Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PBL MODUL 2

“NYERI DADA“”
SISTEM KARDIOVASKULER

Tutor : dr. Hasta Handayani Idrus, M.Kes

Kelompok : 12

11020120021 A. Mujtahida Barateng


11020140009 A. Nadya Aulia Budaya
11020140017 Sri Wahyuni Syamsul
11020140024 Atika Budiman
11020140032 Nuryanti Utami Eka P.
11020140043 Reza Ahda Kadir
11020140051 Muhammad Akbar
11020140057 Rihlah Thahira Al-Hikmah
11020140065 Dewinsya Medisujiannisa MS.I
11020140072 Aisyah Rahmi
11020140089 Nirwana

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2015
MODUL 2

SKENARIO 3 : “NYERI DADA”

Seorang wanita 50 tahun masuk unit gawat darurat dengan keluhan nyeri dada yang
dirasakan tiba-tiba. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi 110 kali/menit, tekanan darah
200/130 mmHg, tidak ada suara tambahan ataupun murmur, tetapi ada edema pada
ekstremitas.

Pada pemeriksaan EKG didapatkan pembesaran ventrikel kiri disertai pola strain.

Selama pemeriksaan di UGD pasien juga mengeluh nyeri dada yang makin lama makin berat,
dan menjalar ke punggung.

A. Kata sulit
Murmur :
Pola Strain :

B. Kalimat kunci
 Wanita 50 tahun, masuk UGD
 Nyeri dada tiba-tiba
 Pemeriksaan Fisik : (a) Nadi 110 x/menit, (b) Tekanan Darah 200/130 mmHg, (c)
tidak ada suara tambahan/murmur, (d) Edema Ekstremitas
 Nyeri makin lama makin berat dan menjalar kepunggung
 Pemeriksaan EKG : didapatkan pembesaran ventrikel kiri disertai pola strain

C. Pertanyaan
1) Jelaskan Anatomi, Histologi dan Fisiologi organ yang terkait!
2) Jelaskan Patomekanisme nyeri dada
3) Jelaskan hubungan antar gejala dan Pemeriksaan Fisis
4) Jelaskan secara singkat mengenai gambar EKG normal dan Abnormal (pola strain)
5) Sebutkan dan jelaskan mengenai bunyi jantung yang abnormal
6) Jelaskan mengenai Langakah-langkah diagnosis
7) Jelaskan Diferensial Diangnosa

D. Jawaban
1) Anatomi, Hitologi dan Fisiologi organ terkait
 Anatomi

Jantung terletak dalam ruang mediastinum inferius rongga dada, yaitu di antara
paru. Perikardium yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan yaitu : lapisan
dalam (perikardium visceralis) dan lapisan luar (perikardium paritetalis). Kedua
lapisan perikardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas, yang mengurangi
gesekan antara gerakan pemompaan jantung. Perikardium parietalis melekat ke
depan pada strenum, ke belakang pada kolumna vertebralis, dan ke bawah pada
diafragma. Perlekatan ini menyebabkan jantung terletak stabil tempatnya.
Perikardium visceralis melekat secara langsung pada permukaan jantung.
Perikardium juga melindungi terhadap penyebaran infeksi atau neoplasma dari
organ-organ sekitarnya ke jantung.
Jantung terdiri dari 3 lapisan. Lapisan terluar (epikardium), lapisan tengah
yang merupakan lapisan otot yang disebut miokardium, sedangkan lapisan
terdalam adalah lapisan endotel yang disebut endokardium.
Ruangan jantung bagian atas (atrium) dan pembuluh darah besar (arteri
pulmonalis dan aorta) membentuk dasar jantung (basis cordis). Atrium secara
anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah (ventrikel) oleh suatu anulus
fibrosus (tempat terletaknya keempat katup jantung dan tempat melekatnya katup
maupun otot). Secara fungsional, jantung dibagi menjadi pompa sisi kanan dan sisi
kiri, yang memompa darah vena ke sirkulasi paru, dan darah bersih ke peredaran
sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi urutan aliran darah
secara anatomi : vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteria plmonalis, vena
pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler, venula, vena,
vena kava. 
Sumber : Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume 1,
(Jakarta, 2006), hal. 517-518.

Gambar Cor, Jantung

Putz, Sobotta Atlas Anatomi Manusia Jilid 2 Edisi 21,( Jakarta, 2005), hal. 76

Jantung memutar ke kiri dengan apeks terangkat ke depan. Rotasi ini


menempatkan bagian kanan jantung ke anterior, di bawah sternum, dan bagian kiri
jantung relatif ke posterior. Apeks jantung dapat dipalpasi di garis midklavikula
pada ruang interkostal keempat atau kelima.

 Histologi
Secara mikroskopis, dinding jantung terdiri atas 3 lapisan, yaitu endocardium,
miokardium dan lapisan terakhir epicardium.
Endokardium : Terdapat perbedaan ketebalan antara lapisan endokardium atrium
dan ventrikel, pada atrium endokardiumnya tipis sedang pada ventrikel tipis. Dari
dalam ke luar, lapisan ini terdiri atas lapisan endotel, subendotel, elastikomuskuler
dan subendokardial.
 Lapisan endotel berhubungan dengan endotel pembuluh darah yang masuk
keluar jantung, sel endotel ini adalah sel squamosa berbentuk agak bulat,
dapat juga poligonal.
 Lapisan subendotel merupakan lapisan tipis anyaman penyambung jarang
yang mengandung serat kolagen, elastis dan fibroblas.
 Lapisan elastikomuskular terdiri dari anyaman penyambung elastis yang
lebih padat dan otot polos.
 Lapisan endokardial berhubungan dengan miokardium yang terdiri dari
anyaman penyambung jarang yang mengandung vena, saraf dan sel
purkinye yang merupakan bagian dari sistem impuls konduksi jantung.

Serat purkinye ini merupakan modifikasi dari serat otot jantung, memiliki diskus
interkalaris, diameternya lebih besar dari otot jantung, memiliki sedikit miofibril
yang letaknya di perifer, sitoplasma memiliki butir glikogen.

Hastuti, Bahan Ajar Histologi Kardiovaskuler, (Makassar, 2007), hal. 5-13.


 
Mikroskopik Endokardium Ventrikel
 
Endokardium ini meliputi juga permukaan bagian lain selain atrium dan ventrikel,
yaitu :
- Katup atrioventrikuler
- M. papillaris, yang meliputi tonjolan dari apeks otot jantung
- Korda tendinae, terdiri dari serat-serat kolagen yang menghubungkan m.
papillaris dengan katup jantung sehingga katup-katup ini tidak terdorong ke atrium
pada saat ventrikel berkontraksi, hal ini untuk mencegah darah mengalir kembali
ke atrium.

Myokardium : Miokardium merupakan bagian paling tebal dari dinding jantung


yang terdiri dari lapisan otot jantung. Atrium tipis dan ventrikel tebal. Ventrikel
kanan << ventrikel kiri. Terdapat diskus interkalaris (glanz streinfen) : Fascia
adheren dan Gap junction.

Epikardium : Merupakan lapisan luar jantung yang terdiri dari jaringan ikat
fibroelastis dan mesotel. Epikardium terdiri dari perikardium, kavum perikard,
perikardium viseralis, dan perikardium parietalis.
  Mikroskopik Jantung

Wiechmann, University of Oklahoma Health Sciences Center Interactive Histology Atlas, (Oklahoma,
2005).

 Fisiologi

Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh melalui


pembuluh aorta dan arteri pulmonalis. Kemampuan otot jantung untuk memompa
darah ke seluruh tubuh dimungkinkan oleh dinding ruang jantung yang terdiri dari
sel otot jantung (miokardium). Aktivitas kontraksi jantung untuk memompa darah
ke seluruh tubuh selalu didahului oleh aktivitas listrik. Aktivitas listrik ini dimulai
pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada celah di antara vena cava
superior dan atrium kanan. Sel-sel pemacu (pacemaker) pada nodus SA mengawali
gelombang depolarisasi secara spontan, sehingga menyebabkan timbulnya
potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atria, nodus atrioventrikuler
(nodus AV) berkas His, serabut Purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel.
Oleh karena itu nodus SA disebut sebagai pacu jantung yang utama.
Aktivitas listrik ini disebut potensial aksi. Potensial aksi pada otot jantung terdiri
dari lima fase, yaitu :

 Fase 0 (upstroke, fast depolarization)

Fase depolarisasi cepat ini terjadi karena adanya arus ion Na+ kedalam sel (INa)
melalui activation gate (m gate). Pada saat potensial membran (Vm) mencapai 30
mV-40 mV terjadi proses inaktifasi saluran Na +, inactivation gate (h gate) mulai
tertutup. Proses inaktifasi saluran Na+ ini mendasari terjadinya masa refrakter.

 Fase 1 (early repolarization)

Fase ini merupakan repolarisasi awal yang berlangsung singkat. Fase ini terjadi
akibat inaktifasi saluran Na+ dan aktifasi saluran K+. Akifasi saluran K+
menyebabkan terjadinya pergerakan K+ keluar sel yang berlangsung singkat (Ito,
transient outward current). Fase ini sangat menonjol pada potensial aksi di serabut
Purkinje

 Fase 2 (plateau)

Fase ini merupakan fase yang paling panjang. Fase ini terjadi akibat INa, ICa dan IK,
IK1 dan Ito. ICa masuk melalui saluran Ca2+ tipe L dan T. ICa berperan dalam proses
kontraksi jantung dengan memicu pelepasan Ca2+ intrasel di retikulum sarkoplasma
(Ca2+-induced Ca2+ release). Modifikasi ICa melalui saluran Ca2+ dengan obat-
obatan dapat mengurangi atau meningkatkan kontraksi jantung

 Fase 3 (fast repolarization)


Fase ini terjadi bila arus K+ keluar sel melebihi masuknya arus Ca2+ (ICa). Ito
menentukan lamanya fase 2 atau awal fase 3, terutama pada atria. IK1 (inwardly
rectified), memegang peranan paling penting pada proses repolarisasi.

 Fase 4 (resting membrane potential)

Pada fase ini potensial aksi kembali ke potensial membran istirahat berkisar antara
-80 mV sampai -90 mV pada otot ventrikel, lebih positif pada otot atrium, nodus
AV dan nodus SA. Fase ini ditentukan oleh pergerakan ion K + keluar sel, dan
aktifitas pompa Na+-K+ (Na+-K+ pump).

2) Patomekanisme nyeri dada


Faktor endogen penyumbatan aliran pembuluh darah demand O2
bertambah proses anaerob nyeri dada
Terjadinya disfungsi endotel pada pembuluh darah yang dapat terjadi secara
alamiah melalui proses degenarasi juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor
resiko seperti riwayat merokok dan hipertensi. Akibat adanya disfungsi endotel
tersebut terjadi peningkatan permeabilitas , peningkatan adhesi dan infiltrasi
monosit, peningkatan sekresei molekul vasoaktif dan inflamasi, peningkatan
adhesi dan agregasi trombosit, serta peningkatan aktivitas koagulasi dan gangguan
fibrinolitik. Disfungsi endotel tersebut mengakibatkan juga mudahnya molekul-
molekul small dense LDL menyusup ke dalam tunika intima. LDL yang masuk
kedalam tunika intima masih erat kaitannya dengan disfungsi endotel yang dapat
mengundang monosit untuk membersihkan LDL yang berada di tunika intima
tersebut dengan memfagositnya. LDL yang difagosit tersebut menjadi makrofag-
makrofag yang berisi kumpulan LDL dan kemudian akan mengalami lisis,sehingga
banyak lemak-lemak yang berada pada tunika intima. Terjadilah penimbunan
lemak yang nantinya menimbulkan plak. Plak yang semakin lama akan menumpuk
dan mengahambat aliran darah sehingga mempengaruhi supply darah yang
,mengangkut oksigen ke jaringan berkurang, Oleh karena itu tubuh mengadakan
kompensasi agar jaringan yang kurang teraliri darah akan tetap memperoleh
oksigen dari proses anaerob. Dimana proses anaerob terjadi pemecahan glukosa
menjadi asam laktat, yamg mengaktifkan rangsang nyeri pada dada sebagai tempat
terjadinya pembuluh darah yang terhambat.
Referensi : Kumar V, Cotran RS,Robbins SL. Buku ajar patologi 7 nd ed,Vol. 1. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC,2007

3) Hubungan antar gejala dan pemfis


Renin angiotensin-aldosterone system
Rennin adalah suatu enzim protein yang dilepaskan oleh ginjal bila tekanan arteri
turun sangat rendah. Kemudian, enzim ini meningkatkan tekanan arteri melalui
beberapa cara, jadi membantu mengoreksi penurunan awal tekanan.
Rennin di sintesis dan disimpan dalam bentuk inaktif yang disebut prorenin
didalam sel-sel Jukstoglomerular (sel JG) di ginjal. Sel JG merupakan modifikasi
dari sel otot polos yang terletak di dinding arteriol aferen, tepat di proksimal
glomerulli. Bila tekanan arteri turun, reaksi intrinsic didalam ginjal itu sendiri
menyebabkan banyak molekul protein didalam sel JG terurai dan melepaskan
rennin.
Rennin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu suatu globulin
yang disebut subtract rnnin (atau angiotensinogen)., untuk melepaskan peptide
asam amino-10, yaitu angiotensin I. angiotensin I memiliki sifat vasokontriktor
yang ringan tetapi tidak cukup untuk menyebabkan perubahan fungsional yang
bemakna dalam fungsi sirkulasi. Rennin menetap dalam darah selama 30 menit-1
jam dan terus meyebabkan pembentukan angiotensi I selama waktu tersebut.
Salam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua asam amino
tambahan yang memecah dari angiotensin untuk membentu angiotensi II peptide
asam amino-8. Perubahan ini hamper selurhnya terjadi selama beberapa detik
sementara darah mengalir memalui pembuluh kecil pada paru-paru, yang
dikatalisis oleh suatu enzim, yaitu enzim pengubah, yang terdapat di endothelium
pembuluh paru yang disebut Angiotensin ConvertingEnzym (ACE). Angiotensin II
adalah vasokontriksor yang sangat kuat, dan memiliki efek-efek lain yang juga
mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah hanya selama 1 atau
2 jam karena Angiotensi II secara cepat akan diinaktifkan oleh berbagai enzim
darah dan jaringan yang secara bersama0sama disebut angiotensinase
Selama angiotensi II ada dalam darah, maka angiotensi II mempunyai dua
pengaruh utama yang dapat meninkatkan tekanan arteri. Pengaruh yang pertama,
yaitu vasokontriksi, timbul dengan cepat. Vasokontriksi terjadi terutama pada
arteriol dan sedikit lebih lema pada vena. Konstriksi ringan pada vena-vena juga
akan meningkatkan aliran balik darah vena ke jantung, sehingga membantu
memompa jantung untuk melawan kenaikan tekanan.
Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah bekerja
pada ginjal untuk menurunkan ekskresi garam dan air.
Pengaruh lain angiiotensin II adalah perangsang kelenjar adrenal, yaitu oragan
yang terletak diatas ginjal yang membebaskan hormone aldosteron. Hormone
aldosteron bekerja pada tubula distal nefron, yang membuat tubula tersebut
menyerap kembali lebih banyak ion natrium (Na+) dan air, serta meningkatkan
volume dan tekanan darah.
- Mekanisme ADH berperan penting dalam regulasi metabolism air dan
mempertahankan asmolalita darah norma  dengan merangsang rasa haus
dan mengarut ekskresi air melalui ginjal dan osmolalitas urin
- Volume ECF menurun dan peningkatan osmoraritas ECF  merangsang
sekresi ADH
- ADH  alirand arah ke medulla ginjal menurun  hipertonisitas interstitial
medulla meningkat kemampuan memekatkan urin meningkat  urin
menurun
- ADH  permeabilitas duktus koligen terhadap air meningkat  konsentrasi
urine meningkat urine menurun
4) Gambaran EKG normal dan Abnormal (pola strain)
a. Gelombang P

Gelombang P merupakan sebuah gelombang kecil yang tereka sewaktu


atrium mengadakan depolarisasi. Oleh karena sinus SA terletak di atrium
kanan, maka atrium kanan akan memulai dan mengakhiri depolarisasi lebih
dulu daripada atrium kiri. Maka setengah bagian pertama gelombang P
mewakili depolarisasi atrium kanan sebagiannya lagi atrium kiri. Tinggi
kurang dari 2.5 mm (0.25mV) dan lebar kurang dari 2.5 mm (0.08-0.11 detik)

 P-Pulmonal
P-pulmonal adalah suatu kelainan gelombang P akibat arus depolarisasi
atrium kanan yang lebih besar dari normal. Biasa pada penderita penyakit
jantung bawaan, penyakit katup trikuspid dan hipertensi pulmonal yang
disertai hipertrofi atau pembesaran atrium kanan

 P-mitral
P-mitral adalah gelombang P yang berbentuk bifida dengan lebar lebih
dari 3 mm (0.12 detik). Gambaran ini merupakan tanda khas dari hipertrofi
atau pembesaran atrium kiri yang disebabkan oleh penyakit-penyakit katup
mitral atau aorta.
Pada atrium kiri yang hipertrofi atau dilatasi, maka arus depolarisasi
yang ditimbulkan menjadi lebih besar, demikian pula waktu depolarisasi
akan menjadi lebih lama (lebih dari 0.04 detik). Dengan demikian, setelah
depolarisasi atrium kanan selesai dimana pada EKG terlihat setengah
bagian pertama dari gelombang sudah mulai menurun, baru terjadi
depolarisasi maksimum dari atrium kiri sehingga terbentuk takik kedua.
p-mitral ditemukan pula pada penderita fibrosis di Bachmann bundle
(jaringan konduksi yang menghubungkan atrium kiri dan kanan) tanpa
pembesaran atrium kiri. Ada penelitian yang membuktikan bahwa P-mitral
lebih sering ditemukan pada penderita hipertensi, hipertrofi ventrikel kanan
atau edema paru dibandingkan dengan pembesaran atrium kiri
1. Gabungan P-pulmonal dan mitral
2. Gelombang P yang berbentuk aneh atau terbalik
3. Tidak terdapat gelombang P
4. Gelombang P yang berbeda-beda
5. Gelombang Ta
b. Kompleks QRS

Kompleks ini memiliki arti klinis yang terpenting dari seluruh gambaran
KEG, karena kompleks QRS mewakili depolarisasi ventrikel atau penyebaran
impuls di seluruh ventrikel. Ada tiga komponen yang membentuk kompleks ini

- Gelombang Q yaitu bagian defleksi negatif sebelum suatu defleksi positif.


- Gelombang R yaitu defleksi positif yang pertama muncul, disertai atau
tidak disertai gelombang Q.
- Gelombang S yaitu defleksi negatif setelah gelombang R.

c. Jarak waktu kompleks QRS (interval QRS)


Interval QRS menggambarkan lamanya aktivitas depolarisasi ventrikel
melalui berkas His dan anyaman Purkinje.
Interval QRS dihitung dari permulaan gelombang Q sampai akhir
gelombang S. Nilai normal untuk orang dewasa adalah antara 0.06 - 0.11 detik
(2 kotak kecil kertas EKG), sedangkan pada bayi yang baru lahir antara 0.04 -
0.05 detik.
Interval QRS yang bernilai 0.12 detik (3 kotak kecil) atau lebih merupakan
tanda adanya gangguan konduksi intraventrikular. Gangguan ini bisa
disebabkan oleeh bundle branch block, escape rhythm yang terletak dibawah
nodus atau aritmia ventrikular.
d. Gelombang T
Gelombang T merupakan gambaran fase repolarisasi ventrikel, gelombang
ini muncul sesaat sesudah berakhirnya segment ST. Tinggi gelombang T
minimum adalah 1 mm, dan bila kurang dari 1 mm dianggap gelombang T
tidak ada (T datar). Gelombang T yang normal berbentuk sedikit asimetris,
dimana defleksi positif terjadi secara perlahan sampai mencapai puncak
kemudia menurun secara curam.

Pada scn
Pada Skenario, hasil EKG menunjukan adanya pola strain yang menandakan
terjadinya pembesaran ventrikel kiri.

Pada EKG, gambaran karakteristik kelebihan beban sistolik adanya strain


pattern : Gelombang R yang tinggi di sadapan V5-V6 untuk ventrikel kiri, dan
gelombang ST dan T yang abnormal.

5) Bunyi jantung yang abnormal


a. IRAMA DERAP (BUNYI GALLOP)
 Bunyi Ketiga (Gallop S3)
Bunyi ini lemah, didengar kira-kira sepertiga jalan diastolik. Pada
individu muda ini bertepatan dengan masa pengisian cepat ventrikel. Hal
ini mungkin disebabkan oleh getaran yang timbul karena desakan darah
yang lamanya 0,1 detik. Maka bunyi jantung menjadi triplet dan
menimbulkan efek akustik seperti gallop kuda, bunyi ini terjadi pada awal
diastolik, selama fase pengisian cepat.
Siklus jantung atau pada akhir kontraksi atrium disebut suara ketiga
(S3). Suara ini terdengar pada pasien yang mengalami panyakit miokard
atau yang menderita gagal jantung kongestif dan yang ventrikelnya gagal
menyemburkan semua darah selama sistolik. Gallop S3 terdengar pada
pasien yang berbaring pada sisi kiri.
S1 S2 S3 S1 S2 S3 S1 S2 S3

 Bunyi Keempat (Gallop S4)


Bunyi ini terkadang dapat didengar sebelum bunyi pertama bila tekanan
atrium tinggi atau ventrikel kaku seperti pada hipertrofi ventrikel.
S4 S1 S2 S4 S1 S2 S4 S1 S2

b. MURMUR JANTUNG

Pola yang Jenis Waktu Kelainan Katup


Terdengar Dengan Defek Murmur
Stetoskop Katup

Stenosis katup semilunar. Murmur


sistolik bersiul menandakan bahwa
Lub-Siul-Dup Stenotik Sistolik katup yang seharusnya terbuka saat
sistol (katup semilunar) tidak terbuka
secara sempurna.

Stenosis katup AV. Murmur diastolik


bersiul menandakan bahwa katup
Lub-Dup-Siul Stenotik Diastolik yang harusnya terbuka sewaktu
diastol (katup AV) tidak membuka
secara sempurna.

Insufisiensi katup AV. Murmur


sistolik berdesis menandakan bahwa
Lub-Desis-Dup Insufisien Sistolik katup yang seharusnya tertutup
selama sistol (katup AV) tidak
menutup secara =[]\sempurna.

Insufisiensi katup semilunar. Murmur


diastolik berdesis menandakan bahwa
Lub-Dup-Desis Insufisien Diastolik katup yang seharusnya tertutup
selama diastol (katup semilunar)
tidak menutup secara sempurna.
Suatu murmur yang terjadi antara bunyi jantung I dan II (lub-murmur-dup,
lub-murmur-dup) mengisyaratkan murmur sistolik. Terdapat 2 macam
murmur sistolik, yaitu:

 Tipe ejeksi : timbul akibat aliran darah yang dipompakan melalui


bagian yang menyempit dan mengisi sebagian fase sistolik, misal : pada
stenosis aorta.

 Tipe pansistolik : timbul akibat aliran balik yang melalui bagian


jantung tang masih terbuka dan megisi seluruh fase sistolik, misal : pada
insufisiensi mitral.

Jika terjadi antara bunyi jantung II dan I (lub-dup-murmur, lub-dup-


murmur) merupakan murmur diastolik. Macam-macam murmur diastolik,
yaitu:
 Mid-diastolic : terdengar pada pertengahan fase diastolik.
 Early diastolic : terdengar segera sesudah bunyi jantung II, timbul
akibat aliran balik pada katup aorta.
 Pre-systolic : terdengar pada akhir fase diastolik, tepat sebelum bunyi
jantung I.

c. KLIK
Klik ialah bunyi detakan pendek bernada tinggi. Klik ejeksi sistole dini
terdengar segera sesudah bunyi jantung I. Nadanya lebih tinggi daripada bunyi
jantung I. Klik ejeksi disebabkan oleh dilatasi aorta dan a.pulmonal secara tiba-
tiba. Klik ejeksi sistolik pulmonal yang terdengar pada bagian bawah jantung
terdapat pada hipertensi pulmonal, stenosis pulmonal, dilatasi a.pulmonal
sedangkan ejeksi sistolik aorta yang terdengar pada semua permukaan jantung
ditemukan pada koarktatio aorta, stenosis aorta, insufisiensi aorta dan
hipertensi ‘sistemik. Dapat didengar pada batas kiri sternum. Klik middiastolik
dijumpai pada prolapsus katup mitral.

