Bab Ii Indri
Bab Ii Indri
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.1
Gigi Tiruan Lengkap Lepasan.
(sumber : https://services/pembuatan-gigi-tiruan-penuh/)
6
7
Macam-macam gigi tiruan lengkap lepasan ada dua yaitu pertama full
denture prosthetics adalah suatu restorasi yang dibuat bila kedua lengkung
rahang sudah tidak ada giginya. Kedua single full denture merupakan
kehilangan gigi pada satu lengkung rahang saja atau gigi tiruan pada satu
lengkung rahang yang berantagonis dengan gigi asli atau gigi tiruan yang
sudah diperbaiki (Gunadi;dkk, 1991:13).
Gambar 2.2
Single Complete Denture Rahang Atas
(sumber:https://www.researchgate.net/ complete-denturepartial-denture)
a. Oklusi Seimbang
Pada pembuatan single complete denture hal penting yang harus
diperhatikan adalah oklusi seimbang. Oklusi seimbang adalah hubungan
kontak statik antara tonjolan gigi atau permukaan kunyah gigi atas dan bawah
pada posisi yang tepat sehingga tidak terjadi ungkitan yang menyebabkan
ketidakstabilan gigi tiruan (Watt, 1992:111).
b. Artikulasi Seimbang
Artikulasi seimbang adalah kontak geser terus-menerus antara tonjol
gigi atas dan bawah seluruh lengkung rahang pada gerakan mandibula dengan
mulut tertutup (Watt, 1992:112). Adanya oklusi dan artikulasi seimbang,
kestabilan gigi tiruan akan terjaga dan tetap berada pada tempatnya.
c. Retensi
Retensi dapat didefinisikan sebagai ketahanan gigi tiruan untuk melawan
upaya pelepasan dari mulut. Faktor retensi gigi tiruan adalah :
1) Adhesi
Adhesi adalah gaya tarik menarik fisik antara molekul-molekul yang
berlainan. Gaya ini bekerja bila terdapat saliva yang membasahi dengan
molekul pada permukaan basis gigi tiruan dan juga membran mukosa dari
daerah pendukung (Zarb, 2001:146).
2) Kohesi
Kohesi merupakan gaya tarik menarik fisik antara molekul-molekul
yang sama. Kohesi merupakan gaya retentif dalam lapisan saliva diantara
basis gigi tiruan dan mukosa (Zarb, 2001:146).
3) Perluasan Basis
Retensi gigi tiruan berbanding langsung dengan luas daerah yang
ditutup oleh basis gigi tiruan. Basis dibuat seluas mungkin dengan
memperhatikan bagian mukosa bergerak dan tidak bergerak sehingga tidak
mengganggu perlekatan otot atau frenulum. Tepi sayap membulat serta
mengisi penuh vestibulum (Gunadi;dkk, 1991:221).
4) Peripheral Seal
Faktor terpenting yang mempengaruhi suatu gigi tiruan adalah
peripheral seal. Efektifitas pheriperal seal akan mempengaruhi sifat retentif
9
dari tekanan atmosfir dengan penutupan tepi yang kedap udara disekeliling
gigi tiruan (Watt, 1992:59).
5) Pembuatan Postdam
Postdam dibuat sebelum penyusunan gigi posterior selesai dan tidak
melibatkan pasien. Caranya adalah dengan menarik garis dari hamular notch
kiri dan kanan sehingga bertemu di daerah fovea palatina 2mm di sebelah
anterior dari AH line. Kemudian dikerok dengan kedalaman 1-1,5mm kearah
AH line sedangkan pada fovea palatina biasanya lebih dangkal (Zarb,
2001:371-372).
6) Stabilisasi
Stabilisasi merupakan gaya untuk melawan pergerakan gigi tiruan
dalam arah horizontal dan tidak berubah posisinya akibat tekanan kunyah saat
berfungsi. Kestabilan berkaitan dengan penyusunan gigi tiruan serta oklusi
dan artikulasi (Gunadi;dkk, 1991:157). Dalam pembuatan gigi tiruan lengkap
lepasan ada beberapa hal-hal penting untuk mencapai kestabilan, antara lain:
1) Permukaan oklusal
Permukaan oklusal merupakan bagian permukaan gigi tiruan yang
berkontak atau hampir berkontak dengan permukaan gigi tiruan lawan.
2) Permukaan poles
Permukaan poles merupakan bagian permukaan gigi tiruan yang
terbentang dari tepi ke permukaan oklusal, bukal, palatal atau lingual yang
berkontak dengan bibir, pipi dan lidah.
3) Besar lengkung rahang
Lengkung rahang manusia ada yang besar, sedang dan kecil. Semakin
besar lengkung rahang maka semakin baik kestabilannya. Besar lengkung
rahang atas dan rahang bawah yang tidak sama akan menjadi masalah dalam
penyusunan gigi.
4) Bentuk linggir
Semakin tinggi linggir dari rahang tak bergigi, maka semakin kokoh
gigi tiruan yang ditempatkan. Ada 3 macam bentuk linggir yaitu bentuk U, V,
dan jamur. Bentuk linggir U adalah yang paling menguntungkan karena
10
puncak linggir yang lebar sehingga dapat menahan daya ungkit dan daya
horizontal pada gigi tiruan.
Bentuk linggir lain seperti V kurang menguntungkan dan dapat
menimbulkan rasa sakit karena terasa sempit dan tajam. Bentuk linggir
seperti jamur mempunyai daerah gerong yang cukup dalam dan sering
menyulitkan pada waktu insersi gigi tiruan sehingga memerlukan koreksi
bedah terlebih dahulu (Itjingningsih, 1991:7-9).
C. Relasi Rahang
1. Pengertian relasi rahang
Relasi rahang adalah hubungan lengkung rahang atas dengan rahang
bawah, agar didapat stabilisasi yang optimum (Soebekti;dkk, 1995:27). Pada
pembuatan gigi tiruan penuh relasi rahang sangat penting untuk melihat posisi
rahang. Pada saat relasi rahang dipindahkan ke artikulator, relasi ini harus
diregistrasi pada sumbu retrusi (Thomson, 2007:248).
11
Gambar 2.3
Relasi rahang kelas I
(Sumber:Itjingningsih, 1991:10)
b. Kelas II
Pada rahang tak bergigi, lengkung rahang bawah lebih ke belakang
dari rahang atas karena alveolar ridge rahang bawah lebih pendek dan sempit
dibandingkan rahang atas.
Pada relasi rahang kelas II ini terbagi lagi menjadi 2 bagian, yaitu
relasi rahang kelas II divisi 1 yang memiliki karakteristik overbite dan
overjet yang besar dan pada umumnya pasien mempunyai bibir atas yang
pendek. Relasi rahang kelas II divisi 2 adalah pasien dengan kelainan oklusi
yang cenderung menggerakkan rahang bawah seperti gerakan engsel, maka
dalam penyusunan gigi posterior digunakan elemen gigi yang mempunyai
tonjolan cukup tinggi karena pada relasi rahang kelas II divisi 2 ini terdapat
overbite yang besar dan gerakan protusif kecil, sehingga kurve kompensasi
anteroposterior dari gigi posterior tidak dapat digunakan (Itjingningsih,
1991:10).
12
Gambar 2.4
Relasi rahang kelas II
(Sumber:Itjingningsih, 1991:10)
c. Kelas III
Pada rahang tak bergigi, lengkung rahang bawah lebih ke depan dari
rahang atas karena alveolar ridge rahang bawah lebih panjang dan lebih
lebar dari rahang atas (Itjingningsih, 1991:10).
Gambar 2.5
Relasi rahang kelas III
(Sumber:Itjingningsih, 1991:10)
13
3. Protrusif
Protrusif merupakan salah satu maloklusi yang mempengaruhi
penampilan seseorang dengan karakteristik gigi pada rahang atas lebih keluar.
Maloklusi protrusif mempunyai hubungan molar normal, kelainan yang
paling banyak menyertainya adalah gigi berdesakan akibat ketidaksesuaian
antara ukuran gigi dengan lengkung rahang (Rahmawati, 2013:224).
Protrusif gigi anterior merupakan anomali yang menimbulkan
gangguan estetik karena posisi gigi anterior lebih kedepan sehingga penderita
sulit menutup mulut. Bibir atas terangkat disertai celah interlabial yang
membuat estetik wajah kurang menyenangkan (Zenab, 2010:3).
Gambar 2.6
Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Akrilik
(sumber:https://3.blogspot.com/gigitiruansebagianlepasan.jpg)
(indirect retainer) yang bekerja pada basis. Retensi tak langsung dapat
diperoleh dengan cara memberi retensi pada sisi yang berlawanan.
Retensi merupakan kemampuan gigi tiruan untuk menahan gaya
pemindah yang cenderung mengubah hubungan antara permukaan gigi tiruan
dengan jaringan mulut pada saat istirahat maupun berfungsi. Gaya-gaya ini
antara lain adalah gaya gravitasi, otot kunyah, proses pengunyahan, berbicara,
makanan lengket dan sebagainya. Kemampuan menahan gaya ini diperoleh
dari cengkeram, adhesi, dan kohesi (Gunadi;dkk, 1991:152).
