Anda di halaman 1dari 129

BAHAN PEMBELAJARAN

HUKUM ADMINSTRASI NEGARA


(SEMESTER GASAL 2020/2021)

UNTUK KALANGAN SENDIRI

D
I

S
U
S
U
N

Oleh
A.KAHAR MARANJAYA

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
BAHAN PEMBELAJARAN
MATA KULIAH : HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

DAFTAR ISI

BAB I. : NEGARA HUKUM dan HUKUM ADMINSTRASI NEGARA, ISTILAH,


PENGERTIAN dan RUANG LINGKUP HUKUM ADMINSTRASI
NEGARA ................................................................................................... 1

BAB II. ORGANISASI ADMINISTRASI NEGARA, HAK DAN KEWAJIBAN


PEJABAT PEMERINTAHAN.............................................................. 18

BAB III. PERIHAL SUMBER HUKUM ADMINSTRASI NEGARA.............. 27

BAB IV. KEDUDUKAN, KEWENANGAN, DAN TINDAKAN HUKUM


PEMERINTAHAN................................................................................... 34

BAB V. INSTRUMEN PEMERINTAHAN DAN DISKRESI ........................... 52

BAB VI. KEPUTUSAN/KETETAPAN ADMINISTRASI NEGARA.................. 58

BAB VII. PERLINDUNGAN HUKUM, PENEGAKAN HUKUM, DAN


PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DALAM HUKUM
ADMINSTRASI NEGARA ................................................................... 68

BAB VIII. ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG LAYAK (AAUPL) ... 72

BAB IX. PELAYANAN PUBLIK OLEH PEMERINTAH ........................................ 79

BAB X. PENYELENGGARAAN ADMINSTRASI PEMERINTAHAN, PEGAWAI


DAN KEUANGAN NEGARA ............................................................... 95

BAB XI. PEMBINAAN, PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN


ADMINSTRASI PEMERINTAHAN .................................................. 104

BAB XII. SANKSI ADMINSTRATIF DAN PERADILAN ADMINSTRASI


NEGARA. ............................................................................................... 109

BAB XIII SISTEM PEMERINTAHAN MENURUT PERSPPEKTIF ISLAM 115

Daftar Refresensi ............................................................................................................ 118


BAB I
NEGARA HUKUM
&
HUKUM ADMINSTRASI NEGARA

A.Pengantar
Konsep negara hukum muncul dalam berbagai model seperti negara hukum menurut Islam
berdasarkan Al’quran dan As-Sunnah atau nomokrasi Islam, negara hukum menurut konsep Eropa
kontinnental yang dinamakan rechstaat, negara hukum menurut konsep Anglo-Saxon yang disebut
rule of law, konsep sosialist legality, dan konsep negara hukum Pancasila. Konnsep negara hukum
sebagaimana disebut di atas memiliki dinnamika sejarahnya masing-masing.
Secara embriotik, gagasan negara hukum telah dikenukakan oleh Plato, ketika ia menullis buku
Nomoi sebaghai karya ketiganya setelah tulisan pertama Politeia dan Politicos, belum muncul istila
negara hukum. Dalam buku Nomooi Plato mengemukakan bahwa pennyelenggara negara yang
baik ialah yang didasarkan pada pengaturan hukum yang baik. Gagasan Plato tentang negara
hukum semakin jelas dan tegas ketika di dukung oleh Aristoteles muridnya yangg menulis dalam
buku Politica. Menurut Aristoteles, suatu negara yang baik ialah negara yang diperintah dengan
konnstitusi dan berkedaullatan hukum. Menurut Arestoteles, ada tiga unsur pemerinttahan yang
berkonstitusi, yaitu.
Pertama, pemerintahan yang dilaksanakan untukk kepentinngann umum;
Kedua, pemerinttahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan kepada ketenuan-
ketentuann umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang menyampingkan
konvensi ddan konstitusi;
Ketiga, pemerintahann berkonstitusi berarti pemerintahan yang dilaksanakan atas kehendak
rakyat, bukan berupa paksaan-tekanan yang dilaksanakan pemerinnrahan despotik.(Ridwan HR,
Hukum Adminstrasi Negara, Depok: PT Grafindo Persada,2018. Hlm.2)
Dalam kaitannya dengan konnstitusi, Arestoteles mengatakan, konstittusi merupakan penyusunan
jabatan dalam suatu negara dan menentukan apa yang dimaksudkan dengan badan pemerintahan
dan apa akhir dari setiap masyarakat, konstitusi merupakan aturan-aturan dan penguasa harus
mengatur negara menurut aturan-aturan ttersebut.(M.Taher AzharyNegara Hukum, Jakarta:Bulan
Bintang,1992. Hlm.20-21)
Gagasan negara hukum sempat tenggelam dalam waktu yang lama, kemudian muncul kembali
secara lebih konkrit pada abad ke-19, yaitu sejalan dengan munculnya konsep rechtstaat yang
dikemukakan oleh Freidrich Julius Stahl, sebagai tindak lanjut dari pemikiran Immanuel Kant.
Menurut Freidrich Julius Stahl, unsur-unsur negara hukum “rechstaat” adalah sebagai berikut.
a. Perlindungan hak-hak asasi manusia;
b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu;
c. Pemerintahan berdasarkan peraturan perunndang-undangan; dan
d. Peradilan adminstrasi dalam perselisihan. (Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi
Rakyat di Indonesia, (Surabaya:Bina Ilmu,1987).hlm.76-82)
Sedangkan pada konsep Anglo-Saxon, muncul pula konsep negara hukum “rule of Law”
sebagaimana dikemukakan oleh A.V.Dicey, dengan unsur-unsur sebagai berikut.
a. Supremacy aturan-aturan hukum (supremacy of the law); tidak ada kekuasaan sewenang-
wenang (absence of arbitrary power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihuukum
kalau melanggar hukum;
b. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law). Dalil ini
berlaku umum baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat; dan
c. Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh unndang-undang/oleh undanng unndang dasar
serta keputusan-keputusan pengadilan. (Miriam Budiardjo, Dasar-dasr Ilmu Politik,
(Jakarta:Gramedia,1982).hlm.57-58.
Adanya unsur “peradilan adminstrasi dalam perselisihan” pada konsep rechstaat, sementara pada
konsep rule of law unsur itu tidak ada, hal ini menunjukkan adanya hubunngan historis antara
konsep negara hukum Eropa Kontinental dengan sistem hukum Romawi dan kemunculan Hukum
Adminstrasi Negara. Berkenaan dengan adanya hubungan historis ini, Philipus M.Hadjon
mengemukan sebagai berikut.
1. “Konsep rechtstaat bertumpu pada sistem hukum kontinental yang disebut “civil law” atau
“Modern Roman Law”, sedangkan konsep “rule of law” bertumpu atas sistem hukum yang
disebut “common law”.
2. Karakteristik civil law adalah adminstratif sedangkan karakteristik common law adalah
judicial.
3. Perbedaan karakteristik yang demikian disebabkan karena latar belakang daripada
kekuasaan Raja. Pada zaman Romawi, kekuasaan yang meninjol dari raja ialah membuat
peraturan melalui dekrit. Kekuasaan itu kemudian didelegasikan kepada pejabat-pejabat
adminstratif yang membuat pengarahan-pengarahan tertulis baghi hakim tentang
bbagaimana memutus suatu sengketa.
4. Begitu besarnya peranan adminstrasi, sehingga tidaklah mengeherankan kalau dalam
sistem kontinentallah mula pertama muncul cabang hukum baru yang disebut “droit
adminstratif” dan inti dari droit adminstratif adalah hubbungan antara adminstrasi dengan
rakyat. Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia,
(Surabaya:Bina Ilmu,1987).hlm.73
5. Sehubungan dengan adanya unsur equality before the law pada konsep rule of law yang
berlaku sama terhadap pejabat maupun warga negara, maka Hukum Adminstrasi Negara
sebagai hukum yang secara khusus mengatur hubunngan antara pemerintah dengan warga
negara.
Dalam perkembangannya konsepsi negara hukum tersebut kemudian mengalami penyempurnaan,
yang secara umum dapat dilihat unsur-unsurnya sebagai berikut.
a. Sistem pemerin tahan negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat;
b. Bahwa pemnerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibbannya harus berdasar atas
hukum atau peraturan perunddanng-undangan;
c. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara);
d. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara;
e. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan yang bebas dan mandiri, dalam arti
lembaga peradilan tersebut benar-benar tidak memihak dan tidak berada di bawah
pengaruh eksekutif;
f. Adanya peran yang nyata dari anggota-angggota masyarakat atau warga negara untuk turut
serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan uyang dilakukan oleh
pemerintah;
g. Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata sumber daya
yang diperlukan bagi kemakmuran warga negara.
Pembbatasan kekuasaan negara untuk melindungi hak-hak invidu itu menempati posisi yang
sentral. Semangat membatasi kekuasaan negara ini semakin kuat setelah lahirnya adagium yang
sangat populer dari Lord Action;” Power tends tu corrupt, but absolute power corrupt absolutely”
artinya “manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk meyalahgunakan kekuasaan itu,
tetapi kekuasaan yang tidak terbatas (absolut) pasti akan disalahgunakan”.

Suatu negara dapat disebut sebagai Negara hukum demokratis, karena didlamnya mengakomodir
prinsip-prinsip negara hukum dan prinsip-prinsip demokrasi.J.B.J.M ten Berge menyebutkan
prinsip-prinsip negara hukum dan prinsip-prinsip demokrasi, sebagai berikut.
a. Prinsip-prinsip Negara Hukum:
1), Asas Legalitas. Pembatasan kekebasan warga negara oleh pemerintah harus ditemukan
dasarnya dalam unddang-undang yang merupakan pengaturan umum. Undang-undang
secara umum harus memberi jaminan terhadap warga negara dari tindakan pemerintah
yang sewenang-wenang, kolusi dan berbagai jenis tindakan yang tidak benar. Pelaksanaan
wewenang oleh organ pemerintahan harus ditemukan dasarnya pada undang-undanng
tertulis.
2). Peerlindungan hak asasi manusia;
3). Pemerintah terikat pada hukum;
4). Monopili paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan hukum. Hukum harus dapat
ditegakkan, ketika hukum itu dilanggar. Pemerintah harus menjamin bahwa di tengah
masyarakat terdapat instrumen yuridis poenegakan hukum. Pemerintah dapat meaksa
seseorang yang melanggar hukum melalui sistem peradilan negara. Memaksakan hukum
publik secara prinsip merupakan tugas pemerintah.
5).pengawasan oleh hakim yang merdeka. Suprioritas hukum tidak dapat ditampilkan, jika
aturan-aturan hukum hanya dilaksanakan organ pemerintahan. Oleh karena itu, dalam
setiap negara hukum diperlukan pengawasan oleh hakim yang merdeka.
b. Prinsip-prinsip demokrasi.
1). Perwakiilan politik. Kekuasaan politik ttertinggi dalam suatu negara dan dalam masyarakat
dioutuskan oleh badan perwakilan, yang dipilih melalui pemilihan umum.
2). Pertanggungjawaban politik. Organ-organ pemerintahan dalam menjalankan fungsinya sedikit
banyak tergantung secara politik, yaitu kepada lembaga perwakillan.
3). Pemencaran kewenangan. Konsentrasi kekuasaan dalam masyarakat pada satu organ
pemerintahan adalah kesewenang-wenangan. Oleh karena itu, kewenangan badan-badan publik itu
harus dipencarkan pada organ-organ yang berbeda.
4). Pengawasan dan Kontrol. Penyelenggaraan pemerinntahan harus daapat dikontrol.
5). Kejujuan dan ketebukaan pemerintahan untuk umum.
6). Rakyat diberi kemungkinan untuk mengajukan keberatan.

Sementara H.D van Wijk dan Willem Konijnenbelt, dengan rumusan yang hampir sama dengan
apa yang dikemukan J.B.ten Berge, menyebutkan prinsip-prinsip rechtstaat dan prinsip-prinsip
demokrasi sebagai berikut.
a. Prinsip-prinsip rechtstaat.
1). Pemerintahan berdasarkan undang-undang; pemerintah hanya memiliki kewenangan
yang secara tegas diberikan oleh UUD atau UU lainnya.
2). Hak-hak asasi; terdapat hak-hak manusia yang sangat fundamental yang harus
dihormati oleh pemerinttah.
3). Pembagian kekuasaan; kewenangan pemerintah tidak boleh dipusatkan pada suatu
lembaga, tetapi harus dibagi-bagi pada organ-organ yang berbeda agar saling mengawasi
yang untuk menjaga keseimbangan.
4). Pengawasan lembaga kehakiman; pelaksanaan kekuasaan pemerintahan harus dapat
dinilai aspek hukumnya oleh hakim yang mnerdeka.
b. prinsip-prinsip demokrasi.
1). Kepoutusan-keputusan penting; yaitu undang-unfang diambil bersama-sama dengan
perwakilan rrakyat yang dipilih berdasarkan pemilihan umum yang Luberdan Jurdil;
2),hasil dari pemilihan umum diarahkan untuk mengisi dewan perwakilan rakyat dan untuk
pengisian pejabatan-pejabat pemerintahan.
3). Keterbukaan pemerintahan.
4). Siapaun yang memiliki kepentingan yang dilanggar oleh tindakan penguasa, harus diberi
kesempatan untuk membela kepentingannya.
5).setiap keputusan harus melindungi berbagai kepentingan minoritas, dan harus seminimal
mungkin menghindari ketidakbenarab dan kekeliruan. (Ridwan HR, Hukum Adminstrasi
Negara, Depok: PT Grafindo Persada,2018. Hlm.11 yang mewngutif pendapat H.D van
Wijk dan Willem Konijnenbelt, Hoofdstukken van Adminstratief Recht, Utrecht:Uitgeverij
Lemma BV, 1995).hlm.41
Pembagian tugas negara dan pemerintah, banyak dikemukakan oleh para sarjana.
1. Presthus – mengemiukakan bahwa tugas negara itu meliputi dua hal, yaitu; i). Policy
making, ialah penentuan haluan negara, dan b). Task executing, yaitu pelaksanaan tugas
menurut haluan yang telah ditetapkan oleh negara.
2. E.Utrecht yang mengikutii AM Donner, yaitu; pertama, beriapa lapangan yang
menentukan tujuan atau tugas, dan kedua, lapangan merealisasikan tujuan atau tugas yang
telah ditentukan itu. (E.Utrecht, Pengantar Hukum Adminstrasi Negara Indonesia,
Surabaya: Pustaka Rinta Mas, 1988,hlm.11).
3. Hans Kelsen, membagi tugas negara menjadi dua, yaitu; a). Ploitik sebagai etik, yakni
memilih tujuan-tujuan kemasyarakatan, dan b). Politik sebagai teknik, yakni bagaimana
merealisasikan tujuan-tujuan tersebut.
4. Logemann, membagi tugas negara menjadi dua yaitu; a). Menentukan tujuan yang ttepat,
dan b). Melaksanakan tujuan tersebut secara ttepat pula.
5. Van vollenhoven, membagi tugas negara menjadi empat, yaitu; a). Membuat peraturan
dalam bentuk undang-undang baik dalam arti formal maupun dalam arti materiil yang
disebut regeling; b). Pemerintahan dalam arti secara nyata memilihara kepentingan umum
yang disebut bestuur; c). Penyelesaian sengketa dalam peradilan perdata yang disebut
yustitusi; d). Mempertahan ketertiban umum baik secara preventif maupun represif, di
dalamnya termasuk peradilan pidana yang disebut politie.
6. Lemaire membagi tugas negara dalam lima jenis, yyaitu; i). Perundang-undangan;
ii).pelaksanaan yaitu pembuatan aturan-aturan hukkum oleh penguasa sendiri;
iii).pemerintahan; iv). Kepolisian; dan v).pengadilan. (Ridwan HR, Hukum Adminstrasi
Negara, Depok: PT Grafindo Persada,2018. Hlm.13
Kegagalan terhadap implementasi fungsi negara penjaga malam (nachtachtersstaat) tersebut
kemudian muncul gagasan yang menenmpatkan pemerintahan sebagai pihak yang
berttanggungjawab atas kesejahteraan rakyat, yaitu wefare state. Ciri utama negara kesejahteraan
ini, adalah munculnya kewajiban pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi
warganya. Dengan kata lain ajaran welfare state, merupakan bentuk konkret dari peralihan prinsip
“pembatasan peran negara dan pemerintah dalam bidang politik (staataonthouding,) yang
membatasi peran negara dan pemerintah untuk mencampuri kehidupan ekonomi dan sosial
masyarakat, menjadi staatsbemoeienis yang menghendaki negara dan pemerintah terlibat secara
aktif dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, sebagai langkah utnuk mewujudkan
kesejahteraan umum, di samping menjaga ketertiban dan keaamanan.
Sejak negara turut serta secara aktif dalam pergaulan kemasyarakatan, maka lapangan pekerjaan
pemerintah makin lama maikn luas. Adsminstrasi Negara diserahi kewajiban untuk
menyelenggarakan kesejahteraan umum. Pemberian kewenangan kepada adminstrasi negara
untuk bertindak atas inisiatif sendiri itu lazim dikenal dengan istilah fries Ermessen atau
discretionary power suatu istilah yang di ddalamnya mengandung kewajiban dan kekuasaan yang
luas. Kewajiban adalah, tindakan yang harus dilakukan, sedangkann kekuasaan yang luas itu
menyiratkan adanya kebebasan memilih; melakukan atau tidak melakukan tindakan. Fries
Ermessen sebagai suatu kebebasan yang diberikan kepada alat adminstrasi, yaitu kebebasan yang
pada asasnya memperkenankan alat adminstrasi negara mengutamakan keefektifan tercapainya
suatu tujuan dari pada berpegang teguh ketentuan hukum. (M.Nata Saputra, Hukum Adminstrasi
Negara, Jakarta: Rajawalii,1988.hln.14)
Negara Hukum Indonesia.
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 ayat (3) menyatakan,” Negara
Indonesia adalah Negara Hukum”.
B. Pengertian Administrasi .
Istilah Administrasi Negara berasal dari bahasa latin administrate yang dalam bahasa Belanda
diartikan sama dengan besturen yang berarti fungsi pemerintah. Beberapa pendapat tentang
pengertian administrasi dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.J.Wajong : adminsitrasi sama dengan pengendalian atau memerintah (to direct, to manage,
bestaken, be wind voeren atau beheren) yang merupakan suatu proses yang meliputi :
a.merencanakan dan merumuskan kebijakan politik pemerintah ( Formulation of Policy).
b.Melaksanakan kebijakan politik yang telah ditetapkan oleh pemerintah dengan cara :
1.menyusun organisasi dengan menyiapkan alat-alat yang diperlukan.
2.memimpin organisasi agar tercapai tujuan.
2. Prajudi Atmosudirdjo membagi administrasi atas :
a).Ilmu administrasi publik yang terdiri atas :
a.Ilmu Administrasi Negara Umum
b.Ilmu Administrasi Daerah
c.Ilmu Administrasi Negara Khusus
b).Ilmu Administrasi Negara Privat yang terdiri dari :
1.Ilmu Administrasi Niaga
2.Ilmu Administrasi Non- Niaga.
3.R.D.H. Kusumaatmadja : Administrasi dalam kehidupan sehari-hari terdiri dari dua arti :
a. Dalam arti sempit : administrasi adalah kegiatan tulis meulis, catat mencatat dalam setiap
kegiatan atau tata usaha.
b. Dalam arti luas : administrasi adalah kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
terlebih dahulu
Sedangkan pengertian Hukum Administrasi Negara adalah Peraturan hukum mengenai
administrasi dalam suatu negara, dimana hubungan antar warga negara dan pemerintahannya dapat
berjalan dengan baik dan aman.
Hukum Administrasi Negara adalah peraturan-peraturan mengenai segala hal ihwal
penyelenggaran negara yang dilakukan oleh aparatur negara guna mencapai tujuan negara.
Hukum administrasi Negara adalah seperangkat peraturan yang memungkinkan administrasi
Negara menjalankan fungsinya, yang sekaligus juga melindungi warga terhadap sikap tindak
administrasi Negara, dan melindungi administrasi Negara itu sendiri.
1.Menurut Utrecht
Administrasi Negara adalah gabungan jabatan ( aparat/alat ) administrasi yang dibawah
pimpinan pemerintah )Presiden dan para Menteri) melakukan sebagian dari pekerjaan
pemerintah (tugas pemerintah) yang tidak diserahkan pada badan perundang-undangan dan
kehakiman. Utrecht bertitik tolak pada Teori Sisa atau Teori Residu / Atrek Theorie.
2.Prof. Waldo, mengemukakan dua definisi yaitu :
a. Public administration the organization and management of men and materialis to achieve
the purpose of government. Yang artinya : Publik administrasi adalah suatu
pengorganisasian dan manajemen dari manusia dan alat perlengkapannya untuk mencapai
tujuan dari pemerintah.
b. Public administration is the art and science of management is applied to affair of state.
Yang artinya Publik administrasi adalah suatu seni dan ilmu dari manajemen dalam
menyelenggarakan kepentingan Negara. Administrasi Negara sama dengan Public
Administrasi, yang intinya mempelajari organisasi dan manajemen.
3.Dimock dan Dimeck
Administrasi Negara adalah aktivitas-aktivitas Negara dalam melaksanakan kekuasaan
politik saja.
4.CST Kansil mengemukakan tiga arti administrasi Negara :
a.Sebagai aparatur Negara, aparatur pemerintah, atau instansi politik (kenegaraan) meliputi
organ yang berada dibawah pemerintah, mulai dari Presiden, Menteri termasuk Sekjen,
Dirjen, Irjen, Gubernur, Bupati/Walikota dan sebagainya, pokoknya semua orang yang
menjalankan administrasi Negara.
b.Sebagai fungsi atau aktivitas yaitu sebagai kegiatan mengurus kepentingan Negara.
c.Sebagai proses teknis penyelenggaraan Undang-undang atau menjalankan Undang-
undang.
5.Prof. Dr. Mr. Prajudi A.
Yang dilakukan oleh administrasi Negara adalah :
1.Perencanaan
2.Pengaturan tidak bersifat Undang-undang
3.Tata Pemerintahan yang bersifat melayani.
4.Kepolisian yang bersifat menjaga dan mengawasi tata tertib
5.Penyelesaian perselisihan secara administratif
6.Pembangunan dalam penertiban lingkungan hidup
7.Tata Usaha Negara yang dilakukan oelh kantor-kantor pemerintah.
8.Penyelenggraan usaha-usaha Negara, yang dilakukan oleh dinas-dinas, dan perusahaan-
perusahaan Negara (BUMN dan BUMD).
Pengertian Hukum Administrasi Negara Menurut Para Ahli :
1. Hukum administrasi negara adalah peraturan hukum yang mengatur administrasi, yaitu
hubungan antara warga negara dan pemerintahnya yang menjadi sebab hingga negara itu
berfungsi. (R. Abdoel Djamali).
2. Hukum administrasi negara adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bagaimana
negara sebagai penguasa menjalankan usaha-usaha untuk memenuhi tugasnya. (Kusumadi
Poedjosewojo.)
3. Hukum administrasi negara adalah hukum yang menguji hubungan hukum istinewa yang
diadakan, akan kemungkinan para pejabat melakukan tugas mereka yang khusus. (E.
Utrecht.)
4. Hukum administrasi negara adalah keseluruhan aturan yang harus diperhatikan oleh para
pengusaha yang diserahi tugas pemerintahan dalam menjalankan tugasnya. (Van
Apeldoorn.)
5. Hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur tentang hubungan-hubungan
hukum antara jabatan-jabatan dalam negara dengan warga masyarakat. (Djokosutono.)
6. Istilah hukum administrasi negara adalah terjemahan dari istilah Administrasi recht (bahasa
Belanda).
7. Oppen Hein mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu gabungan
ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun rendah apabila
badan-badan itu menggunakan wewenagnya yang telah diberikan kepadanya oleh Hukum
Tata Negara.”
8. (de La Bassecour Caan) bahwa yang dimaksud dengan hukum administrasi Negara adalah,
himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab maka Negara berfungsi. Maka
peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-hubungan antara tiap-tiap warga Negara
dengan pemerintahannya.
9. (Van Vollenhoven) HAN adalah suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat
badan-badan yang tinggi maupun yang rendah apabila badan-badan utu menggunakan
wewenangnya yang diberikan kepadanya oleh hukum tata Negara
10. ( J.H.A. Logemann,) hukum administrasi Negara adalah, hukum mengenai hubungan-
hubungan antara jabatan-jabatan satu dengan lainnya, serta hukum antara jabatan-jabatan
Negara itu dengan para warga masyarakat.
11. (Muchsan)hukum administrasi Negara dirimuskan sebagai “hukum mengenai struktur dan
kefungsian administrasi Negara

Dasar dan tujuan daripada administrasi adalah sesuai dengan dasar dan tujuan administrasi Negara
Indonesia adalah sesuai dengan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah tercapainya
kesejahteraan rakyat dan keadilan social.
Untuk itu dalam penyelenggaraan administrasi Negara yang baik diperlukan.
1.Social participation ( ikut sertanya rakyat dalam administrasi.
2.Social responsibility ( pertanggungjawaban administrator)
3.Social support ( dukungan dari rakyat pada administrasi negara)
4.Social control ( pengawasan dari rakyat kepada kegiatan administrasi
negara)

Asas-Asas Hukum Adminstrasi Negara.


1. Asas yuridikitas (rechtmatingheid): yaitu bahwah setiap tindakan pejabat administrasi
negara tidak boleh melanggar hukum (harus sesuai dengan rasa keadilan dan kepatutan).
2. Asas legalitas (wetmatingheid): yaitu bahwah setiap tindakan pejabat administrasi negara
harus ada dasar hukumnya (ada peraturan dasar yang melandasinya). Apalagi indonesia
adalah negara hukum, maka asas legalitas adalah hal yang paling utama dalam setiap
tindakan pemerintah.
3. Asas diskresi yaitu kebebasan dari seorang pejabat administrasi negara untuk mengambil
keputusan berdasarkan pendapatnya sendiri tetapi tidak bertentangan dengan legalit.
Hukum Administrasi Negara dalam arti luas itu dapat dibagi dalam 4 (empat) bidang, yaitu:
1. Bestuursrecht (hukum pemerintahan);
2. Justitirecht (hukum peradilan);
3. Politierecht (hukum kepolisian); dan
4. Regelaarsrecht (hukum perundang-undangan).
Ruang lingkup hukum administrasi negara meliputi :
• Wewenang lembaga negara baik pusat dan daerah ,
• Perhubungan kekuasaan antar lembaga negara ,dan
• Antara lembaga negara dengan warga masyarakatnya.
3. Obyek Hukum Admisntrasi Negara.
Pengertian obyek adalah pokok permasalahan yang akan dibicarakan. Dengan pengertian tersebut,
yang dimaksud obyek hukum administrasi negara adalah pokok permasalahan yang akan
dibicarakan dalam hukum administrasi negara.
Berangkat dari pendapat Prof. Djokosutono, S.H., bahwa hukum administrasi negara adalah
hukum yang mengatur hubungan hukum antara jabatan-jabatan dalam negara dan para warga
masyarakat, maka dapat disimpulkan bahwa obyek hukum administrasi negara adalah pemegang
jabatan dalam negara itu atau alat-alat perlengkapan negara dan warga masyarakat.
Pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya obyek hukum administrasi adalah sama dengan
obyek hukum tata negara, yaitu negara (pendapat Soehino, S.H.). pendapat demikian dilandasi
alasan bahwa hukum administrasi negara dan hukum tata negara sama-sama mengatur negara.
Namun, kedua hukum tersebut berbeda, yaitu hukum administrasi negara mengatur negara dalam
keadaan bergerak sedangkan hukum tata negara dalam keadaan diam. Maksud dari istilah ”negara
dalam keadaan bergerak” adalah nahwa negara tersebut dalam keadaan hidup. Hal ini berarti
bahwa jabatan-jabatan atau alat-alat perlengkapan negara yang ada pada negara telah
melaksanakan tugasnya sesuai dengan dengan fungsinya masing-masing. Istilah ”negara dalam
keadaan diam” berarti bahwa negara itu belum hidup sebagaimana mestinya. Hal ini berarti bahwa
alat-alat perlengkapan negara yang ada belum menjalankan fungsinya. Dari penjelasan diatas dapat
diketahui tentang perbedaan antara hukum administrasi negara dan hukum tata negara.

B. TEORI-TEORI DALAM LAPANGAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


B.1.Teori Dwipraja/ Diichotomy/ Dwitantra . Dalam teori ini ada beberapa pendapat yaitu :
a.Hans Kalsen ( Jerman ) : Dia mengemukakan “ Die Reine Rechts Theori” yaitu suatu mashab
dalam ilmu hukum yang disebut “ Aliran Wina” dan membagi kekuasaan Negara dalam dua
bidang yaitu :
1.Kekuasaan Legislatif yang meliputi Law creating function
2.Kekuasaan Eksekutif yang meliputi :
a.Legislatif Powe
b.Judicial Power
Dalam tugas Eksekutif sangat luas yaitu melaksanakan Undang-undang Dasar dan seluruh undang-
undang yang ditetapkan oleh legislative serta mencakup kekuasaan administrative dan judicial
power.
Kemudian Hans Kelsen membagi kekuasaan administrasi menjadi dua bidang yaitu :
1.Political function yang disebut Government
2.Administratif function
b. Hans Nawiasky
Membagi seluruh kekuasaan Negara dalam dua bagian yaitu :
1.Normgebung, yaitu pembentuk norma-norma hukum
2.Normvolischung atau fungsi eksekutif yaitu yang melaksanakan undang-undang, yang dibagi
lagi menjadi :
a.Verwaltung atau pemerintahan
b.Rechtsplege atau peradilan.
c. A.M. Donner
Membagi kekuasaan pemerintah dalam dua golongan:
1.Kekuasaan yang menentukan tugas dari alat-alat pemerintah atau kekuasaan atau yang
menentukan politik daripada Negara.
2.Kekuasaan yang menyelenggarakan tugas yang telah ditentukanatau merealisasikan politik
Negara dalam mengejar tujuan dan tugas Negara.
d. Frank J. Goodnow ( Amerika)
Membagi seluruh kekuasaan pemerintah dalm sua bagian yaitu :
1.Policy making yaitu yang menentukan tugas dan kekuasaan Negara.
2.Task Executing yaitu pelaksana tugas dan haluan Negara
3.Teori Tripaja ( Trias Politika)
Dalam teori ini ada dua tokoh yaitu :
a.John Locke, abad ke 17 membagi kekuasaan Negara dalam tiga bagian, yang masing-masing
berdiri sendiri dan dipegang oleh alat-alat perlengkapan tersendiri pula yaitu :
1.Kekuasaan Legislatif yaitu kekuasaan yang membuat peraturan/undang-undang.
2.Kekuasaan eksekutif yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang.
3.Kekusaan Federatif, yaitu kekuasaan yang tidak termasuk kekuasaan Legislatif dan kekuasaan
eksekutif seperti hubungan luar negeri.
b.Montesqueiu
Membagi kekuasaan negara kedalam tiga bagian yang masing-masing terpisah satu dengan yang
lainnya dan dipegang oleh alat-alat perlengkapan Negara yaitu :
1.Kekuasaan Legislatif yaitu kekuasaan untuk membuat peraturan.
2.Kekuasaan Eksekutif yaitu kekuasaan untuk menjalankan peraturan
3.Kekuasaan Yudikatif yaitu kekuasaan mengadili mempertahankan peraturan.
4. Teori Catur Praja
Teori ini dikemukakan oleh Van Vollen Hoven dengan teori Residunya/ aftrek teori yang membagi
kekuasaan atau fungsi pemerintah menjadi empat bagian yaitu :
a.Fungsi Bestuur / fungsi pemerintah
Pemerintah mempunyai tugas yang sangat luas, yaitu tidak hanya melaksanakan peraturan saja,
akan tetapi pemerintah mencampuri urusan kehidupan masyarakat baik dalam bidang ekonomi,
sosial budaya dan politik maupun melaksanakan kepentingan umum
b.Fungsi Politie atau fungsi polisi - Yaitu melaksanakan pengawasan secara preventif yang berupa
paksaan pada warga untuk mentaati suatu ketertiban umu/hukum agar tata tertib dalam
masyarakat tetap terpelihara.
c.Fungsi Justitie / Fungsi mengadili
Kekuasaan mengadili juga berfungsi sebagai pengawasan yang represif yang berarti fungsi ini
melaksanakan yang konkrit yaitu menyelesaikan suatu perselisihan dengan berdasarkan
undang-undang dan dengan seadil-adilnya.
d.Fungsi Regelaar / Fungsi Pengaturan
Yaitu melaksanakan tugas perundang-undangan artinya setiap peraturan yang dikeluarkan
mempunyai daya ikat bagi masyarakat.
5. Teori Pancapraja
a. Dr. J.R. Stellinga
Menambah satu fungsi dari tugas pemerintah, sehingga tugas pemerintah bukan lagi empat akan
tetapi menjadi lima buah yaitu :
1.Fungsi Wetgeving ( perundang-undangan)
2.Fungsi Bestuur ( pemerintah)
3.Fungsi Politie ( kepolisian)
4.Fungsi Rechtspraak ( Peradilan)
5.Fungsi Burgers ( Kewarganegaraan)
b. Lamaire
Pemerintah mempunyai lima fungsi yaitu :
1.Bestuurszorg ( yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum)
2.Bestuur ( pemerintahan dalam arti sempit)
3.Politie ( kekuasaan polisi)
4.Justitie ( kekuasaan mengadili)
5.Regelaar ( kekuasaan mengatur )
6. Teori Sad Praja
Wirjono Prodjodikoro, kekuasaan pemerintah dapat dibagi dalam enam bagian yaitu :
a.Fungsi pemerintah
b.Fungsi perundang-undangan
c.Fungsi pengadilan
d.Fungsi keuangan
e.Fungsi hubungan luar negeri
f.Fungsi pertahan keamanan .

Di bawah ini akan dijelaskan apa yang menjadi hak dan kewajiban Negara atau Pemerintah,
sebagai berikut.
Hak negara atau pemerintah adalah meliputi :
1. Menciptakan peraturan dan UU untuk ketertiban dan keamanan. (Pasal 20 jo Pasal 5 UUD
1945)
2. Melakukan monopoli sumber daya yang menguasai hajat hidup orang banyak.( Pasal 33
UUD 1945)
3. Memaksa warga negara taat akan hukum yang berlaku.(dengan Peraturan perundang-
undangan yang dibentuk Pemerintah)

Kewajiban negara berdasarkan UUD 1945 :


1. Melindungi wilayah dan warga negara.(Pembukaan UUD 1945)
2. Memajukan kesejahteraan umum.( Pembukaan UUD 1945)
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.( Pembukaan UUD 1945)
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
(Pembukaan UUD 1945)
5. Menjamin kemerdekaan penduduk memeluk agama.( Pasal 29 UUD 1945)
6. Membiayai pendidikan dasar. .( Pasal 32 UUD 1945)
7. Menyelenggarakan sistem pendidikan nasional. .( Pasal 31 UUD 1945)
8. Memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20 % dari anggaran belanja negara dan
belanja daerah. .( Pasal 31 UUD 1945)
9. Memajukan pendidikan dan kebudayaan. .( Pasal 34 UUD 1945)
10. Mengembangkan sistem jaminan sosial. .( Pasal 34 UUD 1945)
11. Menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kebudayaan nasional. .( Pasal 35
UUD 1945)
12. Menguasai cabang-cabang produksi penting bagi negara dan menguasai hidup orang
banyak. .( Pasal 33 UUD 1945)
13. Menguasai bumi, air, dan kekayaan alam demi kemakmuran rakyat. .( Pasal 33 UUD
1945)
14. Memelihara fakir miskin. .( Pasal 34 UUD 1945)
15. Mengembangkan sistem jaminan sosial. .( Pasal 34 UUD 1945)
16. Menyediakan fasilitas layanan kesehatan dan publik yang layak. .( Pasal 34 UUD 1945)

Jika dilihat dari sisi hukum Admnisitrasi Negara, maka pengaturan Administrasi Pemerintahan
dalam Undang-Undang ini merupakan instrumen penting dari negara hukum yang demokratis,
dimana Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya yang meliputi lembaga-lembaga di luar
eksekutif, yudikatif, dan legislatif yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan yang
memungkinkan untuk diuji melalui Pengadilan.
Dengan demikian keberadaan UU No 30 Tahun 2014 hakekatnya adalah
merupakan implementasi nilai-nilai ideal dari sebuah negara hukum. artinya penyelenggaraan
kekuasaan negara harus berpihak kepada warganya dan bukan sebaliknya Mengapa demikian ?,
karena undang-Undang ini diperlukan dalam rangka memberikan jaminan kepada Warga
Masyarakat yang semula sebagai objek menjadi subjek dalam sebuah negara hukum yang
merupakan bagian dari perwujudan kedaulatan rakyat.
Kedaulatan Warga Masyarakat dalam sebuah negara tidak dengan sendirinya baik secara
keseluruhan maupun sebagian dapat terwujud. Pengaturan Administrasi Pemerintahan dalam
Undang-Undang ini menjamin bahwa Keputusan dan/atau Tindakan Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan terhadap Warga Masyarakat tidak dapat dilakukan dengan semena-mena. Artinya
warga masyarakat tidak akan mudah menjadi objek kekuasaan negara. Selain itu,
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 adalah merupakan transformasi AUPB yang telah
dipraktikkan selama berpuluh-puluh tahun dalam penyelenggaraan Pemerintahan, dan
dikonkretkan ke dalam norma hukum yang mengikat. AUPB yang baik akan terus berkembang,
sesuai dengan perkembangan dan dinamika masyarakat dalam sebuah negara hukum. Karena itu
penormaan asas ke dalam Undang-Undang ini berpijak pada asasasas yang berkembang dan telah
menjadi dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia selama ini.
Undang-Undang Nomor 30 Taghun 2014, menjadi dasar hukum dalam penyelenggaraan
pemerintahan di dalam upaya meningkatkan kepemerintahan yang baik (good governance) dan
sebagai upaya untuk mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh sebab itu dengan
adanya UU Nomor 30 Tahun 2014 ini harus mampu menciptakan birokrasi yang semakin baik,
transparan, dan efisien.
a. Secara konsepsional, bahwa pengaturan terhadap Administrasi Pemerintahan pada
dasarnya adalah upaya untuk membangun prinsip-prinsip pokok, pola pikir, sikap,
perilaku, budaya dan pola tindak administrasi yang demokratis, objektif, dan profesional
dalam rangka menciptakan keadilan dan kepastian hukum.
b. Selain itu Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 merupakan keseluruhan upaya untuk
mengatur kembali Keputusan dan/atau Tindakan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB.
c. Secara konstruksi hukum kebradaan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 dimaksudkan
tidak hanya sebagai payung hukum bagi penyelenggaraan pemerintahan, tetapi juga
sebagai instrumen untuk meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan kepada
masyarakat sehingga keberadaan Undang-Undang ini benar-benar dapat mewujudkan
pemerintahan yang baik bagi semua Badan atau Pejabat Pemerintahan di Pusat dan Daerah.

Untuk membahas penulis melakukan pemetaan norma dengan pendekatan konstruksi hukum
melalui semiotika hukum, yaitu sebuah metode untuk memahami makna yang tersirat dan tersurat
dari sebuah norma hukum, karena hakekat sebauh formalasi pasal adalah simbol yang perlu
diberikan makna yang sesuai dengan maksud atau semangat dari politik hukum peraturan
perundang-undangan. Dalam kontek ini Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, sebagai berikut:
Ada tiga dasar pertimbangan hukum dikeluarkan UU Nomor 30 tahun 2014, yaitu:
1. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan, badan
dan/atau pejabat pemerintahan dalam menggunakan wewenang harus mengacu pada
asas-asas umum pemerintahan yang baik dan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2. bahwa untuk menyelesaikan permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan,
pengaturan mengenai administrasi pemerintahan diharapkan dapat menjadi solusi dalam
memberikan pelindungan hukum, baik bagi warga masyarakat maupun pejabat
pemerintahan;
3. bahwa untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, khususnya bagi pejabat
pemerintahan, undang-undang tentang administrasi pemerintahan menjadi landasan
hukum yang dibutuhkan guna mendasari keputusan dan/atau tindakan pejabat
pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat dalam penyelenggaraan
pemerintahan;

Tujuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah :


a. menciptakan tertib penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan;
b. menciptakan kepastian hukum;
c. mencegah terjadinya penyalahgunaan Wewenang;
d. menjamin akuntabilitas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan;
e. memberikan pelindungan hukum kepada Warga Masyarakat dan aparatur pemerintahan;
f. melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menerapkan AUPB; dan
g. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada Warga Masyarakat.

Sedangkan yang menjadi Ruang Lingkup UU Nomor 30 Tahun 2014


Pasal 4 (1) Ruang lingkup pengaturan Administrasi Pemerintahan dalam Undang-Undang ini
meliputi semua aktivitas:
a. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan
dalam lingkup lembaga eksekutif;
b. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan dalam
lingkup lembaga yudikatif;
c. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menyelenggarakan Fungsi
Pemerintahan dalam lingkup lembaga legislatif; dan
d. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya yang menyelenggarakan Fungsi
Pemerintahan yang disebutkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dan/atau undangundang.
Pasal 4 ayat (2) Pengaturan Administrasi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup tentang hak dan kewajiban pejabat pemerintahan, kewenangan pemerintahan, diskresi,
penyelenggaraan administrasi pemerintahan, prosedur administrasi pemerintahan, keputusan
pemerintahan, upaya administratif, pembinaan dan pengembangan administrasi pemerintahan, dan
sanksi administratif.
Berdasarkan ketentuan pasal 4 lingkup tindak hanya lembaga eksekutif, tetpai yudikatif dan
legislatif, tetapi juga fungsi pemerintahan yang disebutkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undangundang.

HAK DAN KEWAJIBAN PEJABAT PEMERINTAHAN


Pada Bab IV undang-undang Adminstrasi Pemerinttahan mengatur tentang Hak dan Kewajiban
Pejabat Pemerintahan. Yang pasal-pasalnnya sebagai berikut.
Pasal 6
(1) Pejabat Pemerintahan memiliki hak untuk menggunakan Kewenangan dalam mengambil
Keputusan dan/atau Tindakan.
(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. melaksanakan Kewenangan yang dimiliki berdasarkan ketentuan peraturan perundang-


undangan dan AUPB;
b. menyelenggarakan aktivitas pemerintahan berdasarkan Kewenangan yang dimiliki;
c. menetapkan Keputusan berbentuk tertulis atau elektronis dan/atau menetapkan Tindakan;
d. menerbitkan atau tidak menerbitkan, mengubah, mengganti, mencabut, menunda, dan/atau
membatalkan Keputusan dan/atau Tindakan;
e. menggunakan Diskresi sesuai dengan tujuannya;
f. mendelegasikan dan memberikan Mandat kepada Pejabat Pemerintahan lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. menunjuk pelaksana harian atau pelaksana tugas untuk melaksanakan tugas apabila pejabat
definitif berhalangan;
h. menerbitkan Izin, Dispensasi, dan/atau Konsesi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
i. memperoleh perlindungan hukum dan jaminan keamanan dalam menjalankan tugasnya;
j. memperoleh bantuan hukum dalam pelaksanaan tugasnya;
k. menyelesaikan Sengketa Kewenangan di lingkungan atau wilayah kewenangannya;
l. menyelesaikan Upaya Administratif yang diajukan masyarakat atas Keputusan dan/atau
Tindakan yang dibuatnya; dan
m. menjatuhkan sanksi administratif kepada bawahan yang melakukan pelanggaran
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Pasal 7
(1) Pejabat Pemerintahan berkewajiban untuk menyelenggarakan Administrasi Pemerintahan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintahan, dan AUPB.
(2) Pejabat Pemerintahan memiliki kewajiban:

a. membuat Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan kewenangannya;


b. mematuhi AUPB dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. mematuhi persyaratan dan prosedur pembuatan Keputusan dan/atau Tindakan;
d. mematuhi Undang-Undang ini dalam menggunakan Diskresi;
e. memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
meminta bantuan untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan tertentu;
f. memberikan kesempatan kepada Warga Masyarakat untuk didengar pendapatnya (Warga
Masyarakat untuk didengar pendapatnya dapat dilakukan melalui tatap muka, sosialisasi,
musyawarah, dan bentuk kegiatan lainnya yang bersifat individu dan/atau perwakilan.
Lihat Penjelasan Pasal 7 ayat (2) huruf f. UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Adminstrasi
Pemerintahan) sebelum membuat Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
g. memberitahukan kepada Warga Masyarakat yang berkaitan dengan Keputusan dan/atau
Tindakan yang menimbulkan kerugian paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak
Keputusan dan/atau Tindakan ditetapkan dan/atau dilakukan;
h. menyusun standar operasional prosedur pembuatan Keputusan dan/atau Tindakan;
i. memeriksa dan meneliti dokumen Administrasi Pemerintahan, serta membuka akses
dokumen Administrasi Pemerintahan kepada Warga Masyarakat, kecuali ditentukan lain
oleh undang-undang;
j. menerbitkan Keputusan terhadap permohonan Warga Masyarakat, sesuai dengan hal-hal
yang diputuskan dalam keberatan/banding;
k. melaksanakan Keputusan dan/atau Tindakan yang sah dan Keputusan yang telah
dinyatakan tidak sah atau dibatalkan oleh Pengadilan, pejabat yang bersangkutan, atau
Atasan Pejabat; dan
l. mematuhi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Pasal 7
Ayat (2) Huruf f Warga Masyarakat yang didengar pendapatnya adalah setiap pihak yang terbebani
atas Keputusan dan/atau Tindakan Administrasi Pemerintahan. Mekanisme untuk memberikan
kesempatan kepada
Warga Masyarakat untuk didengar pendapatnya dapat dilakukan melalui tatap muka, sosialisasi,
musyawarah, dan bentuk kegiatan lainnya yang bersifat individu dan/atau perwakilan.