6) Langkah-langkah diagnosis
 Anamnesis

Anamnesis memegang peran penting pada proses diagnosis pasien yang


dicurigai menderita penyakit kardiovaskular. Sebagian besar penyakit
kardiovaskular dapat ditegakkan atau disingkirkan dengan anamnesis yang cermat.
Saat anamnesis , seorang dokter haarus menunjukkan sikap tenang, tidak terburu-
buru, menumbuhkan rasa saling menghargai serta mampu membangun komunikasi
yang baik dengan pasien. Tujuannya adalah untuk menggali informasi yang benar-
benar akurat, , membentuk suatu kerangka tindak lanjut sehingga pemeriksaan
tambahan yang tidak perlu dapat dihindari.
Selain keluhan utama, riwayat penyakit sekarang dan penyakit terdahulu, harus
digali berbagai informasi mengenai factor risiko penyakit jantung misalnya
hipertensi, merokok, diabetes mellitus, hiperkoleterolemia, kebiasaan olah raga
atau aktivitas, konsumsi alcohol serta riwayat penyakit jantungdalam keluarga.
Jika terdapat penyakit tertentu, perlu ditanyakan jenis obat dan dosis yang sedang
digunakan.Pada wanita perlu ditanyakan mengenai siklus menstruasi serta
kontrasepsi yang digunakan.Pada keadaan tertentu riwayat penyakit selain jantung
perlu ditanyakan, misalnya penyakit tiroid, anemia, perdarahan saluran cerna,
asma, infeksi saluran nafas; karena keluhan tersebut berhubungan dengan saluran
utama.
Salah satu yang sering membawa pasien berobat adalah nyeri dada. Diagnosis
bandingnya sangat luas meliputi penyebab kardiak dan non kardiak. Oleh karena
itu, interpretasi mengenai etiologi nyeri dada sangat tergantung pada akurasi
anamnesis.Kunci untuk menentukan nyeri dada berasal dari karakteristik nyeri,
lokasi, onset, dan durasi, factor presipitasi, dan factor yang meringankan.
Angina pectoris adalah nyeri dada atau rasa tidak nyaman pada dada sebagai
manifestasi tersering dari iskemia miokardium.Gejala ini disebabkan
ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan suplai oksigen miokardium pada
pasien dengan penyakit arteri coroner.Penyebab utama iskemia miokardium adarah
aterosklerosis, vasokontriksi coroner, dan thrombosis arteri coroner.
Angina pectoris biasanya dideskripsikan sebagai rasa berat, seperti ditekan,
ditindih, atau seperti terbakar. Sebagaimana halnya nyeri visceral yang lain, angina
pectoris seringkali tidak dapat dilokalisir dengan pasti, disertai penjalaran sesuai
segmen dermatom yang terlibat. Nyeri umumnya berlokasi substernal,tetapi dapat
juga hanya pada sebelah kiri sternum rahang kiri adalah manifestasi tersering,
namun penjalaran kedua sis dapat pula terjadi. Umumnya angina dipresipitasi oleh
aktivitas fisik, emosi, makan, atau udara dingin.
The Canadian Caridiovascural Society (CCS) membagi kategori angina pectoris
dalam empat kelas berdasarkan aktivitas yang memicu nyeri yaitu :
 CCS kelas I : angina timbul saat aktivitas berat
 CCS kelas II : angina timbul dengan aktivitas sehari-hari
 CCS kelas III : angina timbul dengan aktivitas lebih ringan dari aktivitas
sehari-hari
 CCS kelas IV : angina timbul bahkan saat istirahat

Nyeri akibat angina pectoris stabil dapat dibedakan dengan angina pectoris
tidak stabil berdasarkan durasi dan saat timbulnya nyeri.Angina pectoris stabil
berdurasi 5-20 menit sedangkan angina pectoris tidak stabil berlangsung lebih dari
20 menit.Jika terdapat salah satu tanda angina tidak stabil harus sangat dicurigai
sebagai sindrom coroner akut. Tanda angina tidak stabil adalah :

1. Angina yang terjadi saat istirahat atau dengan aktivitas ringan dan berlangsung
lebih dari 20 meni
2. Angina onset baru yang berat
3. Crescendo angina (angina makin berat disbanding sebelumnya baik dalam
intensitas, durasi maupun frekuensi)

 Pemeriksaan Fisik
Selain anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti pada pasien yang diduga
menderita penyakit kardiovaskular sangat berperan dalam menegakkan
diagnosis.Integrasi antara anamnesis yang akurat, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan sederhana misalnya EKG dan foto dada dapat mendiagnosis sebagian
besar penyakit kardiovaskular sehingga pemeriksaan yang tidak diperlukan dapat
dihindari.
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, pengukuran tekanan darah baik pada
lengan atas maupun tungkai bawah, penilaian pulsasi arteri sentral maupun perifer,
evaluasi tekanan dan pulsasi vena jugularis palpasi precordium dan auskultasi
suara nafas dan jantung.
a. Inspeks

Saat inspeksi umum dinilai perawakan pasien, posisi tubuh serta adanya
gangguan.Postur pendek abnormal, yaitu pada osteogenesis imperfekta
berhubungan dengan adanya regurgitasi aorta, mitral dan kalsifikasi pada sitem
arterial.Sedangkan postur itnggi abnormal pada sindrom Marfan berhubungan
dengan aneurisma aorta, regurgitasi aorta, dan mitral. Pada bentuk dinding
dada anterior yang menonjol pada dua pertiga atas sternum dapat dicurigai
adanya kelainan jantung bawaan berupa VSD besar.

Adanya jari jari tabuh(clubbing finger) dan kulit yang sianotik harus dicurigai
kelainan jantung bawaan dengan pirau dari kanan ke kiri. Sianosis yang lebih
berat pada jari tangan dibanding jari kaki mengindikasikan adanya transposis
arteri besar dengan koarktasio preduktal.

b. Palpasi
 Palpasi pulsasi arteri
Palpasi pulsasi arteri sebaiknya dilakukan bilateral pada ekstremitas atas
maupun bawah, yaitu brakhialis dan radialis, dorsalis pedis, tibialis posterior
dan femoralis.
 Palpasi tekanan vena jugularis
Vena jugularis yang paling baik dinilai adalah vena jugularis interna kanan,
yang dapat menggambarkan tekanan atrium kanan dan vena sentral.
 Palpasi precordium
Palpasi precordium paling baik dilakukan dari sisi kanan pasien.Palpasi
dilakukan pada daerah apex dan parasternal kiri untuk menilai lokasi,
amplitude dan durasi pulsasi jantung yang menggambarkan dinamika dan
fungsi jantung.

c. Auskultasi
Terdapat empat area utama dalam auskultasi jantung yaitu :
1) Area katup aorta pada ICS 2 garis sternal kanan
2) Area katup pulmonal pada ICS 2 garis sternal kiri
3) Area katup tricuspid pada ICS 4 dan 5 garis sternal kanan
4) Area katup mitral pada apeks jantung

Evaluasi bising (murmur)

Murmur merupakan suara tambahan pada jantung akibat adanya


turbulensi aliran darah. Turbulensi timbul karena adanya beda tekanan antara
dua ruang jantung. Namun tidak semua murmur mengindikasikan adanya
kelainan struktur maupun fungsi katup jantung. Setiap murmur harus
dideskripsikan sebagai berikut :

1) fase : sistolik, diastolic atau kontinu


2) durasi : durasi pendek (early systolic/diastolic, late systolic/diastolic:,
durasi medium (mis-systolic/diastolic), long duration (holosystolic/diastolic)
3) intensitas : derajat murmur dibagi menjadi 6 tingkat

I/VI : terdengar dengan maneuver khusus dan dengan perhatian khusus

II/VI : lemah tetapi mudah terdengar

III/VI : keras tetapi tanpa getar (thrill)

IV/VI : dihubungkan dengan thrill tetapi untuk mendengarkan stetoskop


harus tetap menempel di dada
V/VI : teraba thrill, masih terdengar meskipun sebagian stetoskop dilepaskan
dari dada

VI/VI : teraba thrill, tetap terdengar walaupun stetoskop seluruhnya


dilepaskan dari dinding dada

4) Lokasi dan penjalaran: sesuai tanda anatomis misalnya apeks,


parasternal kanan atau kiri, ruang intercostal kanan atau kiri. Penjalaran perlu
dicatat misalnya ke aksila, leher, dsb.
5) Frekuensi : rendah, medium, tinggi
6) Kualitas : kresendo, dekresendo. Deskripsi lain adalah meniup
(blowing), rumbling

 Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokradiogram (EKG)
Elektrokardiogram atau EKG adlah rekaman listrik jantung manusia dengan
mengginakan alat perekam elektrokardiograf. Dewasa ini, hasil rekaman EKG
sudah menggunakan data digital , sehingga dapat dimodifikasi berdasarkan sifat-
sifat gelombangnya , dan diagnosis secara otomatis tertera dalam rekaman jantung.
Jangan terlalu kaget apabila di antara program programnya memerlukan data jenis
kelamin dan umur , karena data ini memang diperlukan untuk membuat analisis
lebih akurat.

