan membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan,
sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Nasyirah et al (2015) berpendapat bahwa salinitas pada umumnya
bersumber pada tanah dan air dalam tanah. Pencucian tanah dilakukan
dengan memberikan air bersih secara terus menerus guna menjaga tanah
dalam kondisi jenuh. Selama proses pencucian, laju aliran dijaga agar
tetap konstan.
Irigasi merupakan sebuah upaya yang dilakukan manusia untuk
mengairi lahan pertanian. Reklamasi tanah salin biasanya menggunakan
7

irigasi tetes atau drip irrigation. Menurut Novidiantoko (2019), sistem


irigasi tetes ini dilakukan dengan cara memakai pipa pada tempat
tertentu dan diberi lubang untuk jalan keluarnya air menetes ke tanah.
Namun demikian, pancaran yang diberikan pada sistem irigasi tetes
tidak terlalu besar tekanannya. Irigasi tetes digunakan pada samping
tanaman. Air kemudian akan mencuci garam sehingga konsentrasu
garam sekitar perakaran tanaman akan menjadi rendah.
b. Reklamasi Tanah Alkali
Reklamasi tanah alkali dapat dilakukan dengan tiga langkah.
Langkah pertama adalah pemindahan Na oleh Ca dengan bahan
pengubah tanah. Bahan pengubah tanah yang dapat dimasukkan yaitu
garam kalsium (gibs), belerang, asam belerang, kapur belerang, besi
sulfat, dan juga batuan kapur.
Langkah reklamasi tanah alkali kedua yaitu dengan pencucian Na.
Menurut Adji (2008), natrium dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman, namun dalam jumlah berlebih dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman, seperti menyebabkan akar sukar
berkembang dan juga menghambat pertumbuhan tanaman. Pencucian
natrium biasanya dilakukan dengan menggunakan air irigasi, baik alami
maupun buatan. Mutu air irigasi ditentukan oleh jumlah garam total
(salinitas) dan banyaknya ion Na (alkalinitas). Langkah reklamasi tanah
alkali terakhir adalah dengan memperbaiki struktur tanah.
c. Teknologi Masukan Rendah
Teknologi masukan rendah merupakan sebuah teknologi yang
digunakan untuk mereklamasi tanah dengan menggunakan prinsip
adaptasi. Teknologi masukan rendah pada tanah garaman yaitu dapat
dilakukan dengan beberapa cara. Salah satunya adalah dengan menanam
tanaman toleran seperti bakau. Teknologi masukan rendah lain yang
dapat diterapkan yaitu adalah penggunaan mulsa dengan tujuan
mengurangi penguapan, penanaman sistem tumpang sari, dan
penanaman sistem surjan.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
a. Tanah garaman dibedakan menjadi tiga jenis, tanah salin, tanah alkali, dan
tanah salin alkali. Tanah salin memiliki kadar garam larut tinggi dan daya
hantar listrik tinggi, tanah alkali memiliki kadar garam natrium tinggi dan
derajat keasaman tinggi, sementara tanah salin alkali merupakan gabungan
dari keduanya
b. Beberapa kendala tanah masam di antaranya adalah hipertonik terhadap sel,
menghambat perkecambahan, keracunan Na dan Cl, ketersediaan Ca, Mg, K
yang kurang, serta sifat fisik tanah yang rusak
c. Tanah salin dapat direklamasi dengan cara drainase, pencucian garam netral,
serta irigasi. Tanah alkali dapat direklamasi dengan cara pemindahan Na
oleh Ca, pencucian, dan memperbaiki sifat fisik tanah. Selain itu,
pengelolaan tanah garaman dapat dilakukan dengan teknologi masukan
rendah seperti menanam tanaman toleran, penggunaan mulsa, penanaman
tumpang sari serta sistem surjan

8
DAFTAR PUSTAKA
Adji, S. S. (2008). Pengaruh Pencucian Pada Tanah Tercemar Natrium
Terhadap Pertumbuhan Tanaman. Jurnal Matematika Sains dan
Teknologi, 9(1), 21-30.
Djuwansah, M. (2013). Status Natrium pada Tanah Tercemar Limbah lndustri
Tekstil di Rancaekek, Kabupaten Bandung. Jurnal Tanah dan
Iklim, 37(1), 25-34.
FAO. 2005. Final Report for SPFS-Emergency Study on Rural Reconstruction
Along the Eastern Coast of NAD Province. Government of the Republic
of Indonesia, Ministry of Agriculture, Food and Agriculture Organization
of the United Nations. Nippon Koei Co. Ltd.
Lubis, M. M. R., Mawarni, L., & Husni, Y. (2015). Respons Pertumbuhan Tebu
(Sacharum officinarum L.) terhadap Pengolahan Tanah pada Dua Kondisi
Drainase. Jurnal Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, 3(1),
102999.
Nasyirah, N., Kalsim, D. K., & Saptomo, S. K. (2015). Analisis laju pencucian
tanah salin dengan menggunakan drainase bawah permukaan. Jurnal
Keteknikan Pertanian, 3(2).
Novidiantoko, Dwi. 2019. Buku Ajar Irigasi Pedesaan. Yogyakarta:
DeePublish
Rachman, A., Erfandi, D. E. D. D. Y., & Ali, M. N. (2008). Dampak tsunami
terhadap sifat-sifat tanah pertanian di NAD dan strategi
rehabilitasinya. Jurnal tanah dan iklim, 28, 27-38.
Shiddieq, D., Sudira, P., Tohari. 2018. Aspek Dasar Agronomi Berkelanjutan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sipayung, R. (2003). Stres garam dan mekanisme toleransi tanaman. USU
digital library.
Suswati, S., Sumarsono, S., & Kusmiyati, F. (2012). Pertumbuhan dan
Produksi Rumput Benggala (Panicum Maximum) pada Berbagai Upaya
Perbaikan Tanah Salin. Animal Agriculture Journal, 1(1), 297-306.
Tehubijuluw, H., Sutapa, I. W., & Patty, P. (2014). Analisis Kandungan Unsur
Hara Ca, Mg, P, dan S Pada Kompos Limbah Ikan. Arika, 8(1), 43-52.

Anda mungkin juga menyukai