Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KEPANITERAAN PROSTODONSIA

GIGI TIRUAN LENGKAP

Disusun oleh:
Swandiva Putri Wendradi (20/469864/KG/12228)
Tinarbuka Sih Palimirma (20/469869/KG/12233)
Angkatan 68

Dosen Pembimbing:
Dr. drg. Titik Ismiyati, M.S., Sp.Pros(K).

BAGIAN PROSTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2022
PENDAHULUAN

Sistem stomatognasi merupakan kesatuan sistem yang terdiri dari beberapa


organ yaitu: mandibula, maksila, sendi temporomandibular (TMJ), gigi, dan
beberapa struktur pendukung lainnya (otot- otot penguyahan, otot wajah, otot
kepala dan leher). Gigi adalah salah satu bagian dari sistem stomatognasi yang
berfungsi dalam proses mastikasi, fonetik, perlindungan terhadap jaringan
pendukung, dan estetik. Kehilangan gigi merupakan salah satu perubahan jaringan
rongga mulut. Kehilangan gigi dapat berupa kehilangan gigi anterior maupun
posterior, baik sebagian gigi atau seluruh gigi. Kehilangan gigi akan
menyebabkan kondisi-kondisi seperti migrasi gigi menuju daerah tak bergigi,
gangguan fungsi mastikasi berupa mengunyah satu sisi, resorpsi tulang alveolar
pada daerah tak bergigi, kehilangan dimensi vertikal oklusi serta gangguan pada
sendi temporomandibula. Penggantian gigi yang hilang dapat dilakukan dengan
pembuatan gigi tiruan lepasan atau gigi tiruan cekat. Gigi tiruan digunakan
sebagai pengganti gigi yang hilang dan mengembalikan estetika serta kondisi
fungsional pasien. Gigi tiruan lepasan secara garis besar dibagi dua, yaitu gigi
tiruan sebagian lepasan (partial denture) dan gigi tiruan penuh (full denture atau
complete denture).

Gigi tiruan lengkap lepas (GTL) merupakan gigi tiruan yang berfungsi
untuk menggantikan permukaan pengunyahan dan struktur-struktur yang
menyertainya dari suatu lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah. Gigi tiruan
tersebut terdiri dari anasir gigi yang dilekatkan pada basis gigi tiruan. Basis pada
gigi tiruan memperoleh dukungan melalui kontak yang erat dengan jaringan mulut
dibawahnya (Sinabutar, 2013). Menurut Swenson (1960), pada orang yang telah
kehilangan gigi-geliginya, dimensi vertikal akan berkurang dan otot pipi akan
turun karena tidak adanya penyangga. Selama berfungsi, rahang bawah berusaha
berkontak dengan rahang atas, sehingga dengan tidak adanya gigi-gigi rahang atas
dan rahang bawah akan menyebabkan hilangnya posisi sentrik dan mandibula
menjadi protrusif, yang dapat menyebabkan malposisi temporomandibular joint.
Tujuan utama pemakaian gigi tiruan bukan hanya untuk memperbaiki fungsi
pengunyahan, bicara dan estetik saja, tetapi juga mencegah berubahnya
struktur jaringan pengunyahan dan otot wajah, serta harus dapat mempertahankan
jaringan yang tersisa. (Ardan, 2007)
TINJAUAN PUSTAKA

Gigi tiruan lengkap lepasan atau full pothesa merupakan gigi tiruan yang
berfungsi menggantikan semua gigi asli beserta bagian jaringan gusi yang hilang,
seseorang yang telah kehilangan semua gigi geliginya, akan dapat menghambat
fungsi pengunyahan, fungsi fonetik, fungsi estetik dan mempengaruhi keadaan
psikis. Terdapat beberapa indikasi dan kontraindikasi pembuatan gigi tiruan
lengkap (GTL), yaitu:
 Indikasi pembuatan Gigi Tiruan Lengkap adalah:
a. Pasien yang kehilangan gigi secara keseluruhan karena dicabut atau
tanggal
b. Pasien yang jika dibuatkan GTS, gigi yang tersisa akan mengganggu
keberhasilannya
c. Pasien dengan keadaan prosesus alveolaris yang masih baik
d. Pasien dengan keadaan umum dan mulut yang baik
e. Pasien dengan beberapa gigi yang harus dicabut karena kerusakan gigi
yang tidak mungkin diperbaiki
f. Pasien yang bersedia dibuatkan GTL (berhubungan dengan waktu, biaya,
dan prognosa)

 Kontraindikasi pembuatan Gigi Tiruan Lengkap adalah:


a. Pasien dengan alergi terhadap akrilik yang digunakan sebagai bahan GTL
b. Pasien yang memiliki severe gag reflex
c. Pasien yang tidak menginginkan GTL untuk menggantikan gigi yang
hilang
d. Pasien dengan tulang alveolar yang resorbsi parah, sehingga dapat
mengganggu retensi dari GTL
(Abdulwaheed dkk, 2013)

Gigi tiruan lengkap yang baik memenuhi kelima persyaratan yang saling
mempengaruhi dan saling terkait, yaitu:
1. Enak dipakai
2. Dapat berfungsi
3. Tampak cukup estetik
4. Tidak menimbulkan gangguan
5. Cukup kuat
(Tim Pengajar Gigi Tiruan Lengkap, 2012)

Komponen Gigi Tiruan Lengkap

Gigi Tiruan Lengkap memiliki 3 permukaan dan 4 komponen. Permukaan


dari GTL, yaitu:

a. Permukaan cetakan (fitting surface/ intaglio surface/ impression surface)


Permukaan gigi tiruan lengkap yang konturnya ditentukan dari
cetakan. Permukaan cetakan adalah permukaan yang paling penting,
karena dapat memberikan titik kontak yang rapat dengan jaringan,
sehingga dapat mempertahankan gigi tiruan agar berada pada rongga
mulut. Permukaan ini akan berkontak dengan jaringan (area basal seat dan
struktur-struktur batas) ketika gigi tiruan diletakkan dalam mulut.
Permukaan ini adalah replika negatif dari jaringan pasien. Permukaan
cetakan dapat diperoleh dengan baik apabila rahang dicetak dengan sendok
cetak individual yang mempunyai batas tepi 1-2 mm di atas atau di bawah
vestibulum.

b. Permukaan poles (polishing surface/ cameo surface)


Permukaan poles adalah permukaan yang membentang dari tepi
gigi tiruan lengkap ke tepi permukaan oklusal. Permukaan ini merupakan
area yang dipoles dan meliputi permukaan bukal dan lingual dari gigi-
geligi, labial flange, dan permukaan palatal eksternal dari gigi tiruan.
Permukaan poles yang ideal adalah permukaan bukal yang bentuknya
konveks, sehingga otot-otot bukal dapat bertumpu pada permukaan
tersebut. Desain yang baik pada permukaan bukal dapat mencegah
akumulasi makanan pada sulkus bukalis, sehingga area ini harus dipoles
sampai halus supaya dapat mencegah penimbunan debris makanan.
c. Permukaan oklusal
Permukaan oklusal dari gigi tiruan memiliki bentuk yang
menyerupai gigi asli yang berkontak dengan gigi antagonisnya.
Pembentukan permukaan oklusal termasuk pemasangan anasir gigi
dilakukan setelah pencetakan relasi rahang.

