Anda di halaman 1dari 17

PENEGAKAN HUKUM PIDANA PELAKU PENGAMBILAN JENAZAH

PASIEN COVID-19

Disusun Oleh :
FERO FRETS PAREN WENUR

ILMU HUKUM
SISTEM PERADILAN PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA
JUNI 2023
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu tujuan dari pembangunan nasional adalah mewujudkan tingkat kesehatan yang
setinggi-tingginya bagi masyarakat. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional
diperlukan adanya perlindungan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kemajuan
teknologi dan perubahan lingkungan hidup dapat mempengaruhi perubahan pola penyakit
yang beresiko menimbulkan wabah dimana dapat membahayakan kesehatan masyarakat
sehingga dapat menghambat pelaksanaan pembangunan nasional.

Covid-19 menyebar ke seluruh dunia silih berganti dengan cara penularan yang
disebut kasus impor dari luar wilayah asal atau transmisi lokal antarpenduduk. Sejauh ini,
berbagai peristiwa yang pertama kali terjadi berkaitan dengan Covid-19 agaknya belum
memberikan gambaran utuh tentang virus ini. Analisis para ahli menduga bahwa Covid-19
lebih kuat bertahan hidup di daerah bersuhu rendah dan kering walaupun virus ini juga
mewabah di negara-negara dengan kondisi suhu dan kelembaban udara yang sebaliknya.
Virus ini juga lebih rentan menyebabkan kematian pada penduduk usia lanjut. Namun, ada
juga penduduk di kelompok usia ini yang berhasil sembuh dan seorang bayi juga
meninggal karena Covid-19.
Untuk pertama kalinya, China melaporkan adanya penyakit baru ini pada tanggal 31
Desember 2019. Pada pengujung tahun 2019 itu, kantor Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) di China mendapatkan pemberitahuan tentang adanya sejenis pneumonia yang
penyebabnya tidak diketahui. Infeksi pernapasan akut yang menyerang paru-paru itu
terdeteksi di kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Menurut pihak berwenang, beberapa
pasien adalah pedagang yang beroperasi di Pasar Ikan Huanan.1
Pada tanggal 2 Maret 2020 Presiden Indonesia, Joko Widodo mengumumkan bahwa
terdapat 2 (dua) warga negara Indonesia yang terinfeksi COVID-19.2 COVID-19
menyebar sangat cepat melalui udara dan mematikan sehingga Indonesia menetapkan
sebagai bencana nasional. Saat ini, berdasarkan data Satuan Tugas COVID-19 pada
Agustus Tahun 2020 korban yang terkonfirmasi sebanyak 155.412 orang, dalam
perawatan 37.539 orang, sembuh 111.060 orang dan meninggal 6.759 orang.3 Dalam

1
1https://bebas.kompas.id/baca/riset/2020/04/18/rangkaian-peristiwa-pertama-covid-19/ diakses 15
November 2020
2
https://nasional.kompas.com/read/2020/03/03/06314981/fakta-lengkap-kasus-pertama-virus-
corona-di-indonesia?page=al, diakses pada tanggal 15 November 2020. Pukul 15.45 WITA.
3
https://covid19.go.id/peta-sebaran, diakses pada tanggal 15 November 2020, Pukul 16.31 WITA.
menangani penyebaran COVID-19, pemerintah telah menetapkan protokol kesehatan,
salah satunya yaitu pemakaman terhadap jenazah pasien COVID-19 dilakukan sesuai
dengan protokol pengurusan jenazah COVID-19 yang mana keluarga tidak bisa
melakukan pemakaman secara keagamaan. Terhadap pasien COVID-19 yang sudah
meninggal seharusnya dilakukan pemakanan sesuai protokol pengurusan jenazah yang
berlaku.
Tidak patuhnya masyarakat terhadap protokol kesehatan terutama dalam pengurusan
jenazah pasien COVID-19 yang seharusnya dilakukan oleh tim khusus penanganan
COVID-19 dan dijalankan sesuai dengan standar kerja penanganan COVID-19 yang
berlaku akan tetapi ditemukan pengambilan jenazah secara paksa oleh keluarga pasien
sehingga menyebabkan cluster baru penyebaran COVID-19. Tercatat ada 90 tersangka
pengambilan paksa jenazah COVID-19 yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. 4
Sehingga perlunya tindakan tegas secara Hukum bagi para pelaku yang menggambil paksa
jenazah pasien COVID-19, sehingga tidak membahayakan kesehatan dan keselamatan
masyarakat lainnya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penegakan hukum pidana terhadap pelaku pengambilan jenazah pasien
COVID-19?
2. Bagaimana kualifikasi pidana pelaku pengambilan jenazah pasien COVID-19?
C. Landasan Teori
1. Teori Penegakan Hukum

Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan

menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah mantap dan

sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir. Untuk menciptakan,

memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. 5

2. Teori Tindak Pidana

Menurut Simons dalam bukunya Erdianto Effendi, tindak pidana adalah

tindakan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang yang bertentangan

dengan hukum dan dilakukan berdasarkan kesalahan oleh orang yang mampu

4
Data Rekap Penulis, Pada tanggal 16 November 2020, Pukul 20.00 WITA.
5
Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: UI Pres,
hal.35
bertanggungjawab.6 Untuk dapat dikatakan sebagai suatu tindak pidana harus

terdapat tindakan yang dilarang oleh undang-undang dan perbuatan tersebut dapat

dihukum dimana tindakan tersebut memenuhi unsur dari delik dalam undang-undang.

BAB II
PEMBAHASAN

KUALIFIKASI PIDANA PELAKU PENGAMBILAN JENAZAH PASIEN COVID-19


1. KUALIFIKASI PERBUATAN
6
Erdianto Effendi, 2011, Hukum Pidana Indonesia, Bandung: RefikaAditama, hal. 97.
Dalam hal Maraknya kasus pengambilan paksa Jenazah Pasien Dalam Pengawasan (PDP)
Covid-19/ virus corona oleh pihak keluarga di berbagai daerah di Indonesia mendorong
Kepolisian Republik Indonesia menerbitkan surat telegram Kapolri Nomor
ST/1618/VI/Ops.2/2020 tanggal 5 Juni.7
Surat Telegram tersebut ditujukan kepada para Kasatgas, Kasubsatgas, Kaopsda, dan
Kaopsres Opspus Aman Nusa II 2020 untuk saling berkoordinasi dan bekerja sama dengan
rumah sakit yang menjadi rujukan untuk penanganan pasien Covid-19 untuk segera
melaksanakan tes swab terhadap pasien yang dirujuk, terutama pasien yang sudah
menunjukkan gejala Covid-19, memiliki riwayat penyakit kronis, atau dalam keadaan
kritis. Selain itu, Surat Telegram tersebut juga memerintahkan para Kasatgas,
Kasubsatgas, Kaopsda (Kapolda), dan Kaopsres (Kapolres) Opspus Aman Nusa II 2020
untuk berkoordinasi dan bekerja sama dengan pihak rumah sakit rujukan Covid-19 untuk
memastikan penyebab kematian pasien apakah benar-benar korban Covid-19 atau tidak.
Membahas masalah tindak pidana maka terlebih dahulu kita mengerti apa pidanaitu,
hukum pidana dan segala pengaturanya diatur dalam Kitab UndangundangHukum Pidana
serta Kitab Undang-undang hukum Acara Pidana.Menurut Roslan Saleh, Pidana adalah
reaksi atas delik dan ini berwujud suatunestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara
pada pembuat delik itu.Dikatakan Simons bahwa strafbaar feit itu adalah “kelakuan
(handeling) yangdiancam dengan pidana, yang diancam dengan pidana, yang bersifat
melawanhukum, yang berhubungan dengan kesalahan, dan yang dilakukan oleh orang
yangmampu bertanggung jawab.8
Menurut Moeljatno, perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturanhukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana. Moeljatno
berpendapatbahwa, “Perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum
dilarang dan diancamdengan pidana, asal saja dalam pidana itu diingat bahwa larangan
tersebut ditujukan padaperbuatan yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh
kelalaian orang, sedangkanancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan
kejadian tersebut”ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian
tersebut”.9 Sedangkan perumusan strafbaarfeit, menurut Van Hammel, adalah sebagai
berikut :

