Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KEPANITERAAN PROSTODONSIA

GIGI TIRUAN LENGKAP

Disusun oleh :

Sheilla Difa (20/475566/KG/12391)

Dosen Pembimbing :

drg. Adella Syvia Maharani, MDSc

DEPARTEMEN PROSTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2023
I. PENDAHULUAN

Kehilangan gigi dapat menyebabkan resorbsi struktur tulang, hilangnya dukungan

tulang wajah, menimbulkan keriput pada wajah sehingga penampilan menjadi lebih

tua, dan kerusakan geligi yang tersisa. Hal ini menjadi lebih vital apabila seseorang

dengan kehilangan seluruh gigi telah menderita gangguan pencernaan, dan efisiensi

mastikasi (Zarb dkk., 2013). Beberapa faktor penyebab hilangnya gigi antara lain

adalah karies, penyakit periodontal, dan trauma (Siagian, 2016).

Prostodonsia merupakan cabang ilmu dalam bidang kedokteran gigi yang

berhubungan dengan pekerjaan memperbaiki serta mempertahankan fungsi dan

kesehatan rongga mulut, yaitu dengan melakukan penggantian gigi tiruan satu atau

lebih gigi yang hilang serta jaringan sekitarnya, termasuk jaringan orofasial. Tujuan

pembuatan gigi tiruan adalah untuk pemulihan fungsi pengunyahan, memperbaiki

gangguan fungsi bicara, fungsi estetik dan mempertahankan kesehatan jaringan

rongga mulut (Veeraiyan dkk., 2017). Pemilihan jenis gigi tiruan yang dibutuhkan

oleh seorang pasien disesuaikan dengan jumlah elemen gigi yang hilang, kondisi

jaringan pendukung gigi tiruan, lokasi gigi yang hilang, usia pasien, kesehatan

sistemik pasien, keinginan dan kebutuhan pasien (Mangkat dkk, 2015). Gigi tiruan

dibagi atas dua jenis, yaitu gigi tiruan lepasan dan gigi tiruan cekat. Gigi tiruan

lepasan terdiri atas gigi tiruan penuh (GTP) dan gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL),

sedangkan gigi tiruan cekat (GTC) adalah gigi tiruan jembatan. Gigi tiruan lengkap

(GTL) merupakan bagian dari prostodonsia yang mencakup restorasi dan prosedur

yang dilakukan pada pasien yang kehilangan seluruh giginya.GTL dibuat untuk

mengganti semua gigi asli beserta jaringan pendukung gigi yang hilang (Mangkat

dkk, 2015).
Pembuatan GTL akan mencegah pengerutan/ atropi prosesus alveolaris

(residual ridge), berkurangnya vertikal dimensi yang disebabkan turunnya otot-otot

pipi karena tidak ada penyangga, dan hilangnya oklusi sentrik. Selama berfungsi

rahang bawah (RB) berusaha berkontak dengan rahang atas (RA) sehingga dengan

tidak adanya gigi-gigi RA dan RB akan menyebabkan hilangnya oklusi sentrik

sehingga mandibula menjadi protusi dan hal ini menyebabkan malposisi

temporo-mandibula joint. Pembuatan gigi tiruan lengkap diharapkan dapat

menggantikan fungsi dari gigi asli yang telah hilang dan jaringan gigi. Keberhasilan

perawatan gigi tiruan melibatkan berbagai faktor. Dokter gigi harus dapat mendesain

gigi tiruan dengan benar dan tepat, laboran harus bekerja sesuai instruksi dokter gigi,

serta pasien harus dapat menjaga pemeliharaan gigi tiruan dengan benar, terutama

kebersihan gigi tiruan.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Gigi Tiruan Lengkap

Gigi tiruan lengkap adalah gigi tiruan lepasan yang menggantikan seluruh gigi asli

dan struktur pendukungnya yang telah hilang pada rahang atas dan rahang bawah, yang

didukung oleh jaringan pendukung, baik lunak maupun keras dalam rongga mulut (Santoso

dkk, 2013). Gigi tiruan lengkap harus dapat mengembalikan kontur fasial dan dimensi

vertikal yang hilang, dan memiliki keseimbangan oklusi dengan tujuan meningkatkan

stabilitas gigi tiruan (Veeraiyan dkk., 2017).

Tujuan pembuatan GTL antara lain :

1. Rehabilitasi seluruh gigi yang hilang sehingga mampu memperbaiki atau

mengembalikan fungsi bicara, pengunyahan, estetis, dan psikis.

2. Memperbaiki kelainan, gangguan, dan penyakit yang disebabkan oleh keadaan

edentulous.

3. Memperbaiki dimensi wajah dan kontur yang terganggu dengan memperhatikan segi

estetis.

4. Meningkatkan kondisi psikis pasien karena memakai GTL bertujuan untuk

meningkatkan kepercayaan diri pasien.

B. Indikasi dan Kontraindikasi Gigi Tiruan Lengkap

Menurut Abdulwaheed dkk (2013), indikasi pembuatan GTL antara lain :

1. Pasien yang kehilangan gigi secara keseluruhan karena dicabut atau tanggal.

2. Pasien dengan beberapa gigi yang harus dicabut karena kerusakan gigi yang tidak

mungkin diperbaiki.

3. Pasien yang jika dibuatkan GTS, gigi yang tersisa akan mengganggu keberhasilannya.

4. Pasien dengan keadaan prosesus alveolaris yang masih baik.


5. Pasien dengan keadaan umum dan mulut yang baik.

6. Pasien bersedia dibuatkan GTL (berhubungan dengan waktu, biaya, dan prognosa).

Kontraindikasi pembuatan GTL antara lain :

1. Pasien yang tidak menginginkan GTL untuk menggantikan gigi yang hilang.

2. Pasien dengan alergi terhadap akrilik yang digunakan sebagai bahan GTL.

3. Pasien yang memiliki severe gag reflex.

4. Pasien dengan tulang alveolar yang resorbsi parah sehingga dapat mengganggu retensi

dari GTL.

C. Komponen Gigi Tiruan Lengkap

Gigi tiruan lengkap memiliki 3 permukaan dan 4 komponen.

a. Permukaan cetakan (fitting surface/intaglio surface)

Permukaan gigi tiruan lengkap yang konturnya ditentukan dari cetakan. Permukaan

cetakan merupakan permukaan yang paling penting karena dapat memberikan titik

kontak yang rapat dengan jaringan sehingga dapat mempertahankan gigi tiruan

berada pada rongga mulut. Permukaan ini akan berkontak dengan jaringan (area

basal seat dan struktur-struktur batas) ketika gigi tiruan diletakkan di dalam mulut.

Permukaan ini adalah replika negatif dari jaringan pasien. Permukaan cetakan dapat

diperoleh dengan baik apabila rahang dicetak dengan sendok cetak individual yang

mempunyai batas tepi 1-2 mm di atas atau di bawah vestibulum. Area ini harus bebas

dari lowong dan nodul untuk mencegah luka pada jaringan.

b. Permukaan poles (polishing surface/cameo surface)

Permukaan yang membentang dari tepi gigi tiruan lengkap ke tepi permukaan

oklusal. Permukaan ini adalah area yang dipoles dan meliputi permukaan bukal dan

lingual gigi-geligi, labial flange¸ dan permukaan palatal eksternal dari gigi tiruan.

Permukaan poles yang ideal adalah permukaan bukal yang bentuknya konveks
sehingga otot-otot bukal dapat bertumpu pada permukaan tersebut. Desain yang baik

pada permukaan bukal mencegah akumulasi makanan pada sulkus bukalis. Area ini

harus dipoles sampai halus untuk mencegah penimbunan debris makanan.

c. Permukaan oklusal

Permukaan oklusal dari gigi tiruan yang menyerupai gigi asli yang berkontak dengan

gigi tiruan antagonisnya. Pembentukan permukaan oklusal termasuk pemasangan

anasir gigi dilakukan setelah pencatatan relasi rahang.

Gambar 1. Permukaan gigi tiruan lengkap. (1) permukaan cetak; (2) permukaan poles;

(3) permukaan oklusal (Veeraiyan dkk., 2017).

Komponen-komponen gigi tiruan, yaitu:

a. Basis gigi tiruan

Merupakan bagian gigi tiruan yang melekat dengan mukosa oral dan menjadi

tempat pelekatan gigi-geligi. Basis gigi tiruan berfungsi memberikan fondasi, retensi,

dan dukungan. Basis gigi tiruan membantu mendistribusikan dan menyalurkan gaya

ke jaringan basal.

