Anda di halaman 1dari 9

Fakultas Kedokteran Makassar, 25 Desember 2014

Universitas Muslim Indonesia

NARASI OBSERVASI

PUSKESMAS MACCINI SAWAH

HUSNUL HAZIMAH

11020140139

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2014
NARASI OBSERVASI PUSKESMAS MACCINI SAWAH

“Pelayan Kesehatan vs Pasien dan masyarakat”

Saya Husnul Hazimah, salah satu mahasiswa semester I di

Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. Saat ini saya telah

masuk pada blok “Bioetik, Humaniora dan Profesionalisme Kedokteran”.

Di blok ini saya mendapat kesempatan untuk melakukan observasi

lapangan di Puskesmas Maccini Sawah yang terletak di Jl. Maccini

Sawah No. 38. Observasi kali ini bertujuan melihat bagaimana sisi

humaniora, etika, dan profesionalisme dokter dan pelayanan kesehatan

lainnya. Setelah melakukan observasi, saya ditugaskan untuk membuat

sebuah narasi yang berisi tentang apa saja hasil dari observasi saya.

Rabu, 17 Desember 2014.

Hari itu adalah jadwal untuk melakukan observasi lapangan. Saya

adalah salah-satu anggota kelompok sembilan. Sebelum semua kelompok

berangkat, terlebih dahulu semua ketua kelompok dikumpulkan untuk

mengambil surat izin observasi lapangan pada ketua blok dan diberi

arahan tambahan tentang apa yang harus dilakukan setelah berada di

lapangan. Setelah selesai arahan, kami pun bergegas menuju parkiran.

Karena hanya satu orang teman saya yang mengetahui alamat

puskesmas yang akan dituju, sehingga dia ditugaskan sebagai penunjuk

jalan. Mobil pun berjalan beriringan. Ternyata, ketua kelompok saya

tersesat sehingga sayandan teman kelompok saya harus menunggu

beberapa lama di depan puskesmas tempat kami melakukan observasi.


Setelah anggota kelompok saya telah lengkap, ketua kelompok terlebih

dahulu menyerahkan surat izin ke kepala puskesmas tersebut.

Waktu telah menunjukkan pukul 13.15 pm, sehingga puskesmas

sudah nampak sepi. Sehingga hari itu kami belum bisa memulai

observasi. Yang kami lakukan hari itu hanyalah menyerahkan surat izin

observasi, menghadap ke kepala puskesmas, dan mencari tahu siapa

dokter pendamping kami. Hasil pengamatan pertama saya dan teman

kelompok saya hari itu, beberapa pegawai yang ada di puskesmas saat

itu tidak mempedulikan kedatangan kami. Mereka seolah acuh dengan

keberadaan kami sehingga penilaian awal saya kurang menyenangkan.

Saat itu saya bertanya-tanya di dalam hati saya, “apakah begini cara

mereka melayani pasien dan keluarga pasien”. Karena hari itu observasi

tidak mungkin dilakukan, jadi kelompok saya memutuskan untuk pulang

dan mempersiapkan untuk observasi esok hari.

Dirumah, komunikasi antara saya dan anggota yang lain tidak

putus. Saya dan semua teman saya menanyakan apa saja yang belum

jelas untuk observasi esok harinya. Karena observasi harus dilakukan

pada pukul 08.00 pm, sehingga kami semua sepakat untuk berkumpul di

kampus pada pukul 07.00 pm dan berangkat bersama ke puskesmas.

Kamis, 18 Desember 2014

Pagi itu, saya sedikit agak telat tiba di kampus, dan ternyata

beberapa teman saya juga melakukan hal yang sama. Setelah semua

anggota kelompok saya lengkap, kami pun berangkat. Tiba di

puskesmas, saya dan teman kelompok saya langsung menuju ruang


tunggu yang tidak lain adalah teras puskesmas. Teras yang tidak begitu

besar itulah tempat dimana pasien biasanya mengantri di loket antrian.

Saya melihat sepasang nenek dan kakek yang sedang duduk di kursi

tunggu samping ruang loket antrian. Kakek dan nenek itu datang untuk

memeriksakan penyakit mereka berdua. Dari hasil wawancara singkat

saya dengan nenek itu, dia datang memeriksakan kondisi suaminya yang

baru sembuh dari penyakit struk. Ungkapnya lagi, mereka memilih

datang ke puskesmas Maccini Sawah karena selain dekat dari

kediamannya, pelayanannya pun baik dan mereka puas dengan hal itu.