7
4https://www.viva.co.id/ragam/round-up/1278741-ironi-pengambilan-paksa-jenazahcorona, diakses
pada tanggal 15 November 2020
8
Roeslan Saleh, “Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Dua Pengertian Dasar dalam
Hukum Pidana”, Centra, Jakarta, 2011. hal 61
9
C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Pradnya Paramita,Jakarta, 2014, hal. 54
“Strafbaarfeit” adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam undangundang, bersifat
melawanhukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Maka sifat-sifat
yang ada dalamsetiap tindak pidana adalah sifat melanggar hukum(wederrectelijkheid,
onrechtmatigheid).

Berkaitan dengan Unsur-Unsur Tindak Pidana maka enurut Lamintang, tindak pidana
dalam KUHP pada umumnya dapat dijabarkan unsur unsurnya menjadi 2 (dua) macam,
yaitu unsur-unsur subjektif dan objektif. Unsur-unsur subjektif adalah unsur-unsur yang
melekat pada diri si pelak atau yang berhubungan pada diri si pelakudan termasuk
kedalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkanyang
dimaksud unsur objektif itu adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan
keadaankeadaan mana tindakan dari si pembuat itu harus dilakukan

Unsur subjektif dari suatu tindak pidana adalah:10

1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan (culpa dan dolus).


2) Maksud dan voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud
dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP.
3) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam
kejahatankejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain.
4) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachteraad seperti misalnya dalam
kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP.
5) Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat didalam rumusan tindak
pidana pembuangan bayi menurut Pasal 308 KUHP.

Sedangkan unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah:


1) Sifat melanggar hukum.
2) Kualitas si pelaku.
3) Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu
kenyataan sebagai akibat.

Lebih lanjut menurut Moeljatno bahwa untuk adanya perbuatan pidana harus ada unsur-
unsur:
1) Perbuatan oleh manusia.
2) Memenuhi rumusan undang-undang (syarat formil)
3) Bersifat melawan hukum (syarat materiil)-unsur:
10
Ibid
Syarat formil itu harus ada karena keberadaan asas Legalitas yang tersimpan dalam Pasal 1
ayat (1) KUHP. Syarat materiil pun harus ada pula, karena perbuatan itu harus pula betul-
betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak patut
dilakukan, oleh karena itu bertentangan dengan atau menghambat tercapainya tata dalam
pergaulan masyarakat yang dicitacitakan oleh masyarakat itu
Fenomena jenazah pasien dalam pengawasan (PDP) terkait virus corona Covid-19
diambil paksa anggota keluarganya marak terjadi di Indonesia. Tragisnya, tak sedikit jenazah
PDP yang akhirnya dinyatakan positif Covid-19 setelah hasil tes swabnya keluar. Sementara
pihak keluarga tidak memakamkan jenazah tersebut sesuaiprotokol kesehatan pencegahan
Covid-19.
Pihak Kepolisian Republik Indonesia juga sudah menyatakan bahwasannya apabila
ada pihak yang melakukan pengambilan paksa jenazah pasien Covid-19 tidak sesuai prosedur
yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi pidana. Bahkan sudah cukup banyak pihak yang
dijadikan tersangka dalam kasus tersebut. Penetapan tersangka oleh pihak kepolisian tersebut
salah satunya bertujuan untuk mencegah terjadinya kembali kasus pengambilan paksa
jenazah pasien Covid-19 oleh pihak keluarga.
Koeswadji menjelaskan tujuan pokok dilakukannya pemidanaan yaitu:
1) Untuk mempertahankan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat;
2) Untuk memperbaiki kerugian yang diderita oleh masyarakat sebagai akibat dari
terjadinya kejahatan;
3) Untuk memperbaiki pelaku kejahatan;
4) Untuk membinasakan pelaku kejahatan;
5) Untuk mencegahterjadinya kejahatan

