Anda di halaman 1dari 18

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LOKAL

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Penilaian Mata Kuliah Hukum Perundang-undangan

Kelas B

Dosen Pengampu :

Dr. A. Kahar Maranjaya, S.H., M.H.

Disusun Oleh :

Sekar Arrum 2019200062

Aprida Azizah 2019200055

Erviana Rahayu 2019200092

Ziad Sallum Atmanagara 2019200202

Muhammad Wahyu Dwiprasetyo 2019200214


Rivaldo 2019200203

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

FAKULTAS HUKUM

2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Mari
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Peraturan Perundang-undangan Lokal”.

Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan ikhtisar ini. Untuk itu disampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan ikhtisar ini.

Terlepas dari semua itu, telah disadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka dapat
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ini. Akhir
kata diharapkan semoga makalah dengan judul “Peraturan Perundang-undangan Lokal” ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Jakarta, 29 Oktober 2021

Penulis.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Masalah 2

BAB II ISI 4

2.1 Pengertian Peraturan Perundang-undangan Lokal 4

2.2 Rancangan Peraturan Daerah Provinsi 5

2.2.1 Penyusunan Peraturan Daerah Provinsi 6

2.2.2 Pembahasan 6

2.2.3 Penetapan Perda Provinsi 7

2.2.4 Pengundangan Perda Provinsi 7

2.3 Rancangan Peraturan Kabupaten/Kota 8

2.3.1 Penyusunan Perda Kab/Kota 8

2.3.2 Pembahasan berasal dari Bupati/Walikota dan DPRD Kab/Kota 9

2.3.3 Penetapan Raperda Kab/Kota 10

2.3.4 Pengundangan Perda Kab/Kota 10

BAB III PENUTUP 12

3.1 Kesimpulan 12

3.2 Saran 12

SESI TANYA DAN JAWAB 13

DAFTAR PUSTAKA 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
ditegaskan, bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. Hal tersebut bermakna bahwa
Negara Indonesia bukan Negara yang berdasar atas kekuasaan (machstaat). Dengan demikian
dalam Negara hukum, pengembangan hukum berupa ilmu di bidang perundang-undangan
dapat mendorong fungsi pembentukan peraturan perundang-undangan yang sangat diperlukan
kehadirannya. Demikian pula bahwa pengembangan hukum berupa ilmu di bidang
perundang-undangan dilakukan untuk mewujudkan Indonesia sebagai Negara hukum, dan
dalam hubungan ini negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang
dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang
menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Oleh karena itu wajib dilakukan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara
terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin
perlindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat atas peraturan perundang-undangan yang baik, perlu dibuat peraturan mengenai
pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan dengan cara dan metode
yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membentuk
peraturan perundang-undangan.

Pembentukan peraturan perundang- undangan ini diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011
tentang Pembentukan peraturan perundang-undangan. UU ini memiliki materi muatan baru,
yaitu antara lain: Pengaturan Naskah Akademik sebagai suatu persyaratan dalam penyusunan
RUU atau Raperda Provinsi dan Raperda Kab/Kota; Pengaturan mengenai keikutsertaan
Perancang peraturan perundang-undangan, peneliti, dan tenaga ahli dalam tahapan
pembentukan peraturan perundang- undangan. Berdasarkan Pasal 64 ayat (3) UU Nomor 12
tahun 2011 yang menentukan bahwa ketentuan mengenai perubahan terhadap teknik
penyusunan peraturan perundang-undangan diatur dengan Peraturan Presiden. Oleh karena
itu, pada tahun 2014 dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

1
Perundang-undangan. Pada hakikatnya Peraturan Presiden ini mestinya menjadi dasar dalam
teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. Akan tetapi, pada kenyataannya masih
banyak Kab/Kota yang membuat atau membentuk peraturan perundang-undangan tidak
berdasarkan peraturan perundang-undangan terbaru. Kalau pembentukan peraturan
perundang- undangan ini tidak berdasarkan ketentuan yang sah, maka dianggap batal demi
hukum.

