Akan tetapi adakah kerja upahan, kerja proletariat, menciptakan kepemilikan bagi
dirinya? Sama sekali tidak. Mereka menciptakan kapital, yaitu kepemilikan yang menghisap
kerja upahan, yang hanya dapat bertambah besar dengan syarat bahwa ia menghasilkan kerja
upahan baru untuk menghisap kembali kerja upahan. Kepemilikan, dalam bentuknya yang
sekarang, bergerak dalam pertentangan antara kapital dengan kerja upahan. Marilah kita
tinjau kedua segi dari pertentangan ini.
Harga rata-rata dari kerja-upahan adalah upah minimum, yaitu jumlah semua bahan-
bahan kebutuhan hidup yang diperlukan supaya seorang buruh dapat tetap hidup sebagai
buruh. Oleh karena itu, apa yang diperoleh buruh upahan melalui kerjanya, hanyalah cukup
untuk menghasilkan kembali nyawanya. Kita sekali-kali tidak akan menghapuskan pemilikan
pribadi atas hasil-hasil kerja untuk menghasilkan kembali nyawa yang langsung, pemilikan
yang tidak menyisakan kelebihan yang dapat memberikan kekuasaan atas kerja orang lain.
Kita hanya akan menghapus watak celaka dari pemilikan, di mana buruh hanya hidup untuk
memperbesar kapital, dan hanya hidup selama kepentingan kelas yang berkuasa memerlukan.
Referensi:
Marx, Karl & Engels, Friedrich (Ed.). (2015). Karl Marx – Friedrich Engels: Manifesto
Partai Komunis (hal. 46-47). Bandung: Ultimus.
1. Pengertian dari kata capital pada paragraph ke-2 teks ersebut adalah…
A. kaum bermodal
B. modal
C. kebebasan berproduksi
D. masyarakat golongan menengah ke atas
E. besar
ANSWER: B
2. Berikut ini adalah dampak buruk dari system kapitalis berdasarkan teks tersebut,
kecuali…
3. Sesuai dengan keadaan yang terjadi pada teks tersebut, yang menjadi korban adalah
kaum…
A. Borjuis
B. Komunis
C. Kapitalis
D. Proletary
E. Feodal
ANSWER: D
A. Impian dari kaum komunis mungkin terjadi jka perusahaan semakin besar dan
dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih banyak.
B. Jika kuam borjuis mau berbaur dengan kaum proletar, mereka akan kehilangkan
harta kekayaannya dan sama sepeerti kaum proletar.
C. Kaum buruh akan cepat sejahtera dank aa jika mereka bekerja keras dan mau
berusaha semaksimal mungkin sehingga bisa menyenangkan hati tuannya atau
kaum bosjuis.
D. Tujuan kaum komunis bersifat imajinatif dalam keadaan sekarang.
E. Jika menerapkan system komunis sesuai dengan teks tersebut, yang akan muncul
hanyalah malapetaka dan konflik.
ANSWER: D
Menyerap dan mengolah kebudayaan asing telah menjadi kemampuan nenek moyang
bangsa Indonesia ketika terjadi kontak budaya dengan bangsa-bangsa asing, seperti dengan
India dan Cina yang terjadi pada abad ke-6 sampai ke-15. Pada waktu itu, kebudayaan
Indonesia tidak semata-mata berperan sebagai recipient culture ‘budaya penerima’ yang pasif
dan hanya pasrah terhadap pengaruh kebudayaan asing. Akan tetapi, kebudayaan Indonesia
aktif dan selektif menerima unsur-unsur yang berasal dari luar. Unsur-unsur kehidupan asing
hanya merupakan sebuah lapisan tipis di luar.
Hal seperti ini juga tampak pada tinggalan-tinggalan tak benda berupa satra, religi,
dan ritus. Dalam religi dan ritus misalnya, terdapat perpaduan unsur-unsur yang berasal dari
luar dengan kepercayaan setempat. Unsur-unsur pra-Hindu berpadu dengan unsur Hindu
yang menjadi kekhasan agama Hinduu di Indonesia. Fenomena yang sama juga terjadi pada
agama Islam yang memberi warna pada Islam Nusantara (Zoetmulder; 1990; Ras. 2014).
Referensi:
Soedibyo. (2015). Filologi: Sejarah, Metode, dan Paradigma (hal. 1-2). Yogyakarta: Jurusan
Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya UGM.
A. Terjadi kontak budaya dengan bangsa-bangsa asing, seperti dengan India dan
Cina yang terjadi pada abad ke-6 sampai ke-15
B. Unsur-unsur asing itu selalu berpadu dengan local genius dan menghasilkan
sesuatu yang khas Indonesia
C. Unsur-unsur pra-Hindu berpadu dengan unsur Hindu yang menjadi kekhasan
agama hindu di Indonesia.
D. Menyerap dan mengolah kebudayaan asing telah menjadi kemampuan nenek
moyang bangsa Indonesia ketika terjadi kontak budaya dengan bangsa-bangsa
asing.
E. Hal seperti ini juga tampak pada tinggalan-tinggalan tak benda berupa sastra,
religi, dan ritus.
ANSWER: D
Tetapi ada kelompok lain yang tidak memakai sistem nilai ini. Mereka
mempergunakan sistem nilai-nilai relatif. Mereka sadar akan salah dan benar secara teoritis,
tetapi mereka mempergunakan pertimbangan-pertimbangan realistis. Mereka lebih
mementingkan kemungkinan-kemungkinan yang lebih berguna di masa depan, jika mereka
bertindak sesuatu pada saat sekarang. Mereka bersedia melakukan kompromi-kompromi,
karena mereka tahu bahwa hasil-hasil yang mungkin dicapai lebih besar di masa depan.