Basis gigi tiruan biasa dibuat dari resin akrilik yang memiliki kelebihan

mudah difabrikasi dan ekonomis. Resin akrilik memiliki warna merah muda

translusen yang dapat disesuaikan sehingga menyerupai gingiva. Selain itu bahan ini

dapat dengan mudah di rebase/reline di kemudian hari. Bahan ini memiliki

kekurangan tidak bisa dibuat dalam wujud yang terlalu tipis sehingga dapat
mengubah gaya bicara pasien. Selain itu, bahan ini tidak menyalurkan panas sehingga

persepsi pasien terhadap suhu makanan berkurang.

b. Flange gigi tiruan

Perluasan vertikal dari badan gigi tiruan ke vestibulum oral. Terdiri atas dua

permukaan, yakni permukaan internal basal seat dan permukaan eksternal labial atau

lingual. Fungsi flange adalah untuk memberikan peripheral seal dan stabilitas

horizontal gigi tiruan.

c. Batas gigi tiruan

Tepi basis gigi tiruan pada pertemuan antara permukaan poles dan permukaan cetak

yang bertanggung jawab terhadap peripheral seal. Tepi gigi tiruan harus dijauhkan

dari nodul maupun kondisi tajam untuk menghindari perlukaan jaringan lunak. Tepi

yang over-extended dapat menyebabkan hiperplasi jaringan, sedangkan tepi yang

under-extended dapat juga menghilangkan peripheral seal.

d. Gigi tiruan

Berdasarkan bahannya dapat diklasifikasikan menjadi (1) gigi akrilik; (2) gigi

porselen; (3) gigi resin IPN (inter-penetrating polymer network); (4) oklusal emas;

(5) resin akrilik dengan amalgam stop. Berdasarkan morfologi gigi dibagi menjadi:

(1) gigi anatomis; (2) gigi semi anatomis; (3) gigi non-anatomis; (4) gigi crossbite;

(5) gigi insersi logam.

(Veeraiyan dkk., 2017)

D. Pencetakan Gigi Tiruan Lengkap

A. Pencetakan mukostatik/pasif

Pencetakan dilakukan dengan kondisi membran mukosa oral dan rahang

dalam kondisi normal dan relaksasi. Cetakan dibuat dengan sendok cetak berukuran

lebih besar. Retensi yang terbentuk utamanya dikarenakan tegangan permukaan


interfasial. Hasil cetakan mukostatik menunjukkan ridge dalam keadaan

statis/anatomis karena pada saat pencetakan, bagian ini tidak mendapat tekanan.

Cetakan ini dilakukan dengan bahan jenis alginat dan hasilnya digunakan untuk

membuat model studi.

B. Pencetakan mukodinamik

Pencetakan ini merekam seluruh jaringan mulut dalam kondisi fungsional.

Metode pencetakan ini memperhatikan batas jaringan yang bergerak dan tidak

bergerak serta mukosa tidak boleh tertekan. Sendok cetak yang digunakan merupakan

sendok cetak individual dari shellac atau self curing acrylic resin. Pencetakan

dilakukan dengan tekanan jari tangan dan konsistensi bahan cetak yang dianggap

sesuai dengan tekanan pada saat rongga mulut berfungsi. Bahan cetak yang

digunakan yaitu plaster (xanthano), Zn-Oxyd pasta atau rubber base impression

paste.

Jarak antara pinggir sendok cetak dengan fornik dibuat 1-2 mm, hal tersebut

supaya tepi cetakan nanti tidak meruncing tetapi membulat. Hasil cetakannya

digunakan sebagai work model.

(Veeraiyan dkk., 2017)

E. Batas-batas Anatomis Gigi Tiruan Lengkap

a. Batas-batas Anatomis Maksila

1) Struktur pembatas/limiting structures

Struktur-struktur ini menentukan dan membatasi perluasan gigi tiruan.

- Frenulum labialis

- Vestibulum labialis

- Frenulum buccalis

- Vestibulum buccalis
- Hamular notch. Tepi gigi tiruan harus meluas hingga hamular notch, apabila

terlalu ke anterior dari tuberositas maksila maka gigi tiruan tidak akan retentif.

- Area posterior palatal seal. Area ini berada di antara vibrating line anterior dan

posterior yang berguna untuk mencegah masuknya udara antara basis gigi tiruan

dan palatum lunak. Fungsi dari posterior palatal seal adalah untuk memperbaiki

retensi dengan menjaga kontak yang konstan antara palatum lunak selama

pergerakan fungsional, mengurangi kecenderungan gag reflex dengan membentuk

celah antara basis gigi tiruan dengan palatum lunak saat pergerakan fungsional,

mencegah akumulasi makanan antara tepi posterior gigi tiruan dengan palatum

lunak, serta mengkompensasi pengkerutan polimerisasi. Posterior palatal seal

dibagi menjadi dua regio yakni, 1) pterygomaxillary seal; 2) postpalatal seal.

- Vibrating line

Gambar 2. Anterior vibrating line (kiri) dan posterior vibrating line (kanan)

2) Struktur pendukung/supporting structures

a) Area stress-bearing primer

- Slope posterolateral palatum keras

- Bagian posterolateral dari lingir sisa

b) Area stress-bearing sekunder

- Rugae

- Tuberositas maksila
3) Relief area. Area ini dibebaskan dari tekanan berlebih karena dapat resorpsi atau

karena didapati struktur rentan.

- Papilla incisiva. Bila tidak dibebaskan, gigi tiruan akan menekan pembuluh

darah dan saraf sehingga dapat menyebabkan nekrosis di area distribusi

maupun paraesthesia di palatum anterior.

- Eminensia kuspid

- Raphae mid-palatina

- Fovea palatina

b. Batas-batas Anatomis Mandibula

1) Struktur pembatas: frenulum labialis, vestibulum labialis, frenulum bukalis,

vestibulum bukalis, frenulum lingualis, sulkus alveololingual, retromolar pad,

raphe pterygomandibular.

2) Struktur pendukung: buccal shelf area, lingir sisa

3) Relief area: krista lingir sisa, foramen mentalis, tuberculum genial, torus

mandibularis

(Veeraiyan dkk., 2017)

F. Keberhasilan Gigi Tiruan Lengkap

Keberhasilan pembuatan GTL tergantung dari retensi dan dukungan dari jaringan

sekitarnya yang mencakup:

1. Kondisi mulut edentulous berupa: prosesus alveolaris, saliva, batas mukosa bergerak

dan tidak bergerak, kompresibilitas jaringan mukosa, bentuk dan gerakan otot-otot

muka, serta bentuk dan gerakan lidah.

2. Ukuran, warna, bentuk gigi dan gingiva yang cocok.


3. Penetapan/pengaturan gigi yang benar, meliputi: posisi dan bentuk lengkung deretan

gigi, posisi individual gigi, dan relasi gigi yang terjadi dalam satu lengkung dan

antara gigi-gigi RA dan RB

4. Sifat dan material yang hampir sama dengan kondisi mulut.

Jaringan yang tidak bergerak di dalam mulut akan dijadikan landasan bagi gigi

tiruan lengkap. Batas antara jaringan yang bergerak dan tidak bergerak disebut

mucobuccal fold atau fornik. Batas ini harus diteliti dengan seksama untuk

mengetahui batas yang tepat dari gigi tiruan lengkap yang akan dibuat.

a. Retensi. Ketahanan gigi tiruan terhadap pelepasannya dari mulut. Pemeriksaan retensi

dilakukan dengan memasangkan gigi tiruan kemudian mencoba melepaskannya

dengan gaya tegak lurus terhadap bidang oklusal. Bila gigi tiruan dapat bertahan

terhadap gaya tersebut, berarti gigi tiruan mempunyai retensi yang cukup.

Kemampuan gigi tiruan untuk bertahan terhadap pergeseran terhadap arah insersinya

menurut Veeraiyan dkk. (2017) dipengaruhi oleh:

1) Faktor anatomis

- Besar area yang menghadapi tekanan

- Luasnya permukaan basis gigi tiruan yang menempel pada mukosa (fitting

surface)

- Retensi gigi tiruan berbanding langsung dengan luas daerah yang ditutupi oleh

basis gigi tiruan.

