Anda di halaman 1dari 20

PBL PROFESIONALISME

Kelompok 6
Dosen Pendamping :
dr. Armanto Makmun, M.Kes.
Nadia Rofifah Adellia (110 2017 0007)
Andi Azizah Nur F. S (110 2017 0030)
Andi Safa Fauziah (110 2017 0062)
Selfy Eltry Elvira (110 2017 0096)
Saniska Ayu K. I (110 2017 0114)
Muh. Arief W Adama (110 2017 0126)
Muhammad Syukur (110 2017 0139)
Nabila Anggriany (110 2017 0157)
Nurul Aziza Andi M (110 2017 0161)
Asmin (110 2017 0167)
Nuralifka Oktaviani (110 2017 0175)
SKENARIO

“Transplantasi vs Transaksi”
Seorang wanita usia 45 tahun, isteri
pejabat di sebuah provinsi telah dinyatakan
oleh dokter spesialis penyakit dalam
mengalami gagal ginjal sejak 5 tahun yang
lalu. Sejak awal dokter menyatakan bahwa
alternatif terapinya adalah cuci darah atau
transplantasi ginjal.
Pada dua tahun pertama kondisinya
terkontrol baik sehingga pasien beserta
keluarga masih bisa hidup normal. Pada saat
itu pasien dan suaminya memilih untuk
melakukan cuci darah.Pada awal tahun ke-3
kondisi kesehatan pasien menurun cukup
bermakna, sehingga dengan segala
pertimbangan pasien dan suami ingin
melakukan transplantasi ginjal.
Persoalan pertama yang muncul adalah
tidak mudah untuk mendapatkan calon
donor. Anak dan keluarga pasien tidak ada
yang berkehendak (sukarela) melakukan
donor. Secara kebetulan pasien maupun
keluarganya beberapa kali membaca
“kerelaan” orang untuk menjadi donor
ginjal seperti yang ada dalam surat kabar
dengan berbagai alasan.
Setiap mendapat berita “kerelaan”
semacam di atas, suami pasien berusaha
menghubungi calon donor untuk melakukan
pendekatan yang akhirnya selalu berujung
pada “perjanjian transaksi”. Selama tahun
ketiga dan keempat suami pasien telah
berhasil melakukan pendekatan dan
“perjanjian transaski” pada tiga orang calon
donor, namum semuanya tidak ada
kecocokan setelah melalui serangkaian uji
medis.
Di duga karena tekanan hidup yang tidak
ringan karena sulitnya mendapatkan calon
donor dan beban kerja yang berat, pada awal
tahun kelima suami pasien mengalami
serangan stroke hingga hemiparese. Pada akhir
tahun kelima keluarga berhasil mendapatkan
calon donor yang cocok secara medis dan
mereka melakukan “perjanjian transaksi”. Pada
saat konsultasi dengan dokter untuk langkah
medis selanjutnya, dokter memahami sulitnya
mencari donor dan juga mengetahui cara
keluarga mendapatkan calon donor tersebut .
Adalah menjadi dilema bagi dokter
untuk melanjutkan proses transplantasi.
Apabila transplantasi benar-benar
dilakukan, maka dokter telah terlibat pada
jual beli organ dan membiarkan kesalahan
akibat ketiadaan sistem donasi organ tetap
berlangsung. Namun bila dibatalkan,
pasien akan semakin parah kondisinya dan
pihak keluarga terutama suami tentu akan
sangat kecewa, karena upayanya selama ini
sia-sia.
Pertanyaan :

Dari kasus di atas, cobalah Anda analisis


berdasarkan ranah:

Aspek Humaniora Kedokteran


Aspek Etika Kedokteran
Aspek Profesionalisme Kedokteran
Bagaimana jika kasus di atas dilihat dalam
perspektif islam? (berdasarkan Al-Qur’an
dan sunnah)
Kata
Sulit
Kesim Kata
pulan kunci

Transplant
asi vs
Perspe transaksi
Aspek
ktif Human
Islam iora

Aspek
Aspek Profesio
Etika nalisme
KATA SULIT

Transplantasi
Stroke
Hemiparase
Cucidarah
Donor
KATA KUNCI

Wanita usia 45 tahun


Perjanjian transaksi
Gagal ginjal sejak 5 tahun yang lalu
Sulit mendapat donor
Alternatif terapi adalah cuci darah dan
transplantasi ginjal
Pasien memilih cuci darah
Jual beli ginjal
2 tahun pertama masih cuci darah
Tahun ketiga kondisi pasien menurun
Tahun ketiga pasien ingin melakukan
transplantasi ginjal
Tahun ketiga hingga keempat keluarga pasien
berhasil melakukan pendekatan dengan
pendonor
Tahun ketiga hingga keempat tidak ada
kecocokan setelah uji medis pada calon
pendonor
Tahun kelima suami pasien stroke dan
hemiparese
Akhir tahun kelima pasien mendapat pendonor
dan bertransaksi
Dilema bagi dokter
Aspek Humaniora Kedokteran

• Tekstua
• Kontekstual
Aspek Etika Kedokteran
• Tekstual
• Kontekstual
Aspek Profesionalisme
Kedokteran
1. Tekstual
2. Kontekstual
Perspektif Islam
1. Tidak membunuh diri sendiri. Dalam
surah An-Nisa ayat 29
“‫ان هَّللا َ إِ َّن أَ ْنفُ َس ُك ْم تَ ْقتُلُوا َواَل‬
َ ‫ َر^ ِحي ًمابِ ُك ْم َك‬....”
(Q.S. An-Nisa:29)
Artinya:
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.”
Transplantasi organ tersebut adalah satu-
satunya cara penyembuhan yang bisa dilakukan.
Berpedoman pada Surah Al-Baqarah ayat 173,
dimana sebuah keterpaksaan membuat sesuatu
terlarang menjadi boleh.
ٍ ^^^‫ َعلَ ْي ِه^ ِإ^ْث َم^ َ اَلف^^^ َع^ا ٍد َواَل َ ب‬....”
ِ ‫اغ َغ ْي َر ا^ضْ طُ َّر َ َم‬
“...‫ف^^^ن‬
Artinya:
“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui
batas, maka tidak ada dosa baginya.”
Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi yang telah kami lakukan, kami
menyimpulkan bahwa terdapat dilema etik pada skenario
tersebut dimana dalam hal humaniora dokter di
perbolehkan melakukan transplantasi, sedangkan dalam hal
etika kedokteran, dokter sebaiknya tidak menyetujui
transplantasi. Jika transplantasi ini benar-benar dilakukan,
maka dokter tersebut akan terlibat pada jual-beli organ dan
melanggar UU 36 tahun 2009 pasal 64 ayat 3 yang
menyatakan bahwa “Organ atau jaringan tubuh dilarang
untuk diperjual belikan dengan dalil apapun” Yang akan
berdampak pada profesi dokter sebab image dokter akan
menjadi buruk di pandangan masyarakat. Selain itu, tidak
disebutkan dalam teks atau skenario tersebut bahwa pasien
dalam keadaan gawat darurat.
ika dilihat dari aspek profesionalisme, dokter tersebut
hendaknya mampu memilih apa yang terbaik bagi
pasien tersebut dan mampu
mempertanggungjawabkan tindakan yang dilakukam
serta menerima konsekuesinya. Adapun prinsip
berdasarkan KDB menurut kami telah memenuhi
prinsip autonomy dan beneficence, sedangkan prinsip
non malaficene tidak nampak dalam skenario karena
pada skenario tersebut tidak ada indikasi gawat
darurat. Selain itu, menurut pandangan islam dalam
HR. Bukhari dan Ibnu Maja, kita diajarkan bahwa
setiap penyakit yang Allah turunkan tentu memiliki
penawarnya.

Anda mungkin juga menyukai