Kedua sistem nilai ini diperlukan dalam masyarakat. Secara teoritis pandangan ini
bertentangan. Tetapi batasnya juga amat kabur. Kita hanya bisa berkata (secara intuisi) bahwa
setiap situasi dan jabatan harus dinilai secara proporsional. Seorang pastor hendaknya lebih
banyak menggunakan sistem nilai-nilai absolut (walaupun tidak memutlakan). Tetapi seorang
perwira lapangan baiknya lebih banyak mempergunakan pertimbangan nilai-nilai relatif. Saya
tidak bisa membayangkan bagaimana kacaunya sebuah operasi militer kalau komandannya
bertindak sebagai pendeta yang maha adil.
Referensi:
Soe, Hok Gie (Eds.). (2018). Soe Hok Gie: Zaman Peralihan (hal. 60-62). Yogyakarta:
Basabasi.
A. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kacaunya sebuah operasi militer kalau
komandannya bertindak sebagai pendeta yang maha adil.
B. Seorang pastor hendaknya lebih banyak menggunakan sistem nilai-nilai absolut
(walaupun tidak memutlakan).
C. Secara teoritis pandangan ini bertentangan
D. Kita hanya bisa berkata (secara intuisi) bahwa setiap situasi dan jabatan harus
dinilai secara proporsional.
E. Kedua sistem nilai ini diperlukan dalam masyarakat.
ANSWER: E
A. tidak ada penjelasan mengenai apa yang benar dan yang salah
B. antarparagraf tidak padu
C. tidak ada penjelasan mengapa sudut pandang yang dipaparkan masih kurang
bagus
D. isi dari teks tersebut tidak sesuai dengan keadaan sekarang.
E. banyaknya kalimat yang kurang tepat.
ANSWER: E
12. Rangkuman yang tepat sesuai dengan teks tersebut adalah ....
In recent years, snails have gone from garden dweller and French appetizer to
practically a worldwide skin-care ingredient: Their mucin (the slime they trail in their wake)
forms the foundation for a recent wave of hyperpopular creams, masks, and serums.
Most of the snail mucin used for skin care involves the Cryptomphalus aspersa
species, a.k.a. the common garden snail. If you’ve ever tried snail-slime products and noticed
your skin looking extra supple and glowy, you are not imagining it.
Dermatologists state that snail mucin seals in moisture and allows active ingredients
to penetrate the skin very well. The mucous is rich in hyaluronic acid, and has been shown to
exhibit antioxidant activities, stimulate collagen production, and enhance wound healing.
If the only thing holding you back from trying snail-slime beauty products (besides
the ick factor) is concern for snail welfare, don’t worry. Harvesting the slime involves having
the nocturnal snails crawl around a mesh net in a darkened room for 30 minutes at a time,
then transferred back to their natural habitat to rest. The snails are never harmed, and their
moisturizing slime is then collected and pasteurized for the bottle.
Source: Keong, Lori. “What Does Snail Slime Actually Do for Your Skin?” Aug. 21, 2018.
New York Magazine Web. Nov, 7. 2019.
13. The main information of the text is about ….
14. Why are snails widely used as a skin-care ingredient over the last few years?
15. The word ‘welfare’ in Paragraph 4 has the similar meaning with ….
A. Habitat
B. Harm
C. Comfort
D. Exploitation
E. Price
ANSWER: C
Joker, a glimpse into the life of Batman’s psychotic arch-nemesis, has somehow
become one of the mostreviled and most-defended movies of the year, weeks before being
released in theaters. (It comes out on October 4.)
Starring Joaquin Phoenix and directed by Todd Phillips, the movie has already been
deemed dangerous by its vocal critics. To some of the movie’s fans, those critical reviews
and negative reactions are just another examples of social justice warrior overreach.
What’s most striking about this nascent debate is that the only people who have seen
the movie so far are select film critics and festivalgoers. But most of the conversation
surrounding Joker is among those who haven’t seen it.
It’s a testament to the iconic supervillain’s popularity that the movie’s two trailers
have ignited a full-blown fight about the movie. The character’s depravity and ghastliness are
what make him Batman’s greatest foe. Those same qualities instill fear and disgust among his
most vocal critics, especially when the evils of our reality have slowly shifted in that
direction.
But the fight over Joker is not just about the film but about how we watch movies
today, how we discuss their value, and our tendency to think about movies in a way that is at
odds with the very existence of the art itself.
Source: Abad-Santos, Alex. “The fight over Joker and the new movie’s ‘dangerous’ message,
explained.” Sep. 25, 2019. Vox Web. Oct. 21, 2019.
17. Which of the following best describes the Joker movie based on the passage?
A. It is well-appreciated.
B. Only selected film critics and festivalgoers have seen it.
C. It is not considered perilous.
D. The fight about the movie had already been started before the release of two of
the trailers.
E. The movie received numerous positive reactions.
ANSWER: B
A. accusatory
B. apathetic
C. assertive
D. conciliatory
E. sceptical
ANSWER: D
A. 5
B. 4
C. 3
D. 2
E. 1
ANSWER: B
A. growing
B. biased
C. escaping
D. revised
E. acquired
ANSWER: A