Anda di halaman 1dari 9

Seminar Nasional Pendidikan, FKIP UNMA 2019

“Literasi Pendidikan Karakter Berwawasan Kearifan Lokal pada Era


Revolusi Industri 4.0”. 8 Agustus 2019

PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN


KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

Enok Noni Masrinah1, Ipin Aripin2, Aden Arif Gaffar3


Program Studi Pendidikan Biologi-FKIP, Universitas Majalengka
Email : enoknonny@gmail.com1, ipin.aripin@unma.ac.id2, aaghafar@unma.ac.id

ABSTRAK

Artikel ini merupakan literatur review yang bertujuan untuk memberikan kajian tentang model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis.
Dalam artikel ini akan dibahas mengenai model pembelajaran PBL dan keterampilan berpikir
kritis serta keterkaitan PBL dengan keterampilan berpikir kritis. PBL adalah pembelajaran yang
diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah, melalui PBL siswa
memperoleh pengalaman dalam menangani masalah-masalah yang realistis, dan menekankan
pada penggunaan komunikasi, kerjasama dan sumber-sumber yang ada untuk merumuskan ide
dan mengembangkan keterampilan penalaran. Adapun keterampilan berpikir kritis dapat
diartikan sebagai keterampilan berpikir tingkat tinggi, merupakan sebuah proses yang disengaja
dan dilakukan secara sadar untuk menafsirkan sekaligus mengevaluasi sebuah informasi dari
pengalaman, keyakinan, dan kemampuan yang ada dengan tujuan untuk menguji suatu
pendapat atau ide, termasuk didalamnya melakukan pertimbangan atau pemikiran yang
didasarkan pada pendapat yang diajukan. Ennis dalam Costa (1985) mengembangkan
indikator keterampilan berpikir kritis, terdiri atas : (1) Elementary clarification (memberikan
penjelasan sederhana), (2) Basic support (membangun keterampilan dasar), (3) Inference
(menyimpulkan), (4) Advances clarification (membuat penjelasan lebih lanjut), dan (5) Strategies
and tactics (strategi dan taktik). Keterampilan berpikir kritis dapat ditingkatkan melalui PBL
karena pendekatan pembelajaran pada masalah autentik, dan siswa tidak hanya diminta untuk
memahami suatu masalah saja akan tetapi juga harus mampu bekerja sama untuk
memecahkan masalah tersebut, sehingga mampu menstimulus kemampuan dan keterampilan
siswa, terutama keterampilan berpikir kritis.

Kata kunci: Problem Based Learning (PBL), Keterampilan Berpikir Kritis

924
Seminar Nasional Pendidikan, FKIP UNMA 2019
“Literasi Pendidikan Karakter Berwawasan Kearifan Lokal pada Era
Revolusi Industri 4.0”. 8 Agustus 2019