Sementara yang menjadi asas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 adalah,
Pasal 5 Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan berdasarkan: a. asas legalitas - Yang
dimaksud dengan “asas legalitas” adalah bahwa penyelenggaraan Administrasi
Pemerintahan mengedepankan dasar hukum dari sebuah Keputusan dan/atau Tindakan yang
dibuat oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan; b. asas pelindungan terhadap hak asasi manusia
- Yang dimaksud dengan “asas perlindungan terhadap hak asasi manusia” adalah bahwa
penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak boleh
melanggar hak-hak dasar Warga Masyarakat sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
; dan c. AUPB - Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik yang selanjutnya disingkat AUPB
adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan
dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
.
Yang dimaksud dengan “asas legalitas” adalah bahwa penyelenggaraan Administrasi
Pemerintahan mengedepankan dasar hukum dari sebuah Keputusan dan/atau Tindakan yang
dibuat oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Huruf b Yang dimaksud dengan “asas
perlindungan terhadap hak asasi manusia” adalah bahwa penyelenggaraan Administrasi
Pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak boleh melanggar hak-hak dasar Warga
Masyarakat sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik yang selanjutnya disingkat AUPB adalah prinsip yang
digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan
Keputusan dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
BAB II
ORGANISASI ADMINISTRASI NEGARA
A. Tugas dan fungsi Pemerintah.
Hukum Tata Pemerintahan adalah aturan-aturan yang nengatur pemerintah didalam
kedudukannya, fungsinya dan tugas-tugasnya sebagai dministrator Negara.
Pemerintah adalah keseluruhan daripada jabatan-jabatan didalam suatu Negara, yang mempunyai
tugas dan wewenang dalam bidang Politik Negara serta bidang Pemerintahan.
Tugas-tugs pemerintahan adalah tugas-tugas Negara yang dilimpahkan atau dibebankan kepada
pemerintah guna mencapai tujuan Negara. Tugas Negara lainnya dipegang oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Legislatif ( DPR )Mahkamah Agung dan Lembaga-lembaga Tinggi
lainnya.
Tugas dan fungsi Pemerintah antara lain sebagai berikut :
1.Bidang Pemerintahan
Mengembangkan dan menegakkan Persatuan Nasional dan Territorial sengan menggunakan
wibawa dan kekuasaan Negara melalui :
-Peraturan perundang-undangan
-Pembinaan masyarakat
-Kepolisian
-Peradilan
2. Bidang Administrasi Negara
Tugas ini berupa penyelengaraan atau pelaksanaan kehendak-kehendak ( strategi, policy ) serta
keputusan pemerintah, menyelenggarakan dan menjalankan undang-undang. Juga
pengendalian situasi dan kondisi Negara, dapat mengetahui apa yang terjadi didalam
masyarakat.
3. Pengurusan rumah tangga Negara
Masalah-masalah ini meliputi antara lain kepegawaian, keuangan, materiil,logistic, jaminan
social, produksi, distribusi, lalu lintas angkutan dan komunikasi serta bidang kesehatan dan
lain-lain.
4. Pembangunan
Tata pembangunan terdiri dari beberapa perencanaan Negara maupun daerah, petnetapan
peleaksanaan beserta anggarannya. Pembangunan dilakukan secara berencana baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
5. Pelestarian Lingkungan Hidup
Mengatur tata guna lingkungan, perlindungan lingkungan dan penyehatan lingkungan dan lain
sebagainya.
6. Pengembangan Kebudayaan Nasional yang ada didalam masyarakat, kebudayaan daerah-
daerah perlu dikembangkan.
7. Bisnis / Niaga
Bisnis bukan dagang, tetapi suatu kegiatan untuk melayani kebutuhan masyarakat atau umum
misalnya dinas kebersihan kota, rumah sakit, sekolahan, juga bidang-bidang usaha negara
seperti BUMN dan BUMD.

B.Penyelenggaraan Kepentingan Umum.


Dalam Negara modern dewasa ini yang dikenal dengan istilah “ Welfare State “ atau Negara
kesejahteraan, mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya. Dengan
demikian pemerintah dituntut untuk bertindak menyelesaikan segala aspek/ persoalan yang
menyangkut kehidupan warga negaranya, walaupun belum ada dasar aturan yang mengaturnya.
Atas dasar ini maka pemerintah ddiberikan kebebasan untuk dapat melakukan/ bertindak dengan
suatu inisiatif sendiri untuk menyelesaikan segala persoalan atau permasalahan guna kepentingan
umum. Kebebasan untuk dapat bertindak sendiri atas inisiatif sendiri itu disebut dengan istilah “
Freis Ermessen “.
Disini timbul pertanyaan apa yang dimaksud dengan kepentingan umum.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka perlu dilihat beberapa teori di bawah ini :
1.Teori Keamanan
Teori ini mengatakan bahwa kepentingan masyarakat yang terpenting adalah kehidupan aman
dan sentosa.
2.Teori Sejahtera
Teori ini mengatakan bahwa kepentingan masyarakat yang terutama adalaha kesejahteraan yaitu
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat yang berupa :
a.Pangan, Pemerintah harus melakukan upaya/ tindakan agar jangan sampai warga sulit/
sukar mencari makanan.
b.Kesehatan, artinya tindakan-tindakan pemerintah atau keputusan-keputusan pemerintah
jangan sampai merusak kesehatan dan lingkungan masyarakat.
c.Kesempatan kerja, tugas pemerintah menciptakan lapangan kerja, sehingga tidak terjadi
pengangguran.
3.Teori Effisiensi Kehidupan
Bahwa kepentingan uama dari masyarakat adalah hidup secara effisiensi, agar supaya
kemakmuran dan produktivitas lebih meningkat dalam segala bidang social, ekonomi, budaya
dan pendidikan dan lain sebagainya.
4.Teori Kemakmuran Bersama
Bahwa kepentingan masyarakat yang utama adalah kebahagiaan dan kemakmuran bersama,
masalah-masalah sosial harus dapat dikendalikan, jurang pemisah antara si kaya dengan si
miskin tidak terlalu lebar.
Dengan demikian tujuan/ tugas pemerintah meliputi keseluruhan tindakan, perbuatan dan
keputusan dari alat-alat pemerintahan untuk mencapai tujuan pemerintahan yaitu bukan saja
tercapainya suatu ketertiban didalam masyarakat akan tetapi juga tercapainya tujuan nasional atau
kepentingan bersama/ umum.
Perumusan tujuan pemerintah dapat dilihat dalam aline IV Undang-Undang Dasar 1945 yaitu :
“......... Untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia...........” .
Tugas penyelenggaraan kepentingan umum dijalankan oleh alat pemerintahan yaitu :
1.Seorang peugas/ fungsionaris atau badan pemerintahan yang diberi wewenang untuk
melaksnakan tugas Negara.
2.Badan pemerintahan yaitu kesatuan hukum yang dilengkapi dengana alat-alat kewenangan yang
bersifat memaksa dan sebagainya.

C. Freis Ermessen.
Dalam Negara Welfare State atau Negara kesejahteraan tugas administrasi Negara menjadi sangat
luas dan beraneka ragam corak dan bentuknya guna tercapainya suatu masyarakat yang sejahtera,
oleh karena itu pemerintah ikut serta/campur tangan dalam segala lapangan kehidupan masyarakat.
Secara bahasa Freies Ermessen, Frei artinya : bebas, merdeka, tidak terikat Ermessen : menilai,
memperimbangkan sesuatu.
Artinya kepada Administrasi Negara diberikan kebebasan untuk bertindak atas inisiatif sendiri
melakukan perbuatan-perbuatan guna menyelesaikan persoalan-persoalan yang mendesak dengan
cepat guna kepentingan umum/ kesejahteraan umum.
Jadi Freies Ermessen bertujuan untuk kesejahteraan umum yang merupakan keputusan
administrasi Negara untuk tercapainya suatu tujuan/ sasaran dan berbeda dengan keputusan hakim
yang bertujuan menyelesaikan suatu sengketa sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Pemberian Freies ermessen kepada administrasi Negara untuk kesejahteraan umum, tapi dalam
kerangka Negara hukum.
Freies Ermessen ini tidak boleh digunakan tanpa batas dan tidak boleh disalahgunakan, untuk itu
unsure-unsur Freies Ermessen adalah :
1.Dilakukan untuk kepentingan umum/ kesejahteraan umum.
2.Dilakukan atas inisiatif administrasi Negara itu sendiri.
3.Untuk menyelesaikan masalah konkrit dengan cepat yang timbul secara tiba-tiba.
4.Tindakan itu dimungkinkan oleh hukum
Contoh : Polisi lalu lintas menyelesaikan masalah kemacetan lalu lintas dengan mengalihkan/
mengatur kendaraan melanggar rambu lalu lintas.

Pengertiaan Administrasi Negara


a. Organisasi adalah suatu jaringan sistematis dari bagian-bagian yang saling ketergantungan untuk
membentuk suatu kesatuan yang bulat dimana koordinasi dan pengawasan dapat dilaksanakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
b. Organisasi Administrasi Negara adalah pola hubungan formal yang dibentuk dengan peraturan
Perundang-undangan dalam Pemerintahan. Hal ini berdasarkan sifat dan beban kerja yang harus
diselesaikan, sesuai dengan syarat-syarat efesiensi, menjamin penggunaan yang efektif dari
manusia dan material serta tanggung jawabnya. Organisasi ini dibentuk berdasarkan suatu
kewenangan tertentu yang harus dilaksanakan, biasanya dilengkapi dengan bagan-bagan dan
diagram yang mengambarkan hubungan kerja.

Kewenangan Pemerintah
a. Asas Legalitas
1. Asas Legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam
setiap penyelenggaraan Pemerintahan dan kenegaraan di setiap Negara Hukum.
2. Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan Negara Hukum dan gagasan Negara
demokrasi.
Gagasan Demokrasi : menuntut agar setiap bentuk Undang-undang dan berbagai
keputusan menuntut persetujuan dari wakil rakyat dan sebanyak mungkin memperhatikan
kepentingan rakyat.
Gagasan Negara Hukum : menuntut agat penyelenggaraan kenegaraan dan
Pemerintahan harus didasarkan pada Undang-undang dan memberikan jaminan terhadap
hak-hak dasar rakyat.
3. Asas Legalitas menjadi dasar legitimasi tindakan Pemerintahan dan jaminan perlindungan
dari hak-hak rakyat.
b. Wewenang Pemerintahan
1. Penyelenggaraan kenegaraan dan Pemerintahan harus memiliki legitimasi kewenangan yang
diberikan oleh Undang-undang.
2. Sumber wewenang bagi Pemerintah adalah peraturan Perundang-undangan.

Cara Memperoleh Wewenang Pemerintahan melalui 3 cara yaitu :


1. Atribusi : Pemberi Wewenang Pemerintah Oleh pembuat Undang-undang kepada Organ
Pemerintahan.
2. Delegasi : Pelimpahan wewenang Pemerintahan dari satu Organ Pemerintahan kepada
Organ Pemerintahan lainnya.
3. Mandat : Terjadi ketika Organ Pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan
oleh Organ lain atas namanya.

Istilah diskresi dapat kita temukan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan (UU Nomor 30 Tahun 2014).yang dimaksud dengan Diskresi adalah
Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan
untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal
peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak
jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan1. Lihat Pasal 1 angka 9 Republik Indonesia,
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Adminstrasi Pemerintahan di sahkan pada
tanggal 17 oktober 2014. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292

Kehadiran UU yang terdiri atas 89 pasal ini dimaksudkan untuk menciptakan tertib
penyelenggaraan administrasi pemerintahan, menciptakan kepastian hukum, mencegah terjadinya
penyalahgunaan wewenang, menjamin akuntabilitas badan dan/atau pejabat pemerintahan,
memberikan perlindungan hukum kepada warga masyarakat dan aparatur pemerintahan,
melaksanakan ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan dan menerapkan azas-azas
umum pemerintahan yang baik (AUPB), dan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada
warga masyarakat.

Menggunakan diskresi sesuai dengan tujuannya merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh
pejabat pemerintahan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan. Demikian yang diatur
dalam Pasal 6 ayat (2) huruf e “e. menggunakan Diskresi sesuai dengan tujuannya” jo ayat (1)
Pasal 6 (1) Pejabat Pemerintahan2 memiliki hak untuk menggunakan Kewenangan dalam
mengambil Keputusan dan/atau Tindakan.

Pejabat pemerintahan yang melakukan diskresi dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah


unsur yang melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun
penyelenggara negara lainnya. Contoh sederhana dari diskresi yang jelas dan dapat kita lihat di
kehidupan sehari-hari adalah seorang polisi lalu lintas yang mengatur lalu lintas di suatu

1 Lihat Pasal 1 angka 9 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Adminstrasi
Pemerintahan di sahkan pada tanggal 17 oktober 2014. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
292.
2 Mengacu pada definisi pejabat pemerintahan yang terdapat dalam Pasal 1 angka 3 UU 30/2014: Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan Fungsi Pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara
negara lainnya.
perempatan jalan, yang mana hal ini sebenarnya sudah diatur oleh lampu pengatur lalu lintas
(traffic light). Menurut Undang Undang Lalu Lintas, polisi dapat menahan kendaraan dari satu
ruas jalan meskipun lampu hijau atau mempersilakan jalan kendaraan meskipun lampu merah.
Demikian contoh yang disebut dalam laman resmi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi(“KemenPANRB”). Penjelasan lebih lanjut mengenai diskresi polisi ini
dapat Anda simak pula dalam artikel Penegakan Aturan Lalu Lintas dan Diskresi Polisi.
http://www.menpan.go.id/berita-terkini/953-mencari-titik-temu-pengertian-diskresi-dalam-uu-
adpem, diakses pada 14 Januari 2015 pukul 15.01 WIB

Sebagai contoh lain, seperti yang disebut di atas pula, diskresi juga dapat dilakukan oleh
penyelenggara negara. Penyelenggara Negara menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor
28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif dan
pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu penyelenggara yang
dimaksud di sini adalah hakim. Bagi seorang hakim pidana, diskresi itu mengandung arti upaya
hakim memutus suatu perkara pidana untuk lebih mengedepankan keadilan substantif. Hakim
bebas membuat pertimbangan dan putusan, termasuk menyimpangi asas legalitas, untuk tujuan
mencapai keadilan substantif.
Salah satu ciri dari keterbatasan hukum tertulis ditandai dengan adanya ketentuan norma
tersamar (vage norm) maupun ketentuan norma yang terbuka (open texture). Vage norm
merupakan norma yang pengertiannya tidak dapat diterapkan secara persis, sedangkan norma
terbuka (open texture) merupakan norma yang pengertiannya memuat ciri-ciri yang dalam
perjalanan waktu mengalami perubahan3(Bruggink, Refleksi tentang Hukum (Penerjemah
Arif Sidharta), Bandung : Citra Aditya Bakti,1996: 61 dan 68).
Atas dasar ciri keterbatasan hukum tertulis tersebut, maka diskresi diperlukan oleh pejabat
publik ketika menghadapi berbagai persoalan penting dan mendesak, yang tidak mungkin
menunggu sampai adanya undang-undang baru yang disahkan oleh lembaga legislasi. Adapun
persoalan-persoalan panting yang mendesak, sekurang-kurangnya mengandung unsur-unsur
sebagai berikut:
a. Persoalan-persoalan yang muncul harus menyangkut kepentingan umum, yaitu kepentingan
bangsa dan negara, kepentingan masyarakat luas, kepentingan rakyat banyak/bersama,
serta kepentingan pembangunan;
b. Munculnya persoalan tersebut secara tiba-tiba, berada diluar rencana yang telah ditentukan;
c. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, peraturan perundang-undangan belum
mengaturnya atau hanya mengatur secara umum, sehingga administrasi negara mempunyai
kebebasan untuk menyelesaikan atas inisiatif sendiri;
d. Prosedurnya tidak dapat diselesaikan menurut administrasi yang normal, atau jika
diselesaikan menurut prosedur administrasi yang normal justru kurang berdaya guna dan
berhasil guna. Marcus Lukman, Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan dalam Bidang
Perencanaan dan Pelakdsanaan Rencana Pembangunan di Daerah serta dampaknya
terhadap Pembangunan Materi Hukum Tertulis Nasional, Disertasi Universitas
Padjajaran, Bandung ,1996: 17.

3 Bruggink, Refleksi tentang Hukum (Penerjemah Arif Sidharta), Bandung : Citra Aditya Bakti,1996: 61 dan 68).
Sejatinya diskresi yang dimiliki pejabat pemerintahan merupakan wewenang administrasi yang
bersifat bebas atau biasa disebut dengan wewenang bebas (vrij bevoegdheid).Setiap diskresi
yang dimiliki pejabat pemerintahan, memiliki makna akan kebijaksanaan, keleluasaan,
penilaian dan kebebasan untuk menentukan sesuatu tindakan atau keputusan. Diskresi yang
dimiliki pejabat pemerintahan merupakan kewenangan dalam pelaksanaan tugasnya dengan
pertimbangan sendiri, mengambil pilihan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu
tindakan tertentu. Pengertian diskresi dalam tradisi continental law mempunyai padanan dengan
istilah bevoegd (berwenang), yang berarti kewenangan yang metekat pada suatu tindakan
tertentu. Penggunaan istilah bevoegdheid telah seringkali dipakai dalam hukum publik maupun
hukum perdata, karena kewenangan merupakan konsep inti dari hukum tata negara dan hukum
administrasi. Hal inilah yang mempertegas pernyataan Robert Bierstedt, yang menganggap
wewenang sebagai kekuasaan yang dilembagakan (authority is institutionalized
power)(Harold D.Lasswell & Abraham Kaplan, Kekuasaan dan Masyarakat : Kerangka
Kerja untuk Penyelidikan Politik, New Haven : Yale University Press, 1950: 74).

Salah satu ciri utama dari sebuah diskresi, terletak pada kebebasan untuk mempertimbangkan,
menentukan atau memilih suatu tindakan tertentu berdasarkan kemauan pejabat publik yang
bersangkutan. Didalamnya menyangkut kebebasan mengartikan atau menafsirkan ruang
lingkup wewenangnya dan kebebasan untuk menentukan sendiri dengan cara bagaimana dan
kapan wewenang yang dimilikinya itu akan digunakan. Terdapat 3 (tiga) bentuk kebebasan
diskresioner pejabat pemerintahan, yaitu: kebebasan mengambil kebijakan (beleidsvrijheid)
(Philiphus M.Hadjon‚ 1993: 4- 5), kebebasan mempertimbangkan
(beoordelingsvrijheid)(Lukman, 1996: 191),dan kebebasan interpretasi
(intrepretatievrijheid)(HR Ridwan, 2014: 16).

Wewenang bebas (vrij bevoegdheid) berupa diskresi yang dimiliki oleh pejabat publik tersebut,
bukanlah bebas untuk berbuat semaunya dan terlepas dari aturan hukum. Dalam bevoegd
terkandung hak dan kewajiban yang menjadi batasan dan ukuran penilaian, apakah kewenangan
berupa diskresi itu dilakukan sesuai dengan aturan normatif yang melahirkan kewenangan itu
(Kaligis, 2008: l4).

Meski demikian, menyerahkan pengujian diskresi yang menyimpang dan merugikan warga
negara melalui Peradilan Umum itu sesungguhnya tidak tepat karena 2 (dua) alasan; Pertama,
kompetensi absolut Peradilan Umum adalah di bidang Hukum Pidana dan Hukum Perdata,
sementara diskresi itu merupakan tindakan pemerintahan yang didasarkan pada norma-norma
Hukum Administrasi, sehingga seharusnya akan lebih tepat jika menyerahkan bandul
kewenangan ini kepada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN); Kedua, dasar pengujian
(toetsingsgrond)terhadap diskresi itu bukan onrechtmatige overheidsdaad (OOD), tetapi asas-
asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB)[21] terutama asas larangan menyalahgunakan
wewenang (verbod van detourtement de pouvoir) dan asas larangan bertindak sewenang-
wenang (verbod van willekeur), disamping peraturan perundang-undangan.[22] [22] Ridwan
HR, dalam Disertasi berjudul Diskresi dan Tanggung Jawab Pejabat dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan... Op.Cit.,hlm. 349.
Terlebih, ketidaktepatan menyerahkan pengujian diskresi kepada Peradilan Umum adalah
karena pada dasarnya wewenang diskresi itu merupakan wewenang pemerintah yang melekat
pada pejabat publik dalam rangka menjalankan tugasnya, bukan dimensi privat yang mengatur
hubungan orang perseorangan seperti yang ada di dalam hubungan keperdataan.[23] [23]
Keadaan inilah yang disebut dengan “Fallacy”, yakni kesesatan berpikir dalam logika. Yang
mana menggunakan logika hukum perdata untuk mengaburkan dan mecampuradukkan
ketentuan-ketentuan hukum tata usaha negara. Padahal kedua hukum ini jelas lahir dari rahim
yang berbeda. Hukum perdata lahir dari ibu kandung bernama hukum privat, sementara hukum
tata usaha negara lahir dari ibu kandung bernama hukum publik.
Bahwa berdasarkan uraian sebagaimana dijelaskan diatas dapatlah ditarik suatu simpul bahwa
kedudukan hukum diskresi dalam penyelenggaraan pemerintahan merupakan ”kekecualian”
dari asas legalitas (wet matigheid van bestuur), yang bermakna bahwa kepada administrasi
negara itu diberikan kebebasan untuk dan atas inisiatif sendiri melakukan perbuatan-perbuatan
guna menyelesaikan persoalan-persoalan yang mendesak dan peraturan penyelesaiannya belum
ada yaitu belum dibuat oleh badan kenegaraan yang diserahi tugas membuat undang-undang
secara formal. Hal ini merupakan konsekuensi logis seiring dengan perkembangan konsepsi
kenegaraan dan pemerintahan yang kini dianut oleh negara-negara di dunia, khususnya setelah
Perang Dunia Kedua adalah negara kesejahteraan (welfare state).Konsep ini muncul sebagai
reaksi atas kegagalan konsep Legal State atau negara penjaga malam, yang bertumpu pada
prinsip bahwa negara dan pemerintah dilarang mencampuri kehidupan ekonomi masyarakat.

Akhirnya, kemudian memunculkan gagasan yang menempatkan pemerintah berkewajiban


untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi warga negaranya (bestuurszorg).Selanjutnya
dalam kaitannya dengan law reform(pembaharuan hukum) di Indonesia, maka pengujian
terhadap diskresi ini nantinya akan lebih tepat jika dijalankan oleh Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) sebagai perluasan dari objek Sengketa Tata Usaha Negara. Sebab, meskipun
di dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan telah disebutkan bahwa yang dimaksudkan Administrasi Pemerintahan itu tidak
hanya terhadap ‘Keputusan’, akan tetapi juga meliputi Tindakan Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan. Namun hal tersebut belum ‘match’(selaras) dengan hukum formil sebagaimana
yang diatur dalam Undang-undang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Kedepan
diharapkan seperti dikatakan oleh Moh. Mahfud MD [24] Moh. Mahfud MD, Politik Hukum
di Indonesia,Edisi Revisi, Jakarta : Rajawali Pers, 2011, hlm. 1.tentang kajian politik
hukum; bahwa politik hukum adalah “Legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum
yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian
hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara. Politik hukum merupakan pilihan tentang
hukum-hukum yang akan diberlakukan sekaligus pilihan tentang hukum-hukum yang akan
dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan negara
seperti yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945.”[24] [24] Moh. Mahfud MD, Politik
Hukum di Indonesia,Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hlm. 1.Atau dengan kata lain,
pembaruan hukum yang demikian sangat dimungkinkan dalam kaitannya dengan ius
constitutum (hukum positif yang saat ini berlaku) dan ius constituendum (hukum yang dicita-
citakan di masa mendatang).

Tentang Diskresi dalam undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Adminstrasi


Pemerintahan, diatur dalam 19 (sepuluh) Pasal yaitu Pasal 22 sampai dengan Pasal. 32. Adapun
Hal-hal penting menyangkut diskresi yang diatur dalam UU 30/2014 antara lain:
1. Diskresi hanya dapat dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang berwenang [Pasal 22 ayat
(1)]
2. Setiap penggunaan diskresi pejabat pemerintahan bertujuan untuk Pasal 22 ayat (2) dan
penjelasan]:
a. melancarkan penyelenggaraan pemerintahan;
b. mengisi kekosongan hukum;
c. memberikan kepastian hukum; dan
d. mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan
kepentingan umum. Adapun yang dimaksud dengan stagnasi pemerintahan adalah
tidak dapat dilaksanakannya aktivitas pemerintahan sebagai akibat kebuntuan atau
disfungsi dalam penyelenggaraan pemerintahan, contohnya: keadaan bencana alam
atau gejolak politik.

Diskresi dalam Aturan Hukum Indonesia

Aksi Elanto Wijoyono, seorang warga Yogyakarta, yang menyetop rombongan motor gede
(moge) yang dinilainya tak taat lalu lintas telah membuat perdebatan tentang adanya diskresi
oleh pejabat pemerintahan. Masyarakat berpendapat tindakan polisi mengawal rombongan
moge merupakan tindakan yang berlebihan. Di sisi lain, ada pendapat yang menyatakan
tindakan kepolisian merupakan diskresi dari pejabat pemerintahan. Lalu bagaimana aturan
hukum diskresi?
Banyak pakar hukum yang memberikan definisi asas diskresi. Menurut Saut P. Panjaitan,
“diskresi (pouvoir discretionnaire, Perancis) ataupun Freies Ermessen (Jerman)
merupakan suatu bentuk penyimpangan terhadap asas legalitas dalam pengertian wet
matigheid van bestuur, jadi merupakan "kekecualian" dari asas legalitas.
Menurut Prof. Benyamin, diskresi didefinisikan sebagai kebebasan pejabat mengambil
keputusan menurut pertimbangannya sendiri. Dengan demikian, menurutnya, setiap pejabat
publik memiliki kewenangan diskresi.
Selanjutnya Gayus T. Lumbuun mendefinisikan diskresi sebagai berikut: "Diskresi adalah
kebijakan dari pejabat negara dari pusat sampai daerah yang intinya membolehkan pejabat
publik melakukan sebuah kebijakan yang melanggar dengan undang-undang, dengan tiga
syarat. Yakni, demi kepentingan umum, masih dalam batas wilayah kewenangannya, dan
tidak melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).”
Freies Ermessen (Jerman), pouvoir discretionnaire (Perancis),discretionary power (Inggris)
atau diskresi menurut Kuntjoro Purbopranoto.,Perkembangan Hukum Adminstrasi
Indonesia, Jakarta :Binacipta, (1981) adalah kebebasan bertindak yang diberikan kepada
pemerintah dalam menghadapi situasi yang konkret (kasuistis). Dalam pandangan
Kuntjoro, freies ermessen harus didasarkan pada asas yang lebih luas yaitu asas
kebijaksanaan, yang menghendaki bahwa pemerintah dalam segala tindak tanduknya itu harus
berpandangan luas dan selalu dapat menghubungkan dalam menghadapi tugasnya itu gejala-
gejala masyarakat yang harus dihadapinya, serta pandai memperhitungkan lingkungan akibat-
akibat tindak pemerintahannya itu dengan penglihatan yang jauh ke depan.
Jadi dapat diartikan diskresi yaitu kebebasan untuk dapat bertindak atas inisiatif sendiri,
terutama dalam menyelesaikan persoalan yang memerlukan penanganan segera tetapi
peraturan untuk penyelesaian persoalan itu belum ada karena belum dibuat oleh badan yang
diserahi tugas legislatif.
Menurut Pasal 1 Angka 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi
Pemerintahan, diskresi adalah “keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau
dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam
penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan
pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi
pemerintahan.”

Menggunakan diskresi sesuai dengan tujuannya merupakan salah satu hak yang dimiliki
oleh pejabat pemerintahan dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan. Badan dan atau
Pejabat Pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan Fungsi Pemerintahan, baik di
lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya.
Hal-hal penting menyangkut diskresi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2014 Tentang Administrasi Pemerintahan antara lain:
1. Diskresi hanya dapat dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang berwenang;
2. Setiap penggunaan diskresi pejabat pemerintahan bertujuan untuk:
a. melancarkan penyelenggaraan pemerintahan;
b. mengisi kekosongan hukum;
c. memberikan kepastian hukum; dan
d. mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan
kepentingan umum. Adapun yang dimaksud dengan stagnasi pemerintahan adalah tidak
dapat dilaksanakannya aktivitas pemerintahan sebagai akibat kebuntuan atau disfungsi
dalam penyelenggaraan pemerintahan, contohnya: keadaan bencana alam atau gejolak
politik.
3. Diskresi pejabat pemerintahan meliputi:
a. pengambilan keputusan dan/atau tindakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang memberikan suatu pilihan keputusan dan/atau tindakan;
b. pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak
mengatur;
c. pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak
lengkap atau tidak jelas; dan
d. pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna
kepentingan yang lebih luas.
4. Pejabat pemerintahan yang menggunakan diskresi harus memenuhi syarat:
a. sesuai dengan tujuan diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2);
b. tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. sesuai dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB);
d. berdasarkan alasan-alasan yang objektif;
e. tidak menimbulkan konflik kepentingan; dan
f. dilakukan dengan iktikad baik.
5. Penggunaan diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran wajib memperoleh
persetujuan dari atasan pejabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Persetujuan dimaksud dilakukan apabila penggunaan diskresi menimbulkan akibat hukum
yang berpotensi membebani keuangan negara.
BAB III
PERIHAL SUMBER HUKUM ADMINSTRASI NEGARA

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan hukum serta tempat
ditemukannya aturan-aturan hukum.
Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa sumber hukum sering digunakan dalam beberapa arti
yaitu sebagai berikut:
a. Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan permulaan hukum,
misalnya kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa, dan sebagainya
b. Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan pada hukum yang sekarang
berlaku, seperti hukum Perancis, hukum Romawi, dan lain-lain
c. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada peraturan
hukum (penguasa, masyarakat)
d. Sebagai sumber dari mana kita dapat mengenal hukum, misalnya dokumen, undang- undang,
lontar, batu bertulis, dan sebagainya
e. Sebagai sumber terjadinya hukum, sumber yang menimbulkan hukum.
Ada dua sumber hukum dalam Hukum Administrasi Negara yaitu sumber hukum materiil dan
sumber hukum formil.
Sumber hukum materiil adalah faktor-faktor masyarakat yang dapat dengan mudah mempengaruhi
pembentukan hukum atau faktor-faktor yang ikut mempengaruhi isi atau materi dari aturan-aturan
hukum. Sedangkan sumber hukum formil adalah sebagai sumber hukum materiil yang sudah
dibentuk melalui proses-proses tertentu sehingga sumber hukum tadi menjadi berlaku umum dan
ditaati berlakunya oleh umum atau dapat dikatakan sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
1. Sumber Hukum Materiil
Sumber hukum mareriil meliputi:
1. Sumber Hukum Sejarah Atau Historis
Dalam sumber hukum sejarah atau historis ini dibagi menjadi dua, yaitu;
- Tempat menemukan hukum pada saat-saat tertentu meliputi undang-undang, putusan hakim,
serta tulisan para ahli hukum
- Sebagai sumber dimana pembuat undang-undang mengambil bahan dalam membentuk
peraturan perundang-undangan, meliputi dokumen atau surat keterangan yang berkaitan dengan
hukum pada saat tertentu atau lampau, seperti system hukum Perancis, Belanda, atau system
hukum Romawi
2. Sumber Hukum Sosiologis atau Antropologis
Pendekatan dengan kategori ini lebih menitikberatkan pada kondisi hukum yang sifatnya
interdisipliner. Hal ini berkaitan dengan aspek yang berhubungan dengan kehadiran hukum di
masyarakat. Dengan kata lain sumber hukum materiil jenis ini merepresentasikan kenyataan
melalui keberadaan lembaga-lembaga sosial, termasuk pandangan budaya, religi, dan psikologis
masyarakat dimana hukum itu terbentuk sacara otomatis.
3. Sumber Hukum Filosofis
Ada dua faktor penting yang menjadi sumber hukum secara filosofis yaitu;
- Tujuan hukum antara lain adalah untuk menciptakan keadilan, oleh karena itu hal-hal yang
secara filosofis dianggap adil dijadikan sebagai sumber hukum materiil, dengan kata lain sebagai
sumber untuk isi hukum yang adil.
- Sebagai sumber untuk menaati kewajiban terhadap hukum atau sebagai faktor-faktor yang
mendorong orang tunduk pada hukum. Diantara faktor-faktor tersebut adalah kekuasaan
pemerintah/penguasa dan kesadaran hukum masyarakat.

2. Sumber Hukum Formil


Secara sederhana dapat dikatakan bahwa sumber hukum formil adalah tempat atau sumber dari
mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum.
Beberapa sumber hukum formil Hukum Administrasi Negara yaitu;
1. Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan perundang-undangan tercipta dalam konteks hukum positif tertulis yang dibuat,
ditetapkan atau di bentuk oleh pejabat yang berwenang yang berisi tingkah laku yang berlaku dan
mengikat secara umum. Kaitannya dengan ini suatu perundang-undangan menghasilkan peraturan
yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut;
- Bersifat komprehensif / luas dan lengkap, merupakan kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan
terbatas
- Bersifat universal, diciptakan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang akan datang yang
belum jelas bentuk konkritnya. Oleh karenanya ia tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi
peristiwa-peristiwa tertentu saja.
- Bersifat memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri. Adalah lazim
bagi suatu peraturan mencantumkan klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya peninjauan
kembali.
2. Kebiasaan atau Praktek Tata Usaha Negara
Keputusan yang di keluarkan oleh alat administrasi negara dikenal sebagai keputusan Tata Usaha
Negara (beschikking). Dalam mengeluarkan keputusan atau ketetapan-ketetapan ini muncul
praktek administrasi negara yang melahirkan Hukum Administrasi Negara kebiasaan atau yang
tidak tertulis. Hal ini terjadi karena administrasi negara dapat mengambil tindakan-tindakan yang
dianggap penting dalam rangka pelayanan kepada masyarakat, meskipun belum ada undang-
undang ( hukum tertulis). Hukum tidak tertulis atau kebiasaan atau praktek tata usaha negara inilah
yang dapat menjadi sumber hukum dalam arti formil.
3. Yurisprudensi
Dimaknai sebagai keputusan hakim terdahulu atau keputusan suatu badan peradilan terdahulu yang
sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap kemudian diikuti oleh hakim yang lain secara terus
menerus pada kasus yang sama.
4. Doktrin
Dokrtin dipahami sebagai sebuah ajaran hukum atau pendapat para pakar atau ahli hukum yang
berpengaruh. Untuk menjadi sumber hukum formil doktrin memerlukan proses yang panjang.
Doktrin baru dapat dipakai sebagai sumber hukum apabila doktrin tersebut sudah diakui oleh
umum.
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan hukum serta tempat
diketemukannya aturan hukum. Sumber hukum itu bisa dilihat dari bentuknya.
Dengan demikian ada dua macam sumber hukum. Sumber hukum HAN terdiri dari :
1. Sumber hukum materiil adalah sumber hukum dapat dilihat dari faktor-faktor yang
mempengaruhi isi dari suatu hukum.
2. Sumber hukum formil adalah sumber hukum dapat dilihat dari bentuk dan pembentukan
suatu hukum.
Menurut Sudikno Mertokusumo, kata sumber sering digunakan dalam beberapa arti, yaitu sebagai
berikut ;
1. Sebagai asas hukum, sesuatu yang merupakan permulaan hukum, misalnya kehendak Tuhan,
akal manusia, jiwa bangsa dan sebagainya
2. Menunjukan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan pada hukum yang sekarang
berlaku, seperti hukum perancis, hukum Romawi, dan lain-lain.
3. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada peraturan
hukum (Penguasa, masyarakat).
4. Sebagai sumber dari mana kita dapat mengenal hukum, misalnya dokumen, undang-undang,
lontar, batu bertulis, dan sebagainya.
5. Sebagai sumber terjadinya hukum, sumber yang menimbulkan hukum.

Sumber hukum materiil dari HAN


Sumber hukum materiil dari HAN meliputi faktor-faktor yang ikut mempengaruhi materi (isi) dari
aturan-aturan HAN. Faktor yang mempengaruhi isi HAN yaitu meliputi faktor :
Historis, filosofis, sosiologis, antropologis, ekonomis, agama dll.
Faktor-faktor tersebut berpengaruh bagi pemerintah dalam melakukan tindakan pemerintahan,
baik dalam tindakan pembuatan peraturan-peraturan perundangan maupun pembuatan keputusan.
1. Faktor historis / sejarah
Dalam studi perkembangan HAN ada dua bentuk sejarah sebagai sumber hukum, yaitu :
a. UU dan sistem hukum tertulis yang berlaku pada masa lampau di suatu tempat. Karena
terdapat unsur yang dianggap baik maka oleh pemerintah dapat dijadikan materi pembuatan
peraturan perundang-undangan dan diberlakukan sebagai bahan untuk hukum positif. Contoh :
hukum romawi –> hukum prancis –> hukum belanda –> hukum hindia belanda –> hukum
indonesia.
b. Dokumen-dokumen yaitu dokumen-dokumen dari suatu masa hingga diperoleh gambaran
tentang hukum yang berlaku di masa itu yang mungkin dapat diterima untuk dijadikan bahan
hukum positif untuk saat sekarang. Contoh : prasasti majapahit tentag sumpah palapa gajahmada
berbunyi “bhinneka tunggal ika”.
2. Faktor sosiologis dan antropologis
Dari sudut sosiologis dan antropologis sumber hukum materiil adalah seluruh masyarakat, ini
menyoroti lembaga-lembaga dalam masyarakat sehingga dapat diketahui apakah yang dirasakan
sebagai hukum oleh lebaga-lembaga sosial saat ini.
3. Faktor filosofis
a. Ukuran untuk menentukan bahwa sesuatu itu bersifat adil, karena hukum dimaksudkan antara
lain untuk menciptakan keadilan, maka hal-hal yang secara filosofis dianggap adil dijadikan
sebagai sumber hukum materiil bagi HAN.
b. Faktor-faktor yang mendorong seseorang mau tunduk pada hukum. Hukum itu diciptakan agar
ditaati, oleh sebab itu semua faktor yang dapat mendorong seseorang taat pada hukum harus
diperhatikan dalam pembuatan aturan HAN.
4. Faktor ekonomis
a. Faktor ekonomi terdapat dalam kehidupan masyarakat yang tersusun dalam struktur ekonomi
masyarakat akan mempengaruhi aturan-aturan hukum.
Contoh : aturan tentang BBM subsidi hanya untuk sepeda motor dan kendaraan umum.
b. Faktor ekonomi itu merupakan dasar yang riil yang sangat berpengaruh sehingga dapat
dijadikan sebagai sumber hukum materiil bagi HAN.
5. Faktor agama
Sumber hukum dari faktor agama adalah kitab suci dan perjalanan hidup nabi serta para sahabat
dan pendapat pemimpin agama yang dianutnya.

Pengertian Sumber Hukum


Secara sederhana Sumber Hukum adalah : segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan
Hukum dan tempat ditemukannya aturan-aturan Hukum.
Menurut Soedikno Martokusumo, kata sumber Hukum sering digunakan dalam beberapa arti
yaitu :
a. Sebagai asas Hukum, sebagai sesutau yang merupakan permulaan Hukum, misalnya
kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa dan sebagainya.
b. menunjukkan Hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan pada Hukum yang sekarang
berlaku, seperti Hukum Prancis, Hukum Romawi.
c. sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara formal kepada
peraturan Hukum (Penguasa, masyarakat)
d. sebagai sumber dari mana kita dapat mengenal Hukum, misalnya dokumen, UU Lontar,
batu tertulis.
e. sebagai sumber terjadinya Hukum, sumber yang menimbulkan Hukum.
Macam-macam Sumber Hukum
Sumber-sumber Hukum Adminstrasi Negara, Pada umumnya, dapat dibedakan menjadi dua :
a. Sumber Hukum Materiil
Sumber hukum material, yaitu sumber hukum yang turut menentukan isi kaidah hukum.
Sumber hukum material ini berasal dari peristiwa-peristiwa dalam pergaulan masyarakat dan
peristiwa-peristiwa itu dapat mempengaruhi bahkan menentukan sikap manusia. Jadi sumber
hukum materiil, adalah faktor-faktor yang ikut mempengaruhi isi dari atura-aturan huku. Factor
tersebut adalah :
- Sumber Hukum Historis
Sumber Hukum ini mempunyai dua arti yaitu :
1. sebagai sumber pengenalan/ tempat menemukan Hukum pada saat tertentu misalnya :
UU, Putusan-putusan Hakim, tulisan-tulisan ahli Hukum dan tidak tulisan yang bersifat
Yuridis sepanjang membuat pemberitahuan mengenai lembaga-lembaga Hukum
2. sebagai sumber dimana pembuat Undang-undang mengambil bahan dalam membentuk
peraturan Perundang-undangan misalkan, system-sistem Hukum pada masa lalu yang
pernah berlaku pada tempat tertentu seperti system Hukum Romawi, system hukuk
Perancis dan sebagainya.
a. Faktor Historis/Sejarah - yaitu undang-undang/ peraturan-peraturan masa lalu yang
dianggap baik dapat dijadikan bahan untuk membuat undang-undang dan dapat
diberlakukan sebagai hukum positif.
b. Faktor Soiologis - Yaitu seluruh masyarakat dan lembaga-lembaga yang ada didalam
masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang terjadi didalam masyarakat dapat dijadikan
bahan untuk membuat hukum dengan kata lain sesuai dengan perasaan hukum
masyarakat misalnya keadaan dan pandangan masyarakat dalam bidang sosial,
ekonomi, budaya, agama dan psikologis. Jadi sumber hukum secara sosiologis adalah
factor-faktor social yang mempengaruhi isi Hukum positif, artinya peraturan Hukum
tertentu mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.
c. Faktor Filosofis - Yaitu ukuran untuk menentukan aturan itu bersifat adil atau tidak
dan sejauhmana aturan itu ditaati oleh warga masyarakat atau mengapa masyarakat
mentaati aturan itu. Jadi faktor filosofis Memiliki dua arti yaitu : Pertama : sebagai
sumber Hukum untuk isi Hukum yang adil. dan Kedua : sebagai sumber untuk
kekuatan mengikat dari Hukum.
d. Faktor Agamis – sumber hukum dari faktor agama adalah kitab suci dan perjalanan
hidup serta ucapan/tindakan Nabi serta para sahabat dan pendapat pemimpin agam
yang di anut.
b. Sumber Hukum Formal
Sumber hukum formal, yaitu sumber hukum yang sudah diberi bentuk tertentu. Agar
berlaku umum, suatu kaidah harus diberi bentuk sehingga pemerintah dapat
mempertahankannya. Jadi Sumber Hukum Formal adalah berbagai bentuk aturan
Hukum yang ada, sumber Hukum ini terdiri dari :
1. Peraturan Perundang-undangan/HAN Tertulis.
Dalam keputusan Hukum, tidak semua peraturan dapat dikategorikan sebagai
peraturan Hukum, suatu peraturan adalah peraturan Hukum bilamana peraturan itu
mengikat setiap orang dank arena itu ketaatannya dapat dipaksakan oleh Hakim.
Berdasarkan penjelasan Pasal 1 angka 2 UU No. 5/1986 Peraturan Perundang-
undangan adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang
dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah, baik di tingkat pusat
maupun Daerah, serta semua keputusan Badan atau Pejabat TUN baik ditingkat pusat
maupun Daerah yang juga mengikat umum.
2. Konvensi/ Praktek Administrasi Negara atau Hukum Tidak Tertulis
Yaitu perbuatan atau tindakan manusia/Pejabat/Pemerintah/Adminstrasi Negara yang
tetap dilakukan secara berulang-ulang untuk hhal yang sama. Apabila suatu
kkebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat, dan kebiasaan itu selalu berulang-ulang
dilakukan sedimikian rupa, sehingga tindakan yang bberlawanan dengan kebiasaan itu
dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum. Tidak semua kebiasaan itu
mengandung hukum yang baik dan adil, oleh karena itu belum rtentu suatu kebiasaan
atau adat istiadat itu pasti menjadi sumber hukum. Dalam kaitan ini Sudikno
menyebutkan bahwa untukk timbulnya kebiasaan diperlukan beberapa syarat tertentu,
yaitu; i).syarat materiil – perbuatan tingkah laku yang dilakukan secara berulang-
ulang; ii). Syarat intelektual – keyakinnan hukum dari masyarakat yang bersangkutan;
iii). Syarat akibat hukum apabilla hukum itu dilanggar – akan menerima perhatian dari
pihak pemerintah.
3. Yurisprudensi
Dari segi peraktik Peradilan, Yurisprudensi adalah keputusan hakim yang selalu
dijadikan pedoman hakim lainnya dalam mmemutuskan kasus-kasus yang sama.
Yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan
dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama. Dalam arti
sempit yang dimaksud dengan Yurisprudensi adalah ajaran Hukum yang tersusun dan
dalam putusan badan peradilan, yang kemudian dipakai sebagai landasan Hukum.
Beberapa alasan seorang hakim mempergunakan putusan hakim yang terdahulu
(yurisprudensi), yaitu; a). Pertimbangan psikologis – terhadap kasus yang sama hakim
dibawahnya secara psikologis segan jika tidak mengikuti keputusan hakim di atasnya;
b).pertimbangan praktis – kasus yang sudah pernah dijatuhkan putusan oleh hakim; c).
Pendapat yang sama – hakim yang bbersangkutan sependapat dengan keputusan hakim
lain yang terdahulu.
4. Doktrin
Meskipun ajaran Hukum atau pendapat para sarjana Hukum tidak memiliki kekuatan
mengikat, namun pendapat sarjana Hukum ini begitu penting bahkan dalam sejarah
pernah terdapat ungkapan bahwa orang tidak boleh menyimpang dari pendapat umum
para ahli Hukum. Jadi doktrin adalah pendapat para sarjana hukum yang terkemuka
yang telah teruji dan diterima serta mempunyai pengaruh secara luas terhadap hakim
dalam mengambil keputusannya.
5. Traktat.
Yaitu perjanjian antar negara/perjanjian internasional/ perjanjjian antara dua negara
atau lebih yang membawa konnsekuensi bahwa pihak-pihak yang berrsanggkutan
terikat pada perjanjiian yang mereka adakan itu. Ada beberapa macam traktat, yaitu;
traktat bilateral – perjanjian yang dilakukan oleh dua negara; traktat multilateral – yaitu
perjanjiian yang dilakukan oleh banyak negara; trraktat koolektif/traktat terbukka –
yaitu perjanjian yang dilakukan oleh beberapa negara yang kemudian terbuka untuk
negara lain terikat pada perjanjjian tersebut.
3.Sumber Hukum Administrasi Negara
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan hukum dan atau tempat
diketemukan ditentukan aturan hukum itu.
Sumber Hukum Formil - Yaitu kaidah hukum dilihat dari segi bentuk, dengan diberi suatu bentuk
melalui suatu proses tertentu, maka kaidah itu akan berlaku umum dan mengikat seluruh warga
masyarakat dan ditaati oleh warga masyarakat.
Sumber hukum formil Hukum Administrasi Negara adalah :
Jadi sumber hukum formil Hukum Administrasi Negara adalah sesuai dengan tata urutan/ hirarki
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia, seperti tercantum dalam Undang-undang
Nomor 12 tahun 2011, yaitu:
a.UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b.Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang
c.Peraturan Pemerintah
d.Peraturan Presiden
e.Peraturan Daerah Perda Provinsi
f. Perda Kabupaten /Kota
Undang-undang sebagai sumber hukum dibentuk dengan cara-cara tertentu oleh pejabat yang
berwenang/legislator.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945 banyak masalah-masalah yang akan diatur dengan Undang-
Undang, misalnya :
1.Tentang Kewarganegaraan
2.Tentang syarat-syarat PembelaanNEgara
3.Tentang Keuangan Negara
4.Tentang Pajak
5.Tentang Pengajaran
6.Tentang Pemerintah Daerah dan lain-lain.
Yang memegang kekuasaan membentuk Undang-undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat ( Pasal
20 UUD 45).
Materi Perpu sama dengan materi muatan Undang-Undang .
Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi muatan untuk melaksanakan Undang-undang.
Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan Undang-undang atau
melaksanakan Peraturan Pemerintah.
Materi muatan Perda adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah
dan tugas pembantuan dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Materi muatan Peraturan Desa/ Peraturan yang setingkat adalah seluruh materi dalam rangka
penyelenggaraan urusan desa atau setingkat serta penjabaran lebih lanjut Undang-undang yang
lebih tinggi.
BAB IV
KEDUDUKAN, KEWENANGAN, DAN TINDAKAN HUKUM PEMERINTAHAN
a. Kedudukan Hukum Pemerintah.
Pembagian hukum ke dalam hukum publik dan hukum privat yang dilakukan oleh ahli hukum
Romawi,Ulpianus dalam buku “Publicum ius est, quod ad statum rei romanea spectat,
privvatum quod ad singulorum utitilatem” (hukum publik adalah hukum yang berkenaan
dengan kesejahteraan negara Romawi, sedangkan hukum privat adalah huukum yangg
mengatur hubungan kekeluargaan), pengaruhhnya cukkuup besar dalam sejarah pemikiran
hukum sampai sekarang.
Dalam perspektif hukum publik, negara adalah organisasi jabatan, sebagaimana dikemukakan
oleh beberapa ahli seperti berikut.
b. Menurut Logemann, “ dalam bentuk kenyataan sosialnya, negara adalah organisasi
yang berkenaan dengan berbagai fungsi. Yang dimaksud dengan fungsi adalah
lingkungan kerja yang terperinci dalam hubungannya dengan keseluruhan. Fungsi-
fungsi ini di namakan jabatan, negara adalah organiisasi jabatan. Jabatan adalah
suatu lembaga dengan lingkup pekerjaan sendiri yyang dibentuk untuk waktu lama
dan kepadanya di beri rtuggas dan wewenang.
c. Bagir Manan, jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap yyang bberisi fungsi-
fungsi tertentu yang seccara keseluruhan mencermiinkann tujuan dan tata kerja
suatu organisasi. Negara berisi berbagai jabatan atau linngkunngan kkerja tetap
dengan berbagai fungsi untuk mencapai tujjuan negara. (Bagir Manan, Pengisian
Jabatan Presiden Melalui (dengan) Pemilihan Langsung, Makalah hlm,1
sebagaimana dikutif Ridwan HR.Hlm.71)
d. F.C.M.A.Michils, mengatakan “jabatan itu tetap, para pejabat berganti-ganti
)sebagai akibbat pemilihann atau pengangkkatan), sebagai contoh; Presiden, wakil
Preside, Kepala Daerah, Menteri, dan lain-lain, relatiff bersifat tetap, sementara
pemegang jabatan atau pejabatnya sudah berganti-ganti.
e. Sementara Chidir Ali, mengatakan ada tiga kriteria untukk menentukan suatu badan
hukum publik, yaitu; Pertama, dilihat dari pendiriannya, badan huukum itu
diadakan dengan konstruksi hukum publik yang didirikan oleh penguasa dengan
undang-undang atau pengaturan-pengaturan lainnya; Kedua, lingkunngan
kerjanya, yaitu melaksanakan perbuatan-perbuatan publik; Ketiga, badan hukum
itu di beri wewenang publik seperti membuat keputusan atau peraturan yang
mengikat umum. ( Chidir Ali, Badan Hukum, Bandung: Alumni,1987.hlm.62)
Dalam Hukum Adminstrasi Negara yang menempatkan organ atau jabatan pemerintahan sebagai
salah satu obyek kajian utama, mengenal karakteristik jaabatan pemerintahan merupakan sesuatu
yang tidak bisa dikesampingkan. Adalah P.Nicolai dan kawan-kawan menyebutkan beberapa ciri
atau karakteristik yang terdapat pada jabatan atau organ pemerintahan, yaitu.
a. Organ pemerintah menjalankan wewenang atas nama dan tanggung jawab sendiri, yang dalam
pengertian moodern diletakkan sebagai pertanggungjawaban politik dan kepegawaian atau
tanggung jawab pemerintah sendiri di hadapan Hakim. Organ pemerinttah adalah pemikul
kewajiban tanggung jawab.
b. Pelaksanaan wewenang dalam rangka menjaga dan mempertahankan norma hukum
adminstrasi, organ pemerintahan dapat bertindak sebagai piihak tergugat dalam proses
peradilan, yaitu dalam hal ada keberatan, banding, atau perlawanan.
c. Di samping sebbagai pihak terguggat, oorgan pemerintahhan juga dapat tampil menjadi pihak
yang tidak puas, artinya sebagai penggugat.
d. Pada prinsipnya organ pemerinttahan tidaak memiliki harta kekayaan sendiri. Organ
pemerintahan merupakan bagian/alat dari badan hukum menurut huukum privat dengan harta
kekayaannnya. Jabatan Bupati atau Walikota adalah organ-organ dari badan umum “Kabupaten
atau Kota”. Berdasarkan aturan hukum badan umum inilah yang dapat memiliki harta kekayaan,
bukan organ pemerinntahannya. (Ridwan HR, Hukum Adminstrasi Negara, Depok: PT
Grafindo Persada,2018. Hlm.74-75).

Sejalan dengan pendapat P.Nicolai dan kawan-kawan, F.R.Bothlingk, berpendapat, “pembebanan


unntuk membayar ganti kerugian itu tidak diucapkan atau ditunjukan terhadap organ, tetapi kepada
badan umum terkait, karena hanya badan uumum yang dappat membayar sebagai subyek harta
kkekayaan. Meskipun jabatan pemerinttahan ini dilekkati dengan hak dan kewajiban atau diberi
wewenang untuk melakukan tinddakan hukuum, namun jabatan tidak dapatt bertindak sendiri.
Perbuatan huukum jabatan dilakukann melalui perwakilan yaitu pejabat. Pejabat bbertindak untuk
dan atas nama jabatan.
Indroharto, menyebut bahwa ukuran untuk dapat disebut Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
(TUN), adalah fungsii yang dilaksanakan, bukan nama sehari-hari, bukan pula kedudukan
strukturalnnya dalam salah satu lingkungann kekuasaan dalam negara. Selanjutnya Indroharto
mengelompokkan organ pemerintahan atau ttata usaha negara sebagai berikut.
a. Instansi-innstansi resmi pemerintah yang berada di bawah Presidenn sebagai kepala
eksekutif.
b. Innstannsi-instansi dalam lingkungan negara di luar lingkungan kekuasaan
eksekutif yang berdasarkan peraturan perundang-undangan melaksanakan uurusan
pemerinntahan.
c. Badan-badan huukum perdata yang didirikan oleh pemerintah dengan maksud
untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.
d. Insttansi-instansi yanng merupakan kerjasama antara pihak pemerinttah denngan
pihak swasta yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.
e. Lembaga-lembaga hukum swasta yang berrdasarkan peraturan perundanng-
undangan dan sistem perrizinan melaksanakan tugas pemerinttahan. (Indroharto,
Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I,
Jakarta: Sinar Harapam, 1993, hlm.137.
Sementara S.F.Marbun secara lebih terperinci menyebutkan kelompok Badan atau Pejabat TUN
yang menyelenggarakan urusan, fungsi atau tugas pemerinnttahan, yakni sebagai berikut.
a. Mereka yang termasuk dalam lingkungan eksekuti mulai dari Presiden sebagai kepala
Pemerintahan (termasuk para pembantunya di puusat seperti Wakil Presiden, para menteri
dan lembaga-lembaga non- kementerian).
b. Mereka yang menyelenggarakan urusan disentralisasi, yaitu kkepala daerah provinsi dan
kabupaten/kota ( ttermasuk sekretaris daerah beserta Satuan Kerja Pemerintah Daerahh)
dan Pe,merintahh Desa.
c. Mereka yanng menyelenggarakan urusan dekonsenttrasi, seperti Gubernur (termasuk
sekretaris wilayah dan kanwil-kanwil), Bupati dan Walikota, camat serta Lurah.
d. Pihak ketigga atau swasta yang mmempunyai hubungan isttimewa atau hubungan biasa
demngan pemerintah, baik yyang diatur atas dasar hukum publik maupun hukumm privat.
e. Pihak ketigga atau swasta yang memperoleh konsesi atau izin dari pemerinntah.
f. Pihak ketiga atau swasta yang diberi subsidi oleh pemerinntahh, misalnya sekolah-sekolah
swasta.
g. Yayasan-yayasan yang didirikan dan diawasi oleh pemerinttah.
h. Pihak ketiga atau koperasi yang didirikan dan diawasi oleh pemerintah.
i. Pihak ketiga atau Bank-bank yang didirikann dann diawasi oleh pemerinttah.
j. Pihak ketiga atau swasta yyang bbertindak bersama-sama dengan pemerintah (Persero),
seperti BUMN yang memperolleh atribusi wewennang, PLN,Pos dan Giro,PAM,Telkom,
Garuda , dan lain-lain.
k. Ketua Pengadilan Negari, Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung serta
Panitera dalam lingkungann peradilan.
l. Sekretariat pada Lembaga Negara serta sekretariat pada DPRD.( S.F.Marbun dan
Moh.Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Adminstrasi Negara, Yogjakarta: Liberty,1987.
hlm.141)

Kedudukan Pemerintah Dalam Hukum Privat.


Negara, provinsi, kabupaten dan kota dalam perspektif hukum perdata disebut sebagai badann
hukum publik. Badan hukum adalah, kumpulan orang, yaitu semua yang di ddalam kehidupan
masyarakat (dengan beberapa perrkecualian) sesuai dengan kettentuan undang-undanng dapat
bertindak sebbagai mmanusia, yang memiliki hak-hak dan kewenaangan-kewenangan, seperti
kumpulan orang (dalam suatu badan hukum), perserroan terbatas, periusahaan perkapalan,
perhimpunan sukarela dan sebagainya. Dalam kaitan ini,Frederic Robert Bothlingk,
mengatakkann,” kita tentukan bahwa badan hukum adalah penjelmaan yuridis dari iidentitas yang
dibentuk dari realitas masyarakat, yang dapat melakukan berbagai tindakan.
Dalam kkepustakaan huukum dikenal ada beberapa unnsur dari badan hukum, yaitu sebagai
berikut.
a. Perkummppulan orang (orgganisasi yyang tteratur);
b. Dapat melakukan perbuatan hukum dalam hhubungann huukum;
c. Adanyya harta kekayaan yang terpiisah;
d. Mempunyai kepentinngann sen prinsip utamadiri;
e. Mempunyai pengurus;
f. Mempunyai tujuan ttertentu;
g. Mempunyai hak-hak ddan kewajiban-kewajiban;
h. Dapat diguggat atau mmenggugat di depan penngadilan. (Ridwwan HR:2018,87)
Kewenangan Pemerintah.
1. Asas legalitas dan Wewenang Pemerintahan. Asas legalitas merupakan salah satu prinsip
uutama yang dijjadikann sebagai dasar dalam setiap ppennyelenggaraan pemerinttahan dan
kenegaraan di setiap negara hukum terutama bagi negara-negara hukum dalam sistem
Kontinental. Asas legalitas pada mulanya dikenal dalam hal penarikan pajak oleh negara,
seperti yang berlaku di Inggris, dengan ungkapan “ tiidak ada pajak tanpa persetujuan
parlemen” atau di Amerika dengan ungkapan, “ pajak ttanpak perseyujuan parlemen adalah
perampokan”. Artinya bahwa penarikan pajak hanya boleh dioolakukan setelah ada
undang-undang yang mengatur penentuan dan pemunngutan pajak. Dalam hukum pidana
istilah asas legalitas juga dikenal dengan istilah “nullum delictum sine praevia lege poenali
(tidak ada hukuman tanpa undang-undanng), dan dalam hukum Islam dikenal berdasarkan
ayat Al’Quran yang arttinya “ Kami tidak menjatuhkan siksa sebelum kami mengutus
Rasul”. Bagir Manan menyebutkan bahwa ada kesuulitan yanng dihadapi oleh hukum
tertulis, yaitu; pertama, hukum sebagai bagian dari kehidupan masyarakat mencakup
semua aspek mencakup semua aspek kehidupan yang sangat luas dan kompleks, sehingga
tidakk mungkin seluruhnya dijelmakan dalam peraturan perundang-undangan; Kedua,
peraturan perunndang-unndangan sebagai hukum tertulis sifatnya statis, tidak dapat dengan
cepat mengikuti gerak pertumbuhan, perkembangan dan perubahan masyarakat yang harus
diembannya, (Bagir Manan dan Kuntana Magnnar, Peranan Peraturan Perrunndanng-
undangan Dalam Pembinnaan Hukum Nasional, Bandung: Armico, 1987, hlm.16). adanya
kelemahan dalam hukum tertulis membawa konsekuensi terhadap pelaksanaan assas
legalitas, karena penyelenggaraan pemerinttahann dalam suatu negara hukum
memerlukkan ppersyaratan lain agar kehidupan kenegaraan, pemerintahan, dan
kemasyyarakatan berjalan dengan baik dan bertumpu pada keadilan. Prayudi Atmosudirjo,
menyebutkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan
pemerintahan, yaitu.
a. Efektivitas, artinya penyelenggaraan kegiatan pemerintah harus mengenai sasasran
atau tujuan yang telah ditetapkan;
b. Legimitas, artinya kegiatan adminnstrasi negara jangan sampai menimbulkan
heboh oleh karena tidak dappat diterima oleh masyarakat setempat atau liingkungan
yang bersangkutan.
c. Yurridikitas, adalah syarat yang menyatakan bahwa perbuatan para pejabat
adminstrasi negara tidak boleh melanggar hukum dalam arti luas;
d. Legalitas, addalah syarat yyang mmenyatakan bahwa perbuatan atau keputtusan
admiinstrasi negara yang tidak boleh dilakukan tanpak dasar undang-undanng
dalam arti luas, billa sesuatu dijjalankan denngan alasan “keadaan darurat”, maka
keadaan dadrurat itu wajjib dibuktikan kkemudian, jika kemudian tidak terbukti,
maka perbuatan ttersebut dapat digugat di ppengadilan.
e. Moralitas, adalah salah satu syarat yang paling disorot oleh masayarakat, karena
moral dan etik umum maupun kedinasan wajib dijunjung tinggi; perbuatan tidakk
senonoh; sikap kasar, kurang ajar, tidak sopan, kata-kata yang tidak pantas, dan
sebagainya wajib di hundari kkalau tidak biisa dihilangkan.
f. Adaptasi, adalah syarat yang menginginkkan agar perbuatan atau keputusan
pemerinttah selalu terbuka peluang untuk diubah guna disesuaikan dengan
perkembangan situasi dan kondisi terkini.
g. Motivasi, adalah syarat yang menghendaki agar perbuatan atau keputusan
pemerinntah atau adminnstrasii negara dapat memberi semmangat kepada
masyarakat untuk ikut terlibat secara aktif.
h. Efesiensi, sejalan dengan teori ekonomi, efesiensi wajib dikejar seoptimal
mungkin, kehematan biaya dan produktivitas wajib diusahakan setinggi-tingginya.
i. Teknik dan tteknologi, yang settinggi-tinginya atau yang mutakhir wajib dipakai
untuk mengembangkan atau mempertahankan mutu prestasi yang sebaik-baiknya.
(Prajudi Atmosudirjo, Hukum Adminnstrasii Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia,
1988, hlm.79-80)

1. Definisi dan Pengertian Tindakan Pemerintahan


Tindakan Pemerintahan adalah pemeliharaan kepentingan Negara dan rakyat secara
spontan dan tersendiri oleh penguasa tinggi dan rendahan “Prinsip Herarkhi” (pendapat Van
Vollenhoven).
Pendapat Romeyn, tindak Pangreh adalah tiap tindakan/ perbuatan daripada satu alat
perlengkapan Pemerintahan, juga diluar lapangan Hukum Tata Pemerintahan, misalnya keamanan,
peradilan, yang bermaksut menimbulkan akibat Hukum di bidang Hukum Administrasi.
Komisi Van Poelje (Laporan tahun 1972 hal. 4) tindakan-tindakan Hukum yang
dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan fungsi Pemerintahan.
2. Pembatasan dan Cara Bertindak Pemerintah
Pembatasan : tindak Pemerintahan tidak boleh bertentangan dengan peraturan Perundang-
undangan atau kepentingan umum antara lain :
1. Tidak boleh melawan Hukum baik formil maupun materiil, dalam arti luas.
2. Tidak boleh melampaui atau menyelewengkan kewenangan menurut Undang-
undang.
Cara Bertindak : cara bertindak alat Pemerintahan harus berdasarkan kebijaksanaan pada
umumnya atau dengan mengingat asas “freies ermenssen” tidak perlu mendasari secara ketat,
norma-norma Undang-undang seperti Hakim (peradilan), akan tetapi harus cepat segera
bertindak menurut keperluan, untuk mengatasi situasi mendadak dan sebagainya, asal bijaksana
dan tidak melampaui batas kewenangan dan Hukum.
3. Macam-macam Tindakan Pemerintahan
Pemerintah atau Negara adalah sebagai subyek Hukum, sebagai pendukung hak-hak
dan kewajiban-kewajiban. Sebagai subyek Hukum Permerintah sebagaimana seperti subyek
Hukum lainnya melakukan berbagai tindakan, baik tindakan nyata maupun tindakan Hukum tidak
nyata/ materiil adalah tindakan yang tidak ada relevansinya dengan Hukum dan oleh karenanya
tidak menimbulkan akibat Hukum.
Pemerintah atau Administrasi Negara adalah subyek Hukum yang mewakili dua
institusi yaitu Jabatan Pemerintahan dan Badan Hukum Pemerintahan/ Badan Hukum
Publik, sehingga tindakan Hukum yang dilakukan Pemerintah dalam menjalankan fungsi
Pemerintahan dapat dibedakan dalam tindakan Hukum publik dan tindakan Hukum privat.
Tindakan Hukum Publik Adalah tindakan Hukum yang dilakukan itu yang didasarkan atas
Hukum publik. Sedangkan tindakan Hukum Perdata berarti tindakan Hukum yang dilakukan
tersebut yang didasarkan pada ketentuan Hukum Perdata.
Secara teoritis cara untuk menentukan apakah tindakan Pemerintahan itu diatur oleh
Hukum publik atau Hukum Perdata adalah dengan melihat kedudukan pemeritah dalam
menjalankan tindakan tersebut. Jika Pemerintah bertindak dalam kualitasnya sebagai Pemerintah,
maka hanya Hukum publiklah yang berlaku, dan jika Pemerintah bertindak tidak dalam kualitas
Pemerintah, maka Hukum privatlah yang berlaku.
Tindakan Hukum publik yang dilakukan Pemerintah dalam menjalankan
Pemerintahannya, dapat dibedakan tindakan Hukum publik yang bersifat sepihak dan tindakan
banyak pihak. Peraturan bersama antar Kabupaten atau antar Kabupaten dengan Propinsi adalah
contoh tindakan Hukum publik beberapa pihak.
Dikalangan para sarjana perbedaan pendapat mengenai sifat tindakan Hukum
Pemerintahan ini. Sebagian mengatakan bahwa perbuatan Hukum yang terjadi dalam lingkup
Hukum publik selalu bersifat sepihak atau hubungan Hukum bersegi satubagi mereka tidak ada
perbuatan Hukum publik yang bersegi dua, tidak ada perjanjian yang diatur oleh Hukum publik.
Bila mana Pemerintah dengan seorang partikelir diadakan suatu perjanjian, maka Hukum yang
mengatur perjanjian itu senantiasa Hukum privat. Perjanjian ialah suatu perbuatan Hukum yang
bersegi dua karena diadalan oleh dua kehendak (yang ditentukan dengan sukarela) yakni suatu
persesuaian kehendak antara dua pihak sebagian penulis lain mengatakan, ada perbuatan Hukum
Pemerintah bersegi dua, mereka mengakui adanya perjanjian yang diatur oleh Hukum publik
seperti perjanjian kerja yang berlaku selama jangka pendek. Meskipun dikenal adanya tindakan
Pemerintah yang bersegi dua namun dari argumentasi dari masing-masing penulis bahwa pada
prinsipnya semua tindakan Pemerintah dalam menyelenggarakan tugas-tugas publik lebih
merupakan tindakan sepihak atau bersegi satu.
Ada beberapa contoh seperti pada ijin usaha pertambangan tidak dapat dikatakan bahwa
pihak yang bersangkutan berkesempatan untuk terlebih dahulu menyatakan persetujuannya, sebab
ijin pegusahaan pertambangan dan konsesi pertambangan tersebut terjadinya justru keputusan
Pemerintah, yang sifatnya sepihak dan berlaku seketika.

4. Syarat Keabsahan Tindakan Pemerintahan


Syarat keabsahan tindakan Pemerintah dapat di bagi sebagai berikut:
1. Perbuatan tersebut harus berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
2. Perbuatan tersebut dilakukan oleh aparat Pemerintah dalam kedudukannya sebagai
penguasa maupun sebagai alat perlengkapan Pemerintah.
3. Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi Pemerintah.
4. Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat Hukum di
bidang Hukum Administrasi.
5. Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan Negara
dan rakyat.
5. Perbuatan Melanggar Hukum Oleh Pemerintahan
Secara konseptual ruang lingkup tanggung gugat Pemerintah dibagi menjadi dua :
1. Tanggung gugat bidang Hukum Perdata dalam bentuk perbuatan melanggar Hukum oleh
penguasa melalui peradilan umum.
2. Tanggung gugat bidang Hukum Administrasi khusus tentang KTUN melalui peradilan
TUN.
Ad. 1. Tanggung Gugat Pemerintah Melalui Peradilan Umum
Tanggung gugat Pemerintah di peradilan umum pada dasarnya berkaitan dengan tuntutan
pembayaran ganti kerugian, gugat harus diajukan ke peradilan umum, dengan alasan gugatan
perbuatan melanggar Hukum/ melawan Hukum oleh penguasa. Landasannya penjelasan
umum UU No. 5/1986 sebagai berikut :
Sengketa TUN lainnya yang menurut Undang-undang ini tidak menjadi wewenang PTUN
diselesaikan melalui peradilan Umum.

Dalam gugatan Perdata formulasinya ditujukan kepada Pemerintah RI dan untuk tingkat
Daerah dirumuskan Pemerintah Daerah.
Ad. 2. Tanggung Gugat Pemerintah Melalui PTUN
Tujuan utama orang menggugat di PTUN adalah agar KTUN tersebut dibatalkan, dan dapat
pula ditambahkan tuntutan ganti rugi dan tehabilitasi (Pasal 53 ayat 1 UU No. 9/2004)
Dalam tanggung gugat bidang TUN, maka yang menjadi tergugat adalah pejabat, maka
rumusnya adalah : Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, WaliKota.

4. BENTUK-BENTUK PERBUATAN PEMERINTAHAN


Pengertian pemerintahan dibedakan menjadi dua :
1. Pemerintahan dalam arti luas, yaitu pemerintahan yang terdiri dari tiga kekuasaan yang
masing-masing terpisah satu sama lain. Ketiga kekuasaan itu adalah :
a. Kekuasaan legislatif.
b. Kekuasaan eksekutif.
c. Kekuasaan yudikatif.
Pemerintahan kekuasaan diatas berdasarkan teori Trias Politica dari Montesquieu. Tetapi,
menurut Van Vollenhoven, pemerintahan dalam arti luas berbeda dengan tori trias politica.
Menurut Van Vollenhoven pemerintahan dalam arti luas mencakup :
a. Tindakan / kegiatan pemerintahan dalam arti sempit (bestuur).
b. Tindakan / kegiatan polisi (politie).
c. Tindakan / kegiatan peradilan (rechts praak).
d. Tindakan membuat peraturan (regeling, wetgeving).
Sedangkan pemerintahan dalam arti luas menurut Lemaire adalah pemerintahan yang
meliputi :
a. Kegiatan penyelengaraan kesejahteraan umum (bestuur zorg).
b. Kegiatan pemerintahan dalam arti sempit.
c. Kegiatan kepolisian.
d. Kegiatan peradilan.
e. Kegiatan membuat peraturan.
Sedangkan Donner berpendapat, bahwa pemerintahan dalam arti luas dibagi menjadi dua
tingkatan (dwipraja), yaitu :
a. Alat-alat pemerintahan yang menentukan hukum negara / politik negara.
b. Alat-alat perlengkapan pemerintahan yang menjalankan politik negara yang telah
ditentukan.
2. Sedangkan Pemerintahan dalam arti sempit ialah badan pelaksana kegiatan eksekutif saja tidak
termasuk badan kepolisian, peradilan dan badan perundang-undangan. Pemerintahan dalam arti
sempit itu dapat disebut dengan istilah lain, yaitu ”administrasi negara”. Bentuk perbuatan
pemerintahan atau bentuk tindakan administrasi negara secara garis besar dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu :
1. Perbuatan hukum / tindakan hukum.
2. Bukan perbuatan hukum.
Perbuatan pemerintahan menurut hukum publik dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Perbuatan menurut hukum publik bersegi satu.Perbuatan menurut hukum publik bersegi satu,
yaitu suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh aparat administrasi negara berdasarkan
wewenang istimewa dalam hal membuat suatu ketetapan yang megatur hubungan antara
sesama administrasi negara maupun antara administrasi negara dan warga masyarakat.
Misalnya, ketetapan tentang pengangkatan seseorang menjadi pegawai negeri.
2. Perbuatan menurut hukum publik bersegi dua. Perbuatan menurut hukum publik bersegi dua,
yaitu suatu perbuatan aparat administrasi negara yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih
secara sukarela. Misalnya mengadakan perjanjian pembuatan gedung, jembatan dengan
pihak swasta (pemborong).
Untuk jelasnya dapat dikemukakan beberapa pendapat di bawah ini :
a. Pemerintahan dalam arti luas
Menurut ajaran “Trias Politica” oleh Montesquieu melupti tiga kekuasaan :
- Pembentukan Undang-undang
- Pelaksanaan
- Peradilan
b. Pemerintahan dalam arti sempit
Yang dimaksut Pemerintahan/ Administrasi dalam arti sempit itu ialah hanya badan
pelaksanaan tidak termasuk badan Perundang-undangan, badan peradilan dan badan kepolisian.
Dalam berbagai keputusan istilah Pemerintahan disebutkan memiliki dua pengertian antara
lain :
- sebagai fungsi : yakni aktifitas Pemerintah adalah melaksanakan tugas-tugas
Pemerintahan, dalam istilah Donner, Penyelenggaraan kepentingan umum oleh dinas publik/
Pemerintahan (umum) sebagai Organ kumpulan Organ-Organ dari Organisasi Pemerintahan
yang dibebani dengan melaksanakan tugas Pemerintahan.
- sebagai Organisasi : Pemerintah sebagai Organisasi bila mana kita mempelajari ketentuan-
ketentuan susunan Organisasi, termasuk didalamnya fungsi, penugasan, kewenangan, dan
kewajiban masing-masing departemen Pemerintahan. Pemerintah sebagai fungsi kita
meneliti ketentuan-ketentuan yang mengatur apa dan cara tindakan aparatur Pemerintah
sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Terdapat panca fungsi hukum sebagai upaya penegakan hukum yang merupakan condition sine
quanon atau syarat mutlak untuk fungsi hukum itu sendiri, yaitu:
1. Fungsi direktif, sebagai pengarah dalam pembangunan untuk membentuk masyarakat yang
hendak dicapai sesuai dengan tujuan kahidupan bernegara.
2. Fungsi integrative, sebagai pembina kesatuan bangsa.
3. Fungsi stabilitatif, sebagai pemelihara (termasuk didalamnya hasil-hasil pembangunan)
dan menjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat.
4. Fungsi perfektif, sebagai penyempurna baik terhadap sikap tindak administrasi negara
maupun sikap tindak warga apabila terjadi pertentangan dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat.
5. Fungsi korektif, sebagai pengoreksi atas sikap tindak (baik administrasi negara maupun
warga) apabila terjadi pertentangan hak dan kewajiban untuk mendapatkan keadilan.
Tindakan Pemerintah.
Dalam melakukan aktifitasnya, pemerintah melakukan dua macam tindakan, tindakan biasa
(feitelijkehandelingen) dan tindakan hukum (rechtshandeli-ngen). Dalam kajian hukum, yang
terpenting untuk dikemukakan adalah tindakan dalam katagori kedua, rechtshandelingen.
Tindakan hukum pemerintahan adalah tindakan yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan. Tindakan pemerintahan
memiliki beberapa unsur yaitu sebagai berikut :
• Perbuatan itu dilakukan oleh aparat Pemerintah dalam kedudukannya sebagai Penguasa maupun
sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuurs-organen) dengan prakarsa dan tanggung jawab
sendiri;
• Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan;
• Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang
hukum administrasi;
• Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan
rakyat.
Dalam negara hukum, setiap tindakan pemerintahan harus berdasarkan atas hukum, karena dalam
negara negara terdapat prinsip wetmatigheid van bestuur atau asas legalitas. Asas ini menentukan
bahwa tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh suatu peraturan perundang-undangan
yang berlaku, maka segala macam aparat pemerintah tidak akan memiliki wewenang yang dapat
mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi hukum warga masyarakatnya. Asas legalitas
menurut Sjachran Basah , berarti upaya mewujudkan duet integral secara harmonis antara paham
kedaulatan hukum dan paham kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip monodualistis selaku pilar-
pilar, yang sifat hakikatnya konstitutif.
Meskipun demikian, tidak selalu setiap tindakan pemerintahan tersedia peraturan peraundang-
undangan yang mengaturnya. Dapat terjadi, dalam kondisi tertentu terutama ketika pemerintah
harus bertindak cepat untuk menyelesaikan persoalan konkret dalam masyarakat, peraturan
perundang-undangannya belum tersedia. Dalam kondisi seperti ini, kepada pemerintah diberikan
kebebasan bertindak (discresionare power) yaitu melalui freies Ermessen, yang diartikan sebagai
salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi
negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang.
Freies Ermessen ini menimbulkan implikasi dalam bidang legislasi bagi pemerintah, yaitu lahirnya
hak inisiatif untuk membuat peraturan perundang-undangan yang sederajat dengan UU tanpa
persetujuan DPR, hak delegasi untuk membuat peraturan yang derajatnya di bawah UU, dan droit
function atau kewenangan menafsirkan sendiri aturan-aturan yang masih bersifat enunsiatif.
Menurut Bagir Manan , kewenangan pemerintah untuk membentuk peraturan perundang-
undangan karena beberapa alasan yaitu; Pertama, paham pembagian kekuasaan menekankan pada
perbedaan fungsi daripada pemisahan organ, karena itu fungsi pembentukan peraturan tidak harus
terpisah dari fungsi penyelenggaraan pemerintahan; Kedua, dalam negara kesejahteraan
pemerintah membutuhkan instrumen hukum untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum;
Ketiga, untuk menunjang perubahan masyarakat yang cepat, mendorong administrasi negara
berperan lebih besar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Freies Ermessen merupakan konsekuensi logis dari konsepsi welfare state, akan tetapi dalam
kerangka negara hukum, freies Ermessen ini tidak dapat digunakan tanpa batas. Atas dasar itu,
Sjachran Basah mengemukakan unsur-unsur freies Ermessen dalam suatu negara hukum yaitu
sebagai berikut :
• Ditujukan untuk menjalankan tugas-tugas servis publik;
• Merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara;
• Sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum;
• Sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri;
• Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang timbul
secara tiba-tiba;
• Sikap tindak itu dapat dipertanggung jawab baik secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa
maupun secara hukum.
2. Sumber-sumber Kewenangan Tindakan Pemerintahan
Kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah bersumbar pada tiga hal, atribusi, delegasi, dan
mandat. Atribusi ialah pemberian kewenangan oleh pembuat undang-undang sendiri kepada suatu
organ pemerintahan baik yang sudah ada maupun yang baru sama sekali. Menurut Indroharto ,
legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang itu dibedakan antara :
Yang berkedudukan sebagai original legislator; di negara kita di tingkat pusat adalah MPR sebagai
pembantuk konstitusi (konstituante) dan DPR bersama-sama Pemerintah sebagai yang melahirkan
suatu undang-undang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan Pemerintah Daerah yang
melahirkan Peraturan Daerah;
Yang bertindak sebagai delegated legislator : seperti Presiden yang berdasarkan pada suatu
ketentuan undang-undang mengeluarkan Peraturan Pemerintah dimana diciptakan wewenang-
wewenang pemerintahan kepada Badan atau Jabatan TUN tertentu.
a.d.2. Pengertian Perbuatan Pemerintah
Perbuatan pemerintah merupakan tindakan hukum yang dilakukan oleh penguasa dalam
menjalankan fungsi pemerintahan. Menurut Romijen, perbuatan pemerintah yang
merupakan “ bestuur handling “ yaitu tiap-tiap dari alat perl;engkapan pemerintah.
Menurut Van Vallen Hoven, perbuatan pemerintah merupakan tindakan secara spontan atas
inisiatif sendiri dalam menghadapi keadaan dan keperluan yang timbul tanpa menunggu
perintah atasan, dan atas tanggung jawab sendiri demi kepentingan umum.
Macam-Macam Perbuatan Pemerintah
Perbuatan pemerintah dapat digolongkan dalam dua macam, yaitu :
1.Perbuatan pemerintah berdasarkan fakta ( Fiete Logtie Handilugen )
2.Perbuatan pemerintah berdasarkan hukum ( Recht Handilugen )
a.d.1. Perbuatan pemerintah berdasarkan fakta atau tidak berdasarkan hukum adalah
tindakan penguasa yang tidak mempunyai akibat hukum, misalnya Walikota mengundang
masyarakat untuk menghadiri 17 agustus, Presiden menghimbau
masyarakat untuk hidup sederhana dan lain-lain.
a.d.2. Perbuatan pemerintah berdasarkan hukum ( Recht Handilugen ) adalah tindakan
penguasa yang mempunyai akibat hukum, ini dapat digolongkan dalam dua golongan,
yaitu :
1. Perbuatan pemerintah dalam lapangaan hukum privat, dimana penguasa
mengadakan hubungan hukum berdasarkan hukum privat.
Menurut Prof. Krobbe Kranenburg, Vegtig, Donner dan Hassh, bahwa pejabat
administrasi Negara dalam menjalankan tugasnya dalam hal-hal tertentu dapat
menggunakan hukum privat, umpanya
perbuatan sewa-menyewa, jual-beli tanah dan perjanjian-perjanjian lainnya.
2. Perbuatan pemerintah dalam lapangan Hukum Publik Perbuatan hukum dalam
lapangan Hukum Publik ada dua macam, yaitu :
a.Perbuatan Hukum Publik bersegi dua, yaitu adanya dua kehendak/ kemauan yang
terikat, misalnya dalam perjanjian/ kontrak kerja. Mengenai hal ini ada beberapa
sarjana yang menentangadanya prbuatan hukum bersegi dua missal Meijers Cs
mengatakan bahwa tidak ada persesuaian kehendak antara para pihak.
b.Perbuatan Hukum Publik bersegi satu, yaitu perbuatan yang dilakukan atas kehendak
dari satu pihak yaitu perbuatan dari pemerintah itu sendiri.

2. BESCHIKKING/KETETAPAN
1. Pengertian dan Istilah Istilah Beschikking berasal dari Bahasa Belanda yang
diperkenalkan oleh Van der Pot di negreri Belanda dan masuk di Indonesia melalui Mr.
Prins yang mengajar di Universitas Indonesia.
Beberapa sarjana memberikan terjemahan yang berbeda-beda terhadap istilah Beschikking.
Utrecht menterjemahkan sebagai “Ketetapan”.
Kuntjoro menterjemahkan sebagai “Keputusan”.
Istilah ketetapan dapat diartikan dan atau terpisah. dengan Ketetapan MPR, sedangkan
Ketetapana MPR termasuk dalam bidang politik sehingga dapat dinilai kedudukannya
terlalu tinggi.
Ketetatap dalam administrasi/ alat-alat perlengkapan Negara hanya merupakan peraturan
pelaksana dalam bidang administrative saja.
Beschikking sebagai keputusan, istilah ini dapat ditafsirkan sebagai keputusan hakim,
padahal keputusan hakim berbeda dengan Beschikking.
Keputusan hakim bersifat Yudikatif Formil sedangkan ketetapan bersifat Yudikatif
Administratif.
2 Pengertian Ketetapan
Ketetapan Adminstrasi Negara merupakan hukum publik bersegi satu yang dilakukan oleh
badan/ pejabat pemerintah berdasarkan kekuasaan istimewa. Beberapa pendapat tentang
Ketetapan :
1.Van Der Wel mengatakan Ketetapan adalah suatu perbuatan hukum oleh suatu alat
pemerintah dengan maksud untuk menimbulkan atau menolak suatu hubungan hukum.
2.Prins mengatakan, Ketetapan adalah suatu tindakan hukum sepihak dibidang pemerintahan
yang dilakukan oleh alat-alat penguasa berdasarkan kewenangan khusus.
3.A.M. Donner mengatakan, Ketetapan adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh
alat pemerintahan berdasarkan suatu ketentuan yang mengikat dan berlaku umum.
4.Stellinga, Ketetapan adalah keputusan sesuatu alat pemerintahan yang isinya terletak
didalam lapangan, pembuatan peraturan, kepolisian, dan pengadilan.
5.Menurut UU No. 5 Tahun 1986 tentyang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 1 (3)
menyebutkan Keputusan Tata Usaha adalah suatu penetapan tertulis yang dilakukan oleh
badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha Negara yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkrit,
individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum
perdata.
Berdasarkan definisi dari Undang-ndang No. 5 Tahun 1986 di atas maka dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Konkrit artinya obyeknya tertentu/ jelas, tidak abstrak, missal keputusan memberikan ijin
bangunan.
b. Individual artinya keputusan secara khusus/ tertentu, tidak bersifat umum, nama, alamat,
dan yang menjadi obyeknya jelas.
c. Final artinya sudah definitive/ selesai tidak memerlukan persetujuan atasan.
d. Berdassarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Van Vallen Hoven Perbuatan Pemerintah mempunyai tiga sifat, yaitu :
1.Konkrit artinya nyata dan mengatur hal yang tertentu
2.Kusnistis, artinya menyelesaikan kasus-per kasus
3.Individual artinya berlaku terhadap seseorang tertentu yang jelas identitasnya.
3. Syarat-syaratsuatu Ketetapan
Suatu Ketetapan harus memenuhi syarat-syarat agar ketetapan itu menjadi sah, yaitu :
1.Dibuat oleh alat/ pejabat yang berwenang
2.Tidak boleh kekurangan Yuridis
3.Bentuk dan cara sesuai dengan peraturan dasar
4.Isi dan tujuannya sesuai dengan peraturan dasar
5.Menimbulkan akibat hukum
a.d.1. Dibuat oleh yang berwenang, artinya ketetapan itu harus dibuat oleh pejabat Negara
yang berkuasa/ berwenang menurut Undang-Undang dan apabila ketetapan dibuat oleh
pejabat yang tidak berwenang, maka akibatnya ketetapan itu batal demi hukum.
a.d.2. Tidak boleh ada kekurangan yuridis artinya ketetapan itu dibuat harus sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian ketetapan itu tidak boleh dibuat atas dasar :
1.Salah perkiraan / divaling
2.Tipuan/ dwang
3.Bedrog
Ketetapan demikian dapat dibatalkan
a.d.3. Bentuk dan Cara Bentuk dan cara/Proseduir Ketetapan telah ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan.
Secara teoritis bentuk ketetapan ada dua macam yaitu :
1.Bentuk Lisan, bentuk ini tidak mempunyai akibat hukum dan tidak begitu penting bagi
administrasi Negara serta dilakukan dalam situasi yang cepat/segera.
2.Bentuk Tertulis, ketetapan ini dibuat secara tertulis sangat penting dalam penyusunan
alasan dan diktumnya harus jelas guna penyusunan banding serta demi kepastian hukum.
a.d.4. Isi dan Tujuan
Isi dan tujuan ketetapan harus sesuai dengan peraturan yang menjadi dasar diterbitkannya
ketetapan itu. Dalam praktek banyak ketetapan yang isi dan tujuannya tidak ssuai dengan
peraturan dasar, hal ini merupakandotournement den pouvois, yaitu dimana pejabat
Negara menggunakan kewenangannya untuk menyelenggarakan kepentingan umum
yang lain untuk kepentingan umum yang dimaksud oleh peraturan yang menjadi dasar
wewenang itu atau merupakan penyalahgunaan wewenang.
a.d.5. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Menimbulkan akibat hukum berarti menimbulkan suatu perubahan dalam suatu hubungan
hukum yang telah ada, misalnya melahirkan atau menghapuskan suatu hubungan hukum,
dan atau melahirkan suatu wewenang bagi suatu badan atau jabatan administrasi atau
berubahnya suatu wewenang bagi suatu badan atau pejabat.

Tindakan Pemerintah.
Unsur-unsur Tindakan Hukum Pemerintah Muchsan menyebutkan unsur-unsur tindakan
pemerintahan sebagai berikut:
1. Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintahan dalam kedudukanya sebagai penguasa
maupun sebagai alat pemerintahan dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri.
2. Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan.
3. Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untukmenimbulkan akibat hukum di
bidang hukum administrasi
4. Perbuatan tersebut menyangkut pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat.
5. Perbuatan itu harus didasarkan pada peraturan perundangundangan yang berlaku.
6. Cara Pelaksanaan Tindakan Pemerintahan Dalam praktiknya urusan pemerintahan tidak
dijalankan sendiri oleh pemerintah, namun dijalankan pula oleh pihak-pihak lain bahkan
juga pihak swasta yang diberi wewenang untuk menjalankan urusan pemerintahan dalam
kerangka hubungan kerjasama. Menurut E. Utrech tindakan pemerintahan itu dapat
dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
1.Yang bertindak ialah administrasi Negara sendiri.
2.Yang bertindak ialah subyek hukum (sama dengan badan hukum) lain yang tidak
termasuk administrasi Negara dan yang mempunyai hubungan istimewa atau hubungan
biasa dengan pemerintah.
3.Yang bertindak ialah subyek hukum lain yang tidak termasuk administrasi Negara dan
menjalani pekerjaanya berdasarkan suatu keonsesi atau berdasarkan izin (vergunning)
yang diberikan oleh pemerintah.
4.Yang bertindak ialah subyek hukum lain yang tidak masuk administrasi Negara dan
yang diberi subsidi pemerintah
5.Yang bertindak ialah pemerintah bersama-sama subyek hukum lain yang bukan
administrasi negara dan kedua belah pihak itu bergabung dalam bentuk kerjasama (vorm
van samenwerking) yang diatur oleh hukum privat
6.Yang bertindak ialah yayasan yang didirikan oleh pemerintah atau diawasi pemerintah.
7.Yang bertindak ialah subyek hukum lain yang bukan administrasi Negara tetapi diberi
sesuatu kekuasaan memerintah (delegasi perundang-undangan).
Batas-batas penggunaan diskresi Batas-batas diskresi terdapat pada Pasal 24 Undang-undang
Administrasi Permerintahan, yaitu: Pejabat Pemerintahan yang menggunakan Diskresi harus
memenuhi syarat:
a.Sesuai dengan tujuan Diskresi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 22 ayat (2);
b.Tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.Sesuai dengan AUPB;
d.Berdasarkan alasan-alasan yan obyektif;
e.Tidak menimbulkan Konflik Kepentingan; dan
f.Dilakukan dengan itikad baik. Pasal tersebut memberi batasan pejabat pemerintah dalam
mengambil langkah diskresi. Terlihat bahwa rambu-rambu dalam penggunaan diskresi
berdasarkan Hukum Administrasi Negara adalag Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik
(AUPB) khususnya asas larangan penyalahgunaan wewenang dan asas larangan sewenang-
wenang. Penggunaan diskresi akan dikategorikan sebagai tindakan sewenang-wenang
apabila dikeluarkan oleh pejabat yang tidak berwenang.
Tujuan adanya diskresi oleh pejabat pemerintahan telah dijelaskan pada Pasal 22 ayat (2) Undang-
undang Administrasi Permerintahan, yaitu: Setiap penggunaan Diskresi Pejabat Pemerintahan
bertujuan untuk:
a.Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan;
b.Mengisi kekosongan pemerintahan;
c.Memberikan kepastian hukum; dan
d.Mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan
umum. Diskresi hanya dapat dilakukan dalam hal tertentu dimana peraturan perunfang-undangan
yang berlaku tidak mengaturnya atau karena peraturan yang aada yang mengatur tentang sesuatu
hal tidak jelas dan hal tersebut dilakukan dalam keadaan darurat/mendesak demi kepentingan
umum yang telah ditetapkan dalam suatu perundang-undangan. Sedangkan yang
dimaksud persoalan-persoalan mendesak, sekurang-kurangnya mengandung unsur-unsur sebagai
berikut:
a.Persoalan-persoalan yang muncul harus menyangkut kepentingan umum, yaitu, kepentingan
bangsa dan negara, kepentingan masyarakat luas, kepentingan rakyat banyak/bersama, serta
kepentingan pembangunan.
b.Munculnya persoalan tersebut secara tiba-tiba, berada diluar rencana yang telah ditentukan.
c.Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, peraturan perundang-undangan belum
menganturnya atau hanya mengatur secara umum, sehingga administrasi negara mempunyai
kebebasan untuk menyelesaikan atas inisiatif sendiri.
d.Prosedurnya tidak dapat diselesaikan menurut administrasi normal, atau jika diselesaikan
menurut prosedur normal administrasi justru kurang berdaya guna dan berhasil guna.
e.Jika persoalan tersebut tidak diselesaikan dengan cepat, maka akan menimbulkan kerugian
bagi kepentingan umum.
Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai
dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku.
•Substansi pasal dimaksud mengandung pengertian, bahwa penyelenggara negara meliputi
kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudisiil yang masuk dalam lingkup Hukum Tata Negara
(HTN), sedangkan asas penyelenggaraan pemerintah masuk pada lingkup Hukum
Administrasi (Hukum Tata Usaha Negara) yang hanya meliputi kekuasaan eksekutif saja.
Dengan demikian dapat dipahami secara jelas, bahwa asas-asas umum pemerintahan yang
baik tidak sama dengan asas-asas penyelenggaraan negara.
•Dewasa ini dalam memaknai asas -asas umum pemerintahan yang baik rupa-rupanya telah
dikaitkan dengan “general principle of good governance” bukan “general principle of good
administration”.
•Masih terjadi suatu perdebatan makna apakah istilah governance sama dengan istilah
administration.
•Dilihat dari sudut pandang hukum administrasi, konsep good governance berkaitan erat
dengan aktivitas pelaksanaan fungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Oleh
karena itu good governance bersangkut-paut dengan penyelenggaraan tugas dasar
pemerintah yang meliputi :
a) Menjamin keamanan setiap orang dan masyarakat (to guarantee the security of all persons
and society itself);
b)Mengelola suatu struktur yang efektif untuk sektor publik, sektor swasta dan masyarakat (
to manage an effective framework for the public sector, the private sector and civil society);
c)Memajukan sasaran ekonomi, sosial dan bidang lainnya sesuai dengan kehendak rakyat (
to promote economic, social and other aims in accordance with the wishes of population).
Kesimpulan, bahwa berdasaran hukum positif Indonesia, alat ukur keabsahan keputusan tata usaha
negara dan tindak pemerintahan, meliputi : peraturan perundang-undangan yang memberi
wewenang pemerintah untuk bertindakdanAAUPB. Peraturan perundang-undangan yang berlaku
di Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan jo.UU No.11 tahun 2012,hierarkh
inya, sebagai berikut :
1. Undang-Undang Dasar;
2.Undang-Undang/Perpu
3.Peraturan Pemerintah;
4.Peraturan Presiden;
5.Peraturan Daerah Provinsi
6.Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiyati memberi arti yang lebih tegas “the concept of
maladministration is related to administrative behaviour. Mal administration as derived from latin
mal –malummeaning bador eviland administration-administraremeaningservice. In thus sense,
maladministration stands for bad service”, dan oleh Soenaryati Hartono“maladministrasi”
diartikan secara umum sebagai perilaku yang tidak wajar (termasuk penundaan pemberian
pelayanan), kurang sopan dan tidak peduli terhadap masalah yang menimpa seseorang disebabkan
oleh perbuatan penyalahgunaan kekuasaan, termasuk penggunaan kekuasaan secara semena-mena
atau kekuasaan yang digunakan untuk perbuatan yang tidak wajar, tidak adil, intimidatif atau
diskriminatif, dan tidak patut didasarkan seluruhnya atau sebagian atas ketentuan undang-undang
atau fakta tidak masuk akal, berdasarkan tindakan unreasonable, unjust oppressive dan
diskriminatif.
•Mal administrasiadalah suatu tindakan atau perilaku administrasi oleh penyelenggara
administrasi negara (pejabat pemerintahan) dalam proses pemberian pelayanan umum yang
menyimpang dan bertentangan dengan kaidah atau norma hukum yang berlaku atau melakukan
penyalahgunaan wewenang(detournement de pouvoir) yang atas tindakan tersebut menimbulkan
kerugian dan ketidakadilan bag masyarakat, dengan kata lain melakukan kesalahan dalam
penyelenggaraan administrasi.
•Menurut Philipus M. Hadjondan Tatiek Sri Djatmiatiada 2 (dua) alasan yang mendasar
menggunaan istilah maladministrasi, yakni :1.to make a clear distinction between the creteria of
review as conducted by the administrative court and the creteria of review as conducted by the
National Ombudsman. The creteria of review of administrative action by the administrative court
is based the principle of legality.
2.The concept of maladministration is related to administrative behaviour. Maladministration as
derived from latin mal-malum meaning bador eviland administration-administraremeaning
service. In thus sense, maladministration stands for bad service.
•Secara teoritis, maladministrasi dapat terjadi akibat adanya tindakan hukum pemerintah atau
administrasi negara, yang dalam negara hukum setiap tindakan hukum pemerintah tersebut harus
selalu didasarkan pada asas legalitas (legalitietbeginsel) atau perundang-undangan yang berlaku.
•Kategori maladministrasi :tindakan hukum dimaksud bertentangan dengan kaidah atau norma
dalam menjalankan pemerintahan termasuk norma hukum, sehingga menurut Soenaryati Hartono,
tindakan atau perilaku maladministrasi bukan sekedar merupakan penyimpangan dari prosedur
atau tata cara pelaksanaan tugas pejabat atau aparat negara atau aparat penegak hukum, tetapi juga
dapat merupakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige overheidsdaad), detournement de
pouvioratau detournement de prosedureyang sudah lama (sejak tahun 1924) dikenal oleh hukum
Indonesia.
•Menurut “Klasifikasi Crossman” sebagaimana disitir Anton Sujata, tindakan-tindakan
maladministrasi antara lain mencakup :
1.Berprasangka;
2.Kelalaian;
3.Kurang peduli;
4.Keterlambatan;
5.Bukan wewenangnya;
6.Tindakan tidak layak;
7.Jahat;
8.Kejam; dan
9.Semena-mena.
Berdasarkan laporan Public Commissioner for Administration(PCA) pada tahun 1993, tindakan-
tindakan maladministrasi yang lain seperti;
a.Sikap kasar;
b.Keengganan memperlakukan pengadu sebagai insan yang memiliki hak;
c.Menolak memberijawaban atas pertanyaan yang beralasan;
d.Melalaikan keharusan memberitahu pengadu akan hak-haknya;
e.Dengan sengaja memberi nasihat yang menyesatkan atau tidak lengkap;
f.Mengabaikan nasihat yang sah atau pertimbangan yang membatalkan yang dapat
menimbulkan perasaan tidak enak pada pihak yang memberikan nasihat atau pertimbangan
tadi;
g.Menawarkan tidak ada pemulihan atau pemulihan yang tidak proporsional;
h.Menunjukkan sikap prasangka atas alasan warna kulit, seks, atau
alasan lain;
i.Cacat prosedur;
j.Kegagalan managemen dalam memantau kepatuhan melalui prosedur yang memadai; dan
k.Sikap berpihak.
Komisi Ombudsman Nasional juga memberi indikator bentuk-bentuk maladministration, antar lain
:melakukan tindakan yang janggal (inappropriate), menyimpamng (deviate), sewenang-
wenang (arbitrary), melanggar ketentuan (irrgular/illegatimate), penyalahgunaan
wewenang (abuseofpower) atau keterlambatan yang tidak perlu (unduedelay) dan
pelanggaran ketentuan (equity).
Di samping itu Anton Sujata beserta timnya memaparkan beberapa jenis maladministrasi dalam
bukunya ombudsman Indonesia(masa lalu, sekarang dan masa mendatang) sebagaimana dikutip
oleh Philipus M. Hadjondan Tatiek Sri Djatmiyati, antara lain :
1.Pemalsuan/persekongkolan/forgery(conspiracy);
2.Intervensi (intervention);
3.Penanganan berlarut/tidak menangani (unduedelay);
4.Inkompetensi (incompetency);
5.Penyalahgunaan wewenang/berlebihan (abuse of power);
6.Nyata-nyata berpihak (impartiality);
7.Menerima imbalan (uang, hadiah, fasilitas/praktik KKN/bribblety/corruption, collution,
nepotisme practices);
8.Penggelapan barang bukti/penguasaan tanpa hak (illegal possession and ownersing);
9.Bertindak tidak layak(misleading practices);
10.Melalaikankewajiban (unfulfil obligation);
11.Lain-lain (others)
Soenaryati Hartono, merumuskan 20 substansi permasalahan yang menjadi kompetensi
Ombudsman, meliputi :
1.Penundaan berlarut;
2.Tidak menangani;
3.Persekongkolan;
4.Pemalsuan;
5.Diluar kompetensi;
6.Tidak kompeten (tidak mampu atau tidak cakap);
7.Penyahgunaan wewenang;
8.Bertindak sewenang-wenang;
9.Permintaan imbalan uang/korupsi;
10.Kolusi dan nepotisme;
11.Penyimpangan prosedur;
12.Melalaikan kewajiban;
13.Bertindak tidak layak/tidak patut;
14.Penggelapan barang bukti;
15.Penguasaan tanpa hak;
16.Bertindak tidak adil;
17.Intervensi;
18.Nyata-nyata berpihak;
19.Pelanggaran undang-undang;
20.Perbuatan melawan hukum (bertentangandengan ketentuan yang berlaku dan kepatutan)

