Anda di halaman 1dari 6

Setiap manusia akan selalu berinteraksi satu sama lain.

Salah satu
bentuk interaksi ini adalah dengan berbicara atau berkomunikasi. Salah
satu alat komunikasi yang sering kita gunakan adalah bahasa lisan.
Dalam menggunakan bahasa lisan ini, tentu harus menggunakan bahasa
yang baik, mudah dipahami dan dimengerti.

Begitu juga dengan kaum muslimah. Seorang muslimah harus


menggunakan tata krama dan tutur kata yang baik. Jangan sampai
bahasa lisan yang disampaikan menyakiti orang lain, ketus, nyelekit dan
menimbulkan permusuhan. Akhlak yang baik akan mengeluarkan
bahasa yang baik. 

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah mencontohkan kepada kita.


Betapa lembut dan dan santunnya perkataan beliau. Sehingga masing-
masing lawan bicaranya merasa dia yang paling dimuliakanRasulullah
SAW. Ada banyak adab dan cara berbicara yang dicontohkan Rasulullah
yang bisa dilakukan oleh muslimah. Disarikan dari berbagai sumber,
berikut beberapa adab atau cara berbicara muslimah sesuai tuntunan
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

1. Jangan terlalu berceloteh


Berhati-hatilah dari terlalu banyak berceloteh dan terlalu banyak
berbicara. Jadikan ucapan yang disampaikan menjadi perkataan yang
ringkas, jelas yang tidak bertele-tele yang dengannya akan
memperpanjang pembicaraan.

Allah Ta’ala berfirman:


“Dan tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka,
kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi
sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian diantara
manusia “. (An nisa:114)

Dan ketahuilah wahai muslimah, semoga Allah Ta’ala merahmatimu dan


menunjukimu kepada jalan kebaikan, bahwa di sana ada yang
senantiasa mengamati dan mencatat perkataanmu. Allah Ta'ala
berfirman :

“Seorang duduk di sebelah kanan,dan yang lain duduk disebelah


kiri.tiada satu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada didekatnya
malaikat pengawas yang selalu hadir” (Qaaf:17-18).

2. Berbicara dengan Hati-hati


Berusahalah mengontrol lidah hanya untuk mengucapkan perkataan
yang bernilai positif dan tidak menyinggung atau menyakiti. Berbicaralah
dengan hati-hati, jangan sampai lepas kendali. Hendaknya kita pun
senantiasa mengingat akan satu firman Allah Ta'ala yang artinya: “Tiada
suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya
malaikat pengawas yang selalu hadir,” (QS. Qaaf : 18)
3. Berkata yang baik, jika tidak hendaknya diam
Berkata yang baik juga merupakan salah satu ciri orang yang beriman
kepada Allah. Sekiranya tidak mampu untuk berbicara yang baik, atau
merasa bibir ini gatal manakala mendengar orang bergosip, maka
sebaiknya menjauhlah dari hal-hal tersebut. Jangan turut
mendengarkan, yang akan memancing untuk turut serta.

Rasulullah SAW bersabda:“ Siapa yang beriman Kepada Allah dan hari
akhir maka hendaklah ia mengatakan yang baik atau diam,” (HR.
Bukhari dan Muslim).

4. Tidak mencela
Rasulullah SAW bersabda, “Bukanlah seorang mukmin tidak suka
mencela, melaknat dan berkata-kata keji,” (HR. Tirmidzi dengan sanad
shahih). Dengan kata lain, hadis di atas mengatakan bahwa orang-orang
yang beriman adalah orang-orang yang selalu berbicara dalam kebaikan.

Alah Ta’ala berfirman:


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih
baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih
baik.” (QS.Al-Hujurat:11)

5. Menghindari dusta
“Tanda-tanda munafik itu ada 3, jika ia bicara berdusta, jika ia berjanji
mengingkari dan jika diberi amanah ia khianat,” (HR. Bukhari). Ingatlah,
bahwa Rasulullah saw telah memberikan jaminan surga bagi mereka
yang senantiasa menghindari dusta. Hal ini tertuang dalam salah satu
hadistnya yang artinya: “Aku jamin rumah didasar surga bagi yang
menghindari berdebat sekalipun ia benar, dan aku jamin rumah ditengah
surga bagi yang menghindari dusta walaupun dalam bercanda, dan aku
jamin rumah di puncak surga bagi yang baik akhlaqnya,” (HR. Abu
Daud).

6. Menghindari ghibah dan panggilan yang buruk


Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Ghibah ialah engkau
menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Si penanya
kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu bila
apa yang diceritakan itu benar ada padanya ?” Rasulullah saw menjawab,
“Kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak
benar, berarti engkau telah berbuat buhtan (mengada-ada).” (HR.
Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).