Indikasi :
1) Penyakit Jantung Koroner
2) Kelainan katup katup jantung (mitral dan tricuspid)
3) Penebalan otot miokard
4) Kelainan yang mengganggu fisiologi jantung seperti anemia

2. Foto Rontgen Toraks (Radiologi)


Foto konvensional radiografi postero-anterior (PA) dan lateral rongga toraks yang
diambil dengan tehnik kilovoltase tinggi pada jarak 6 feet dengan inspirasi
maksimal, dapat memperlihatkan gambaran jantung dengan baik, teknik ini hanya
membutuhkan waktu expose yang singkat
Gambar jantung dan pembuluh darah besar diperoleh sangat dipengaruhi oleh
bentuk rongga dada , usia , kedalaman inspirasi dan posisi dari pasien . Meskipun
hanya memberi gambaran dua dimensi dari suatu gambar dinamis yang seharusnya
tiga dimensi , tetapi sarana diagnostic ini sangat membantu para dokter di
pelayanan primer dalam menegakkan berbagai jenis penyakit termasuk penyakit
jantung dan pembuluh darah.
Pembesaran Jantung yang meyeluruh biasanya disebabkan karena penyakit
miokard, peningkatan beban volume atau beban tekanan akibat kelainan katup,
hiper atau hipotiroid ataupun anemia. Efusi pericardial juga akan memperlihatkan
gambaran pembesaran jantung yang saimetris dengan sis ventrikel kiri yang
dominan , biasanya disebabkan oleh hipertensi, penurunan fugsi ventrikel kiri
akibat regurgitasi katup.

Indikasi :
1) Pembesaran atrium kiri
2) Pembesaran ventrikel kiri
3) Pembesarn atrium kanan
4) Pembesaran ventrikel kanan
5) Pembesaran arteri dan vena pulmonalis
6) Efusi perikard
7) Tumor jantung

3. Treadmill Test
Uji latih beban merupakan tes non invasive untuk mengevaluasi respon system
kardivaskular terhadap latihan fisik dalam kondisi yang diatur dengan ketat.
Latihan fisik merupakan stres fisiologis paling umum, yang tergantung pada
system kardiopulmoner.Jadi latihan fisik ini dipakai sebagai tes yang praktis untuk
menilai perfusi dan fungsi kardiovaskular.Tes ini masih menjadi metode pilihan
karena dapat memberikan informasi diagnostic, prognostic, dan fungsional
khususnya pada penyakitjantung coroner.
Interpretasi hasil tes memerlukan pemahaman tentang fisiologi dan patofisiologi
latihan fisik, disamping kemampuan membuat interpretasi elektrokardiogram yang
tepat.

Rekomendasi Pedoman Uji Latih Jantung (Exercise Test) menurut American Heart Association
(AHA) 202, tes direkomendasikan :

1) Untuk mendiagnosis penyakit jantung coroner pada orang dewasa (termasuk


kasus dengan Right bundle Branch Block (RBBB) komplit dan depresi segmen ST
kurang dari 1 mm pada EKG saat istirahat (resting).
2) Untuk menilai risiko pada pasien sindrom coroner akut (SKA) sebelum pulang
perawatan, sehingga dapat dinilai prognosisnya , serta dapat diberikan nasehat
aktivitas fisik yang aman , disamping untuk mengevaluasi terapi (umumnya
dilakukan pada hari 4 s/d 6 perawatan dengan saran laju nadi submaksimal.

4. Ekokardiografi
Ekokardiografi atau ultrasonografi jantung adalah suatu teknik pemeriksaan
jantung dan pembuluh darah besar dengan menggunakan gelombang suara
ultrasound.Pemeriksaan ini merupakan suatu pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis, menentukan tata laksana, dan memprediksi prognosis
kasus-kasus penyakit jantung dan pembuluh darah.Hal tersebut membuat
ekokardiografi berperan penting dalam perkembangan ilmu penyakit jantung
modern. Dengan ekokardiografi dapat dievaluasi morfologi ruang-ruang dan
katup-katup non invasive (tanpa memasukkan alat kedalam tubuh) sehingga
relative tidak memiliki risiko atau efek samping.

Indikasi :
1) Adanya keluhan atau tanda yang dicurigai disebabkan oleh kelainan jantung,
misalnya : sakit dada , sesak napas, berdebar-debar, stroke atau emboli.
2) Aritmia
3) Pingsan atau hampir pingsan disertai tanda dan gejala lain yang berkaitan
dengan gejala jantung misalnya stenosis katup aorta kardiomiopati hipertrofik, atau
gagal jantung.
4) Hypertensi pulmoner.

5. Angiografi
Angiografi coroner merupakan visualisasi arteri coroner dengan injeksi kontras
setelah kanulasi arteri coroner secara selektif dengan kateter. Katerisasi jantung
merupakan pemeriksaan invasive yang menggunakan berbagai macam kateter ke
dalam ruang- ruang jantung maupun pembuluh darah untuk mengukur tekanan ,
mengukur saturasi oksigen, menganalisis fungsi jantung dan menyemprotkan zat
kontras untuk memvisualisasi anatomi ruang jantung , fungsi katup dan pembuluh
darah (regurgitasi, stenosis, thrombosis, aneurisma dan diseksi). Dahulu , katerisasi
merupakan baku emas diagnostic dari hamper semua penyakit jantung dan
pembuluh darah. Perkembangan teknologi di bidang pencitraan non-invasif telah
banyak mengambil alih peranan katerisasi jantung dalam hal diagnostic dan
stratifikasi risiko, namun dalam beberapa hal katerisasi jantung masih merupakan
baku emas

6. Pemeriksaan Laboratorium
 Darah
Pemeriksaan darah rutin  hampir selalu harus dilakukan pada setiap
penderita penyakit jantung dan pembuluh darah .pemeriksaan darah
seperti hemoglobin,hematrokit,jumlah lekosit dan trombosit,ureum dan
gula darah,merupakan pemeriksaan rutin yang penting dan sangat
efektif.
Pemeriksaan hemoglobin dan hemotrokit darah merupakan tes utama
untuk mendeteksi anemia yang dapat menyertai atau menjadi salah satu
penyebab penyakit jantung.
Pemeriksaan hemoglobin dan hematrokit secara serial pada anak
dengan kelainan jantung bawaan biru sangat penting.bila terlihat
peningkatan kadar hemoglobin dan hemotrokit,ini merupakan petunjuk
adanya penurunan aliran darah ke paru akibat stenosis pulmonal
infundibuler yang progresif,pirau antara arteri sistemik dan paru yang
tidak adekuat atau penyakit pembuluh darah paru yang progesif.
Sediaan apus darah tepi pada penderita kelainan jantung bawaan biru
dengan polisi temia sekunder,memperlihatkan gambaran eritrosit yang
mikrositik dan hipokrom akibat devisiensi zat besi. Terlihatnya eritrosit
yang bernukleasi dan howell-Jolly bodies pada sediaan apus darah tepi
penderita ini, menunjukan adanya kelainan jantung bawaan yang serius
dan asplenia.
Lekositosis sedang, yang berkisar antara 12000 – 15000 , pada
penderita infark miokard akut dapat ditemukan dalam darah tepi selama
5 – 7 hari. Adanya lekositosis dengan eosinofilia dan absenya sel blas
pada penderita gagal jantung yang sulit diterangkan etiologinya dapat
membantu dugaan suatu endokarditis loeffler.
Laju endap darah akan meningkat pada hari kedua atau ketiga setelah
serangan infark miokard akut, mencapai puncaknya pada hari ke empat
sampai ke limadan akan menetap selama beberapa minggu.
Laju endap darah juga akan meningkat pada penderita dengan infark 
miokard akut akibat stres. Sering juga ditemukan pada penderita
penyakit  jantung non iskemik dengan curah jantung rendah yang
kronik akibat rendahnya pengeluaran glukosa dari darah dan rendahnya 
peningkatan kadar insulin plasma.

 Urin
Pemeriksaan analisis urin rutin dilakukan untuk mendeteksi dan
mementau kelainan intrinsik dari ginjal dan saluran kencing, atau
perubahannya sekunder akibat penyakit lain.
Pemeriksaan yang paling bermakna untuk menilai kapasitas
kemampuan kepekatan ginjal adalah osmolalitas urin.Berat jenis urin
dapat memperkirakan osmolalitas tersebut bila diukur dengan alat
urinometer yang baik dan bila tak ada proteinuria atau glukosuria berat.
Berat jenis urin akan tinggi pada keadaan azotemia prerenal dan gagal
jantung. Volume urin akan berkurang pada penderita gagal jantung dan
poliuri akan terlihat pada setengah dari penderita dengan episode
takikardia supraventrikuler yang paroksismal.
Hematuria dapat merupakan petunjuk adanya infark ginjal yang terjadi
sekunder akibat emboli dari jantung bagian kiri atau suatu endokarditis
bakterialis.Hematuri juga dapat terjadi sekunder akibat necrotizing
arteritis pada hipertensimalikna, penyakit kolagen atau obat
antikoagulansia.
Proteunuria ringan atau sedang sering ditemukan pada penderita gagal
jantung kongestif, dan akan bertambah pada gagal jantung yang berat
dan disertai dengan penurunan glomerulo filtration rate dan aliran darah
ke ginjal yang nyata.  
Urobilinogen dalam urine juga akan meningkatkan penderita gagal
jantung.
Adanya slinder eritrosit dalam sedimen urine menunjukan adanya
glomerulonefritis akut, lubus eritematus, atau endokarditis
bakterial.Lekosit mungkin ditemukan pada penderita dengan gagal
jantung kongestif ringan.
1. Hurst JW. The Heart, Arteries and Veins. Fifth edition. Mc Graw-Hill Book Company.
2. Braunwald. Heart Disiase, a Textbook of Cardiovasculer Medicine.second edition.WB
Saunders  ...Company.
3. Rilantono , Lily L. 2015. Penyakit Kardiovaskuler.Jakarta : Badan Penerbit FKUI.