Tindakan maladministrasi memiliki kaitan erat dengan sikap dan perilaku penyelenggara
administrasi negara (pemerintahan) sebagai subyek hukum, yang secara teori pemerintah memiliki
kedudukan khusus (de overhead als bijzonder persoon), sebagai satu-satunya pihak yang diserahi
kewajiban untuk mengatur dan menyelenggarakan kepentingan umum dimana dalam rangka
menjalankan kewajiban ini kepada pemerintah diberikan wewenang membuat peraturan
perundang-undangan, menggunakan paksaan pemerintah, atau menerapkan sanksi-sanksi hukum,
sehingga penyelenggara pemerintahan memiliki pengaruhyang sangat dominan.
Apabila wewenang tersebut melekat suatu tanggung jawab atau akuntabilitas kepada masyarakat,
sehingga tindakan maladministrasi sebagai tindakan bertentangan denagn kehendak rakyat, maka
tindakan maladministrasi sebagai tolok ukur moralitas suatu pemerintahan, dimana pemerintahan
dinilai baik apabila tidak terjadi maladministrasi, dan dinilai buruk apabila pemerintahan banyak
terjadi penyimpangan-penyimpangan yang masuk pada rincian tindakan maladministrasi di atas.
Tindakan maladministrasibertentangan dengan konsep good governancekarena esensi good
governancesebagai kaidah etika atau moral dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk
mewujudkan pemerintahan yang baik,sedangkan maladministrasi nyata-nyata sebagai tindakan
administrasi yang bertentangan dengan etika atau moral dan hukum.
SF. Marbun dkk menyatakan bahwa sikap tindak administrasi negara dalam menjalankan
fungsinya melaksanakan pelayanan publik, harus tetaplah berdasarkan hukumyang berlaku dan
prinsip-prinsip hukum umum yang diterima.
Sjachran Basah, mengemukakan bahwa ”Dalam menjalankan tugas-tugas servis publik itu secara
aktif, maka bagi administrasi negara timbul konsekuensi khusus, yaitu diperlukan Freies
Ermessenyang memungkinkan oleh hukum agar dapat bertindak atasinisiatif sendiri. Namun
keputusan-keputusan yang diambil untuk menyelesaikan masalah-masalah itu harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa (Tap MPR No. II/MPR/1978)
dan kepada hukum (Pasal 27 ayat (1) UUD 1945) yang merupakan tolak ukur penting, dalam
menentukan batas toleransi tindakan-tindakan administrasi negara, sehingga bagi mereka yamng
terkena tindakan itu tidak dirugikan”.
Untuk mewujudkan pemerintahan yan baik, harus mampu mencegah dan menghindarkan tindakan
maladministrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dan tindakan maldministrasi merupakan
tindakan yang bertentangan dengan moral dan hukum.
BAB V
INSTRUMEN PEMERINTAHAN
A.Pengantar.
Dalam bahasan ini, yang diomaksud dengan Intrumen Pemerintah adalah alat-alat atau sarana-
sarana dan prasarana yang digunakan oleh Pemerintah atau adminnstrasi negara dalam
melaksanakan tugas-tugasnya. Dalam melaksanakan tugas Pemerintahan, pemerintah atau
Adminstrasi negara mrlakukan bberbagai tindakan hukum, dengan menggunnakan saran, alat, atau
instrumen seperti alat tulis kantor, sarana ttransfortasi dan komunikasi, gedung-grdung
perkantoran yang teradminnstrasi dalam barang milik publik. Disampin intrumen tersebut
pemerintah juga menggunakan berbagai instrumen Yuridis, dalam menjalankan kegiatan mengatur
dan menjalankan urussan pemerintahan dan kemasayarakatan, seperti; peraturan perundanng-
undangan, keputusan-keputiusan, peraturan kebijakan, perizinan, instrumen hukum keperdataan
dan sebagainya. Maka substansi yang lebih ditekankan dalam pembahasan ini adalah instrumen
hukum yang dijadikan dasar dalam dan yang digunakan oleh pemerinnttah dalam menjalankan
tugas dan kewenangannya.
Sebelum sampai kepada instrumen hukum yang digunakan pemerintah dalam menjalankan
tindakan pemerintahan, dipandang perlu mengemukkakan tentang strukturnorma Hukum
Adminnstrasi Negara, agar mudah memahami tentang instrumen hukum pemerintahan. Tentang
struktur norma hukum adnminstrasi negara, H>D.van Wijk/Willem Konijnenbelt, mengatakan;
“hukum materiil mengatur perbuatan manusia, peraturan, norma di dalam hukum adminstrasi
negara, memiliki struktur yang berbeda dibandingkan dengan struktur norma hukum dalam hukum
perdata dan hukum pidana. Dimana dalam hukum perdata dan hukum pidana, kita dapat
menemukan secara langsung norma mengenai (apa yang diatur dalam hukum tertulis) dalam
undang-undang. Sedangkan dalam Hukum Adminstrasi Negarastruktur norma ditemukan pada
berbbagai tempat dan dalam dua atau lebih tibgkatan; disana kita harus menemukan nomrma pada
tingkatan-tingkatan peraturan hukum”. (Seperti dikutif Ridwan HR,hlm.126.)
Menurut Indroharto (Indroharto, Op.Cit.hlm.139-140) Peraturan hukum yang harus diterapkan
tidak begitu saja kita temukan dalam undang-undang, tetsapi dalam berbagai jenis peraturan
perundang-undangan seperti kepeutusan TUN yang satu dan yang lainnya yang saling terkait.
Lebih lanjut Indroharto menyebutkan, bahwa. 1).keselurtuhan norma hukum tata usaha negara itu
dalam masyarakat memiliki strukturr bertingkat dari yang sangat umum yang dikandung dalam
Tap MPR,UU dan seterusnya sampai kepada norma yang paling individual dan konkrit yang
diakndung dalam penetapan tertulis (beschikking); jadi suatu penetapan tertulis juga dapat
mengandung suatu norma hukum seperti halnya pada suatu peraturan yang bbersifat umum;
2).pembentukan norma hukum tata usaha negara dalam masyarakat itu tidak hanya dilakukan oleh
kekuasaan legislatif dan badan peradilan saja, tetspi jugs oleh aparat pemerintah dalam hal ini
badan atau jabatan tata uusaha negara.
Guna mengetaahui kualifikasi sifat keumumuan dan kekonkretan norma hukum adminstrasi
negara maka perlu diperhatikan mengenai objek yang dikenai norma hukum dan bentuk normanya,
dalam arti kepada siapa norma hukum itu ditujukan apa untuk umum atau untuk orang tertentu.
Philipus M.Hadjon, menghasilkan empat macam sifat norma hukum, yaitu sebagai berikut:
1. Norma umum abstrak misalnya undang-undang;
2. Norma individual konkreit misalnya keputusan tata usaha negara;
3. Norma umum konkkrit misaklnya rambu-rambu lalu lintas yang dipasang ditempat-tempat
tertentu ( rambu itu berlaku bagi semua pemakai jalan, namun hanya berlaku untuk tempat
itu);
4. Norma individual abstrak misalnya izin gangguan. (Philipus M.Hadjon, hl.125)
Kualifikasi norma hukum adminsttrasi negara yang hampir sama dikemukakan pula oleh H.D.van
Wijk/Willem Konijnen belt, yakni sebagai berikut:
1. Umum-abstrak, persturan umum contohnya peraaturan perundang-undangann lalu lintas
jalan, peraturan bangunan;
2. Umum-konkrit, kepurtrusan tentang larangan parkir pada jalan ttertentu, pernyataan tidak
dapat didiaminya suatu rumah, larangan mendirikan bangunan pada wilayah tertentu.
3. Individual-abstrak, izin yang disertai syarat-syarat yang bersifat mengatur dan abstrak serta
berlaku secara permanen, contoh izin berdasarkan undang-undang pengelolaan
lingkungan.
4. Individual konkrit, surat keputusan pajak, pemberian subisdi untuk suatu kegiatan,
keputusan mengenaai pelaksanaan paksa pemerintahan. (seperti dikutif Ridwan HR,hlm
128

2. Pengertian Instrumen Pemerintahan


Instrument Pemerintah adalah alat-alat atau sarana-sarana yang digunakan Pemerintah atau
Administrasi Negara dalam melaksanakan tugas-tugasnya, baik menggunakan sarana yang
terhimpun dalam publik domein/ kepunyaan publik maupun menggunakan sarana Yuridis.
3. Macam-macam Instrumen Pemerintahan
Macam-macam Intrumen Pemerintahan sebagai berikut :
1. Sarana yang terhimpun dalam publik domein, misalnya : alat tulis menulis, sarana
transportasi, gedung-gedung perkantoran, dll.
2. sarana/instrument Yuridis
1) Peraturan Perundangan-undangan
Peraturan adalah merupakan Hukum yang sifatnya mengikat umum (berlaku umum) dan
tugasnya mengatur hal-hal yang bersifat umum (general).
Secara teoritik istilah Perundang-undangan mempunyai dua pengertian sebagai berikut :
1. Perundang-undangan merupakan proses pembentukan peraturan-peraturan Negara, baik
ditingkat pusat maupun ditingkat Daerah.
2. Perundang-undangan adalah segala peraturan Negara yang merupakan hasil
pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat Daerah.

Ciri-ciri Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut :

a. Bersifat Umum dan komptehensif, yang demikian merupakan kebalikan dari sifat yang
khusus dan terbatas.
b. Bersifat universal, ia diciptakan untuk menghadapi peristiwa yang akan dating dan belum
jelas bentuk kongkritnya. Oleh karena itu tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi
peristiwa tertentu saja.
c. Memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri, adalah lazim
bagi suatu peraturan untuk mencantumkan klausula yang memuat kemungkinan
dilakukannya peninjauan kembali.

2) Peraturan Kebijaksanaan
Pelaksanaan Pemerintah sehari-hari menunjukkan, badan atau pejabat Tata Usaha Negara
acap kali menempuh berbagai langkah kebijaksanaan tertentu, antara lain menciptakan apa yang
kini sering dinamakan peraturan kebijaksanaan. Produk semacam peraturan kebijaksanaan tidak
terlepas kaitan penggunaan freies ermessen. Karena itu sebelum menjelaskan peraturan
kebijaksanaan terlebih dahulu dikemukakan mengenai “freies ermessen”
Freies ermessen berasal dari kata Freies artinya bebas, lepas, tidak terkait, dan merdeka.
Sedangkan ermessen mempertimbangkan, menilai, menduga, dan memperkirakan. Jadi Freies
ermessen adalah orang yang memiliki kebabasan untuk menilai, menduga, dan
mempertimbangkan sesuatu, istilah ini secara khas digunakan Pemerintah. Sehingga Freies
ermessen diartikan juga sebagai salah satu sarana yang memberikan ruang gerak bagi pejabat atau
Badan Administrasi Negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada
Undang-undang.
Didalam praktek penyelenggaraan Pemerintahan, Freies ermessen dilakukan oleh aparat
Pemerintah atau Administrasi Negara dalam hal-hal sebagai berikut :
1. Belum ada peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian in
konkrito terhadap suatu masalah tertentu, padahal masalah tersebut menuntut
penyelesaian segera. Misalnya dalam menghadapi bencana alam, atau wabah penyakit
menular.
2. Peraturan Perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat aparat Pemerintah
memberikan kebebasan sepenuhnya, missal dalam pemberian ijin berdasarkan pasal 1
HO, setiap pemberi ijin bebas untuk menafsirkan pengertian “menimbulkan keadaan
bahaya” sesuai dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing.
3. Adanya delegasi Undang-undang, maksudnya aparat Pemerintah diberi kekuasaan untuk
mengatur sendiri, yang sebenarnya kekuasaan ini merupakan kekuasaan aparat yang lebih
tinggi tingkatannya, missal dalam menggali sumber-sumber keuangan daerah. Daerah
bebas untuk mengelolahnya asalkan sumber itu merupakan sumber yang sah.
3) Pengertian Peraturan Kebijaksanaan
Didalam penyelenggaraan tugas Administrasi Negara Pemerintah banyak mengeluarkan
kebijaksanaan yang dituangkandalam berbagai bentuk seperti : Garis-garis
Kebijaksanaan, peraturan-peraturan, pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk, surat
edaran, resolusi-resolusi, instruksi-instruksi, nota kebijaksanaan, peraturan menteri,
keputusan dan pengumuman.
Secara praktis kewenangan Diskresioner Administrasi Negara yang kemudian melahirkan
peraturan, kebijaksanaan, mengandung dua aspek pokok sebagai berikut :
1. Kebebasan menafsirkan ruang lingkup wewenang yang dirumuskan dalam peraturan
dasar wewenagnya, aspek pertama ini lazim dikenal dengan kebebasan menilai yang
bersifat obyektif.
2. Kebebasan untuk menentukan sendiri dengan cara bagaimana dan kapan wewenang
yang dimiliki Administrasi Negara itu dilaksanakan. Aspek kedua ini dikenal dengan
kebebasan menilai yang bersifat subyektif. Kewenangan bebas untuk menafsirkan secara
mandiri dari Pemerintah inilah yang melahirkan peraturan kebijaksanaan.
4) Ciri-ciri Peraturan Kebijaksanaan
Bagir Manan menyebutkan cirri-ciri peraturan kebijaksanaan sebagai berikut :
1. Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan Perundang-undangan
2. Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan Perundang-undangan tidak
dapat diberlakukan pada peraturan kebijaksanaan.
3. Peraturan kebijaksanaan tidak dapat di uji secara wetwatigheid karena memang tidak
ada dasar peraturan Perundang-undangan untuk membuat keputusan peraturan
kebijaksanaan tersebut.
4. Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan Freies Ermessen dan ketiadaan
wewenang Administrasi bersangkutan membuat peraturan Perundang-undangan.
5. Pengujian terhadap peraturan lebih diserahkan pada doelmatigheid dank arena itu
Bantu ujinya adalah asas-asas umum Pemerintahan yang layak.
6. Dalam praktek diberikan format dalam berbagai bentuk dan jenis peraturan yaitu :
keputusan, instruksi, surat edaran, pengumuman dan lain-lain. Bahkan dapat ditemui
dalam bentuk peraturan-peraturan.

5) Fungsi dan Penormaan Peraturan Kebijaksanaan


Peraturan kebijaksanaan dapat difungsikan secara tepat guna dan berdaya guna sebagai
berikut :

1. Tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana peraturan yang melengkapai
menyempurnakan dan mengisi kekurangan yang ada pada peraturan Perundang-
undangan.
2. Tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengatur bagi keadaan vacuum peraturan
Perundang-undangan.
3. Tepat guna dan berdaya guna sebagai serasana pengaturan kepentingan yang belum
terakomodasi secara patut, layak, benar, dan adil dalam peraturan Perundang-
undangan.
4. Tepat guna dan berdaya guna sarana pengaturan mengenai kondisi peraturan
Perundang-undangan yang sudah ketinggalan jaman.
5. Tepat guna dan berdaya guna kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi Administrasi
Negara di bidang Pemerintahan dan pembangunan yang bersifat cepat berubah atau
memerlukan pembaharuan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.

6) Rencana-rencana
Negara merupakan Organisasi yang memunyai tujuan. Bagi Negara Indonesia tujuan
Negara itu dituangkan dalam Alinea ke empat UUD 1945, mengindikasikan bahwa
Indonesia merupakan Negara Hukum yang menganut konsepsi Welfare state tujuan
kehidupan bernegara meliputi berbagai dimensi, terhadap berbagai dimensi ini
Pemerintah membuat rencana-rencana.
Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara rencana merupakan salah satu
instrument Pemerintah yang sifat Hukumnya berada diantara peraturan kebijaksanaan,
Perundang-undangan, dan ketetapan, dengan demikian perencanaan memiliki bentuk
sendiri patuh pada peraturan sendiri serta mempunyai tujuan sendiri, yang berbeda
dengan peraturan kebijaksanaan, peraturan perundangan-undangan dan ketetapan.
Rencana merupakan himpunan kebijaksanaan yang akan di tempuh pada masa yang akan
dating, akan tetapi ia bukan peraturan kebijaksanaan karena kewenangan untuk
membuatnya ditentukan oleh peraturan perundan-undangan atau didasarkan pada
wewenang Pemerintah yang jelas. Rencana memiliki sifat norma yang umum abstrak,
namun ia bukan peraturan Perundang-undangan, karena tidak semua rencana itu mengikat
umum dan tidak selalu mempunyai akibat Hukum langsung. Rencana merupakan hasil
penetapan oleh Organ Pemerintahan tertentu atau dituangkan dalam bentuk ketetapan,
tetapi ia bukan Beschikking karena didalamnya memuat peraturan yang bersifat umum.
Perencanaan terbagi dalam tiga kategori sebagai berikut :
a. Perencanaan Informative yaitu rancangan estimasi mengenai perkembangan
masyarakat yang dituangkan dalam alternative-alternative kebijakan tertentu. Rencana
seperti ini tidak memiliki akibat Hukum bagi warga Negara.
b. Perencanaan Indikatif adalah rencana yang memuat kebijakan yang akan di tempuh
dan mengindikasikan bahwa kebijakan itu akan dilaksanakan. Kebijakan ini masih
harus diterjemahkan ke dalam keputusan operasional atau normative. Perencanaan
seperti ini memiliki akibat Hukum yang tidak langsung.
c. Perencanaan Operasional atau Normative, merupakan rencana yang terdiri dari
persiapan, perjanjian, dan ketetapan, rencana Tata ruang kota, pembebasan tanah,
pemberian subsidi, dll.
7) Unsur-unsur Rencana.
Dalam perspektif HAN, J.B.J.M. ten Berge menggunakan unsur rencana sebagai berikut :
- Schriftelijke (tertulis)
- Keputusan atau tindakan terkandung pilihan
- Oleh Organ Pemerintahan
- Ditujukan pada waktu yang akan datang
- Unsur-unsur Rencana (sering kali berbentuk tindakan-tindakan atau keputusan-
keputusan).
- Memiliki sifat yang tidak sejenis, beragam.
- Sering kali secara programatis
- Untuk jangka waktu tertentu.
- Gambaran tertulis.

8) Perizinan
Pengertian Perizinan yaitu dispensasi, konsesi, dan lisensi. Dipensasi adalah keputusan
Administrasi Negara yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan peraturan yang menolak
perbuatan tersebut.
Unsur-unsur izin
- Instrumen Yuridis
- Peraturan Perundang-undangan
- Peristiwa kongkrit
- Prosedur dan persyaratan.
Tujuan dan Fungsi Perizinan
Secara Umum dapat disebutkan sebagai berikut
- Keinginan mengarahkan (mengendalikan “sturen”) aktivitas tertentu (misalkan ijin bangunan)
- Mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan)
- Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu (izin terbang, izin membongkar pada monument-
monumen)
- Hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin menghuni didaerah padat penduduk)
- Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas (izin berdasarkan dimana pengurus
harus memenuhi syarat tertentu)

Bentuk dan isi Izin


Izin selalu dibuat dalam bentuk tertulis, sebagai ketetapan tertulis izin memuat hal-hal sebagai
berikut :
- Organ yang berwenang
- Yang dialamatkan
- Ketentuan, pembatasan, serta syarat-syarat.
- Pemberian alasan
- Pemberitahuan, tambahan.
a. Penggunaan Instrumen Hukum KePerdataan
Kedudukan Hukum Pemerintah dalam melakukan kegiatan sehari-hari tampil dengan dua
kedudukan yaitu sebagai wakil dari Badan Hukum dan wakil dari Jabatan Pemerintahan.
Sebagai wakil Badan Hukum Pemerintah tidak berbeda dengan seseorang atau Badan
Hukum Perdata pada umumnya yaitu diatur dan tunduk pada ketentuan-ketentuan Hukum
KePerdataan.
Pemerintah sebagaimana manusia dan Badan Hukum Perdata dapat terlibat dalam pergaulan
Hukum Privat, Pemerintah melakukan jual beli, sewa menyewa, membuat perjanjian dan
mempunyai hak. Pemerintah juga bertanggung jawab ketika terjadi perbuatan melawan
Hukum yang dilakukan Pemerintah.
b. Perjanjian Perdata Biasa
Pemerintah sering menggunakan perjanjian dalam memenuhi berbagai kepentingan
Pemerintahan dan manjadi salah satu pihak dalam perjanjian ini seperti perjanjian jual beli,
sewa menyewa, pemborongan dan lain-lain.
c. Perjanjian Perdata dengan Syarat standar
Pada umumnya dengan syarat standar ini berbentuk konsesi, penentuan syarat secara sepihak
oleh Pemerintah dapat dibolehkan dengan dua caTatan yaitu :
- Penentuan syarat dalam rangka memberikan perlindungan untuk kepentingan umum
yang harus dilajukan oleh Pemerintah.
- Ketentuan syarat-syarat tersebut harus dilakukan secara terbuka misalnya, melalui
penawaran umum agar dikatahui sebelumnya oleh pihak lawan berkontrak, sehingga
pihak swasta dapat dengan sukarela menyetujui terhadap syarat yang telah ditentukan
tersebut.
d. Perjanjian Mengenai Kewenangan Publik
Menurut Indroharto, yang dimaksud dengan perjanjian mengenai wewenang
Pemerintahan adalah perjanjian antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan
warga masyarakat dan yang diperjanjikan adalah mengenai cara Badan atau pejabat Tata
Usaha menggunakan wewenang Pemerintahannya.
e. Perjanjian Mengenai Kebijaksanaan Pemerintahan.
Menurut Laica Marzuki, perjanjian kebijaksanaan adalah perbuatan Hukum yang
menjadikan kebijaksanaan publik sebagai obyek perjanjian. Oleh karena kebijaksanaan
yang diperjanjikan adalah kebijaksanaan Tata Usaha Negara, maka salah satu pihak yang
mengadakan perjanjian itu tidak lain dari badan atau pejabat Tata usaha Negara yang secara
Administratiefrechletijk memiliki kewanangan untuk menggunakan kebijaksanaan publik
yang diperjanjikan tersebut.
BAB VI
KEPUTUSAN/KETETAPAN ADMINSTRASI NEGARA
1. Pengertian Ketetapan/ Keputusan.

Pengertian Keputusan Menurut Para Ahli


Berikut ini merupakan definisi Pengertian Keputusan Menurut Para Ahli.
• Ralp C. Davis
Menurut Ralp C. Davis menyatakan bahwa Keputusan adalah suatu hasil pemecahan
masalah yang dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan adalah suatu jawaban yang
pasti terhadap suatu pertanyaan.
Keputusan harus menjawab sebuah pertanyaan tentang apa yang dibicarakan dalam
hubungannya dengan suatu perencanaan. Keputusan bisa pula berupa suatu tindakan
terhadap pelaksanaan yang sangat menyimpang dari rencana semula.
• Mary Follet
Menurut Mary Follet menyatakan bahwa Keputusan ialah suatu hukum atau sebagai
hukum situasi. Jika semua fakta dari situasi itu bisa diperolehnya dan semua yang
terlibat, baik pengawas ataupun pelaksana mau mentaati hukumnya atau ketentuannya,
maka tidak sama dengan mentaati suatu perintah. Wewenang tinggal dijalankan, tetapi
itu adalah wewenang dari hukum situasi.
• James A.F. Stoner
Menurut James A.F. Stoner menyatakan bahwa Keputusan ialah suatu pemilihan
diantara alternatif-alternatif. Dalam definisi ini mengandung tiga pengertian, yakni :

1. Ada pilihan yang berdasarkan logika atau pertimbangan


2. Ada beberapa sebuah alternatif yang harus dan dipilih salah satu yang terbaik
3. Ada tujuan yang ingin dicapai, dan keputusan itu makin mendekatkan pada suatu
tujuan tersebut.
• Prof.Dr.Prajudi Atmosudirjo,SH.
Menurut Prof.Dr.Prajudi Atmosudirjo,SH. menyatakan bahwa Keputusan ialah suatu
pengakhiran dari proses pemikiran tentang suatu masalah atau problema untuk
menjawab suatu pertanyaan apa yang harus diperbuat guna untuk mengatasi masalah
tersebut, dengan menjatuhkan sebuah pilihan pada suatu alternatif.
Didalam mengambil suatu keputusan harus ada pertimbangan-pertimbangan dalam
mengambil keputusan agar tidak salah dalam mengambil suatu keputusan.
• R. Terry
Mengemukakan bahwa pengambilan keputusan adalah sebagai pemilihan yang
didasarkan kriteria tertentu atas dua atau lebih alternatif yang mungkin.
• Claude S. Goerge, Jr
Mengatakan proses pengambilan keputusan itu dikerjakan oleh kebanyakan manajer
berupa suatu kesadaran, kegiatan pemikiran yang termasuk pertimbangan, penilaian
dan pemilihan diantara sejumlah alternatif.
• Horold dan Cyril ODonnell
Mereka mengatakan bahwa pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara
alternatif mengenai suatu cara bertindak yaitu inti dari perencanaan, suatu rencana
tidak dapat dikatakan tidak ada jika tidak ada keputusan, suatu sumber yang dapat
dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
• Siagian
Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap suatu masalah,
pengumpulan fakta dan data, penelitian yang matang atas alternatif dan tindakan.
Berikut ini Tahapan Proses Dalam Membuat Keputusan.
• Pemahaman dan perumusan masalah
Hal pertama yang harus dilakukan oleh manajer dalam pembuatan keputusan adalah
memahami masalah yang sedang dihadapi, dan peka terhadap masalah-masalah.
Setelah masalah telah dipahami dengan baik, selanjutnya menentukan bagian-bagian
masalah yang harus dipecahkan. Para manajer dapat mempermudah identifikasi
masalah dengan cara sistematik menguji hubungan sebab-akibat.
• Pengumpulan dan analisa data yang relevan
Setelah manajer menentukan dan merumuskan masalah mereka harus mulai
memutuskan langkah-langkah selanjutnya. Manajer pertama kali harus menentukan
data-data apa yang dibutuhkan untuk membuat keputusan yang tepat, dan kemudian
mendapatkan informasi tersebut.
• Pengembangan alternatif-alternatif
Pengembangan sejumlah alternatif memungkinkan manajer menolak kecendrungan
untuk membuat keputusan terlalu cepat dan membuat lebih mungkin pencapaian
keputusan yang efektif.
• Evaluasi alternatif-alternatif
Setelah manajer mengembangkan alternatif-alternatif, mereka harus mengevaluasinya
untuk menilai efektifitas setiap alternatif. Efektifitas dapat diukur dengan dua kriteria
: apakah alternatif tersebut realistik bila dihubungkan dengan tujuan dan sumber daya
organisasi/perusahaan, dan seberapa baik alternatif akan membantu pemecahan
masalah.
• Pemilihan alternatif terbaik
Tahap kelima pembuatan keputusan merupakan hasil evaluasi berbagai alternatif.
Alternatif terpilih akan didasarkan pada jumlah informasi yang tesedia bagi manajer
dan ketidak sempurnaan kebijakan manajer.
• Implementasi keputusan
Setelah alternatif terbaik dipilih, para manajer harus membuat rencana-rencana untuk
mengatasi berbagai persyaratan dan masalah yang mungkin dijumpai dalam penerapan
keputusan
Implementasi keputusan menyangkut lebih dari sekedar pemberian perintah. Manajer
harus menetapkan anggaran atau jadwal rencana kegiatan, mengadakan dan
mengalokasikan sumber daya-sumber daya yang diperlukan, serta menugaskan
tanggung jawab dan wewenang pelaksanaan tugas-tugas tertentu
• Evaluasi hasil-hasil keputusan
Implementasi keputusan harus dimonitor terus memnerus. Manajer harus
mengevaluasi apakah implementasi dilakukan dengan lancar dan keputusan
memberikan hasil-hasil yang diinginkan..
Tipe-Tipe Keputusan
Pembuatan keputusan dapat disefinisikan sebagai penetuan serangkaian kegiatan untuk mencapai
hasil yang diinginkan. Pembuatan keputusan ini tidak hanya dilakukan oleh para manajer puncak,
tetapi juga para manajer menengah dan lini pertama. Setiap jabatan seseorang dalam organisasi
menyangkut berbagai derajat pembuatan keputusan, bahkan untuk pekerjaan rutin sekalipun dan
dalam macam organisasi apapun.
Manajer akan membuat tipe-tipe keputusan yang berbeda sesuai perbedaan kondisi dan situasi
yang ada. Salah satu metode pengklasifikasian keputusan yang banyak digunakan yaitu:

1. Keputusan Terprogram (programmed decision)


Keputusan terprorgram adalah keputusan yang dibuat menurut kebiasaan, aturan atau prosedur.
Keputusan ini rutin dan berulang-ulang. Setiap organisasi mepunyai kebijaksanaan-
kebijaksanaan tertulis atau tidak tertulis yang memudahkan pembuatan keputusan dalam situasi
yang berulang dengan membatasi dan menghilangkan alternatif-alternatif.
Sebagai contoh, manajer tidak perlu memikirkan penetapan gaji karyawan baru, karena
organisasi/perusahaan pada umumnya sudah mempunyai skala gaji pada setiap posisi dalam
perusahaan/organisasi. Manajer juga tidak perlu memikirkan masalah-masalah harian yang
akan dihadapi, karena prosedur-prosedur untuk menangani masalah-masalah rutin telah
tersedia.
2. Keputusan Tidak Terprogram (non-programmed decision)
Keputusan tidak terprogram adalah keputusan yang berkenaan dengan masalah-masalah
khusus, khas atau tidak biasa dan tidak terstruktur serta menimbulkan konsekuensi-konsekuensi
penting bagi organisasi.banyak keputusan tidak terprogram melibatkan perencanaan strategis,
karena ketidakpastiannya begitu besar dan keputusan merupakan hal yang sangat kompleks.
Bila suatu masalah yang timbul tidak hanya cukup diliput oleh kebijaksanaan atau sangat penting
dan perlu penanganan khusus, maka harus diselesaikan dengan keputusan tidak terprogram.
Contohnya penanganan produk yang jatuh dipasaran, cara perbaika hubungan masyarakat.
Gaya Pengambilan Keputusan
Pada dasarnya, ada empat gaya pengambilan keputusan yang diterapkan oleh manajer sewaktu
mereka membuat keputusan, yaitu:
• Gaya Pengarahan
Gaya pengarahan memiliki toleransi yang rendah terhadap ambiguitas (kurang dapat
menerima dan memproses informasi atau kondisi yang tidak jelas, samar-samar, atau
bermakna ganda) dan bersikap rasional dalam cara berpikirnya.

Gaya ini mendorong efisiensi dan logis, dimana keputusan dibuat secara cepat dan fokus
pada sasaran jangka pendek. Namun, kecepatan dan efisiensi dalam membuat keputusan
sering mengakibatkan pengambilan keputusan dengan informasi yang relatif minimum dan
mempertimbangkan sedikit alternatif.
• Gaya Analitis
Gaya analitis memiliki toleransi terhadap ambiguitas yang jauh lebih tinggi dari pada gaya
mengarahkan, dimana pengambilan keputusan memerlukan lebih banyak informasi dan
alternatif.
Gaya pengambilan keputusan ini cenderung hati-hati, dan memiliki kemampuan untuk
beradaptasi terhadap situasi-situasi yang unik. Sama seperti gaya mengarahkan, gaya
analitis juga bersikap rasional dalam cara berpikirnya.
• Gaya Konseptual
Individu-individu dengan gaya ini cenderung memiliki pandangan yang amat luas
sehingga akan melihat banyak alterntif. Mereka fokus pada sasaran jangka panjang dan
memiliki kemampuan yang sangat baik (kreatif) dalam menemukan solusi atas sejumlah
masalah. Gaya ini juga dicirikan oleh toleransi yang tinggi terhadap ambiguitas dan cara
berfikir intuitif.
• Gaya Perilaku
Individu-individu gaya perilaku ini cenderung sangat baik dalam bekerja sama dengan
orang lain. Mereka menaruh perhatian terhadap kinerja atau prestasi bawahan dan sangat
senang menerima saran dari orang lain.
Seringkali mereka melakukan rapat sebagai sarana untuk berkomunikasi dan berusaha
menghindari konflik. Para pengambil keputusan yang bergaya perilaku sangat memperhatikan
penerimaan oleh orang lain atas keputusan yang dibuatnya.
Keputusan Tentatif
Keputusan tentatif adalah keputusan yang secara spontanitas dilakukan tanpa mempertimbangkan
banyak alternatif-alternatif. Keputusan ini bersifat sementara dan dilakukan ketika terjadi suatu
masalah yang tidak terduga sebelumnya.
Keputusan Terencana
Keputusan terencana adalah keputusan yang telah terencana dan terstruktur dengan baik.
keputusan ini melalui proses perencanaan dimana pada akhirnya keputusan yang dibuat merupakan
rencana yang telah disusun.
Di dalam naskah tersebut, Kemenpan RB mengutip pendapat Prayudi Atmosudirdjo yang
menyatakan bahwa kekeliruan di dalam KTUN umumnya disebabkan oleh berbagai faktor, di
antaranya luasnya wewenang pemerintahan, peraturan perundang-undangan yang tidak lengkap,
serta kurangnya petunjuk pelaksanaan. Lebih lanjut, terdapat setidaknya empat prinsip yang dapat
digunakan dalam melihat kekurangan KTUN.
1. KTUN yang keliru dapat ditinjau dan ditarik kembali oleh pejabat pembuatnya, sepanjang
tidak ada aturan yang melarang tindakan tersebut.
2. Pembatalan KTUN didasarkan pada bentuk dan tata cara penerbitannya, apabila aturan
mengenai tata cara pembatalan KTUN tidak tersedia.
3. Seluruh upaya harus ditempuh guna mencegah berbagai efek negatif akibat pembatalan
KTUN, yang dapat berbentuk kerugian dan pelanggaran hak masyarakat terkait, merugikan
kepastian hukum, atau mengurangi wibawa pemerintah.
4. Suatu KTUN yang memiliki kekurangan akibat tidak terpenuhinya sejumlah syarat, maka
pembatalan KTUN dapat bersifat sementara hingga syarat tersebut terpenuhi.
Sampai sejauh itu, perumus UU 30/2014 tampak belum membedakan antara istilah pencabutan
dan pembatalan KTUN, sehingga tampak sekadar sebagai perbedaan peristilahan (terminologis).
Pada dasarnya, kedua tindakan tersebut tunduk pada asas contrarius actus. Belakangan,
sebagaimana temuan Anda, UU 30/2014 kemudian membedakan antara pencabutan dan
pembatalan KTUN.
Ketentuan mengenai pencabutan KTUN diatur dalam Pasal 64 ayat (1) UU 30/2014. KTUN
dapat dicabut apabila terdapat cacat wewenang, prosedur, dan/atau substansi. Yang dimaksud
dengan “cacat substansi” antara lain:
1. Keputusan tidak dilaksanakan oleh penerima keputusan sampai batas waktu yang
ditentukan;
2. fakta-fakta dan syarat-syarat hukum yang menjadi dasar keputusan telah berubah;
3. Keputusan dapat membahayakan dan merugikan kepentingan umum; atau
4. Keputusan tidak digunakan sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam isi keputusan.
Dalam hal KTUN dicabut, harus diterbitkan KTUN baru dengan mencantumkan dasar hukum
pencabutan dan memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik (“AUPB”). Pencabutan
KTUN dapat dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang menetapkan KTUN, oleh atasan pejabat
yang menetapkan KTUN, atau atas perintah pengadilan. Keputusan pencabutan KTUN yang
dilakukan oleh pejabat pemerintahan atau atasan pejabat pemerintahan yang membuatnya
dilakukan paling lama 5 hari kerja sejak ditemukannya dasar pencabutan dan berlaku sejak tanggal
ditetapkan keputusan pencabutan. Adapun keputusan pencabutan yang dilakukan atas perintah
pengadilan dilakukan paling lama 21 hari sejak perintah pengadilan tersebut, dan berlaku sejak
tanggal ditetapkan keputusan pencabutan.
Sementara itu, ketentuan mengenai pembatalan KTUN dapat ditemukan dalam Pasal 66 dan
Pasal 67 UU 30/2014. Pada dasarnya, sebagaimana tindakan pencabutan KTUN, pembatalan
KTUN dapat dilakukan apabila terdapat cacat wewenang, prosedur, dan/atau substansi. Dalam hal
KTUN dibatalkan, harus ditetapkan KTUN yang baru dengan mencantumkan dasar hukum
pembatalan dan memperhatikan AUPB. Pembatalan KTUN dapat dilakukan oleh pejabat
pemerintahan yang menetapkan KTUN, oleh atasan pejabat yang menetapkan keputusan, atau atas
perintah pengadilan. Keputusan pembatalan yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan dan atasan
pejabat dilakukan paling lama 5 hari kerja sejak ditemukannya alasan pembatalan dan berlaku
sejak tanggal ditetapkan keputusan pembatalan. Keputusan pencabutan yang dilakukan atas
perintah pengadilan dilakukan paling lama 21 hari kerja sejak perintah pengadilan tersebut, dan
berlaku sejak tanggal ditetapkan keputusan pencabutan.
Apabila dibaca dengan saksama, UU 30/2014 menggunakan istilah yang berbeda untuk menyebut
tindak lanjut terhadap KTUN yang dicabut atau dibatalkan. Atas KTUN yang dicabut, pejabat
pembuatnya wajib menerbitkan KTUN baru. Sementara atas KTUN yang dibatalkan, pejabat
pembuatnya wajib menetapkan KTUN baru.
Sepintas, tidak ada perbedaan antar kedua kata tersebut. Namun apabila meninjau bagian lain dari
UU 30/2014, istilah penerbitan digunakan untuk jenis KTUN yang spesifik, yaitu berkaitan
dengan izin, dispensasi, dan konsesi. Yang dimaksud sebagai izin adalah keputusan pejabat
pemerintahan yang berwenang sebagai wujud persetujuan atas permohonan warga masyarakat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Adapun konsesi adalah keputusan pejabat pemerintahan yang berwenang sebagai wujud
persetujuan dari kesepakatan badan dan/atau pejabat Pemerintahan dengan selain badan dan/atau
pejabat Pemerintahan dalam pengelolaan fasilitas umum dan/atau sumber daya alam dan
pengelolaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara dispensasi adalah keputusan pejabat pemerintahan yang berwenang sebagai wujud
persetujuan atas permohonan warga masyarakat yang merupakan pengecualian terhadap suatu
larangan atau perintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dapat ditafsirkan,
bahwa mekanisme pencabutan umumnya dilaksanakan pada jenis-jenis KTUN tersebut. Di sisi
lain, penetapan diberlakukan secara umum atas berbagai jenis KTUN.
Pembeda signifikan lainnya antara pembatalan KTUN dengan pencabutan KTUN adalah
adanya kewajiban mengumumkan pembatalan KTUN di media massa apabila menyangkut dengan
kepentingan umum. Selain itu, pembatalan KTUN juga memiliki konsekuensi, berupa penarikan
kembali semua dokumen, arsip, dan/atau barang yang menjadi akibat hukum dari KTUN atau
menjadi dasar penetapan KTUN oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan. Pemilik dokumen,
arsip, dan/atau barang wajib mengembalikannya kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan
yang menetapkan pembatalan keputusan.
Ketetapan Tata usaha Negara pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana Jerman
“Otto Mayer” dengan istilah “verwaltungsakt”, istilah ini diperkenalkan di negeri Belanda
dengan nama “beschikking” di Indonesia istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh W.F. Prins
istilah yang menerjemahkan “ketetapan” .
Menurut para sarjana terdapat beberapa perbedaan dalam mendefinisikan istilah ketetapan/
keputusan. Berikut definisi terserbut :

1. Ketetapan adalah pernyataan kehendak dari Organ Pemerintahan untuk melaksanakan hal
khusus, ditujukan untuk menciptakan hubungan Hukum baru, menghapus serta meniadakan
Hukum yang ada.
2. Ketetapan adalah suatu pernyataan kehendak yang disebabkan oleh surat permohonan yang
diajukan, atau setidak-tidaknya keinginan atau keperluan yang dinyatakan.
3. Beschikking adalah keputusan tertulis dari Administrasi Negara yang mempunyai akibat
Hukum.
4. Beschikking adalah perbuatan Hukum publik bersegi satu (yang dilakukan oleh alat
Pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istimewa).
5. Beschikking adalah suatu tindakan Hukum yang bersifat sepihak dalam bidang
Pemerintahan yang dilakukan oleh suatu Badan Pemerintah berdasarkan wewenang yang
luas biasa.

a. Definisi Keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan Pasal 1 (3) UU No. 5/1986.
Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang berisi tindakan Hukum yang berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang
berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final, yang menimbulkan akibat Hukum
bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata.
b. Rumusan Pasal 1 (3) tersebut diatas mengadung elemen utama sebagai berikut :
- Penetapan tertulis
- Oleh Badan atau Pejabat TUN
- Tindakan Hukum Tata Usaha Negara
- Konkrit, Individual
- Final
- Menimbulkan akibat Hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata.

Pengertian Penetapan Tertulis cukup ada hitam di atas putih, karena menurut penjelasan
pasal tersebut dikatakan : “Form” tidak penting dan bahkan nota atau memo saja sudah
memenuhi syarat sebagai penetapan tertulis.
Pengertian Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dirumuskan dalam Pasal 1 angka 2
pada dasarnya Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara melakukan urusan Pemerintah.
Konkrit dan Individual keputusan Tata Usaha Negara haruslah tidak bersifat Umum
melainkan harus konkrit dan individual. Final artinya keputusan Tata Usaha Negara tidak
bersifat sementara akan tetapi sudah final. Menimbulkan akibat Hukum bagi seorang
atau Badan Hukum Perdata membawa konsekwensi bahwa Penggugat haruslah seseorang
atau Badan Hukum Perdata (Pasal 53 angka 1 UU No. 9/2004)

c. Pengecualian dari Pengertian KTUN adalah : ketentuan Pasal 2 UU No. 5/1986 yaitu :
- KTUN yang merupakan perbuatan Hukum Perdata
- KTUN yang merupakan pengaturan yang bersifat umum
- KTUN yang masih memerlukan persetujuan
- KTUN yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan KUH Pidana atau KUHAP dan Peraturan
Perundang-undangan lain yang bersifat Pidana.
- KTUN yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan Badan Peradilan berdasarkan
ketentuan Undang-undang yang berlaku.
- KTUN Mengenai Tata Usaha ABRI
- Keputusan Panitia Pemilihan Umum, baik di pusat maupun daerah mengenai hasil pemilu.
d. Pengecualian lainnya.
Diatas masih menghadang Pasal 49 UU No. 5/1986 yang menyatakan : Pengadilan tak
berwenang memeriksa, memutuskan, menyelesaikan sengketa TUN tentunya dalam hal
keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan :
- Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yang
membahayakan, berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
- Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan yang berlaku.

2. Macam-macam KTUN

a. E. Utrecht Membedakan Ketetapan atas :


1. Ketetapan positif dn ketetapan negative
2. Ketetapan deklalatur dan konstitutif (menciptakan keadaan Hukum)
3. Ketetapan kilat dan tetap
4. Dispensasi, izin (vurgunning) lisensi (sifatnya mencari keuntungan) dan konsesi.

b. P. De Haan, Cs membagi ketetapan atas :


1. Ketetapan perseorangan dan ketetapan kebendaan (keputusan diberikan atas dasar kualitas)
2. Ketetapan Deklaratif dan ketetapan konsumtif
3. Ketetapan terikat dan ketetapan bebas.
4. Ketetapan menguntungkan dan memberi beban.
5. ketetapan kilat dan ketetapan langeng
6. Ketetapan Lisan

3. Macam-macam KTUN
Agar suatu keputusan dinyatakan sebagai keputusan yang syah harus memenuhi syarat
tententu antara lain :
a. keputusan harus dibuat oleh Organ atau badan atau pejabat yang berwenang membuatnya.
b. harus diberi bentuk sesuai dengan peraturan yang menjadi dasarnya dan harus menurut
prosedur pembuatnya.
c. Suatu putusan harus memenuhi syarat formal, contoh : prosedur cata pembuatannya, bentuk
keputusan, pemberitahuan kepada yang bersangkutan. ( Pasal 53 UU No. 5/1986)
d. Keputusan tidak boleh memuat kekuranga-kekurangan yuridis
e. Isi dan tujuannya harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.

Syarat-syarat Materiil terdiri dari :

1. Organ Pemerintah yang membuat ketetapan harus berwenang


2. Karena ketetapan suatu pernyataan kehendak, maka ketetapan tidak boleh mengandung
kekurangan yuridis seperti penipuan, paksaan atau suap dan kesesatan.
3. Ketetapan harus berdasarkan suatu keadaan (situasi) tertentu.
4. Ketetapan harus dapat dilaksanakan dan tanpa melanggar peraturan lain serta isi dan tujuan
ketetapan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.

Syarat-syarat Formil terdiri dari :


1. Syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya ketetapan dan berhubung
dengan cara dibuatnya tetapi harus dipenuhi;
2. Ketetapan harus diberi bentuk yang telah ditentukan dalam peraturan Undang-undang yang
menjadi dasar dikeluarkannya ketetapan itu.
3. Syarat-syarat berhubung dengan pelaksanaan ketetapan itu harus dipenuhi.
4. Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya dan
di umumkannya ketetapan itu harus diperhatikan.

MACAM-MACAM KETETAPAN
Dalam masyarakat timbul berbagai masalah sehingga pemerintah harus bekerja keras untuk
menyelesaikan masalah-masalah tersebut dengan melakukan berbagai perbuatan baik perbuatan
biasa/ fakta maupun perbuatan hukum guna menyelesaikan beraneka masalah dengan
mengeluarkan berbagai ketetapan yang isi dan bentuknya beraneka ragam coraknya.
Pada dasarnya sangat sulit menentukan macam/ penggolongan tentang macam-macam ketetapan.
Secara umum macam-macam ketetapan antara lain sebagai berikut :
1.Ketetapan Positif
Yaitu ketetapan yang dapat menimbulkan hak atau kewajiban bagi mereka yang dikenai, juga
suatu ketetapan yang menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru atau suatu ketetapan yang
membatalkan suatu ketetapan yang lama.
Misalnya :
Keputusan Rektor mengangkat dosen menjadi anggota panitia ujian Negara. Surat Keputusan
Rektor tersebut didasarkan kepada beberapa surat Keputusan Menteri P dan K tentang
penyelenggaraan ujian Negara.
Keputusan Rektor ini meletakan keawjiban baru dan sekaligus memberikan hak baru bagi dosen
yang diangkat menjadi anggota panitia ujian Negara.
Kewajiban baru adalah kewajiban untuk menguji dan hak baru adalah hak untuk mendapatkan
honorarium sebagai akibat pengangkatan tersebut.
Mr. Prins mengemukakan bahwa ketetapan positif mempunyai akibat-akibat hukum dalam lima
golongan :
1, Ketetapan yang pada umumnya melahirkan keadaan hukum yang baru.
2. Ketetapan yang melahirkan keadaan hukum baru bagi obyek tertentu.
3. Ketetapan yang menyebabkan berdirinya atau bubarnya suatu badan hukum.
4. Ketetapan yang membrimkan hak-hak baru kepada seseorang atau lebih ( ketetapan yang
menguntungkan)
5. Ketetapan yang mebebankan kewajiban baru kepada seseorang atau lebih (perintah-perintah)
2. Ketetapan Negatif
Adalah tiap penolakan atas sesuatu permohonan untuk mengubah sesuatu keadaan hukum
tertentu yang telah ada.
Bentuk-bentuk dari ketetapan negative adalah :
a.Suatu pernyataan tidak berwenang
b.Pernyataan tidak diterima
c.Suatu penolakan
3. Ketetapan Declaratoir
Yaitu ketatapan yang isinya menyatakan apa yang sudah ada/ sudah diatur dalam undang-
undang, misalnya hak seorang pegawai negeri untuk mendapatkan cuti libur 12 hari kerja.
Hak cuti ini sudah ditentukan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1974.
4. Ketetapan Konstitutif
Ialah ketatapan yang melahirkan hak baru, hak baru ini sebelumnya tidak dipunyai oleh orang
yang ditetapkan dalam ketetapan itu.
5. Ketetapan Kilat
Yaitu ketetapan yang hanya berlaku pada saat tertentu waktunya pendek,misalnya SIM, KTP.
6 Ketetapan Fotografis
Ketetapan yang berlaku seumur hidup, sekali dikeluarkan tetap berlaku, misalnya Ijazah,
Piagam.
7. Ketatapan Tetap
Yaitu Ketetapan yang masa berlakunya untuk waktu sampai diadakan perubahan/ penarikan
kembali.
8. Ketetapan Intern
Yaitu ketetapan yang diselenggarakan di lingkungan sendiri, misalnya pemindahan pegawai
dari bagian keuangan menjadi bagian pembekalan
9. Ketetapan Extern
Yaitu ketetapan yang penyelenggaraannya berhubungan dengan orang luar, misalnya pemberian
izin bangunan.

4. PERBUATAN PEMERINTAH LAINNYA


1. DISPENSASI
Dispensasi adalah suatu ketetapan yang menghapuskan akibat daya mengikatnya suatu
peraturan perundang-undangan, Prajudi Atmosudirdjo mengatakan :
Dispensasi merupakan suatu pernyataan alat pemerintahan yang berwenang bahwa kekuatan
undang-undang tertentu tidak berlaku terhadap masalah/ kasus yang diajukan oleh
seseorang.
Van Der Pot mengatakan :
Dispensasi adalah keputusan alat pemerintah yang membebaskan suatu perbuatan dari
cengkraman dari suatu peraturan yang melarang perbuatan itu Prins mengatakan :
Dispensasi adalah suatu perbuatan pemerintah yang meniadakan berlakunya suatu peraturan
perundang-undangan untuk suatu persoalan istimewa.
Tujuan pemberian dispensasi adalah agar seseorang dapat melakukan suatu perbuatan
hukum dengan menyimpang dari syarat-syarat untdan-undang yang beralku.
Misalnya : pemberian izin bagi seorang wanita yang berumur 15 tahun untuk menikah,
meskipun peraturan menentukan syarat-syarat untuk wanita harus berumur 16 tahu.
2. I Z I N / Vergunning - Izin adalah ketetapan yang menguntungnkan, misalnya memberikan izin
untuk menjalankan perusahaan. Ada dasarnya izin diberikan karena ada peraturan yang
melarang.
3. L I S E N S I - Merupakan izin untuk menjalankan suatu perusahaan, misalnya Lisensi untuk
impor barang-barang atau Ekspor hasil bumi.
4. K O N S E S I - Merupakan suatu perjanjian bersyarat antara pemerintah dengan seorang/ swasta
untuk melakukan suatu tugas pemerintah. Van Vollen Hoven mengatakan :Bilaman pihak
swasta atas izin pemerintah melakukan suatu usaha besar yang menyangkut kepentingan
masyarakat, misalnya: Konsesi pertambangan, kehutanan dan lain sebagainya,
Van de Pot mengatakan : Konsesi adalah keputusan administrasi Negara yang mempertahankan
suatu subyek hukum swasta bersama pemerintah melakukan perbuatan penting bagi umum.
Prins mengatakan: Konsesi adalah izin atas hal yang penting bagi umum, misalnya dalam
bidang pertambangan.
Kerenenburg mengatakan : Konsesi berhubungan dengan hal pemerintahan, memberi bantuan
pada pekerjaan yang bagi umum dan bersifat monopoli.
5. PERINTAH - Prins mengatakan : Perintah ialah pernyataan kehendak pemerintah yang tugasnya
disebutkan siapa-siapa dan bagi orang-orang itu melahirkan kewajiban tertentu yang
sebelumnya bukan kewajiban. Misalnya perintah untuk membubarkan orang-orang tertentu
yang berkumpul deng bermaksud jaht berdasarkan pasal 218 KUHPidana, perintah
pengosongan rumah, pembongkaran bangunan dan sebagaianya.
6. PANGGILAN - Menurut Prins mengatakan : Panggilan memberikan kesan adanya atau
timbulnya kewajibam, hal ini berarti bahwa apabila panggilan itu tidak dipenuhi akan
dikenakan sanksi. Misalnya, panggilan jaksa kepada seseorang tertentu untuk didengar
keterangannya atau panggilan polisi bagi seseorang untuk dimintai keterangannya dan lain
sebagainya.
7. UNDANGAN - Menurut Prins : Undangan dapat dan atau tidak menib\mbulkan kewajiban dan
tidak mempunyai akibat hukum, hanya mempunyai kewajiban moral.
BAB VII
PERLINDUNGAN HUKUM, PENEGAKAN HUKUM, DAN
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DALAM HUKUM ADMINSTRASI NEGARA
1 Pengertian Perlindungan Hukum Bagi Rakyat :

a. Perlindungan Hukum bagi rakyat merupakan konsep universal, dalam arti dianut dan
diterapkan oleh setiap Negara yang mengedepankan diri sebagai Negara Hukum.
b. Hukum diciptakan sebagai sarana pengatur dan sarana perlindungan bagi subyek Hukum
c. Perlindungan Hukum akibat perbuatan Pemerintah dalam bidang Perdata maupun bidang
publik

2. Macam-macam Perlindungan Hukum


a. Perlindungan Hukum dalam Bidang Perdata
Negara sebagai suatu institusi memiliki dua kedudukan Hukum, yaitu sebagai Badan Hukum
Publik dan sebagai kumpulan jabatan atau lingkungan pekerjaan tetap, baik sebagai Badan
Hukum maupun sebagai kumpulan Jabatan , pembuatan Hukum Negara atau jabatan
dilakukan melalui wakilnya yaitu Pemerintah.
Berkenaan dengan kedudukan Pemerintah sebagai wakil dari badan Hukum publik yang
dapat melakukan tindakan Hukum dalam bidang kePerdataan seperti jual beli, sewa
menyewa, membuat perjanjian dans ebagainya, maka dimungkinkan muncul tindakan
bertentangan dengan Hukum. Berkenaan dengan perbuatan Pemerintah yang bertentangan
dengan Hukum ini disebutkan bahwa Hakim Perdata berkenaan dengan perbuatan melawan
Hukum oleh Pemerintah berwenang, mengHukum Pemerintah untuk membayar ganti
kerugian, didamping itu Hakim Perdata dalam berbagai hal dapat mengeluarkan larangan
atau perintah terhadap Pemerintah untuk melakukan tindakan tertentu.
Perlindungan Hukum bagi rakyat terhadap tindakan Hukum Pemerintah dalam kepastiannya
sebagai wakil dari badan Hukum publik dilakukan melalui Peradilan Umum. Kedudukan
Pemerintah dalam hal ini tidak berbeda dengan seseorang atau badan Hukum Perdata yang
sejajar, sehingga Pemerintah dapat menjadi Tergugat maupun Pengugat, dengan kata lain
Hukum Perdata memberikan perlindungan yang sama baik kepada Pemerintah maupun
seseorang atau badan Hukum Perdata.

b. Perlindungan Hukum dalam Bidang Publik


Secara umum ada tiga macam perbuatan Pemerintah yaitu :
1. Perbuatan Pemerintah dalam bidang pembuatan peraturan Perundang-undangan
(regeling)
2. Perbuatan Pemerintah dalam bidang penerbitan Ketetapan (beshikking)
3. Perbuatan Pemerintah dalam bidang kePerdataan.

Bidang pertama terjadi dalam bidang publik oleh karena itu tunduk dan di atur berdasarkan
Hukum publik. Sedangkan yang terakhir shusus dalam bidang Perdata dan karenanya tunduk dan
diatur berdasarkan Hukum Perdata.
Perlindungan Hukum melalui Mahkamah Agung dengan cara hak uji materiil sesuai Pasal
5 (2) Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-
undangan yang menegaskan bahwa : Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan Perundang-
undangan di bawah Undang-undang, hal yang sama juga diatur dalam Pasal 31 (1) UU
No.14/1985.
Perlindungan Hukum akibat dikeluarkannya ketetapan ditempuh melalui dua kemungkinan
yaitu Peradilan Administrasi dan Bidang Administrasi.
Pasal 53 (1) dan Pasal 48 UU No.5/1986
Perlindungan Hukum melalui Mahkamah Konstitusi dengan cara hak uji UU terhadap
UUD.

PENEGAKAN HAN
8.1. Pengertian Penegakan HAN
Penegakan Hukum adalah usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan
(Soetjipto Rahardjo). Dalam arti lain penegakan Hukum kegiatan menyerasikan hubungan nilai-
nilai yang terjabar dalam kaidah-kaidah/ pandangan-pandangan nilai yang mantap dan
mengejawantah dan sikap tidak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahab akhir untuk menciptakan.
Memelihara dan mempertahankan perdamaian hidup, secara konkrit adalah berlakunya Hukum
positif dalam praktek sebagaimana seharusnya patut ditaati (Soerdjono Soekanto)

8.2. Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum


Menurut Soerdjono Soekanto ada lima factor yang mempengaruhi penegakan Hukum,
sebagai berikut :
1. Faktor Hukumnya sendiri
2. Faktor penegak Hukum
3. Faktor sarana/ fasilitas yang mendukung penegakan Hukum
4. Faktor masyarakat
5. Faktor kebudayaan.

8.3. Sarana/ Instrumen Penegakan HAN


Menurut P. Nicolai, dkk. Pengawasan bahwa Organ Pemerintahan dapat melaksanakan
ketaatan pada atau berdasarkan Undang-undang yang ditetapkan secara tertulis dan pengawasan
terhadap keputusan yang meletakan kewajiban kepada individu. Kata lain Penerapan kewenangan
sanksi Pemerintahan.
Menurut Ten Berge Instrumen penegakan HAN meliputi : Pengawasan dan penegakan
sanksi, pengawasan merupakan langkah preventif untuk melaksanakan kepatuhan, sedangkan
penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan.

8.4. Sanksi Dalam HAN


Sanksi dalam HAN adalah alat kekuasaan yang bersifat Hukum publik yang dapat
digunakan oleh Pemerintah segingga reaksi atas ketidak patuhan terhadap kewajiban yang terdapat
dalam norma Hukum Administrasi Negara
Macam-macam Sanksi dalam HAN :
1) Paksaan Pemerintah
2) Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan(izin, subsidi, pembayaran dll)
3) Pengenaan uang paksa oleh Pemerintah
4) Pengenaan denda Administratif

BENDA-BENDA MILIK NEGARA


Dalam ilmu hukum subyek hukum terdiri atas :
1.Manusia
2.Badan Hukum
Sedangkan subyek hukum Badan Hukum terdiri atas :
1.Badan Hukum Privat
2.Badan Hukum Publik
Badan hukum publik seperti Negara, Provinsi, Kabupaten/ Kota dan Badan Hukum Publik lainnya
dapat bertindak dalam bidang hukum Pivat atau Perdata dan mempunyai kekayaan berupa benda-
benda yang disebut benda publik.
Negara sebagai subyek hukum perdata dapat melakukan perbuatan hukum perdata seperti menjual,
menyewakan, mengurus dan memanfaatkan benda-benda tersebut.
Benda-benda publik dibedakan dalam :
1.Benda-benda yang diperuntukan untuk umum atau publik Domein, yang termasuk benda tersebut
adalah, jalan-jalan umum, lapangan-lapanagan terbuka, gedung-gedung umum, dimana
masyarakat umum secara bebas menikmatinya.
2.Benda-benda milik pemerintah sendiri yaitu benda yang peruntukannya tidak untuk umum,
misalnya rumah dinas, gedung-gedung perkantoran, mobil-mobil Dinas, peralatan kantor dan
sebagainya.
Penggolongan Benda-Benda Milik Negara/ Kekayaan Negara berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Keuangan No. 225 Tahun 1971 Tanggal 13 april 1971 adalah sebagai berikut :
1.Barang-barang Tidak Bergerak, yakni antara lain :
a.Tanah-tanah kehutan, pertanian, perkebunan, lapangan oleh raga dan tanah-tanah yang
belumdipergunakan, jalan-jalan (tidak termasuk jalan daerah), jalan kereta api, jembatan,
terowongan, waduk, lapangan terbang, bangunan-bangunan irigasi, tanah pelabuhan, dan
lain-lain tanah seperti itu.
b.Gedung-gedung yang dipergunakan untuk kantor, pabrik-pabrik, bengkel, sekolah, rumah
sakit, studio, laboratorium, dan lain-lain ( gedung itu)
c.Gedung-gedung tempat tinggal tetap atau sementara seperti : rumah-rumah tempat tinggal,
tempat istirahat, asrama, pesanggarahan, bungalow, dan lain-lain gedung seperti itu.
d.Monumen-monumen seperti :
monumen purbakala (candi-candi), monumen alam, monumen peringatan sejarah, dan
monumen peubakala lainnya.
2.Barang-Barang Bergerak, yakni antara lain :
a.Alat-alat besar seperti : Bulldozer, traktor, mesin pengebor tanah,hijskraan, dan lain-lain
alat besar seperti itu.
b.Peralatan-peralatan yang berada dalam pabrik, bengkel, studio, laboratorium, stasiun
pembangkit tenega listrik, dan sebagainya seperti mesin-mesin, dynamo, generator,
mikroskop, alat-alat pemancar radio, alat-alat pemotretan, frigidair, alat-alat proyeksi,
dan lain-lain sebagainya.
c.Peralatan kantor, seperti: mesin tik, mesin stensil, mesin pembukuan,computer, mesin
jumlah, brankas, radio, jam, kipas angina, almari, meja, kursi, dan lain-lainnya;
sedangkan inventaris kantor yang tidak seberapa harganya seperti : asbak, keranjang
sampah dan sebagainya tidak usah
dimasukkan.
d.Semua inventaris perpustakaan dan lain-lain inventaris barang-barang bercorak
kebudayaan.
e.Alat-alat pengangkutan seperti : kapal terbang, kapal laut, bus, truk, mobil, sepeda motor,
scooter, sepeda kumbang, sepeda, dan lain-lain.
f.Inventaris perlengkapan rumah sakit, sanatorium, asrama, rumah yatim, dan atau piatu.
3.Hewan-hewan, yakni jenis hewan seperti sapi, kerbau, kuda, babi, anjung, dan lain-lain hewan.
4.Barang-barang persediaan, yakni barang-barang yang disimpan dalam gudang veem atau di
tempat penyimpanan lainnya.
BAB VIII
ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG LAYAK (AAUPL)
Pengertian AAUPL
Pemahaman tentang AAUPL tidak dapat dilepaskan dari konteks kesejarahan, disamping
dari segi kebahasan, karena asas ini muncul dari proses sejarah. Dengan bersandar dengan kedua
konteks ini AAUPL dapat difahami sebagai asas-asas umum yang dijadikan sebagai dasar dan Tata
cara dalam penyelenggaraan pemerintan yang layak. Dengan cara demikian penyelenggaraan
Pemerintahan itu menjadi baik dan sopan, adil dan terhormati, bebas dan kezhaliman, pelanggaran
peraturan, tindakan penyalahgunaan wewenang dan tidakan sewenang-wenang.
Berdasarkan Penelitiannya, Jazim Hamidi menemukan pengertian AAUPL sebagai
berikut :
a. AAUPL merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan berkembang dalam lingkungan
Hukum Administrasi Negara.
b. AAUPL berfungsi sebagai pegangan bagi pejabat Administrasi Negara dalam
menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi Hakim Administrasi menilai tindakan
Administrasi Negara, dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi pihak penggugat.
c. Sebagian besar AAUPL masih merupakan asas-asas yang tidak tertulis, masih abstrak,
dan tidak digali dalam praktek kehidupan di masyarakat.
d. Sebagian asas yang lain sudah menjadi kaidah Hukum tertulis dan terpencar dalam
berbagai peraturan Hukum positif. Meskipun sebagian asas itu berubah menjadi kaidah
Hukum tertulis, namun sifatnya tetap sebagai asas Hukum.

Hakekat AAUPB
- AAUPB Merupakan norma Pemerintah
- AAUPB Merupakan Hukum Tidak tertulis
- AAUPB berbeda dengan asas-asas umum
- AAUPB lahir dari praktek

Pengembangan AAUPB
Kekuasaan bebas (discrectionary bevoegheid) yang semula se akan-akan tidak terjamah
oleh rechtmatigheidstoetsing sudah lama ditingalkan. Criteria Hukum yang digunakan untuk
menilai segi kekuasaan bebas itu di Belanda.
Unsur-unsur semula di usulkan oleh G.J. Wiarda lima asas sbb :
1. Asas legalitas
2. Asas Kecermatan
3. Asas sasaran yang tepat
4. Asas keseimbangan
5. Asas kepastian Hukum.

Dalam Yurisprudensi AROB (Peradilan Administrasi Belanda) asas-asas meliputi :


a. Asas Pertimbangan
b. Asas kecermatan
c. Asas kepastian Hukum
d. Asas kepercayaan atau asas menanggapi harapan yang telah ditimbulkan.
e. Asas persamaan
f. Asas keseimbangan
g. Asas kewenangan
h. Asas fai play
i. Larangan
j. Larangan bertindak sewenang-wenang

Sistematisasi AAUPB dikutip oleh Indroharto dalam bukunya berjudul Usaha Memahami
UU tentang PTUN hal . 307-312 asas tersebut dikelompokkan menjadi :

a. Asas formal mengenai pembentukan keputusan yang meliputi kecermatan formal, asas
fairplay
b. Asas-asas formal mengenai dormulasi keputusan yang meliputi :
- Asas pertimbangan
- Asas kepastian Hukum formal
c. Asas material mengenai keputusan yang meliputi :
- Asas kepastian Hukum material
- Asas kepercayaan atau harapan-harapan yang telah ditimbulkan
- Asas persamaan
- Asas kecermatan material
- Asas keseimbangan

Sebagai perbandingan diketengahkan juga asas serupa di Perancis “Asas-asas Umum


Hukum Publik” :
1. Asas persamaan
2. Asas larangan mencabut keputusan bermanfaat
3. Asas larangan berlaku surat
4. Asas jaminan kebebasaan masyarakat
5. Asas Keseimbangan

Fungsi dan Macam-macam AAUPL


a. Fungsi dan Macam-macam AAUPL
o Bagi Administrasi Negara : bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan penafsiran
dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan, Perundang-undangan yang bersifat sumir,
samara, atau tidak jelas
o Bagi warga masyarakat sebagai pencari keadilan, AAUPL sebagai dasar gugatan.
o Bagi Hakim TUN : sebagai alat untuk menguji dan membatalkan keputusan pejabat TUN.
o Bagi Badan Legislatif : berguna dalam merancang Undang-undang.

b. Macam-macam AAUPL
Prof. Koentjoro Purbopranoto Mengatakan macam-macam AAUPL sebagai berikut :
1) Asas kepastian Hukum
2) Asas keseimbangan
3) Asas kesamaan dalam mengambil keputusan
4) Asas bertindak cermat
5) Asas motivasi untuk setiap keputusan
6) Asas tidak mencampuradukan kewenangan
7) Asas permainan yang layak
8) Asas keadilan dan kewajaran
9) Asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar
10) Asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal.
11) Asas perlindungan atas pandangan atau cara hidup pribadi
12) Asas Kebijaksanaan
13) Asas penyelenggaraan kepentingan umum.

Asas-asas Umum Pemerintahan yang Layak menurut Prof. Kuntjoro Purbopranoto, SH :


1. Asas Kepastian Hukuk
- bahwa asas ini menghendaki adanya dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang
berdasarkan suatu keputusan Pangreh sekalipun itu salah.
- Bahwa suatu keputusan Pemerintah harus memenuhi syarat materiil dan formil. Syarat
materiil menuntut kewenangan dalam bertindak, sedangkan syarat formil yaitu mengenai
bentuk daripada keputusan itu sendiri.
2. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara Hukuman jabatan dan kelalaian atau
kealpaan seseorang pegawai.
3. Asas kesamaan dalam Mengabil Keputusan Pangreh.
Asas ini menghendaki agar badan Pemerintah harus mengabil tindakan yang sama/ tidak
bertentangan atas kasus-kasus yang faktanya sama.
4. Asas bertindak cermat
Asas ini ditegaskan dalam yurisprudensi Hogeraad Nederland antara lain tanggal 9 Januari
1942 : bahwa kewajiban seorang wali Kota untuk memperingatkan para pemakai jalan
umum, bahwa ada bagian jalan yang rusak, atau ada perbaikan jalan.
5. Asas motivasi untuk setiap keputusan.
Asas ini menghendaki bahwa keputusan badan Pemerintahan harus didasari alas an atau
motivasi yang cukup, motivasi itu sendiri haruslah adil dan jelas.
6. Asas jangan mencampuradukan wewenang.
Badan Pemerintah yang mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan menurut
Hukum, tidak boleh menggunakan kewenangan itu untuk lain tujuan, selain tujuan yang telah
ditetapkan untuk kewenangan itu.
7. Asas Permainan yang layak
bahwa badan Pemerintah harus memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada warga
Negara untuk mencari kebenaran dan keadilan, asa ini sangat menghargai instansi banding
dan badan peradilan.
8. Asas keadilan dan kewenangan
bahwa suatu tindakan adalah terlarang apabila badan Pemerintahan bertindang yang
bertentangan dengan asa ini, maka tindakan itu dapat dibatalkan
9. Asas menanggapi pengharapan yang wajar.
Contoh, seorang pegawai meminta izin untuk menggunakan kendaraan pribadi di waktu
dinas, untuk itu diberikan izin, kemudian ternyata bahwa pegawai tidak mendapatkan
kompensasi biaya.
10. Asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal.
Kadang-kadang keputusan tentang pemecatan seorang pegawai dibatalkan oleh yang
berwenang. Dalam hal demikian Pemerintahan yang demikian tidak hanya menerima
kembali pegawai yang dipecat, tetapi juga harus membayar segala kerugian yang disebabkan
oleh keputusan tentang pemecatan itu yang tidak dibenarkan.
11. Asas Perlindungan atas Pandangan Hidup atau Cara Hidup.
Asas ini menghendaki agar pegawai negeri diberi kebebasan atau hak untuk mengatur
kehidupan pribadinya sesuai dengan pandangan/ cara hidup yang di anut
12. Asas Kebijaksanaan
asas ini menghendaki agar dalam melaksanakan tugasnya, Pemerintah diberi kebebasan
untuk melakukan kebijaksanaan tanpa harus selalu menunggu instruksi. Pemberian
kebebasan iniberkaitan dengan perlunya tindakan positif dari Pemerintah yang
menyelenggarakan kepentingan umum.
13. Asas Penyelenggaraan kepentingan Umum
asas ini menghendaki agar dalam menyelenggarakan tugasnya Pemerintah selalu
mengutamakan kepentingan umum.

Penyelenggaraan Pemerintah berpedoman pada asas umum penyelenggaraan Negara yang


terdiri atas :

a. Asas Kepastian Hukum


b. Asas tetib peyelenggaraan Negara
c. Asas kepentingan umum
d. Asas keterbukaan
e. Asas proporsionalitas
f. Asas akuntabilitas
g. Asas efesiensi
h. Asas efektifitas
Asas umum penyelenggaraan Negara menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang penyelenggaraan Negara yang baik dan bersih dan bebas dari KKN sesuai Pasal 3 sebagai
berikut :
a. Asas Kepastian Hukum
Asas dalam Negara Hukum yang mengutamakan landasan peraturan Perundang-
undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijaksanaan penyelenggaraan Negara.
b. Asas Tertip penyelenggaraan Negara
Asas yang menjadi landasan keteraturan, kesesuaian, dan keseimbangan dalam
pengendalian penyelenggaraan Negara.
c. Asas Kepentingan Umum
Asas yang mendahulukan kesejahteraan umum, dengan cara yang aspiratif, akomodatif,
dan selektif.
d. Asas Keterbukaan
Asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang
benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan terhadap hak asasi pribadi, golongan dan rahasia Negara.
e. Asas Proporsionalitas
Asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara
Negara.
f. Asas Profesionalitas
Asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan
Perundang-undangan.
g. Asas Akuntabilitas
Asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara
Negara harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat/ rakyat sebagai
pemengang kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan.

ASAS-ASAS PEMERINTAHAN YANG BAIK


Dalam pembahasan tentang pelaksanaa suatu pemerintahan yang baik ada beberapa pandangan
yaitu :
A.Komisi de Monchy.
Pada tahu 1950 pemerintah Belanda membentuk komisi yang diketuai oleh Mr. De Monchy
yang bertugas menyelidiki cara-cara perlindungan hukum bagi penduduk/ rakyat. Komisi ini
telah berhasil menyusun asas-asas umum untuk pelaksanaan suatu pemerintahan yang baik
yang diberi nama “ General Principle of Good Government “
Adapun asas-asas umum tersebut adalah :
1.Asas Kepastian Hukum
Artinya didalam pemerintah menjalankan wewenagnya haruslah sesuai dengan aturan-aturan
hukum yang telah ditetapkannya. Pemerintah harus menghormati hak-hak seseoang yang
diperoleh dari pemerintah dan tidak boleh ditarik kembali. Pemerintah harus konsekwen atas
keputusannya demi terciptanya suatu kepastian hukum.
2.Asas Keseimbangan
Yaitu adanya keseimbangan antara pemberian sanksi terhadap suatu kesalahan seseorang
pegawai, janganlah hukuman bagi seseorang berlebihan dibandingkan dengan kesalahannya,
misalnya seorang pegawai baru tidak masuk kerja langsung dipecat, hal ini tidak seimbang
dengan hukuman yang diberikan kepadanya. Dengan adanya asas ini maka lebih menjamin
terhadap perlindungan bagi pegawai negeri.
3.Asas Kesamaan
Artinya pemerintah dalam menghadapi kasus yang sama/ fakta yang sama, pemerintah harus
bertindak yang sama tidak ada perbedaan, tidak ada pilih kasih dan lain sebagainya.
4.Asas Bertidak Cermat
Artinya pemerintah senantiasa bertindak secara hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian
bagi warga masyarakat, misalnya kewajiban pemerintah memberi tanda peringatan terhadap
jalan yang sedang diperbaiki, jangan sampai dapat menimbulkan korban akibat jalan
diperbaiki.
5.Asas Motivasi
Artinya setiap keputusan pemerintah harus mempunyai alasan atau motivasi yang benar dan
adil dan jelas. Jadi tindakan-tindakan pemerintah disertai alasan-alasan yang tepat dan benar.
6.Asas Jangan Mencampuadukan Kewenangan
Artinya pemerintah jangan menggunakan wewenang untuk tujuan yang lain, selain tujuan
yang sudah ditetapkan untuk wewenang itu.
7.Asas Fair Play
Artinya pemerintah harus memberikan kesempatan yang layak kepada warga masyarakat
untuk mencari kebenaran dan keadilan, misalnya memberi hak banding terhadap keputusan
pemerintah yang tidak diterima.
8.Asas Keadilan dan Kewajaran Artinya pemerintah tidak boleh bertindak sewenang-wenang
atau menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya untuk kepentingan
pribaduinya.
9.Asas Menanggapi Penghargaan Yang Wajar Artinya agar tindakan pemerintah dapat
menimbulkan harapan-harapan yang wajar bagi yang berkepentingan, misalnya seorang
pegawai negeri minta izin untuk menggunakan kendaraan pribadi pada waktu dinas, yang
kemudian izin yang telah diberikan untuk menggunakan kendaraan pribadi dicabut, tindakan
pemerintah demikian dianggap salah/ tidak wajar.
10.Asas Meniadakan Akibat-Akibat Suatu Keputusan Yang Batal
Asas ini menghendaki jika terjadi pembatalan atas suatu keputusan, maka yang
bersangkutanharus diberi ganti rugi atau rehabilitasi.
11.Asas Perlindungan Hukum
Artinya bahwa setiap pegawai negeri diberi hak kebebasan untuk mengatur kehidupan
pribadinya sesuai dengan pandangan hidup yang dianutnya atau sesuai dengan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila.
12.Asas Kebijaksanaan
Artinya pemerintah dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan undang-undang dan
menyelenggarakan kepentingan umum. Unsur bijaksana harus dimiliki oleh setiap pegawai/
Pemerintah.
13.Asas Penyelenggraan Kepentingan Umum
Artinya tugas pemerintah untuk mendahulukan kepentingan umu daripada kepentingan
pribadi. Pegawai negeri sebagai aparatur Negara, abdi Negara, dan abdi masyarakat dan
Pemerintah menyelenggarakan tugas pemerintah dan pembangunan.
2.Azas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB) Menurut UU RI Nomor 28 Tahun 1999.
Dalam Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 angka 6 menyebutkan
bahwa Azas Umum Pemerintahan Negara yang Baik adalah azas yang menjunjung tinggi
norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum, untuk mewujudkan Penyelenggara
Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Dalam Bab III Pasal 3 UU No. 28 Tahun 1999 menyebutkan Azas-Azas Umum
Penyelenggaraan Negara meliputi :
1.Azas Kepastian Hukum ;
2.Azas Tertib Penyelenggaran Pemerintahan ;
3.Azas Kepentingan Umum ;
4.Azas Keterbukaan ;
5.Azas Proporsionalitas;
6.Azas Profesionalitas;
7.Azas Akuntabilitas.
Dalam penjelasan dari Pasal 3 dijelaskan yang dimaksud dengan :
1.Azas Kepastian Hukum adalah azas dalam Negara hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan
Penyelenggara Pemerintah.
2.Azas Tertib Penyelenggaran Negara adalah azas yang menjadi landasan keteraturan,
keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan Negara.
3.Azas Kepentingan Umum adalah azas yang mendahulukan kesejahteraan umum, dengan
cara yang aspioratif, akomodatif, dan selektif.
4.Azas Keterbukaan adalah azas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan Negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi, golongan, dan rahasia Negara.
5.Azas Proporsionalitas adalah azas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan
kewajiban Penyelenggara Negara.
6.Azas Profesionalitas adalah azas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7.Azas Akuntabilitas adalah azas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang edaulatan tertinggi Negara sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3.Menurut World Bank dan UNDP Suatu pemerintahan yang baik meliputi :
1.Participation atau partisipasi atau ikut serta terlibat;
2.Rule of Law mrnjunjung tinggi hukum yangg diabganun diatas prinsip keadilan
3.Transparancy atau adanya keterbukaan;
4.Responsiveness atau bersedia menanggapi atau mendengar;
5.Concensus Orientation atau berorientasi ppada konsensus atau yang disepakati;
6.Equity atau berkeadilan;
7.Effectiveness and Efeciency atau efektivitas dan efesiensi;
8.Acountability atau adanyya pertanggungjawaban
9.Strategy Vision adanya perencanaan strategi kedepan.
Dari uraian-uraian di atas maka cirri-ciri Tata Pemerintahan yang baik antara lain adalah :
1.Mengikutsertakan seluruh masyarakat
2.Transparansi dan bertanggung jawab
3.Adil dan Efektive
4.Menjamin Kepastian Hukum
5.Adanya Konsensus masyarakat dengan Pemerintah dalam segala bidang
6.Memperhatikan kepentingan orang miskin.
BAB IX
PELAYANAN PUBLIK OLEH PEMERINTAH
A.Pengantar.

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan


bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah untuk memajukan
kesejahteraan4 umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut mengandung makna
negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan
yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka
memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan
pelayanan administratif5.
Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan
kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik6 yang merupakan amanat Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, membangun kepercayaan masyarakat atas
pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang
harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang
peningkatan pelayanan publik, sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga
negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.Agar pelaksanaan pelayanan publik berjalan dengan baik maka
diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas, sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum
pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara
dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Untuk
itu masyarakat dapat berkontribusi dalam peningkatan kualitas pelayanan publik dengan cara:
1. Peran serta masyarakat dalam pelayanan publik dimulai sejak penyusunan standar
pelayanan sampai dengan evaluasi dan pemberian penghargaan;
2. Peran serta masyarakat tersebut diwujudkan dalam bentuk kerjasama, pemenuhan hak dan
kewajiban masyarakat, serta peran aktif dalam penyusunan kebijakan pelayanan publik;

4 Konsep kesejahteraan negara tidak hanya mencakup deskripsi mengenai sebuah cara pengorganisasian
kesejahteraan (welfare) atau pelayanan sosial (social services). Melainkan juga sebuah konsep normatif atau sistem
pendekatan ideal yang menekankan bahwa setiap orang harus memperoleh pelayanan sosial sebagai haknya.
Kesejahteraan negara juga merupakan anak kandung pergumulan ideologi dan teori, khususnya yang bermatra sayap
kiri (left wing view), seperti Marxisme, Sosialisme, dan Sosial Demokratik (Spicker, 1995)
5 Lihat Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

6 Pada Konsederan Menimbang Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009: a. bahwa negara berkewajiban
melayani setiap warganegara dan penduduk untuk memenuhi hak dankebutuhan dasarnya dalam kerangka
pelayananpublik yang merupakan amanat Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;b.bahwa
membangun kepercayaan masyarakat ataspelayanan publik yang dilakukan penyelenggarapelayanan publik
merupakan kegiatan yang harusdilakukan seiring dengan harapan dan tuntutanseluruh warga negara dan penduduk
tentangpeningkatan pelayanan publik;c.bahwa sebagai upaya untuk mempertegas hak dankewajiban setiap warga
negara dan penduduk sertaterwujudnya tanggung jawab negara dan korporasidalam penyelenggaraan pelayanan
publik,diperlukan norma hukum yang memberipengaturan secara jelas;d. bahwa sebagai upaya untuk meningkatkan
kualitasdan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuaidengan asas-asas umum pemerintahan dankorporasi yang baik
serta untuk memberiperlindungan bagi setiap warga negara danpenduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalampenyelenggaraan pel ayanan
publik, diperlukanpengaturan hukum yang mendukungnya
3. Masyarakat dapat membentuk lembaga pengawasan pelayanan publik.7

Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang belum
sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara, misalnya bagaimana Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta membuat kebijakan
melarang sepeda motor di jalan Sudirman-Thamrin, sementara di situ banyak kantor atau orang
yang memesan berbagai hal atau kebutuhan dan untuk membawa/mengantar pesanannya tersebut
moda transfortasi yang cepat,mudah, dan murah adalah dengan sepeda motor, jadi jangan kita
melarang sesuatu yang belum dilakukan analisis secara komprehensif. Hal tersebut bisa
disebabkan oleh ketidaksiapan untuk menanggapi terjadinya perubahan nilai yang berdimensi luas
serta dampak berbagai masalah pembangunan yang kompleks. Sementara itu, tatanan baru
masyarakat Indonesia dihadapkan pada harapan dan tantangan global yang dipicu oleh kemajuan
di segala bidang seperti; ilmu pengetahuan, informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan
perdagangan. Karena arti kata Pelayanan8 ialah suatu jalan untuk memberi, merancang atau
mengatur apa yang dibutuhkan orang lain.
Tujuan nasional sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, diwujudkan melalui pelaksanaan
penyelenggaraan negara yang berkedaulatan rakyat dan demokratis dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa. Pembangunan nasional9 dilaksanakan dalam segala aspek
kehidupan oleh penyelenggara negara yaitu lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara bersama-
sama segenap rakyat Indonesia di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk
memperbaiki keterbelakangan dan ketertinggalan dalam semua bidang kehidupan menuju suatu
keadaan yang lebih baik dari pada keadaan sebelumnya. Tujuan pembangunan nasional bangsa
Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur baik material maupun spiritual.
Pencapaian tujuan nasional di atas dilakukan dengan rangkaian upaya pembangunan
berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang dilaksanakan
bersama oleh masyarakat dan pemerintah menuju terwujudkan masyarakat adil dan
makmur. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk
mengarahkan, membimbing serta menciptakan suasana yang menunjang.
B. Pelaksanaan Pelayanan Publik.
Keberhasilan pembangunan nasional tidak lepas dari peran dan fungsi organisasi pemerintah
yang mengemban tugas-tugas pemerintah karena keberhasilan organisasi pemerintah dalam
mencapai tujuan sangat mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional. Tugas pemerintah
tidak hanya mengatur saja, akan tetapi juga memberikan pelayanan10 kepada masyarakat. Fungsi

7 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, Pada pasal 39 .


8 Lihat Kamus Besasr Bahasa Indonesia, Terbitas Balai Pustaka
9 Pembangunan nasional Indonesia adalah paradigma Pembangunan yang terbangun atas pengalaman
Pancasila yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya,
dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan, dan pedomannya.Ginandjar Kartasasmita. 1996.Pembangunan Untuk Rakyat.
Jakarta: Cides. Hal 20
10 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Kemendikbud, Balai Pustaka, Jakarta 2001, hlm.646,
pengertian pelayanan adalah 1 prihal atau cara melayani; 2 usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh
imbalan (uang); jasa, 3 kemudahan yang di berikan sehubungan dengan jual beli barang atau jasa. Pengertian melayani
pelayanan selama ini belum mendapat perhatian dari para aparat birokrasi kita sebab fungsi
mengaturnya lebih dominan dibandingkan porsi pelayanannya. Birokrasi pemerintah menempati
posisi yang penting dalam pelaksanaan pembangunan karena merupakan salah satu instrumen
penting yang akan menopang dan memperlancar usaha-usaha pembangunan. Berhasilnya
pembangunan ini memerlukan sistem dan aparatur pelaksana yang mampu tanggap dan kreatif
serta pengelolaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen modern dalam sikap perilaku dan
kemampuan teknisnya termasuk di dalamnya adalah memberikan pelayanan yang efektif kepada
masyarakat. Karena pelayanan yang efektif akan memperlancar jalannya proses pembangunan.
Setelah amandemen atas UUD 1945, khususnya dengan amandemen kedua, pasal-pasal mengenai
ekonomi dan kesejahteraan rakyat ditambah, yaitu dengan pasal 28H11 yang berbunyi:
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan social yang memungkinkan pengembangan dirinya
secara utuh sebagai mansusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh
diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Untuk mewujudkan hak-hak yang disebutkan didalam pasal 28H, pemerintah berkewajiban
untuk:
1. menyediakan pelayanan kesehatan secara cuma-cuma kepada masyarakat yang
kurang mampu.
2. menyediakan jaminan sosial bagi masyarakat kurang mampu, sehingga
memungkinkan setiap orang dapat hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat yang
memungkinkan setiap orang mengembangkan dirinya secara utuh sebagai
manusia yang bermartabat.
3. mengembangkan sistem jaminan sosial sehingga setiap orang yang tidak mampu
bisa mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan
dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Keinginan mewujudkan layanan publik12 secara optimal, tidak dapat dijalankan dengan baik
karena birokrasi tidak cukup responsif terhadap dinamika semakin menguatnya kemampuan
masyarakat, baik melalui mekanisme pasar maupun mekanisme organisasi sosial kemasyarakatan
memungkinkan birokrasi meredefinisikan kembali misinya. Pengalaman membuktikan bahwa
birokrasi yang dikendalikan dari jauh hanya menghasilkan penyeragaman yang seringkali tidak
cocok dengan situasi dan kondisi pada keberagaman antar daerah. Banyak program pemerintah

adalah “membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang”. Sedangkan pengertian pelayanan adalah “usaha melayani
kebutuhan orang lain”
11 Republik Indonesia, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H
12 Pelayanan publik adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa
publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah,
dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
gagal memperoleh dukungan penuh dan partisipasi masyarakat13 karena karena tidak sesuai
dengan kebutuhan dan aspirasi daerah. Perbedaan kultural, geografis, dan ekonomis melahirkan
kebutuhan yang berbeda dan menuntut program-program pembangunan yang berbeda pula.
Tujuan pendirian Negara Republik Indonesia, seperti telah dikemukakan di atas, antara lain
adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat
tersebut mengandung makna negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara
melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan yang
prima kepada masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak setiap warga negara
atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif. Kemajuan yang dicapai oleh suatu
negara tercermin dari standar pelayanan yang diberikan pemerintah kepada warga negaranya. Pada
negara-negara berkembang kualitas pelayanan baru memenuhi standar minimal. Sedangkan di
negara-negara maju kualitas pelayanan publik sudah melampoi standar minimal.
Sementara itu kondisi saat ini di Indonesia masih menunjukkan bahwa penyelenggaraan pelayanan
kepada masyarakat masih minim kualitas14, Citra layanan publik di Indonesia, dari dahulu hingga
kini, lebih dominan sisi gelapnya ketimbang sisi terangnya, selain mekanisme birokrasi yang
bertele-tele ditambah dengan petugas birokrasi yang tidak profesional. Sudah tidak asing kalau
layanan publik di Indonesia dicitrakan sebagai salah satu sumber pungutan liar, korupsi dan sangat
beralasan kalau World Bank, dalam World Development Report 2004, memberikan stigma bahwa
layanan publik di Indonesia sulit diakses oleh orang miskin, dan menjadi pemicu ekonomi biaya
tinggi (high cost economy) yang pada akhirnya membebani kinerja ekonomi makro,atau
membebani masyarakat. Jadi sangat dibutuhkan peningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan
pelayanan publik serta memberi perlindungan bagi warga negara dari penyalahgunaan wewenang
(abuse of power) dalam penyelenggaraan pelayanan publik oleh pemerintah. Secara konstitusional,
juga merupakan kewajiban negara melayani warga negaranya untuk memenuhi kebutuhan
dasarnya dalam rangka pelayanan publik.
Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat dapat dibedakan berdasarkan siapa
yang dapat menikmati atau memperoleh dampak dari suatu layanan, baik seseorang secara individu
maupun kelompok secara kolektif. Untuk itu perlu disampaikan bahwa konsep layanan pada
dasarnya terdiri dari jenis layanan yang bersifat privat dan jenis layanan yang dinikmati secara
kolektif oleh masyarakat. Pelayanan kepada masyarakat dihadapkan pada kondisi yang belum
sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

13Pengertian Partisipasi Masyarakat, Menurut Keith Davis, pengertian partisipasi adalah keterlibatan
mental/pikiran atau moral/perasaan di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan
kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggungjawab terhadap usaha yang bersangkutan
14 Padahal sudah ada Peraturan perundang-undangan di Indonesia yang telah memberikan landasan untuk
penyelenggaraan pelayanan publik yang berdasarkan atas Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB). Pasal
3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dari Korupsi, Kolusi Dan
Nepotisme menyebutkan asas-asas tersebut, yaitu Asas Kepastian Hukum, Transparan, Daya Tanggap, Berkeadilan,
Efektif dan Efisien, Tanggung Jawab, Akuntabilitas dan Tidak Menyalahgunakan Kewenangan. Asas ini dijadikan
sebagai dasar penilaian dalam peradilan dan upaya administrasi, disamping sebagai norma hukum tidak tertulis bagi
tindakan pemerintahan. Meskipun merupakan asas, tidak semuanya merupakan pemikiran yang umum dan abstrak,
dan dalam beberapa hal muncul sebagai aturan hukum yang konkret atau tertuang secara tersurat dalam pasal undang-
undang serta mempunyai sanksi tertentu. Lihat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara Yang Bersih Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme.
dan bernegara15. Hal tersebut bisa disebabkan oleh ketidaksiapan untuk menanggapi terjadinya
perubahan/transformasi nilai yang berdimensi luas serta dampak berbagai masalah pembangunan
yang kompleks. Sementara itu, tatanan baru masyarakat Indonesia dihadapkan pada harapan dan
tantangan global yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, informasi,
komunikasi, transportasi, investasi, dan perdagangan.
Atas dasar permasalahan sebagaimana diuraikan di atas, maka Pemerintah bersama Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) membentuk Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik. Undang-undang ini, adalah undang-undang yang mengatur tentang prinsip-prinsip
pemerintahan yang baik16 yang merupakan efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri.
Pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan atau korporasi yang efektif dapat memperkuat
demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial,
mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan
sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik. Dalam
Undang-Undang ini dijelaskan beberapa istilah yang menjadi substansi UU ini seperti, apa yang
dimaksud Pelayanan publik, merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga
negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik17. Penyelenggara pelayanan publik atau Penyelenggara
merupakan setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk
berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang
dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik, Atasan satuan kerja Penyelenggara
merupakan pimpinan satuan kerja yang membawahi secara langsung satu atau lebih satuan kerja
yang melaksanakan pelayanan publik. Organisasi penyelenggara pelayanan publik atau
Organisasi Penyelenggara merupakan satuan kerja penyelenggara pelayanan publik yang berada
di lingkungan institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk
berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang

15 Sekedar mengingatkan, beberapa waktu yang lalu di Kementerian Perhubungan, terjadi Operasi Tangkap
Tangan Oleh Polda Metro Jaya dan Mabes Polri, terhadap oknum yang melakukan pungutan liar terhadap masyarakat
yang mengurus segala hal tentang izin kelautan, lisensi pelaut, dan kapal, aksi pungli ini sendiri dibantu oleh calo atau
perusahaan yang bergerak dalam bidang kelautan. Menurut Keterangan Kapolri kepada Media, mengatakan “Yang
terjadi untuk mempercepat segala urusan. Mereka yang mengurus harus mempersiapkan sejumlah uang. Ukuran
panjang kapal, berat, ada juga perjanjian bendera kapal. Itu setiap item yang diurus oleh Kemenhub ada angkanya
untuk dibayar. Ada juga untuk buku pelat. Ini kasihan nelayan menggunakan kapalnya harus bayar tambahan. Hal
semacam ini tidak boleh terjadi karena pelayanan publik merupakan kewajiban Pemerintah kepada masyarakat.
16 Hetifah Sj. Sumarto, Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, Jakarta:Yayasan Obor Indonesia,
2003.hlm.Pemerintahan yang baik adalah, “Salah satu karakteristik dari good governance atau tata kelola
pemerintahan yang baik atau kepemerintahan yang baik adalah partisipasi. Selanjutnya UNDP mengartikan partisipasi
sebagai karakteristik pelaksanaan good governance adalah keterlibatan masyarakat dalam pembentukan keputusan
baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya.
Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan bersosialisasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif”.
17 Berdasarkan pengertian ini maka dapat dikatakan bahwa pelayanan publik itu adalah pelayanan yang diberikan
kepada segenap warga negara oleh pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhannya itu. Dengan demikian setiap
pelayanan publik memiliki ciri-ciri:
1. Ada yang melayani (aparatur pemerintah)
2. Ada yang dilayani (masyarakat)
3. Ada layanannya (fisik/ non fisik)
4. Ada Prosesnya (Kegiatan pelayanan)
5. Ada aturannya (undang-undang atau peraturan daerah)
dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Pelaksana pelayanan publik atau
Pelaksana merupakan pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam
Organisasi Penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan
pelayanan publik. Masyarakat merupakan seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk
sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan sebagai
penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Standar
pelayanan merupakan tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji Penyelenggara
kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan
terukur. Maklumat pelayanan merupakan pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian
kewajiban dan janji yang terdapat dalam standar pelayanan. Sistem informasi pelayanan publik
atau Sistem Informasi merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi penyimpanan dan
pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian informasi dari Penyelenggara kepada
masyarakat dan sebaliknya dalam bentuk lisan, tulisan latin, tulisan dalam huruf Braile, bahasa
gambar, dan/atau bahasa lokal, serta disajikan secara manual ataupun elektronik. Mediasi
merupakan penyelesaian sengketa pelayanan publik antarpara pihak melalui bantuan, baik oleh
ombudsman sendiri maupun melalui mediator yang dibentuk oleh ombudsman. Ajudikasi
merupakan proses penyelesaian sengketa pelayanan publik antarpara pihak yang diputus oleh
ombudsman. Ombudsman18 merupakan sebuah lembaga negara yang mempunyai kewenangan
mengawasi19 penyelenggaraan pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara
negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, dan badan hukum milik negara serta badan swasta, maupun perseorangan yang
diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah.20 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayan Publik berasaskan21 pada;

18 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik


Indonesia,Ombudsman Republik Indonesia merupakan lembaga negara yang memiliki kewenangan mengawasi
penyelenggaraan pelayanan publik. Dalam melaksanakan kewenangan ini Ombudsman memiliki tugas di antaranya
adalah menerima laporan masyarakat atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Penyelenggaraan pelayanan publik sendiri telah diatur lebih jauh dalam UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik.
19 Pada dasarnya pengawasan pelayanan publik dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk masyarakat.
Tujuan utama dari pengawasan ini adalah untuk memastikan sekaligus mengontrol bahwa pelayanan publik telah
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan yang ada. Untuk meningkatkan fungsi pengawasan pelayanan maka
pemerintah Republik Indonesia para tahun 2008 telah membentuk semacam badan pengawas pelayanan publik melalui
undang-undang nomor 37 tahun 2008 yang bernama Ombudsman. Ombudsman adalah lembaga negara yang
mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang sumber dananya sebagian atau
seluruhnya berasal dari keuangan negara. Salah satu tujuan dibentuknya Ombudsman adalah meningkatkan mutu
pelayanan negara di segala bidang agar setia warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan
kesejahteraan yang semakin baik.Eko Budi Sulistio.,Hak-Hak Masyarakat Atas Pelayanan Publik Menurut Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009. Makalah disasmpaikan pada Sosialisasi Pelayanan Publik yang diselenggarakan oleh
Mahasiswa KKN Universitas Lampung,Tanggal 20 Agustus 2016.
20 Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

21 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Penjelasan Pasal
4 Penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan: Huruf a.Pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan
kepentingan pribadi dan/atau golongan.Huruf b.Jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan
pelayanan.Huruf c.Pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status
ekonomi.Huruf d.Pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi
maupun penerima pelayanan.Huruf e.Pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang
a.kepentingan umum;b.kepastian hukum;c.kesamaan hak; d.keseimbangan hak dan kewajiban;
e.keprofesionalan; f.partisipatif; g.persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; h.keterbukaan
;i.akuntabilitas; j.fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan;k.ketepatan waktu; dan
l.kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan. Tujuan Pelayanan Publik agar batasan dan
hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang
terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik, menjalankan sistem penyelenggaraan
pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan22 dan korporasi yang
baik dalam penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam mendapatkan
penyelenggaraan pelayanan publik. Agar pelaksanaan pelayanan publik berjalan dengan baik,
maka Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara mengeluarkan
Pedomanan23 pelayanan publik yang meliputi Kesederhanaan, Kejelasan, Kepastian Waktu,
Akurasi, Keamanan, Tanggung Jawab, Kelengkapan Sarana dan Prasarana, Kemudahan Akses,
Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan serta Kenyamanan. Inilah potret pelayanan publik
dambaan setiap warga masyarakat Indonesia setelah munculnya gerakan reformasi 1998.
Pelayanan kepada masyarakat mencerminkan pendekatan seutuhnya dari seorang pegawai pada
instansi pemerintah maupun non pemerintah. Inti dari pelayanan kepada masyarakat adalah sikap
menolong, bersahabat, dan profesional dalam memberikan pelayanan dari suatu instansi yang
memuaskan masyarakat dan menyebabkan masyarakat datang kembali untuk mohon pelayanan
instansi tersebut.

tugas.Huruf f.Peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan, dan harapan masyarakat.Huruf g.Setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan yang adil. Huruf
h.Setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang
diinginkan.Huruf i.Proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.Huruf j.Pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan
dalam pelayanan.Huruf k.Penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar
pelayanan.Huruf l.Setiap jenis pelayanan dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau.
Bandingkan dengan pendapat Kridawati Sadhana, Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik, Malang:CV. Citrab
Malang, 2010, h. 135.Ada 6 asas pokok dalam penyelenggaraan pelayanan publik, sebagai berikut:
1. Transparansi,
2. Akuntabilitas,
3. Kondisional,
4. Partisipasi,
5. Kesamaan Hak,
6. Keseimbangan antara Hak dan Kewajiban.
22 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang
Baik dan Bebas KKN, Pasal 3 menjelaskan Asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi: 1. Asas Kepastian
Hukum; 2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara; 3. Asas Kepentingan Umum; 4. Asas Keterbukaan; 5. Asas
Proporsionalitas; 6. Asas Profesionalitas; dan 7. Asas Akuntabilitas.
23Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) Nomor 63/Kep/M.PAN/7/2003 tentang
Pedoman Umum Penyelenggaraaan Pelayanan Publik. Dan beberapa Keputusan terkait lainnya seperti; i).
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 25/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman
Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah; ii). Keputusan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 26/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan
Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik, iii).Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor: PER/20/M.PAN/04/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik.
Yang menjadi ruang lingkup24 pelayanan publik dalam undang-undang Nomor 25 Tahun 2009,
meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik25 serta pelayanan administratif yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan. Ruang lingkup pelayanan barang publik dan jasa publik
serta pelayanan administratif, meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat
tinggal, komunikasi dan informasi,lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial,energi, perbankan,
perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya. Pelayanan barang publik
meliputi:a.pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negaradan/atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah;b.pengadaan dan penyaluran barang publik
yangdilakukan oleh suatu badan usaha yang modalpendiriannya sebagian atau
seluruhnyabersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
c.pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha
yang modal pendiriannya sebagian atauseluruhnya bersumber dari kekayaan negaradan/atau
kekayaan daerah yang dipisahkan,tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yangditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan. Sedangkan pelayanan atas jasa publik
meliputi:a.penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya
bersumberdari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan
belanjadaerah;b.penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian

24 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pasal 5
25 Terkait pengadaan barang dan Jasa Pemerintah kiranyaPenerapan prinsip integritas, transparansi,
akuntabilitas, keadilan dan efisiensi dalam pengambilan keputusan investasi dan belanja akan memperkecil praktik
korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di pemerintah. Sejurus dengan hal itu akan meningkatkan keuntungan baik
secara ekonomi, keuangan, sosial, lingkungan dan politik. Integritas berarti proses pengadaan barang dan jasa
berjalan secara jujur dan memenuhi hukum-hukum yang berlaku, dasar pemilihan panitia tender adalah staf terbaik,
memiliki kemampuan teknis dan tidak diskriminatif, tender dilakukan secara jujur dan terbuka, mendorong persaingan
usaha yang sehat sehingga kualitas pekerjaan dan harga yang tepat, serta hasilnya bermanfaat dan dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan seluruh pihak.Transparansi memiliki makna bahwa undang-undang, peraturan, lembaga-lembaga
yang terlibat, proses, rencana dan keputusan yang dibuat dapat diakses oleh masyarakat atau paling tidak perwakilan
masyarakat. Sehingga seluruh proses dan keputusan dapat dipantau, dibahas, dan mendapat masukan dari para pihak
(multi stakeholder), serta pembuat kebijakan juga dapat dimintai pertanggungjawabannya. Korupsi akan berkembang
pesat di “tempat yang gelap” dan manipulasi untuk keuntungan pribadi yang difasilitasi oleh para pejabat.
Transparansi harus dilakukan sejak awal sehingga proses pengambilan keputusan yang panjang dapat terus dipantau.
Transparansi harus diterapkan dalam seluruh tahapan dalam pengadaan barang dan jasa,dari tahap penentuan
kebutuhan tentang pembelanjaan baru atau investasi hingga seluruh proses persiapan keuangan dan teknik sebuah
proyek, pemilihan konsultan dan penyedia atau kontraktor, pemenang tender dan pelaksanaan tender hingga
pemeriksaan laporan keuangan akhir.Akuntabilitas diartikan bahwa pemerintah, lembaga atau perusahaan publik dan
pejabat publik di satu sisi serta sektor swasta, perusahaan dan pihak-pihak yang berperan dalam perusahaan pada sisi
lainnya, harus dapat mempertanggung-gugatkan pekerjaan dan tugas, serta semua keputusan yang menjadi
tanggungjawabnya.Prosedur akuntabilitas penuh harus sistematis dan dapat diterapkan.
Dokumentasi tentang penjelasan dan alasan pembuatan keputusan harus dibangun dan dikelola. Ketika terjadi
penyimpangan hukum atau pernyimpangan kontrak, pelakunya harus dijatuhi hukuman seperti sanksi kedisiplinan,
pembatalan kontrak, sangsi perdata atau sanksipidana yang sesuai. Kelalaian dalam menjalankan akuntabilitas akan
mengurangi nilai integritas. Pihak-pihak yang terlibat dalam hal ini adalah pemerintah, lembaga publik dan pejabat
publik, lembaga keuangan nasional atau internasional, kontraktor dalam pengartian luas (perusahaan swasta atau
perseorangan, badan usaha milik negara yang berperan sebagai kontraktor yang menawarkan penyediaan barang,
mengikuti tender, jasa konsultasi atau jasa lainnya), stakeholder dan organisasi masyarakat sipil. Admin
KeuLSM.,Prinsip Pengadaan Barang dan Jasa Yang Baik, Keuangan LSM,Komonitas Pengelola Keuangan
Organisasi Nirlaba, Media Refrensi dan Diskusi Keuangan LSM. 3 September 2012.
atauseluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan;dan
c.penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal
pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah
yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan. Pelayanan publik harus memenuhi skala kegiatan yang didasarkan pada
ukuran besaran biaya tertentu yang digunakan dan jaringan yang dimiliki dalam kegiatan
pelayanan publik untuk dikategorikan sebagai penyelenggara pelayanan publik. Sementara
pelayanan administratif meliputi :a.tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara
dan diatur dalamperaturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi,
keluarga,kehormatan, martabat, dan harta benda warganegara.b.tindakan administratif oleh
instansi nonpemerintah yang diwajibkan oleh negara dandiatur dalam peraturan perundang-
undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.
Pelayanan publik dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan tuntutan kepada pemerintah
dalam hal ini adalah aparatur sipil negara (ASN), diharapkan dapat memberikan pelayanan yang
optimal kepada masyarakat atau sering dinamakan pelayanan prima26. Sebagai abdi negara dan
abdi masyarakat, ASN dituntut tanggung jawab yang tinggi dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Pelayanan publik biasanya diselenggarakan oleh pemerintah27, baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah. Kuatnya tuntutan masyarakat akan pelayanan yang lebih baik
memaksa berbagai instansi pemerintah untuk mendorong peningkatan prestasi kerja yang prima.
Dalam pelayanan prima terdapat dua elemen yang saling berkaitan, yaitu pelayanan dan kualitas.
Kedua elemen tersebut sangat penting untuk diperhatikan oleh tenaga pelayanan. Konsep
pelayanan prima dapat diterapkan pada berbagai organisasi, instansi, pemerintah, ataupun
perusahaan bisnis. Agenda perilaku pelayanan sektor publik, Nurhasyim28 menyatakan bahwa
pelayanan prima adalah:
a. Pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada pelanggan atau pengguna jasa.
b. Pelayanan prima ada bila ada standar pelayanan.
c. Pelayanan prima bila melebihi standar atau sama dengan standar. Sedangkan yang
belum ada standar pelayanan yang terbaik dapat diberikan pelayanan yang
mendekati apa yang dianggap pelayanan standar dan pelayanan yang dilakukan
secara maksimal.

26 Pelayanan prima merupakan terjemahan istilah ”excellent service” yang secara harfiah berarti pelayanan
terbaik atau sangat baik. Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau
dimiliki instansi pemberi pelayanan. Hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat
yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.
27 Pelayanan publik merupakan program nasional, pelayanan publik diartikan sebagai kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh Pemerintah untuk memenuhi hak-hak warga masyarakat. Pelayanan publik dibatasi pada pengertian
pelayanan publik merupakan segala bentuk pelayanan sektor publik yang dilaksanakan aparat pemerintah dalam
bentuk barang dan atau jasa, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Pelayanan publik merupakan sarana pemenuhan kebutuhan mendasar masyarakat untuk kesejahteraan
sosial. Sehingga perlu memperhatikan nilai-nilai, sistem kepercayaan, religi, kearifan lokal serta keterlibatan
masyarakat. Perhatian terhadap beberapa aspek ini memberikan jaminan bahwa pelayanan publik yang dilaksanakan
merupakan ekspresi kebutuhan sosial masyarakat. Dalam konteks itu, ada jaminan bahwa pelayanan publik yang
diberikan akan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, masyarakat akan merasa memiliki
pelayanan publik tersebut sehingga pelaksanaannya diterima dan didukung penuh oleh masyarakat.
28 Nurhasyim. Pengembangan Model Pelayanan Haji Departemen Agama Berdasarkan Prinsip Reinventing
Government Yang Berorientasi Pada Pelanggan di Kabupaten Gresik. Tesis. Surabaya: Program Pasca Sarjana
Universitas Airlangga, 2004, hlm.16
d. Pelanggan adalah masyarakat dalam arti luas; masyarakat eksternal dan internal.
Substansi atau materi pelayanan publik selalu dikaitkan dengan suatu kegiatan yang dilakukan
oleh seseorang atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberikan bantuan dan
kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pelayanan publik ini
menjadi semakin penting karena senantiasa berhubungan dengan masyarakat yang memiliki
keanekaragaman kepentingan dan tujuan. Oleh karena itu institusi/lembaga/organisasi29 yang
melakukan pelayanan publik dapat dilakukan oleh pemerintah maupun non-pemerintah. Jika
pemerintah merupakan organisasi yang melakukan pelayanan publik, maka organisasi
pemerintahan merupakan organisasi terdepan yang terus berupaya untuk meningkatkan30 segala
aspek yang berhubungan dengan pelayanan publik. Dalam hal institusi pemerintah memberikan
pelayanan, maka yang terpenting adalah bagaimana memberikan bantuan dan kemudahan kepada
masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Ciri-ciri pelayanan publik
yang baik adalah memiliki unsur-unsur sebagaimana dikemukakan oleh Kasmir31,
meliputi;1).Tersedianya karyawan yang baik.2).Tersedianya sarana dan prasarana yang
baik.3).Bertanggung jawab kepada masyarakat sejak awal hingga akhir.4).Mampu melayani
secara cepat dan tepat. 5)Mampu berkomunikasi. 6).Memberikan jaminan kerahasiaan setiap
memberi pelayanan.7). Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik.8).Berusaha memahami
kebutuhan masyarakat.9).Mampu memberikan kepercayaan kepadamasyarakat. Suatu pelayanan
bermutu yang diberikan kepada masyarakat menuntut adanya upaya dari seluruh aparatur, dan
bukan hanya dari petugas di “Front Office”32 saja. Jadi, upaya itu tidak hanya dituntut dari mereka
yang berhadapan langsung dengan masyarakat dalam menghasilkan pelayanan yang

29 Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu: 1)Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi privat,
adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit
swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik swasta.. 2). Pelayanan publik atau pelayanan umum yang
diselenggarakan oleh organisasi publik. Yang dapat dibedakan lagi menjadi :
1. Yang bersifat primer dan,adalah semua penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh
pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan
pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor
imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan.
2. Yang bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan
oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena
adanya beberapa penyelenggara pelayanan.
30 Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik perlu ditekankan pada aspek berikut :
1. Struktural. Perbaikan struktural organisasi institusi harus dilakukan dari tingkat top manajemen
hingga lower manajemen.
2. Operasional. Suatu institusi akan dapat mewujudkan kebutuhan pelanggan apabila peningkatan
operasional dilaksanakan artinya secara langsung kualitas pelayanan juga dilaksanakan.
3. Visi. Suatu institusi harus mengetahui arah organisasi dengan cara mengidentifikasi tentang apa
yang harus dilakukan siapa yang akan melaksanakan.
4. Strategi pelayanan. Merupakan cara yang ditentukan institusi dalam meningkatkan pelayanan
sehingga visi dapat terwujud, Strategi pelayanan tersebut harus memperhatikan: perilaku, harapan,
image, loyalitas, dan alternatif-alternatif dari masyarakat yang dilayaninya.
31 Kasmir., Manajemen Perbankan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm.34
32 Istilah Front Office pada umumnya digunakan untuk menggambarkan bagian atau departemen dari sebuah
perusahaan, atau sistem informasi yang terkait aturan sistem manajemen yang tepat untuk perusahaan. Front-Office
(kadang-kadang disebut juga Front Line) mengacu kepada departemen pada sebuah perusahaan, yang memiliki kontak
langsung dengan klien, seperti tim layanan pemasaran atau layanan klien.
mencerminkan kualitas sikap aparatur tersebut, tetapi juga dari para aparatur di “Back Office”33
yang menghasilkan layanan di belakang layar yang tidak kelihatan oleh masyarakat. Mengapa
dalam konsep pelayanan masyarakat yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah harus dilakukan
oleh seluruh aparatur pemerintah. Karena, semua tugas yang dilakukan oleh setiap pegawai
mengandung unsur pelayanan yang pada gilirannya akan mempengaruhi mutu pelayanan publik
dari instansi dimana aparatur tersebut bekerja yang diterima oleh masyarakat. Dalam kaitan ini
Bharata34 mengatakan terdapat empat unsur penting dalam proses pelayanan publik, yaitu:
1. Penyedia layanan, yaitu pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu kepada
konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan dan penyerahan barang (goods)
atau jasa-jasa (services).
2. Penerima layanan, yaitu mereka yang disebut sebagai konsumen (costomer) atau customer
yang menerima berbagai layanan dari penyedia layanan.
3. Jenis layanan, yaitu layanan yang dapat diberikan oleh penyedia layanan kepada pihak
yang membutuhkan layanan.
4. Kepuasan pelanggan, dalam memberikan layanan penyedia layanan harus mengacu pada
tujuan utama pelayanan, yaitu kepuasan pelanggan. Hal ini sangat penting dilakukan
karena tingkat kepuasan yang diperoleh para pelanggan itu biasanya sangat berkaitan erat
dengan standar kualitas barang dan atau jasa yang mereka nikmati.
Disamping unsur-unsur di atas, M.Irfan Islamy35 mengemukakan beberapa prinsip pokok yang
harus dipahami oleh aparat birokrasi publik, antara lain:
1. Prinsip Aksestabelitas, dimana setiap jenis pelayanan harus dapat dijangkau secara mudah
oleh setiap pengguna pelayanan (misal: masalah tempat, jarak dan prosedur pelayanan)
2. Prinsip Kontinuitas, yaitu bahwa setiap jenis pelayanan harus secara terus menerus tersedia
bagi masyarakat dengan kepastian dan kejelasan ketentuan yang berlaku bagi proses
pelayanan tersebut.
3. Prinsip Teknikalitas, yaitu bahwa setiap jenis pelayanan proses pelayanannya harus
ditangani oleh aparat yang benar-benar memahami secara teknis pelayanan tersebut
berdasarkan kejelasan, ketepatan dan kemantapan sistem, prosedur dan instrumen
pelayanan
4. Prinsip Profitabilitas, yaitu bahwa proses pelayanan pada akhirnya haru dapat dilaksanakan
secara efektif dan efesien serta memberikan keuntungan ekonomis dan sosial baik bagi
pemerintah maupun bagi masyarakat luas.
5. Prinsip Akuntabilitas, yaitu bahwa proses, produk dan mutu pelayanan yang telah diberikan
harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat karena aparat pemerintah itu pada
hakekatnya mempunyai tugas memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada
masyarakat.
Perlu diketahui bahwa kemajuan yang dicapai oleh suatu negara tercermin dari standar pelayanan
yang diberikan pemerintah kepada rakyatnya36. Negara-negara yang tergolong miskin pada

33 Istilah Back Office pada umumnya digunakan untuk menggambarkan bagian atau departemen dari sebuah
perusahaan, atau sistem informasi yang terkait aturan sistem manajemen yang tepat untuk perusahaan. Back-Office
mengacu kepada semua bagian atau departemen sistem informasi di mana pengguna akhir tidak memiliki akses. Oleh
karena itu istilah ini mencakup semua proses internal dalam perusahaan (produksi, logistik, pergudangan, penjualan,
akuntansi, manajemen sumber daya manusia, dll.)
34 Barata, Atep.,. Dasar- dasar Pelayanan Prima. Jakarta : Elex Media. Komputindo, 2004 .hlm.11
35 M. Irfan Islamy., Adminstrasi Negara, Jakarta : Bumi Aksara, 2002, hlm.99
umumnya kualitas pelayanan yang diberikan di bawah standar37 minimal, beberapa faktor yang
menyababkan rendahnya kualitas pelayanan publik, antara lain; (i).Konteks monopolistik, dalam
dalam artian karena tidak adanya kompetisi dari penyelenggara pelayanan publik non pemerintah,
tidak ada dorongan yang kuat untuk meningkatkan jumlah, kualitas maupun pemerataan pelayanan
tersebut oleh pemerintah; (ii). Tekanan dari lingkungan, dimana faktor lingkungan amat
mempengaruhi kinerja institusi yang memberikan pelayanan dalam transaksi dan interaksinya
antara lingkungan dengan organ publik.(iv).Budaya patrimonial, dimana budaya organisasi
penyelenggara pelayanan publik di Indonesia masih banyak terikat oleh tradisi-tradisi politik dan
budaya masyarakat setempat yang seringkali tidak kondusif dan melanggar peraturan-peraturan
yang telah ditentukan. Sedangkan Pada negara-negara berkembang kualitas pelayanan telah
memenuhi standar minimal. Sedangkan di negara-negara maju kualitas pelayanan terhadap
rakyatnya di atas standar minimal.dalam upaya mengejar ketertinggalan dari negara-negara maju,
maka dibentuk undang-undang pelayanan publik yang bertujuan sebagai berikut:
a. terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban,
dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik;
b. terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas
umum pemerintahan dan korporasi yang baik;
c. terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-
undangan; dan
d. terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.38
C.Penutup.

36 Pelayanan yang disediakan Pemerintah kepada masyarakat ada yang bersifat regulative(pengaturan) seperti
mewajibkan penduduk untuk mempunyai KTP, KK. IMB, Akte Kelahiran dan lain sebagainya. Sedangkan bentuk
pelayanan lainnya adalah yang bersifat penyediaan public goods yaitu barang-barang untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat seperti jalan, pasar, rumaha sakit, terminal dan prasarana lainnya. Apapun barang dan regulasi yang
disediakan oleh Pemerintah haruslah menjawab kebutuhan riil warganya. Tanpa itu, pemerintah akan kesulitan dalam
memberikan akuntabilitas atas legitimasi yang telah diberikan kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus
masyarakat.
37 Berikut ini adalah Standar Pelayanan Publik yang baik:a).Pegawai pemerintah yang memberikan
layanan publik harus mampu berempati (ikut merasakan) terhadap masyarakat yang dilayaninya. Ia harus mampu
merasakan apa yang dirasakan oleh masyarakat. Ia dapat membayangkan bagaimana seadainya ia ada pada posisi
masyarakat dan mendapatkan pelayanan buruk dari petugas.b).Pembatasan prosedur. Prosedur harus dirancang
sependek mungkin, dengan demikian konsep one stop shop benar-benar diterapkan.c).Kejelasan tatacara pelayanan.
Tatacara pelayanan harus didesain sesederhana mungkin dan dikomunikasikan kepada masyarakat pengguna jasa
pelayanan.d).Minimalisasi persyaratan pelayanan. Persyaratan dalam mengurus pelayanan harus dibatasi sesedikit
mungkin dan sebanyak yang benar-benar diperlukan.e).Kejelasan kewenangan. Kewenangan pegawai yang
melayani masyarakat pengguna jasa pelayanan harus dirumuskan sejelas mungkin dengan membuat bagan tugas dan
distribusi kewenangan.f).Transparansi biaya. Biaya pelayanan harus ditetapkan seminimal mungkin dan
setransparan mungkin.g).Kepastian jadwal dan durasi pelayanan. Jadwal dan durasi pelayanan juga harus pasti,
sehingga masyarakat memiliki gambaran yang jelas dan tidak resah.h).Minimalisasi formulir. Formulir-formulir
harus dirancang secara efisien, sehingga akan dihasilkan formulir komposit (satu formulir yang dapat dipakai untuk
berbagai keperluan).i).Maksimalisasi masa berlakunya izin. Untuk menghindarkan terlalu seringnya masyarakat
mengurus izin, maka masa berlakunya izin harus ditetapkan selama mungkin.j).Kejelasan hak dan kewajiban
providers dan curtomers. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik bagi providers maupun bagi customers harus
dirumuskan secara jelas, dan dilengkapi dengan sanksi serta ketentuan ganti rugi.k).Efektivitas penanganan
keluhan. Pelayanan yang baik sedapat mungkin harus menghindarkan terjadinya keluhan. Akan tetapi jika muncul
keluhan, maka harus dirancang suatu mekanisme yang dapat memastikan bahwa keluhan tersebut akan ditangani
secara efektif sehingga permasalahan yang ada dapat segera diselesaikan dengan baik.
38 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Lihat Pasal 3
Pendayagunaan aparatur sipil negara pemerintah Indonesia, pada dasarnya adalah pembinaan,
penertiban, dan penyempurnaan aparatur negara baik dari aspek kelembagaan, sumber daya
manusia aparatur, tatalaksana, dan pengawasan. Percepatan pendayagunaan aparatur negara
dilakukan melalui reformasi birokrasi dengan sasaran mengubah pola pikir, budaya kerja39, dan
sistem manajemen pemerintahan, sehingga peningkatan kualitas pelayanan publik lebih cepat
tercapai. Upaya tersebut dilaksanakan secara berkelanjutan dan berkesinambungan yang berujung
pada pelayanan publik yang prima. Pola pikir sebagian besar penyelenggara pelayanan publik,
yang masih ingin dilayani, padahal seharusnya dia menjadi pelayan bagi masyarakat, hal ini
memperburuk pelayanan publik meskipun sarana dan prasarana sudah baik. Kalau pola pikirnya
sebagai pelayan masyarakat, pasti tidak akan begitu terpengaruh jika sarana dan prasarana belum
baik. Oleh karena itu, pemerintah terus mendorong terciptanya reformasi birokrasi, tata laksana,
dan prosedur yang lebih sempurna. Pelayanan publik di Indonesia masih lemah di berbagai sektor,
misalnya masyarakat mengeluhkan tidak tepat waktu pelayanan seperti yang terjadi di Puskesmas,
kelurahan, kecamatan, dinas-dinas, masih terjadi pungutan liar pengurusan ijin dan adminstrasi
lainnya.
Dalam rangka percepatan reformasi birokrasi di bidang pelayanan publik dan sejalan dengan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, terutama dalam melaksanakan
evaluasi kinerja serta dalam upaya mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik, maka
perlu disusun pemeringkatan kinerja pelayanan publik, sebagaimana diamanahkan Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009. Pelaksanaan evaluasi kinerja juga ditujukan untuk memberikan
apresiasi terhadap unit pelayanan yang mempunyai peringkat tertinggi atau telah melaksanakan
pelayanan prima yaitu pelayanan yang cepat, tepat, murah, aman, berkeadilan, dan akuntabel.
Pemberian apresiasi berupa penghargaan sebagai bagian dari pembinaan aparatur negara, sekaligus
merupakan langkah strategis sebagai upaya mendorong perbaikan dalam peningkatan kualitas
pelayanan publik dengan memberikan stimulus atau motivasi, semangat perbaikan, dan inovasi
pelayanan, serta melakukan penilaian untuk mengetahui gambaran kinerja yang obyektif dari unit
pelayanan.
Pelayanan masyarakat menuntut setiap unsur di dalam lembaga pemerintah “mauoun organisasi
sosial masyarakat yang memberikan pelayanan publik”, untuk berempati kepada masyarakat.
Empati mengandung pengertian sebagai kesanggupan terutama dari aparat pelayanan publik
pemerintah untuk menempatkan dirinya sebagai abdi masyarakat dan melihat hal-hal atau
masalah-masalah dari sudut pandangan masyarakat. Melalui empati yang dilakukan oleh ASN atau
aparat organ lainnya itu akan menuntut kesabaran dalam memberikan pelayanan kepada masyarak.
Melayani masyarakat dengan baik adalah merupakan tanggung jawab bagi semua aparat pelayanan
publik, dengan demikian maka setiap aparat pelayanan publik harus melayani masyarakat dan
mempelajari cara meningkatkan keterampilan untuk melayani, termasuk pula di dalamnya adalah
penguasaan terhadap pengetahuan jasa layanan yang diberikan, karena hal ini akan menunjukan
kepada masyarakat bahwa pegawai tersebut adalah seorang profesional yang mengetahui cara
memuaskan dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pengembangan pelayanan publik yang bermutu, tranparan, akuntabel, mudah, murah, cepat, patut
dan adil kepada seluruh masyarakat guna menujang kepentingan masyarakat dan citra pemerintah

39 Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat,
kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku,
cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja
yang baik, serta mendorong partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Maka beberapa kegiatan
pokok yang perlu dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik, antara lain meliputi:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
2. Mendorong pelaksanaan prinsip-prinsip good governance dalam setiap proses pemberian
pelayanan publik;
3. Mengupayakan menghilangkan hambatan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik
melalui deregulasi, debirokratisasi, dan privatisasi;
4. Meningkatkan penerapan sistem kecakapan atau kinerja dalam pelayanan;
5. Memantapkan koordinasi pembinaan pelayanan publik dan pengembangan kualitas aparat
pelayanan publik;
6. Optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pelayanan publik;
7. Mengintensifkan penanganan pengaduan masyarakat oleh Ombudsmen dan instansi
lainnya;
8. Mengembangkan partisipasi masyarakat dalam perumusan program dan kebijakan layanan
publik;
9. Mengembangkan mekanisme pelaporan berkala capaian kinerja penyelenggaraan
pemerintahan kepada masyarakat secara terbuka; dan
10. Tindak lanjut hasil laporan atas kinerja instansi pemerintah.
Kesepuluh hal diatas juga menjadi suatu keharusan diterapkan dilingkungan Perguruan Tuinggi
sebagai bentuk pelayanan kepada massyarakat. Walau pemerintah yang memegang mandat Public
Service Obligation terus berupaya mengoptimalkan dalam memberikan hak bagi warga negara
dalam bentuk "melayani", membantu atau menolong warga negara untuk memenuhi
kebutuhannya, akan tetapi pada titik tertetu pemerintah mengalami keterbatasan sehingga
membutuhkan peran swasta.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mendefinisikan pelayanan
publik sebagai berikut: Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga
negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik.
Pelayanan publik menurut Roth Roth, Gabriel Joseph. 1926. The Privat Provision of Public Service
in Developing Country, Oxford University Press, Washington DC. (1926:1) adalah sebagai berikut
: Pelayanan publik didefinisikan sebagai layanan yang tersedia untuk masyarakat, baik secara
umum (seperti di museum) atau secara khusus (seperti di restoran makanan).
Sedangkan Lewis dan Gilman Lewis, Carol W., and Stuart C. Gilman. 2005. The Ethics Challenge
in Public Service: A Problem-Solving Guide. Market Street, San Fransisco: Jossey-Bass.
(2005:22) mendefinisikan pelayanan publik sebagai berikut: Pelayanan publik adalah kepercayaan
publik. Warga negara berharap pelayanan publik dapat melayani dengan kejujuran dan
pengelolaan sumber penghasilan secara tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Pelayanan publik yang adil dan dapat dipertanggung-jawabkan menghasilkan kepercayaan publik.
Dibutuhkan etika pelayanan publik sebagai pilar dan kepercayaan publik sebagai dasar untuk
mewujudkan pemerintah yang baik.
Terdapat empat unsur penting dalam proses pelayanan publik, yaitu (Bharata, arata, Atep. 2004.
Dasar- dasar Pelayanan Prima. Jakarta : Elex Media. Komputindo.2004:11):
1. Penyedia layanan, yaitu pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu kepada
konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan dan penyerahan barang (goods)
atau jasa-jasa (services).
2. Penerima layanan, yaitu mereka yang disebut sebagai konsumen (costomer) atau customer
yang menerima berbagai layanan dari penyedia layanan.
3. Jenis layanan, yaitu layanan yang dapat diberikan oleh penyedia layanan kepada pihak
yang membutuhkan layanan.
4. Kepuasan pelanggan, dalam memberikan layanan penyedia layanan harus mengacu pada
tujuan utama pelayanan, yaitu kepuasan pelanggan. Hal ini sangat penting dilakukan
karena tingkat kepuasan yang diperoleh para pelanggan itu biasanya sangat berkaitan erat
dengan standar kualitas barang dan atau jasa yang mereka nikmati.
Ciri-ciri pelayanan publik yang baik adalah memiliki unsur-unsur sebagai berikut (Kasmir,
2006:34):
1. Tersedianya karyawan yang baik.
2. Tersedianya sarana dan prasarana yang baik.
3. Bertanggung jawab kepada setiap nasabah (pelanggan) sejak awal hingga akhir.
4. Mampu melayani secara cepat dan tepat.
5. Mampu berkomunikasi.
6. Memberikan jaminan kerahasiaan setiap transaksi.
7. Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang baik.
8. Berusaha memahami kebutuhan nasabah (pelanggan).
9. Mampu memberikan kepercayaan kepada nasabah (pelanggan).
Asas-asas Pelayanan Publik
Terdapat beberapa asas dalam penyelenggaraan pelayanan pemerintahan dan perizinan yang harus
diperhatikan, yaitu (Ratminto dan Winarsih, 2006:245):
1. Empati dengan customers. Pegawai yang melayani urusan perizinan dari instansi
penyelenggara jasa perizinan harus dapat berempati dengan masyarakat pengguna jasa
pelayanan.
2. Pembatasan prosedur. Prosedur harus dirancang sependek mungkin, dengan demikian
konsep one stop shop benar-benar diterapkan.
3. Kejelasan tatacara pelayanan. Tatacara pelayanan harus didesain sesederhana mungkin
dan dikomunikasikan kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan.
4. Minimalisasi persyaratan pelayanan. Persyaratan dalam mengurus pelayanan harus
dibatasi sesedikit mungkin dan sebanyak yang benar-benar diperlukan.
5. Kejelasan kewenangan. Kewenangan pegawai yang melayani masyarakat pengguna jasa
pelayanan harus dirumuskan sejelas mungkin dengan membuat bagan tugas dan distribusi
kewenangan.
6. Transparansi biaya. Biaya pelayanan harus ditetapkan seminimal mungkin dan
setransparan mungkin.
7. Kepastian jadwal dan durasi pelayanan. Jadwal dan durasi pelayanan juga harus pasti,
sehingga masyarakat memiliki gambaran yang jelas dan tidak resah.
8. Minimalisasi formulir. Formulir-formulir harus dirancang secara efisien, sehingga akan
dihasilkan formulir komposit (satu formulir yang dapat dipakai untuk berbagai keperluan).
9. Maksimalisasi masa berlakunya izin. Untuk menghindarkan terlalu seringnya
masyarakat mengurus izin, maka masa berlakunya izin harus ditetapkan selama mungkin.
10. Kejelasan hak dan kewajiban providers dan curtomers. Hak-hak dan kewajiban-
kewajiban baik bagi providers maupun bagi customers harus dirumuskan secara jelas, dan
dilengkapi dengan sanksi serta ketentuan ganti rugi.
11. Efektivitas penanganan keluhan. Pelayanan yang baik sedapat mungkin harus
menghindarkan terjadinya keluhan. Akan tetapi jika muncul keluhan, maka harus
dirancang suatu mekanisme yang dapat memastikan bahwa keluhan tersebut akan ditangani
secara efektif sehingga permasalahan yang ada dapat segera diselesaikan dengan baik.
Prinsip Pelayanan Publik
Penyelenggaraan pelayanan publik juga harus memenuhi beberapa prinsip pelayanan sebagaimana
yang disebutkan dalam Kepmenpan No. 63 Tahun 2003 (Ratminto dan Winarsih, 2007:22) yang
menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus memenuhi beberapa prinsip sebagai
berikut :
a. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
b. Kejelasan
Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal :
1. Persyaratan teknis dan aministratif pelayanan publik.
2. Unit kerja / pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan
dan penyelesaian keluhan/persoalan/ sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik.
3. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
c. Kepastian waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
d. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
e. Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
f. Tanggung jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas
penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan
publik.
g. Kelengkapan sarana dan prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai
termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).
h. Kemudahan akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan
dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
i. Kedisplinan, kesopanan dan keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan
dengan ikhlas.
j. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi,
lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti
parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.
BAB X
KEPEGAWAIAN DAN KEUANGAN NEGARA

Aparatur Sipil Negara (disingkat ASN) adalah istilah untuk kelompok profesi bagi pegawai-
pegawai yang bekerja pada instansi pemerintah. Pegawai ASN terdiri dari Pegawai Negeri
Sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina
kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara
lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Jabatan administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan
pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan. Setiap jabatan administrasi
ditetapkan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Jabatan administrasi terdiri atas:
1. jabatan administrator, bertanggung jawab memimpin pelaksanaan seluruh kegiatan
pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan;
2. jabatan pengawas, bertanggung jawab mengendalikan pelaksanaan kegiatan yang
dilakukan oleh pejabat pelaksana, dan;
3. jabatan pelaksana, bertanggung jawab melaksanakan kegiatan pelayanan publik serta
administrasi pemerintahan dan pembangunan.
Jabatan fungsional[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Jabatan Fungsional Aparatur Sipil Negara
Jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan
pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu. Jabatan
fungsional dalam ASN terdiri atas:
1. jabatan fungsional keahlian, terdiri dari 4 (empat) tingkatan yakni ahli utama, ahli madya,
ahli muda, dan ahli pertama;
2. jabatan fungsional keterampilan, terdiri dari 4 (empat) tingkatan yakni penyelia, mahir,
terampil, dan pemula.
Jabatan pimpinan tinggi[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Jabatan Pimpinan Tinggi Aparatur Sipil Negara
Jabatan pimpinan tinggi adalah sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintah. Jabatan
pimpinan tinggi terdiri atas:
1. jabatan pimpinan tinggi utama;
2. jabatan pimpinan tinggi madya, dan;
3. jabatan pimpinan tinggi pratama.
Hak dan Kewajiban PNS.
PNS berhak memperoleh
1. Gaji, tunjangan, dan fasilitas;
2. Cuti;
3. Jaminan pensiun dan jaminan hari tua;
4. Perlindungan;
5. Pengembangan kompetensi.
PPPK berhak memperoleh
1. Gaji dan tunjangan;
2. Cuti;
3. Perlindungan;
4. Pengembangan kompetensi.
Kewajiban ASN
1. Setia dan taat kepada Pancasila, UUD Tahun 1945, NKRI, dan pemerintah
yang sah;
2. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
3. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang
berwenang;
4. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
5. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran,
kesadaran, dan tanggung jawab;
6. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan
tindakan kepada setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan;
7. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan
8. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah NKRI.
Kelembagaan[sunting | sunting sumber]
Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dalam kebijakan,
pembinaan profesi, dan Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). Untuk
menyelenggaraan kekuasaan dimaksud, Presiden mendelegasikan kepada:
1. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (PAN-RB) berkaitan dengan kewenangan perumusan dan penetapan
kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, serta pengawasan atas
pelaksanaan kebijakan ASN;
2. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) berkaitan dengan kewenangan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan Manajemen ASN untuk
menjamin perwujudan Sistem Merit serta pengawasan terhadap penerapan
asas kode etik dan kode perilaku ASN;
3. Lembaga Administrasi Negara (LAN) berkaitan dengan kewenangan
penelitian, pengkajian kebijakan Manajemen ASN, pembinaan, dan
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ASN; dan
4. Badan Kepegawaian Negara (BKN) berkaitan dengan kewenangan
penyelenggaraan Manajemen ASN, pengawasan dan pengendalian
pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria Manajemen ASN.

Mengacu pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara yang
selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah
dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.
Tentu saja untuk duduk di kursi PNS harus seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang
memenuhi syarat tertentu, yang diangkat sebagai pegawai ASN secara permanen oleh pejabat
pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan di pemerintahan.
Selain PNS, yang berhak menduduki jabatan sebagai ASN adalah Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja (PPPK). Dalam ketentuan pasal 1 ayat 4, yang dimaksud PPPK adalah WNI yang
memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu
dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah.
Terdapat beberapa jabatan di ASN:
1. Jabatan Administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan
pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan. Dalam hal ini, pejabat
pegawai ASN menduduki jabatan administrasi pada instansi pemerintah.
2. Jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan
pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu. Pejabat
fungsional adalah pegawai ASN yang menduduki jabatan fungsional pada instansi pemerintah.
3. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan melaksanakan proses
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dalam menjalankan tugasnya, ASN disebut juga sebagai instansi pemerintah yang bekerja di
instansi pusat dan instansi daerah.
Ruang kerja dalam instansi pusat mencakup di kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian,
kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga non struktural.
Sementara lingkup ASN di instansi daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah
kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah,
dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.

Menjadi pegawai yang bekerja dan juga mengabdi untuk negara (ASN - Aparatur Sipil Negara),
merupakan sebuah target dan cita-cita yang banyak diidam-idamkan oleh sebagian besar Warga
Negara Indonesia. Setiap Warga Negara Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi
bagian dari aparatur negara. Namun, aparatur negara yang dimaksud di sini apakah ASN ataukah
PNS?

Tidak banyak yang mampu memahami dan mengetahui perbedaan dari ASN dan juga PNS.
Meskipun sama-sama bekerja dan mengabdi untuk negara, ternyata kedua golongan ini memiliki
berbagai perbedaan yang layak untuk diketahui. Tak hanya perbedaan dalam artian makna, Anda
juga perlu mengetahui, apakah juga terdapat perbedaan hak dan kewajiban di antara keduanya?

Pengertian ASN dan PNS


ASN adalah seluruh profesi yang dimiliki pegawai negeri sipil (PNS) dan juga para
pegawai pemerintah yang telah melakukan perjanjian atau kontrak kerja pada instansi
pemerintah. Selain itu juga, dipekerjakan untuk berbagai instansi milik negara atau
pemerintahan. Dari sini, dapat dipahami bahwa PNS sudah tentu bagian dari ASN,
tetapi ASN belum tentu PNS.