Gambar 1. Permukaan GTL (Devlin, 2002)

Komponen dari GTL:

a. Basis gigi tiruan


Basis dari gigi tiruan adalah bagian gigi tiruan yang melekat
dengan mukosa oral dan menjadi tempat perlekatan gigi geligi. Basis gigi
tiruan berfungsi untuk memberikan fondasi, retensi, dan dukungan pada
gigi tiruan. Selain itu, basis gigi tiruan juga dapat membantu
mendistribusikan gaya ke jaringan basal yang berada di bawahnya. Basis
ini biasanya dibuat dari resin akrilik warna merah muda translusen yang
dapat disesuaikan, sehingga menyerupai gingiva. Bahan ini juga dapat
dengan mudah dilakukan rebasing atau relining di kemudian hari. Akan
tetapi, bahan ini memiliki kekurangan tidak dapat dibuat dalam wujud
yang terlalu tipis, sehingga dapat mengubah gaya bicara pada pasien, serta
tidak mampu menyalurkan panas, sehingga persepsi pasien terhadap suhu
makanan berkurang.

b. Flange gigi tiruan


Flange adalah perluasan vertikal dari badan gigi tiruan ke
vestibulum oral. Flange terdiri atas 2 permukaan, yaitu: a) permukaan
internal basal seat, b) permukaan eksternal labial atau lingual. Fungsi dari
flange adalah untuk memberikan peripheral seal dan stabilitas horizontal
pada gigi tiruan.

c. Batas gigi tiruan


Tepi batas gigi tiruan terdapat pada pertemuan antara permukaan
poles dengan permukaan cetak yang bertanggung jawab terhadap
peripheral seal. Tepi gigi tiruan harus terbebas dari nodul maupun bagian
tajam untuk menghindari perlunakan jaringan lunak. Tepi yang
overextended dapat menyebabkan hiperplasi jaringan, sedangkan tepi yang
underextended dapat menghilangkan peripheral seal.

d. Gigi tiruan
Berdasarkan bahannya, gigi tiruan dapat diklasifikasikan menjadi:
a) gigi akrilik, b) gigi porselen, c) gigi resin IPN (Inter-penetrating
Polymer Network), d) oklusal emas, e) resin akrilik dengan amalgam stop.
Sedangkan, berdasarkan morfologinya, gigi tiruan dapat diklasifikasikan
menjadi: a) gigi anatomis, b) gigi semi anatomis, c) gigi crossbite, d) gigi
insersi logam (Devlin, 2002; Veeraiyan dkk, 2004).

Pencetakan GTL

Terdapat dua tahapan dalam pembuatan gigi tiruan yang saling berkaitan
satu sama lain, yaitu tahap klinis dan tahap laboratoris. Prosedur awal yang harus
dilakukan adalah melakukan pemeriksaan subyektif dan obyektif. Selanjutnya,
dilakukan pencetakan gigi-geligi pasien, yaitu suatu bentuk negatif dari jaringan
mulut yang akan dipakai sebagai basal seat protesa (Swenson, 1964; Sriyono,
1996). Terdapat 2 macam cetakan, yaitu:
a. Cetakan anatomis (dalam keadaan tak berfungsi)
Pencetakan tidak menghiraukan tertekan atau tidak tertekannya
mukosa mulut. Cetakan ini dilakukan menggunakan sendok cetak biasa
(stock tray) dan dengan bahan cetak compound yaitu alginat. Hasil dari
cetakan awal antagonis akan berguna sebagai model studi untuk
mempelajari masalah selama pembuatan gigi tiruan dan digunakan sebagai
penunjang diagnostik. Model inilah yang nantinya akan digunakan untuk
membuat sendok cetak individual (Itjiningsih, 1996) dengan cara:

- Shellac dipanaskan pada model studi sambil ditekan.


- Lakukan pemotongan sesuai dengan batas jaringan bergerak dan tidak
bergerak. Bila dikehendaki dapat 1-2 mm lebih rendah dari forniks
untuk memberikan tempat pada bahan cetak asal, jangan mudah lepas
dari rahang pasien.
- Dibuat lubang dengan bur bulat nomor 3 pada daerah palatum, berjarak
4-5 mm untuk mengalirkan bahan cetak yang berlebih sehingga tidak
menyebabkan tekanan yang berlebih dari geligi tiruan pada jaringan
pendukungnya.
- Buatlah pengangan sendok individual.
b. Cetakan fisiologis
Pencetakan ini memperhatikan jaringan bergerak dan tidak
bergerak, serta tertekannya mukosa. Pada pencetakan ini digunakan
sendok cetak individual yang dibuat dari bahan shellac atau self curing
acrylic resin dengan menggunakan bahan cetak plaster (xanthano), Zn-
oxyd pasta, atau rubber base impression paste (Soelarko dan Wachiyati,
1980). Hasil dari pencetakan fisiologis akan digunakan sebagai model
kerja (Soelarko dan Herman, 1980). Pada teknik ini, mukosa mulut
tertekan pada saat pencetakan dan selanjutnya mengalami tekanan pada
saat pemakaian gigi tiruan. Apabila diproses, gigi tiruan tersebut akan
mempunyai retensi yang maksimal pada saat berfungsi dimana fitting
surface berkontak secara maksimal dengan jaringan rongga mulut (Devlin,
2002).
Batas-batas Anatomis GTL

a. Batas anatomis rahang atas


1) Stuktur pembatas/ limiting structures
Struktur-struktur ini menentukan dan membatasi perluasan gigi tiruan.
- Frenulum labialis
- Vestibulum labialis
- Frenulum buccalis
- Vestibulum buccalis
- Hamular notch, tepi gigi tiruan harus meluas hingga hamular
notch. Apabila terlalu ke anterior dari tuberositas maksila, maka
gigi tiruan tidak akan retentif.
- Posterior palatal seal, area ini berada di antara vibrating line
anterior dan posterior yang berguna untuk mencegah masuknya
udara antara basis gigi tiruan dengan palatum lunak. Fungsi dari
posterior palatal seal yaitu untuk memperbaiki retensi dengan
menjaga kontak yang konstan antara palatum lunak selama
pergerakan fungsional, mengurangi kecenderungan gag reflex,
mencegah akumulasi makanan, serta mengkompensasi pengerutan
polimerisasi. Posterior palatal seal dibagi menjadi 2 regio: a)
pterygomaxillary seal, b) postpalatal seal.
- Vibrating line

Gambar 2. Vibrating line anterior (kiri) dan vibrating line


posterior (kanan).

2) Sturktur pendukung
- Area stress-bearing primer
a) Slope posterolateral palatum keras
b) Posterolateral dari lingir sisa
- Area stress-bearing sekunder
a) Rugae
b) Tuberositas maksila
3) Relief area
Area ini dibebaskan dari tekanan berlebih karena dapat resorpsi atau
didapati struktur yang rentan.