PENDAHULUAN
Dewasa ini, pendidikan dilakukan tidak hanya mengajarkan kemampuan intelektual, tetapi
juga mengajarkan cara mengolah emosi dan memantapkan bahwa peserta didik harus dapat
menunjukan kemampuan berpikir kritis, dan kreatif dalam membangun, menggunakan, dan
menerapkan informasi tentang lingkungan sekitar untuk mampu menyelesaikan masalah
(Nugraha, 2018).
Begitupun dalam hal kegiatan pembelajaran, guru sebagai perancang dan pelaksana kegiatan
pembelajaran memiliki peranan sentral guna mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki
siswa agar dapat mencapai kompetensi yang diharapkan (Anindyta dan Suwarjo, 2014).
Pembelajaran Abad-21 ditandai dengan Student Center Learning (SCL) dengan empat
keterampilan yang dikembangkan, yaitu Communication, Collaboration, Critical Thinking and
Problem Solving, dan Creativity and Innovation.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan
Abad-21 khususnya keterampilan berpikir kritis adalah PBL. Pada pembelajaran berbasis
masalah (PBL) terdapat sintaks pembelajaran yang dapat digunakan untuk menstimulus
keterampilan berpikir siswa, terutama berpikir kritis.
Pembelajaran Berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah pembelajaran yang diperoleh
melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah. Menurut Lidinillah (2007)
pendekatan pembelajaran ini dipusatkan kepada masalah-masalah yang disajikanoleh guru dan
siswa menyelesaikan masalah tersebut dengan seluruh pengetahuan dan keterampilan mereka
dari berbagai sumber yang dapat diperoleh.
Masalah tersebut dipertemukan pertama-tama pada proses pembelajaran (Barrow dalam
Huda, 2013). PBL merupakan salah satu bentuk peralihan dari paradigma pengajaran menuju
paradigma pembelajaran, jadi fokusnya adalah pada pembelajaran siswa dan bukan pada
pengajaran guru, menurut Barr dan Tagg (dalam Huda, 2013:271).
Penelitian tentang penggunaan PBL untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis telah
dilakukan oleh Mustika, 2014; Agnafia, 2019 dan diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis
siswa mengalami peningkatan dengan kategori sedang setelah diterapkannya model PBL.
Aripin (2017) mengembangkan instrumen untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa
pada konsep sistem regulasi, dari hasil pengembangan soal yang dilakukannya diperoleh 11 item
soal yang valid dan reliable untuk digunakan sebagai alat evaluasi kemampuan berpikir kritis
siswa pada jenjang SMA.
Dalam kajian literature ini penulis akan mencoba memaparkan tentang model pembelajaran
PBL serta implikasinya terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa.

925
Seminar Nasional Pendidikan, FKIP UNMA 2019
“Literasi Pendidikan Karakter Berwawasan Kearifan Lokal pada Era
Revolusi Industri 4.0”. 8 Agustus 2019

PEMBAHASAN
Problem Based Learning (PBL)
Pengertian
Pembelajaran Berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah pembelajaran yang diperoleh
melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah. Masalah tersebut dipertemukan
pertama-tama pada proses pembelajaran (Barrow dalam Huda, 2013).
PBL merupakan salah satu bentuk peralihan dari paradigma pengajaran menuju paradigma
pembelajaran, jadi fokusnya adalah pada pembelajaran siswa dan bukan pada pengajaran guru,
menurut Barr dan Tagg (dalam Huda, 2013).
Model PBL memiliki ciri-ciri mendasar sebagai berikut: Model PBL memiliki ciri-ciri
sebagai berikut: (1) mengajukan pertanyaan atau masalah, (2) berfokus pada keterkaitan
antardisiplin, (3) penyelidikan autentik, (4) menghasilkan produk/karya dan memamerkannya,
dan (5) kerjasama. Arends (dalam Reta, 2012).
Langkah-langkah PBL
Barret (2005) dalam Lidinillah (2007) menjelaskan urutan sintaks atau langkah pelaksanaan
PBL sebagai berikut.
1. Siswa diberi permasalahan oleh guru (atau permasalahan diungkap dari pengalaman siswa)
2. Siswa melakukan diskusi dalam kelompok kecil
3. Siswa melakukan kajian secara independen berkaitan dengan masalah yang harus
diselesaikan. Mereka dapat melakukannya dengan cara mencari sumber di perpustakaan,
database, internet, sumber personal atau melakukan observasi.
4. Siswa kembali kepada kelompok PBL semula untuk melakukan tukar informasi,
pembelajaran teman sejawat, dan bekerjasaman dalam menyelesaikan masalah.
5. Siswa menyajikan solusi yang mereka temukan.
6. Siswa dibantu oleh guru melakukan evaluasi berkaitan dengan seluruh kegiatan
pembelajaran. Hal ini meliputi sejauhmana pengetahuan yang sudah diperoleh oleh siswa
serta bagaiman peran masing-masing siswa dalam kelompok.
Miao dalam Lidinillah (2007) menjelaskan sintaks PBL sebagai berikut.

926
Seminar Nasional Pendidikan, FKIP UNMA 2019
“Literasi Pendidikan Karakter Berwawasan Kearifan Lokal pada Era
Revolusi Industri 4.0”. 8 Agustus 2019

Gambar 1. Sintaks PBL

Kelebihan dan Kekurangan PBL


Hamdani (2011) mengemukakan beberapa kelebihan dan kekurangan model PBL sebagai
berikut.
Kelebihan
- siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserap dengan
baik;
- siswa dilatih untuk dapat bekerja sama dengan siswa lain; dan
- siswa dapat memperoleh pemecahan masalah dari berbagai sumber.
Sementara itu Rerung (2017) menambahkan kelebihan PBL sebagai berikut :
- Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata.
- Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar.
- Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak
perlu saat itu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa untuk menghapal atau
menyimpan informasi.
- Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok
- Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari perpustakaan, internet,
wawancara dan observasi.
Kekurangan
- untuk siswa yang malas, tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
- membutuhkan banyak waktu dan dana; dan

927
Seminar Nasional Pendidikan, FKIP UNMA 2019
“Literasi Pendidikan Karakter Berwawasan Kearifan Lokal pada Era
Revolusi Industri 4.0”. 8 Agustus 2019

- tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.


- dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan
dalam pembagian tugas
- PBL kurang cocok untuk diterapkan di sekolah dasar karena masalah kemampuan bekerja
dalam kelompok.
- PBL biasanya mebutuhkan waktu yang tidak sedikit
- membutuhkan kemampuan guru yang mampu mendorong kerja siswa dalam kelompok
secara efektif.
Berdasarkan uraian di atas sebagai sebuah model pembelajaran PBL sudah pasti memiliki
kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dari model PBL adalah membuat pendidikan di sekolah lebih relevan dengan
kehidupan diluar sekolah, melatih keterampilan siswa untuk memecahkan masalah secara kritis
dan ilmiah serta melatih siswa berpikir ktiris, analisis, kreatif dan menyeluruh karena dalam
proses pembelajarannya siswa dilatih untuk menyoroti permasalahan dari berbagai aspek.
Kekurangan dari model PBL adalah seringnya siswa menemukan kesulitan dalam
menentukan permasalahan yang sesuai dengan tingkat berpikir siswa, selain itu juga model PBL
memerlukan waktu yang relatif lebih lamadari pembelajaran konvensional serta tidak jarang
siswa menghadapi kesulitan dalam belajar karena dalam pembelajaran berbasis masalah siswa
dituntut belajar mencari data, menganalisis, merumuskan hipotesis dan memecahkan masalah.
Di sini peran guru sangat penting dalam mendampingi siswa sehingga diharapkan hambatan-
hambatan yang ditemui oleh siswa dalam proses pembelajaran dapat diatasi.

Keterampilan Berpikir Kritis (KBK)


Secara sederhana Duron (2006) mengartikan berpikir kritis sebagai kemampuan untuk
menganalisis dan mengevaluasi informasi. Norris (1985) memposisikan berpikir kritis sebagai
kemampuan berpikir rasional tentang apa yang harus diyakini dan apa yang harus dilakukan.
Inch (2006) mendefinisikan berpikir kritis sebagai suatu proses manakala seseorang mencoba
untuk menjawab secara rasional pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab dengan mudah
sementara informasi yang relevan tidak ada.
Seorang yang berpikir kritis ditandai dengan mengajukan pertanyaan dan masalah penting,
merumuskannya dengan jelas, mengumpulkan dan menilai informasi yang relevan,
menggunakan ide-ide abstrak, berpikiran terbuka, dan berkomunikasi secara efektif dengan orang
lain (Duron, 2006).

928
Seminar Nasional Pendidikan, FKIP UNMA 2019
“Literasi Pendidikan Karakter Berwawasan Kearifan Lokal pada Era
Revolusi Industri 4.0”. 8 Agustus 2019

Ennis dalam Costa (1985) merinci indicator kemampuan berpikir kritis dikelompokan
menjadi lima kemampuan berpikir. Kelima indikator berpikir kritis tersebut yaitu: Elementary
clarification (memberikan penjelasan sederhana), Basic support (membangun keterampilan dasar),
Inference (menyimpulkan), Advances clarification (membuat penjelasan lebih lanjut), Strategies and
tactics (strategi dan taktik).
Lebih lanjut Ennis dalam Costa (1985) menjelaskan lebih lanjut tentang karakteristik berpikir
kritis tersebut sebagai berikut.
a) Basic operations of reasoning. Untuk berpikir secara kritis, seseorang memiliki kemampuan untuk
menjelaskan, menggeneralisasi, menarik kesimpulan deduktif merumuskan merumuskan
langkah-langkah logis lainnya secara mental.
b) Domain-specific knowledge. Dalam menghadapi suatu problem, seseorang harus mengetahui
tentang topik atau kontennya. Untuk memecahkan suatu konflik pribadi, seseorang harus
memiliki pengetahuan tentang person dan dengan siapa yang memiliki konflik tersebut.
c) Metakognitive knowledge. Pemikiran kritis yang efektif mengharuskan seseorang untuk
memonitor ketika ia mencoba untuk benar-benar memahami suatu ide, menyadari kapan ia
memerlukan informasi baru dan mereka-reka bagaimana ia dapat dengan mudah
mengumpulkan dan mempelajari informasi tersebut.
d) Values, beliefs and dispositions. Berpikir secara kritis berarti melakukan penilaian secara fair dan
objektif. Ini berarti ada semacam keyakinan diri bahwa pemikiran benar-benar mengarah pada
solusi. Ini juga berarti ada semacam disposisi yang persisten dan reflektif ketika berpikir.
Bila dicermati apa yang dikatakan oleh Ennis bahwa berpikir kritis itu tidak lain merupakan
kemampuan memecahkan masalah melalui suatu investigasi sehingga menghasilkan kesimpulan
atau keputusan yang sangat rasional.
Sementara itu, Inch (2006) juga mengembangkan indicator kemampuan berpikir kritis
dengan indikator berikut.
1. Question at issue (pertanyaan mengenai isu);
2. Purpose (tujuan) menggambarkan tujuan yang ingin dicapai;
3. Pertanyaan terhadap masalah (question at issue);
4. Asumsi (assumptions)
5. Sudut pandang (point of view)
6. Informasi (information)
7. Konsep (concepts)
8. Interpretasi dan menarik kesimpulan (interpretation and inference)

929
Seminar Nasional Pendidikan, FKIP UNMA 2019
“Literasi Pendidikan Karakter Berwawasan Kearifan Lokal pada Era
Revolusi Industri 4.0”. 8 Agustus 2019

9. Implikasi dan akibat-akibat (implication and concequences).

Keterkaitan PBL dan KBK


Tan (2000) dalam Rusman (2011) mendefinisikan pembelajaran berbasis masalah
merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan
konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu
yang baru dan kompleksitas yang ada. Hal tersebut mengidikasikan bahwa PBL pada dasarnya
dapat dijadikan sebagai mediator dalam pengembangan berpikir kritis pada siswa.
Untuk memperoleh informasi dan mengembangkan konsep-konsep sains, siswa belajar
tentang bagaimana membangun kerangka masalah, mencermati, mengumpulkan data dan
mengorganisasikan masalah, menyusun fakta, menganalisis data, dan menyusun argumentasi
terkait pemecahan masalah, kemudian memecahkan masalah, baik secara individual
maupun dalam kelompok (Arends dalam Warsono dan Hariyanto, 2012). Semua kompleksitas
pembelajaran yang Arends sebutkan di atas pada dasarnya merupakan bentuk manifastasi dalam
pengembangan proses berpikir siswa.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi, merupakan sebuah proses yang disengaja dan
dilakukan secara sadar untuk menafsirkan sekaligus mengevaluasi sebuah informasi dari
pengalaman, keyakinan, dan kemampuan yang ada dengan tujuan untuk menguji suatu pendapat
atau ide, termasuk didalamnya melakukan pertimbangan atau pemikiran yang didasarkan pada
pendapat yang diajukan.
Keterampilan berpikir kritis dapat ditingkatkan melalui PBL karena pendekatan
pembelajaran pada masalah autentik, dan siswa tidak hanya diminta untuk memahami suatu
masalah saja akan tetapi juga harus mampu bekerja sama untuk memecahkan masalah tersebut,
sehingga mampu menstimulus kemampuan dan keterampilan siswa, terutama keterampilan
berpikir kritis.
Duron (2006) mengembangkan sebuah kerangka kerja untuk pengembangan keterampilan
berpikir kritis pada berbagai disiplin ilmu sebagai berikut.