7) Diferensial diagnose
a. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Definisi
Penyakit jantung koroner dalam suatu keadaan akibat terjadinya
penyempitan, penyumbatan atau kelainan pembuluh nadi koroner. Penyakit
jantung koroner diakibatkan oleh penyempitan atau penyumbatan pembuluh
darah koroner. Penyempitan atau penyumbutan ini dapat menghentikan aliran
darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri (Yenrina,
Krisnatuti, 1999).
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung akibat adanya kelainan
pada pembuluh koroner yakni pembuluh nadi yang mengantarkan darah ke
aorta ke jaringan yang melindungi rongga-rongga jantung (Kartohoesodo,
1982).

Etiologi

Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh


penyempitan atau penyumbatan arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung.
Penyakit jantung koroner adalah ketidak seimbangan antara demand dan
supplay atau kebutuhan dan penyediaan oksigen otot jantung dimana terjadi
kebutuhan yang meningkat atau penyediaan yang menurun, atau bahkan
gabungan diantara keduanya itu, penyebabnya adalah berbagai faktor.

Denyut jantung yang meningkat, kekuatan berkontraksi yang meninggi,


tegangan ventrikel yang meningkat, merupakan beberapa faktor yang dapat
meningkatkan kebutuhan dari otot-otot jantung. Sedangkan faktor yang
mengganggu penyediaan oksigen antara lain, tekanan darah koroner
meningkat, yang salah satunya disebabkan oleh artheroskerosis yang
mempersempit saluran sehingga meningkatkan tekanan, kemudian gangguan
pada otot regulasi jantung dan lain sebagainya.

Manifestasi klinis serta Gejala

Terdapat beberapa macam gejala penyakit jantung koroner, yaitu iskemia


mycocard akut, gagal jantung disritmia atau gangguan irama jantung dan mati
mendadak (Margaton, 1996).
Penyakit jantung koroner sering ditandai dengan rasa tidak nyaman atau sesak
di dada, gejala seperti ini hanya dirasakan oleh sepertiga penderita. Rasa nyeri
terasa pada dada bagian tengah, lalu menyebar ke leher, dagu dan tangan. Rasa
nyeri muncul karena jantung kekurangan darah dan supply oksigen. Gejala ini
lain menyertai jantung koroner akibat penyempitan pembuluh nadi jantung
adalah rasa tercekik (angina pectoris). Kondisi ini timbul secara tidak terduga
dan hanya timbul jika jantung dipaksa bekerja keras. Misal fisik dipaksa
bekerja keras atau mengalami tekanan emosional.
Pada usia lanjut gejala serangan jantung sering tidak disrtai keluhan
apapun, sebagian hanya merasa tidak enak badan. Gejala penyakit jantung
koroner pada umumnya tidak spesifik untuk didiagnosa angina pectoris (masa
tercekik). Biasanya diperoleh riwayat penyakit orang bersangkutan, sedangkan
pemeriksaan fisik kurang menunjukkan data yang akurat. Pada keadaan tenang
eletro diagram pada orang yang menghidap angina pectoris akan terlihat
normal pada keadaan istirahat. Sebaliknya menjadi normal saat melakukan
kerja fisik. Riwayat angina pectoris tidak stabil lebih sulit dikendalikan karena
terjadi secara tidak terduga kasus ini menjadi mudah terdeteksi jika disertai
dengan nyeri sangat hebat di dada, disertai dengan gejala mual, takut dan
merasa sangat tidak sehat.
Berbeda dengan kasus infak miokardia pada kelainan jantung yang satu ini
dapat diketahui melalui penyimpanan irama jantung saat pemeriksaan melalui
elektro kardiografi dan dikatikan dengan peningkatan kadar enzim jantung
dalam darah, juga dalam perkembangan penyakit jantung koroner biasanya
disertai kelainan kadar lemak dan trombosit darah penderita yang diikuti oleh
kerusakan endoterium dinding pembuluh nadi (Krisnatuti dan Yenria, 1999).

Patofisiologi
Penyakit jantung koroner terjadi bila ada timbunan (PLAK) yang
mengandung lipoprotein, kolesterol, sisa-sisa jaringan dan terbentuknya
kalsium pada intima, atau permukana bagian dalam pembuluh darah. Plak ini
membuat intima menjadi kasar, jaringan akan berkurang oksigen dan zat gizi
sehingga menimbulkan infark, penyakit jantung koroner menunjukkan gejala
gizi terjadi infark miokard atau bila terjadi iskemia miokard seperti angina
pectoris.

Komplikasi
 Serangan jantung
 Gagal jantung
 Angina tidak stabil
 Kematian mendadak

Penatalaksanaan
Pengobatan farmakologik :
 Aspirin dosis rendah
 Thienopyridine CLopidogrel dan Ticlopidine
 Obat penurun kolesterol
 ACE-Inhibitor /ARB
 Nitrat
 Penyekat Beta
 Antagonis kalsium
Rekomendasi pengobatan untuk memperbaiki prognosis pasien angina stabil
menurut ESC 2006 :
 Pemberian Aspirin 75mg/hari tanpa kontraindikasi spesifik
 Pengobatan statin untuk semua pasien dengan penyakit jantung koroner
(level evidence A)
- Pemberian ACE inhibitor pada pasien dengan indikasi
pemberian ACE inhibitor ,seperti hipertensi , disfungsi ventrikel
kiri , riwayat miokard infark dengan disfungsi ventrikel kiri atau
diabeter (level evidnce A)
- Pemberian Beta-blocker secara oral pada pasien gagal jantung
atau yang pernah mendapat infak miokard (level evidence A).

Prognosis
Penyakit jantung koroner tergantung pada kendali semua factor resiko
utama dan factor resiko tinggi, seperti kadar kolestrol tinggi, hipertensi, rokok,
diabetes mellitus termasuk kegemukan. Bila kendali semua hal tersebut buruk
maka prognosis akan buruk.
b. Infark Miokard
Definisi
Infark miokard adalah kerusakan jaringan miokard akibat iskemi hebat
yang terjadi secara tiba-tiba. Kejadian ini berhubungan erat dengan adanya
trombus yang terbentuk akibat rupturnya plak ateroma. Selama berlangsunnya
proses agregasi, pletelet melepaskan banyak ADP, tromboksan A2 dan
serotonin. Ketiga substansi ini akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh
darah koroner yang aterosklerotik. Apabila keadaan ini mengakibatkan oklusi
serius pada arteri koroner, maka akan terjadi infark miokard.
Apabila a.koronaria yang utama tersumbat, maka akan terjadi infark
miokard transmural yang mana kerusakan jaringannya mengenai seluruh
dinding miokard. Pada EKG tampak ST-segmen elevasi dan gelombang Q-
patologis yang disebut ST-Segmen Elevasi Miokard Infark (STEMI). Apabila
hanya cabang profunda yang tersumbat, atau mungkin tidak tersumbat namun
tiba-tiba terjadi peningkatan konsumsi oksigenyang hebat, maka kerusakan
miokard terjadi hanya terbatas pada subendokard. Pada EKG tidak tampak
gelombang Q-patologis dan ST-Elevasi yang disebut Non ST-Elevasi Miokard
Infakrk (NSTEMI)

Patofisiologi
Seperti pada angina pektoris, patogenesis infark miokard akut (STEMI dan
NonSTEMI) juga disebabkan karena ketidak seimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen di miokard akibat atherosklerosis atau plak.

Etiologi
Terjadi bila suplay oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak
tertangani dengan baik sehingga hal tersebut bisa menyebabkan kematian
daripada sel-sel jantung tersebut. Jadi karena adanya hal yang menyebabkan
gangguan dalam oksigenasi jantung.
Gangguan oksigenasi dapat terjadi karena beberapa faktor dan diantaranya
yaitu berkurangnya daripada suplay oksigen ke miokard itu sendiri. 
Penyebab dari berkurangnya suplay oksigen ini bisa karena :

a. Faktor pembuluh darah. Hal ini berkaitan dengan kepatenan dari pembuluh
darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa
mengganggu kepatenan pembuluh darah diantaranya yaitu karena spasme,
aterosklerosis, dan arteritis. Spasme pembuluh darah khususnya pembuluh
darah koroner ini bisa juga terjadi pada orang yang tidak memiliki riwayat
penyakit jantung sebelumnya, dan biasanya terkait dengan beberapa hal juga
dan diantara hal tersebut adalah mengkonsumsi obat-obatan tertentu, stress
emosional atau nyeri, terpapar suhu dingin yang ekstrim, dan juga merokok.

b. Faktor Sirkulasi. Faktor sirkulasi ini terkait dengan kelancaran peredaran darah
dari jantung keseluruh tubuh sampai kembali lagi ke jantung. Sehingga hal ini
tidak akan lepas dari faktor pemompaan dan juga pada volume darah yang
dipompakan. Kondisi yang menyebabkan adanya gangguan pada sirkulasi
diantaranya adalah keadaan saat hipotensi. Stenosis maupun insufisiensi yang
terjadi pada katup-katup jantung (aorta, mitral, atau trikuspidalis)
menyebabkan menurunnya Cardiac Out Put (COP). Penurunan Cardiac Out put
yang diikuti oleh penurunan sirkulasi menyebabkan bebarapa bagian tubuh
tidak tersuplay darah dengan baik serta adekuat, termasuk dalam hal ini otot
jantung sendiri.

c. Faktor darah. Darah dalam hal ini merupakan pengangkut oksigen menuju ke
seluruh bagian tubuh. Jika daya angkut darah berkurang, maka sebagus apapun
jalan itu (pembuluh darah) dan pemompaan jantung maka hal tersebut tidak
akan cukup membantu. Hal-hal yang bisa menyebabkan terganggunya daya
angkut darah ini diantaranya yaitu antara lain keadaan anemia, hipoksemia, dan
juga polisitemia. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh.
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi
dengan baik yaitu dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan
cardiac out put. Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit
jantung, maka mekanisme kompensasi ini justru pada akhirnya makin
memperberat kondisinya karena hal tersebut otomatis akan membuat
kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan dari suplai oksigen itu
sendiri tidak bertambah.

Faktor Risiko

- Hipertensi
- Diabetes Melitus
- Dislipidemia
- Merokok
- Stress dan riwayat sakit jantung koroner pada keluarga

Manifestasi klinis
Kebanyakan pasien dengan infark miokard akut mencari pengobatan karena
rasa sakit didada. Namun demikian ,gambaran klinis bisa bervariasi dari pasien
yang datang untuk melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada pasien yang
merasa nyeri di substernal yang hebat dan secara cepat berkembang menjadi
syok dan eadem pulmonal, dan ada pula pasien yang baru saja tampak sehat
lalu tiba-tiba meninggal.

Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti


angina,tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa
penekanan yang luar biasa pada dada atau perasaan akan datangnya kematian.
Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia tabu bahwa
sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung.
Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu
pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal dipagi hari.
Nitrogliserin tidaklah mengurangkan rasa sakitnya yang bisa kemudian
menghilang berkurang dan bisa pula bertahan berjam-jam malahan berhari-
hari.
Pemeriksaan
Tiga kriteria untuk menegakkan diagnosis Infark Miokard Akut ialah
adanya nyeri dada khas infark, perubahan gambar EKG, dan kenaikan
biomarker jantung seperti enzim creatine kinase, Creatin kinase myocardial
band, mioglobin dan troponin.
Pada pemeriksaan fisis biasanya tidak ditemukan kelainan. Bila telah
terjadi komplikasi seperti gagal jantung, maka dapat ditemukan irama gallop
(S3) atau ronki basah. Bila terjadi arimia dan hipotensi, maka penderita
mungkin tampak pucat dan berkeringat dingin. Kadang-kadang pasien IMA
datang dengan keluhan nyeri ulu hati, dada rasa terbakar, atau rasa tidak
nyaman di dada yang sulit digambarkan penderita
Berhubung karena usaha reperfusi secepatnya denan trombolitik(<6 jam
setelah serangan IMA) menentukan prognosis penderita IMA, sedangkan
kenaikan enzim atau perubahan EKG bisa baru terjadi sesudah 6 jam, sehingga
dibenarkan untuk mendiagnosis IMA hanya berdasarkan dua dari tiga kriteria
Penatalaksanaan
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan
nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin
dilakukan, pemeberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat
penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA

Tatalaksana Umum

1. Oksigen 2-4 liter/menit untuk meningkatkan suplai oksigen


2. Nitrogliserin dosis 0,4 mg dan diberikan sampai 3 dosis dengna interval 5
menit.
3. Mengurangi/Menghilangkan Nyeri dada :
a. Morfin
b. Aspirin
c. Penyekat Beta
4. Beri antipletelet
5. Terapi Reperfusi

Prognosis
Pada 25 % episode infark miokard akut, kematian terjadi mendadak dalam
beberapa menit setelah serangan, karena itu banyak yang tidak sampaike rumah
sakit. Mortalitas keseluruhan 15-30 %. Resiko kematian tergantung pada
banyak factor, termasuk usia penderita. Mortalitas serangan akut naik dengan
meningkatnya umur. Kematian kira-kira 10-20% pada usia dibawah 50 tahun,
dan 20% pada usia lanjut.
c. Diseksi Aorta
Definisi

Diseksi aorta (DA) terjadi bila aliran darah yang mengisi lumen aorta
sebenarnya (true lumen) menyusup, mengisi, hingga mengalir di lumen palsu
dari dinding aorta yang terbentuk dari robekan tunika intima hingga tunika
media dari dinding aorta tersebut (false lumen). Bidang diseksi yang
memisahkan tunika intima dari tunika adventitia panjangnya bervariasi dan
terbentuk umumnya di dalam tunika media.

Etiologi

Faktor kongenital dan didapat dapat menyebabkan diseksi aorta. Diseksi


aorta lebih sering ditemukan pada pasien hipertensi, kelainan jaringan konektif,
stenosis aorta kongenital, dan riwayat keluarga DA tingkat pertama.

Penyebab kongenital diantaranya adalah : Marfan syndrome, Ehlers-Danlos


syndrome, Annuloaortic ectasia, Familial aortic dissections, Adult polycystic
kidney disease, Turner syndrome, Noonan syndrome, Osteogenesis imperfecta,
Bicuspid aortic valve, Coarctation of the aorta, Connective tissue disorders,
Metabolic disorders (eg, homocystinuria, familial hypercholesterolemia).

Penyebab didapat : Hipertensi adalah faktor predisposisi penting DA.


Kehamilan dapat menjadi risiko DA terutama pada pasien yang memiliki
anomali seperti sindrom Marfan. 50% kasus DA pada wanita dibawah 40 tahun
berhubungan dengan kehamilan. Sebagian besar kasus terjadi pada trimester
ketiga atau masa post partum awal.

Penyebab didapat yang lain adalah aortitis sifilis, penggunaan kokain, dan
cedera deselerasi pada trauma dada.

Nekrosis Media Kistik : Aorta normal terdiri dari kolagen, elastin, dan otot
polos yang menyusun lapisan intima, media, dan adventisia. Dengan penuaan,
perubahan degeneratif menyebabkan pemecahan kolagen, elastin, dan otot
polos. Selain itu terdapat akumulasi substansi basofilikKondisi ini dikenal
dengan nekrosis media kistik. Atherosklerosis yang menyebabkan oklusi vasa
vasorum juga menyebabkan kelainan ini. Nekrosis media kistik adalah
perubahan histologi utama yang berhubungan dengan DA pada sindrom
Marfan.

Penyebab Iatrogenik : berasal dari prosedur seperti pemasangan katup aorta


dan mitral, coronary artery bypass graft surgery, percutaneous catheterization.
Klasifikasi

Sistem klasifikasi yang digunakan untuk diseksi aorta berdasarkan pada


lokasi dan luasnya diseksi. Tipe-tipe tersebut kemudian di-subklasifikasikan
lagi berdasarkan pada waktu (onset) diseksi. Terminologi “diseksi akut”
digunakan bila presentasi dalam 2 minggu pertama, sedangkan istilah “kronik”
bila  presentasinya lebih dari 2 bulan sejak kejadian pertama. Istilah yang
muncul kemudian yaitu “subakut”, ditambahkan untuk periode antara 2
minggu dan 2 bulan1.