Tidak lama setelah kami datang, pasien sudah mulai berdatangan satu-

persatu. Saya dan salah-seorang teman saya mewawancarai seorang ibu

parubaya, ibu Yusni. Ibu tersebut berkata bahwa biasanya pelayanan di

loket antrian tidak sesuai dengan waktu yang seharusnya, dengan kata

lain terlambat. Selain itu, beberapa petugas pun pulang lebih awal tidak

sesuai dengan jadwal yang sesungguhnya sehingga pelayanan di

puskesmas tutup lebih awal. Dari yang saya lihat, dokter yang piket

hari itu tidak datang tepat waktu. Namun beberapa pasien masih

menganggap hal itu hal yang biasa dan wajar-wajar saja bagi seorang

dokter. Mungkin mereka menganggap keterlambatan bagi seorang

dokter sangat wajar. Tapi menurut saya hal itu tidak boleh dilakukan,

karena bagaimana jika tiba-tiba ada pasien gawat darurat, kita tidak

mungkin menunda penanganan sampai dokter datang. Ibu Yusni juga

mengatakan bahwa di puskesmas tersebut pembagian buku kontrol

pasien tidak merata, dengan kata lain ada yang dapat dan ada pula yang

tidak dapat. Seharusnya hal itu tidak boleh terjadi, pemberian kartu
kontrol pasien harus merata agar semua pasien mengetahui riwayat

kontrol mereka dan dapat memantau perkembangan kesehatan mereka

sendiri.

Namun, diakhir wawancara saya dengan ibu Yusni, beliau berkata

bahwa pelayanan dokter sudah sangat baik dibandingkan dengan dokter

sebelumnya. Dokter yang sekarang lebih ramah, sopan, dan santu.

Selain itu, dokter juga tidak memaksakan kehendak pada pasiennya.

Hal ini sesuai dengan Kaidah Dasar Bioetik (KDB) prinsip autonomy

pasien yang memang seharusnya dimiliki oleh seorang dokter.

Ada sesuatu yang mengganjal di hati saya. Saya bertanya-tanya

“apakah seorang dokter memang tidak diwajibkan untuk memakai jas

dokter saat praktek”. Sampai saat ini pertanyaan saya masih belum

terjawab. Saya mencoba bertanya pada beberapa teman saya namun

mereka ternyata memiliki pendapat yang berbeda. Sebagian

mengatakan hal itu wajib, namun sebagian lagi mengatakan hal itu tidak

dipaksakan, dengan kata lain terserah dokter mau memakai jas

dokternya atau tidak. Entah yang benar siapa. Namun, menurut saya

seorang dokter yang sedang praktek harus memakai jas dokter agar

pasien dapat dengan mudah membedakan mana yang dokter dan mana

yang perawat.

Penilaian pasien yang datang ke puskesmas tersebut berbeda-

beda. Ibu Idawati yang saat itu sedang mengantri di loket antrian

berkata bahwa pelayanan di puskesmas tersebut sudah baik, pelayanan

di loket antrian sudah semestinya. Tidak da pembedaan antara pasien


yang satu dan pasien yang lain. Semua sudah sesuai antrian masing-

masing.

Karena ketua kelompok saya telah bertemu dengan dokter

pendamping kami, sehingga kami telah diperbolehkan melakukan

observasi secara menyeluruh, termasuk melakukan wawancara dengan

petugas di setiap bagian rumah sakit. Sesuai dengan perintah dokter

pembimbing, ketua kelompok saya dan kelompok lima membagi kami

untuk melakukan wawancara pada petugas disetiap bagian rumah sakit.

Saya mendapat tugas di bagian gisi puskesmas. Seingat saya, dokter

pendamping saya sebelumnya mengatakan bahwa yang ditugaskan di

bagian gizi, cari petugas yang namanya ibu Nani. Setelah semuanya

jelas. Saya dan salah seorang teman saya mendiskusikan terlebih

dahulu apa saja yang akan kami tanyakan pada petugas di bagian gizi

puskesmas. Karena jujur kami merasa “ngambang” akan menanyakan apa

di bagian gizi. Setelah kami menyepakati beberapa pertanyaan penting,

saya dan teman saya pun masuk. Saya meminta izin untuk melakukan

wawancara. Ternyata petugasnya sangatlah ramah, beliau

mempersilahkan saya masuk dengan sangat ramah. Saya sangat senang

diperlakukan seperti itu.