2) Faktor fisiologis

- Viskositas saliva yang pekat akan terakumulasi di antara gigi tiruan dan

palatum menyebabkan hilangnya retensi

- Saliva yang encer dapat menurunkan retensi.

3) Faktor mekanis
Undercut, spring retentif, gaya magnet, denture adhesive, suction chamber,

suction disc.

4) Faktor fisis

- Adhesi

- Kohesi

- Tegangan permukaan interfasial

- Ikatan kapiler/kapilaritas

- Tekanan atmosfer

- Peripheral seal.

● Peripherial seal (sepanjang tepi GTL)

Efektifitas peripherial seal sangat mempengaruhi efek retensi dari tekanan

atmosfer. Posisi terbaik peripherial seal adalah di sekeliling tepi gigi tiruan yaitu

pada permukaan bukal gigi tiruan atas, pada permukaan bukal gigi tiruan bawah.

Peripherial seal bersambung dengan postdam pada rahang atas menjadi

sirkular seal. Sirkular seal ini berfungsi membendung agar udara dari luar tidak

dapat masuk ke dalam basis gigi tiruan (fitting surface) dan mukosa sehingga

tekanan atmosfer di dalamnya tetap terjaga. Apabila pada sirkular seal terdapat

kebocoran (seal tidak utuh/ terputus) maka protesa akan mudah terlepas. Hal

inilah yang harus dihindari dan menjadi penyebab utama terjadi kegagalan dalam

pembuatan protesa gigi tiruan lengkap. Postdam area atau posterior palatal seal,

diletakkan tepat di sebelah anterior garis getar dari palatum molle dekat fovea

palatine. Postdam berbentuk bead dengan kedalaman 1–1,5 mm dan lebar 2 mm.

5) Residual ridge oleh karena tidak ada lagi gigi yang dapat dipakai sebagai

pegangan terutama pada rahang atas.


6) Faktor kompresibilitas jaringan lunak dan tulang dibawahnya untuk menghindari

rasa sakit dan terlepasnya gigi tiruan pada saat berfungsi.

b. Stabilisasi merupakan kemampuan gigi tiruan untuk bertahan pada tempatnya ketika

GTL mendapat tekanan. Kemampuan gigi tiruan untuk bertahan terhadap gaya

horizontal yang dipengaruhi oleh tinggi vertikal residual ridge, kualitas jaringan

lunak yang meliputi ridge, kualitas cetakan, bite rim, penyusunan gigi-gigi, kontur

permukaan poles, tekanan yang merata, balanced occlusion, relief area, sliding, over

jet dan over bite. Ketidakstabilan gigi tiruan dapat diakibatkan oleh pencetakan gigi

dan perluasan basis gigi tiruan yang tidak tepat; penyusunan oklusi dan dimensi

vertikal yang tidak cermat, kontak prematur gigi tiruan, serta gaya horizontal dari

bibir, pipi, dan lidah terhadap gigi dan sayap gigi tiruan lengkap.

c. Dukungan. Dukungan adalah dasar tempat gigi tiruan bersandar dan jaringan yang

menahan beban kunyah yang menimpa gigi tiruan. Pada pasien GTL jaringan ini

adalah mukosa mulut yang bergerak dan yang tidak bergerak, serta tulang di

bawahnya. Faktor yang mempengaruhi dukungan gigi tiruan lengkap dibagi dalam 2

kelompok: faktor-faktor yang berhubungan dengan jaringan pendukung dan

faktor-faktor yang berhubungan dengan gigi tiruan atau basis gigi tiruan.

Gaya-gaya fisik yang berhubungan dengan retensi GTL adalah:

1. Tekanan permukaan, meliputi adhesi antara saliva dengan gigi tiruan serta saliva

dengan mukosa.

2. Gaya-gaya dalam cairan, seperti tegangan permukaan saliva, gaya-gaya kohesi dalam

cairan saliva (viskositas saliva) semua mempengaruhi retensi gigi tiruan

3. Tekanan atmosfer, hal ini dapat menahan gaya-gaya yang akan melepaskan gigi tiruan

asalkan ada peripherial seal yang utuh.


Kekuatan retentif dari mukosa pendukung yang memberi ketahanan terhadap

pengungkitan gigi tiruan bekerja melalui 3 permukaan gigi tiruan, yaitu :

1. Permukaan oklusal : bagian permukaan gigi tiruan yang berkontak atau hampir

berkontak dengan permukaan yang sesuai dari gigi tiruan lawan.

2. Permukaan poles : bagian permukaan gigi tiruan yang terbentang dari tepi gigi tiruan

ke permukaan oklusal, termasuk permukaan palatal. Bagian basis gigi tiruan inilah

yang biasanya dipoles, termasuk permukaan bukal dan lingual gigi-geligi, dan

permukaan ini berkontak dengan bibir, pipi, dan lidah.

Pergerakan gigi tiruan bisa terjadi apabila permukaan poles tidak baik atau kasar, oleh

karenanya permukaan poles harus dibuat sehalus mungkin.

3. Permukaan cetakan : bagian dari permukaan gigi tiruan yang konturnya ditentukan

oleh cetakan. Bagian ini mencakup tepi gigi tiruan yang terbentang ke permukaan

poles. (Zarb et al. 2013)

G. Pengukuran Dimensi Vertikal

Menurut Dipoyono (2005), tahap pengukuran dimensi vertikal merupakan tahap

terpenting untuk keberhasilan fungsi gigi tiruan lengkap. Terdapat 4 cara penentuan

dimensi vertikal secara fisiologis.

Pertama, pengukuran muka. Willis mengemukakan cara pengukuran dimensi vertikal

untuk memperoleh kontur muka yang sesuai dengan pemakai gigi tiruan dan dalam

posisi mandibula istirahat atau yang disebut pengukuran dimensi vertikal rest position

(DVRP), yaitu jarak pupil ke sudut mulut sama dengan jarak dasar hidung/subnasion

dengan dagu (gnathion) atau disebut PM = HD. Jarak pupil mata ke sudut mulut rata-rata

pada laki-laki 65-75 mm, sedangkan pada wanita rata-rata 60-70 mm.
Kedua, posisi istirahat mandibula. Setelah pengukuran muka, dilakukan penetapan

dimensi vertikal oklusi (DVO) dengan pengurangan dataran oklusal bite rim sebesar free

way space/interocclusal rest space yaitu 2-4 mm.

Ketiga, proses menelan. Fungsi fisiologis selama proses menelan telah dianjurkan dan

digunakan dalam menentukan dimensi vertikal. Latar belakang cara ini adalah ketika

makanan atau air ludah ditelan, permukaan oklusal gigi geligi berkontak pada keadaan

dimensi vertikal oklusi yang normal. Shanahan menyatakan bahwa selama dilakukan

proses menelan mandibula akan menutup ke posisi normal dan gerakan ini akan

berulang-ulang tanpa tergantung adanya gigi geligi. Gigi susu dan gigi tetap tumbuh ke

tingkat tertentu dan dipertahankan pada dimensi vertikal yang normal oleh adanya kontak

oklusal yang berulang-ulang.

Keempat, fonetik. Metode fonetik menurut Rugh digunakan untuk membantu

memperoleh dimensi vertikal. Pada waktu mengucapkan huruf tertentu dan kata-kata

tertentu, gigi asli atas dan bawah menghasilkan hubungan khusus satu sama lain. Bila

keadaan ini diduplikasikan pada bite rim dan gigi tiruan malam akan memberi ketepatan

dimensi vertikal. Murrell mengatakan pada waktu mengucapkan huruf ‘s’ dan ‘z’ jarak

antara tepi insisal insisivus atas dan bawah berkisar 1 mm. Closest speaking space sulit

dilakukan pada bite rim kecuali dalam percobaan tiruan malam.

H. Kesalahan dalam Menentukan Dimensi Vertikal

Pengaruh dimensi vertikal terlalu tinggi (over opening):

1. Rasa tidak nyaman

Saat gerakan mengunyah tekanan yang diberikan yaitu secara seimbang dan

konstan. Gigi tiruan yang terlalu tinggi menyebabkan premature kontak sehingga

menyebabkan kehilangan kontrol pada gigi tersebut dan menyebabkan gangguan

reflex yang akan diikuti rasa sakit.


2. Trauma

Gigi tiruan yang mengalami premature kontak dapat menyebabkan rasa tidak

enak dan rasa sakit pada jaringan pendukung gigi tiruan lengkap, hal tersebut

diakibatkan karena gigi yang mengalami premature kontak akan menerima tekanan

yang lebih besar dibandingkan dengan gigi yang lain.

3. Kehilangan free way space

Pasien tidak dapat mencapai posisi istirahat yang enak karena kehilangan

ruang antar oklusal gigi – gigi RA dan interocclusal gap saat mandibula pada posisi

istirahat. Kesulitan saat berbicara (speech defect), kesulitan menelan dan perubahan

bunyi pada huruf yang berakhiran suara desis.

4. Clicking teeth

Lidah berperan mengatur dalam pengucapan kata – kata yaitu dengan

menempatkan pada posisi tertentu sehingga bunyi/suara bisa terjadi tanpa gigi harus

berkontak. Dimensi vertical yang menyebabkan gigi menjadi lebih tinggi

menyebabkan tonjol-tonjol gigi yang berlawanan akan saling bertemu dan

menyebabkan Clicking/bunyi “klik” pada waktu pemakaian GTL berbicara atau

pada waktu makan.

5. Penampilan

Terlalu membukanya rahang bawag menyebabkan perpanjangan muka dan

terlihat pada waktu posisi istirahat, bibir akan terbuka dan bila bibir menutup maka

wajah akan tampak tegang.

6. Kehilangan kontrol makanan

Saat mengunyah makanan akan berhamburan keluar mulut yang diakibatkan

karena gigi – gigi sudah saling bertemu dan ini tidak sesuai dengan rencana yang
telah diprogramkan di otak, akibatnya pemakaian gigi tiruan lengkap akan

kehilangan dalam pengontrolan system pengunyahan.

Pengaruh dimensi vertikal terlalu rendah (over closing):

1. Efisiensi pengunyahan berkurang

Gigi belum berkontak pada saat otot pengunyahan berkontraksi sesuai dengan

yang telah diprogramkan oleh otak, sehingga menyebabkan otot melakukan

kontraksi tambahan untuk melakukan pengunyahan makan. Hal tersebut

menyebabkan makanan tidak bisa terkunyah dengan lumat.

2. Pipi tergigit

Tonus otot menjadi hilang karena dimensi vertical yang terlalu rendah,

mukosa pipi yang bersifat labil/flabby memiliki tendensi melekuk masuk antara gigi

dan tergigit saat mengunyah.

3. Penampilan

Muka akan terlihat lebih tua, pendekatan antara hidung dan dagu, jaringan lunak

mengkerut dan jatuh melipat kedalam akibatnya garis-garis wajah menjadi dalam

dan berbanding lurus dengan pemendekan dimensi vertikal.

4. Sakit sendi rahang / TMJ

Disebabkan oleh tekanan pada persendian dan ligament. Keadaan ini dapat

diperbaiki dengan penambahan dimensi vertikal.

5. Costen’s syndrome

Chorda tympani terjepit oleh processus condyloideus pada fossa glenoidea sehingga

menyebabkan:

- Gangguan pendengaran dan pengucapan akibat gangguan pada tuba eustachii

- Tinnitus aurium yaitu berdenging pada telinga dan bunyi pada sendi saat

mengunyah cliking sound.


- Sakit pada TMJ saat palpasi/dull pai

- Gejala neuralgik seperti rasa terbakar pada lidah, tenggorokan tepi hidung, sakit

kepala sekitar temporal dan basis cranii.

- Xerostomia karena gangguan fungsi glandula saliva/kelenjar ludah.

(Veeraiyan dkk., 2017)

I. Tahap pembuatan GTL

Base plate adalah suatu bentuk sementara yang mewakili dasar gigi tiruan dan

digunakan untuk membuat Maxillo-Mandibular Record, menempatkan gigi-gigi dan

untuk insersi ke dalam mulut, sedangkan bite rim yang disebut juga tanggul gigitan

dibuat diatas base plate yang telah dihaluskan dengan menggunakan modelling wax

(Zarb et al, 2013). Bite rim digunakan untuk meletakkan gigi sebelum diganti dengan

acrylic dan mencatat maxillo-mandibular relation pada pasien. Bite rim atas harus sejajar

dengan garis pupil dan bite rim harus kelihatan kira-kira 2 mm di bawah garis bibir atas

dan lehernya harus mengikuti general out line processus alveolaris (McCord et al, 2004).

Vertikal dimensi disebut juga tinggi gigitan, dapat diperoleh dengan pengukuran

jarak pupil dan sudut mulut akan sama dengan jarak hidung dengan dagu (PM=HD)

dalam keadaan oklusi sentrik (McCord et al, 2004). Oklusi sentrik merupakan hubungan

kontak maksimal dari gigi-gigi RA dan RB, terjadi ketika RA dan RB dalam relasi

sentrik, yaitu keadaan dimana prosesus kondiloideus berada pada posisi paling belakang

dari fossa glenoidea (Zarb et al, 2013).

Artikulator mounting merupakan suatu tindakan untuk memasang bite rim RA

dan RB dari mulut pasien ke artikulator beserta modelnya setelah penentuan dimensi

vertikal maupun oklusi sentrik (Zarb et al. 2013).Pemasangan gigi geligi yang penting

terutama untuk gigi anterior. Hal ini berhubungan dengan estetis (ukuran, bentuk, warna),

meskipun demikian tidak kalah pentingnya pemasangan gigi posterior. Gigi posterior
tidak harus sama ukurannya dengan gigi asli, tetapi lebih kecil, tujuannya untuk

mengurangi permukaan pengunyahan agar tekanan saat pengunyahan tidak memberatkan

jaringan pendukung. Pada saat pemasangan gigi yang harus diperhatikan adalah

personality expression, umur, jenis kelamin yang mana nantinya akan berpengaruh dalam

pemilihan ukuran, warna, dan kontur gigi. Selain itu, juga perlu diperhatikan keberadaan

over bite, over jet, curve Von Spee, curve Monson, agar diperoleh suatu keadaan yang

diharapkan pada pembuatan GTL (Zarb et al. 2013).

Perawatan pada pengguna GTL dapat dikatakan berhasil apabila GTL tersebut

1. Enak dipakai dan nyaman

2. Dapat mengembalikan fungsi bicara dan pengunyahan

3. Tampak cukup estetis

4. Dapat memelihara keadaan jaringan mulut

5. Cukup kuat.
III. LAPORAN KASUS

A. Identifikasi

Nama pasien : Pardi

Umur : 59 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Petani

Alamat : Janturan

No. RM : 237326

B. Pemeriksaan Subjektif

Motivasi : Pasien datang atas kemauan sendiri ingin dibuatkan gigi tiruan agar lebih

jelas dalam berbicara dan melafalkan Al-Quran.

CC : Pasien mengeluhkan kesulitan berbicara dan melafalkan kata karena seluruh

giginya sudah hilang.

PI : Gigi sudah mulai tanggal sejak beberapa tahun lalu. Terdapat beberapa sisa

akar dan gigi berlubang besar yang tersisa dan sudah dicabut sejak Januari 2023. Terdapat

satu gigi yang terbenam dan sudah dicabut pada bulan Februari 2023.

PMH : Pasien tidak ada konsumsi obat secara rutin, tidak memiliki alergi makanan

atau obat. Pasien tidak memiliki riwayat rawat inap dan operasi.

PDH : Pasien pernah melakukan pencabutan gigi dan tanpa komplikasi dan

perdarahan. Pasien sebelumnya pernah membuat gigi palsu di tukang gigi namun sudah

tidak nyaman saat digunakan.

FH : Ibu pasien memiliki riwayat hipertensi.

SH : Pasien merupakan laki-laki berusia 59 tahun dan bekerja sebagai petani.

Pasien terbiasa merokok setiap hari dan diperkirakan habis satu bungkus setiap
minggunya. Pasien tidak memiliki riwayat mengonsumsi minuman beralkohol. Pasien

umumnya mengkonsumsi makanan lunak dan rutin berolahraga.

C. Pemeriksaan Objektif

Umum :

Jasmani : Sehat, tidak ada kelainan.

Rohani : Sehat, komunikatif dan kooperatif.

Lokal:

1. Ekstraoral : Muka : Lonjong, simetris, tidak ada kelainan

Profil : Cembung normal, tidak ada kelainan

Bibir : Normal, tidak ada kelainan

2. Intraoral :

a. Attachment

1.) Frenulum labialis superior : normal

2.) Frenulum labialis inferior : normal

3.) Frenulum buccalis : normal

4.) Frenulum lingualis : normal

b. Bentuk palatum : Bentuk U, normal

Torus palatinus : Tidak ada

Lidah : Ukuran dan aktivitas normal

Alveolaris :

1.) Rahang atas

a.) Posterior kiri : sedang

b.) Anterior : sedang

c.) Posterior kanan : sedang


2.) Rahang Bawah

a.) Posterior kiri : rendah

b.) Anterior : sedang

c.) Posterior kanan : sedang

c. Oral Hygiene : Baik

d. Pemeriksaan Elemen :

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

Keterangan :

X : gigi telah tanggal/dicabut

Klasifikasi daerah tidak bergigi

1.) Rahang atas : full edentulous

2.) Rahang bawah : full edentulous

Foto Intraoral
IV. RENCANA PERAWATAN

A. Kunjungan I

1. Tahap Klinis

a. Pemeriksaan subjektif dan objektif

b. Membuat model studi

1.) Sendok cetak : edentulous stock tray No. 2

2.) Bahan cetak : irreversible hydrocolloid impression material

3.) Metode cetak : mukostatik

c. Cara mencetak:

1.) Pasien duduk menghadap ke depan dengan permukaan oklusal pasien sejajar

lantai

2.) Cobakan sendok cetak pada pasien untuk menentukan ukuran sendok cetak

yang tepat

3.) Posisi operator:

Rahang atas : operator pertama ada di depan pasien, lalu berpindah ke kanan

belakang pasien

Rahang bawah : operator ada di kanan depan pasien

4.) Manipulasi bahan cetak : buat adonan alginat dengan P:W = 3:1 atau sesuai

dengan aturan pabrik. Setelah teraduk dan dicapai konsistensi yang tepat,

masukkan adonan secara merata ke sendok cetak secara merata.

5.) Tekan pada processus alveolaris rahang atas dan atau rahang bawah. Kemudian

dilakukan muscle trimming agar bahan cetak mencapai lipatan mukobukal.

Posisi dipertahankan hingga setting. Kemudian sendok diambil dan hasil


cetakan diamati apakah masih terdapat kekurangan. Selanjutnya hasil cetakan

diisi dengan stone gips/ glass stone.

2. Tahap Laboratoris

Membuat sendok cetak individual.

Bahan : Shellac, base plate.

Cara membuat :

a. Menentukan outline sendok cetak individual pada model studi dengan batas 2 mm

lebih pendek dari batas GTL, agar tersedia ruang yang cukup untuk ketebalan

bahan cetak membentuk tepi. Outline tersebut 2-3 mm lebih pendek dari lipatan

mukobukal dan seluruh frenulum. Outline meliputi pterygomaxillary notch dan

meluas hingga vibrating line.

b. Shellac dilunakkan dengan cara dipanaskan di atas lampu spiritus lalu ditekan di

atas model studi. Shellac dipotong sesuai batas-batas yang telah digambar pada

model studi. Shellac dipotong dengan menggunakan gunting saat masih lunak atau

dengan bur bila sudah mengeras. Melakukan pembuatan lubang-lubang pada

sendok cetak yang berfungsi untuk mengalirkan kelebihan bahan cetak, karena

apabila tertahan akan menyebabkan tekanan yang berlebihan pada gigi tiruan pada

jaringan pendukungnya, sehingga lubang dibuat pada daerah yang tidak menerima

tekanan. Lubang ini juga berfungsi untuk retensi bahan cetak pada sendok cetak.

Lubang dibuat dengan menggunakan bur bulat no. 8 dengan jarak masing-masing

lebih dari 5 mm.

c. Pada individual tray juga dibuat pegangan yang diletakkan sedemikian rupa

sehingga tidak mengganggu pergerakan rahang saat pencetakan. Pegangan sendok

cetak dibuat dengan shellac dengan ukuran lebar 1 cm dan panjang 1 cm, serta
dibentuk vertikal (RA ke arah bawah, RB ke arah atas) agar ketika diinsersikan ke

dalam mulut tidak menyentuh bibir bawah.

B. Kunjungan II

1. Tahap Klinis

a. Mencoba sendok cetak individual.

1.) Stabilisasi : Operator melakukan retraksi bibir pasien kemudian

mengamati apakah sendok cetak masih menyentuh muscular attachment ketika

pasien diinstruksikan menggerakkan mukosa

2.) Relief area : tercakup semua baik rahang atas maupun rahang bawah

3.) Batas posterior : Operator mengamati bagian posterior sendok cetak yang telah

diposisikan di dalam mulut pasien sambil menginstruksikan pasien untuk

mengatakan “ah”. Vibrating line harus berada di dalam batas posterior sendok

cetak individual.

Pastikan sendok cetak individual tetap stabil ketika otot-otot rongga mulut

digerakkan, baik pada rahang atas maupun rahang bawah. Jika sendok cetak ikut

bergerak bersamaan dengan gerak otot, maka dilakukan pemotongan sampai

sendok cetak tersebut lebih stabil. Apabila sendok cetak terlalu rendah, sendok

cetak ditambahkan malam merah dari sisi luar sendok cetak (border moulding).

Tepi sendok cetak kira-kira 2 mm dari fornix. Sayap sendok cetak yang berlebihan

harus dikurangi karena akan meregangkan jaringan sulkus saat mencetak.

Akibatnya, sayap gigi tiruan akan terlalu panjang dan melukai jaringan lunak serta

menjadi tidak stabil. Apabila sendok cetak kurang mencukupi batas tersebut, maka

dilakukan penambahan dengan malam merah. Sendok cetak yang pendek

menyebabkan 2 kemungkinan yaitu pertama bahan cetak tidak dapat mencapai


seluruh dasar fornix sehingga gigi tiruan yang dihasilkan menjadi terlalu pendek

dan kedua bahan cetak dapat mencapai seluruh dasar fornix namun tidak didukung

dengan baik oleh sendok cetak sehingga ketika diisi gips, berat adonan gips akan

mengubah bentuk bagian bahan cetak yang tidak didukung sendok cetak.

b. Membuat cetakan model kerja

Rahang atas :

1.) Sendok cetak : shellac.

2.) Bahan cetak : polyvynil siloxane dengan jenis monofase (exaflex).

3.) Metode mencetak : mukodinamik.

4.) Cara mencetak :

a.) Cobakan sendok cetak pada pasien hingga retensi, stabilisasi, dan batas

posterior sendok cetak sesuai.

b.) Pasien dilatih untuk melakukan gerakan-gerakan mukodinamik sambil

memposisikan sendok cetak di dalam mulut pasien.

c.) Gambar vibrating line pada mulut pasien dengan pensil tinta (indelible).

Vibrating line akan terlihat saat pasien mengucapkan “ah”.

d.) Bahan cetak diaduk dan setelah homogen dimasukkan ke dalam sendok

cetak individual RA. Posisi operator di samping kanan belakang. Masukkan

sendok cetak dan bahan cetak ke dalam mulut, kemudian sendok cetak

ditekan pada bagian processus alveolaris bagian posterior dan anterior.

e.) Lakukan muscle trimming pada pasien.

f.) Instruksikan pasien untuk melakukan gerakan mukodinamik:

- Mengucapkan “uh” untuk mencetak frenulum labialis superior

- Mengucapkan “oh” untuk mencetak frenulum buccalis

- Mengucapkan “ah” agar vibrating line tercetak


g.) Menggerakan rahang bawah ke kiri dan kanan. Posisi dipertahankan sampai

bahan cetak setting kemudian sendok cetak dilepas dengan menarik

vestibulum posterior ke bawah.

h.) Sendok cetak dicuci di bawah air yang mengalir untuk menghilangkan saliva

dan debris yang menempel.

2. Tahap Laboratoris

a. Membuat base plate.

Setelah diperoleh cetakan yang akurat, kemudian diisi dengan stone gips.

Setelah diperoleh model kerja, ditentukan batas tepi, memperhatikan daerah

mukosa yang bergerak dan tidak bergerak, kemudian ditentukan relief area. Pada

relief area dibuat post dam. Ditentukan pula posterior palatal seal dan membuat

seal. Batas tepi untuk rahang atas adalah peripheral seal dibatasi fornix dan

posterior palatal seal dibatasi oleh hamular notch dan 2 mm di belakang batas

palatum keras dan palatum lunak. Batas tepi untuk rahang bawah adalah

peripheral seal dibatasi fornix, lalu pada bagian posterior dibatasi oleh 2/3 bagian

trigonum retromolar, dan media/lingua dibatasi oleh línea mylohyoidea.

Berdasarkan batas-batas tersebut dibuat base plate dari wax yang menempel pada

model kerja lalu diproses dengan akrilik dan dihaluskan. Base plate harus

benar-benar menempel pada model kerja. Base plate yang diperoleh dihaluskan

dan di atasnya dibuat bite rim dari wax. Gabungan base plate dan bite rim disebut

sebagai record block.

C. Kunjungan III

1. Tahapan Klinis

a. Try in base plate


Hal yang perlu diperhatikan pada tahap ini adalah retensi dan stabilisasi.

Retensi adalah daya tahan gigi tiruan terhadap upaya pelepasan, sedangkan

stabilisasi adalah daya tahan gigi tiruan untuk tetap di tempat ketika fungsi

pengunyahan berlangsung. Retensi yang baik diperoleh jika base plate tidak lepas

dari tempatnya saat pasien diam. Retensi dicek dengan menekan salah satu sisi

base plate pada RB dan mencoba menarik base plate RA.

Tes stabilitas dilakukan dengan cara pasien diperintahkan untuk berkumur,

gerakan mengunyah atau ditarik pipinya agar dapat terlihat base plate terbebas

dari muscular attachment atau tidak. Apabila base plate tetap bertahan di

tempatnya, maka base plate tersebut memiliki stabilisasi yang cukup. Faktor

stabilisasi GTL didapat dari pemasangan gigi-gigi pada prosesus alveolaris,

tekanan yang merata, balanced occlution, relief area, sliding, over jet, dan over

bite.

b. Membuat bite rim.

Jika retensi dan stabilisasi base plate telah baik lalu base plate dihaluskan

dan di atasnya dibuat bite rim dari wax. Pembuatan bite rim harus memperhatikan

estetis, tinggi, lebar, dan kesejajaran dataran oklusal. Pembuatan bite rim sesuai

dengan :

1.) Ukuran bite rim rahang atas : anterior lebar 4 mm dengan tinggi 12 mm,

dengan 2 mm di bawah bibir atas, posterior tinggi 10 mm, lebar 6 mm. Bagian

posterior pada oklusal dibagi dua oleh garis alveolar ridge menjadi bagian

bukal 4 mm dan palatinal 2 mm.

2.) Bite rim rahang bawah dibuat sesuai RA tetapi bagian oklusal posterior dibagi

oleh garis alveolar ridge menjadi 3 mm untuk bukal dan 3 mm untuk lingual.

Bite rim yang telah sesuai ukuran dicobakan ke mulut pasien.


3.) Cek tinggi bite rim: bidang incisal bite rim terlihat 2 mm di bawah garis bibir

atas dalam keadaan istirahat.

4.) Cek profil wajah pasien: bibir pasien harus isotonus (tidak terlalu tegang

ataupun kendur). Apabila bibir pasien hipertonus, kurangi bite rim pada bagian

labial, apabila bibir pasien hipotonus, tambahkan malam pada bite rim sebelah

labial. Profil wajah pasien harus seimbang.

5.) Cek kesejajaran dataran oklusal:

a.) Bila dilihat dari anterior, bite rim RA tampak sejajar dengan garis pupil

(dilihat dengan bantuan occlusal guide plane).

b.) Bila dilihat dari lateral, bite rim RA tampak sejajar dengan garis chamfer

(dilihat dengan bantuan occlusal guide plane).

6.) Tentukan garis chamfer pada pasien. Garis chamfer adalah garis yang berjalan

dari posisi kondilus sisi kanan ke kiri dengan melalui titik-titik berikut ini:

a.) 13-14 mm dari meatus acusticus externus telinga kanan dan kiri ke arah

chantus/ sudut mata yang menjadi panduan letak kondilus.

b.) Spina nasalis anterior

Ketiga titik tersebut ditandai dan dihubungkan dengan benang kemudian

ditempelkan pada wajah pasien dengan menggunakan hansaplast. Setelah

diperoleh kesejajaran oklusal bite rim RA maka bite rim RB dipasang. Saat

biterim RB dipasang, bite rim RA dan RB harus tertutup secara sempurna (tidak

boleh ada celah dan merupakan satu garis lurus).

c. Pencatatan Maxillomandibular Relationship (MMR)

Setelah itu dilakukan pencatatan Maxillo-Mandibular Relationship (MMR) dengan

cara menentukan vertikal dimensi yaitu:


1.) Vertikal dimensi saat posisi istirahat (VDRP) dengan Metode Willis, yaitu

pengukuran jarak pupil ke sudut mulut sama dengan jarak hidung ke dagu

(PM=HD). Pengecekan VDRP sudah tepat dengan menginstruksikan pasien

untuk mengucapkan huruf “m”.

2.) Vertikal dimensi oklusi (VDO) = Vertikal dimensi rest posisi (VDRP) - free

way space {PM = HD – (2-4) mm}. Pasien diinstruksikan untuk melakukan

gerakan menelan dan dilakukan pengukuran. Pasien diminta menggigit malam

pada bite rim sampai jarak HD = jarak PM - 2 mm. Free way space 2 mm

didapat dengan cara mengurangi bite rim RB. Ketepatan free way space ini

diperiksa secara mekanik (diukur). Selain itu, diperlukan juga pemeriksaan

fonetik dengan pengucapan huruf-huruf tertentu yang pengucapannya

memerlukan space, misalnya huruf “s” (mississipi). Apabila free way space

kurang, maka huruf “s” akan sulit terucap, apabila free way space berlebihan

(terasa semburan saliva ketika pengucapan huruf “s”), dan pemeriksaan

dimensi vertikal oklusi yaitu dengan pengucapan huruf “m”. Kemudian

diperiksa estetisnya, yang dikurangi bite rim RB.

3.) Relasi sentrik atau centric relation record adalah suatu relasi mandibula

terhadap maksila pada suatu relasi vertikal yang ditetapkan pada posisi paling

posterior processus condiloideus pada fossa glenoidale. Relasi sentrik dicatat

dengan cara menandai midline dan garis caninus pada bite rim RA lalu midline

RA dan RB disejajarkan. Cara menentukan relasi sentrik menggunakan metode

Shanahan, yaitu pasien diinstruksikan untuk menengadahkan kepala lalu

membuka dan menutup mulut sampai pasien biasa dengan oklusi tersebut

sehingga mandibula akan menutup ke posisi normal. Pasien diminta buka tutup
dan menelan ludah. Setelah diperoleh relasi sentrik, bite rim diberi tanda pada 3

tempat, diantaranya:

a.) Median line, diambil sebagai terusan dari philtrum pasien untuk menentukan

garis tengah yang memisahkan incisivus kanan dan kiri.

b.) Garis kaninus kanan-kiri yaitu tepat pada sudut mulut dalam keadaan rest

position. Pasien diminta untuk membuka dan menutup mulut lalu dilihat

apakah garis tersebut sudah tepat dan tetap pada kedudukannya dalam

keadaan relasi sentrik.

c.) Laugh line diperoleh dengan menginstruksikan pasien untuk mengangkat

bibir atas sampai pada posisi tertawa, tandai bite rim terhadap ketinggian

bibir pada saat tertawa. Garis ini merupakan panduan untuk penempatan

servikal gigi. Incisal guide ditentukan untuk pemasangan gigi anterior atas

dan bawah serta agar memenuhi nilai estetis.

d. Fiksasi dan penanaman model kerja pada artikulator.

Setelah memperoleh relasi sentrik, dilakukan fiksasi pada bite rim RA dan RB

dengan metode double v-groove shape dengan cara :

1.) Groove berbentuk V dibuat pada kanan dan kiri bite rim RA dengan letak

kira-kira pda bagian P1 dan M1 kurang lebih sebesar 5mm.

2.) V-groove diolesi vaseline bite rim RB dikurangi sesuai dengan letak V-groove

sedalam 2 mm, record block dan RB dimasukkan ke dalam mulut dan pasien

diinstruksikan melakukan oklusi sentrik lalu bite rim RB diberi tambahan wax.

Mulut dikatupkan lalu dilihat apakah V-groove dan kontranya sudah tepat.

Gerakan buka tutup mulut dilakukan berulang-ulang.

2. Tahap Laboratoris

a. Pemasangan pada artikulator (free plane articulator).


Setelah oklusal bite rim RA dan RB selesai difiksir, oklusal bite rim RA

diletakkan pada mounting table dengan pedoman :

1.) Garis tengah bite rim dan model RA berhimpit dengan garis tengah mounting

table.

2.) Tepi luar bite rim RA menyinggung garis incisal edge dari mounting table.

3.) Jarum horizontal incisal guide pin ujunganya menyentuh tepi luar anterior bite

rim RA dan tepat pada garis tengah bite rim.

Oklusal bite rim RA difixir dengan cara:

1.) Upper member digerakan keatas dan adonan gips dituang perlahan pada bagian

atas model kerja RA, kemudian upper member digerakkan ke bawah atau menutup

sampai menekan gips yang ada pada model kerja RA.

2.) Upper member dan lower member diikat dengan karet dan gips yang memfiksasi

upper member dengan moel RA dirapikan.

3.) Mounting table dilepas dari artikulator kemudian artikulator dibalik.

4.) Occlusal bite rim RB beserta model gips RB diltakkan kembali pada occlusal bite

rim RA sesuai dengan oklusinya.

5.) Lower member diangkat ke atas an adonan gips dituang pada model kerja RB,

kemudian lower member digerakkan ke bawah atau ditutup samopai menekan

adonan gips kemudian dirapikan.

6.) Membuat garis median pada bite rim atas yang disesuaikan dengan garis median

model kerja dan incisal guide plane.

D. Kunjungan IV

1. Tahapan Klinis

Pada kunjungan ini, gigi anterior yang sudah dipasang pada bite rim dicobakan (try in)

langsung ke dalam mulut pasien, kemudian diperiksa :


a. Overbite dan overjet (normal : 2-4 mm, pada GTL : 0,5-1 mm)

b. Garis kaninus (pada saat rest position terletak pada sudut mulut)

c. Garis ketawa (batas servikal gigi atas, gusi tidak terlihat pada saat tertawa)

d. Fungsi fonetik (pasien disuruh mengucapkan huruf s, f, t, r, m)

e. Fungsi estetik (melihat median line dan keserasian antara bentuk dan ukuran gigi

dengan bentuk wajah)

f. Dilakukan sliding ke kanan dan ke kiri.

2. Tahapan Laboratoris

Dalam kunjungan ini, telah dilakukan pemasangan gigi anterior. Urutan pemasangan

gigi anterior adalah gigi anterior rahang atas dengan pedoman.

a. Pemasangan gigi anterior RA :

1.) 11 dan 21:

Aksisnya bersudut 50 terhadap median line, insisal menyentuh bite rim RB,

bagian 1/3 permukaan labial agak depresi.

2.) 12 dan 22:

Aksisnya bersudut 100 terhadap median line, insisalnya berjarak 0,5-1 mm dari

bite rim RB, bagian mesio-insisal berkontak dengan permukaan distal gigi 11

dan 21, permukaan labial agak ke palatal dan mengikuti lengkung bite rim.

3.) 13 dan 23:

Aksisnya sedikit miring atau hampir sejajar dengan median line, puncak cuspid

menyentuh bite rim RB, sisi mesio-insisal berkontak dengan sisi disto-insisal

gigi incisivus lateralis RA, bagian 1/3 labio-servikal lebih prominen (cervical

prominent), sisi distal tidak terlihat dari anterior, permukaan labial sesuai

dengan lengkung bite rim RB.

E. Kunjungan V
1. Tahapan Klinis

Pada kunjungan ini sudah dilakukan pemasangan gigi-gigi posterior. Urutan

pemasangan gigi adalah gigi posterior RA kemudian gigi posterior RB. Setelah itu

dilakukan try in pada pasien. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan yang sama

dengan gigi anterior dan ditambah dengan cek oklusi. Pemasangan gigi posterior

harus disesuaikan dengan :

a. Kurva Von Spee ke arah anteroposterior yang terdiri dari:

1.) Bidang horizontal tempat disusunnya gigi 14, 15, 24, dan 25.

2.) Bidang oblik tempat disusunnya gigi 36, 37, 46, dan 47.

b. Kurva lateral yang terdiri dari :

1.) Bidang yang terbentuk dari garis singgung pada occlusal bite rim dengan tonjol

bukal gigi premolar pertama atas (kurva anti Monson).

2.) Bidang horizontal yang dari garis singgung pada occlusal bite rim dengan kedua

tonjol gigi premolar kedua atas (kurva transisional).

3.) Bidang yang terbentuk dari garis singgung pada occlusal bite rim dengan tonjol

mesiopalatal gigi molar pertama atas (kurva Monson).

2. Tahap Laboratoris

a. Pemasangan gigi posterior RA :

1.) 14 dan 24 :

Aksis tegak lurus bite rim RB dan bidang oklusal, tonjol bukal menyentuh bite

rim RB dan tonjol palatinal menggantung 1 mm (kurva anti-Monson).

2.) 15 dan 25 :

Aksis tegak lurus bite rim RB, kedua tonjol menyentuh bite rim RB .

3.) 16 dan 26 :
Aksis miring ke mesia, tonjol mesiopalatinal menyentuh bite rim, tonjol

mesiobukal dan distobukal menggantung 0,5 mm, serta tonjol distopalatinal

menggantung 0,5 – 0,75 mm (kurva Monson).

4.) 17 dan 27 :

Aksis lebih miring daripada 16 & 26, semua tonjol menggantung

5.) Pemasangan gigi posterior rahang atas juga memenuhi anteroposterior curve

dan lateral curve sebesar 6o.

b. Pemasangan gigi posterior RB

Gigi posterior RB yang harus dipasang pertama adalah gigi 36 dan 46 karena

merupakan kunci oklusi.

1.) 36 dan 46 :

Tonjol mesiobukal 16 dan 26 tepat pada mesiobukal groove 36 dan 46, tonjol

mesiopalatinal 16 dan 26 tepat pada fossa sentral 36 dan 46, relasi 16 dan 26

terhadap 36 dan 46 neutroklusi (Kelas I Angle).

2.) 35 dan 45 :

Tonjol bukal terletak diantara tonjol bukal gigi P1 dan P2 RA, ujung tonjol

berkontak dengan marginal ridge gigi P1 dan P2 RA, tonjol lingual terletak

diantara tonjol palatinal gigi P1 dan P2 RA.

3.) 34 dan 44 :

Tonjol bukal terletak diantara tonjol bukal gigi C dan P2 RA, ujung tonjol

berkontak dengan marginal ridge gigi C dan P2 RA.

4.) 37 dan 47 :

Inklinasi mesiobukal berkontak dengan garis tepi tonjol distobukal gigi 16 dan

26, tonjol palatinal berkontak dengan fossa sentral gigi 17 dan 27.
F. Kunjungan VI

Try in seluruh gigi tiruan di atas malam dan kontur gusi tiruannya, lalu dilakukan

pengamatan pada :

1.) Oklusi.

2.) Retensi GTL, faktor yang mempengaruhi antara lain:

a. Tepi GTL mengikuti batas fornix.

b. Jaringan keras harus dihindari supaya memberi kesempatan untuk bergerak.

c. Protesa harus berelief sesuai dengan keadaan mulut.

3.) Stabilisasinya dengan working slide dan balancing slide.

4.) Estetis dengan melihat garis kaninus dan garis ketawa.

5.) Pasien diinstruksikan untuk menyebutkan huruf-huruf p, b, t, th, d, f, v, dan lain-lain

sampai tidak ada gangguan.

6.) Vertikal dimensi.

G. Kunjungan VII

Setelah diganti dengan resin akrilik, protesa diinsersikan ke mulut pasien. Hal yang harus

diperhatikan saat insersi adalah :

1. Retensi

Pemeriksaan retensi dilakukan dengan cara menggerak-gerakkan pipi dan

bibir, protesa lepas atau tidak. Perhatikan pula apakah tepi GTL mengikuti fornix,

jaringan yang bergerak harus dihindari dari plat GTL supaya bebas bergerak dan

tidak melepas GTL, protesa harus berelief sesuai dengan keadaan mulut.

2. Stabilisasi

Pemeriksaan dilakukan saat mulut berfungsi, tidak boleh mengganggu

mastikasi, penelanan, bicara, ekspresi wajah dan sebagainya.

3. Oklusi
Pemeriksaan balancing side, working side, serta ada tidaknya kontak prematur.

Pemeriksaan oklusi dilakukan dalam kondisi sentrik dan eksentrik. Jika oklusinya

terganggu, dilakukan grinding atau penambahan. Pemeriksaan menggunakan

articulating paper yang diletakkan pada oklusi, selanjutnya pasien diminta untuk

menggerakkan gigi seperti mengunyah. Jika ada traumatik oklusi dilakukan selective

grinding, yaitu penggrindingan permukaan oklusal gigi tiruan tujuannya untuk

mendapatkan suatu sentrik oklusi gigi tersebut. Pengurangan menggunakan hukum

BULL dan MUDL (pengurangan pada permukaan bukal dan mesial pada RA dan

pengurangan permukaan lingual dan distal pada RB) hinga diperoleh warna dengan

tebal yang sama.

4. Artikulasi

Fungsi fonetik diketahui dengan pengucapan huruf s, m, r, p, d, f, dan t.

Instruksikan kepada pasien mengenai hal-hal sebagai berikut :

1. Cara pemakaian protesa

2. Adaptasi, menganjurkan pasien untuk memakai protesa secara terus-menerus selama

2x24 jam. Pasien diingatkan bahwa akan mengalami hipersalivasi selama satu

minggu.

3. Cara pemeliharaan protesa :

a. Malam hari ketika tidur, protesa dilepas supaya jaringan otot-otot dibawahnya

dapat beristirahat.

b. Protesa direndam dalam air ketika dilepas.

c. Protesa dibersihkan dengan sikat berbulu halus setiap kali setelah makan. Selain

itu, supaya pembersihan lebih maksimal juga dapat dilakukan dengan merendam

dalam larutan pembersih protesa.


d. Ketika hendak mencuci protesa maka harus dilakukan di atas wadah yang diisi air

untuk mengantisipasi jika gigi tiruan terjatuh, maka tidak akan terjatuh di lantai.

4. Kontrol

a. Jika ada rasa sakit, gangguan bicara, protesa tidak stabil, pasien dianjurkan untuk

segera kembali ke klinik.

b. Kontrol sesuai dengan waktu yang telah ditentukan untuk pemeriksaan lebih lanjut

dan apabila nantinya tidak ada gangguan, pasien bisa terus memakai protesa

tersebut.

H. Kunjungan VIII

Setelah pemasangan GTL selama 1 minggu, pasien datang untuk control. Pada saat

control dilakukan pemeriksaan :

1. Pemeriksaan Subjektif

Pasien diberi beberapa pertanyaan, antara lain:

a. Apakah pasien ada keluhan atau tidak selama pemakaian protesa?

b. Apakah selama pemakaian protesa ada gangguan atau tidak?

c. Apakah ada rasa sakit selama pemakaian protesa?

2. Pemeriksaan Objektif

a. Dilihat keadaan mukosa apakah ada peradangan atau perlukaan

b. Diperiksa retensi dan stabilisasi


V. DISKUSI

Pasien pria berusia 59 tahun datang ingin dibuatkan gigi tiruan atas keinginannya

sendiri. Pasien tersebut ingin membuatkan gigi tiruan karena hilangnya seluruh gigi pada

rahang atas dan rahang bawah. Kondisi umum dan jaringan mulut pasien baik. Pasien tidak

memiliki riwayat penyakit sistemik yang dapat menghambat perawatan sehingga

memungkinkan untuk dibuatkan dengan gigi tiruan lengkap (GTL) pada rahang atas dan

rahang bawah.

Pembuatan gigi tiruan lengkap perlu mempertimbangkan adanya faktor retensi,

stabilisiasi, oklusi, dan artikulasi agar didapatkan gigi tiran yang nyaman dan tidak

menimbulkan gangguan pada rongga mulut. Retensi gigi tiruan lengkap dipengaruhi oleh

perluasan basis gigi tiruan, viskositas saliva, peripheral seal, dan residual ridge (Veeraiyan

dkk., 2017)

Stabilisasi gigi tiruan lengkap dipengaruhi oleh tinggi vertikal residual ridge, kualitas

jaringan lunak, kualitas cetakan, bite rim, penyusunan gigi-gigi, kontur permukaan poles,

tekanan yang merata, balanced occlusion, relief area, sliding, over jet dan over bite.

Ketidakstabilan gigi tiruan dapat diakibatkan oleh pencetakan gigi dan perluasan basis gigi

tiruan yang tidak tepat; penyusunan oklusi dan dimensi vertikal yang tidak cermat, kontak

prematur gigi tiruan, serta gaya horizontal dari bibir, pipi, dan lidah terhadap gigi dan sayap

gigi tiruan lengkap (Rangajan, dan Padmanabhan, 2017).

Kesalahan dalam menentukan dimensi vertikal dapat menyebabkan dimensi vertikal

terlalu tinggi (over opening) atau dimensi vertikal terlalu rendah (over closing). Dimensi

vertikal yang terlalu tinggi(over opening) menyebabkan rasa tidak nyaman, trauma,

kehilangan free way space, clicking teeth, perubahan penampakan roman muka dan

kehilangan kontrol makanan. Dimensi vertikal yang terlalu rendah (over closing)
menyebabkan efisiensi pengunyahan berkurang, mukosa bukalis tergigit, perubahan

penampakan roman muka yang tampak lebih tua, sakit pada temporomandibular joint dan

costen’s syndrome (Tim Pengajar Gigi Tiruan Lengkap, 2020)

VI. PROGNOSIS

Prognosis dari pembuatan gigi tiruan lengkap ini diperkirakan baik, dengan

mempertimbangkan oral hygiene yang baik, jaringan pendukung yang ada dalam kondisi

sehat, pasien tidak memiliki penyakit sistemik yang dapat mengganggu jalannya perawatan,

dan kooperatif serta motivasi dari pasien baik.

VII. KESIMPULAN

Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pasien memiliki kasus kehilangan seluruh gigi-giginya rahang atas dan rahang bawah

dengan diagnosis full edentulous.

2. Pasien dapat dibuatkan GTL akrilik dengan prognosis baik.

3. Prosedur teknis dan pengetahuan yang baik serta kerja sama pasien dalam perawatan

sangatlah penting guna tercapainya hasil yang baik dan optimal.


DAFTAR PUSTAKA

Abdulwaheed dkk. (2013) Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.

Jakarta: Trans Info Media

Devlin H., 2002, Complete Dentures, Springer, New York.

Harshanur, I. W., 1996, Geligi Tiruan Lengkap Lepas, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta.

Lakhsmi S. 2014. Preclinical Manual of Prosthodontics. 2nd ed. Elsevier. Haryana. Hal. 4.

Mangkat, Y., Wowor, V.N.S., dan Mayulu, N., 2015, Pola Kehilangan Gigi pada Masyarakat

Desa Roong Kecamatan Tondano Barat Minahasa Induk, Jurnal e-Gigi (eG), vol.3

(2).

Oetami, S., dan Handayani, M. (2021) Gigi Tiruan Lengkap Resin Akrilik pada Kasus Full

Edentulous. JIKG. 4(2): 53-57.

Prosthodontics, Jaypee Brothers Medical Publishers, New Delhi.The Academy of

Prosthodontics, 2017, The Glossary of Prosthodontic Terms: Ninth Edition (GPT-9),

The Journal of Prosthetic Dentistry, 117 (5S): 1-115.

Rangajan, V. dan Padmanabhan, T.V., 2017, Textbook of Prosthodontics,2nd Edition, Elsevier

Health & Sciences, New Delhi. =-------00000==-01

Siagian, K.V., 2016, Kehilangan Sebagian Gigi pada Rongga Mulut, Jurnal eClinic (eCl), vol.

4 (1).

Tim Pengajar Gigi Tiruan Lengkap. (2020) Gigi Tiruan Lengkap, Modul Semester VII Topik

1 FKG UGM, Yogyakarta.

Tyson KW, Yemm R, Scott BJJ. 2007. Understanding Partial Denture Design. Oxford

Univesity Press. Oxford. Hal. 3-5.

Veeraiyan, D. N., Ramalingam, K., dan Bhat, V., 2017, Textbook of Prosthodontics, 2nd Ed

Jaypee Brothers Medical Publishers, New Delhi.

Anda mungkin juga menyukai