Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan Kriminologi dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia adalah


melalui kurikulum Fakultas Hukum (FH) dan kemudian pula melalui Lembaga Kriminologi
(LK). Di FH pengajaran kriminologi dianggap sebagai ilmu pengetahuan bantuan (hulp
wetenschap) untuk pendalaman ilmu hukum pidana. Sedangkan di LK pengertian kriminologi
adalah dalam arti luas, mencakup kriminalistik dan ilmu-ilmu forensik. Sekurang-kurangnya
dapat ditelusuri masuknya pengajaran kriminologi ini sejak tahun 1948, untuk perkembangan
masa depan perlu di ”bangun” hubungan timbal-balik yang saling bermanfaat antara Pembuat
Keputusan (policy maker) di bidang kejahatan dan gejala kriminalitas, dengan para
kriminolog (sebagai ahli dan peneliti ilmiah). Apalagi sekarang ditengah wabah pandemic
COVID-19 ini berkaitan dengan meningkatnya kriminalitas di seluruh dunia, khususnya di
Indonesia maka perlu adanya suatu upaya hukum yang dapat menjadi landasan dalam
melakukan penegakkan hukum terhadap kejahatan ditengah pandemic ini yang terjadi di
Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1.    Apa pengertian Perkembangan Kriminologi ?

2.    Bagaimana hubungan Kriminologi dengan munculnya wabah COVID-19 di dunia?

3.    Dampak pandemic COVID-19 yang terjadi pada masyarakat di Indonesia?

4.   Apa upaya aparat penegak hukum dalam menangani wabah COVID-19 ini?

C. Tujuan Makalah

1.    Untuk mengetahui bagaimana perkembangan kriminologi;

2.    Untuk mengetahui maraknya kriminalitas ditengah wabah COVID-19;

3.    Untuk mengetahui upaya apa saja yang bisa dilakukan untuk mengurangi kasus;

1
4.    Untuk mengetahui penegakaan  hukum yang dilakukan di Indonesia dalam menangani
pandemic.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkembangan Kriminologi

Pasca revolusi pada akhir abad ke XIX kriminologi Konvensional dianggap ilmu
pengetahuan tersendi di Eropa dan Amerika Serikat. Para pelopornya adalah Lombroso, Ferri
dan Von Liszzt. Kriminologi ditujukan untuk memahami penjahat secara rasional dan
obyektif. Berdasarkan penelitiannya Lombroso memperkenalkan teori bahwa penjahat dapat
dikenal dari bentuk badan yang dibawa sejak lahir. Teori ini tidak mengandung kebenaran,
sehingga menimbulkan reaksi. Ferri memperbaiki teori ini dengan mengkompromikan
dengan teori Lacas Sagne, Von Liszt sependapat dengan teori dan menyarankan agar
pendapat baru kriminologi ini diperhatikan dalam hukum pidana. Hal ini merupakan aliran
baru dalam hukum pidana mulai saat itu kriminologi menjadi pengetahuan yang membantu
hukum pidana. Karena merupakan aliran baru hukum pidana menganut aliran baru
kriminologi, lalu berpendapat bakat serta lingkungan tidak perlu diperhatikan dalam
menjatuhkan hukuman.

Ini berarti meminta petugas pelaksanaan hukuman pidana mempertimbangkan


lingkungan dan bakat petindak sebelum menjatuhkan hukuman. Aliran baru ini menentang
aliran konvensional hukum pidana yang berpendapat tidakan pelanggar hukum timbul dari
keinginan sendiri setelah memperhitungkan untung ruginya, makanya cukup mempelajari
tindakannya saja tanpa memperhatikan diri petindak dan hukuman wajar.

B. Munculnya Wabah COVID-19 di Dunia

Pada akhir Tahun 2019 atau awal Tahun 2020, masyarakat di dunia mengenal
Coronavirus (Covid-19) sebagai pandemi. Pandemi ini menyebar hingga ke wilayah
Indonesia, banyak hal berdampak dalam kehidupan kita, salah satunya mengenai kejahatan.
Kejahatan sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang kita lalui. Kejahatan yang terjadi
di masa pandemi COVID-19 memberikan warna kelabu dengan situasi kelam bagi kita
semua.

2
COVID-19 merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh coronavirus.
Coronavirus baru ditemukan sebagai sumber penyakit yang dapat mengakibatkan penyakit
covid-19 ini bagi hewan maupun manusia. Penyakit ini mewabah bermula dari wilayah
Wuhan, Tiongkok di bulan Desember 2019 dan terus menyebar ke beragam wilayah di dunia
hingga bulan Juli 2020 ini. Banyak jumlah korban meninggal dunia karena penularan
penyakit ini, sehingga pola hidup bersih harus dilakukan setiap waktu sebagai upaya
pencegahannya. Adapun vaksin atas penyakit COVID-19 ini belum ditemukan dan masih
terus diupayakan oleh banyak pihak untuk segera ditemukan. Beberapa informasi tersebut
adalah hal penting yang didapatkan dari World Health Organization (2020). Lalu berapa lama
pandemi (COVID-19) ini berlangsung? Entahlah, namun mari selalu berpola hidup bersih dan
berdoa agar Tuhan selalu melindungi serta memberi kesehatan bagi kita semua.