- Papilla incisivum, yang apabila tidak dibebaskan akan menekan


pembuluh darah dan syaraf, sehingga dapat menyebabkan nekrosis
di area distribusi maupun paraesthesia di palatum anterior.
- Eminensia cuspid
- Raphae mid-palatina
- Fovea palatina
b. Batas anatomis rahang bawah
1) Struktur pembatas
- Frenulum labialis
- Vestibulum labialis
- Frenulum buccalis
- Vestibulum buccalis
- Frenulum lingualis
- Sulcus alveolingual
- Retromolar pad
- Raphe pterygomandibular
2) Struktur pendukung
- Buccal shelf area
- Lingir sisa
3) Relief area
- Krista lingir sisa
- Foramen mentalis
- Tubercullum genial
- Torus mandibularis (Veeraiyan dkk, 2004).
-

Gambar 3. Batas-batas anatomis rahang atas


(Basker dan Davenport, 2002)

-
Gambar 4. Batas-batas anatomis rahang bawah
(Basker dan Davenport, 2002)

Menurut Sutton dan McCord (2007), 3 faktor yang mempengaruhi


keberhasilan pembuatan gigi tiruan lengkap yaitu: 1) retensi, 2) stabilisasi, dan 3)
dukungan jaringan pendukung.
1. Retensi
Retensi gigi tiruan merupakan kemampuan gigi tiruan terhadap
gerakan vertikal yang menjauhi jaringan pendukung dan juga kualitas yang
terdapat pada gigi tiruan yang bekerja menahan gaya yang berusaha
melepas dari arah insersinya (Darvell dan Clark, 2000). Retensi didapatkan
dari gravitasi, adhesi, tekanan atmosfer, dan surface tension (Soelarko dan
Wachijati, 1980). Secara umum, menurut Zarb dkk. (2004), faktor yang
mempengaruhi retensi gigi tiruan lengkap dikelompokkan menjadi faktor
muskular dan faktor fisik.
Faktor muskular dapat digunakan untuk meningkatkan retensi dan
stabilisasi gigi tiruan. Otot-otot buccinator, orbicularis oris, serta otot-otot
lidah merupakan kunci dalam aktivitas retensi sehingga perlu latihan
khusus bagi otot-otot mulut untuk meningkatkan retensi gigi tiruan di
dalam rongga mulut (Zarb dkk., 2004). Tekanan otot-otot bibir, pipi, dan
lidah pada permukaan poles gigi tiruan, dan oleh otot-otot mastikasi secara
tidak langsung melalui permukaan oklusal (Basker dan Davenport, 2002).
Faktor fisik yang berperan dalam retensi gigi tiruan adalah: 1)
perluasan maksimal dari basis gigi tiruan, 2) kontak seluas mungkin antara
membran mukosa dan basis gigi tiruan, 3) kontak yang rapat antara basis
gigi tiruan dan daerah pendukungnya. Posterior palatal seal merupakan
seal pada jaringan lunak yang terletak di sepanjang perbatasan antara
palatum durum dan palatum molle di mana tekanan dalam batas-batas
fisiologis dapat diterapkan pada gigi tiruan untuk membantu retensi dan
stabilisasi gigi tiruan (Rashedi dan Petropoulos, 2003). Batas anatomis
dari posterior palatal seal meluas ke medial dari satu tuberositas menuju
tuberositas sisi lain yang dikenal sebagai post dam. Posterior palatal seal
juga meluas ke lateral hamular notch dan memanjang ke anterior 3-4 mm
berakhir pada batas mukogingiva bagian lingir posterior rahang atas.
Secara klinis posterior palatal seal ditunjukkan oleh garis imajiner yang
membagi palatum menjadi palatum durum dan palatum molle yang disebut
vibrating line. Terdapat 2 tipe vibrating line yaitu: 1) vibrating line
anterior, 2) vibrating line posterior. Vibrating line anterior adalah garis
imajiner yang terletak pada jaringan tak bergerak dari palatum durum dan
jaringan bergerak dari palatum molle dan berbentuk seperti cuspid.
Vibrating line posterior adalah garis imajiner yang terletak di perbatasan
jaringan lunak yang menunjukkan gerakan terbatas dari palatum molle,
biasanya lurus atau memiliki sedikit kelengkungan anterior.
Menurut Basker dan Davenport (2002), pemeriksaan retensi dan
stabilisasi secara klinis dapat dilakukan dengan melakukan salah satu tes
berikut:
a) Gigi tiruan rahang atas dipasang di dalam mulut dan diuji coba untuk
memutarnya pada bidang horizontal.
b) Memasang gigi tiruan atas dan diupayakan untuk melepas dengan
menarik ke arah vertikal bawah pada gigi insisivus. Tidak adanya
perlawanan menunjukkan retensi yang buruk.

2. Stabilisasi
Stabilisasi merupakan kemampuan gigi tiruan untuk bertahan pada
tempatnya sewaktu gigi tiruan mendapat tekanan. Faktor stabilisasi gigi
tiruan lengkap didapat dari pemasangan gigi-gigi pada processus
alveolaris, tekanan yang merata, balanced occlusion, relief area, sliding,
over jet dan over bite (Soelarko dan Wachijati, 1980).
3. Dukungan
Dukungan merupakan dasar tempat gigi tiruan bersandar dan
jaringan yang menahan beban kunyah yang menimpa gigi tiruan. Pada
pasien dengan gigi tiruan lengkap, jaringan ini merupakan mukosa mulut
yang bergerak dan yang tidak bergerak, serta tulang di bawahnya. Faktor
yang mempengaruhi dukungan gigi tiruan lengkap dibagi dalam 2
kelompok: faktor-faktor yang berhubungan dengan jaringan pendukung
dan faktor-faktor yang berhubungan dengan gigi tiruan atau basis gigi
tiruan (Watt dan MacGregor, 1992).
LAPORAN KASUS

A. Identifikasi Pasien
Nama pasien : Priyo Hariyatmo
Umur : 53 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Driver
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Kusbini No 19 Yogyakarta
No. Kartu : 224081
Tgl pemeriksaan : 19 November 2021

B. Pemeriksaan Subyektif
Motivasi : Pasien datang atas kemauan sendiri untuk dibuatkan gigi tiruan
lengkap rahang atas dan rahang bawah
CC : Pasien mengeluhkan keadaan rongga mulutnya yang sudah tidak
bergigi sehingga sulit untuk makan dan ingin dibuatkan gigi
tiruan
PI : Gigi yang hilang awalnya goyang dan terasa sakit saat
mengunyah sejak 5 tahun yang lalu. Pasien mengaku memiliki
kebiasaan konsumsi makanan bertekstur keras dan memiliki
riwayat diabetes mellitus. Gigi yang goyang kemudian satu
persatu hilang karena dicabut pasien sendiri dan ada pula yang
dicabut dokter gigi dan koass gigi.
PDH : Pasien pernah cabut gigi 1,5 bulann yang lalu tanpa komplikasi.
PMH : Pasien memiliki riwayat hipertensi, pasien tidak memiliki
riwayat alergi obat dan makanan. Pasien tidak memiliki alergi
terhadap obat, makanan, dan debu. Saat ini pasien tidak sedang
menjalani perawatan dokter dan tidak sedang mengonsumsi obat-
obatan

