Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Penilaian Mata Kuliah Hukum Perundang-undangan
Kelas B
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
FAKULTAS HUKUM
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Mari
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Peraturan Perundang-undangan Lokal”.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan ikhtisar ini. Untuk itu disampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan ikhtisar ini.
Terlepas dari semua itu, telah disadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka dapat
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ini. Akhir
kata diharapkan semoga makalah dengan judul “Peraturan Perundang-undangan Lokal” ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penulis.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II ISI 4
2.2.2 Pembahasan 6
3.1 Kesimpulan 12
3.2 Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
ditegaskan, bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. Hal tersebut bermakna bahwa
Negara Indonesia bukan Negara yang berdasar atas kekuasaan (machstaat). Dengan demikian
dalam Negara hukum, pengembangan hukum berupa ilmu di bidang perundang-undangan
dapat mendorong fungsi pembentukan peraturan perundang-undangan yang sangat diperlukan
kehadirannya. Demikian pula bahwa pengembangan hukum berupa ilmu di bidang
perundang-undangan dilakukan untuk mewujudkan Indonesia sebagai Negara hukum, dan
dalam hubungan ini negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang
dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang
menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh karena itu wajib dilakukan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara
terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin
perlindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat atas peraturan perundang-undangan yang baik, perlu dibuat peraturan mengenai
pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan dengan cara dan metode
yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membentuk
peraturan perundang-undangan.
Pembentukan peraturan perundang- undangan ini diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011
tentang Pembentukan peraturan perundang-undangan. UU ini memiliki materi muatan baru,
yaitu antara lain: Pengaturan Naskah Akademik sebagai suatu persyaratan dalam penyusunan
RUU atau Raperda Provinsi dan Raperda Kab/Kota; Pengaturan mengenai keikutsertaan
Perancang peraturan perundang-undangan, peneliti, dan tenaga ahli dalam tahapan
pembentukan peraturan perundang- undangan. Berdasarkan Pasal 64 ayat (3) UU Nomor 12
tahun 2011 yang menentukan bahwa ketentuan mengenai perubahan terhadap teknik
penyusunan peraturan perundang-undangan diatur dengan Peraturan Presiden. Oleh karena
itu, pada tahun 2014 dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
1
Perundang-undangan. Pada hakikatnya Peraturan Presiden ini mestinya menjadi dasar dalam
teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. Akan tetapi, pada kenyataannya masih
banyak Kab/Kota yang membuat atau membentuk peraturan perundang-undangan tidak
berdasarkan peraturan perundang-undangan terbaru. Kalau pembentukan peraturan
perundang- undangan ini tidak berdasarkan ketentuan yang sah, maka dianggap batal demi
hukum.
2
4. Mengetahui Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Kab/Kota.
5. Mengetahui Pengundangan Peraturan Daerah Provinsi dan Kab/Kota.
3
BAB II
ISI
1. Otonomi penuh : semua urusan dan fungsi pemerintahan yang menyangkut baik
menyangkut isi substansi maupun tata cara penyelenggaraannya (dalam bahasa sehari-
hari disebut otonomi)
2. Otonomi tidak penuh : daerah hanya menguasai tata cara penyelenggaraan,tetapi tidak
menguasai isi pemerintahannya(tugas pembantuan, medebewind atau zelfbestuur ).
4
2.2 Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Provinsi dapat berasal dari Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi atau Gubernur. Dalam hal Raperda Provinsi berasal dari
DPRD, maka pembicaraan/pembahasannya dilakukan dengan :
a. Persetujuan;
b. Persetujuan Dengan Pengubahan; Atau
c. Penolakan.