Menurut Sholehuddin tujuan diberikannya sanksi pidana yaitu:


1) Untuk memberikan efek penjeraan dan penangkalan. Penjeraan disini berarti
menjauhkan pelaku pidana dari kemungkinan mengulangi kejahatan yang sama.
Penangkalan bertujuan untuk mengingatkan dan menakuti penjahat yang berpotensial
di masyarakat agar tidak melakukan kejahatan.
2) Untuk memberikan rehabilitasi. Pemidanaan adalah sebagai jalan untuk mencapai
reformasi atau rehabilitasi pada pelaku pidana. Pemidanaan merupakan proses
pengobatan sosial dan moral bagi seorang terpidana agar kembali berintegrasi dalam
masyarakat secara wajar.
3) Pemidanaan dilakukan sebagai wahana pendidikan moral, atau merupakan proses
reformasi. Karena itu dalam proses pemidanaan, pelaku pidana dibantu untuk
menyadari dan mengakui kesalahan yang dituduhkan kepadanya

surat telegram Kapolri tersebut, apabila masih ada pihak yang melakukan
pengambilan jenazah pasien PDP Covid-19 secara paksa dapat dikenakan sanksi pidana.
Dasarnya ialah Pasal 5 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular dengan ancaman satu tahun penjara atau denda hingga Rp.100.000.000 (Seratus Juta
Rupiah) seperti diatur pada Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan.
Pihak Kepolisian Republik Indonesia juga sudah menyatakan bahwasannya apabila
ada pihak yang melakukan pengambilan paksa jenazah pasien Covid-19 tidak sesuai prosedur
yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi pidana. Bahkan sudah cukup banyak pihak yang
dijadikan tersangka dalam kasus tersebut. Penetapan tersangka oleh pihak kepolisian tersebut
salah satunya bertujuan untuk mencegah terjadinya kembali kasus pengambilan paksa
jenazah pasien Covid-19 oleh pihak keluarga.

Sehingga dalam pandangan penulis bahwa perbuatan yang dimana dilakukan oleh
pelaku pengambilan jenazah pasien dapat di pertanggungjawabkan secara pidana memang
benar di atur dalam surat telegram kapolri tersebut yang dimana untuk berkoordinasi dan
bekerja sama dengan pihak rumah sakit rujukan Covid-19 untuk memastikan penyebab
kematian pasien apakah benar-benar korban Covid-19 atau tidak. Benar-benar tindakan yang
dilakukan oleh masyarakat terutama yang mengambil jenazah benar telah dipastikan bersih
dari Covid-19 dan dalam penerapan nya jika benar positif harus dilakukan tindakan tegas dari
aparat agar hal ini tidak memberikan kehawatiran bagi masyarakat lainnya dan juga dapat
dipastikan tindakan tersebut memberikan dapak buruk dalam upaya penanganan terhadap
wabah itu sendiri, sehingga perilaku-perlilaku tersebut dapat ditindak secara tegas agar tidak
terjadinya perbuatan atau tindakan yang sama di berbagai tempat dan sehingga rasa aman dan
pertumbuhan wabah tersebut dapat dikendalikan dan tidak menimbulkan kerugian bagi
masyarakat lain nya.

BAB III

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU PENGAMBILAN


JENAZAH PASIEN COVID-19

1. PENEGAKAN HUKUM
Penegakan hukum dalam penanganan Covid-19 harus dilakukan secara konperhensif
dengan tetap melihat kemampuan sesorang melakukan pertangungjawaban pidana11
Pertanggungjawaban terhadap terhadap perbuatan pidana hanya dilakukan oleh sipelaku
tindak pidana tersebut berdasarkan asas yang berlaku dalam Hukum Pidana yaitu “Nullu
Poena Sine Crimen” (tiada pidana tanpa perbuatan pidana), asas tersebut dapat dapat
dipahami bahwa untuk dibebankannya seseorang dengan suatu tanggungjawab hukum harus
telah melakukan tindak pidana.12 Pertangungjawaban dapat dimintai kepada Orang maupun
badan hukum dalam hukum pidana.13
Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang
didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada
nilai keadilan harus disejajarkan berpasangan dengan asas legalitas yang didasarkan pada
nilai kepastian. Walaupun Konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana
berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak
Pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) adalah suatu mekanisme untuk
menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu
tindakan pidana yang terjadi atau tidak. Untuk dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan
bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan
dalam Undang-undang.
Pertanggungjawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang melakukan
tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka
orang tersebut patut mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan kesalahannya.
Dengan kata lain orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan
perbuatan tersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai
kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat
menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang telah dilakukan orang tersebut 14
Untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukumdemi
pengayoman masyarakat, menyelesaikan konflik yang ditimbulkan tindakpidana,
memulihkan keseimbangan, mendatangkan rasa damai dalam masyarakat;
memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadiorang baik

11
Erwin Ubwarin, Patrick Corputty. (2020). Pertangungjawaban Pidana Dalam Keadaan Darurat
Bencana Covid-19, Mizan: Jurnal Ilmu Hukum, 9(1). 8-15
12
Chairul Bariah, (2017). Perluasan Pertanggungjawaban Terhadap Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh
Anak, Syiah Kuala Law Journal : 1(3) 71-93
13
Budi Suhariyanto, (2017). Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Berdasarkan Corporate Culture
Model dan Implikasinya Bagi Kesejahteraan Masyarakat, Jurnal Recthsvinding, 6(3), 441-448
14
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.Tahun 2015. hal 41
dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana, maka Pertanggungjawaban pidana
diterapkan dengan menggunakan pemidanaan.Pertanggungjawaban pidana harus
memperhatikan bahwa hukum pidana harus digunakan untuk mewujudkan masyarakat adil
dan makmur merata materiil dan spirituil. Hukum pidana tersebut digunakan untuk
mencegah atau menanggulangi perbuatan yang tidak dikehendaki.
Sehingga penulis menarik kesimpulan bahwa setiap perbuatan perbuatan yang diatur
dalam ketentuan dalam hal ini perbuatan yang dilarang dan tindakan tersebut yang
dilakukan, sehingga perbuatan yang di langgar tersebut harus mempertanggung jawabkan
perbuatanya sesuai dengan aturan yang mengatur dalam bentu materil yang juga memuat
baik sanksi administratif maupun sanksi Pidana. Sehingga perbuatan tersebut memberikan
efek jera agar tidak di ulangi oleh pelaku maupun orang lain.
Perbuatan agar dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, harus mengandung
kesalahan. Kesalahan tersebut terdiri dari dua jenis yaitu kesengajaan (opzet) dan kelalaian
(culpa)

1. Kesengajaan (opzet) Sesuai teori hukum pidana Indonesia, kesengajaan terdiri dari tiga
macam, yaitu sebagai berikut:15
a) Kesengajaan yang bersifat tujuan Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan,
si pelaku dapat dipertanggungjawabkan dan mudah dapat dimengerti oleh khalayak
ramai. Apabila kesengajaan seperti ini ada pada suatu tindak pidana, si pelaku pantas
dikenakan hukuman pidana. Karena dengan adanya kesengajaan yang bersifat tujuan
ini, berarti si pelaku benar-benar menghendaki mencapai suatu akibat yang menjadi
pokok alasan diadakannya ancaman hukuman ini.
b) Kesengajaan secara keinsyafan kepastian Kesengajaan ini ada apabila si pelaku,
dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari
delik, tetapi ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu.
c) Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan Kesengajaan ini yang terang-terang
tidak disertai bayangan suatu kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan,
melainkan hanya dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu.
Selanjutnya mengenai kealpaan karena merupakan bentuk dari kesalahan yang
menghasilkan dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang yang
dilakukannya.

15
Moeljatno, ibid 44
2. Kelalaian (culpa) Kelalaian (culpa) terletak antara sengaja dan kebetulan, bagaimanapun
juga culpa dipandang lebih ringan dibanding dengan sengaja, oleh karena itu delik culpa,
culpa itu merupakan delik semu (quasideliet) sehingga diadakan pengurangan pidana.
Delik culpa mengandung dua macam, yaitu delik kelalaian yang menimbulkan akibat dan
yang tidak menimbulkan akibat, tapi yang diancam dengan pidana ialah perbuatan
ketidak hati-hatian itu sendiri, perbedaan antara keduanya sangat mudah dipahami yaitu
kelalaian yang menimbulkan akibat dengan terjadinya akibat itu maka diciptalah delik
kelalaian, bagi yang tidak perlu menimbulkan akibat dengan kelalaian itu sendiri sudah
diancam dengan pidana. Dengan demikian sesuai dengan uraian di atas maka diketahui
bahwa terdapat dua unsur kesalahan sehingga seseorang patut mempertanggungjawabkan
perbuatannya di depan hukum, yaitu kesengajaan dan kelalaian.
2. PENGATURAN HUKUM
Berdasarkan uraian di atas maka penulis berpendapat bahwa pertanggungjawaban
pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidanaatau melawan
hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, makaorang tersebut patut
mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengankesalahannya. Orang yang melakukan
perbuatan pidana akanmempertanggungjawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila
iamempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktumelakukan
perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangannormatif mengenai kesalahan
yang telah dilakukan orang tersebut.

Undang-undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (UU Wabah Penyakit
Menular):

Pasal 14
1) Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, diancam dengan pidana penjara selama-
lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta
rupiah).

Dalam hal ini jika melihat dari segi penanganan terhadap jenazah yang dimana terbukti
positiv Covid-19 dapat di jerat dengan pasal ini yang mengatur terkaiit wabah penyakit
sehingga dapat disimpulkan ooleh penulis bahwa dalam penanganan Terhadap pasien
atau yang patut diduga terjagki Covid-19 sehingga dalam penanganan yang ada tetap
mematuhi dan melaksanakan dengan prosedur penanggulangan wabah penyakit menular.
Pasal 5
(1) Upaya penanggulangan wabah meliputi:
a. penyelidikan epidemiologis;
b. pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita, termasuk tindakan
karantina;
c. pencegahan dan pengebalan;
d. pemusnahan penyebab penyakit;
e. penanganan jenazah akibat wabah;
f. penyuluhan kepada masyarakat;
g. upaya penanggulangan lainnya.
(2) Upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan
dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.

Lebi jelas di atur dalam Pasal 5 ayat 1 dalam poin e. Penanganan jenazah akibat wabah yang
dimana secara tegas telah mengatur hal tersebut
Undang-undang No. 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan:
Pasal 9
1) Setiap Orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
2) Setiap Orang berkewajiban ikut serta dalam penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan.
Peulis menganalisa secara langsung bahwa dalam keterangan karan tina kesehatan yang di
maksud dalam ayat 1 dan ayat 2 dimana setiap orang berkewajiban dan wajib mematuhi
penyelenggaraan kesehatan tersebut agar tidak mengakibatkan atau berdampak juga pada
kesehatan masyarakat secara luas
Pasal 93
Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan
Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Dalam pasal 93 dimana mengatur delik materil dan menerangkan secara tegas sanksi pidana
dimana secara administrasi dijatuhi sankksi pagi yang melanggar dengan denda paling
banyak seratus juta rupiah atau dengan pidana penjara 1 Tahun.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan:


Pasal 48
1) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 dilaksanakan
melalui kegiatan:
a. pelayanan kesehatan;
b. pelayanan kesehatan tradisional;
c. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit;
d. penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan;
e. kesehatan reproduksi;
f. keluarga berencana;
g. kesehatan sekolah;
h. kesehatan olahraga;
i. pelayanan kesehatan pada bencana;
j. pelayanan darah;
k. kesehatan gigi dan mulut;
l. penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran;
m. kesehatan matra;
n. pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan;
o. pengamanan makanan dan minuman;
p. pengamanan zat adiktif; dan/atau
q. bedah mayat.

Dalam pasal 48 ini peulis melihat bahwa dalam poin i Pelayanan kesehatan pada bencana
dalam hal ini penulis dapat menyimpulkah bahwa Covid-19 adala bencana wabah penyakit
yang menyerang seluruh dunia salah satunya indonesia, dalam hal ini adanya
penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

Pasal 49
1) Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat bertanggung jawab atas penyelenggaraan
upaya kesehatan.
2) Penyelenggaraan upaya kesehatan harus memperhatikan fungsi sosial, nilai, dan norma
agama, sosial budaya, moral, dan etika profesi.

Sedangkan melihat dari pasal 49 dalam pandangan penulis dalam ayat 1 dimana ada nya
kerjasama dalam pemeliharaan dan penyelenggaraan dimana perlunya tindakan untuk
menjaga dan menghormati hak setiap orang dalam hal ini untuk terlindung dari wabah
penyakit yang tentunya Covid-19 tersebut sehngga perlunya pemeliharaan dan perlindungan
terhabat kesehatan setiap individu yang dilakukan oleh pemerintah dan bekerjasama dengan
masyarakat melalui kepatuhan atas perilaku.

