Disusun Oleh :
(2019200002)
KELAS : B
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya
dengan segala rahmat-Nyalah akhirnya saya bisa menyelesaikan tugas paper mengenai materi
tentang “Dampak Reformasi Pengaturan Administrasi Pemerintahan Pasca Undang –
Undang Cipta Kerja.” ini tepat pada waktunya. Saya juga mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Dr. A. Kahar Maranjaya S.H., M.H. selaku Dosen saya yang telah memberikan
tugas ini kepada saya sehingga saya mendapatkan banyak tambahan pengetahuan.
Saya selaku penyusun berharap semoga paper yang telah saya selesaikan ini bisa
memberikan banyak manfaat serta menambah pengetahuan.
Saya menyadari bahwa dalam pembuatan dan penyelesaian paper ini masih memiliki
banyak kekurangan yang membutuhkan perbaikan, sehingga saya sangat mengharapkan
masukan serta kritikan dari para pembaca.
Hormat Saya,
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.......................................................................................................................4
2) Persyaratan Diskresi....................................................................................................7
4) Langkah perbaikan....................................................................................................11
BAB III....................................................................................................................................13
PENUTUP...............................................................................................................................13
A. Kesimpulan...................................................................................................................13
B. Saran..............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Peristiwa awal reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo adalah
ketika pada awal pemerintahannya investasi masih relatif rendah. Meskipun setiap
tahunnya selalu mengalami pertumbuhan tapi tidak membuat pemerintahan Jokowi-Jusuf
Kalla pada saat itu tidak puas.
Oleh karena itu, pada 2018 pemerintahan Presiden Joko Widodo di bawah Menteri
Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengeluarkan 16 paket kebijakan
ekonomi. Salah satu inti dari dikeluarkannya paket kebijakan ekonomi itu adalah untuk
mempermudah investor masuk.
Dalam paket 16 paket kebijakan ekonomi ini, ada beberapa hal yang menghambat
investasi. Seperti misalnya penyederhanaan perizinan pertanahan untuk kegiatan
penanaman modal hingga menetapkan formulasi Upah Minimum Provinsi (UMP). paket
kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pada tahun 2018 lalu dinilai tidak efektif. Karena
investasi yang masuk ke Indonesia belum ada perubahan yang signifikan.
Karena para investor pun masih mengeluhkan hal yang sama khususnya yang
berkaitan dengan perizinan. Meskipun sudah online single submission (OSS) atau
perizinan satu pintu masih banyak yang mengeluhkan perizinan yang berbelit khususnya
di daerah.
Oleh karena itu, untuk menarik investor asing kedalam negeri diperlukan perubahan-
perubahan aturan lagi. Namun untuk merubah satu per satu aturan membutuhkan waktu
yang cukup lama. Maka dari itu, Presiden Joko Widodo pun memutuskan untuk
memangkas regulasi penghambat investasi lewat omnibus law dengan mengeluarkan
1
Undang-Undang Cipta Kerja. Tujuannya adalah agar prosedur penghambat investasi ini
bisa dipangkas secepat mungkin.
Publik menilai UU Cipta Kerja ini dibahas dengan terburu-buru dan kejar tayang.
Belum lagi tidak ada sosialisasi yang dilakukan oleh DPR terkait UU Cipta Kerja ini
ditandai dengan belum adanya draft asli dari aturan sapu jagat ini.
Hal ini pun membuat kecurigaan publik semakin bertambah. Padahal publik belum
sepenuhnya memahami dan mengetahui isi dari UU Cipta Kerja ini, namun karena
persepsi awal sudah buruk maka pikiran negatif publik sudah lebih dahulu muncul.
Pengaturan ini mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan dan UU No. 9 tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah dan
menjadi langkah mundur.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
1) Untuk mengetahui tekad untuk memperkuat reformasi regulasi dengan UU Cipta
Kerja.
2) Untuk mengetahui perubahan dalam UU Administrasi Pemerintahan pascaa UU
Cipta Kerja.
3) Untuk mengetahui konsep direksi dalam UU Cipta Kerja pada Adminstrasi
Pemerintahan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Tekad mencapai negara maju hanya bisa dilakukan dengan cara-cara luar biasa. Untuk
itu, pemerintah termasuk para birokrat harus mampu mereformasi diri. Tidak hanya pada
pola pikir tapi juga pada etos kerja. Tidak semata berorientasi pada proses tetapi juga
hasil. Tidak sekedar sent tapi juga menjamin delivered.
Untuk mencapai tujuan pembangunan, diperlukan birokrasi yang lincah dan efisien.