Keputusan penolakan hanya ada pada hasil rapat paripurna DPRD Provinsi yang
memutuskan usulan raperda tersebut, bukan pada saat pembahasan pasal per pasal. Dalam
pembahasan raperda yang berasal dari DPRD, bisa saja ditolak oleh pansus. Sebagai contoh
dimana ada 4 buah Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang masuk Prioritas Legislasi
Daerah (Prolegda) 2016 diusulkan oleh DPRD NTB melalui prakarsa Badan Pembentukan
Peraturan Daerah (Bapemperda) atau lebih sering disebut Baperda. Namun dari 4 usulan
DPRD tersebut, hanya satu Raperda saja yang disetujui. Sedangkan 2 Raperda lainnya ditolak
atau dikembalikan dan 1 Raperda ditunda oleh Pansus.
5
2.2.1 Penyusunan
Ketentuan mengenai tata cara penyusunan Program Legislasi Daerah (Prolegda) Provinsi
berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan Prolegda Kab/Kota. Perencanaan
Raperda meliputi kegiatan:
a. Penyusunan Prolegda;
b. Perencanaan penyusunan Raperda kumulatif terbuka; dan
c. Perencanaan penyusunan Raperda di luar Prolegda.
Pembahasan Raperda Provinsi dilakukan oleh DPRD Provinsi bersama Gubernur untuk
mendapatkan persetujuan bersama melalui tingkat-tingkat pembicaraan, yakni tingkat I dan
II.
Dalam hal rancangan Peraturan Daerah Provinsi berasal dari DPRD seperti dalam
pertanyaan Anda, maka dilakukan dengan:
Pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus dilakukan
bersama dengan Gubernur atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya.
6
Tingkat-tingkat pembicaraan dilakukan dilakukan dalam rapat komisi/panitia/badan/alat
kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.
Sedangkan, dalam hal Raperda Provinsi tidak mendapat persetujuan bersama antara DPRD
Provinsi dan Gubernur, Raperda Provinsi tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam
persidangan DPRD Provinsi masa sidang itu. Jadi, mekanisme selanjutnya adalah
pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak. Raperda Provinsi yang telah disetujui
bersama oleh DPRD Provinsi dan Gubernur disampaikan oleh pimpinan DPRD Provinsi
kepada Gubernur untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Provinsi.
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama
oleh DPRD Provinsi dan Gubernur. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang sedang
dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD Provinsi dan
Gubernur. Itu artinya, jika masih berupa Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, maka masih
ada kemungkinan untuk ditarik kembali sebelum ditetapkan dan diundangkan.
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang telah disetujui bersama oleh DPRD Provinsi
dan Gubernur disampaikan oleh pimpinan DPRD Provinsi kepada Gubernur untuk ditetapkan
menjadi Peraturan Daerah Provinsi. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan
bersama.
7
dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah. Peraturan perundang-undangan mulai berlaku dan
mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam
Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
8
Penyusunan penjelasan atau keterangandan/atau Naskah Akademik untuk Raperda
Kab/Kota yang berasaldari anggota DPRD, komisi, gabungan komisi, atau Balegda, di
koordinasikan oleh Balegda. Penyusunan Naskah Akademik Raperda Kab/Kota
dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Naskah Akademik sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
2) Penyusunan Perda di Lingkungan Pemda Kab/Kota.
3) Penyusunan Perda di Lingkungan DPRD Kab/Kota.
2.3.2 Pembahasan Raperda yang berasal dari Bupati/Walikota dan DPRD Kab/Kota
9
b. Permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan rapat
paripurna. Dalam hal persetujuan tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk
mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
2) Pendapat akhir Bupati/Walikota. Dalam hal Raperda Kab/Kota tidak mendapat
persetujuan bersama antara DPRD Kab/Kota dan Bupati/Walikota, Raperda
Kab/Kota tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPRD Kab/Kota
masa sidang itu.
Penarikan kembali Raperda Kab/Kota oleh DPRD Kab/Kota, dilakukan dengan
keputusan pimpinan DPRD Kab/Kota dengan disertai alasan penarikan. Raperda
Provinsi yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan
bersama DPRD Kab/Kota dan Bupati/Walikota. Penarikan kembali Raperda
Kab/Kota hanya dapat dilakukan dalam rapat paripurna DPRD Kab/Kota yang
dihadiri oleh Bupati/Walikota. Raperda Kab/Kota yang ditarik kembali tidak dapat
diajukan lagi pada masa sidang yang sama.