Dua sistem klasifikasi yang paling sering dipakai dalam klinis adalah
“DeBakey” dan “Stanford”. Sistem DeBakey membedakan pasien berdasarkan
lokasi dan luasnya diseksi. Keuntungan sistem ini bahwa keempat kelompok
pasien yang berbeda dengan pola diseksi aorta yang berbeda dapat digunakan
dalam penelitan atau studi perbandingan. Sebaliknya, sistem Stanford
merupakan sistem klasifikasi fungsional. Seluruh diseksi yang melibatkan aorta
asendens dikelompokkan sebagai tipe A, tanpa mempertimbangkan dimana
letak primer (asal) robekan. Pendukung sistem Stanford yang lebih mudah ini
berpendapat bahwa performa klinis pasien dengan diseksi aorta sangat
dipengaruhi oleh keterlibatan aorta desendens atau tidak. Namun sebagai kritik
dari sistem ini adalah bahwa kadang individual dengan klasifikasi tipe A dapat
berbeda dari satu individu dengan individu lainnya bergantung pada perluasan
diseksi ke arah distal.

Tanda dan Gejala

Kebanyakan pasien datang dengan nyeri dada akut seperti rasa disobek
atau merobek dan puncak intensitasnya adalah pada saat onset. Nyeri dada
yang dirasakan muncul tiba-tiba dan sangat hebat , seringkali digambarkan
seperti di cabik-cabik. Meskipun jarang, pasien datang dengan gagal jantung
kongestif (Dari infisusiensi aorta akut). Pada pemeriksaan fisik,biasanya ada
hipertensi, baik sebagai penyebab utama diseksi atau skunder terhapa
keterlibatan arteri ginjal. Infisusiensi aorta akut dengan murmur diastolic dapat
mempersulit diseksi aorta ascendens. Hilangnya denyut nadi, penurunan
tekanan darah, atau keduanya, biasanya asimetris juga banyak ditemukan pada
pasien.

Elektrokardiogram (EKG) dapat mengungkapkan hipertropi ventrikel


kiri, depresi ST, inverse gelombang T, atau elevasi ST. Perubahan
elektrokardiografi menunjukan cedera wilayah myokard inferior mungkin
menunjukkan keterlibatan ostium arteri koroner pada 1% sampai 2 % dari
kasus diseksi aorta.

Diagnosis

Diagnostik pencitraan sangat penting untuk mengklasifikasikan diseksi


aorta akut, tanpa kejelasan klinis saat diagnosis dibuat atau
ketidakkooperatifnya pasien, misalnya karena penurunan kesadaran. Diagnosis
harus dibuat sangat cepat dan dengan distress yang minimal terhadap pasien.
Dua modalitas pencitraan yang kini dapat memenuhi kriteris ini dan digunakan
untuk mendiagnosis diseksi aorta akut: computerized tomography (CT) and
ekokardiografi.Magnetic resonance imaging (MRI) dan aortografi, dengan atau
tanpa ultrasound intravascular (IVUS), digunakan untuk mendiagnosis diseksi
aorta akut, namun merupakan modalitas lini kedua karena berbagai alasan.
Keuntungan, kekurangan, dan akurasi diagnostik dari masing-masing modalitas
digunakan untuk memilih pemeriksaan yang paling tepat untuk kondisi klinis
tertentu.

Sensitivitas dan spesifisitas berbagai modalitas pencitraan untuk diagnosis diseksi aorta
torakalis.

Pemeriksaan Pencitraan Sensitivitas Spesifisitas

Aortografi 80%–90% 88%–95%

Computerized 90%–100% 90%–100%


tomography (CT)Intravascula
94%–100% 97%–100%
r ultrasound  (IVUS)

Ekokardiogram
60%–80% 80%–96%
Transthoracic
90%–99% 85%–98%
Transesophageal
98%–100% 98%–100%
Magnetic resonance
imaging (MRI)

Penatalaksanaan

 Bedah
Terapi bedah merupakan terapi terbaik untuk diseksi aorta akut yang
melibatkan aorta ascendens. Penelitian menunjukan bahwa menunda intervensi
bedah bahkan demi untuk melaksanakan katerisasi jantung kiri, autografi, atau
keduanya, menyebabkan hasil keluaran yang lebih buruk. Pembedahan pada
pasien dengan diseksi tipe B umumnya dicadangkan pada pasien yang memilki
gangguan organ sasaran kompromi atau mereka yang tidak terhadap respons
terapi medis.

 Medikamentosa
Terapi medis harus dimulai pada semua pasien dengan diseksi akut.
Pengurangan tenaga geser (shear force) dan tekanan darah harus menjadi
tujuan utama. Penyekat beta harus diberikan parenteral dan dititrasi untuk
memperoleh efek (umumnya frekuensi nadi 50 sampai 60 denyut /menit).
Nitroprusside dapat ditambahkan karena onset yang cepat dan kemudahan
titrasi, dengan sasaran MAP 65-75 mmHg.

Diseksi aorta merupakan kegawatdaruratan medis dan harus diobati dengan


prioritas tinggi. Pertimbangan segera yang harus diperhatikan pada tipe A
maupun tipe B adalah menurunkan tekanan darah sampai sistolik kurang dari
100 mmHg untuk mencegah diseksi atau ruptur lebih lanjut, menggunakan
analgesik opiat dan penyekat beta intravena. Pasien yang mengalami hipotensi
akibat perdarahan harus diresusitasi untuk mempertahankan TD dalam level
cukup. Terapi spesifik tergantung pada asal flap.
- Diseksi tipe A : risiko komplikasi yang berbahaya, kususnya ruptur ke
perikardium, sangat tinggi, dengan rata-rata kematiam per jam ± 2%.
Pasien harus dipindahkan dengan ambulans lampu biru/udara ke pusat
pelayanan kardiotoraks sesegara mungkin, pada waktu kapanpun, dan
segera dilakukan pembedahan untuk mengganti ujung aorta, dengan
atau tanpa kelainan katup aorta sebagai penyerta.
- Tipe B : pembedahan memiliki risiko tinggi sehingga pada keadaan ini
tidak diindikasikan sebagai terapi lini pertama. Tipe ini merupakan
indikasi untuk kontrol TD agresif, dengan target TD sistolik <
100mmHg. Pembedahan hanya dilakukan bila terjadi komplikasi yang
mengancam jiwa, seperti ruptur yang berbahaya. Lumen palsu bisa
membeku dan menjadi stabil.

Prognosis

Diseksi tipe A memiliki tingkat mortalitas segera yang sangat tinggi, namun bila pasien
tidak mempunyai komplikasi yang mengancam jiwa (seperti stroke, paraplegia) keadaan
pasien setelah pembedahan yang berhasil biassanya baik. Keadaan setelah terapi pada
diseksi tipe B lebih baik, walaupun bisa terdapat komplikasi lanjut, di antaranya
pembentukan dan ruptur aneurisma.

Referensi : Rilantono, Lily I. 2015. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Badan Penerbit
FK-UI. Hal.482-285
DAFTAR PUSTAKA

1. Braunwald. Heart Disiase, a Textbook of Cardiovasculer Medicine.second edition.WB


Saunders  ...Company.
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. 2015. Jakarta: InternalPublishing.
Hal 1134
3. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. 2015. Jakarta: InternalPublishing.
Hal 1461-1465
4. Chung, Edward K.2007. Penuntun Praktis penyakit kardiovaskuler, Ed. III, Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
5. Hastuti, Bahan Ajar Histologi Kardiovaskuler, (Makassar, 2007), hal. 5-13
6. Hurst JW. The Heart, Arteries and Veins. Fifth edition. Mc Graw-Hill Book Company.
7. Kumar V, Cotran RS,Robbins SL. Buku ajar patologi 7 nd ed,Vol. 1. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC,2007
8. Rilantono , Lily L. 2015. Penyakit Kardiovaskuler.Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
9. Kabo,Peter. 2014. Bagaimana menggunakan obaat-obat kardiovaskular secara
rasional. Jakarta:Badan Penerbit FK-UI. Halaman 138-143
10. Price, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6 Volume 1, (Jakarta,
2006), hal. 517-518.
11. Putz, Sobotta Atlas Anatomi Manusia Jilid 2 Edisi 21,( Jakarta, 2005), hal. 76
12. Rilantono, Lily I. 2015. Penyakit Kardiovaskulat (PKV). Jakarta: Badan Penertbi FK-
UI. Hal271-274
13. Rilantono, Lily I. 2015. Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta: Badan Penerbit FK-
UI. Hal.482-285
14. Wiechmann, University of Oklahoma Health Sciences Center Interactive Histology
Atlas, (Oklahoma, 2005).

Anda mungkin juga menyukai