Untuk itu, Undang-Undang Cipta Kerja bertujuan mempercepat perbaikan pelayanan
publik oleh para birokrat, tak hanya konvensional tapi juga digitalisasi layanan. Seiring
dengan transformasi digital yang dilakukan oleh Undang-Undang Cipta Kerja, segala
urusan perizinan berusaha menjadi semakin mudah. Jalur yang ruwet akibat prosedur
berbelit dan maraknya praktik pungli dapat dipangkas.
Birokrasi digital juga menjadi kunci semakin lancar dan tetap berjalannya layanan
publik di era krisis akibat pandemi saat ini. Pada akhirnya, transformasi digital tersebut
menjadi penanda bahwa Indonesia berproses menjadi negara maju.
4
Undang-Undang Cipta Kerja merupakan perwujudan strategi untuk mendorong
peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi melalui reformasi regulasi di bidang
perizinan berusaha. Reformasi tersebut ditujukan untuk menyelesaikan hambatan
investasi, yakni panjangnya rantai birokrasi, peraturan yang tumpang tindih dan
banyaknya regulasi yang tidak harmonis terutama dalam regulasi pusat dan daerah
(hyper-regulation).
Oleh karena itu, Undang-Undang tersebut merupakan wujud konkret atas upaya
deregulasi terhadap berbagai ketentuan mengenai perizinan berusaha, persyaratan
investasi, ketenagakerjaan, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) termasuk
koperasi, pengadaan lahan, pengembangan kawasan ekonomi, pelaksanaan proyek
pemerintah, serta ketentuan mengenai administrasi pemerintahan.
Salah satu contoh kemudahan berusaha yang diberikan oleh Undang-Undang Cipta
Kerja terhadap salah satu sektor di atas adalah pemberian kemudahan izin berusaha di
bidang kelautan dan perikanan. Sebelum diubah dengan Undang-Undang Cipta Kerja,
Undang-Undang Perikanan pada Pasal 1 nomor 16, 17 dan 18 disebutkan nelayan harus
memiliki 3 izin yang harus dipenuhi agar bisa berlayar. Kini melalui Undang-Undang
Cipta Kerja, perizinan tersebut disederhanakan dari 3 menjadi 1 perizinan saja.
5
dalam Undang-Undang Penanaman Modal, Undang-Undang Perbankan, dan Undang-
Undang Perbankan Syariah (Pasal 76 Undang-Undang Cipta Kerja).
Di sisi lain, dunia usaha membutuhkan pengaturan yang terukur, terstruktur, dan
memberikan kepastian untuk berusaha. Undang-Undang Cipta Kerja akan membantu
dunia usaha untuk dapat melakukan perencanaan usaha menjadi lebih baik, meningkatkan
iklim investasi, dan meningkatkan kemudahan berbisnis (Ease of Doing Business/EoDB)
di Indonesia. Pada akhirnya, peningkatan investasi, baik dalam maupun luar negeri, akan
berujung kepada penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu perubahan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(“UU Cipta Kerja”) beserta peraturan pelaksanaannya adalah terkait dengan administrasi
pemerintahan. Hal ini karena masih banyak permasalahan terkait administrasi
pemerintahan di Indonesia, khususnya terkait dengan kewenangan, diskresi yang
mengakibatkan hambatan dalam pelaksanaan administrasi pemerintahaan.
6
Sejalan dengan berlakunya UU Cipta Kerja maka Undang-Undang No. 30 Tahun
2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU Administrasi Pemerintahan”)
mengalami perubahan pada beberapa ketentuannya. Perubahan ketentuan dimaksud
sangat penting mengingat Pelaksanaan Administrasi Pemerintahaan merupakan
pendukung dalam penciptaan lapangan kerja. Perubahan-perubahan yang penting untuk
diketahui antara lain:
Standar adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang berwenang atau Lembaga yang
diakui oleh Pemerintah Pusat sebagai wujud persetujuan atas pernyataan untuk
pemenuhan seluruh persyaratan uyang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 39 UU Cipta Kerja mengatur standar sebagai Keputusan Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahaan yand persetujuannya diterbitkan sebelum kegiatan dilaksanakan dan
kegiatannya telah terstandarisasi.
2) Persyaratan Diskresi
Perubahan signifikan juga terjadi pada kriteria mengenai diskresi oleh pejabat
pemerintahan. Secara umum diskresi dikenal sebagai suatu keleluasaan bertindak pejabat
tata usaha negara terkait suatu keadaan kongkrit tidak cukup jelas pengaturan nya dalam
peraturan perundang-undangan atau terjadinya stagnasi pemerintahan.
7
dengan asas umum pemerintahan yang baik. Dengan bertentangan dengan ketentuan
perundang-undangan terdapat peluang suatu diskresi akan bertentangan dengan salah satu
asas pemerintahan yang baik.
UU Cipta Kerja mempersingkat masa tunggu dari 10 hari menjadi 5 hari sebelum
pejabat dianggap menyetujui suatu permohonan. Perubahan signifikan juga terjadi
ditandai dengan dihilangkannya Pasal 53 ayat (4), (5) dan (6) yang mengatur
kewenangan Pengadilan TUN untuk memberi putusan penerimaan permohonan atas
permohonan yang tidak ditanggapi.
Diskresi (discretion) berasal dari bahasa Latin ‘discernere’, padanannya dalam bahasa
Inggris adalah discernment dan judgment. Diskresi dalam Black’s Law Dictionary
dipahami sebagai ‘wise conduct and management; cautious discernment, prudence’; atau
‘individual judgment, the power of free decision-making.
8
Setelah disahkannya UU Cipta Kerja akan berdampak besar, termasuk dalam
melakukan perubahan mendasar dalam administrasi pemerintahan di Indonesia.
Pengaturan ini mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan dan UU No. 9 tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah dan
menjadi langkah mundur.
Dalam Undang Undang Dasar 1945, pemerintah daerah merupakan entitas tersendiri,
penyelenggaraan pemerintahannya terpisah dari pemerintah pusat berdasarkan asas
otonomi.
Pemerintah daerah memiliki hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan sendiri.
Diskresi memberikan ruang gerak bagi pejabat pemerintah untuk melakukan suatu
tindakan tanpa perlu terikat sepenuhnya pada undang-undang asalkan tujuannya untuk
kepentingan umum.
9
UU ini ditujukan untuk mencegah diskresi disalahgunakan, agar tidak dilakukan
untuk kepentingan dan keuntungan pejabat yang bersangkutan.
Namun, Pasal 175 UU Cipta Kerja menghapus syarat “tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan” bagi pejabat pemerintah untuk melakukan
diskresi.
Ini akan berdampak buruk bagi iklim administrasi pemerintahan karena potensi untuk
menyalahgunakan diskresi.
Jika presiden melakukan diskresi, tidak ada lagi kontrol terhadap diskresi presiden itu,
karena tidak ada lagi jabatan yang lebih tinggi untuk mengawasi Presiden.
Dalam asas fiktif positif, suatu keputusan dengan sendirinya lahir apabila permohonan
atas suatu keputusan atau ketetapan yang diajukan oleh warga negara atas suatu objek
tidak direspons oleh pejabat pemerintah.
Misalnya, warga negara meminta kepada gubernur agar sebuah Izin Usaha
Pertambangan (IUP) yang merusak alam dicabut karena tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan sektor kehutanan. Atau warga negara ingin mengajukan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) untuk kegiatan usaha atau rumah tinggal.
Sikap pejabat yang tidak menjawab atau diam itu oleh UU Administrasi Pemerintahan
dianggap sebagai bentuk persetujuan dan pengabulan secara hukum.
10
PTUN wajib memutuskan permohonan itu paling lama 21 hari kerja sejak
permohonan diajukan.
Dalam ketentuan yang diatur lewat UU Administrasi Pemerintahan, ada jaminan dari
negara melalui putusan PTUN bahwa keputusan fiktif positif yang diperoleh warga
negara akan dilaksanakan oleh badan atau pejabat yang bersangkutan.
Dalam ketentuan baru, UU Cipta Kerja mengatur bahwa keputusan akan lahir dengan
sendirinya jika pejabat tidak merespons dalam 5 hari, ini lebih singkat dari sebelumnya 10
hari. Dari segi percepatan waktu memang terlihat baik.
Akan tetapi, UU Cipta Kerja justru menghilangkan peran Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) untuk memberikan kekuatan hukum atas keputusan tersebut dan
menyerahkan kepada pejabat pemerintah untuk mengeksekusinya sendiri.
Artinya, warga negara tidak akan mendapat kepastian hukum dan administrasi makin
berlarut.
Ini karena pejabat yang telah menolak dengan sikap diamnya tidak memiliki paksaan
hukum untuk mengabulkan atau mengeksekusi permintaan warga negara.
6) Langkah perbaikan
Oleh karena itu, sudah sepantasnya persoalan administrasi pemerintahan di atas
dikembalikan pada khitahnya.
Pertama, ruang diskresi pejabat pemerintah harus dibatasi dengan syarat “tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Hal ini penting karena kebebasan pemerintah melalui diskresi yang tanpa kontrol
sangat potensial disalahgunakan.
Bahkan, untuk penggunaan diskresi ke depan juga harus diperketat dengan syarat
tidak melanggar Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), harus dilakukan dengan
alasan yang objektif, dan harus dilakukan dengan itikad baik.
11
Diskresi hanya bisa dilakukan untuk melancarkan penyelenggaraan pemerintahan,
mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum, dan mengatasi stagnasi
pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.
Hal ini penting karena pengadilan adalah satu-satunya instrumen yang bisa memberi
kepastian dan pelindungan terhadap hak-hak warga negara dalam urusannya dengan
adminstrasi pemerintahan.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk mencapai tujuan pembangunan, diperlukan birokrasi yang lincah dan efisien.
Untuk itu, Undang-Undang Cipta Kerja bertujuan mempercepat perbaikan pelayanan
publik oleh para birokrat, tak hanya konvensional tapi juga digitalisasi layanan. Seiring
dengan transformasi digital yang dilakukan oleh Undang-Undang Cipta Kerja, segala
urusan perizinan berusaha menjadi semakin mudah. Jalur yang ruwet akibat prosedur
berbelit dan maraknya praktik pungli dapat dipangkas.
Pengaturan ini mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan dan UU No. 9 tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah dan
menjadi langkah mundur.
13
Tanpa pelibatan pengadilan, dapat dipastikan administrasi pemerintahan tidak akan
terkontrol dan menyulitkan warga negara untuk mendapatkan kepastian akan hak-hak
nya.
Putusan PTUN juga perlu diikuti dengan sanksi jika pejabat pemerintah tidak
melaksanakan dalam batas waktu yang telah diberikan.
Terkait administrasi pemerintahan, dua hal ini perlu diterapkan dalam UU Cipta Kerja
jika memang tujuannya adalah untuk melahirkan budaya birokrasi yang cepat, responsif,
dan bertanggung jawab.
Salah satu perubahan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(“UU Cipta Kerja”) beserta peraturan pelaksanaannya adalah terkait dengan administrasi
pemerintahan. Hal ini karena masih banyak permasalahan terkait administrasi
pemerintahan di Indonesia, khususnya terkait dengan kewenangan, diskresi yang
mengakibatkan hambatan dalam pelaksanaan administrasi pemerintahaan.
F. Saran
Pertama, ruang diskresi pejabat pemerintah harus dibatasi dengan syarat “tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Hal ini penting karena kebebasan pemerintah melalui diskresi yang tanpa kontrol
sangat potensial disalahgunakan.
Bahkan, untuk penggunaan diskresi ke depan juga harus diperketat dengan syarat
tidak melanggar Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), harus dilakukan dengan
alasan yang objektif, dan harus dilakukan dengan itikad baik.
14
Diskresi hanya bisa dilakukan untuk melancarkan penyelenggaraan pemerintahan,
mengisi kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum, dan mengatasi stagnasi
pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.
Hal ini penting karena pengadilan adalah satu-satunya instrumen yang bisa memberi
kepastian dan pelindungan terhadap hak-hak warga negara dalam urusannya dengan
adminstrasi pemerintahan.
Putusan PTUN juga perlu diikuti dengan sanksi jika pejabat pemerintah tidak
melaksanakan dalam batas waktu yang telah diberikan.
Terkait administrasi pemerintahan, dua hal ini perlu diterapkan dalam UU Cipta Kerja
jika memang tujuannya adalah untuk melahirkan budaya birokrasi yang cepat, responsif,
dan bertanggung jawab.
15
DAFTAR PUSTAKA
Arinanto, Satya. Reviving Omnibus Law: Legal Option for Better Coherence. Jakarta Post,
2019
Asshiddiqie, Jimly. Perihal Undang-Undang, Jakarta, Rajawali Pers, 2010
Badan Pembinaan Hukum Nasional-Kementerian Hukum dan HAM, Dokumen
Pembangunan
Hukum Nasional Tahun 2019, Jakarta, 2019
Bab IV Lampiran UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, khususnya pembahasan
mengenai Arah Pembangunan Nasional. Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional
Bryan A. Garner, et. al. (Eds.). Black’s Law Dictionary Ninth Edition. St. Paul: West
Publishing Co., 2009
Conboy, Maria Soetopo, “Indonesia Getting its Second Wind: Law and Economics for
Welfare
Maximization”, Kompas Gramedia, Jakarta, 2015
Daliyo, dkk, Pengantar Ilmu Hukum : Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utma, 1996, h. 21-32
Agil Oktaryal (2018), https://theconversation.com/uu-cipta-kerja-mengubah-konsep-diskresi-
berdampak-buruk-pada-administrasi-pemerintahan-146583
16