Tersebutlah kisah seorang Labai yang hidup di tepi sungai, di sebuah desa di
sumatra barat. Pada suatu hari, ia mendapat undangan pesta dari dua orang kaya
yang di adakan pada hari dan waktu yang bersamaan. Pak Lebai bingung harus
mendatangi undangan yang mana, karena kedua undangan memiliki keuntungan
dan kerugiaan masing-masing. Ia berpikir, kalau ia pergi ke pesta di hulu sungai,
tuan rumah akan memberinya hadiah dua ekor kepala kerbau.
Namun dia belum begitu kenal dengan tuan rumah tersebut dan masakan
orang-orang hulu sungai tidak seenak orang hilir sungai. Tetapi, kalau pergi ke pesta
di hilir sungai, ia akan mendapat hadiah seekor kepala kerbau yang di masak
dengan enak. Ia juga kenal betul dengan tuan rumah tersebut. Bedanya lagi, tuan
rumah di hulu sungai akan memberi tamunya dengan kue-kue yang lezat. Akhirnya,
ia mulai mengayuh perahunya, meskipun belum juga dapat memutuskan pesta
mana yang akan di pilih.
Kedua pesta telah berakhir, pak lebai hanya tinggal menyesali mengapa ia
tak menghadiri salah satunya, sehingga kerbau yang di inginkannya pun lenyap
begitu saja. Padahal saat itu dia sangat lapar. Kemudian dia memutuskan untuk
memancing ikan dan memburu. Lalu ia membawa bekal nasi dan tidak lupa ia
mengajak anjing kesayangannya. Setibanya di sungai, ia mempersiapkan peralatan
untuk memancing. Setelah menemukan tempat yang nyaman untuk memancing, pak
lebai melemparkan kailnya ke tengah-tengah sungai. Dengan sabar, ia menunggu
kailnya di makan ikan. Setelah memancing agak lama, akhirnya kailnya di makan
1
ikan. Namun, kail itu menyankut di dasar sungai. Pak lebai pun terjun untuk
mengambil ikan tersebut. Namun sayang, ikan itu dapat meloloskan diri. Sementara
ia terjun, anjingnya memakan nasi yang di bawanya. Akhirnya, ia menggigit jari dan
tak ada lagi yang dapat di makan untuk mengisi perutnya yang semakin
keroncongan. Kemalangan telah menimpanya hingga di ketahui banyak orang.
Sejak saat itu, pak lebai mendapat julukan dari orang-orang sekampung sebagai pak
lebai malang perahu.