C. Pemeriksaan Obyektif
Umum :
Jasmani : sehat
Rohani : kooperatif dan komunikatif
Ekstraoral :
Muka : Simetris, tidak ada kelainan
Profil : Lurus
Bibir : Sedang, tidak ada kelainan
Intraoral :
Attachment : Frenulum labii superior : normal
Frenulum labii inferior : normal
Frenulum lingualis : normal
Frenulum buccalis superior : normal
Frenulum buccalis inferior : normal
Bentuk palatum : U, normal
Torus palatinus : Ada
Lidah : Ukuran dan aktfitas normal
Ketinggian dan bentuk lingir alveolaris :
a. Rahang atas : normal
b. Rahang bawah : normal
Formula gigi geligi :

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27 28

48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37 38

Keterangan:
X : gigi telah tanggal/ dicabut

Klasifikasi daerah tidak bergigi:


Rahang atas: full edentulous
Rahang bawah: full edentulous
Rencana perawatan: pembuatan gigi tiruan lengkap
Gambar Batas-batas Anatomis

Rahang Atas

Keterangan :

1. Frenulum labialis superior


2. Frenulum buccalis
3. Vibrating line
4. Hamular notch
5. Fornix
6. Sulkus bukal
7. Torus palatinus
8. Fovea palatina
9. Rugae palatina
10. Tuberositas maksilari

Rahang Bawah

Keterangan :

1. Frenulum labialis inferior


2. Frenulum buccalis
3. Frenulum lingualis
4. Retromolar pad
5. Fornix
6. Sulkus lingual
7. Sulkus bukal
1. Kunjungan I
Tahap Klinis

a. Anamnesis dan pemeriksaan objektif


b. Melakukan pencetakan
Ketika pencetakan, perlu disiapkan:

1) Sendok cetak : perforated stock tray no 2 untuk rahang atas dan bawah
2) Bahan cetak : elastic impression (alginat)/ irreversible
hydrocoloid
3) Metode mencetak: mukostatik.
Tahap-tahap pencetakan:

1. Bubuk alginat dicampur dengan air hingga terbentuk adonan dengan


W/P = 1/2
2. Adonan diletakkan pada sendok cetak
3. Sendok cetak berisi adonan dimasukkan ke dalam mulut pasien, tekan
pada processus alveolaris RA dan RB dengan otot-otot bibir dan pipi
ditarik. Dilakukan muscle trimming agar bahan cetak mencapai lipatan
mukobukal. Posisi dipertahankan selama setting.
4. Setelah setting, sendok cetak dikeluarkan dan diperiksa apakah ada
kekurangan. Bila terdapat porus kecil dapat diacuhkan dengan catatan
porus tidak terlalu banyak. Cetakan sebaiknya meliputi
pterygomaxillary notch termasuk lingir dan palatum area.

Tahap Laboratoris

1. Setelah didapatkan cetakan negatif, cetakan negatif diisi dengan gips


stone untuk mendapatkan model studi
2. Setelah cetakan positif mengering, dibentuk outline sendok cetak
individual menggunakan pensil
3. Outline tersebut 2-3 mm lebih pendek dari lipatan mukobukal dan
seluruh frenulum. Outline meliputi pterygomaxillary notch, dan meluas
hingga vibrating line.
4. Sendok cetak individual dibentuk dari shellac yang dilunakkan dan
ditekanankan pada model kerja yang sudah dibasahi air. Shellac dipotong
dengan gunting/ cutter pada batas 1-2 mm dari tepi landasan gigi tiruan
5. Pegangan sendok cetak individual rahang atas dibuat ke arah bawah
sedangkan untuk rahang bawah mengarah ke arah atas agar sendok tidak
terhalang oleh bibir pasien saat pencetakan.
6. Pembuatan lubang-lubang pada sendok cetak untuk mengalirkan
kelebihan bahan cetak karena bila tertahan akan menyebabkan tekanan
yang berlebihan pada gigi tiruan pada jaringan pendukungnya sehingga
lubang dibuat pada daerah yang tidak menerima tekanan. Lubang dibuat
dengan menggunakan bur bulat no. 6 dengan jarak kurang lebih dari 4-5
mm.

2. Kunjungan II
Tahap Klinis

Membuat cetakan model kerja/final impression

a. Mencoba sendok individual


1) Stabilisasi : dengan menghindari muscular attachment
2) Relief area : tercakup semua baik rahang atas maupun rahang bawah
b. Sendok cetak : shellac base plate
c. Bahan cetak : exaflex monophase
d. Metode mencetak : mukodinamik
Cara mencetak:

Rahang atas:

1. Mencoba sendok cetak pada mulut pasien.


2. Posisi operator di kanan belakang pasien.
3. Pasien duduk tegak dan maksila mandibula sejajar lantai.
4. Exaflex monophase sepanjang 7 cm diaduk pada paper pad dengan
spatel.
5. Bahan cetak diletakkan pada sendok cetak dan diletakkan sedikit
berlebih pada tengah-tengah palatum (pada sendok cetak) untuk
mencegah terjebaknya udara pada cetakan akhir.
6. Sendok cetak diletakkan di dalam mulut, dan pembentukan batas tepi
yang membulat dilakukan pada regio posterior terlebih dahulu,
kemudian regio anterior.
7. Pada metode mencetak mukodinamik, pasien diinstruksikan untuk:
a. Menggerakkan rahang bawah ke kiri dan ke kanan
b. Menggerakkan pipi dan bibir untuk mencetak lipatan mucobuccal
c. Mengucapkan “ah” agar vibrating line tercetak
d. Mengucapkan “oh” untuk mencetak frenulum bukalis superior
e. Mengucapkan “u” untuk mendapat cetakan frenulum labialis
superior.
8. Setelah bahan cetak setting, sendok cetak dilepas dan dicuci dengan
air mengalir untuk menghilangkan saliva yang menempel pada
cetakan. Vibrating line diperoleh ketika pasien mengucapkan “ah” lalu
digambar menggunakan pensil tinta, kemudian cetakan dimasukkan
kembali ke dalam mulut pasien supaya garis tinta berada di cetakan.
9. Hasil cetakan diperiksa akseptabiltasnya

Rahang bawah:

1. Mencoba sendok cetak pada mulut pasien.


2. Pasien duduk tegak dan maksila mandibula sejajar lantai.
3. Exaflex monophase sepanjang 7 cm diaduk pada paper pad dengan
spatel.
4. Bahan cetak diaduk sesuai instruksi pabrik hingga rata
5. Bahan cetak diletakkan pada sendok cetak
6. Sendok cetak diletakkan di dalam mulut. Pasien diminta untuk:
a. menjulurkan lidah, agar frenulum lingualis, dasar mulut dan
alveolar ridge pada bagian lingual tercetak
b. menggerakkan lidah ke kanan dan kiri sedikit agar linea mylohyoid
tercetak
c. mengucapkan “oh” untuk mencetak frenulum labialis inferior dan
frenulum bukalis
d. menggerakkan bibir dan pipi agar bahan cetak dapat mencapai
bukal flange.
e. mengucapkan “u” untuk mendapatkan frenulum labialis
7. Ketika material telah settting secara perlahan sendok cetak dilepas
8. Hasil cetakan diperiksa akseptabiltasnya

Tahap Laboratoris

Setelah diperoleh cetakan negatif yang akurat, cetakan negatif diisi


dengan glass stone. Base plate dibuat menggunakan wax pada model kerja
tersebut dengan batas-batas yang sudah ditentukan sesuai dengan cakupan
sendok cetak individual, selanjutnya dilakukan processing menjadi resin
akrilik. Base plate harus benar-benar menempel pada work model. Salah satu
cara untuk memperoleh retensi yaitu dengan circular seal pada RA dan
peripheral seal pada RB. Circular seal harus dibuat kontinyu untuk
memperoleh ruang hampa udara sehingga terjadi retensi. Base plate resin
akrilik ditambah dengan bite rim yang terbentuk dari galangan malam yang
dilunakkan. Galangan malam diletakkan sesuai dengan garis alveolar dan
tepinya direkatkan dengan malam. Sudut bite rim terhadap base plate adalah
80-85o terhadap oklusal.
3. Kunjungan III (pengukuran relasi maksila mandibula dan fiksasi)
Penyesuaian oklusal/ bite rim

a) Try in base plate


Base plate dimasukkan ke dalam mulut dan diperiksa retensi dan
stabilisasinya. Retensi adalah daya tahan gigi tiruan terhadap upaya
pelepasan, sedangkan stabilisasi adalah daya tahan gigi tiruan untuk tetap
di tempat ketika fungsi pengunyahan berlangsung. Retensi diketahui
dengan mengaplikasikan tekanan pada salah satu sisi base plate. Bila
terjadi pengungkitan gigi tiruan akibat penekanan gigi tiruan maka gigi
tiruan kurang retentif. Retensi base plate ini dipengaruhi oleh daya adhesi/
kohesi saliva, yaitu lapisan tipis dari saliva menggantikan udara antara
fitting surface dan mukosa, intimate contact antara base plate dengan
mukosa yang menjaga gigi tiruan tetap pada lingir sisa. Tekanan atmosfer
pada permukaan luar menjaga gigi tiruan tetap di tempatnya. Kekuatan
retentif gigi tiruan ini terutama didapatkan melalui ketegangan permukaan
dari saliva dan kesesuaian base plate dengan jaringan terutama pada perifer.

Stabilitas base plate diketahui dengan mengamati pergerakan otot-otot


orofasial pasien. Base plate sebaiknya terbebas dari mukosa bergerak agar
tidak mudah lepas. Stabilisasi ini ditentukan oleh pergerakan otot-otot,
bentuk jaringan di bawahnya, serta kontak oklusal dari gigi antagonisnya.

b) Pembuatan bite rim


Bite rim dibuat dari wax yang dibentuk tapal kuda dan diletakkan
diatas base plate untuk memperoleh tinggi gigitan pada keadaan oklusi
sentrik yang nantinya akan dipindahkan ke artikulator. Pada pembuatan bite
rim perlu diperhatikan beberapa aspek yaitu:
a. Ukuran
- Rahang atas:
 Anterior : Tinggi 12 mm, lebar 4 mm
 Posterior : Tinggi 10-11 mm, lebar 6 mm
Bagian posterior pada oklusal dibagi dua oleh garis alveolar ridge
menjadi bagian bukal 4 mm dan bagian palatinal 2 mm.
- Rahang bawah:
Sesuai rahang atas tetapi bagian oklusal posterior dibagi oleh garis
alveolar ridge menjadi 3 mm untuk bukal dan 3 mm untuk lingual.
Bite rim yang telah sesuai ukuran dicobakan ke mulut pasien kemudian:

 Cek tinggi bite rim: bidang incisal bite rim terlihat 2 mm di bawah
garis bibir atas dalam keadaan istirahat.
 Cek profil wajah pasien: bibir pasien harus isotonus (tidak terlalu
tegang ataupun kendur). Apabila bibir pasien hipertonus, kurangi bite
rim pada bagian labial, apabila bibir pasien hipotonus, tambahkan
malam pada bite rim sebelah labial.
b. Estetik
Median line dari pasien yang diambil sebagai terusan dari tengah
filtrum untuk menentukan garis tengah yang memisahkan incisivus
kanan dan kiri. Garis caninus, yaitu tepat pada sudut mulut dalam
keadaan rest position. Garis tertawa, yaitu pada saat tertawa gusi tidak
terlihat.
c. Kesejajaran dataran oklusal
Mula-mula pasien dipersilakan duduk pada dental chair, dataran
oklusal diusahakan sejajar dengan lantai. Ditentukan garis Chamfer
dengan menandai tiga titik yang nantinya dihubungkan dengan benang
yakni:
- Titik condylus kanan dan kiri yang berada di 13 mm dari meatus
acusticus externus telinga kanan dan kiri ke arah chantus/sudut mata,
- Spina nasalis anterior
Selanjutnya, dengan memakai bantuan occlusal guide plane, dilihat
posisi bite rim RA:
- Bila dilihat dari depan, bite rim RA tampak sejajar dengan garis
interpupil
- Bila dilihat dari samping, bite rim RA tampak sejajar dengan garis
chamfer
Pencatatan Maxillo Mandibular Relationship (MMR)
Setelah didapatkan kesejajaran dataran oklusal, dicari hubungan
vertikal antara bite rim RA dan RB. Dimensi vertikal posisi istirahat dicari
dengan metode Willis, yaitu pengukuran jarak pupil dan sudut mulut sama
dengan jarak hidung dan dagu (PM = HD). Besarnya dimensi vertical
oklusi yaitu dimensi vertikal posisi istirahat - freeway space = (PM=HD) -
2 mm. Freeway space 2 mm diperoleh dengan cara mengurangi bite rim
rahang bawah. Ketepatan freeway space ini dicek secara mekanik (diukur).
Pengecekan dimensi vertikal dapat dilakukan dengan
menginstruksikan pasien untuk mengucapkan huruf “m”. Huruf “m” akan
terdengar jelas apabila dimensi vertikal cukup. Free way space dicek
dengan menginstruksikan pasien untuk mengucapkan huruf “s”. Jika free
way space kurang, maka huruf “s” sulit terucap, demikian halnya jika free
way space berlebih akan terasa semburan saliva saat pengucapan huruf
“s”.

Menentukan centric relation record

Centric relation record adalah suatu relasi mandibula terhadap


maxilla pada suatu relasi vertikal yang ditetapkan pada posisi kondilus
mandibula berada pada posisi paling posterior di fossa glenoidalis. Cara
menentukan relasi sentrik dengan metode Shanahan, yaitu dengan
menginstruksikan pasien untuk menengadahkan kepala kemudian
membuka dan menutup mulut sampai lelah sampai pasien biasa dengan
oklusi tersebut sehingga mandibula akan menutup ke posisi normal.
Setelah diperoleh relasi sentrik, bite rim diberi tanda pada 3 tempat:

a. Median line, diambil sebagai terusan dari filtrum pasien untuk


menentukan garis tengah yang memisahkan insisivus kanan dan kiri.
b. Garis kaninus kanan-kiri yaitu tepat pada sudut mulut dalam keadaan
rest posisi. Pasien diminta untuk membuka dan menutup mulut lalu
dilihat apakah garis tersebut sudah tepat dan tetap pada kedudukannya
dalam keadaan relasi sentrik.
c. Laugh line didapat dengan menginstruksikan pasien untuk mengangkat
bibir atas sampai pada posisi tertawa, tandai bite rim terhadap
ketinggian bibir pada saat tertawa. Garis ini merupakan panduan untuk
penempatan servikal gigi. Incisal guide ditentukan untuk pemasangan
gigi anterior atas dan bawah serta agar memenuhi nilai estetis.

Pembuatan Double V Groove (Fiksasi)


Setelah diperoleh relasi sentrik, dilakukan fiksasi dengan membuat
groove berbentuk V (metode double V groove) pada kanan dan kiri bite
rim RA bagian posterior kira-kira pada P1 dan M1, kemudian groove diberi
vaselin. Pada bite rim RB dikurangi terlebih dahulu sebesar 2 mm pada
area V groove kemudian diberi tambahan wax menyesuaikan groove
kemudian pasien melakukan oklusi sentrik sehingga tambahan wax bite
rim RB dapat masuk ke dalam groove bite rim RA. Dilakukan buka tutup
mulut berulang.

Pemasangan pada artikulator

Setelah oklusal bite rim RA dan RB selesai difixir, letakkan oklusal bite
rim RA pada mounting table dengan pedoman :

a. Garis tengah bite rim RA berimpit dengan garis tengah mounting table
b. Tepi luar bite rim RA menyinggung garis incisal edge dari mounting
table
c. Jarum horizontal incisal guide pin ujungnya menyentuh tepi luar
anterior bite rim RA dan tepat pada garis tengah bite rim
d. Upper member artikulator digerakkan ke atas dan adonan gips dituang
perlahan pada bagian fitting surface baseplate RA, kemudian upper
member digerakkan ke bawah atau menutup sampai menekan gips
e. Setelah gips setting, mounting tabel dilepas dari artikulator. Oklusal
bite rim RB diletakkan kembali pada oklusal bite rim RA sesuai dengan
oklusinya kemudian diikat dengan karet. Gips dituang pada lower
member dan fitting surface baseplate RB.
f. Gips yang memfixir upper member dan lower member dirapikan.

4. Kunjungan IV
Tahap Laboratoris

Pemasangan gigi anterior:

a. Incisivus centralis superior


 Tampak labial:
Sumbu gigi hampir sejajar atau miring sedikit membentuk sudut 5 o
dengan median line (inklinasi mesiodistal), incisal edge menempel
bite rim bawah

 Tampak proksimal:
Pada inklinasi labio palatal, 1/3 permukaan labial agak deperesi,
incisial edge terletak pada bite rim bawah

b. Incisivus lateralis superior


 Tampak labial:
Pada inklinasi mesiodistal, sumbu gigi membentuk sudut lebih besar
daripada incisivus centralis superior, incisal edge menggantung dan
berjarak 1 mm dari bite rim bawah. Bagian mesioincisal berkontak
dengan facies distalis incisivus centralis superior

 Tampak incisal:
Facies labial agak ke palatal dan mengikuti bite rim rahang atas

c. Caninus superior
 Tampak labial
Untuk inklinasi mesiodistal, sumbu gigi sedikit miring atau hampir
sejajar dengan median line, maksimum, outline distal tegak lurus bite
rim rahang bawah. Puncak tonjol menyentuh bidang oklusi, sisi
mesioincisal berkontak dengan sisi distoincisal incisivus lateralis
superior.
 Tampak proksimal
Untuk inklinasi labiopalatal, bagian 1/3 labioservikal lebih prominen

 Tampak insisal
Permukaan labial sesuai dengan lengkung bite rim rahang bawah

d. Incisivus centralis inferior


 Pada oklusi sentrik
Sumbu gigi tegak lurus terhadap bidang insisal bila dilihat dari labial,
bagian cervical permukaan labial sedikit depresi bila dilihat dari
proksimal.

 Pada relasi protrusif:


Tepi incisal incisivus centralis superior kanan dan kiri berkontak
dengan tepi insisal incisivus centralis inferior kanan dan kiri.

e. Incisivus lateralis inferior


 Pada oklusi sentrik:
Sumbu gigi sedikit miring ke mesial bila dilihat dari labial, dan
permukaan labial tegak lurus bidang insisal bila dilihat dari proksimal.

f. Caninus inferior
 Pada oklusi sentrik:
Sumbu gigi miring ke mesial bila tampak dari labial. Bila dilihat dari
proksimal, bagian servikal permukaan labial lebih prominen dan ujung
tonjol berada di antara gigi-gigi caninus superior dan incisivus
lateralis superior.

 Pada relasi protrusif:


Permukaan incisal atas dan bawah dalam kondisi edge to edge. Tepi
insisal incisivus superior kanan dan kiri berkontak dengan sisi mesial
gigi caninus inferior

 Pada oklusi kerja:


Distal labial lereng caninus inferior kanan dan kiri berkontak dengan
mesiopalatal lereng caninus superior kanan dan kiri
Tahap Klinis

Setelah gigi-gigi anterior terpasang, gigi tiruan dicobakan pada lingir


pasien. Pada try in gigi tiruan ini perlu diperhatikan mengenai garis tengah,
inklinasi gigi C atas dan bawah, serta inklinasi gigi I atas yang mendukung
bibir, garis caninus (pada saat rest posisi terletak pada sudut mulut), dan garis
ketawa (batas servikal gigi atas, gusi tidak terlihat pada saat ketawa). Selain
itu, perlu diperhatikan mengenai overbite dan overjetnya untuk menyesuaikan
dengan tinggi tonjol gigi posterior.

Pada try in gigi tiruan ini, pasien juga diminta untuk mengucapkan
huruf “f” dan “v” untuk mengetahui apakah posisi gigi incisivus rahang atas
sudah tepat. Normalnya bibir bawah menyentuh gigi incisivus rahang atas
ketika mengucapkan huruf tersebut. Leher gigi-gigi anterior harus di atas laugh
line dan ujung gigi caninus terletak pada canine line.

5. Kunjungan V
Tahap Laboratoris.

Urutan pemasangan gigi-gigi posterior:

a. Premolar superior pertama:


Apabila dilihat dari bukal, inklinasi mesiodistal tampak sumbu gigi tegak
lurus bite rim. Untuk inklinasi bukopalatal, sumbu gigi tegak lurus bidang
oklusal, tonjol bukal menyentuh bidang oklusal dan tonjol palatinal
menggantung.

b. Premolar superior kedua:


Pada inklinasi mesiodistal maupun bukopalatal, sumbu gigi tegak lurus
bidang oklusal, kedua tonjol menyentuh bidang oklusal.

c. Molar superior pertama:


Pada inklinasi mesiodistal, sumbu gigi miring ke mesial. Pada inklinasi
bukopalatal, tonjol mesiopalatal menyentuh bidang oklusal, tonjol
mesiobukal dan distobukal dinaikkan 0,5 mm dari bidang oklusal, dan tonjol
distopalatal dinaikkan 0,5-0,75 mm dari bidang oklusal

d. Molar superior kedua:


Pada inklinasi mesiodistal, sumbu gigi lebih miring daripada gigi molar
pertama. Pada inklinasi bukopalatal, tonjol-tonjol gigi terletak pada bidang
oblique dari kurva anteroposterior, serta dari bidang oklusal, permukaan
bukal gigi M2 atas terletak pada kurva lateral.

e. Molar inferior pertama:


Pada inklinasi mesiodistal, tonjol mesiobukal M1 atas berada pada groove
mesiobukal gigi M1 bawah. Pada inklinasi mesio-lingual, tonjol mesio
palatal molar superior pertama berada di fossa central molar inferior
pertama. Saat oklusi kerja tonjol mesiodistal M1 inferior kanan berkontak
dengan antara tonjol bukal P2 superior kanan tonjol mesiobukal M1
superior kanan.

Saat oklusi seimbang tonjol mesiobukal dan distobukal molar inferior


pertama kiri berkontak dengan tonjol palatal premolar superior kedua kiri
dan tonjol mesiopalatal molar superior pertama kiri.

f. Premolar inferior kedua:


Pada inklinasi mesiodistal, porosnya tegak lurus bidang oklusi. Pada
inklinasi bukopalatal, tonjol bukal berada di fosa sentral gigi P1 dan P2
superior.

Pada oklusi kerja lereng tonjol distobukal P2 inferior berkontak dengan


lereng tonjol mesiobukal P2 superior, lereng tonjol mesiobukal P2 inferior
berkontak dengan lereng tonjol distobukal P1 superior, tonjol lingual P2
inferior berkontak dengan area distolingual P1 superior dan mesiolingual P2
superior. Saat oklusi seimbang lereng mesial pada tonjol bukal P2 inferior
berkontak dengan lereng distal pada tonjol lingual P1 superior.
g. Premolar inferior pertama:
Pada oklusi sentrik, tonjol bukal P1 inferior terletak di fosa sentral antara P1
dan C superior.

Pada oklusi kerja bila dilihat dari bukal, lereng distobukal P1 inferior
berkontak dengan lereng mesiobukal P2 superior, dan lereng mesiobukal P1
inferior berkontak dengan lereng distobukal C superior. Bila dilihat dari
lingual, lereng distolingual P1 inferior berkontak dengan lereng
mesiopalatal P1 superior. Pada oklusi seimbang tidak terlihat adanya kontak
dengan gigi atasnya

h. Molar inferior kedua:


Garis inklinasi mesiobukal M2 inferior berkontak dengan garis tepi pada
tonjol distobukal M2 superior, posisi dari tonjol palatal M2 inferior
berkontak dengan fosa sentral M2 superior. Pada oklusi kerja tonjol M2
inferior berkontak dengan tonjol mesiobukal M1 superior dan tonjol M2
superior. Pada oklusi seimbang tonjol mesiobukal M2 inferior berkontak
dengan tonjol distopalatal M1 superior, tonjol distobukal M2 inferior
berkontak dengan tonjol mesiopalatal M2 superior.

Pada pemasangan gigi posterior perlu diperhatikan mengenai:

1) Kurva Von Spee


Kurva ini mengikuti tonjol bukal gigi bawah mulai dari gigi caninus
hingga proc. condyloideus mandibula, hampir membentuk garis
lengkung.

2) Kurva Monson
Kurva ini dibentuk oleh tonjol mesiopalatal gigi molar pertama rahang
atas kanan kiri yang melengkung ke atas.

3) Kurva Antimonson
Kurva ini dibentuk oleh tonjol bukal dari gigi premolar pertama rahang
atas kanan dan kiri yang melengkung ke bawah.
Tahap Klinis

Setelah pemasangan gigi posterior, gigi tiruan dicobakan pada rahang


pasien. Gigi tiruan sebaiknya dicek dengan memperhatikan retensi, stabilisasi,
perluasan peripheral dan posterior seal, vertikal dimensi, estetik, fonetik, free
way space, dan oklusi.

6. Kunjungan VI
Setelah gigi tiruan diprocessing, gigi tiruan dipasang di dalam mulut
pasien. Gigi tiruan diperiksa retensi dan stabilisasinya, perluasan peripheral
dan posterior seal, vertikal dimensi, estetik, fonetik, free way space, dan
oklusinya.

a) Retensi
Jika retensi gigi tiruan adekuat maka gigi tiruan bagian rahang atas tidak
lepas dari lingir tanpa perekat selama 15 menit, dan gigi tiruan rahang
bawah tidak lepas dari lingir ketika pasien menjilat bibir atas.

b) Stabilisasi
Evaluasi stabilitas ini dapat dilakukan dengan tekanan jari pada permukaan
oklusal dan lateral gigi tiruan. Resistensi bergantung pada bentuk dan
konsistensi lingir sisa, serta aktivitas dari struktur lainnya.

c) Perluasan peripheral dan posterior seal


Peripheral seal merupakan kontak yang dibentuk oleh permukaan tepi dari
gigi tiruan terhadap mukosa oral. Lebar sayap akrilik yang adekuat
diperlukan untuk berkontak dengan mukosa bukal. Gigi tiruan rahang
bawah sebaiknya diperluas hingga daerah retromylohyoid untuk mencegah
terungkitnya tepi distal sayap lingual oleh gerakan lidah. Postdam yang
merupakan tepi posterior dari gigi tiruan lengkap. Area postdam ini sangat
penting terutama ketika berbicara. Postdam ini diletakkan pada batas
mukosa bergerak dan tidak bergerak pada palatum.
d) Vertikal dimensi
Vertikal dimensi pasien harus dicek kembali dengan menggunakan metode
Willis yaitu PM=HD. Vertikal dimensi pasien diukur ketika mandibula
pasien dalam keadaan istirahat.

e) Estetik
Estetik pasien dipengaruhi oleh vertikal dimensi wajah pasien, bila vertikal
dimensi terlalu rendah maka wajah pasien akan turun sedangkan bila
vertikal dimensi terlalu tinggi maka gigi akan berkontak selama fonasi.