Dalam hadis yang lain, Rasulullah SAW juga berkata, “Janganlah kalian


saling mendengki, dan janganlah kalian saling membenci, dan janganlah
kalian saling berkata-kata keji, dan janganlah kalian saling menghindari,
dan janganlah kalian saling meng-ghibbah satu dengan yang lain, dan
jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara,” (HR. Muttafaq ‘alaih).
7. Tidak memotong maupun memonopoli pembicaraan
Memotong pembicaraan orang lain di saat berbicara bisa membuat orang
tersinggung. Selain itu, dengan memotong pembicaraan orang lain, apa
yang disampaikan orang lain belum tentu tersampaikan dengan baik apa
yang dimaksud. Berilah kesempatan lawan bicara anda untuk
menyelesaikan pembicaraan yang ingin dia sampaikan.

Memonopoli pembicaraan berarti ingin menguasai pembicaraan tanpa


memperdulikan orang lain. Secara alami, pembicaraan akan didominasi
oleh satu orang jika memang apa yang disampaikannya berbobot dan ia
punya kompeten, keahlian terhadap topik yang sedang dibicarakan. Jika
anda tidak kompeten terhadap apa yang dibicarakan, jangan berusaha
untuk mendominasi pembicaraan. Hal ini akan membuat psikologi
komunikasi anda menjadi buruk. 

8. Menjauhi Debat Kusir


Menjauhi Debat Kusir. “Tidaklah sesat suatu kaum setelah mendapatkan
hidayah untuk mereka, melainkan karena terlalu banyak berdebat,” (HR
Ahmad dan Tirmidzi) dan dalam hadist lain disebutkan sabda Nabi SAW:
“Aku jamin rumah di dasar surga bagi yang menghindari berdebat
sekalipun ia benar, dan aku jamin rumah di tengah surga bagi yang
menghindari dusta walaupun dalam bercanda, dan aku jamin rumah di
puncak surga bagi yang baik akhlaqnya.,” (HR Abu Daud).

9. Merasa Kagum pada Diri Sendiri


Jauhilah sifat merasa kagum dengan diri sendiri, sok fasih dan terlalu
memaksakan diri dalam bertutur kata, sebab ini merupakan sifat yang
sangat dibenci Rasulullah SAW, dimana Beliau bersabda:

“Sesungguhnya orang yang paling aku benci diantara kalian dan yang
paling jauh majelisnya dariku pada hari kiamat : orang yang berlebihan
dalam berbicara, sok fasih dengan ucapannya dan merasa ta’ajjub
terhadap ucapannya.” (HR.Tirmidzi,Ibnu Hibban dan yang lainnya dari
hadits Abu Tsa’labah Al-Khusyani)

10. Menjaga Suara


Muslimah harus menjaga suara yang dikeluarkannya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam juga telah bersabda : “Wanita itu
adalah aurat, apabila ia keluar rumah maka syaitan menghias-hiasinya
(membuat indah dalam pandangan laki-laki sehingga ia terfitnah),” (HR.
At Tirmidzi)
Karena itu, sebagai muslimah harus menjaga suara saat berbicara dalam
batas kewajaran bukan sengaja dibikin mendesah-desah, mendayu-dayu,
atau merayu.

Anak-anak tidak pernah terlalu muda untuk belajar sopan santun.


Justru mereka perlu diberikan contoh oleh orangtua sejak usia dini, agar
tata krama menjadi nilai yang lekat dengan dirinya ketika dewasa.
Perilaku yang baik merupakan bentuk perhiasan tak wujud pada
anak. Layaknya sifat perhiasan, ia memperindah siapa pun yang
mengenakannya, termasuk anak-anak. Kita tentu pernah melihat, anak
yang sopan dan bersikap menyenangkan, lebih disayangi orang dewasa
dan teman seusianya.
Berikut ini praktik tata krama sederhana yang sudah perlu
diajarkan pada anak sejak ia berumur lima tahun.

Mengatakan “Tolong” dan “Terima Kasih”


Tolong dan terima kasih bisa diajarkan pada anak sebelum ia bisa
berbicara. Caranya Anda perlu mencontohkan dengan bersikap yang
sama pada anak dan pasangan. Misalnya, ketika Anda meminta anak
mencium, dan ia melakukannya, ucapkan terima kasih.

Cara Menutup Mulut Saat Bersin atau Batuk


Liur yang memancar dari hidung dan mulut anak bersifat kotor.
Guru di PAUD menghargai anak-anak yang sudah punya kebiasaan ini.