Raperda Kab/Kota yang telah disetujui bersama oleh DPRD Kab/Kota dan
Bupati/Walikota disampaikan oleh pimpinan DPRD Kab/Kota kepada Bupati/Walikota
untuk ditetapkan menjadi Perda Kab/Kota. Penyampaian Raperda Kab/Kota dilakukan
dalam jangka waktu paling lama 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
Terhadap Raperda Kab/Kota yang disampaikan Pimpinan DPRD Kab/Kota, Sekda
Kab/Kota menyiapkan naskah Perda Kab/Kota dengan menggunakan lambang negara
pada halaman pertama. Raperda Kab/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan
membubuhkan tanda tangan. Penandatanganan Raperda Kab/Kota oleh Bupati/Walikota
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal Raperda
Kab/Kota tersebut disetujui bersama oleh DPRD Kab/Kota dan Gubernur.
1
Perda Kab/Kota atau nama lainnya dibuat dalam rangkap 4 (empat). Pendokumentasian
naskah asli Perda Kab/Kota disimpan oleh:
a. DPRD;
b. Sekda;
c. Biro hukum Kab/Kota berupa minute; dan
d. Pemrakarsa.
1
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
1
SESI TANYA DAN JAWAB
1. Ummi Latifah (2019200025) : Apakah ada hal-hal tertentu yang dapat membatalkan
perancangan raperda tersebut?
Merujuk kepada ketentuan Pasal 250 dan 251 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah (UU Pemda), hanya ada tiga alasan suatu perda dapat dibatalkan baik
secara komulatif maupun alternatif. Yakni apabila perda tersebut bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; kepentingan umum dan/atau;
kesusilaan.
Evaluasi harus dilakukan terhadap rancangan perda meliputi RPJPD, RPJMD, APBD,
perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak daerah, retribusi
daerah, dan tata ruang daerah sebelum ditetapkan dan diundangkan menjadi perda.
Kewajiban evaluasi tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah jo Pasal 91 ayat (2) Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah jo Pasal 157 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya
3. Dhiya Salma (2019200187) : Dalam materi dalam materi disebutkan pemandangan umum
fraksi terhadap raperda. tolonng di jelaskan pemandangan umum tersebut berupa apa dan
bagaimana?
Pemandangan umum dimana pandangan dari setiap fraksi terhadap apa yang di rapatkan
1
5. Ersa Laura Adlia 2019200071: apakah kepala daerah menurut uu dapat mengajukan
rancangan peraturan daerah di luar program pembentukan peraturan daerah, kalau bisa
atas alasan apa?
Dalam ketentuan Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, mengatur bahwa dalam keadaan tertentu,
DPRD atau Gubernur dapat mengajukan rancangan peraturan daerah di luar prolegda.
Dalam Undang-Undang 12 tahun 2011 menyebutkan kriteria bahwa pengajuan rancangan
peraturan daerah di luar propemperda dilaksanakan untuk mengatasi keadaan luar biasa,
keadaan konflik, atau bencana alam; akibat kerjasama dengan pihak lain; dan keadaan
tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu rancangan peraturan daerah
yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani
bidang legislasi dan biro hukum.
6. Siapakah yang dapat membatalkan peraturan daerah provinsi Seandainya perda tersebut
nyata nyata bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi?
Pasal a quo memberikan kewenangan kepada gubernur dan menteri untuk membatalkan
peraturan daerah (perda) yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang
lebih tinggi, kepentingan umum, dan atau kesusilaan, pada tingkatan kabupaten atau kota
maupun provinsi dan juga terhadap peraturan gubernur atau bupati atau walikota.
1
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2015 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah.