Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

ABSES RETROPERITONIUM

OLEH:
Fiky Aripin
NPM. 2014901110028

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ABSES RETROPERITONIUM
Definisi : Peritonitis adalah
) peradangan pada lapisan tipis dinding dalam perut (peritoneum), yang berfungsi
melindungi organ di dalam rongga perut. Peradangan ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur. Jika
tidak ditangani, peritonitis dapat menyebabkan infeksi menyebar ke seluruh tubuh dan membahayakan nyawa.
( Karsuit, et all 2016).

Etiologi :
Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi ke dalam lingkungan rongga peritoneum yang steril melalui perforasi
usus, misalnya ruptur dari apendiks dan divertikel kolon. Bahan kimia yang dapat mengiritasi peritoneum, misalnya
asam lambung dari perforasi gaster atau empedu dari perforasi kantung empedu atau laserasi hepar. Pada wanita
sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau rupturnya kista ovari.
(Akujobi, et al., 2014).

Secara umum faktor-faktor tersebut dibagi menjadi :

1. Peritonitis primer juga dapat disebabkan oleh karena penggunaan kateter peritoneum, seperti pada kateter
dialisis peritoneum. (Mazuski & Solomkin, 2011).
2. Peritonitis sekunder disebabkan oleh penyakit pada organ abdomen, trauma pada abdomen, dan operasi intra-
abdominal sebelumnya. Trauma pada abdomen dapat berupa trauma tajam, tumpul, atau iatrogenik. Peritonitis
sekunder akibat komplikasi operasi, contohnya kebocoran anastomosis usus. (Mieny & Mennen, 2013).
3. Peritonitis tersier timbul akibat gagalnya terapi peritonitis atau karena imunitas pasien yang tidak adekuat.
Gangguan sistem imun yang signifikan pada pasien dengan peritonitis teriser menyebabkan mikroorganisme
dengan patogenik yang rendah untuk proliferasi dan menyebabkan penyakit ini. (Lopez, et al., 2011).
PATHWAY
Respon peradangan pada peritonium dan organ didalamnya

Peritonitis Respon sistemik

Penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen hipertermia


Pembentukan eksudat fibrinosa atau abses pada peritonium
Syok Gangguan
Laparotomi Respon lokal saraf
sepsis gastrointestinal
tehadap inflamasi

Pre operasi Distensi Mual, muntah,


Post Operasi Respon
Abdomen kembung,
kardiovaskuler
anoreksia

Respon
diskontinuitas
psikologis Curah jantung
jaringan menurun Intake nutrisi
tidak adekuat

Kerusakan pertahanan Suplai darah ke otak


Inegritas kulit primer menurun
Ketidakseimbanga
n nutrisi kurang
Cemas Merangsang dari kebutuhan
Preceptor nyeri Penurunan
tubuh
Pada periver Resiko perfusi serebral
kulit Infeksi

Nyeri Ketidakmampuan Ketidakefektifan


batuk efektif bersihan jalan
Sumber: Muttaqin (2011)
Manifestasi Klinis :

1. Demam.
2. Nyeri perut yang semakin terasa jika bergerak atau disentuh. Nyeri perut ini bisa dirasakan sangat parah (kolik
abdomen).
3. Perut kembung.
4. Mual dan muntah.
5. Nafsu makan menurun.
6. Diare.
7. Konstipasi dan tidak bisa buang gas.
8. Lemas.
9. Jantung berdebar.
10. Terus-menerus merasa haus.
11. Tidak mengeluarkan urine atau jumlah urine lebih sedikit. (Karsuit, et all 2016).

Komplikasi :
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana
komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, Pemeriksaan penunjang :
yaitu:
a. Komplikasi dini Menurut Kristiyanasari (2012)
- Septikemia dan syok septic  Radionuclide scanning
- Syok hipovolemik  Pemeriksaan abdomen dengan
kontras
- Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
 Urogram
kegagalan multi system  CT scan, memberikan gambaran
- Portal Pyemia (misal abses hepar) yang akurat
b. Komplikasi lanjut
- Obstruksi intestinal rekuren

Penatalaksanaan :
Menurut PEI, 2015, penatalaksanaan pada peritonitis adalah sebagai berikut :

a. Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari penatalaksanaan medik.

b. Analgesik untuk nyeri, antiemetik untuk mual dan muntah.

c. Intubasi dan penghisap usus untuk menghilangkan distensi abdomen.

d. Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi.

e. Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.

f. Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).

g. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi ( appendks), reseksi , memperbaiki (perforasi ), dan

drainase ( abses ).

h. Pada sepsis yang luas perlu dibuat diversi fekal


No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri Akut b.d Agens Cedera 1. Status Kenyamanan Fisik 1. Manajemen Nyeri Akut
Fisik 2. Tingkat Nyeri a. Lakukan pengkajian nyeri
(00132, NANDA, 2018-2020) 3. Kontrol Nyeri b. Identifikasi intentsitas nyeri
Kriteria Hasil: c. Monitor nyeri menggunakan
a. Skala nyeri menurun alat pengukur yang valid dan
b. Pasien tidak meringis reliable
kesakitan d. Berikan posisi yang nyaman
c. Raut wajah tidak cemas e. Kolaborasi pemberian obat
d. Keluhan nyeri berkurang analgetik dan antibiotic
e. Pasien mampu istirahat
dengan tenang
2. Resiko infeksi b.d trauma  Kontrol Risiko : Proses 1. Meminimalkan teradinya tanda
jaringan Infeksi dan gejala infeksi
(NANDA 2018-2020) Kriteria Hasil : 2. Untuk mengetahui faktor-
1. Mengidentifikasi faktor risiko faktor apa saja yang dapat
infeksi menimbulkan infeksi terjadi
2. Mengenali faktor faktor risiko 3. Untuk menjaga lingkungan
individu terkait infeksi tetap bersih/steril
3. Mengidentifikasi risiko 4. Untuk mencegah terjadinya
infeksi dalam aktivitas sehari- infeksi pada saat dilakukan
perawatan luka
hari
5. Untuk dilakukannya perawatan
4. Mengidentifikasi tanda dan
luka yang steril agar terhindar
gejala infeksi
dari infeksi
6. Untuk mengatasi dan
mencegah infeksi bakteri

3. Perubahan nutrisi kurang dari  nafsu makan dapat 1. Awasi haluan selang NG, dan
timbul kembali dan catat adanya muntah atau
kebutuhan berhubungan
 status nutrisi diare.
dengan anoreksia dan muntah terpenuhi. 2. Timbang berat badan tiap
Kriteria Hasil: hari
(00085, NANDA 2018-2020)
1. Status nutrisi terpenuhi
3. Auskultasi bising usus,
2. Nafsu makan klien timbul catat bunyi tak ada atau
kembali hiperaktif.
4. Catat kebutuhan kalori
3. Berat badan normal yang dibutuhkan.
5. Monitor Hb dan albumin
6. Kaji abdomen dengan sering
4. Jumlah Hb dan albumin untuk kembali ke bunyi yang
normal lembut, penampilan bising
usus normal, dam kelancaran
flatus.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather,2018. Diagnosa Keperawatan :Difinisi dan Klasifikasi 2018-


2020, Jakarta : EGC.
Kanwar, Y. S., Sun, L., Xie, P., Liu, F. Y., & Chen, S. (2011). A Glimpse Of Various
Pathogenetic Mechanisms Of Diabetic Nephropathy. Annual Review of
Pathology: Mechanisms of Disease, 6: 395-423. doi:
10.1146/annurev.pathol.4.110807.092150.
Karsuita, T.R.L., Decroil, E. & Sulastri, D. (2016). Hubungan Jumlah Komplikasi
Kronis dengan Derajat Gejala Depresi pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di
Poliklinik RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 5 (3):
675-679.
Misnadiarly. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
Perkumpulan Endrokinologi Indonesia/PEI. 2015. Konsensus: Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015. PB PERKENI:
PERKENI
Tjokroprawiro, Askandar. 2017. Diabetes Mellitus. Klasifikasi, Diagnosis dan
Terapi, Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Banjarmasin, 14 Maret 2021

Preseptor Klinik, Ners Muda

( ) ( )

Perseptor Akademik,

( )

Anda mungkin juga menyukai