Pembentukan peraturan perundang- undangan adalah pembuatan peraturan perundang-


undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan. Sedangkan pembentukan Perda adalah pembuatan Perda yang
mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan, dan pengundangan
Perda. Jadi yang dibahas dalam penulisan ini, yaitu menyangkut perencanaan, penyusunan,
pembahasan, penetapan, dan pengundangan Perda. Tahapan perencanaan, penyusunan,
pembahasan, penetapan, dan pengundangan Perda merupakan langkah-langkah yang pada
dasarnya harus ditempuh dalam Pembentukan Perda. Tahapan ini harus melalui teknik
penyusunan Perda. Teknik adalah 1) pengetahuan dan kepandaian membuat sesuatu yang
berkenaan dengan hasil industri (bangunan, mesin); 2) cara (kepandaian) membuat atau
melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni; 3) metode atau sistem mengerjakan
sesuatu.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang menjadi pengertian dari Peraturan Perundang-undangan lokal?


2. Bagaimana Tata Cara Penyusunan Peraturan Daerah Provinsi dan Kab/Kota?
3. Bagaimana Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi serta yang berasal dari
Bupat/Walikota dan DPRD Kab/Kota?
4. Bagaimana Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Kab/Kota?
5. Bagaimana Pengundangan Peraturan Daerah Provinsi dan Kab/Kota?

1.3 Tujuan Masalah

1. Mengetahui Pengertian dari Peraturan Perundang-undangan Lokal.


2. Mengetahui Tata Cara Penyusunan Peraturan Daerah Provinsi dan Kab/Kota.
3. Mengetahui Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi serta yang berasal
dari Bupati/Walikota dan DPRD Kab/Kota.

2
4. Mengetahui Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Kab/Kota.
5. Mengetahui Pengundangan Peraturan Daerah Provinsi dan Kab/Kota.

3
BAB II

ISI

2.1 Pengertian Peraturan Perundang-undangan Lokal

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-


undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau
penetapan, dan pengundangan. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang
memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam
Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang adalah Peraturan Perundangundangan yang
dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden (Undang-
undang pembentukan peraturan perundang-undangan, 2011).

Pemerintahan daerah adalahpenyelenggaraan urusan pemerintahanoleh pemerintah daerah


dan DPRD menurut asas otonomi dan tugaspembantuan dengan prinsip otonomiseluas-
luasnya dalam sistem dan prinsipNegara Kesatuan Republik Indonesiasebagaimana dimaksud
dalam UUD 1945 Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Pemerintah daerah adalah
penyelenggaraanpemerintahan daerah otonomioleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut
asas Desentralisasi. Terdapat dua aspek Otonomi dalam perundang-undangan lokal
(hukumsetda, 2015) :

1. Otonomi penuh : semua urusan dan fungsi pemerintahan yang menyangkut baik
menyangkut isi substansi maupun tata cara penyelenggaraannya (dalam bahasa sehari-
hari disebut otonomi)
2. Otonomi tidak penuh : daerah hanya menguasai tata cara penyelenggaraan,tetapi tidak
menguasai isi pemerintahannya(tugas pembantuan, medebewind atau zelfbestuur ).

Menurut Maria Farida Indrati, istilah perundang-undangan (legislation, wetgeving, atau


gesetzgebung) mempunyai dua pengertian yang berbeda, yaitu:

1. Perundang-undangan merupakan proses pembentukan/proses membentuk peraturan-


peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah;
2. Perundang-undangan adalah segala peraturan negara, yang merupakan hasil
pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat Pusat maupun di Tingkat Daerah;

4
2.2 Rancangan Peraturan Daerah Provinsi

Berpedoman pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan (UU 12/2011) dan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Perpres 87/2014). Pada dasarnya, Peraturan Daerah terdiri
dari dua, yaitu :

1. Peraturan Daerah Provinsi dan

2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Provinsi dapat berasal dari Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi atau Gubernur. Dalam hal Raperda Provinsi berasal dari
DPRD, maka pembicaraan/pembahasannya dilakukan dengan :

1. Penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan Balegda, atau


pimpinan panitia khusus (“pansus”) dalam rapat paripurna mengenai Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi;
2. Pendapat Gubernur terhadap Rancangan Peraturan Daerah Provinsi; dan
3. Tanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap pendapat Gubernur.

Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Raperda Provinsi yang


berasal dari DPRD Provinsi dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD Provinsi yang
khusus menangani bidang legislasi. Perlu diketahui, rapat paripurna DPRD Provinsi
memutuskan usul Raperda Provinsi berupa:

a. Persetujuan;
b. Persetujuan Dengan Pengubahan; Atau
c. Penolakan.

Keputusan penolakan hanya ada pada hasil rapat paripurna DPRD Provinsi yang
memutuskan usulan raperda tersebut, bukan pada saat pembahasan pasal per pasal. Dalam
pembahasan raperda yang berasal dari DPRD, bisa saja ditolak oleh pansus. Sebagai contoh
dimana ada 4 buah Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang masuk Prioritas Legislasi
Daerah (Prolegda) 2016 diusulkan oleh DPRD NTB melalui prakarsa Badan Pembentukan
Peraturan Daerah (Bapemperda) atau lebih sering disebut Baperda. Namun dari 4 usulan
DPRD tersebut, hanya satu Raperda saja yang disetujui. Sedangkan 2 Raperda lainnya ditolak
atau dikembalikan dan 1 Raperda ditunda oleh Pansus.

5
2.2.1 Penyusunan

Ketentuan mengenai tata cara penyusunan Program Legislasi Daerah (Prolegda) Provinsi
berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyusunan Prolegda Kab/Kota. Perencanaan
Raperda meliputi kegiatan:

a. Penyusunan Prolegda;
b. Perencanaan penyusunan Raperda kumulatif terbuka; dan
c. Perencanaan penyusunan Raperda di luar Prolegda.

2.2.2 Pembahasan Raperda Provinsi

Pembahasan Raperda Provinsi dilakukan oleh DPRD Provinsi bersama Gubernur untuk
mendapatkan persetujuan bersama melalui tingkat-tingkat pembicaraan, yakni tingkat I dan
II.

1. Pembicaraan tingkat I, meliputi:

Dalam hal rancangan Peraturan Daerah Provinsi berasal dari DPRD seperti dalam
pertanyaan Anda, maka dilakukan dengan:

a. Penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan Badan


Legislasi Daerah (Balegda), atau pimpinan panitia khusus dalam rapat
paripurna mengenai Rancangan Peraturan Daerah Provinsi;
b. Pendapat Gubernur terhadap Raperda Provinsi; dan
c. Tanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap pendapat Gubernur.

Pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus dilakukan
bersama dengan Gubernur atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya.

2. Pembicaraan tingkat II, meliputi:


a. Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului dengan:
1) Penyampaian laporan pimpinan komisi/pimpinan gabungan
komisi/pimpinan panitia khusus yang berisi pendapat fraksi dan hasil pembahasan;
dan

2) permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan rapat


paripurna.

b. Pendapat akhir Gubernur.

6
Tingkat-tingkat pembicaraan dilakukan dilakukan dalam rapat komisi/panitia/badan/alat
kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.
Sedangkan, dalam hal Raperda Provinsi tidak mendapat persetujuan bersama antara DPRD
Provinsi dan Gubernur, Raperda Provinsi tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam
persidangan DPRD Provinsi masa sidang itu. Jadi, mekanisme selanjutnya adalah
pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak. Raperda Provinsi yang telah disetujui
bersama oleh DPRD Provinsi dan Gubernur disampaikan oleh pimpinan DPRD Provinsi
kepada Gubernur untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Provinsi.

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama
oleh DPRD Provinsi dan Gubernur. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang sedang
dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD Provinsi dan
Gubernur. Itu artinya, jika masih berupa Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, maka masih
ada kemungkinan untuk ditarik kembali sebelum ditetapkan dan diundangkan.

2.2.3 Penetapan Perda Provinsi

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang telah disetujui bersama oleh DPRD Provinsi
dan Gubernur disampaikan oleh pimpinan DPRD Provinsi kepada Gubernur untuk ditetapkan
menjadi Peraturan Daerah Provinsi. Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan
bersama.

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi ditetapkan oleh Gubernur dengan membubuhkan


tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 hari sejak Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi tersebut disetujui bersama oleh DPRD Provinsi dan Gubernur. Dalam hal Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi tidak ditandatangani oleh Gubernur dalam waktu paling lama hari
sejak Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tersebut disetujui bersama, Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi tersebut sah menjadi Peraturan Daerah Provinsi dan wajib diundangkan.
Yang mana dalam hal tidak ditandatangani ini, kalimat pengesahannya berbunyi: Peraturan
Daerah ini dinyatakan sah. Kalimat pengesahan tersebut harus dibubuhkan pada halaman
terakhir Peraturan Daerah Provinsi sebelum pengundangan naskah Peraturan Daerah Provinsi
dalam Lembaran Daerah.

2.2.4 Pengundangan Perda Provinsi

Peraturan Perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Daerah adalah


Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Pengundangan ini

7
dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah. Peraturan perundang-undangan mulai berlaku dan
mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan lain di dalam
Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.

Berlakunya Peraturan Perundang-undangan yang tidak sama dengan tanggal


Pengundangan dimungkinkan untuk persiapan sarana dan prasarana serta kesiapan aparatur
pelaksana Peraturan Perundang-undangan tersebut. Sebuah Peraturan Daerah Provinsi baru
mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat yaitu pada saat diundangkan, kecuali
ditentukan lain di dalam Peraturan Daerah Provinsi yang bersangkutan. Jika masih berupa
rancangan, sebuah rancangan Peratuan Daerah Provinsi yang dijadikan sebuah acuan untuk
memutuskan suatu hal menjadi tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan belum
berlaku.

2.3 Rancangan Peraturan Kabupaten/Kota

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk


oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota ini dibuat atau dibentuk berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang
Nomor 12 tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014. Pembentukan
Peraturan Daerah adalah pembuatan Peraturan Daerah yang mencakup tahapan perencanaan,
penyusunan, pembahasan, penetapan, dan pengundangan Peraturan Daerah. Jadi yang
dibahas dalam penulisan ini, yaitu menyangkut perencanaan, penyusunan, pembahasan,
penetapan, dan pengundangan Peraturan Daerah.

2.3.1 Penyusunan Perda Kab/Kota

1) Penyusunan Penjelasan atau Keterangan dan/atau Naskah Akademik


Pemrakarsa dalam mempersiapkan Raperda Kab/Kota disertai dengan penjelasan atau
keterangan dan/atau Naskah Akademik. Naskah Akademik adalah naskah hasil
penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu
masalah tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah mengenai
pengaturan masalah tersebut dalam suat RUU, Rancangan Perda Provinsi, atau
Raperda Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan
hukum masyarakat.

8
Penyusunan penjelasan atau keterangandan/atau Naskah Akademik untuk Raperda
Kab/Kota yang berasaldari anggota DPRD, komisi, gabungan komisi, atau Balegda, di
koordinasikan oleh Balegda. Penyusunan Naskah Akademik Raperda Kab/Kota
dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Naskah Akademik sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
2) Penyusunan Perda di Lingkungan Pemda Kab/Kota.
3) Penyusunan Perda di Lingkungan DPRD Kab/Kota.

2.3.2 Pembahasan Raperda yang berasal dari Bupati/Walikota dan DPRD Kab/Kota

Pembahasan, dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, yaitu pembicaraan


tingkat I dan pembicaraan tingkat II. Pembicaraan Tingkat I meliputi:

1) Dalam hal Raperda Kab/Kota berasal dari Bupati/Walikota dilakukan dengan:


a. Penjelasan Bupati/Walikota dalam rapat paripurna mengenai Raperda;
b. Pemandangan umum fraksi terhadap Raperda; dan
c. Tanggapan dan/atau jawaban Bupati/Walikota terhadap pemandangan umum
fraksi.
2) Dalam hal Raperda Kab/Kota berasal dari DPRD dilakukan dengan:
a. Penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan Balegda,
atau pimpinan panitia khusus dalam rapat paripurna mengenai Raperda
Kab/Kota
b. Pendapat Bupati/Walikota terhadap Raperda Kab/Kota; dan
c. Tanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap pendapat Bupati/Walikota.
Pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus yang
dilakukan bersama dengan Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk untuk
mewakilinya.

Pembicaraan Tingkat II meliputi:

1) Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului dengan:


a. Penyampaian laporan pimpinan komisi/pimpinan gabungan komisi/pimpinan
panitia khusus yang berisi pendapat fraksi dan hasil pembahasan; dan

9
b. Permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan rapat
paripurna. Dalam hal persetujuan tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk
mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
2) Pendapat akhir Bupati/Walikota. Dalam hal Raperda Kab/Kota tidak mendapat
persetujuan bersama antara DPRD Kab/Kota dan Bupati/Walikota, Raperda
Kab/Kota tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPRD Kab/Kota
masa sidang itu.
Penarikan kembali Raperda Kab/Kota oleh DPRD Kab/Kota, dilakukan dengan
keputusan pimpinan DPRD Kab/Kota dengan disertai alasan penarikan. Raperda
Provinsi yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan
bersama DPRD Kab/Kota dan Bupati/Walikota. Penarikan kembali Raperda
Kab/Kota hanya dapat dilakukan dalam rapat paripurna DPRD Kab/Kota yang
dihadiri oleh Bupati/Walikota. Raperda Kab/Kota yang ditarik kembali tidak dapat
diajukan lagi pada masa sidang yang sama.

2.3.3 Penetapan Raperda Kab/Kota

Raperda Kab/Kota yang telah disetujui bersama oleh DPRD Kab/Kota dan
Bupati/Walikota disampaikan oleh pimpinan DPRD Kab/Kota kepada Bupati/Walikota
untuk ditetapkan menjadi Perda Kab/Kota. Penyampaian Raperda Kab/Kota dilakukan
dalam jangka waktu paling lama 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
Terhadap Raperda Kab/Kota yang disampaikan Pimpinan DPRD Kab/Kota, Sekda
Kab/Kota menyiapkan naskah Perda Kab/Kota dengan menggunakan lambang negara
pada halaman pertama. Raperda Kab/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan
membubuhkan tanda tangan. Penandatanganan Raperda Kab/Kota oleh Bupati/Walikota
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal Raperda
Kab/Kota tersebut disetujui bersama oleh DPRD Kab/Kota dan Gubernur.

2.3.4 Pengundangan Perda Kab/Kota

Pengundangan Perda Kab/Kota Ketentuan mengenai pengundangan Perda Provinsi


berlaku secara mutatis mutandis terhadap pengundangan Perda Kab/Kota. Sekda
Kab/Kota mengundangkan Perda Kab/Kota dengan menempatkannya dalam Lembaran
Daerah. Sekda Kab/Kota menandatangani pengundangan Perda Kab/Kota dengan
membubuhkan tanda tangan pada naskah Perda Kab/Kota tersebut. Penandatanganan

1
Perda Kab/Kota atau nama lainnya dibuat dalam rangkap 4 (empat). Pendokumentasian
naskah asli Perda Kab/Kota disimpan oleh:

a. DPRD;
b. Sekda;
c. Biro hukum Kab/Kota berupa minute; dan
d. Pemrakarsa.

Penjelasan Perda ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Daerah. Tambahan Lembaran


Daerah memuat atau mencantumkan nomor Tambahan Lembaran Daerah.

1
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ketentuan tentang pembentukan Peraturan Daerah Provinsi hampir sama dengan


pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Ketentuan tentang pembentukan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota merupakan upaya dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai
negara hukum. Oleh karena itu, wajib dilakukan pembangunan hukum nasional yang
dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang
menjamin perlindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia.

Tahapan perencanaan, penyusunan pembahasan, penetapan, dan pengundangan Peraturan


Daerah merupakan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam Pembentukan Peraturan
Daerah. Tahapan ini wajib diikuti dalam dalam rangka penyusunan Program Legislasi Daerah
Provinsi dan Kabupaten/Kota; Penyusunan Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota ;
Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Bupati/Walikota dan DPRD
Kabupaten/Kota; Penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota; serta
Pengundangan Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

3.2 Saran

Hendaknya dalam pembentukan Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota


Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan DPRD Kabupaten/Kota mempedomani ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yang salah satunya mengatur tentang
pembentukan Peraturan Daerah. Hendaknya dalam pembentukan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan DPRD Kabupaten/Kota dibuat
dengan cara mengikuti materi muatan baru dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan yaitu pembuatan Naskah Akademik sebagai suatu persyaratan dalam penyusunan
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kabupaten/Kota; mengikutsertakan perancang
Peraturan Daerah, Akademisi (Dosen), peneliti, dan tenaga ahli dalam tahapan pembentukan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

1
SESI TANYA DAN JAWAB

1. Ummi Latifah (2019200025) : Apakah ada hal-hal tertentu yang dapat membatalkan
perancangan raperda tersebut?

Merujuk kepada ketentuan Pasal 250 dan 251 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah (UU Pemda), hanya ada tiga alasan suatu perda dapat dibatalkan baik
secara komulatif maupun alternatif. Yakni apabila perda tersebut bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; kepentingan umum dan/atau;
kesusilaan.

2. Maulida Nurul Izzah (2019200026) : Apakah dalam raperda diwajibkan adanya


evaluasi? jika ada, apa saja yang dievaluasikan? dan apa dasar hukumnya?

Evaluasi harus dilakukan terhadap rancangan perda meliputi RPJPD, RPJMD, APBD,
perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak daerah, retribusi
daerah, dan tata ruang daerah sebelum ditetapkan dan diundangkan menjadi perda.
Kewajiban evaluasi tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah jo Pasal 91 ayat (2) Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah jo Pasal 157 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya

3. Dhiya Salma (2019200187) : Dalam materi dalam materi disebutkan pemandangan umum
fraksi terhadap raperda. tolonng di jelaskan pemandangan umum tersebut berupa apa dan
bagaimana?

Pemandangan umum dimana pandangan dari setiap fraksi terhadap apa yang di rapatkan

4. Nurfiandi Lesmana (2019200188) Kelompok: 4, Kelas: A


Menurut Kelompok 11, Apakah pengaruh Deregulasi bagi Pembentukan Perda dan
Penerapannya mempengaruhi suatu wilayah? dan bagaimana hal tersebut dilihat dari
sudut kepastian menurut norma hukum maupun dari sudut keadilan menurut cita hukum?

1
5. Ersa Laura Adlia 2019200071: apakah kepala daerah menurut uu dapat mengajukan
rancangan peraturan daerah di luar program pembentukan peraturan daerah, kalau bisa
atas alasan apa?

Dalam ketentuan Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, mengatur bahwa dalam keadaan tertentu,
DPRD atau Gubernur dapat mengajukan rancangan peraturan daerah di luar prolegda.
Dalam Undang-Undang 12 tahun 2011 menyebutkan kriteria bahwa pengajuan rancangan
peraturan daerah di luar propemperda dilaksanakan untuk mengatasi keadaan luar biasa,
keadaan konflik, atau bencana alam; akibat kerjasama dengan pihak lain; dan keadaan
tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu rancangan peraturan daerah
yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani
bidang legislasi dan biro hukum.

6. Siapakah yang dapat membatalkan peraturan daerah provinsi Seandainya perda tersebut
nyata nyata bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi?

Pasal a quo memberikan kewenangan kepada gubernur dan menteri untuk membatalkan
peraturan daerah (perda) yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang
lebih tinggi, kepentingan umum, dan atau kesusilaan, pada tingkatan kabupaten atau kota
maupun provinsi dan juga terhadap peraturan gubernur atau bupati atau walikota.

1
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Roy Marthen Moonti, S. (2017). ilmu Perundang-Undangan, 10.

hukumsetda, A. (2015, Mei 13). hukum pemerintahan daerah. Retrieved from


https://hukumsetda.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/hukum-
pemerintahan-daerah-56

Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. (2011). jakarta.

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. (n.d.). Peraturan Perundang-undangan, 2.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan


Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2015 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah.

Anda mungkin juga menyukai