Cengkeram dibagi menjadi dua yaitu cengkeram kawat dan cengkeram
tuang. Cengkeram kawat merupakan jenis cengkeram yang lengan-lengannya
terbuat dari kawat jadi (wrought wire). Ukuran dan jenis yang sering dipakai
untuk keperluan pembuatan gigi tiruan sebagian adalah yang bulat dengan
diameter 0,7mm untuk gigi anterior atau premolar dan 0,8mm untuk gigi
molar (Gunadi;dkk, 1991:161).
Cengkeram kawat dikelompokkan menjadi dua, yaitu cengkeram
kawat oklusal dan cengkeram kawat gingival. Adapun bentuk cengkeram
kawat oklusal antara lain cengkeram tiga jari, cengkeram dua jari, cengkeram
jackson, cengkeram setengah jackson, cengkeram S, cengkeram panah,
cengkeram adam dan cengkeram anker crib (Gunadi;dkk, 1991:163-165).
Cengkeram kawat gingival berupa bar type clasp antara lain seperti
cengkeram meacock, cengkeram panah anker, cengkeram penahan bola serta
cengkeram C.
Adapun syarat-syarat cengkeram kawat adalah harus berkontak dengan
permukaan gigi penyangga, lereng cengkeram harus melewati garis survai
biasanya 1-2mm diatas tepi gingiva, badan cengkeram sirkumferensial harus
terletak diatas titik kontak gigi penyangga, bagian sandaran dan badan tidak
boleh mengganggu oklusi maupun artikulasi. Ujung lengan cengkeram harus
dibulatkan dan pada permukaan cengkeram tidak boleh ada bekas tang yang
akan mempengaruhi daya tahan cengkeram (Gunadi;dkk, 1991:166-167).
16
Tabel 2.1
Cengkeram Kawat Oklusal/Circumferensial Type Clasp
Tabel 2.2
Cengkeram Kawat Gingival/Bar Type Clasp
2) Bentuk gigi
Pemilihan bentuk gigi disesuaikan dengan gigi asli yang masih ada dan dapat
dilihat dari bentuk muka, jenis kelamin, umur penderita, dan tekstur
permukaan.
3) Warna gigi
Pemilihan warna gigi berkisar antara kuning sampai kecoklatan, abu-abu dan
putih. Warna gigi yang lebih muda akan membuat gigi terlihat lebih besar.
4) Basis gigi tiruan
Basis pada gigi tiruan merupakan bagian yang menggantikan tulang
alveolar yang sudah hilang dan mendukung elemen gigi tiruan. Fungsi dari
basis gigi tiruan yaitu sebagai pendukung elemen gigi tiruan yang dapat
menyalurkan tekanan oklusal ke jaringan pendukung gigi penyangga atau
linggir sisa. Basis juga dapat memberikan stimulasi pada jaringan di bawah
gigi tiruan dan mampu memberikan retensi/stabilisasi (Gunadi;dkk, 1991:215-
216).
Syarat bahan basis protesa yang ideal yaitu memiliki adaptasi dengan
jaringan yang tinggi bila ada perubahan volume, permukaannya keras, mampu
menghantarkan thermis, mudah dibersihkan, warna sesuai dengan warna
jaringan sekitarnya, bisa dilapis atau dicekatkan kembali serta harganya
ekonomis (Gunadi;dkk, 1991:218).
Bahan basis biasanya terbuat dari metal, resin, atau kombinasi metal-
resin, valplast dan thermosen.
1) Bahan basis akrilik
Kelebihan dari basis akrilik yaitu relatif murah, lebih ringan
dibandingkan kerangka logam, mudah dilakukan relining dan rebasing,
prosedur pembuatan tidak rumit dan waktu pembuatan lebih singkat.
Adapun kekurangan basis akrilik yaitu lebih tebal, mudah abrasi, sifat
penghantar panasnya tidak sebaik kerangka logam, dapat menyerap cairan
mulut sehingga mempengaruhi stabilitas warna dan berbau serta sisa makanan
mudah melekat.
19
4. Klasifikasi Kennedy
Gambar 2.7
Kelas I
(Sumber: Gunadi;dkk, 1991:25)
b. Kelas II
Daerah tak bergigi terletak dibagian posterior dari gigi yang masih ada
tetapi hanya pada salah satu sisi (unilateral).
Gambar 2.8
Kelas II
(Sumber: Gunadi;dkk, 1991:25)
c. Kelas III
Daerah tak bergigi terletak diantara gigi yang masih ada dibagian posterior
maupun anteriornya.
21
Gambar 2.9
Kelas III
(Sumber: Gunadi;dkk, 1991:25)
d. Kelas IV
Daerah tak bergigi terletak pada bagian anterior dari gigi-gigi yang masih ada
dan melewati garis tengah rahang.
Gambar 2.10
Kelas IV
(Sumber: Gunadi;dkk, 1991:25)
2. Survey
Prosedur ini menggunakan alat surveyor untuk menentukan kesejajaran
relatif antara dua atau lebih permukaan gigi dan bagian lain pada model
rahang dengan menandai garis kontur terbesar dan daerah gerong atau
undercut. Hal ini diperlukan untuk menetapkan gigi yang akan menjadi
penahan, dimana cengkeram akan diletakkan (Gunadi;dkk, 1991:83).
3. Block out
Block out merupakan proses menutup daerah undercut dengan gips agar
undercut yang tidak menguntungkan tidak menghalangi keluar masuknya
protesa (Gunadi;dkk, 1991:101).
4. Pembuatan bite rim
Fungsi bite rim adalah menggantikan kedudukan gigi untuk
mendapatkan hubungan maxilla dan mandibula. Lebar galangan gigit anterior
5mm dan posterior 8-10mm, tinggi galangan gigit rahang atas anterior 10-
12mm dan posterior 6-8mm. Tinggi galangan gigit rahang bawah anterior 6-
8mm dan posterior 3-6mm, dan ratio lebar galangan gigit rahang atas 2:1
(bukal:palatal) dan rahang bawah 1:1 (bukal:lingual) (Itjingningsih, 1991:57-
59).
5. Pemasangan model dalam artikulator
Artikulator adalah alat mekanik tempat meletakkan model rahang atas
dan rahang bawah untuk memproduksi relasi rahang. Artikulator digunakan
untuk membantu kajian mengenai oklusi dalam pembuatan protesa. Sebelum
memasang model kerja dengan galangan gigit dalam artikulator, harus
dipersiapkan ketinggian model atas dan bawah dengan ruang artikulator.
Prosedur pemasangan model dalam artikulator adalah sebagai berikut:
a. Pasang model kerja berikut galangan gigit atas pada meja artikulator
dengan pedoman:
1) Garis tengah model kerja dan galangan gigit atas berhimpit dengan
garis tengah meja artikulator dan garis tengah artikulator.
2) Bidang orientasi galangan gigit atas berhimpit (tidak boleh ada celah)
dengan meja artikulator.
23
8. Wax counturing
Wax counturing adalah membentuk dasar dari gigi tiruan malam sehingga
harmonis dengan otot-otot dan semirip mungkin dengan gusi serta jaringan
lunak mulut (Itjingningsih, 1991:135).
9. Flasking
Flasking adalah proses penanaman model malam dalam kuvet untuk
mendapatkan mould space. Metode flasking dibagi menjadi dua, yaitu pertama
pulling the casting dimana elemen gigi tiruan terbuka tidak tertutup plaster,
sedangkan setelah boiling out elemen gigi tiruan ikut ke cuvet atas dan model
kerja tetap berada pada cuvet bagian bawah. Metode kedua adalah holding the
casting dimana model gigi tiruan berada di cuvet bagian bawah dan seluruh
elemen gigi tiruan ditutup dengan plaster sehingga setelah boiling out akan
terlihat seperti ruang kecil (Itjingningsih, 1991:147).
10. Boiling out
Boiling out adalah proses pembuangan malam gigi tiruan dari model yang
telah ditanam dalam cuvet dengan air panas atau dengan cara merebus cuvet
untuk mendapatkan mould space (Itjingningsih, 1991:151).
11. Packing
Packing adalah proses pencampuran monomer dan polimer resin akrilik
kemudian dimasukkan kedalam ruangan yang terdapat pada cuvet. Ada dua
metode packing, yang pertama yaitu dry method dimana monomer dan
polimer dicampur langsung dalam mold. Kedua adalah wet method dimana
monomer dan polimer dicampur diluar mold dan bila sudah mencapai tahap
dough stage baru dimasukkan kedalam mold (Itjingningsih, 1991:155).
12. Curing
Proses curing adalah polimerisasi antara monomer yang bereaksi dengan
polimernya bila dipanaskan atau ditambah zat kimia lainnya (Itjingningsih,
1991:163).
13. Deflasking
Deflasking adalah melepaskan gigi tiruan akrilik dari cuvet dan bahan
tanamnya, tetapi tidak boleh lepas dari model rahangnya supaya gigi tiruan
dapat diremounting di artikulator (Itjingningsih, 1991:166).
27