Anda di halaman 1dari 6

Nama : Aisyah Putri

NIM : P10120154
Kelas : D
Prodi : Kesehatan Masyarakat

REPRODUKSI DAN KB

1. Masalah reproduksi dan masalah kependudukan di Indonesia

A. Masalah-masalah reproduksi , diantaranya yaitu :


a. Masalah reproduksi
Kesehatan, morbiditas (gangguan kesehatan) dan kematian perempuan yang berkaitan
denga kehamilan. Termasuk didalamnya juga maslah gizi dan anemia dikalangan
perempuan, penyebab serta komplikasi dari kehamilan, masalah kemandulan dan
ketidaksuburan;
Peranan atau kendali sosial budaya terhadap masalah reproduksi. Maksudnya
bagaimana pandangan masyarakat terhadap kesuburan dan kemandulan, nilai anak dan
keluarga, sikapNmasyarakat terhadap perempuan hamil. Intervensi pemerintah dan
negara terhadap masalah reproduksi. Misalnya program KB, undang-undang yang
berkaitan dengan masalah genetik, dan lain sebagainya. Tersedianya pelayanan kesehatan
reproduksi dan keluarga berencana, serta terjangkaunya secara ekonomi oleh kelompok
perempuan dan anakanak. Kesehatan bayi dan anak-anak terutama bayi dibawah umur
lima tahun. Dampak pembangunan ekonomi, industrialisasi dan perubahan lingkungan
terhadap kesehatan reproduksi.
2. Masalah gender dan seksualitas
Pengaturan negara terhadap masalah seksualitas. Maksudnya adalah peraturan dan
kebijakan negara mengenai pornografi, pelacuran dan pendidikan seksualitas.
Pengendalian
sosio-budaya terhadap masalah seksualitas, bagaimana norma-norma sosial yang berlaku
tentang perilaku seks, homoseks, poligami, dan perceraian. Seksualitas dikalangan
remaja.Status dan peran perempuan. Perlindungan terhadap perempuan pekerja.
3. Masalah kekerasan dan perkosaan terhadap perempuan
Kencenderungan penggunaan kekerasan secara sengaja kepada perempuan,
perkosaan, serta dampaknya terhadap korban Norma sosial mengenai kekerasan dalam
rumah tangga, serta mengenai berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan. Sikap
masyarakat mengenai kekerasan perkosaan terhadap pelacur. Berbagai langkah untuk
mengatasi masalah- masalah tersebut.
4. Masalah Penyakit yang Ditularkan Melalui Hubungan Seksual
Masalah penyakit menular seksual yang lama, seperti sifilis, dan gonorrhea.
Masalah penyakit menular seksual yang relatif baru seperti chlamydia, dan herpes.
Masalah HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired immunodeficiency
Syndrome); Dampak sosial dan ekonomi dari penyakit menular seksual. Kebijakan dan
progarm pemerintah dalam mengatasi maslah tersebut (termasuk penyediaan pelayanan
kesehatan bagi pelacur/Penjaja Seks Komersial). Sikap masyarakat terhadap penyakit
menular seksual.
5. Masalah Pelacuran
Demografi pekerja seksual komersial atau pelacuran.Faktor-faktor yang
mendorong
pelacuran dan sikap masyarakat terhadap pelacuran.Dampaknya terhadap kesehatan
reproduksi, baik bagi pelacur itu sendiri maupun bagi konsumennya dan keluarganya.
6. Masalah Sekitar Teknologi
Teknologi reproduksi dengan bantuan (inseminasi buatan dan bayi tabung).
Pemilihan bayi berdasarkan jenis kelamin (gender fetal screening).Penapisan genetik
(genetic screening). Keterjangkauan dan kesamaan kesempatan.Etika dan hukum yang
berkaitan dengan masalah teknologi reproduksi ini.

B. Masalah kependudukan dI Indonesia, diantaranya yaitu :


a. Kualitas SDM
Sekitar 30% sumber daya manusia (SDM) yang ada di Indonesia memiliki
kualitas yang sedikit di bawah standar. Ketidaktahuan dan ketidaksiapan pasangan saat
menikah menimbulkan banyak risiko kesehatan terhadap ibu dan bayi yang dilahirkan.
Ketidaktahuan itu juga menurunkan kemampuan pasangan muda untuk menghasilkan
generasi baru yang unggul dan berkualitas. Program keluarga berencana (KB) bukan
semata-mata untuk Memberi jarak kelahiran antaranak di keluarga, tapi juga untuk
membangun keluarga yang berkualitas yang mendukung tumbuh kembang generasi
emas Indonesia.
b. Menikah muda
Di Indonesia, satu dari sembilan anak perempuan berusia 20-24 tahun sudah
menikah sebelum mencapai usia 18 tahun. Saat ini, ada 1,2 juta kasus perkawinan anak
yang menempatkan Indonesia di urutan ke-8 di dunia dari segi angka perkawinan anak
secara global. Banyak di antara mereka tidak paham tentang masalah bagaimana
mengatur jarak aman kelahiran agar anak bisa lahir dengan sehat dan tidak stunting
(gagal tumbuh). Undang-Undang No 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan memang telah
mengubah batas usia minimal menikah bagi laki-laki dan perempuan yaitu usia 19 tahun.
Namun pada kenyataannya seseorang tetap bisa menikah meski di bawah usia yang
ditentukan jika mengantongi dispensasi kawin yang dikeluarkan pengadilan agama
setempat. Anak yang menikah di bawah 18 tahun karena kondisi tertentu memiliki
kerentanan lebih besar dalam mengakses pendidikan, kesehatan, sehingga berpotensi
melanggengkan kemiskinan antargenerasi, serta memiliki potensi besar mengalami
kekerasan.
c. Melahirkan muda
Perlu diketahui, alasan mengapa perempuan sebaiknya jangan menikah di bawah
usia 21 tahun adalah karena organ reproduksi belum siap, bisa menyebabkan hamil tak
sehat, mengalami pendarahan, serta kanker mulut rahim setelah berhubungan. Banyak
sekali bayi yang setiap tahun dilahirkan dari orang-orang yang masih berusia sekitar 15
hingga 19 tahun. Jumlahnya mencapai setengah juta orang. Bayi-bayi yang lahir dari ibu
yang masih sangat muda itu berpotensi lahir dengan ukuran di bawah standar sekitar
10% dan prematur (sebelum waktunya) mencapai 20%.
d. Minim pengetahuan
Edukasi dan kesadaran untuk mempersiapkan 1.000 hari pertama kehidupan bayi
sangat penting. Seribu hari pertama kehidupan itu tercapai ketika anak sudah mencapai 3
tahun. Kecukupan asupan nutrisi dan gizi pada rentang usia tersebut menjadi kunci agar
bayi yang dilahirkan menjadi generasi baru yang unggul dan berkualitas. Anak yang
tidak cukup mendapatkan asupan gizi dan nutrisi bisa mengalami gizi buruk dan memicu
stunting.
e. Perencanaan keluarga Remaja dulu dan sekarang berbeda karakter.
Remaja saat ini perlu diajak memahami pentingnya lima tahapan kehidupan
yakni, melaksanakan pola hidup sehat dengan makan-makanan bergizi, meraih cita-cita
melalui pendidikan yang baik, memiliki karir atau pekerjaan baik laki-laki maupun
perempuan, menjadi anggota masyarakat, dan berkeluarga. Ini menjadi jalan
mempersiapkan remaja agar siap menjadi orangtua pada waktunya. Ada delapan fungsi
keluarga yang semuanya dapat tercakup ke dalam prinsip asah, asih, dan asuh demi
mewujudkan ketahanan keluarga. Keluarga harus asah, yakni, mengasah kemampuan
sosialisasi, menerapkan nilai agama dan juga kepekaan lingkungan; asih yakni fungsi
cinta kasih dan reproduksi; asuh yakni fungsi ekonomi dan perlindungan. Sehingga dapat
menciptakan keluarga berkualitas dengan ukuran tiga dimensi keluarga berkualitas yakni
tenteram, mandiri dan bahagia.
f. Ledakan kelahiran pascapandemi
Dengan laju pertumbuhan 1,49% saat ini, penduduk bertambah 4,5 juta orang setiap
tahun. Pertambahan jumlah penduduk itu sebanyak satu negara Singapura. Salah satu
cara meredamnya ialah dengan menggelorakan kembali program keluarga berencana. Di
mana-mana dibangun kampung KB. Namun, program KB terancam gagal selama masa
pandemi covid-19. Diketahui, ada 17,5% angka kehamilan yang belum atau tidak
dikehendaki jika dibandingkan dengan kondidi sebelum pandemi. Itu terjadi di beberapa
kota besar, seperti DKI Jakarta yakni, 26% dan Yogyakarta 24%. Kehamilan yang tidak
atau belum dikehendaki oleh pasangan usia subur itu akibat hambatan dalam mengakses
layanan kontrasepsi. Rata-rata penggunaan alat kontrasepsi dari Februari hingga Maret
secara nasional menurun sebanyak 40%. Di daerah tertentu, seperti Banten dan Sulawesi
Barat, angkanya mencapai 50%. Untuk itu, patut diantisipasi adanya ledakan kelahiran
anak yang bisa membuat penambahan jumlah penduduk Indonesia sembilan bulan
mendatang melebihi 4,5 juta jiwa. (H-2)
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kesehatan Reproduksi, yaitu :

. Faktor-faktor tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat golongan yang
dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi, yaitu:

1. Faktor Demografis - Ekonomi


Faktor ekonomi dapat mempengaruhi Kesehatan Reproduksi yaitu kemiskinan,
tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan
proses reproduksi, usia pertama melakukan hubungan seksual, usia pertama menikah,
usia pertama hamil. Sedangkan faktor demografi yang dapat mempengaruhi Kesehatan
Reproduksi adalah akses terhadap pelayanan kesehatan, rasio remaja tidak sekolah ,
lokasi/tempat tinggal yang terpencil.
2. Faktor Budaya dan Lingkungan
Faktor budaya dan lingkungan yang mempengaruhi praktek tradisional yang
berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki,
informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling
berlawanan satu dengan yang lain, pandangan agama, status perempuan, ketidaksetaraan
gender, lingkungan tempat tinggal dan cara bersosialisasi, persepsi masyarakat tentang
fungsi, hak dan tanggung jawab reproduksi individu, serta dukungan atau komitmen
politik.
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi. Faktor-faktor
tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat golongan yang dapat
berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi, yaitu:
3. Faktor Psikologis
Sebagai contoh rasa rendah diri (“low self esteem“), tekanan teman sebaya (“peer
pressure“), tindak kekerasan dirumah/ lingkungan terdekat dan dampak adanya keretakan
orang tua dan remaja, depresi karena ketidak seimbangan hormonal, rasa tidak berharga
wanita terhadap pria yang membeli kebebasan secara materi.
4. Faktor Biologis
Faktor biologis mencakup ketidak sempurnaaan organ reproduksi atau cacat sejak
lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual, keadaan gizi buruk
kronis, anemia, radang panggul atau adanya keganasan pada alat reproduksi. Dari semua
faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi diatas dapat memberikan dampak buruk
terhadap kesehatan perempuan, oleh karena itu perlu adanya penanganan yang baik,
dengan harapan semua perempuan mendapatkan hak-hak reproduksinya dan menjadikan
kehidupan reproduksi menjadi lebih berkualitas.

Anda mungkin juga menyukai