f) Fonetik
Fonetik pasien dicek dengan cara pasien mengucapkan huruf-huruf “s, t, d, n
ch, j” yang didapatkan dari kontur palatal. Fonasi pasien ini ditentukan oleh
vertikal dimensi pasien, dan kontur dari gigi tiruan. Pasien juga diminta
untuk mengucapkan huruf “f, dan v” untuk mengecek posisi incisivus
sentralis yang tepat.

g) Free way space


Free way space pasien ini dicek dengan cara pasien diminta untuk berbicara
huruf “s”. Bila free way space terlalu besar maka huruf “s” akan digantikan
“sh” akibat bibir atas turun dan terdapat jarak yang berlebihan.

h) Oklusi
Pengecekan oklusi dilakukan dengan meletakkan kertas artikulasi di antara
gigi rahang atas dan rahang bawah pada keadaan oklusi sentrik. Penggunaan
kertas artikulasi ini adalah untuk mengetahui adanya prematur kontak yang
dapat menjadi traumatik oklusi. Permukaan oklusal yang terlihat berwarna
biru tebal dikurangi hingga warna giginya merata. Lalu pasien diminta
untuk memposisikan rahang atas dan bawah dalam keadaan eksentrik oklusi
beserta kertas artikulasi. Permukaan oklusal yang memperlihatkan warna
biru tebal dikurangi secara selektif dengan prinsip BULL (Buccal Upper
Lingual Lower) dan MUDL (Mesial Upper Distal Lower) agar diperoleh
oklusi seimbang.
Setelah dilakukan pengecekan mengenai retensi dan stabilisasinya,
perluasan peripheral dan posterior seal, vertikal dimensi, estetik, fonetik, free
way space, dan oklusinya, gigi tiruan ditanam kembali pada artikulator
(remounting). Remounting bertujuan untuk membantu analisis dan untuk
mencapai keseimbangan oklusal. Remounting laboratoris hanya dapat
digunakan untuk mengoreksi kesalahan laboratoris seperti pergeseran gigi
ringan, tidak dapat untuk mengoreksi kesalahan akibat pencetakan, dan relasi
rahang. Pada proses remounting digunakan artikulator yang sama untuk
menyusun gigi-gigi. Gigi tiruan tidak dipisahkan dari model setelah
processing. Gigi tiruan rahang atas dan bawah dipasang pada artikulator,
kemudian dilakukan pergerakan pada artikulator. Hubungan interoklusal dari
gigi tiruan dicatat menggunakan articulating paper.

7. Kunjungan VII
Pada kunjungan ke VII, gigi tiruan dicobakan kepada pasien dan dicek
kembali mengenai retensi, stabilisasi, perluasan peripheral dan posterior seal,
vertikal dimensi, estetik, fonetik, free way space, dan oklusinya seperti pada
kunjungan VI.

Setelah gigi tiruan lengkap dapat dipasang dengan baik maka pasien
perlu diinstruksikan mengenai cara pemakaian dan pembersihan GTL, serta
untuk melatih pemakaian gigi tiruan untuk aktivitas mengunyah dan fonasi
sehingga pasien dapat memakainya dengan baik. Sebaiknya pasien diberikan
instruksi sebagai berikut:

a. Mengenai cara pemakaian gigi tiruan tersebut.


b. Pasien diminta memakai gigi tiruan tersebut terus menerus selama 2x24
jam (kecuali saat gigi tiruan dibersihkan) agar pasien terbiasa.
c. Kebersihan gigi tiruan dan rongga mulut harus dijaga.
d. Pada malam hari atau pada saat protesa tidak digunakan, protesa dilepas
atau direndam dalam air dingin yang bersih agar gigi tiruan tersebut
tidak berubah ukurannya.
e. Apabila timbul rasa sakit setelah pemasangan, pasien harap segera
kontrol.
f. Kontrol seminggu berikutnya setelah insersi yang pertama kali.

8. Kunjungan VIII
Setelah pemasangan GTL selama 1 minggu, pasien diminta datang
untuk kontrol. Pada saat kontrol sebaiknya dilakukan pemeriksaan subjektif
dan objektif. Pada pemeriksaan subjektif sebaiknya ditanyakan apakah pasien
memiliki keluhan terhadap pemakaian gigi tiruan, apakah adanya gangguan
maupun rasa sakit. Pemeriksaan objektif yang perlu diamati adalah apakah ada
lesi, peradangan pada lokasi jaringan yang dikeluhkan. Selain itu, dapat pula
diperiksa mengenai retensi dan stabilisasi gigi tiruan
PROGNOSIS

Prognosa dari pembuatan gigi tiruan lengkap ini diperkirakan baik dengan
mempertimbangkan:

1. Jaringan pendukung pasien baik


2. Kesehatan umum pasien baik
3. Pasien kooperatif dan komunikatif

Yogyakarta, 2 Juli 2022

Menyetujui,

Pembimbing Operator Operator

Dr. drg. Titik Ismiyati, M.S. Sp.Pros(K) Swandiva Putri W. Tinarbuka Sih P.
DAFTAR PUSTAKA

Abdulwaheed, et. al., .2013, Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem


Muskuloskeletal, Trans Info Media, Jakarta.
Basker, R. M., Davenport, J. C., Tomlin, H. R., 2002, Prosthetic Treatment of the
Endentulous Patient, 4th ed., Blackwell Munksgaard, Oxford.

Darvell, B.W. dan Clark, R.K.F., 2000, The Physical Mechanisms of Complete
Denture Retention, British Dental Journal, 19 (5): 248-52.

Devlin H., 2002, Complete Dentures, Springer, New York.

Harshanur N. I.W., 1996, Geligi Tiruan Lengkap Lepas, EGCm, Jakarta.

Itjiningsih, H.,1993, Dental Teknologi, Cetakan I, FKG Universitas Trisakti,


Jakarta.

Rashedi, B. dan Petropoulos, V.C., 2003, Determining the Postpalatal Seal in


Complete Denture: A Survey, The Journal of Prosthodontics, 12 (4): 265-
70.

Soelarko, Herman W., 1980, Diktat Prostodonsia Full Denture, FKG Univ.
Padjajaran, Bandung.

Sriyono, N.W., 2009, Pengantar Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan, Medika FK


UGM, Yogyakarta.

Swenson, M.G., 1960, Complete Denture,5th ed., C.V. Mosby Co., Saint Louis.

Tim Pengajar Gigi Tiruan Lengkap, 2012, Gigi Tiruan Lengkap, Materi Ajar
Prostodonsia III FKG UGM, Yogyakarta.

Watt, D.M. dan MacGregor, A.R., 1992, Membuat Desain Gigi Tiruan Lengkap
(terj.), Edisi 2, Hipokrates, Jakarta.

Zarb, G.A., Bolender, C.L., Eckert, S.E. (ed.), 2004, Prosthodontic Treatment for
Edentulous Patients: Complete Dentures and Implant-supported
Prostheses, 12th edition, Mosby, St. Louis.

Anda mungkin juga menyukai