Sehingga penulis berkesimpulan bahwa baik dalam penindakan secara materil dan
formil telah diatur baik sannksi Pidana maupun administrasi yang dikenakan bagi para
pihak yang melanggar perlikaku-perlika sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 4
Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Undang-undang No. 6 Tahun 2018 tentang
Karantina Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan telah
secara jelas mengatur baik dari perbuatan-perbuuatan nya sehingga perlu di perhatikan
apakah benar adanya unsur kelalaian daripara pihak atau kesengajaan sehingga dapat
dipastikan seseorang benar-benar melakukan tinda pidana sebagai mana teah diatur dalam
aturan atau Undang-Undang yang ada sehingga benar yang terjadi bahwa orang tersebut
melakukan nya dan dapat dipastikan unsur dari tindakan nya tersebut.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sehingga dengan adanya surat telegram Kapolri tersebut, apabila masih ada pihak
yang melakukan pengambilan jenazah pasien PDP Covid-19 secara paksa dapat dikenakan
sanksi pidana. Dasarnya ialah Pasal 5 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang
Wabah Penyakit Menular dengan ancaman satu tahun penjara atau denda hingga
Rp.100.000.000 (Seratus Juta Rupiah) seperti diatur pada Pasal 93 Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Adapun bentuk
pertanggunjawaban pidana dalam pengambilan jenasah Covid19 secera paksa berdasarkan
Aturan tindak pidana umum dan aturan tindak pidana
Pihak Kepolisian Republik Indonesia juga sudah menyatakan bahwasannya apabila
ada pihak yang melakukan pengambilan paksa jenazah pasien Covid-19 tidak sesuai
prosedur yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi pidana. Bahkan sudah cukup banyak
pihak yang dijadikan tersangka dalam kasus tersebut. Penetapan tersangka oleh pihak
kepolisian tersebut salah satunya bertujuan untuk mencegah terjadinya kembali kasus
pengambilan paksa jenazah pasien Covid-19 oleh pihak keluarga.
Pertanggungjawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang melakukan
tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang,
maka orang tersebut patut mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan
kesalahannya. dapat dinyatakan bahwa pertanggungjawabanpidana mengandung makna
bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidanaatau melawan hukum, sebagaimana
dirumuskan dalam undang-undang, makaorang tersebut patut mempertanggungjawabkan
perbuatan sesuai dengankesalahannya. Orang yang melakukan perbuatan pidana
akanmempertanggungjawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila iamempunyai
kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktumelakukan perbuatan
dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangannormatif mengenai kesalahan yang
telah dilakukan orang tersebut.
B. SARAN
Sehingga dalam pandangan penulis bahwa perbuatan yang dimana dilakukan oleh
pelaku pengambilan jenazah pasien dapat di pertanggungjawabkan secara pidana memang
benar di atur dalam surat telegram kapolri tersebut yang dimana untuk berkoordinasi dan
bekerja sama dengan pihak rumah sakit rujukan Covid-19 untuk memastikan penyebab
kematian pasien apakah benar-benar korban Covid-19 atau tidak. Benar-benar tindakan
yang dilakukan oleh masyarakat terutama yang mengambil jenazah benar telah dipastikan
bersih dari Covid-19 dan dalam penerapan nya jika benar positif harus dilakukan tindakan
tegas dari aparat agar hal ini tidak memberikan kehawatiran bagi masyarakat lainnya dan
juga dapat dipastikan tindakan tersebut memberikan dapak buruk dalam upaya
penanganan terhadap wabah itu sendiri, sehingga perilaku-perlilaku tersebut dapat
ditindak secara tegas agar tidak terjadinya perbuatan atau tindakan yang sama di berbagai
tempat dan sehingga rasa aman dan pertumbuhan wabah tersebut dapat dikendalikan dan
tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat lain nya.

Daftar Pustaka

Buku :
Bariah Chairul, (2017). Perluasan Pertanggungjawaban Terhadap Tindak Pidana Yang
Dilakukan Oleh Anak, Syiah Kuala Law Journal
Effendi Erdianto, 2011, Hukum Pidana Indonesia, Bandung: RefikaAditama
Kansil C.S.T. dan Christine S.T Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Pradnya
Paramita,Jakarta, 2014
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.Tahun 2015.
Saleh Roeslan, “Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Dua Pengertian
Dasar dalam Hukum Pidana”, Centra, Jakarta, 2011.
Soekanto Soerjono, 1983, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta: UI Pres, hal.35
Suhariyanto Budi, (2017). Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Berdasarkan
Corporate Culture Model dan Implikasinya Bagi Kesejahteraan Masyarakat, Jurnal
Recthsvinding
Ubwarin Erwin, Patrick Corputty. (2020). Pertangungjawaban Pidana Dalam Keadaan
Darurat Bencana Covid-19, Mizan: Jurnal Ilmu Hukum

Web:
1https://bebas.kompas.id/baca/riset/2020/04/18/rangkaian-peristiwa-pertama-covid-
19/ diakses 15 November 2020
https://nasional.kompas.com/read/2020/03/03/06314981/fakta-lengkap-kasus-
pertama-virus-corona-di-indonesia?page=al, diakses pada tanggal 15 November 2020. Pukul
15.45 WITA
https://covid19.go.id/peta-sebaran, diakses pada tanggal 15 November 2020, Pukul
16.31 WITA.

Data Rekap Penulis, Pada tanggal 16 November 2020, Pukul 20.00 WITA.
https://www.viva.co.id/ragam/round-up/1278741-ironi-pengambilan-paksa-
jenazahcorona, diakses pada tanggal 15 November 2020

Anda mungkin juga menyukai