Anda di halaman 1dari 6

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) GASAL

TAHUN AKADEMIK 2021/2022

Nama : Afmi Alfiani Rahmah

Nim : 2019200002

Kelas :E

Mata Kuliah : Logika Hukum

Dosen : Dr. Aby Maulana, SH., MH.

Hari/Tanggal : Senin, 10 Januari 2022

‫ــــــــــــــــــم ﷲِال َّر ْح َم ِن ال َر ِحيم‬


ِ ‫س‬
ْ ِ‫ب‬

1) Issue/Masalah Hukum

Seorang tersangka dan keluarganya tersebut yang baru tiba di Bandara Cengkareng
dari Saudi tidak melakukan kewajiban isolasi mandiri dengan alasan yang pertama
yaitu, dengan tidak diberi tahu terkait kewajiban tersebut dan mengaku tidak
mendapat pemeriksaan kesehatan. Lalu akibatnya, pada saat kepulangan tersangka
juga terjadi kerumunan di Bandara Cengkareng hingga rumahnya di kawasan
Petamburan. Kemudian alasan kedua yaitu Tersangka mengadakan pernikahan
putrinya sekaligus perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, yang juga didatangi
banyak orang dan kembali menimbulkan kerumunan.

Dugaan tindak pidana karantina kesehatan yang terjadi di Petamburan menetapkan


seseorang menjadi tersangka karena melanggar UU Kekarantinaan Kesehatan.
Bermula pada saat ia kembali ke Indonesia dari Saudi pada tanggal 10 November
2020, kemudian di tanggal 14 & 15 November 2020 ia menikahkan putrinya yang
juga dalam Acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Petamburan yang dihadiri oleh
banyak orang pada saat Pandemi Covid-19 di Indonesia dan melakukan resepsi
pernikahan yang mengakibatkan adanya pelanggaran prokes. Kemudian di tanggal 23
November 2020 ia melakukan Test Covid pertamanya dengan Swab Antigen yang
hasilnya reaktif, dan dirawat di RS UMMI Bogor. Selanjutnya di tanggal 28
November 2020 ia memohon izin ke RS UMMI untuk pulang dan melanjutkan
perawatan di rumah.

Lalu, kemudian dengan tindakannya itu maka ia menyebabkan kerumunan di saat


Pandemi Covid-19. Pada tanggal 30 November 2020 terjadi aksi demo kecil-kecilan
berjumlah +20 orang di depan tempat tinggalnya di perumahan Mutiara Sentul tepat
setelah ia dinyatakan positif Covid-19 pada tanggal 29 November 2020. Selanjutnya,
pada tanggal 9 Desember 2020, ia ditetapkan sebagai tersangka dalam Kasus
Kerumunan di Petamburan oleh Polda Metro Jaya.

Dan juga sebagai informasi tambahan, ia tidak melakukan isolasi mandiri


sesampainya ia tiba di Bandara Cengkareng, Indonesia pada tanggal 10 November
2020, sebab adanya penyambutan dari kedatangannya oleh jutaan umat islam yang
telah memenuhi Bandara Cengkareng. Akibatnya, ia tidak diperiksa kesehatan di
bandara, tidak dapat penjelasan tentang Pandemi di bandara, tidak diberi tahu tentang
kewajiban isolasi mandiri selama 14 hari  dan tidak dapat clearens kesehatan dari
pihak bandara, serta ditahannya paspor dan surat bebas Covid-19 dari Saudi.

Karena hal tersebut Tersangka dikenai denda sebesar Rp 50.000.000 karena terjadi
pelanggaran protokol kesehatan. Tersangka mengaku mendapatkan teror di rumahnya
dengan didatangi oleh Pasukan Koopsus TNI. Tersangka dan Istri melakukan Swab
Antigen dan mendapatkan hasil reaktif, maka dari itu ia diwajibkan untuk melakukan
perawatan di RS UMMI Bogor. Perawatan tersebut dilakukan secara rahasia guna
tidak menimbulkan kehebohan di tengah masyarakat. Tersangka memohon izin
kepada RS UMMI untuk pulang dan melanjutkan perawatan di rumah. Namun
tersangka mendapatkan kabar bahwa Hasil Test PCR tersangka positif dan diwajibkan
untuk melakukan isolasi mandiri di bawah pengawasan Tim Mer-C.

2) Rule/Dasar Hukum Terkait Kasus


Berdasarkan dengan masalah hukum tersebut, kami sebagai konsultan hukum
mencatat terdapat peraturan di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan, yakni :
1. Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan
Kesehatan.
2. Pasal 14 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

3) Facts/Fakta Hukum
Tindakan seorang tersangka tersebut seperti yang telah disebutkan sebagaimana dari
penjelasan kasus di atas, telah memenuhi unsur-unsur Pasal Pasal 93 UU No. 6 Tahun
2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 14 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1984
tentang Wabah Penyakit Menular. Pasal tersebut melarang untuk melakukan sesuatu
atau melakukan kegiatan yang terkait dengan penyelenggaraan kekarantinaan
kesehatan (dalam hal ini tersangka tidak isolasi mandiri selama 14 hari setelah pulang
dari Saudi ke Indonesia, yang juga tersangka menggelar pernikahan dan acara resepsi
putrinya pada saat Pandemi Covid-19, serta Acara Maulid Nabi Muhammad SAW
yang dihadiri banyak orang) dan melakukan tindakan yang dianggap menghalangi
pelaksanaan terkait penanggulangan wabah penyakit yang dalam hal ini dalam kondisi
Pandemi Covid-19.

4) Analysis/Analisis Hukum
Tindakan yang tidak mematuhi peraturan pemerintah terkait dengan Kekarantinaan
Kesehatan dapat dipidana. Hal ini sudah disebutkan diatas berdasarkan Pasal 93 UU
No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 14 ayat (1) UU No. 4
Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Tersangka dengan pidana penjara 10 bulan dan
denda Rp 50.000.000 dalam kasus dugaan pelanggaran kekarantinaan kesehatan di
Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ia merupakan terdakwa tunggal dalam
perkara ini.
Sesuai Pasal 9 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, tiap orang
wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. Sementara itu,
Tersangkatetap berkukuh menyelenggarakan kegiatan di pondok pesantren di pada 13
November 2020 dan secara sengaja memberitahukan kedatangannya kepada publik.

Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan :


“Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan, sehingga menyebabkan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”

Pasal 14 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular :
“Barangsiapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara
selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,-
(Satu Juta Rupiah).”

Pertama, setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan


Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1). Dalam hal ini yang
bersangkutan melakukan pelanggaran terkait dengan Kekarantinaan Kesehatan, yakni
dengan tidak melakukan isolasi mandiri selama 14 hari sepulangnya dari Saudi ke
Indonesia, serta menggelar acara pernikahan dan resepsi putrinya juga dalam Acara
Maulid Nabi Muhammad SAW. Sehingga mengakibatkan terjadinya kerumunan dan
pelanggaran prokes akibat tindakan tersebut. Ketentuan Pasal 93 UU No. 6 Tahun
2018 ini jelas sudah dilanggar oleh tersangka, karena ia telah melakukan pelanggaran
peraturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan tidak mematuhi
penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
Kedua, setiap orang yang dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan
wabah sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1984. Di dalam
ketentuan ini sudah jelas pula bahwa tersangka tersebut telah melanggar ketentuan
pasal ini. Sebab ia dengan sengaja menggelar acara pernikahan dan resepsi putrinya
serta Acara Maulid Nabi Muhammad SAW dikala situasi dan kondisi Pandemi Covid-
19. Dengan begitu, akibat tindakan yang dilakukannya tersebut ia sudah dengan
sengaja menghalangi pelaksanaan terkait penanggulangan wabah penyakit menular
(dalam hal ini adalah Wabah Virus Covid-19).

Sehingga berdasarkan kedua pasal tersebut, maka tersangka sudah memenuhi unsur-
unsur untuk dikenakan pidana terkait dengan kekarantinaan kesehatan. Di
lapangannya, tersangka sudah memenuhi unsur-unsur Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018,
serta sudah pula memenuhi unsur-unsur di dalam Pasal 14 ayat (1) UU No. 4 Tahun
1984 tersebut, sebab tersangka telah menyebabkan kerumunan dikala situasi Pandemi
Covid-19 dan menghalangi pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah dalam hal
penanggulangan wabah penyakit menular. Ketentuan kedua pasal tersebut tampaknya
sudah relevan jika dijadikan dasar untuk menuntut tersangka yang sudah melakukan
pelanggaran kekarantinaan kesehatan.

Terhadap pelanggaran Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 dapat dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Sementara untuk pelanggaran Pasal 14 ayat (1)
UU No. 4 Tahun 1984 dapat diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu)
tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000,- (Satu Juta Rupiah).

Ada empat hal yang memperberat tuntutan pidana terhadap Tersangka :


1. Tersangka pernah dihukum sebanyak dua kali dalam perkara Pasal 160 KUHP
pada tahun 2003 dan perkara Pasal 170 KUHP pada tahun 2008.
2. Kedua, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam
percepatan pencegahan Covid-19 bahkan memperburuk kedaruratan kesehatan
masyarakat.
3. Ketiga, perbuatan Tersangka mengganggu ketertiban umum serta
mengakibatkan keresahan masyarakat.
4. Keempat, Tersangka dianggap tidak menjaga sopan santun dan berbelit-belit
dalam memberikan keterangan di persidangan.

5) Conclusions/Kesimpulan
Berdasarkan analisis hukum tersebut di atas, kami sebagai konsultan hukum
menyimpulkan, terdapat cukup alasan dan dasar hukum untuk menuntut hal yang
dilakukan oleh tersangka sehubungan dengan Kekarantinaan Kesehatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah. Selain terdapat dasar hukum di dalam Pasal 93 UU
No. 6 Tahun 2018 dan Pasal 14 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1984, juga ada preseden
kasus serupa yang telah diputuskan dan dihukum pelakunya oleh Hakim Pengadilan
Negeri.

Berdasarkan kasus tersebut seperti halnya telah dijelaskan diatas dan berdasarkan
kesimpulan yang telah dipaparkan, maka kami sebagai konsultan hukum
menyarankan bahwasanya, terdapat cukup alasan dan dasar hukum untuk melaporkan
kegiatan yang dilakukan oleh Tersangka sehubungan dengan beberapa pelanggaran
protokol kesehatan yang telah dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai