Anda di halaman 1dari 8

Dokter Lisa dan Ners Sitta bekerja di rumah sakit (RS) swasta tipe B.

Di era COVID-19 ini,


mereka cukup beruntung karena manajemen RS cukup sigap dalam antisipasi, bahkan
menargetkan “nol penularan staf RS” sebagai salah satu Key Performance Indicator (KPI) RS.
Dokter dan perawat wajib mengenakan APD level 2 saat berhadapan dengan pasien di poliklinik
dan IGD. Bahkan tersiar kabar, RS sedang dalam proses pengadaan portable isolation chamber
bertekanan negatif sebagai persiapan jika ada pasien COVID-19 yang akan dirawat di RS
tersebut.
Pagi ini, mereka berdinas di IGD RS. Satu saat, datang lima pasien dalam selang waktu yang
bersamaan. Jika dilihat dari waktu yang tertera di berkas pendaftaran, yang hanya selisih sekitar
2 menit: Pasien pertama seorang perempuan usia 36 tahun dengan keluhan sesak napas; Pasien
kedua laki-laki 27 tahun dengan keluhan lemas pasca diare; Pasien ketiga laki-laki usia 54 tahun
jatuh dari genting rumah saat memperbaiki antena, sekilas dr. Lisa melihat adanya deformitas
pada tungkai bawah dan lengan atas kiri; Pasien keempat perempuan, 24 tahun, diketahui
merupakan pasien tetap RS dengan diagnosis otoimun, ia datang dengan keluhan demam dan
sakit kepala hebat; Pasien kelima perempuan usia 70 tahun, dengan penurunan kesadaran.
Tampak Ners Sitta membagikan masker pada pasien dan penunggu karena yang mengenakan
masker saat datang hanya pasien nomor 3 dan 4. Dokter Lisa menetapkan prioritas mana yang
akan ia datangi lebih dulu dari kelima pasien tersebut.
Saat hendak menuju pasien, tiba-tiba terdengar teriakan panik minta tolong seorang Ibu yang
datang tergopoh-gopoh membawa anaknya. Dari pengamatan cepat, Dokter Lisa melihat anak
laki-laki itu sudah tidak bernapas. "Jangan-jangan DoA", pikirnya.

1. Bagaimana prosedur Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) yang perlu diterapkan
Dokter Lisa dan Ners Sita pada kasus di atas? APD apa sajakah yang harus dikenakan?
Dilihat dari situasi pandemi saat ini dan sesuai materi pada modul tanggap pandemi covid-19,
adapun prinsip PPI yang harus diterapkan yaitu menerapkan tentang kewaspadaan standar dan
kewaspadaan transmisi (kontak/droplet/airborne). Yang termasuk kewaspadaan standar yaitu
saat menatalaksana pasien di rumah sakit atau fasilitas kesehatan, seluruh standar kehati-hatian
termasuk hand hygiene harus diterapkan dengan konsisten. Adapun hal-hal yang harus
diperhatikan dalam PPI Covid-19 khususnya untuk pasien yaitu berikan kepada pasien dengan
kecurigaan COVID-19 masker medis dan arahkan pasien ke lokasi/area terpisah atau ruang
isolasi, beri jarak kurang lebih 1 meter antar pasien-pasien dengan kecurigaan COVID-19, dan
instruksikan pasien untuk menutup hidung dan mulut saat bersin atau batuk menggunakan tissue
atau siku bagian dalam, dan instruksikan pasien untuk mencuci tangan setelah kontak dengan
sekret dari saluran napas
Prosedur yang perlu diterapkan dokter lisa dan ners sita pada kasus diatas adalah mengacu
pada prinsip PPI Covid-19 yaitu
A. Prosedur kewaspadaan terhadap droplet; bertujuan mencegah transmisi droplet ukuran
besar dari virus
1. Menggunakan masker medis bila bekerja dalam jarak 1 meter dari pasien.
2. Tempatkan pasien di ruang-ruang terpisah, atau kelompokkan mereka yang memiliki
diagnosis etiologi yang sama.
3. Bila diagnosis etiologi tidak memungkinkan, Kelompokkan pasien sesuai dengan
diagnosis klinis dan berdasarkan pertimbangan faktor risiko dalam ruangan dengan
separasi.
4. Saat menatalaksana pasien dengan jarak dekat, gunakan face mask atau goggles
mengingat cipratan sekret dapat terjadi. 
5. Batasi pergerakan pasien dalam fasilitas pelayanan kesehatan dan pastikan pasien
menggunakan masker medis saat di luar ruang perawatan. 
B. Prosedur kewaspadaan terhadap kontak; bertujuan mencegah transmisi langsung atau
tidak langsung dari kontak dengan permukaan atau alat yang terkontaminasi.
1. Gunakan Alat Pelindung Diri (APD: masker medis, pelindung mata, sarung tangan dan
gown) saat memasuki ruangan, lepas APD saat keluar ruangan, dan praktikkan hand
hygiene setelah pelepasan APD.
2. Bila memungkinkan, gunakan perlengkapan seperti stetoskop, cuffs pengukur tekanan
darah, termometer dll yang disposable atau bersifat dedicated untuk pasien tersebut.
Jika terpaksa perlengkapan itu digunakan bersama pasien lain, bersihkan dan lakukan
disinfeksi sebelum penggunaan ke pasien lain. 
3. Pastikan tenaga kesehatan tidak menyentuh mata, hidung atau mulut dengan tangan
telanjang atau sarung tangan yang sudah terkontaminasi.
4. Hindari mencemari permukaan lingkungan yang tidak terkait langsung dengan tata
laksana pasien (contoh: pegangan pintu, saklar lampu).
5. Hindari pergerakan pasien yang tidak perlu.
6. Selalu terapkan hand hygiene. 
C. Prosedur kewaspadaan saat melakukan Aerosol Generating Procedure (AGP)
1. Yakinkan bahwa tenaga kessehatan yang melakukan AGP (contoh: open suctioning of
respiratory tract, intubasi, bronkoskopi, resusitasi jantung paru) menggunakan APD
yang tepat termasuk sarung tangan, long-sleeved gowns, pelindung mata, dan fit-tested
particulate respirators (N95 or equivalent, or higher level of protection). 
2. Bila memungkinkan, gunakan ruangan tersendiri dengan ventilasi adekuat saat
melakukan prosedur AGP, aatau  ruangan bertekanan negatif dengan minimum of 12
pertukaran udara/jam atau setidaknya 160 L/detik/pasien dalam fasilitas dengan
ventilasi netral. 
3. Hindari kehadiran individu yang tidak diperlukan dalam ruangan tersebut. 
4. Perawatan pasien dengan ventilator juga perlu dilakukan dalam ruangan bertekanan
negatif. 

Terkait APD yang harus dikenakan, maka harus disesuaikan dengan penilaian risiko dan
tingkat kontak dengan darah, cairan tubuh, percikan pernapasan dan/atau kulit terbuka
sesuai dengan prosedur kewaspadaan yang ada. Berdasarkan kasus diatas, APD yang
harus dikenakan adalah APD level 1 (dari penutup kepala, masker surgikal, handshcoen,
baju kerja dan alas kaki)

2. Tentang triase dan skrining:


 Bagaimana Dokter Lisa dapat melakukan skrining dan triase
(termasuk kebutuhan tata laksana kegawatdaruratan) harus dilakukan pada pasien-pasien
IGD dalam kasus di atas? 
Berdasarkan rekomendasi WHO, alur triase disesuaikan dengan kondisi fasilitas kesehatan.
Secara garis besar, status pasien (suspek atau non suspek) perlu ditetapkan di awal untuk
menentukan apakah pasien perlu diisolasi atau tidak dan langkah penanganan pasien lebih
lanjut. Selain itu, pasien yang datang perlu ditentukan tingkat prioritas penangannannya
dengan memeriksa kondisi ABCD (Airway, Breathing, Circulation, dan Disability) dan
kondisi lainnya (hamil, trauma) sesuai panduan pada gambar berikut.
 Anamnesis dan pemeriksaan fisis apa saja yang harus dikerjakan
untuk masing-masing pasien?  
Anamnesis tetap mengacu pada sacred seven dan fundamental four serta melakukan
pemeriksaan fisik dasar sesuai dengan keluhan pasien. Namun untuk pasien
kegawatdaruratan dilakukan primary survey terlebih dahulu lalu secondary survey
 Pemeriksaan lanjutan apa sajakah yang diperlukan untuk masing-
masing pasien? 
- Pasien pertama seorang perempuan usia 36 tahun dengan keluhan sesak napas:
Pemeriksaan analisis gas darah (AGD), darah perifer lengkap, ureum, kreatinin,
rontgen toraks dan EKG
- Pasien kedua laki-laki 27 tahun dengan keluhan lemas pasca diare:
Pemeriksaan darah perifer lengkap, elektrolit, gula darah sewaktu dan feses lengkap
- Pasien ketiga laki-laki usia 54 tahun jatuh dari genting rumah saat memperbaiki
antena, sekilas dr. Lisa melihat adanya deformitas pada tungkai bawah dan lengan atas
kiri: Pemeriksaan rontgen humerus sinistra dan kruris sinistra, darah perifer lengkap
- Pasien keempat perempuan, 24 tahun, diketahui merupakan pasien tetap RS dengan
diagnosis otoimun, ia datang dengan keluhan demam dan sakit kepala hebat:
Pemeriksaan darah perifer lengkap, CRP kuantitatif
- Pasien kelima perempuan usia 70 tahun, dengan penurunan kesadaran
Pemeriksaan gula darah sewaktu, elektrolit, darah perifer lengkap, ureum, kreatinin,
CT-scan kepala.
 Bagaimana urutan prioritas kelima pasien tersebut? 
Berdasarkan Interagency Integrated Triage Tools di atas urutan kelima pasien diatas
sebagai berikut :
- Pasien kelima dengan penurunan kesadaran (Merah)
- Pasien pertama dengan sesak napas (Merah)
- Pasien ketiga dengan kasus jatuh dari genting dengan deformitas lengan atas dan
tungkai bawah (Merah)
- Pasien keempat dengan demam dan sakit kepala berat disertai riwayat penyakit
otoimun (Merah)
- Pasien kedua dengan lemas pascadiare (Kuning)

3. Bagaimana tata laksana pasien DoA pada kasus di atas? 


Jenazah dari luar rumah sakit yang memiliki riwayat suspek atau probabel, termasuk pasien
DOA (Death on Arrival) yang dirujuk dari rumah sakit lain harus dilakukan prosedur
pemindahan dan penjemputan jenazah sebagai berikut:
a. Tindakan swab nasofaring atau pengambilan sampel lainnya dilakukan oleh petugas yang
ditunjuk di ruang perawatan sebelum jenazah dijemput oleh petugas kamar jenazah
b. Jenazah ditutup/disumpal lubang hidung dan mulut menggunakan kapas, hingga dipastikan
tidak ada cairan yang keluar
c. Bila ada luka akibat tindakan rnedis, maka dilakukan penutupan dengan plester kedap air
d. Petugas kamar jenazah yang akan menjemput jenazah, membawa:
- Alat pelindung diri (APD) berupa: masker surgikal, goggle/kaca mata pelindung, apron
plastik, dan sarung tangan/hand schoen non-steril.
- Kantong jenazah. Bila tidak tersedia kantong jenazah, disiapkan plastik pembungkus.
- Brankar jenazah dengan tutup yang dapat dikunci.
- Sebelum petugas memindahkan jenazah dari tempat tidur perawatan ke brankar jenazah,
dipastikan bahwa lubang hidung dan mulut sudah tertutup serta Iuka-Iuka akibat
tindakan medis sudah tertutup plester kedap air, lalu dimasukkan ke dalam kantong
jenazah atau dibungkus dengan plastik pernbungkus. Kantong jenazah harus tertutup
sempurna
- Setelah itu jenazah dapat dipindahkan ke brankar jenazah, lalu brankar ditutup dan
dikunci rapat.
- Semua APD yang digunakan selama proses pemindahan jenazah dibuka dan dibuang di
ruang perawatan
- Jenazah dipindahkan ke kamar jenazah selama perjalanan, petugas tetap menggunakan
masker surgical
- Surat keterangan kematian atau sertifikat medis penyebab kematian dibuat oleh dokter
yang merawat dengan melingkari jenis penyakit penyebab kematian sebagai penyakit
menular
- Jenazah hanya dipindahkan dari brankar jenazah ke meja pemulasaraan jenazah di
kamar jenazah oleh petugas yang menggunakan APD lengkap.

Daftar Pustaka
1. Indonesian Medical Education and Research Institute. 2021. Modul Tanggap Pandemi
Covid-19 - Internship Batch I 2021, from: http://onlinecourse-imeri.fkui.ac.id

Anda mungkin juga menyukai