930
Seminar Nasional Pendidikan, FKIP UNMA 2019
“Literasi Pendidikan Karakter Berwawasan Kearifan Lokal pada Era
Revolusi Industri 4.0”. 8 Agustus 2019

Gambar 1. Framework dalam Pengembangan Berpikir Kritis Menurut Duron (2006)


Secara umum framework yang digagas Duron tersebut dilakukan dengan lima tahapan
yaitu:
1) Menentukan tujuan pembelajaran
2) Ajarkan melalui Tanya jawab
3) Berlatih sebelum Anda menilai
4) Tinjau perbaiki dan tingkatkan
5) Berikan umpan balik dan penilaian pembelajaran.
Kerangka pengembangan berpikir kritis yang dikembangkan Duron tersebut bila
diimplementasikan melalui pembelajaran yang tepat seperti melalui PBL tentunya akan
melatih siswa untuk berpikir kritis.

KESIMPULAN
Keterampilan berpikir kritis dapat ditingkatkan melalui PBL karena pendekatan
pembelajaran pada masalah autentik, dan siswa tidak hanya diminta untuk memahami
suatu masalah saja akan tetapi juga harus mampu bekerja sama untuk memecahkan
masalah tersebut, sehingga mampu menstimulus kemampuan dan keterampilan siswa,
terutama keterampilan berpikir kritis.

REFERENSI
Agnafia, D. N. (2019). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dalam Pembelajaran
Biologi. lorea Volume 5 No. 1, Mei 2019 (45-53).

Aripin, I. (2018). Pengembangan Soal-soal Pilihan Ganda Untuk Mengukur Kemampuan


Berpikir Kritis Siswa pada Konsep Sistem Regulasi Manusia Untuk Jenjang SMA.
Jurnal Mangifera Edu, Vol. 3 No. 1 Tahun 2018, hal 13-25.

931
Seminar Nasional Pendidikan, FKIP UNMA 2019
“Literasi Pendidikan Karakter Berwawasan Kearifan Lokal pada Era
Revolusi Industri 4.0”. 8 Agustus 2019

Duron, R. et al. (2006). Critical Thinking Framework For Any Discipline. International
Journal of Teaching and Learning in Higher Education, 2006, Volume 17, Number 2, 160-
166.

Ennis, R.H. (1985). Goal for a Critical Thinking Curriculum, Developing Minds: A Resource Book
for Teaching Thinking. Virginia: ASDC.

Hamdani. (2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung : Pustaka Setia.

Huda, M. (2013). Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Inch, E.S. et.al. (2006). Critical Thinking & communication, The Use of Reasoning in Argument.
United State America: Pearson Education.

Lidinillah, D. A. M. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah tersedia di:


file.upi.edu/...LIDINILLAH...%20dindin%20abdul%20muiz%20lidinillah

Mustika, R. et al. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap


Kemampuan Berpikir Kritis. Jurnal Bioterdidik, Vol 2, No. 8 Tahun 2014.

Reta, I. K. (2012). Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap


Keterampilan Berpikir Kritis Ditinjau Dari Gaya Kognitif Siswa. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran IPA Indonesia, 2 (1).

Rusman. (2011). Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta


: Grafindo.

Rerung, N., Sinon, I. L., & Widyaningsih, S. W. (2017). Penerapan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik SMA
pada materi usaha dan energi. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-Biruni, 6(1), 47-55.

Trianto. (2007). Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori dan Praktek. Jakarta : Prestasi
Pustaka.

Warsono dan Hariyanto. (2012). Pembelajaran Aktif : Teori dan Asesmen. Bandun
g : Rosdakarya

932

Anda mungkin juga menyukai