• ASN yang masuk Kategori PNS


Lalu, siapa saja yang termasuk ASN? ASN dibedakan menjadi dua kategori berbeda, yaitu
PNS dan juga PPPK. Pengertian dari PNS, yaitu WNI yang berdasarkan atas syarat-syarat
yang berlaku, telah diangkat dan ditetapkan sebagai pegawai atau bagian dari ASN oleh
pejabat, yang berfungsi sebagai pembina kepegawaian, dengan tujuan menjabat suatu posisi
di pemerintahan dan bersifat permanen.

• ASN yang masuk kategori PPPK


Lain halnya dengan PPPK atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, yang
merupakan WNI berdasarkan atas syarat-syarat yang berlaku. PPPK telah diangkat untuk
jangka waktu tertentu, sebagai pegawai atau bagian dari ASN, untuk melakukan tugas
pekerjaan pemerintahan tertentu dan bersifat tidak permanen (berdasarkan perjanjian kerja
saja).

Sekilas, kedua golongan ASN ini memiliki kesamaan yang melekat. Pada intinya, ASN baik
itu Pegawai Negeri Sipil maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, merupakan
pegawai yang sama-sama mengabdi untuk negara. Hanya saja, perjanjian jangka waktu
bekerja di antara keduanya yang berbeda. PNS untuk permanen, dan PPPK bersifat
kontrak atau jangka waktu.

Hak Setiap Aparatur Sipil Negara, Baik itu PNS maupun PPPK
Hak yang didapatkan oleh pegawai ASN, antara golongan PNS dan golongan PPPK ternyata
cenderung sama, namun ada satu hal yang membedakan di antara keduanya. Meskipun terdapat
perbedaan, namun keduanya sama-sama memperoleh gaji dan juga tunjangan, yang disesuaikan
berdasar pada ketentuan undang-undang yang diberlakukan untuk ASN.
Selain masalah gaji dan tunjangan ASN, baik itu PNS dan PPPK, sama-sama diberikan hak untuk
mengambil cuti. Peraturan cuti untuk keduanya adalah sama. Kemudian, ASN baik itu PNS dan
PPPK juga memungkinkan untuk memeroleh kesempatan pengembangan kompetensi.

Pengembangan kompetensi tersebut dilakukan dalam rangka mencapai sebuah tujuan.


Adapun, tujuan dari dilakukannya pengembangan kompetensi adalah untuk mendukung dan
meng-update kemampuan dan keterampilan tenaga kerja, sehingga dapat mendukung kelancaran
proses pelaksanaan tugas di waktu yang mendatang. Kemudian, kedua golongan ASN ini juga
sama-sama diberikan fasilitas berupa perlindungan.
Selain kesamaan dalam hal gaji PNS, tunjangan, cuti, kesempatan pengembangan kompetensi,
dan juga dalam hal pemberian fasilitas perlindungan atau asuransi tertentu, ternyata ada satu
hal yang membedakan keduanya. Tak hanya tunjangan bulanan yang didapatkan oleh PNS,
PNS juga memeroleh fasilitas berupa program jaminan pensiun, sekaligus JHT atau jaminan
hari tua.

Hak berupa program jaminan hari tua serta pensiun inilah yang tidak didapatkan oleh
pegawai ASN tipe PPPK. Hal ini disebabkan karena PNS merupakan jenis ASN yang
diangkat sebagai pegawai negeri yang perjanjian kerjanya bersifat permanen, sehingga
memeroleh jaminan program hari tua dan juga pensiun. Berbeda dengan PPPK, yang
diangkat hanya untuk jangka waktu tertentu.

Hak PNS

• Gaji dan tunjangan


• Cuti
• Pengembangan kompetensi
• Perlindungan
• Jaminan pensiun dan jaminan hari tua

Hak PPPK
• Gaji dan tunjangan
• Cuti
• Pengembangan kompetensi
• Perlindungan

Kewajiban ASN
Jika hak di antara PNS dan PPPK berbeda dalam hal program jaminan hari tua serta pensiunan,
apakah lantas kewajiban di antara keduanya juga terdapat perbedaan? Sebagai sesama Aparatur
Sipil Negara, tentu kedua golongan tersebut baik PNS maupun PPPK, tetap memiliki kewajiban
yang sama. Berikut ini rincian kewajiban dari ASN:
1. Taat dan berperilaku setia terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, serta Pemerintah.
2. Bersedia untuk ditempatkan atau dipindahtugaskan di seluruh bagian NKRI.
3. Menerapkan setiap kebijakan yang telah diatur dan dirumuskan oleh berbagai pejabat
pemerintah.
4. Melaksanakan kewajiban dan tugas dinas.
5. Menjaga bersama-sama persatuan dan juga kesatuan bangsa.
6. Melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Menerapkan integritas serta keteladanan dalam berperilaku, bersikap, dan bertindak.

Tidak heran, apabila banyak orang yang memilih bekerja sebagai PNS, ketimbang menjadi
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Hal ini dikarenakan PNS memiliki keterjaminan
hidup yang lebih pasti. Dengan pengangkatan sebagai pegawai yang bersifat permanen, maka
dipastikan selama tidak melanggar peraturan yang berlaku, Anda akan terus bekerja untuk negara
sampai pensiun.

KEUANGAN NEGARA.

Definisi keuangan negara tidak dimuat secara tegas di dalam ketentuan Pasal 23 UUD 1945,
sehingga untuk memahami konteks keuangan negara di dalam Pasal 23 UUD 1945 perlu
melihat dari penafsiran-penafsiran pendapat ahli.

Pada intinya, konteks keuangan negara dalam ketentuan Pasal 23 UUD 1945 dapat dibagi di
dalam 2 (dua) periode yaitu: 1. Periode Pra Amandemen III UUD 1945 dan 2. Periode Pasca
Amandemen III UUD 1945.

Dalam Periode Pra Amandemen III UUD 1945, pengertian keuangan negara hanya ditafsirkan
secara sempit yaitu terbatas pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (“APBN”). Hal
ini dipertegas oleh pendapat Jimly Asshiddiqie (Sengketa Kewenangan Antarlembaga
Negara, Jakarta, Konstitusi Press 2005) yang mengatakan:

“Pengertian anggaran pendapatan dan belanja yang dimaksud dalam UUD 1945
hanya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di tingkat pusat, sehingga
tidak tercakup Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang sama sekali
tidak berkaitan dengan tugas dan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan”.

Sedangkan, dalam Periode Pasca Amandemen III UUD 1945 pengertian keuangan negara
tidak hanya sebatas pada APBN tetapi juga termasuk pada pengertian Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (Arifin P. Soeria Atmadja, Keuangan Publik dalam
Perspektif Hukum; Teori, Praktik, dan Kritik, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2005). Hal ini dikaitkan dengan terjadinya perubahan struktur organisasi dan
kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (“BPK”), di mana dalam Pasal 23 UUD 1945 hasil
pemeriksaan keuangan oleh BPK selain diserahkan kepada DPR (APBN) juga kepada
DPD dan DPRD (APBD) sesuai dengan kewenangannya.

Selanjutnya dalam Pasal 2 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (“UU
17/2003”) dinyatakan bahwa keuangan negara meliputi:

a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan
melakukan pinjaman;
b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara
dan membayar tagihan pihak ketiga;
c. penerimaan negara;
d. pengeluaran negara;
e. penerimaan daerah;
f. pengeluaran daerah;
g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain
berupa uang, surat berharga, piutang barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
negara/perusahaan daerah;
h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan
pemerintah”

Lebih lanjut, Pasal 3 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (“UU 15/2004”) menyatakan bahwa
pemeriksaan oleh BPK mencakup seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 UU 17/2003. Ini berarti objek pemeriksaan keuangan negara tidak hanya
sebatas APBN dan APBD saja, melainkan juga meliputi Badan Usaha Milik Negara
(“BUMN”) dan Badan Usaha Milik Daerah (“BUMD”) yang membawa konsekuensi
pengertian keuangan negara meliputi APBN, APBD, BUMN dan BUMD.

Jika dikaitkan dengan Pasal 23 UUD 1945, maka definisi keuangan negara dalam UU
17/2003 dan UU 15/2004 tidaklah tepat. Karena Pasal 23 UUD 1945 mendefinisikan
keuangan negara hanyalah sebatas APBN dan APBD, sedangkan menurut UU 17/2003 dan
UU 15/2004 juga meliputi BUMN dan BUMD.

2. Sejauh yang Saya ketahui, sampai saat ini belum pernah dilakukan Uji Materi kepada
Mahkamah Konstitusi terkait dengan isu tersebut.

3. Rekomendasi sumber-sumber yang dapat dijadikan rujukan sehubungan dengan teori


keuangan negara:
a. Arifin P. Soeria Atmadja, 2005, Keuangan Negara dalam Perspektif Hukum; Teori,
Praktik dan Kritik, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia;
b. Jimly Asshiddiqie, 2005, Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, Jakarta:
Konstitusi Press;
c. Alfin Sulaiman, 2011, Keuangan Negara Pada Badan Usaha Milik Negara Dalam
Perspektif Hukum, Jakarta: Alumni
4. Secara garis besar skema pengelolaan keuangan negara dapat dijabarkan sebagai berikut:

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU 17/2003, Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang


kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan yang
selanjutnya:

a. dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah
dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
b. dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna
Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
c. diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk
mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
d. tidak termasuk kewenangan di bidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan
dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.

Sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, pemerintah memiliki aparat


pengawas lembaga/badan/unit yang ada di dalam tubuh pemerintah yang mempunyai tugas
dan fungsi melakukan pengawasan yang sering dikenal dengan Aparat Pengawas Intern
Pemerintah (APIP) yang terdiri atas (1) Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), dan (2) Inspektorat Jenderal.

Selain itu Pasal 23 E UUD 1945 mengatakan bahwa dalam rangka memeriksa pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan (BPKP) yang
bebas dan mandiri.

Dalam suatu Negara untuk bisa memperkirakan seberapa banyak anggaran yang diperlukan
di mana dana tersebut dapat menghasilkan sebuah pencapaian yang direncanakan serta
diharapkan. Kamu perlu melakukan pengelolaan keuangan yang merupakan salah satu
langkah penting dalam menjalankan pemerintahan pada suatu Negara dan mencapai tujuan
pengelolaan keuangan negara.
Oleh karena itu, kebijakan pengaturan keuangan ini adalah bentuk kebijakan yang dikerjakan
oleh pemerintah atau pegawai pemerintah untuk melakukan pengelolaan akan keuangan atau
sumber dana untuk digunakan dengan efektif agar menghadirkan manfaat maupun
keuntungan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.
Pengertian Keuangan Negara
Arti dari keuangan negara ialah suatu hak dan kewajiban yang dilihat dari nilai uang dan
segala hal dalam bentuk uang maupun barang bisa dijadikan hak miliki negara. Sedangkan
pengertian keuangan negara berdasarkan Pasal 1 UU No. 17 Tahun 2003 perihal Keuangan
Negara yakni dana negara dapat dimaknai sebagai bentuk kekayaan suatu Negara atau
pemerintahan yang diperoleh dari penerimaan, pinjaman, hutang pemerintah atau bisa juga
dari output pemerintah, misal kebijakan moneter dan fiskal.
Tujuan Pengelolaan Keuangan Negara
adapun tujuan pada pengelolaan keuangan negara sebagai berikut:
▪ Dapat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi suatu negeri
▪ Kestabilan ekonomi terjaga
▪ Memindah tempat sumber-sumber ekonomi
▪ Mendorong kenaikan retribusi pendapatan pemerintah
▪ Menjadi sumber keuangan negara

Berbagai Sumber yang Menjadi Keuangan Negara


Terdapat berbagai sumber penerimaan keuangan pada suatu negara, di antaranya:
Pajak
Pajak sumber penghasilan negara. Photo by Pixabay
Pungutan wajib atau pajak adalah suatu pungutan yang diadakan oleh pemerintah, baik itu
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mengenakan wajib pajak tertentu
menurut Undang-Undang, pemungutan ini merupakan kewajiban sehingga bisa dipaksakan
tanpa adanya imbalan langsung kepada pembayar pajak.
Keuntungan BUMN atau BUMD
Keuntungan BUMN jadi sumber penghasilan negara. Photo by Katadata
Laba atau keuntungan perusahaan BUMN terdiri dari perusahaan baik berupa PMA ataupun
PMDN. Sebagai pemilik BUMN, pemerintah pusat berhak mendapat bagian dari keuntungan
yang diperoleh BUMN. Demikian pula dengan BUMD, sebagaimana pemilik BUMD yakni
pemerintah daerah memiliki hak bagian dari keuntungan BUMD.
Pinjaman
Pinjaman yang didapat pemerintah ini berasal dari penerimaan negara yang dilakukan jika
terjadi defisit atau kekurangan dana. Pinjaman yang dilakukan pemerintah di kemudian hari
akan ditanggung pemerintah, sebab pinjaman ini harus dibayar dengan bunga tertentu.
Perolehan pinjaman didapat dari dalam maupun luar negeri, adapun sumber pinjaman dapat
berasal dari institusi perbankan, institusi non bank dan juga personal atau individu.
Pencetakan Uang
Terkadang pemerintah menutupi defisit anggaran dengan melakukan pencetakan uang, jika
tak ada jalan lain yang dapat diambil oleh pemerintah. Penentuan besarnya jumlah uang yang
perlu dicetak mesti direncanakan dengan cermat, agar pada saat pencetakan uang tidak
menimbulkan inflasi.
Denda Dan Sita
Pemerintah mempunyai hak dalam memungut denda maupun menyita aset yang dimiliki
warga, bila masyarakat tersebut melakukan tindak kejahatan atau melanggar peraturan
pemerintah baik itu kelompok, perorangan, dan juga organisasi.
Sumbangan, Hadiah Dan Hibah
Pendapatan lain yang dapat diperoleh pemerintah yaitu berupa sumbangan, hibah, dan
hadiah. Hal ini di dapat dari institusi, individu, atau pemerintah, bisa dari dalam atau luar
negeri. Di sini pemerintah tak ada kewajiban untuk mengembalikan hibah, sumbangan, serta
hadiah. Sumbangan, hibah maupun hadiah tidak masuk penerimaan pemerintah yang
perolehannya dapat dipastikan. Hal ini tergantung atas kerelaan pihak yang akan
memberikan hadiah, sumbangan, atau hibah.
Penyelenggaraan Undian Berhadiah
Pemerintah bisa menunjuk sebuah instansi tertentu untuk membuat suatu penyelenggaraan
undian berhadiah yang akan menjadi penyelenggara undian tersebut. Adapun nilai yang
diterima pemerintah ialah selisih dari penerimaan uang hadiah dikurangi dengan biaya
operasional dan besarnya jumlah hadiah yang didapat.
Cukai
Cukai adalah pungutan yang dilakukan pemerintah menurut Undang-Undang mengenai
pajak atas barang-barang tertentu, biasanya benda itu mempunyai sifat atau karakteristik
dilakukan pembatasan, pengawasan produksi dan penyebaran atau peredarannya. Sebab
memiliki pengaruh langsung pada ketertiban sosial dan kesehatan. Besarnya beban cukai ini
atas dasar pertimbangan yang bergantung pada tarif cukai, jumlah barang yang kena cukai,
dan harga dasar dari barang terkena cukai.
Banyaknya pemasukan suatu Negara dan tidak sedang dalam keadaan defisit. Sudah dapat
dipastikan masyarakatnya memperoleh kesejahteraan. Hal tersebut bisa terjadi bila tujuan
pengelolaan keuangan Negara berjalan dengan lancar.

BAB XI
PENGFAWASAN ADMINSTRASI NEGARA

Dengan demikian sebagai suatu lembaga kontrol terhadap pemerintah maka pengawasan yang
dilakukan oleh peradilan asministrasi menunjukan ciri-cirinya yang khusu dibandingkan dengan
lembaga kontrol lainnya, misalnya pengawasan fungsional ataupun pengawasan melekat dalam
tubuh administrasi (internal control), atau pengawasan politis oleh lembaga- lembaga perwakilan
rakyat dan lain-lain. Ciri-ciri yang melekat pada lembaga pengawasan di tangan peradilan
administrasi, (yangt dapat kita sebut sebagai suatau "judicila Control") adalah terutama:
1. Bahwa pengakuan itu bersifat external control, karena dilakukan oleh suatu lembaga yang
berada di luar kekuasaan eksekutif.
2. Bahwa pengawasan itu lebih menekankan pada tindakan represif atau lazim disebut control a-
posteriori.
3. Bahwa pengaawasan itu bertitik tolak pada segi legalitas dari tindakan pemerintah yang
dikontrol, yaitu penilaian apakah tindakan tersebut bersifat rechtmatig atau tidak. Sesuai dengan
ciri-ciri tersebut diatas maka dapat dinilai kadar effisiensi dan effektivitas dari judicial control
apabila dibandingkan dengan lembaga-lembaga kontrol yang lain terhadap pemerintah. Namun
perlu diingat dan disadari bahwa suatu judicial control tidak selalu harus berada di tanan peradilan
administrasi yang terpisah dari peradilan umum, sebab seperti halnya di negara-negara yang
mendasarkan pada sistem AngloSaxon yang menerapkan prinsip Rule of Law, maka peranan
kontrol itu berada di tangan peradilan biasa melalui judicial review. Disini kita juga diingatkan
pada perkuliahan almarhum Prof. Djokosoetono ten tang perbedaan maupun persamaan antara
paham Rule of Law dengan Rechtsstaatgedachte, yang masing-masing memrunyai . konsekuensi
sendiri-sendiri dalam sistem paradilan yang diterapkan. Dengan menyadari bahwa pada dasamya
paham Rechtsstaatgedachte adalah terutama stressingnya pada perlindungan individu sehingga
bertitik berat pada paham individualismemaka sering dipertanyakan orang apakah

3) Bandingkan juga dengan makalah yang berjudul -lndooesi.a Negara Hukum, Oleh: Prof. Oemar
Sena Adji SH, dalam Simposium Kebanglcit3n Seman gat 66, diseleoggarakan oleh Universitas
Indonesia pada tanggal 6·9 Mei 1966 di Jakarta. Desember 1991 582 Hukum dan Pembangunan
hakekat peradilan administrasi itu sebetulnyahanya cocok untuk paham individualisme ?
Bukankah seolah-olah di peradilan administrasi tersebut terdapat adanya posisi yang konfrontatif
antara warga (burger dan citoyen) disatu pihak yang lebih lemah melawan aparatur pemerintah
atau penguasa di lain pihak ? Bagaimanakah penerapan suatu idee peradilan administrasi di negara.

Apabila dihubungkan dengan pengawasan terhadap pemerintah, terlihat bahwa pengertian umum
pengawasan masih tetap relevan, alasannya: Pertama, pada umumnya sasaran pengawasan
terhadap pemerintah adalah pemeliharaan atau penjagaan agar negara hukum kesejahteraan dapat
berjalan dengan baik dan dapat pula membawa kekuasaan pemerintah sebagai penyelenggara
kesejahteraan masyarakat kepada pelak sanaan yang baik pula dan tetap dalam batas
kekuasaannya; Kedua, tolok ukurnya adalah hukum yang mengatur dan mem batasi kekuasaan
dan tindakan pemerintah dalam bentuk hukum material maupun hukum formal ( ), serta
rechtmatigheid manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat ( ) ; Ketiga, adanya doelmatigheid
pencocokan antara perbuatan dan tolok ukur yang telah ditetapkan; Keempat, jika terdapat tanda-
tanda akan terjadi penyimpangan terhadap tolok ukur tersebut dilakukan pencegahan; Kelima,
apabila ada pencocokan menunjukkan telah terjadi penyimpangan dari tolok ukur, kemudian
diadakan koreksi melalui tindakan pem batalan, pemulihan terhadap akibat yang ditimbulkan dan
mendisiplinkan pelaku kekeliruan. Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa pengawasan terhadap
segala kegiatan Pemerintah Daerah termasuk Keputusan Kepala Daerah dan Peraturan Daerah,
merupakan suatu akibat mutlak dari adanya negara kesatuan.
Di dalam negara kesatuan kita tidak mengenal bagian yang lepas dari atau sejajar dengan negara,
tidak pula mungkin ada negara di dalam negara. Bahkan dapat dikatakan, tidak ada 12
pemerintahan berotonomi tanpa pengawas an, padahal antara pengawasan dengan desentralisasi
akan memungkinkan timbul nya . Menurut Bagir Manan, spanning 13 untuk menjaga agar kaidah-
kaidah konstitusi yang termuat dalam UndangUndang Dasar dan peraturan perundangundangan
konstitusional lainnya tidak dilanggar atau disimpangi (baik dalam bentuk peraturan perundang-
undangan maupun dalam bentuk tindakan-tindakan pemerintah lainnya), perlu ada badan serta tata
cara mengawasinya. Dalam literatur yang ada terdapat tiga kategori besar pengujian peraturan
perundang-undangan (dan perbuatan administrasi negara), yaitu: (1) Pengujian oleh badan
peradilan ( ), (2) Pengujian oleh badan judicial review 119 11 Paulus Effendi Lotulung, Beberapa
Sistem tantang Kontrol Segi Hukum terhadap Pemerintah, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal
xvi - xvii 12 Irawan Soejito, 1983, Pengawasan terhadap Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala
Daerah,Bina Aksara, Jakarta, 1983, hal 9. 13 Bagir Manan, 1993, Perjalanan Historis Pasal 18
UUD 1945, UNSIKA, Karawang, 1993, hal.3. HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT
VOL. NO. 201 10 2 APRIL 3 Achmad Fauzi : Peran Inspektorat Kabupaten/kota Sebagai Lembaga
Pengawasan ..... yang sifatnya politik ( ), dan political review (3) Pengujian oleh pejabat atau badan
administrasi negara (administrative review).14 Dilingkungan pemerintahan daerah itu sendiri
dibentuk lembaga pengawasan internal yang cukup strategis yaitu Inspektorat Daerah. Hal ini
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 218 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
antara sbb : 1. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh
Pemerimntah yang meliputi : a. Pengawasan atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah; b.
Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. 2. Pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 huruf a dilaksanakan oleh aparat pengawas internal pemerintah sesuai
peraturan perundang-undangan Selanjutnya di dalam Pasal 222 UU No.32 Tahun 2004 diatur
antara lain sebagai berikut: 1. Pembinaan dan pengawasan penyeleng garaan pemerintahan daerah
secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri 2. Pembinaan dan pengawasan
penyeleng garaan pemerintahan daerah untuk kabupaten / kota dikoordinasikan oleh Gubernur. 3.
Pembinaan dan pengawasan penye lenggaraan pemerintahan desa dikoor dinasikan oleh Bupati /
Walikota. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan
Pengawasan Penyelenggaran Pemerintahan Daerah. Pasal 24 mengatur tentang pengawasan : 1.
Pengawasan terhadap urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh Aparat Pengawas
Inaternal Pemerintah sesuai dengan fungsi dan kewenangannnya. 2. Aparat Pengawas Internal
Pemerintah adalah Inspektorat Jenderal Depar temen (sekarang Kementerian) Unit Pengawasan
Lembaga Pemerintah Non Departemen (sekarang Lembaga Pemerintah Non Kementerian), Inspek
torat Provinsi, dan Inspektorat Kabupa ten / Kota. 3. Pelaksanaan pengawasan tersebut dilakukan
oleh pejabat pengawas pemerintah. 4. Pejabat pengawas pemerintah ditetap kan oleh Menteri /
Menteri negara / Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Kementerian ditingkat pusat, oleh Gubernur
ditingkat provinsi, dan oleh Bupati/Walikota ditingkat kabupaten/ kota sesuai dengan peraturan
perundang undangan. Sedangkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Pasal 1
ayat (3) disebutkan bahwa : Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu,
evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap organisasi dalam rangka
memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilak sanakan sesuai dengan tolok
ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam
mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Selanjutnya di dalam pasal 25 Peraturan Pemerintah
No. 79 Tahun 2005 diatur tentang pertanggung jawaban pelaksanaan tugas Inspektur daerah
sebagai berikut : 1. Inspektur Provinsi dalam pelaksanaan tugas pengawasan bertanggung jawab
kepada Gubernur, Inspektur Kabupaten/ Kota dalam pelaksanaan tugas peng awasan bertanggung
jawab kepada Bupati/Walikota. 2. Inspektur Provinsi dalam pelaksanaan 120 HUKUM DAN
DINAMIKA MASYARAKAT VOL. NO. 201 10 2 APRIL 3 Achmad Fauzi : Peran Inspektorat
Kabupaten/kota Sebagai Lembaga Pengawasan ..... 14 Bagir Manan, 2005, Empat Tulisan tentang
Hukum, Program Pascasarjana BKU Hukum Ketatanegaraan, Universitas Padjadjaran, Bandung,
2005, hal 3. Dikutip kembali oleh Ni'matul Huda dalam Negara Hukum, Demokrasi dan Judicial
Review , UII Press, Yogyakarta, hlm. 73. tugas selain tugas pengawasan, mendapat pembinaan
dari Sekretaris Daerah Provinsi dan Inspektur Kabupaten / Kota dalam pelaksanaan t u g a s p e n
g a w a s a n m e n d a p a t pembinaan dari Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota Salah satu penyebab
maraknya korupsi serta buruknya kinerja aparat pemerintahan daerah adalah karena lemahnya
fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah, baik fungsi pengawasan
fungsional yang dilakukan oleh pemerintah pusat (Ke menterian Dalam Negeri / Inspektorat
Jenderal) maupun pengawasan internal yang dilakukan oleh Inspektorat Daerah (Provinsi,
Kabupaten/Kota). Sebetulnya jika disimak dari jangkauan tugas dan wewenang Inspektorat
Daerah dalam melaksanakan tugas pengawasan cukup luas. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam
pasal 11 ayat 3 dan 4 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 yaitu : 1. Inspektorat Provinsi
melakukan peng awasan terhadap: a. Pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah Kabupaten / Kota; b. Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi; dan c.
Pelaksanaan urusan prmerintahan di kabupaten/kota. 2. Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan
pengawasan terhadap: a. Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota; b.
Pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa; dan c. Pelaksanaan urusan
pemerintahan desa. Pengawasan selalu diperlukan bagi seluruh tindakan aparat Pemerintah Pusat
maupun daerah. Tujuan utamanya adalah untuk menghindari terjadinya perbuatan yang merugikan
kepentingan umum, atau setidak-tidaknya untuk menekan se maksimal mungkin hal itu terjadi.
Dalam hal ini pengawasan oleh George.R.Terry dititikberatkan pada tindakan evaluasi serta
koreksi terhadap hasil yang telah dicapai, dengan maksud agar hasil tersebut sesuai dengan
rencana. Tindakan pengawasan tidak dilakukan terhadap suatu proses kegiatan yang sedang
berjalan, akan tetapi justru pada akhir suatu kegiatan, yakni setelah kegiatan menghasilkan sesuatu.
15 Tidak terkecuali terhadap penyelenggaran pemerintahan daerah. Oleh karena itu peran dari
lembaga pengawasan, khususnya lembaga pengawasan internal pemerintah an daerah
(Inspektorat) di kabupaten/kota di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya melakukan
pengawasan terhadap jalannya roda pemerintahan daerah guna terwujudnya tatakelola
pemerintahan daerah yang baik, sangat strategis. Hal ini dikarenakan tugas dan fungsi Inspektorat
Daerah Kabupaten/Kota di dalam melaksanakan tugasnya tidak hanya dalam aspek penggunaan
keuangan / anggaran daerah, akan tetapi pengawasan yang dilakukannya lebih luas lagi yaitu
menyangkut tugas dan fungsi, kinerja, serta disiplin pengawai daerah. Hal ini sebagaimana yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Pasal 49 ayat (6) sebagai berikut:
Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang didanai
dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. Dengan demikian, maka peran
dari lembaga pengawasan internal (Inspektorat) terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah
memiliki makna yang strategis, sebab jika peran lembaga pengawasan internal ini berjalan dan
berfungsi dengan baik, maka tata kelola 121 HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL.
NO. 201 10 2 APRIL 3 Achmad Fauzi : Peran Inspektorat Kabupaten/kota Sebagai Lembaga
Pengawasan ..... 15 Sedarmayanti, Good Governance Dalam Rangka Otonomi Daerah, Mandar
Maju, Bandung, 2003, hal.38. pemerintahan daerah yang baik akan terwujud pula. Tata Kelola
Pemerintahan Yang Baik Asas-asas umum pemerintahan yang baik atau algemene begisselen van
behorlijk bestuur the general of good atau administration merupakan usulan dari Panitia de
Monchy. Dalam kamus bahasa Indonesia, pengertian identik dengan baik patut layak. atau Baik
berarti tidak ada celanya. Pemerintahan yang baik berarti suatu pemerintahan yang teratur, tiada
celanya. Asas-asas umum pemerintahan yang baik itu merupakan asas-asas hukum kebiasaan yang
secara umum dapat diterima menurut rasa keadilan kita yang tidak dirumuskan secara tegas dalam
peraturan-peraturan maupun yang berlaku dari yurisprudensi maupun literatur hukum. Karena itu
asas-asas tersebut harus diperlihatkan pada setiap perbuatan hukum administratif yang dilakukan
oleh penyelengara negara. Dalam Hukum Administrasi Negara dikenal adanya Asas-Asas Umum
Pemerintahan yang Baik (AAUPB) untuk terciptanya good governance. Governance adalah
praktek penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan oleh pemerintah secara umum dan
pembangunan ekonomi pada khususnya. Ada 4 (empat) unsur utama 16 dalam yaitu: akuntabilitas
good governance ( ), kerangka hukum ( accountability rule of law tranparency ), transparansi ( ),
dan keterbukaan ( ). openess 17 Jika mendengar istilah good governance yang ada dibenak kita
hanyalah definisi penyelenggaraan pemerintahan yang baik, tapi penyelenggaraan seperti apa dan
bagaimana hal tersebut dilakukan masih belum dapat dibayangkan. Secara umum penyelenggaraan
yang dimaksud terkait dengan isu transparansi, akun tabilitas publik dan sebagainya. Padahal
untuk mewujudkan pemahaman good governance sebenarnya amatlah pelik dan kompleks, tidak
hanya sekedar memper juangkan transparansi dan akuntabilitas pada level tertentu.18 Pemahaman
terhadap Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik tidak dapat dilepaskan dari kontekas
kesejarahan, di samping dari segi kebahasaan, karena asas ini muncul dari proses sejarah. Asas-
Asas Umum Pemerintahan Yang baik ini berkembang menjadi wacana yang dijadikan kajian para
sarjana dan ini menunjukkan bahwa AAUPB merupakan konsep terbuka ( ). open begrip Ketika
mengawali pembahasan tentang Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik ( AAUPB), H.D. Van
Wijk/Willem Konijnenbelt menulis sebagai b er iku t :“b es tuur s organ en z ijnaangenomen dat
ze bevoegd zijn een bepaald handeling te veeichten-bij hun handelen niet alleen gebonden aan
wettelijke regels, aan het geschreven rech; daarnaast moeten zij het angeschreven recht in acht
nemen. Het ongeschreven rech, dat wil zeggen vooral de algemene beginselen van behoorlijk
bestuur”(Organorgan pemerintahan-yang menerima wewenang untuk melakukan tindakan tertentu
menjalankan tindakannya tidak hanya terikat pada peraturan perundangundangan; hukum tertulis,
di samping itu 122 HUKUM DAN DINAMIKA MASYARAKAT VOL. NO. 201 10 2 APRIL 3
Achmad Fauzi : Peran Inspektorat Kabupaten/kota Sebagai Lembaga Pengawasan ..... 16 Paulus
Efendi Lotulung, Tata Pemerintahan Yang Baik ( Good Governance ) Dalam Korelasinya Dengan
Hukum Administrasi Dalam Buku Administrasi dan Good Governance, Universitas Trisakti,
Jakarta, 2010, hal 37. 17 Ahmad Sukarya, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara
dalam Perspektif Fiqih Siyasah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hal 241. 18 Agus Sutiono dan Ambar
TS, Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Pemerintah Dalam Birokrasi Publik di Indonesia,
Dalam Memahami Good Gavernance Dalam Perspektif Sumber Daya Manusia, Editor, Teguh
Sulistiyani, Gava Media, Yogyakarta, 2011, hal 21-22. organ-organ pemerintahan harus memper
hatikan hukum tidak tertulis, yaitu asasasas umum pemerintahan yang baik).19 Asas umum
penyelenggaraan negara telah diatur di dalam pasal 3 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999
Tentang Penyelenggaraan Negara yang Baik dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang
meliputi 7 asas yaitu: 1. Asas Kepastian Hukum yaitu asas , dalam negara hukum yang meng
utamakan landasan peraturan per undang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap
kebijakan penyelengara negara. 2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara , yaitu asas yang menjadi
landasan keteraturan, keserasian, dan ke seimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara.
3. Umum Asas Kepentingan yaitu asas , yang mendahulukan kesejahteraan umu m de ngan ca r a
a sp ir atif , akomodatif, dan selektif. 4. Asas Keterbukaan yaitu asas yang , membuka diri terhadap
hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi prib adi,
golongan, dan rahasia negara. 5. Asas Proporsionalitas yaitu asas yang , mengutamakan
keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara. 6. Asas Profesionalitas yaitu asas
yang , mengutamakan keahlian yang ber landaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. 7. Asas Akuntabilitas yaitu asas yang , menentukan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggung jawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentu an
peraturan perundang-undangan yang berlaku.20 Asas penyelenggaraan pemerintah an daerah juga
berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara sebagai mana yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 20 ayat (1) yang terdiri dari : a. Asas kepastian hukum b.
Asas tertib penyelenggaraan negara c. Asas kepentingan umum d. Asas keterbukaan e. Asas
proporsionalitas f. Asas profesionalitas g. Asas akuntabilitas h. Asas efisiensi, dan i. Asas
efektivitas. Dengan demikian dapat diartikan bahwa pengelolaan pemerintahan yang ba ik adalah
pros es pelaksana an penyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan secara teratur dan tertib
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya dan dikelola secara transparansi
atau terbuka, profesional, efisien, efektif, proporsional, dan bertanggung jawab. Pengelolaan
pemerintahan daerah kabupaten/kota ini dapat terwujud dengan baik, jika seluruh komponen dan
sistem yang ada di dalamnya mampu bekerja secara maksimal, terutama lembaga pengawasan
internal (Inspektorat Daerah Kabupaten/Kota). Sebab kemampuan kinerja lembaga pengawasan
internal juga turut menentukan keberhasilan pengelolaan tata pemerintahan daerah, mengingat
lembaga ini memiliki jangkauan tugas pengawasan yang cukup luas serta memiliki posisi yang
cukup kuat.

BAB XII
PERADILAN TATA USAHA NEGARA ( PTUN )

A.Pengantar.
Dasar Konstitusionil Pembentukan PTUN.
a.Pasal 24 UUD 1945
(1). Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan
lain-lain badan-badan Kehakiman menurut Undang-Undang
(2). Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan
Undang-Undang.
b. Pasal 10 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1970, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan :
1. Peradilan Umum
2. Peradilan Agama
3. Peradilan Muliter
4. Peradilan Tata Usaha Negara
3. Susunan PTUN
a. Peradilan Tata Usaha Negara merupakan peradilan Tingkat Pertama.
b. Peradilan Tata Usaha Negara, merupakan peradilan Tingkat Banding
c. Mahkamah agung, merupakan Peradilan Tata Usaha Negara Tertinggi, yang berfungsi
sebagai peradilan kasasi.
4. Kekuasaan dan wewenang PTUN
PTUN bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
sengketa tata usaha Negara.
5. Sengketa Tata Usaha Negara adalah :
a. Sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha Negara.
b. Sengketa antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha
Negara baik di pusat maupun di daerah.
c. Sengketa akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha Negara, termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
6. Keputusan Tata Usaha Negara
a. Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha Negara.
b. Yang berisikan tindakan hukum tata usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
c. Yang bersifat konkrit, individual dan final.
d.. Yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang.
7. Teori Tentang Kompetensi PTUN
1. Thorbecke
Ukuran yang digunaklan dalam menentukan peradilan mana yang berwenang ialah ; Pokok
sengketa ( fundamentum petendi).
Bila pokok sengketa terletak dalam lapangan hukum publik, maka hakim
administrasi yang berwenang memutuskannya. Bila pokok sengketa terletak di lapangan hukum
perdata, maka hakim perdata/ hakim biasa yang berwenang.
2. BUYS
Ukuran yang dipakai untuk menenukan kewenangan peradilan ialah : Pokok dalam perselisihan (
obyektum litis ). Bila seseorang dirugikan dalam hak privatnya dan mengajukan ganti rugi, berarti
obyek perselisihannya berupa hak privat, maka perkara tersebut harus diselesaikan oleh hakim
biasa. Meskipun sengketa terletak dalam lapangan hukum publik, bila hak privat yang merupakan
pokok perselisihan maka yang berwenang adalah hakim biasa.
8.Pengajuan Gugatan di PTUN Suatu gugatan dapat diajukan ke PTUN bila memenuhi syarat-
syarat yaitu :
a.Penggugat hanya orang atau badan hukum perdata
b.Tergugat hanya badan atau pejabat pemerintah.
c.Isi gugatan : Keputusan pemerintah yang tertulis konkrit, individual dan final.
d.Isi tuntutan : Penggugat mengajukan tuntutan agar keputusan pemerintah yang disengketakan
dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi atau rehabilitasi.
9.Alasan Gugatan
a.Bila keputusan tata usaha Negara bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku misalnya :
1.Cacat prosedur yaitu cacat dalam tata cara pembuatan keputusan.
2.Cacat mengenai isi keputusan itu.
3.Cacat mengenai wewenang.
b.Bila badan atau pejabat pemerintah pada waktu mengeluarkan keputusan telah menggunakan
wewenangnya untuk tujuan laindari maksud diberikannya wewenang itu. Telah terjadi
penyalahgunaan wewenang (de tournament de pouwier)
c.Bila badan atau pejabat pemerintah pada waktu mengeluarkan atau tidak
mengeluarkan keputusan setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut
dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai pada pengambilan atau tidak mengambil
keputusan tersebut.
10.Keputusan Pengadilan dapat berupa
a.Gugatan ditolak
b.Gugatan dikabulkan
c.Gugatan tidak diterima
d.Gugatan gugur
Bila gugatan dikabulkan, maka keputusan dapat berupa :
a.Pencabutan keputusan pemerintah yang bersangkutan.
b.Dapat memberikan keputusan baru, setelah mencabut keputusan pemerintah yang
bersangkutan.
c.Menerbitkan suatu keputusan dalam hal pemerintah tidak mengeluarkan
keputusan.

Ciri dan karakteristik Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara :


a. Adanya tanggang waktu mengajukan gugatan (asal 55)
b. Terbatasnya tuntutan yang dapat diajukan dalam petitum gugatan penggugat (Pasal 53)
c. Adanya proses dismissal (Rapat Permusyawaratan) oleh Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) (Pasal 62).
d. Dilakukannya pemeriksaan persiapan sebelum diperiksa dipersidangan terbuka untuk
umum (pasal 63).
e. Peranan Hakim TUN yang aktif (dominus litis) untuk mencari kebenaran materil (Pasal
63, 80, 85, 95 dan 103).
f. Sistem pembuktian yang mengarah pada pembuktian bebas yang terbatas (Pasal 107)
Asas – asas hukum Peradilan Tata Usaha Negara?

- Asas praduga Rechmating (Vermoden van rechtmatigheid, prasumptio iustae


causa)
- Asas gugatan pada dasarnya tidak dapat menunda pelaksanaan KTUN yang
dipersengketakan, kecuali ada kepentingan yang mendesak dari penggugat.
- Asas para pihak harus didengar (audi et alteram partem)
- Asas kesatuan beracara dalam perkara sejenis baik dalam pemeriksaan di peradilan
judex facti, maupun kasasi dengan MA sebagai puncaknya.
- Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bebas dari segala
macam campur tangan kekuasaan yang lain, baik secara langsung bermaksud untuk
mempengaruhi keobyektifan putusna peradilan..
- Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan ringan.
- Asas hakim aktif.
- Asas sidang terbuka untuk umum.
- Asas peradilan berjenjang.
- Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapat keadilan.
- Asas obyektifitas.

Tugas Pokok
1. Menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara pada
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN Jakarta), dengan berpedoman pada Undang-
Undang Nomor : 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor : 9 Tahun 2004 jo. Undang-
Undang Nomor 51 Tahun 2009 dan ketentuan dan ketenuan peraturan perundang-
undangan lain yang bersangkutan, serta petunjuk-petunjuk dari Mahkamah Agung
Republik Indonesia (Buku Simplemen Buku I, Buku II, SEMA, PERMA, dll).
2. Meneruskan sengketa-sengketa Tata Usaha Negara ke Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) yang berwenang.
3. Peningkatan kualitas dan profesionalisme Hakim pada Pengadilan Tata Usaha Negara
Jakarta (PTUN Jakarta), seiring peningkatan integritas moral dan karakter sesuai Kode Etik
dan Tri Prasetya Hakim Indonesia, guna tercipta dan dilahirkannya putusan-putusan yang
dapat dipertanggung jawabkan menurut hukum dan keadilan, serta memenuhi harapan para
pencari keadilan (justiciabelen).
4. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga Peradilan guna meningkatan dan
memantapkan martabat dan wibawa Aparatur dan Lembaga Peradilan, sebagai benteng
terakhir tegaknya hukum dan keadilan, sesuai tuntutan Undang-Undang Dasar 1945.
5. Memantapkan pemahaman dan pelaksanaan tentang organisasi dan tata kerja Kepaniteraan
Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, sesuai Keputusan Ketua Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor : KMA/012/SK/III/1993, tanggal 5 Maret 1993 tentang
Organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara.
6. Membina Calon Hakim dengan memberikan bekal pengetahuan di bidang hukum dan
administrasi Peradilan Tata Usaha Negara agar menjadi Hakim yang profesional.
Fungsi
1. Melakukan Pembinaan Pejabat Struktural dan Fungsional Serta Pegawai Lainnya, Baik
Menyangkut Administrasi, Tekhnis, Yustisial Maupun Administrasi Umum.
2. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan tugas dan tingkah laku hakim dan pegawai
lainnya.
3. Menyelenggarakan sebagian kekuasaan negara dibidang kehakiman.
Subjek dan Objek Peratun
a. Subjek
Yang menjadi subjek di peratun adalah Seseorang atau Badan Hukum Perdata sebagai
Penggugat dan Badan atau Pejabat TUN sebagai Tergugat. Mengenai orang (natuurlijk
person) yang dapat menjadi Penggugat, UU PERATUN tidak mengaturnya. Menurut
Indroharto, karena UU PERATUN belum mengatur hal tersebut, maka apa yang berlaku
dalam hukum acara perdata dapat diterapkan pada hukum acara PTUN. Untuk dapat maju
tidak dalam keadaan pailit. Selanjunya mengenai badan hukum perdata yang dapat bertindak
sebagai pihak penggugat dalam ruang lingkup pengertian UU PERATUN ialah Tergugat
adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan
wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau
badan hukum perdata. (vide pasal 1 angka 6). Badan atau pejabat TUN adalah badan atau
pejabat TUN yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. (vide pasal 1 angka 2).
b. Objek
Dari pengertian Keputusan TUN tersebut di atas dapat diambil unsur-unsurnya sebagai berikut:
1. Penetapan Tertulis.
2. Dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN.
3. Berisi tindakan hukum TUN.
4. Berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Bersifat konkret, individual dan final.
6. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Ad. 1. Penetapan tertulis
Penetapan pasal tersebut menggariskan bahwa istilah penetapan tertulis terutama menunjuk
pada isi dan bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN. Keputusan itu
memang diharuskan tertulis, namun yang disyaratkan tertulis bukanlah bentuk formalnya seperti
surat keputusan pengangkatan dan sebagainya. Persyaratan tertulis itu diharuskan untuk
kemudahan segi pembuktiannya. Oleh karena itu sebuah memo atau nota dapat memenuhi syarat
tertulis tersebut dan akan merupakan suatu keputusan badan/pejabat TUN menurut UU ini apabila
sudah jelas:
a. Badan atau pejabat TUN mana yang mengeluarkan;
b. Maksud serta mengenai hal apa tulisan itu;
c. Kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan didalamnya.
Ad. 2. Dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN
Sebagai suatu keputusan TUN, penetapan tertulis juga merupakan salah satu instrumen
yuridis pemerintah yang dikeluarkan oleh badan pejabat TUN dalam rangka pelaksanaan suatu
bidang urusan pemeritahan. Selanjutnya mengenai apa dan siapa yang dimaksud dengan badan
atau pejabat TUN, disebutkan dalam pasal 1 angka 2: “ Badan atau pejabat TUN adalah badan atau
pejabat yang melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Badan atau pejabat TUN disini ukurannya ditentukan oleh fungsi yang melaksanakan yang
diperbuat itu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan suatu
pelaksanaan dari urusan pemerintahan, maka apa saja dan siapa saja yang melaksanakan fungsi
demikian itu, saat itu juga dapat dianggap sebagai suatu badan atau pejabat TUN.
Sedang yang dimaksud urusan pemerintahan adalah segala macam urusan mengenai
masyarakat bangsa dan negara yang bukan merupakan tugas legislatif atau yudikatif. Dengan
demikian apa dan siapa saja tersebut tidak terbatas pada instansi-instansi resmi yang berada dalam
lingkungan pemerintah saja, akan tetapi dimungkinkan juga instansi yang berada dalam
lingkungan kekuasaan legislatif maupun yudikatif, bahkan pihak swasta, seperti BUMN,
Universitas swasta dan yayasan dapat dikategorikan sebagai badan atau pejabat TUN dalam
konteks sebagai subjek di peratun.
Ad. 3. Berisi tindakan hukum TUN
Tindakan hukum TUN adalah perbuatan hukum badan atau pejabat TUN yang bersumber
pada suatu ketentuan hukum TUN yang dapat menimbulkan hak atau kewajiban pada orang lain.
Ad. 4. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kata berdasarkan dalam rumusan tersebut dimaksudkan bahwa setiap pelaksanaan urusan
pemerintahan yang dilakukan oleh badan atau pejabat TUN harus ada dasarnya dalam
peraturan perundangan-undangan yang berlaku, karena hanya peraturan perundang-
undangan yang berlaku sajalah yang memberikan dasar keabsahan (dasar legalitas) urusan
pemerintahan yang dilaksanakan oleh badan atau pejabat TUN (pemerintah). Dari kata
“berdasarkan” itu juga dimaksudkan bahwa wewenang badan atau pejabat TUN
untuk melaksanakan suatu bidang urusan pemerintahan itu hanya berasal atau bersumber
ataupun diberikan oleh suatu ketentuan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Ad. 5. Bersifat konkret, individual dan final
Bersifat konkret artinya objek yang diputuskan dalam keputusan TUN itu tidak abstrak,
tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan, umpamanya pemberhentian si X sebagai
pegawai negeri, IMB yang diberikan kepada si Y dan sebagainya.
Bersifat individual artinya keputusan TUN itu ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik
alamat ataupun hal yang dituju. Kalau yang dituju itu lebih dari seorang, tiap-tiap nama
orang yang terkena keputusan itu disebutkan. Umpamanya keputusan tentang pembuatan
atau pelebaran jalan dengan lampiran yang menyebutkan nama-nama orang yang terkena
keputusan tersebut.
Bersifat final artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum .
Keputusan yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan atau instansi lain belum
bersifat final karenanya belum dapat menimbulkan hak atau kewajiban pada pihak yang
bersangkutan. Umpamanya keputusan pengangkatan seorang pegawai negeri memerlukan
persetujuan dari Badan Kepegawaian Negara.
Ad. 6. Menimbulkan akibat hukum bagi seorang atau badan hukum perdata
Menimbulkan akibat hukum disini artinyamenimbulkan suatu perubahan alam
suasana hukuum yang telah ada. Karena penetapan tertulis itu merupakan suatu tindakan
hukum, maka sebagai tindakan hukum ia selalu dimaksudkan untuk meni,bulkan akibat
hukum yaitu mampu menimbulkan suatu perubahan dalam hubungan-hubungan hukum
yang telah ada, seperti melahirkan hubungan hukum baru, menghapuskan hubungan hukum
yang telah ada, menetapkan suatu status dan sebagainya.
Perluasan :
Pasal 3 UU PERATUN yang biasa disebut KTUN yang bersifat fiktif negatif merupakan perluasan
pengertian KTUN sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 3, yaitu :
1) Apabila badan/pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan keputusan sedangkan hal itu
menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan keputusan tata usaha negara.
2) Jika suatu badan/pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon,
sedangkan jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang2an yang
dimaksud telah lewat, maka badan/pejabat tata usaha negara tersebut dianggap telah menolak
mengeluarkan keputusan yang dimaksud.
3) Dalam hal peraturan perundang2an yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak
diterimanya permohonan, badan/pejabat tata usaha negara yang bersangkutan dianggap telah
mengeluarkan keputusan penolakan.
Mempersempit :
Pasal 49 UU PERATUN merupakan ketentuan yang mempersempit pengertian KTUN
sebagaimana dimaksud pasal 1 angka 3 dengan kata lain mempersempit kompetensi pengadilan,
yaitu : “pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha
tertentu dalam hal keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan :
a. Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa
yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang2an yang berlaku;
b. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang2an
yang berlaku;
Pengecualian ;
Pasal 2 UU PERATUN merupakan pengecualian dari pengertian KTUN, yaitu ; “ Tidak termasuk
dalam pengertian keputusan tata usaha negara menurut Undang2 ini ;
a. Keputusan tata usaha negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;
b. Keputusan tata usaha negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
c. Keputusan tata usaha negara yang masih memerlukan persetujuan;
d. Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan
KUHPidana/KUHAcara Pidana/Peraturan Perundang2an yang bersifat hukum pidana;
e. Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan
berdasarkan ketentuan peraturan pereundang2an yang berlaku;
f. Keputusan tata usaha negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia;
g. Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil
pemilihan umum.”
4. Sengketa TUN
Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara
orang atau badan hukum perdata dengan badan/pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di
daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa
kepegawaian berdasarkan paraturan perundang2an yang berlaku.
Istilah sengketa yang dimaksudkan di sini mempunyai arti khusus sesuai dengtan
fungsi peradilan tata usaha negara yaitu menilai perbedaan pendapat penerapan hukum.
Badan/pejabat tata usaha negara dalam mengambil keputusan pada dasarnya mengemban
kepentingan umum dan masyarakat, tetapi dalam hal /kasus tertentu dapat saja keputusan itu
dirasakan mengakibatkan kerugian bagi orang/badan hukum perdata tertentu. Dalam azas hukum
tata usaha negara kepada yang bersangkutan harus diberikan kesempatan untuk mengajukan
gugatan ke pengadilan.
5. Gugatan :
5.1. Tenggang Waktu Mengajukan Gugatan (Pasal 55)
Pada proses pengajuan gugatan di PTUN yang penting harus diperhatikan dengan
seksama adalah masalah tenggang waktu pengajuan gugatan. Gugatan dapat diajukan hanya dalam
90 hari terhitung sejak saat diterimanya/diumumkannya keputusan badan/pejabat tata usaha
negara. Konsekuensi yuridis akibat tidak dipenuhinya syarat limitatif mengenai tenggang waktu
tersebut, adalah gugatan oleh ketua pengadilan dapat dinayatakan tidak diterima karena gugatan
diajukan sebelum waktunya/lewat waktunya. Bagi penggugat, pengertian sejak saat diterimanya
keputusan (bechikking) yang bersangkutan ini perlu diteliti :
a. Apakah keputusan TUN yang disampaikan memang berupa suatu keputusan TUN yang
positif telah dikeluarkan, ataukah
b. Merupakan keputusan TUN fiktif menurut pasal 3 ayat 2 atau merupakan keputusan TUN
yang memuat pasal 3 ayat 3?
Metode perhitungan tenggang waktu 90 hari untuk pengajuan gugatan adalah meliputi sbb :
a. Untuk keputusan positif (berwujud, pasala 1 angka 3) maka, saat mulai dihitungnya 90
hari adalah menurut bunyi rumusan pasal 55 beserta penjelasannya, yaitu ;
✓ Sejak hari diterimanya Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang digugat itu
yang memuat nama Penggugat.
✓ Sejak hari pengumuman KTUN tersebut dalam hal peraturan dasarnya menentukan
bahwa suatu keputusan itu harus diumumkan.
b. Keputusan fiktif (pasal 3), perhitungan tenggang waktu 90 hari tersebut harus dilihat
apakah dalam peraturan dasarnya ditentukan mengenai batasan tenggang waktu keharusan
badan/pejabat tata usaha negara mengadakan reaksi atas suatu permohonan yang telah
masuk. Sehingga, perhitungan tenggang waktu 90 hari tersebut adalah sbb :
o Dalam hal yang hendak digugat itu merupakan keputusan menurut ketentuan pasal 3
ayat 2, maka tenggang waktu 90 hari dihitung setelah lewat tenggang waktu yang
ditentukan dalam peraturan dasarnya, yang dihitung sejak tanggal diterimanya
permohonan yang bersangkutan.
o Dalam hal yang hendak digugat itu merupakan keputusan menurut ketentuan pasal 3
ayat 3, maka tenggang waktu 90 hari dihitung setelah lewatnya batas waktu 4 bulan,
yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan.
Penundaan Pelaksanaan Keputusan TUN (Schorsing) (pasal 67).
Sebagai menifestasi asas Praduga Rechmatig (het Vermoeden ven rechmatigheid
atau praesumptio iustae causa), prinsip umum yang dianut dalam pasal 1 UU PERATUN
menyebutkan bahwa gugatan tidak menunda/menghalangi dilaksanakannya keputusan
badan/pejabat tata usaha negara serta tindakan badan/pejabat tata usaha negara yang digugat.
Berkaitan dengan prinsip tersebut pasal 67 UU PERATUN menegaskan sbb :
1) Gugatan tidak menunda/menghalangi dilaksanakannya keputusan badan/pejabat tata usaha
negara serta tindakan tata usaha negara yang digugat.
2) Penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan keputusan tata usaha negara
itu ditunda selama pemeriksaan sengketa tata usaha negara sedang berjalan, sampai ada
putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap.
3) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diajukan sekaligus dalam
gugatan yang dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketanya.
4) Permohonan penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ;
a. Dapat dikabulkan apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan
kepentingan penggugat sangat dirugikan jika keputusan tata usaha negara yang digugat itu
tetap dilaksanakan.
b. Tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan
mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut.
Berbeda dengan hukum acara perdata maka dalam hukum acara tata usaha negara,
badan/pejabat tata usaha negara itu selalu berkedudukan sebagai pihak yang
mempertahankan keputusan yang telah dikeluarkannya terhadap tuduhan penggugat bahwa
keputusan yang digugat itu melawan hukum. Akan tetapi selam hal itu belum diputus oleh
pengadilan, maka keputusan tata usaha negara tersebut harus dianggap menurut hukum. Dan
proses di Pengadilan Tata Usaha Negara memang dimaksudkan untuk menguji apakah
dugaan bahwa keputusan tata usaha negara yang digugat itu melawan hukum beralasan atau
tidak. Itulah dasar hukum tata usaha negara yang bertolak dari anggapan bahwa keputusan
tata usaha negara itu selalu menurut hukum, maka hukum acara tata usaha negara yang
merupakan sarana hukum untuk keadaan konkret meniadakan anggapan tersebut, oleh
karena itu, pada asasnya selama hal tersebut belum diputuskan oleh pengadilan, maka
keputusan tata usaha negara yang digugat itu tetap dianggap menurut hukum dapat
dilaksanakan. Akan tetapi dalam keadaan tertentu, penggugat dapat mengajukan
permohonan agar selam proses berjalan, keputusan tata usaha negara yang digugat itu
diperintahkan ditunda pelaksanaanya. Pengadilan akan mengabulkan permohonan
penundaan pelaksanaan keputusan tata usaha negara tersebut hanya apabila ;
a) Terdapat keadaan yang sangat mendesak, yaitu jika kerugian yang akan diderita penggugat
akan sangat tidak seimbang dibanding dengan manfa’at bagi kepentingan yang akan
dilindungi oleh pelaksanaan keputusan tata usaha tersebut; atau
b) Pelaksanaan keputusan tata usaha negara yang digugat itu tidak ada sangkut pautnya dengan
kepentingan umum dalam rangka pembangunan
6.2. Permohonan Acara Cepat (pasal 98)
Dalam UU PERATUN Pasal 98 disebutkan ;
1) Apabila terdapat kepentingan penggugat yang cukup mendesak yang harus dapat
disimpulkan dari alasan2 permohonannya, penggugat dalam gugatannya dapat memohon
kepada pengadilan supaya pemeriksaan sengketa dipercepat/ kepentingan penggugat
dianggap cukup mendesak apabila kepentingan itu menyangkut keputusan tata usaha negara
yang berisikan misalnya perintah pembongkaran bangunan/rumah yang ditempati
penggugat. Sebagai kriteria dapat digunakan alasan2 pemohon, yang memang dapat
diterima. Yang dipercepat bukan hanya pemeriksaanya melainkan juga putusannya.
2) Ketua pengadilan dalam jangka waktu 14 hari setelah diterimanya permohonan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) mengeluarkan penetapan tentang dikabulkan/tidak dikabulkan
permohonan tersebut.
3) Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal 98 ini, tidak dapat
digunakan upaya hukum.
Pemeriksaan dengan hakim tunggal. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan dengan
hakim tunggal. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pasal 98 ayat (1) tersebut di
atas dikabulkan, Ketua pengadilan dalam jangka waktu 7 hari setelah dikeluarkannya
penetapan sebagaimana dimaksud pasal 98 ayat (2) menentukan hari, tempat dan waktu
sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud dalam pasal
63 dari UU PERATUN. Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian bagi kedua belah
pihak, masing2 ditentukan tidak melebihi 14 hari.
Karakteristik Hukum Acara Peratun
Ciri utama yang membedakan Hukum Acara PERATUN di Indonesia dengan Hukum Acara
Perdata/Hukum Acara Pidana adalah hukum acaranya secara bersama-sama diatur dengan hukum
materiilnya yaitu dalam UU No. 5 Tahun 1986 jo. UU No. 9 Tahun 2004.
Selain ciri utama tersebut di atas, ada beberapa ciri khusus yang menjadi karakteristik
Hukum Acara peratun yaitu antara lain sbb:
1. Asas praduga rechmatig (vermoeden van rechmatigheid = praesumptio iustae causa).
Asas ini mengandung makna bahwa setiap tindakan penguasa harus dianggap sah
(rechtmatig) sampai ada pembatalannya. Dengan asas ini, gugatan tidak menunda
pelaksanaan KTUN yang digugat (pasal 67 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986).
2. Asas pembuktian bebas (vrij bewijs). Hakim menetapkan beban pembuktian. Asas ini
dianut pasal 107 UU No. 5 Tahun 1986 hanya saja dibatasi ketentuan pasal 100.
3. Asas keaktifan hakim (active rechter = dominus litis). Keaktifan hakim dimaksudkan
untuk mengimbangi kedudukan para pihak karena tergugat adalah pejabat tata usaha
negara sedangkan penggugat adalah orang/badan hukum perdata. Penetapan pasal ini
antara lain terdapat dalam ketentuan pasal 58, 63 ayat 1 dan 2, 80 dan 85.
4. Asas erga omnes. Sengketa tata usaha negara adalah sengketa hukum publik. Dengan
demikian putusan pengadilan Tata Usaha Negara berlaku bagi siapa saja, tidak hanya bagi
para pihak yang bersengketa.
5. Perbedaan Hukum Acara Peratun dan Hukum Acara Perdata
Setelah memahami karakteristik Hukum Acara PTUN, maka perlu pula dipahami beberapa
perbedaannya dengan Hukum Acara Perdata. Beberapa hal yang membedakan antara
Hukum Acara tersebut antara lain:
1. Objek Gugatan
Dalam Hukum Acara Perdata objek gugatan meliputi perbuatan melawan hukum dan wan
prestasi, sedangkan dalam Hukum Acara PTUN objek gugatannya adalah Surat
Keputusan Tata Usaha Negara (Vide pasal 1 angka 3)
2. Tenggang Waktu Gugatan
Pasal 55 menentukan bahwa gugatan hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 90 hari
terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara.
3. Tahapan Proses Berperkara
Beberapa tahapan proses berperkara yang dimiliki oleh Hukum Acara PTUN, tidak ada
dalam HAP. Tahapan tersebut adalah penelitian administrasi, dismissial prosedur dan
pemeriksaan persiapan.
4. Tuntutan
Dalam HAP tuntutan bisa berupa mohon pelaksanaan/pembatalan perjanjian, ganti rugi
dll. Dalam HAPTUN hanya ada satu tuntutan pokok yaitu pernyataan batal/tidak sah
suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Ganti rugi merupakan tuntutan tambahan dan bisa
dimintakan tapi ada batasan yang tegas yaitu minimal Rp. 250.000 dan maksimal Rp.
5.000.000 (vide PP 43 Tahun 1991). Untuk sengketa kepegawaian dimungkinkan adanya
tuntutan tambahan rehabilitasi.
5. Putusan Verstek
HAP mengenal putusan vestek sedangkan HAPTUN tidak mengenal putusan verstek.
6. Rekonpensi
Dalam HAPTUN tidak dikenal gugat balik (rekonpensi), karena kedudukan penggugat
dan tergugat adalah tetap dan objek sengketa berupa surat keputusan.
7. Peranan Pengadilan Tinggi
Dalam HAP peranan Pengadilan Tinggi selalu sebagai Pengadilan tingkat Banding,
tidaklah demikian halnya dalam HAPTUN, karena untuk kasus2 yang harus melalui
prosedur banding administratif maka Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berfungsi
sebagai Tingkat Pertama.

Pertemuan Ke- empatbelas.


Sistem Pemerintahan Menurut Perspektif Islam
A. Kedaulatan
Bentuk kedaulatan yang hakiki berada di tangan syara'. Yang berasal dari kata as-siyadah atau
kedaulatan tersebut memiliki bukti, bahwa kedalatan tersebut adalah di tangan syara' dan bukan
di tangan umat. Tentang fakta tersebut bisa dibuktikan, bahwa kata as-siyadah yang bermakna
kedaulatan itu sebenarnya aadalah istilah Barat. Sedangkan yang dimaksud dengan kata as-
siyadah tersebut adalah yang menangani (mu'waris) dan menjalankan (musayyir) suatu
kehendak atau aspirasi (iradah) tertentu.
Sehingga yang menangani dan mengandalikan aspirasi individu adalah syara' bukan individu
itu sendiri dengan sesukannya, melainkan aspirasi individu itu ditangani dan dikendalikan
berdasarkan perintah-perintah dan larangan Allah. Dalil yang berkaitan dengan kedaulatan ini,
Firman Allah pada suat an-nisaa'ayat: 65, yaitu:
Artinya: "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak
merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya."
Firman Allah yang lain berkaitan dengan ini dalam surat an-nisa' ayat: 59 yaitu:
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. kemudian ji. ka kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya."
Oleh karena itu yang berkuasa di tengah-tengan umat dan individu serta yang manangani dan
mengendalikan aspirasi umat dan individu itu adalah apa yang di bawa Rasulullah, sehingga
umat dan individu itu harus tundukkepada syara', karena itu kedaulatan ditangan syara'.

B. Batasan-batasan Operasional yang ada didalam Negara Islam.

Sebuah Negara (daulah islamiyah) bebas beroperasi, mengurus permasalahan kenegaraan dan
menentukan sistem pemerintahan tetapi tetap dalam rambu-rambu syariah.
Setiap orang wajib menjalankan perintah pemimpin atau atasan baik perintah tersebut disenangi
ataupun tidak selaam perintah tersebut tidak menyuruh atau mengarahkan kepada perbuatan
maksiat.Adapun maksud dari perbuatan maksiat tersebut yaitu perbuatan dengan jelas-jelas
melanggar syari'at dan seorang pemimpinpun tidak boleh bersikap otoriter dalam menjalankan
perintah atau memutuskan perkara. Dan seharusnya Negara mengekang system yang taat terhadap
pemimpin kerena seorang pemimpin yaitu orang yang memerintah dan masyarakat wajib untuk
menuruti perintah yang di berikan oleh pemimpin, baik itu di senangi maupun tidak.Islam juga
menjelaskan untuk tidak mematuhi secara berlebihan dalam artian yaitu patuh buta. Demikian
Islam berusaha menciptakan kesadaran untuk berani dan bertanggung jawab, patuh terhadap
pemimpin dengan adanya batasan-batasan . Menyangkut ketaatan (kepatuhan) rakyat kepada
pemimpin juga memiliki batasan, sejauh penguasa tidak memerintah kepada kemaksiatan

Bentuk lembaga pemerintahan dan wilayah kerjanya masing-masing. Dalam kajian figh
siyasah kekuasaan legislatif disebut juga dengan al-sulthah al-tasyri'iyah yaitu pemerintah Islam
dalam membuat dan menetapkan hukum. Menurut islam tidak seorangpun berhak menetapkan
suatu hukum yang akan diberlakukan bagi umat Islam. Hal ini ditegaskan sendiri oleh Allah dalam
surat Al-An'am yaitu: "Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al
Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. tidak ada padaku apa (azab) yang kamu
minta supaya disegerakan kedatangannya. menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia
menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik".
Dalam wacana figh siyasah istilah al-sulthah al-tasyri'iyah digunakan untuk menunjukkan salah
satu kewenangan atau kekuasaan pemerintah Islam dalam mengatur masalah kenegaraan,
disamping kekuasaan ekskutif (al-sulthah al-tanfidziyah) dan kekuasaan yudikatif (al-sulthah al-
qadha'iyah). Dalam konteks ini, kekuasan legislatif berarti kekuasaan atau kewenangan pemerintah
Islam untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan dan dilaksanakan oleh masyarakatnya
berdasarkan ketentuan yang telah diturunkan Allah Swt. Dengan demikian unsur-unsur legislasi
dalam Islam meliputi:

1. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan
dalam masyarakat Islam.
2. Masyarakat Islam yang akan melaksanakannya.
3. Isi peraturan atau hukum itu sendiri yang harus sesuai dengan nilai-nilai Syari'at Islam..
Jadi dengan kata lain dalam al-sulthah al-tasyri'yah pemerintah melakukan tugas siyasah syar'iyah
untuk membentuk suatu hukum yang akan diberlakukan di dalam masyarakat Islam demi
kemaslahatan umat Islam, sesuai dengan ajaran Islam. Sebenarnya pembagian kekuasaan dengan
beberapa kekhususan dan perbedaan telah terdapat dalam pemerintah Islam sebelum pemikir-
pemikir Barat merumuskan teori mereka tentang trias politica. Ketiga kekuasaan ini yaitu
kekuasaan tasyri'iyah (legislatif), kekuasaan tanfidziyah (ekskutif) dan kekuasaan qada'iyah
(yudikatif) yang telah berjalan semenjak Nabi Muhammad di Madinah. Sebagai kepala negara,
Nabi membagi tugas-tugas tersebut kepada para sahabat yang mampu yang mengusai pada bidang-
bidangnya.meskipun secara umum, semuanya bermuara kepada Nabi juga. Dalam perkembangan
selanjutnya, pelaksanaan tugas-tugas tersebut pun berkembang dan berbeda-beda sesuai dengan
perbedaan masa dan tempat.
Adapun kewenangan dan tugas dari pada kekuasaan legislatif adalah kekuasaan yang terpenting
dalam pemerintahan Islam, karena ketentuan dan ketetapan yang dikeluarkan lembaga legislatif
ini akan dilaksanakan secara efektif oleh lembaga eksekutif dan dipertahankan oleh lembaga
yudikatif dan peradilan. Orang-orang yang duduk di lembaga legislatif ini terdiri dari para
mujtahid dan ahli fatwa (mufti) serta para pakar dalam berbagai bidang. Karena menetapkan
syariat sebenarnya hanyalah wewenang Allah, maka wewenang dan tugas lembaga legislatif hanya
sebatas menggali dan memahami sumber-sumber syari'at Islam, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Nabi
dan menjelas hukum-hukum yang terkandung didalamnya.undang-undang dan peraturan yang
akan dikeluarkan oleh lembaga legislatif harus mengikuti ketentuan-ketentuan kedua syariat Islam
tersbut.
Oleh karena itu terdapat dua fungsi lembaga legislatif. Pertama, dalam hal-hal yang ketentuannya
sudah terdapat didalam nash , undang-undang yang di keluarkan oleh al-sulthan adalah undang-
undang ilahiyah yang di syari'atkan-Nya dalam al-qur'an. Kedua, melakukan penalaran kreatif
(ijtihad) terdapat permasalahan-permasalahan yang secara tegas dijelaskan oleh nash. Disinilah
perlinya al-sulthah al-tasyri'yah tersebut diisi oleh para mujtahid dan para ahli fatwa sebagaimana
dijelaskan diatas.

Kewenangan lain dari lembaga legislatif adalah dalam bidang keuangan negara. Dalam masalah
ini, lembaga legislatif berhak mengadakan mengawasan dan mempertanyakan perbendaharaan
negara, sumber devisa dan anggaran pendapatan dan belanja yang dikeluarkan negara, kepala
negara selaku pelaksana pemerintahan. Disamping itu Mahmud Hilmi, Pemerintah mempunyai
kewenangan di bidang politik. Dalam hal ini, lembaga legislatif berhak melakuka control atas
lembaga ekskutif, bertanya dan meminta penjelasan kepada eksekutif tentang suatu hal,
mengemukakan pandangan untuk didiskusikan dan memeriksa birokrasi.
D. Tujuan-tujuan dalam membentuk Negara.

Negara Islam harus mengambil fungsi membasmi syubuhat pemikiran, bid'ah dan segala wacana
dan praktek kebatilan lain. Sebab seorang amirul mukminin memiliki kewenangan luas untuk
melakukan nahi munkar di tengah masyarakat. Amirul mukminin paling bertanggung-jawab
terhadap masalah ini karena ia didukung setidaknya oleh dua barisan; ulama dan prajurit. Tidak
ada orang lain yang memiliki kekuatan sebesar itu.
Syubuhat pemikiran menjadi tugas ulama untuk mengoreksinya hingga tuntas agar masyarakat
tidak terkotori pikirannya dengan paham-paham sesat. Hal ini disebabkan kemunkaran yang
bersumber dari akal pikiran hanya bisa dibongkar oleh ulama. Demikian juga dengan bid'ah dan
takhayul. Yang dibutuhkan dari penguasa (Negara Islam) adalah dukungan kekuaatannya, agar
ulama bisa melaksanakan perannya tersebut dengan maksimal.
Adapun kebatilan dan kemunkaran yang nyata dan dikenali oleh masyarakat awam, negara Islam
bertugas mengarahkan dan mendorong mereka untuk membasminya, dengan cara menegakkan
supremasi hukum. Allah berfirman dalam surat an al-hajj ayat 41 yaitu: Artinya: "Orang-orang
yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembah
yang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar;
dan kepada Allah-lah kembali segala urusan."
Dan diterangkan juga pada ayat al-Hadid ayat:65 yaitu: Artinya:"Sesungguhnya Kami telah
mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan
bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.
dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi
manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang
menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah
Maha kuat lagi Maha Perkasa."
Secara sederhana, fazlurrahman merumuskan tujuan negara islam adalah untuk mempertahankan
keselamatan dan integritas negara, memelihara terlaksananya undang-undangdan ketertiban serta
membangun negara itu sehingga setiap warganya menyadari kemampuan masing-masing dan
menyumbangkan kemampuannya itu demi terwujudnya kesejahteraan seluruh warga negara.
Sesuai dengan tujuan negara menciptakan kemaslahatan bagi seluruh manusia, maka negara
mempunyai tugas-tugas penting untuk merealisasikan tujuan tersebut. Pertama, tugas
menciptakan perundang-undangan yang sesuai dengan ajaran islam.Untuk melaksanakan tugas ini,
maka negara memiliki kekuasaan legislative (al-sulthan al-tasyri'iyah).Kedua, tugas melaksanakan
undang-undang. Untuk melaksanakannya negara memiliki kekuasaan eksekutif (al-sulthan al-
tanfidziyah).Ketiga, tugasmempertahankan hukum dan perundang-undangan yang telah
diciptakan oleh lembaga legislatif.

E. Proses Pembentukan Negara.


Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa negara itu terbentuk karena lanjutan dari keinginan manusia
bergaul (solidaritas) antara seseorang dengan lainnya dalam rangka menyempurnakan segala
kebutuhan kebutuhan hidupnya, baik itu dalam rangka mempertahankan diri maupun menolak
musuh. Semakin luas pergaulan manusia dan semakin banyak pula kebutuhannya, maka bertambah
besar kebutuhannya kepada suatu organisasi negara yang akan melindungi dan memelihara
keselamatan hidupnya. Biasanya ketika masyarakat itu teratur karena cita-cita yang sama atau
karena satu keyakinan dan kepercayaan, sehingga menimbulkan perasaan senasib seperuntungan
dan seperjuangan, mereka akan membentuk suatu umat tersendiri.
Menurut Fazlur Rahman, karena keinginan semacam inilah, maka terbentuk sebuah negara Islam,
karena menurut teori Islam, kata "Fazlur Rahman", negara dapat dibentuk apabila sekelompok
orang yang telah menyatakan bersedia melaksanakan kehendak Allah, seperti negara yang pernah
dibentuk oleh Rasulullah bersama pengikutnya. Denganadanya kesediaan kelompok orang
semacam itu berarti telah membentuk suatu umat muslim. Proses berdirinya negara semacam ini
bias melalui sebuah perjuangan panjang seperti Pakistan, yang berusaha memisahkan diri dari
negara India yang mayoritas Hindu. Jadi, proses berdirinya Islam adalah atas adanya kehendak
dari kaum Muslimin untuk melaksanakan perintah Allah.
Proses pembentukan negara ditinjau dari masa Rasulullah, yaitu ketika Nabi membuat
pembentukan komunitas Madinah dan negara madinah, ketika itu Nabi sampai ke Madinah dan
diterima baik oleh penduduk Madinah, Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak
baru dalam sejarah Islam pun dimulai.Berbeda dengan periode Mekkah, periode Madinah, Islam,
merupakan kekuatan politik.Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak
turun di Madinah.Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama,
tetapi juga sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan,
kekuasaan spiritual dan duniawi. Kedudukannya sebagai Rasul secara otomatis merupakan sebagai
Kepala Negara.Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan Negara baru itu, nabi segera
meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama , pembangunan Masjid, selain
untuk tempat shalat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum Muslimin dan
mempertalikan jiwa mereka. Masjid pada masa Nabi juga berfungsi sebagai pussat
pemerintahan. Dasar kedua ,Ukhuwah Islamiah, persaudaraan sesama musllim. Nabi
mempersaudarakan golongan Muhajirin dengan Anshar. Ini berarti menciptakan suatu bentuk
persaudaraan yang baru yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan
beersasarjan darah. Dasar ketiga, hubungan persahabatan sengan pihak-pihak lain yang tidak
beragama islam.

F. Sifat-sifat yang harus dimiliki pada aparatur negara

1. Islam
2. Adil
3. Amanah
4. Sempurna akal dan fisik
5. Professional
6. Bermoral
7. Takwa

G. Hak-hak dasar-dasar warga negara

Hak sebagai warga Negara dibagi kepada dua, yaitu: hak politik dan hak umum.

1. Hak Politik

Hak politik dibagi menjadi dua, yaitu:


a. Hak untuk dipilih
Hak ini didasarkan pada musyawarah yang bedasarkan hukum syara'. Dan setiap orang
memilki hak ini.
b. Hak memiliki
Maksudnya setiap pegawai memiliki hak atas pekerjaan yang sudah dikerjakan nya
(memperoleh gaji, tunjangan dan lain-lain).
2. Hak- Hak Umum
Hak ini dibagi menjadi dua
a. Hak hidup
Hak hidup merupakan hak setiap orang dan tidak boleh seseorang menghalangihak hidup
orang lain.
b. Hak kemuliaan
Setiap manusia mempunyai kehormatan (kemulian) yang telah diberi Allah terhadap seluruh
manusia. Dan orang yang fasikh, mengingkari peraturan dalam suatu Negara tidak ad
kehormatran baginya.
c. Hak hurriyah ( hak kebebasan / kmerdekaan)
Hak ini memiliki batasannya yang diatur dalam islam, tidak bebas dengan sebebas bebasnya,
apabila hak itu dilanggar maka hak tersebut telah gugurnya padanya, sedangkan hak beragama
sesuai dengan kepercayaannya
d. Hak persamaan
Manusia mimiliki derajat yang sama, tidak ada lebih antar satu dengan lainya (QS. An nahl
ayat 90).
e. Hak bekerja
Seseorang pegawai harus bekerja dengan memakmurkan bumi.( QS. Hud ayat 61)
d. Hak memiliki
Hak atas apa yang dia usahakan (kerjakan), hasil dari usahanya tetapi diatur oleh syariah hak
atasnya tersebut, seperti wajib atas usahanya itu.

H. Kewajiban negara atas rakyatnya

Dalam hal membahas tugas seorang pemimpin Islam, tidak ada suatu kesepakatan para ulama
yang merinci apa saja yang menjadi tugas seorang pemimpin, sebagai contoh maka akan di
kemukakan, tugas-tugas pemimpin (khalifah) menurut Al- Mawardi adalah:

1. Memelihara kebutuhan agama sesuai dengan prinsip- prinsipnya yang establish, dan
ijmak generasi salaf, jika muncul perbuatan bid'ah atau orang sesat yang membuat
syubhat tentang agama, ia menjelaskan hujjah kepadanya sesuai dengan hak-hak dan
hukum yang berlaku, agar tetap terlindungi dari usaha penyesata.
2. Menerapkan kepada dua pihak yang berperkara, dan menghentikan perseturuan diantara
dua pihak yang berselisih, agar keadilan menyebar secara merata
3. Melidungi wilayah Negara dan tempat-tempat suci, agar manusia dapat leluasa sbekerja ,
dan berpergian ke tempat manapun dengan aman dari ganguan jiwa dan harta
4. Menegakkan supremasi hukum (hudud) untuk melindungi larangan-larangan Allah, dari
upaya pelanggaran terhadapnya, dan melindungi hak-hak hamba-hambanya dari upaya
pelangaran dan pengrusakan kepadanya.
5. Melindungi daerah-daerah perbatasan dengan benteng yang kokoh, dan kekuatan yang
tangguh sehingga musuh tidak mampu mendapatkan celah untuk menerobos guna
merusak kehormatan, atau menumpahakan darah orang muslim, atau orang-orang yang
berdamai dengan orang muslim (mu'ahid).
6. Memerangi orang yang menentang Islam setelah sebelumnya didakwahi hingga ia masuk
Islam atau masuk dalam perlindungan kaum muslimin ( ahlu zimmah ), agar hak Allah
terealisir yaitu kemenangan atas seluruh agama
7. Mengambil Fa'i (harta yang didapat kaum muslim tanpa pepenganrangan) dan sedekah
(zakat) sesuai dengan yang diwajibkan syariat secara tekstual atau ijtihad tanpa rasa takut
dan paksa.
8. Menentukan gaji dan apasaja yang diperlukan dalam Baitul Mal (kas negara) tanpa
berlebih-lebihan , kemuidian mengeluarkan tepat pada waktunya, tidak mempercepat dan
menunda pengeluarannya.
9. Mengangkat orang-orang terlatih untuk menjalankan tugas-tugas, dan orang-orang yang
jujur untuk mengurusi masalah keuangan, agar tugas-tugas tersebut dikerjakan oleh
orang-orang yang ahli, dan keuangan dipegang oleh orang-orang yang jujur.
10. Terjun langsung menangani segala persoalan dan menginpeksi keadaan (sidak), agar ia
sendiri yang memimpin ummat dan melindungi agama, tugas-tugas tersebut tidak dapat
didelegasikan kepada orang lain dengan alasan sibuk istirahat atau ibadah.

Ada tiga kunci yang dapat kita pegang agar sistem pemerintahan tersebut bisa dinamakan sistem
pemerintahan yang islami.
1. Dalam surat An-Nisa’ Ayat 59
‫ٱلرسُو ِل إِن كُنتُم‬‫ٱَّلل َو ه‬ ِ ‫ٱلرسُو َل َوأ ُ ْولِي ٱۡلَم ِر مِنكُ ۖۡم فَإِن تَ َٰنَزَ عتُم فِي شَي ٖء فَ ُردُّوهُ إِلَى ه‬ ‫َٰيََٰٓأَيُّ َها ٱلهذِي َن َءا َمن َُٰٓواْ أَطِيعُواْ ٱَّلله َ َوأَطِيعُواْ ه‬
٥٩ ‫يًل‬ ‫س ُن تَأ ِو ا‬َ ‫ر َوأَح‬ٞ ‫تُؤمِ نُونَ ِبٱَّلله ِ َوٱليَو ِم ٱۡلَٰٓخِ ِۚ ِر َٰذَلِكَ َخي‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Dalam surat ini kata kuncinya iyalah ْ‫ أَطِي ُعوا‬yang artinya taat. Taat di sini diperuntukkan tidak
hanya untuk Jundiyah (bawahan/staf) saja melainkan untuk semua dari Jundiyah hingga Qiyadah.
Taatnya kepada siapa saja, di ayat tersebut taat dibagi menjadi tiga :Alloh, Rosul dan Ulil Amri.
Yang artinya di sini taat kepada Alloh (menjalani semua perintahnya dan menjauhi larangannya,
dan aturan yang dibuat tidak bertentangan dengan aturan Alloh). Taat yang kedua ialah taat kepada
Rosul (menjadikan rosul sebagai tauladan bagi kita semua dalam menjalankan aktivitas sesuai apa
yang beliau jalankan). Nah, yang ketiga ini di qur’an surat An-Nisa’ ini mengapa tidak
menggunakan kata ْ‫ أَطِيعُوا‬padahal dalam kalimat sebelumnya semua menggunakan kata
‫ٱَّلل َوأَطِيعُواْ ه‬
tersebut ‫ٱلرسُو َل‬ َ ‫ أَطِيعُواْ ه‬baik Alloh maupun Rosul. Karena kita umat islam wajib taat
kepada Alloh dan Rosul, sedang pada ulil amri kita harus melihat dulu seperti apa dia (ketaatan
dia kepada Alloh dan Rosul) bila tidak taat (mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan
aturan Alloh) maka umat islam tidak diperkenankan untuk menaatinya.
2. Dalam surat An-Nisa’ 58
۞ َ‫ٱَّلل نِ ِع هما يَ ِعظُكُم ِب ۗٓ َِٰٓۦه ِإنه ٱَّلله َ كَان‬
َ ‫اس أَن تَحكُ ُمواْ ِبٱل َعد ِۚ ِل ِإ هن ه‬ ِ َ‫ِإ هن ٱَّلله َ يَأ ُم ُركُم أَن ت ُ َؤدُّواْ ٱۡل َ َٰ َم َٰن‬
ِ ‫ت ِإلَ َٰ َٰٓى أَه ِل َها َو ِإذَا َحكَمتُم بَي َن ٱلنه‬
٥٨ ‫ص ٗيرا‬ ِ َ‫سمِي َۢعَا ب‬ َ
Artinya :Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Dari ayat yang sebelumnya kuncinya ialah taat karena semua umat islam yang beriman mestinya
dia taat kepada Alloh dan Rosulnya. Sedang kata kunci yang kedua ini ialah amanah. Syarat
amanah sendiri yaitu beriman, orang yang beriman mesti amanah. seperti halnya dalam hadist
Rasululloh SAW bersabda:
“Tidak ada iman jika dia tidak amanah”
Amanah di sini artinya semua manusia bertanggungjawab atas apa yang telah menjadi tugasnya di
muka bumi ini. Di sinilah letak amanah berfungsi sebagai kenyamanan, Karena akan memberikan
keamanan bagi umat manusia walaupun dengan beragam agama.
3. Selanjutnya dalam surat As-Syuro’ ayat 38
٣٨ ‫ُور َٰى بَينَ ُهم َو ِم هما َرزَ ق َٰنَ ُهم يُن ِفقُو َن‬
َ ‫صلَ َٰوةَ َوأَم ُرهُم ش‬
‫َوٱلهذِي َن ٱستَ َجابُواْ ل َِربِ ِهم َوأَقَا ُمواْ ٱل ه‬
Artinya : Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.
Kata kunci yang selanjutnya dalam pemerintahan islam yakni syuro’ atau musyawarah. Nah di sini
dalam segala urusan Alloh SWT memerintahkan untuk dimusyawarahkan dalam memutuskan
perkaranya. Konsep ini sangatlah penting bagaimana keputusan itu tidak bersifat otoriter tanpa
melihat dampak secara meluas, walaupun manusia sendiri adalah makhluk paling sempurna yang
dianugrahkan oleh Alloh memiliki otak untuk berfikir, akan tetapi menusia memiliki keterbatasan
pula yang banyak khilaf dan lupa. Kalau dengan konsep musyawarah ini aka nada berbagai
gagasan, pemikiran dan wawasan dari masing-masing agar tercapainya sebuah mufakat. Yang
mana itu akan meminimalisir timbulnya keputusan yang otoriter (menyebabkan ketimpangan).
Dari ketiga ayat tersebut sudah cukup untuk bisa dikatakan sebagai dasar pemerintahan yang islami
dengan adanya 3 syarat tadi, yakni:
1. Taat
2. Amanah
3. Syuro’
Akan tetapi dari penjabaran di atas akan timbul pertanyaan :
1. Apakah negara yang mayoritas penduduknya islam (Indonesia) saat ini telah menjalankan
sistem pemerintahan yang islami? Jelas jawabnya ialah belum sepenuhnya. Karena 3 syarat
tadi belum terpenuhi. Rasionalisasinya :Koruptor masih merajalela.
2. Kemudian negara singapura yang maju dan tidak ada korupsi di pemerintahannya apa bisa
disebut Islami? Jawabnya :tidak, walaupun negaranya maju dan tidak ada korupsi, akan
tetapi jika di dalamnya tidak ada ketaatan kepada Alloh dan Rosul maka negara tersebut
tidak menjalankan sistem pemerintahan yang Islami
Dengan begitu selama sistem pemerintahan yang ada ini memenuhi tiga syarat tersebut, maka tidak
perlu untuk mengganti namanyapun itu sudah merupakan sistem pemerintahan yang islami. Jadi
agar negara ini tentram, damai dan tidak ada kerusakan sesuai keinginan kita bersama, tidak perlu
mengganti nama sistem pemerintahan yang ada saat ini, baik itu monarki, republik, khilafah atau
yang lain itu sama saja, jika tidak menjalankan minimal 3 syarat tersebut, maka sistem
pemerintahan itu belum bisa dikatakan sebagai sistem pemerintahan yang islami.
DAFTAR REFFERENSI

Ridwan HR., Hukum Adminstrasi Negara Edisi Revisi., Depok: PT. RajaGrafindo Persada, 2018
Alfin Sulaiman, 2011, Keuangan Negara Pada Badan Usaha Milik Negara Dalam Perspektif
Hukum, Jakarta: Alumni).
A.Hamid Attamimi., Teori Perundang-undangan Indonesia, Makalah Pidato pada Upacara
Pengukuhan Jaabatan Guru Besar Tetap di Fakultas Hukum UI, Jakarta, 25 April 1992.

Arifin P Soeria Atmadja., Mekanisme Pertanggungjawaban Keyangan Negara, Jakarta: Gramedia,


1986.
Bagir Manan., Konvensi Ketaatanegaraan, Bandung: Armico,1982

---------------,. Hubungan Antara Pusat dan Daerah Berdasarkan Asas Desentralisasi Menurut UUD
1945, Disertasi , Disertasi, Bandung: Universitas Padjajaran, 1990.

---------------., Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia, Jakarta : IndHill.Co,1992.

--------------, dan Kuntana Magnar, Peranan Peraturan Perundang-undangan dalam Pembinaan


Hukum Nasiolnal, Bandun g: Armico, 1987.

--------------,. Sistem dan Teknik Pembuatan Peraturan Perundanng-undangan Tingkat Daerah,


Bandung: LPPM Universitas Islam Bandung, 1995.

--------------,. Peranan Hukum Adminstrasi Negaara dalam Pem,nentukan Peraturan Perunddang-


undangan, Makalah pada Penataran Nasional Hukum Adminstrasi Negara, Fakulktas Hukum
UNHAS Makasar, 31 Agustus 1995.

Indroharto., usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Buku I,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993.

Jazim Hamidi., Penerapam Asas-Asas Umum Penyyelenggaraan Pemerinntahan Yang Layak


(AAUPL) di Lingkungan Peradilan Adminstrasi Indonnesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.

SF Marbun dan Moh. Mahfud MD., Pokok-pokok Hukum Adminstarsi Negara, Yogjakarta:
Liberty,1987.

---------------.,Peradilan Tata Usaha Negara, Yogjakarta, Liberty,1988

----------------., Peradilan Admiinstrasi dan Uapaya Admiinstratif di Indonesia., Yogjakarta:


Liberty, 1997.

----------------,. Et.al., (ED) Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Adminstrasi negara, Yogjakarta:


UII Press, 2001.
Philippus M Hadjon., et.al. Pengantar Hukum Adminstrasi Negara Indonesia. Yogjakarta: Gasjah
Mada University Press, 1993.

Prajudi Atmosudirdjo., Hukum Admonstrasi Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981.

Jimly Asshiddiqie.2005, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Serpihan Pemikiran
Hukum,Media dan Ham, Jakarta:Konstitusi Press (KONpress),

---------------, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia Revisi, Konstitusi Press.2005

--------------, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia,Jakarta,Jilid I, Jakarta: PT Bhuana Ilmu


Populer, 2007.

--------------.Gagasan Konstitusi Sosial, Institusionalisasi dan Konstitusionalisasi Kehidupan


Sosial Masyarakat Madani, Jakarta: Pustaka LP3ES Lembaga Penelitian, Pendidikan
dan Penerangan Ekonomi dan Sosial.2015

--------------. Trajutisna Mustafa Ali. Hasbullah Muhammad Saad, ed, Sumber Daya Manusia
Untuk Indonesia Masa Depan, Jakarta : Mizan, 1997.

--------------, Hukum Tata Negara dan Oilar-pilar Demokrasi, Serpihan Pemikiran Hukum,Media
dan Ham, (Jakarta : Konstitusi Press (KONpress), 2005),

-------------, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia,Jilid II (Jakarta :PT.Bhuana Ilmu


Populer, 2007)

-------------, Peradilan Konstitusi di Sepuluh Negara, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012)

-------------, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2014)

--------------, Gagasan Konstitusi Sosial, Institusionalisasi dan Konstitusionalisasi Kehidupan


Sosial Masyarakat Madani, (Jakarta: Pustaka LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan
dan Penerangan Ekonomi dan Sosial), 2015).

-------------, Peradilan Etika dan Etika Konstitusi, Perspektif Baru Tentang Rule of Law and Rule
of Ethiek, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2015)

--------------, Komentar Atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2009)

--------------dan M..Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, (karta: Konstitusi Press, 2006)

Kartini Kartono.1990. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta; CV. Rajawali Press.

Maswardi Rauf, Perkembangan UU Bidang Politik Pasca Amandemen UU1945, “Struktur


Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945” yang
disajikan dalam Seminar dan Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional VIII yang
diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional di Denpasar, Bali, pada
tanggal l4-18 Juli 2003

Miriam,Budiardjo.2000, Dasar-dasar Ilmu Politik. Cet.2. Jakarta: Gramedia.

Moh Mahfud MD.2008, Demokrasi dan Konsitusi di Indonesia, Studi Tentang Interaksi Politik
dan Kehidupan Ketatanegaraan, Jakarta, cetakan ke dua.

-----------------------.2010, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta:Rajawali


Pers.

MiftahThoha.1994, Kepemimpinan dalam Manajemen. (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.

Muchlis Hamdi.2002, Bunga Rampai Pemerintahan,Jakarta : Yasif Watampone.

M.Natsir.1988, Demokrasi Di Bawah Hukum, Jakarta: Penerbit Media Dakwah, cetakan kedua.

Mukti Fadjar ND dan Yulianto Achmad.2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Hukum
Empiris, Yogjakarta:Pustaka Pelajar.

Ni’matul Huda.2014, Desentralisasi Asimetris Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia


Kajian Terhadap Daerah Istimewa, Daerah Khusus, dan Otonomi Khusus, Bandung :
Nusa Medika.

Pagon, M., E. Banutai and U Bizjak.2008. Leadership Competencies For Successful Change
Management. A Preliminary Study Report. Slovenian Presidency of the EU.

Pasolong, Harbani, 2013, Kepemimpinan Birokrasi, Bandung: Alfabet.

Poespowardojo, S dan Hardjatno, N. J. M. T.2010. Pancasila Sebagai Dasar Negara Dan


Pandangan Hidup Bangsa. Pokja Ideologi. Lemhannas, Jakarta.

Riana Susmayanti.2012, Hukum Pemerintahan Daerah:Wakil Kepala Daerah, Modul, Universitas


Brawijaya.

Robbins, Stephen P.2010. dan Coulter, Mary. Manajemen edisi kesepuluh. Jakarta: Erlangga.

Rusydi Hamka.2016, Pribadi Dan Martabat Buya Hamka, ( Jakarta : PT Mizan Publika

Samuel P. Huntington.2006, Gelombang Demokratisasi Ketiga, Jakarta: PT. Midas Surya


Grafindo.

Sadu, Wasistiono.2006, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Fokusmedia,


Bandung.
Sadu Wasistiono.2004,Desentralisasi, Demokratisasi, Dan Pembentukan Good Governace, dalam
Syamsuddin Haris dkk, Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Naskah Akademik dan
RUU Usulan LIPI, Jakarta : Pusat Penelitian Politik LIPI bekerjasama dengan
Partnership for Governance Reform in indonesia (PGRI), Cetakan kedua.

Siagian., Proses Pengolahan Pembangunan Nasional, (Jakarta: PT. Gunung Agung

Soerjanto Poespowardojo dkk.2008, Materi Pancasila dan UUD 1945, Pancasila sebagai dasar
negara dan pandangan hidup bangsa, Lemhannas, Jakarta.

Sunoto. Mengenal Filsafat Pancasila Melaloui Pendekatan Metafisika, Logika dan Etika,
Yogjakarta, PT Hanindita Graha Wijaya.

Syamsul Arifin.2012, Leadership Ilmu dan Seni Kepemimpinan Jakarta: Mitra Wacana Media.

Republik Indonesia, Undang-Unndanng Nommor 30 Tahun 2014 Tenntang Admminnsttrasi


Pemerinnttahan.

Republik Indonesia, Undang-Unndanng Nommor 9 Tahun 2004 Tenntang Perubahan Attas


Undanng-Undanng Nomor 5 Tahun 1986 Tenntanng Peradilan Tata Usaha Negara.

Republik Indonesia, Undang-Unndanng Nommor 25 Tahun 2009 Tenntang Pelayanan Publik.

Republik Indonesia, Undang-Unndanng Nommor 28 Tahun 1999 Tenntang Pemerinntahh Yang


Bersih Dann Bebabs Korupsi Kolusi dan Neppotismme.

Republik Indonesia, Undang-Unndanng Nommor 23 Tahun 2006 Tenntang Admminnsttrasi


Kependudukan.

Republik Indonesia, Undang-Unndanng Nommor 2 Tahun 2014 Tenntang Aparatur Sipil Negara.

Anda mungkin juga menyukai