Pertanyaan pertama yang saya ajukan kepada ibu Nani yaitu

tentang penyuluhan gizi yang dilakukan puskesmas kepada masyarakat.

Dari pernyataan ibu Nani, tim mereka memiliki jadwal rutin penyuluhan

gizi pada masyarakat setiap tanggal 28 ditiap bulannya. Selain itu,

setiap hari senin dan rabu, mereka melakukan evaluasi anggota ke tiap

posyandu yang ada di bawah naungan puskesmas Maccini Sawah sebagai


bahan acuan untuk mereka agar kedepannya bisa meningkatkan kualitas

pelayanan kepada masyarakat. Selanjutnya saya menanyakan bagaimana

kualitas gizi di sekitar puskesmas Maccini Sawah. Menurut ibu Nani,

gizi masyarakat di sekitar puskesmas tersebut jauh lebih baik dan

mengalami peningkatan. Adapun penderita gizi buruk kebanyakan adalah

para pendatang yang tinggal sementara di daerah sekitar puskesmas,

seperti para pekerja buruh. Dari hasil wawancara saya dengan ibu Nani,

saya menyimpulkan bahwa kepala puskesmas cukup peduli akan

pelayanan yang ada di puskesmas Maccini Sawah. Yang menjadi kendala

dari ibu Nani dalam melakukan pelayanan pada masyarakat adalah

ketersediaan alat penunjang seperti timbangan dan lain-lain.

Ungkapnya, pernah ada bantuan alat namun sebagian besar alat

tersebut telah rusak. Menurutnya itu adalah kesalahannya karena tidak

mengusulkan kepada kepala puskesmas untuk pengadaan alat penunjang

praktis lapangan. Jika nantinya ada pengadaan alat, ibu Nani berharap

alat yang disediakan alat yang manual saja. Karena timnya lebih senang

menggunakan alat yang manual. Disamping lebih mudah, alat penunjang

penyuluhan yang manual menurutnya lebih tahan lama dibandingkan

dengan alat yang canggih.

Setelah saya selesai di bagian gizi puskesmas, saya duduk-duduk

di bangku tepat di depan poli umum tempat beberapa teman saya

melakukan observasi. Disana sangat banyak pasien yang mengantri

menunggu giliran untuk diperiksa. Dari pengamatan saya, dokter yang

memeriksa saat itu memiliki informed consent yang cukup baik. Dokter

tersebut mempersilahkan pasien masuk dan mempersilahkannya duduk.


Pasien ditangani dengan sangat baik dan teliti. Saat dokter sedang

memeriksa seorang pasien, tiba-tiba datang seorang pasien yang

dibantu oleh keluarganya dengan gejala sesak nafas dan sangat lemas.

Karena dianggap darurat maka pasien tersebut langsung diberi jalan

oleh pasien yang lain untuk masuk lebih dahulu ke ruang pemeriksaan.

Hal ini sesuai dengan Kaidah Dasar Bioetik (KDB) prinsip

nonmaleficence poin pertama, menolong pasien emergensi. Selain itu,

dokter tidak membeda-bedakan status para pasien yang datang. Semua

dilayani sesuai dengan nomor antrian. Hal ini sesuai dengan KDB prinsip

justice poin 16.

Kesimpulan dari hasil observasi yang saya lakukan dengan

memperhatikan aspek humaniora, etika, dan profesionalisme

kedokteran, pelayanan di Puskesmas Maccini Sawah sudah sesuai

dengan standar pelayanan yang seharusnya. Fasilitas pada bagian

tertentu memadai, fasilitas pendukung seperti toilet yang cukup,

kebersihan puskesmas terjaga. Namun masih ada beberapa hal yang

perlu di benahi dan di tingkatkan. Yaitu pelayanan para medis dan para

pegawai agar lebih di maksimalkan. Tidak menggunakan waktu kerja

untuk hal-hal yang tidak seharusnya. Dokter telah menerapkan Kaidah

Dasar Bioetik prinsip autonomy, nonmaleficence, justice, dan

beneficence. Dokter juuga memiliki informed consent tang baik.

Anda mungkin juga menyukai