Izin Dulu, Baru Ambil


Bagian dari sopan santun adalah anak-anak harus bertanya atau
meminta izin sebelum mengambil sesuatu yang bukan milik mereka,
bahkan termasuk barang milik orangtuanya.

Bilang Maaf dengan Tulus


Kata maaf tidak ada artinya jika mereka terpaksa mengatakannya
pada orang tua yang marah. Empati jelas merupakan keterampilan
hidup.

Mengetuk Pintu Sebelum Masuk Kamar Ayah dan Ibu


Kebiasaan muncul karena pembiasaan yang dilakukan sejak kecil.
Proses pembentukan kebiasaan ini tentu penting apalagi kebiasaan yang
memang diajarkan dalam Islam. Salah satu kebiasaan yang harus
diajarkan kepada anak sejak kecil adalah meminta izin ketika akan
memasuki kamar orangtuanya. Jangan meremehkan hal ini.

Allah SWT ingin agar keluarga orang-orang beriman membawa


keberkahan tidak saja bagi anggotanya tetapi juga bagi orang lain.
Supaya keluarga Mukmin membawa makna bagi kehidupan, Allah SWT
mengajarkan akhlak mulia yang harus dimulai dari dalam rumah.
Yang dimaksud dengan akhlak mulia yaitu adab minta izin setiap
akan masuk kamar anggota keluarga yang lain, terutama kamar orang
tua.
Subhanallah, nampaknya sederhana, tapi justru dari sini tiga hal
penting akan terbangun;
Pertama, hidupnya perasaan sensitif pada pelanggaran aturan.
Bahwa sekalipun di dalam rumah sendiri, bersama orangtua, atau
kerabat dekat, bukan berarti bebas sebebasnya. Masih ada batasan yang
harus dijaga.
Kedua, terjaganya kehormatan. Islam bukan sekadar aturan hidup
jasmaniah, melainkan juga aturan moral untuk menjaga kehormatan
manusia. Ini bedanya Islam dengan aturan yang dibuat manusia pada
umumnya. Di Barat, kehidupan bisa dikatakan teratur, bersih, dan
disiplin. Tetapi mereka tidak punya aturan akhlaqiyah. Bagi mereka,
tidak masalah membuka aurat di mana saja, bahkan melakukan zina di
tempat-tempat terbuka.

Ketiga, terbangunnya rasa malu. Inilah yang menjaga akhlak mulia.


Manusia dikatakan manusia ketika masih mempunyai rasa malu. Ketika
rasa malu sudah tiada, maka yang tersisa hanya fisiknya, sementara
hakikat kemanusiaannya sudah berubah jadi binatang. Islam diturunkan
untuk menjaga manusia dan kemanusiaannya.

Allah SWT berfirman,“…tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum


shalat Subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah
hari dan sesudah shalat Isya’. (Itulah) tiga aurat bagi kamu,” (QS An-Nur
[24]: 58).

Berdasarkan ayat ini jelas bahwa ada tiga waktu yang sangat sensitif
di mana orangtua biasanya sedang dalam kondisi santai, melonggarkan
pakaian, baik sedang melakukan hubungan suami istri atau sedang
tidur.

Biasanya setiap orang merasa bebas membuka pakaian di dalam


rumahnya, terlebih di kamarnya sendiri. Sebagaimana seorang anak
merasa bebas keluar-masuk kamar orangtuanya, saudaranya, dan lain
sebagainya. Karenanya Allah SWT mengajarkan agar minimal dalam tiga
waktu ini siapapun dari keluarga terdekat hendaklah minta izin.

Maksudnya, minta izin dengan mengetuk pintu dan mengucapkan


salam ketika masuk kamar. Adapun ketiga waktu itu adalah sebelum
shalat Subuh, ketika menanggalkan pakaian luar di tengah hari, dan
sesudah shalat Isya’.

Bagaimana Mengatakan Permisi


Dapat dipahami kadang anak belum memiliki kesabaran, misalnya
ketika melintas di antara orang tua. Tapi tetap saja, mereka perlu belajar
kapan dirinya akan ditoleransi ketika mengganggu orang. Dan permisi itu
harus dikatakan secara lembut.

Bagaimana Bisa Membantu dan Menjadi Penyayang


Membukakan pintu untuk nenek yang datang bertamu,
membawakan barang belanjaan yang ringan, menyayangi keluarga dan
teman sebayanya adalah contoh sopan santun yang bisa dilakukan anak.
Seluruh kebiasaan itu merupakan hadiah terbaik berupa pendidikan
dari orangtua yang membuat mereka nyaman dengan diri mereka sendiri
dan tentu saja, dengan mempraktikkan tata karma dasar itu dalam
kehidupan sehari-hari, maka mereka akan lebih disukai orang lain.

Anda mungkin juga menyukai