C. Dampak Dari Pandemic COVID-19 Beserta Kejahatan Yang Terjadi

Bahwa COVID-19 merupakan ancaman global, termasuk bagi masyarakat di


Indonesia. Sudah banyak pekerja kehilangan pekerjaannya dan ancaman timbulnya
kemiskinan baru. Pada bidang hukum, telah banyak narapidana diberikan asimilasi sehingga
kembali ke masyarakat, termasuk pula banyak anak sebagai pelaku kejahatan yang
direintegrasi kepada keluarga masing-masing, hingga munculnya pola kejahatan baru di masa
kini yang berbeda dengan kejahatan dalam kondisi normal. Banyak hal berpengaruh atas
posisi rentan anak sebagai pelaku kejahatan dalam masa pandemi ini yang perlu diperhatikan.
Tantangan kejahatan di masa seperti sekarang antara lain jumlah rasio Kepolisian dengan
jumlah masyarakat yang harus dilindungi sehingga menimbulkan ancaman atas rasa aman,
area pengawasan yang sangat luas (social order vs fragile community), latar belakang
pendidikan dan sosial yang sangat beragam di Indonesia, kekhawatiran atas krisis ekonomi.
Pandemi (COVID-19) memberikan ekses pada tingkat perekonomian sehingga negara
mememberikan beragam kebijakan untuk melawan COVID-19. Beberapa kebijakan itu antara
lain physical distancing, penerapan pembatasan social berskala besar (PSBB), serta
pembebasan narapidana dalam jumlah besar.

1. Maraknya Kejahatan ditengah COVID-19

Kejahatan berarti “perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku
yang telah disahkan oleh hukum tertulis” (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Kejahatan
berdasarkan pendapat R. Soesilo (1985) adalah tingkah laku manusia (walaupun sudah atau
belum ditentukan dalam peraturan perundang-undangan) yang selain merugikan di penderita,

3
juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman, dan
ketertiban. Beragam kejahatan memberikan akibat yang mengganggu kepentingan hukum
(seperti fisik, psikis, harta benda, harkat maupun martabat, dan sejenis lainnya) dari individu
maupun masyarakat luas. Pengaturan atas kejahatan yang beragam terjadi dalam kehidupan
kita terdapat dalam hukum tertulis yang berlaku di Indonesia (hukum positif) maupun dalam
kaidah norma lain yang berkembang di masyarakat (norma kesopanan, norma kesusilaan, dan
norma lainnya). Sehubungan dengan aparat penegak hukum, di mana salah satunya adalah
Kepolisian (yang menjadi salah satu narasumber) maka penegakan hukumnya terbatas pada
kejahatan yang terdapat dalam hukum tertulis saja (hukum positif). Sedangkan penegakan
atas kejahatan yang diatur dalam kaidah norma yang berkembang di masyarakat (selain
kaidah hukum), maka disesuaikan dengan jenis kaidah norma tersebut. Kejahatan yang
mengalami peningkatan antara lain;

1. Pencurian dengan kekerasan meningkat sekitar 25%


2. Pembunuhan meningkat sekitar 14%
3. Perjudian yang meningkat sekitar 14%
4. Lalu kejahatan yang mengalami penurunan ialah antara lain pencurian dengan
pemberatan,

Pencurian motor, penganiayaan dengan pemberatan, penipuan dan penggelapan, serta


narkotika. Adapun kejahatan yang tidak mengalami perubahan sama sekali (terjadi namun
berjumlah tetap) adalah kejahatan seksual. Bahwa tantangan kejahatan pada masa pandemi
ini berupa masih maraknya kejahatan konvensional (street crime) yang dimungkinan karena
adanya asimilasi narapidana dan semakin bertambahnya jumlah pengangguran, terjadinya
penimbunan sembako, kejahatan siber (cyber crime) berupa hoaks atau ujaran kebencian,
penyelewengan dana bansos, serta penyelewengan dana desa dalam rangka penanganan
COVID-19. Beragam langkah preventif maupun represif juga telah dilakukan oleh
Kepolisian untuk mendukung program Pemerintah. Diharapkan langkah-langkah tersebut
dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan COVID-19 sekaligus dapat memberikan rasa
aman bagi masyarakat di Indonesia. Tampak dari prediksi, data, maupun survey di media
massa yang memungkinkan tingginya kejahatan tertentu di masa pandemi ini. Tingginya
kejahatan tersebut dapat terjadi secara signifikan. Faktor penyebab kejahatan secara teori
dapat dilihat berdasarkan teori aktivitas rutin (routine activity theory) dari Marcus Felson dan
Lawrence E. Cohen (1979). Teori ini mensyaratkan adanya pelaku yang termotivasi
(motivated offenders), target yang cocok dan menarik dari korban kejahatan (suitable

4
targets), serta tidak ada penjagaan yang cakap dan mampu melindungi atas orang atau barang
yang menjadi target (absence of capable guardians). Apabila ketiga hal tersebut dapat
dipengaruhi secara baik, maka peningkatan kejahatan yang ekstrim di masa pandemic
(COVID-19) ini dapat dicegah.

2. Penimbunan Bahan Pokok

Membahas soal hukuman pidana bagi masyarakat maupun korporasi yang dengan
sengaja menimbun bahan kebutuhan pokok masyarakat selama pandemi COVID-19. Hal itu
tertuang pada telegram bernomor ST/1099/IV/HUK.7.1./2020 yang ditandatangani
Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo tertanggal 4 April 2020 yaitu;

- Mereka yang memainkan harga atau menimbun bahan pokok disangkakan


Pasal 29 dan Pasal 107 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan,
- Pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta UU
lain yang terkait.
- Sementara, oknum yang menghambat jalur distribusi pangan dikenakan Pasal
107 huruf f UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang
berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara.

Kemudian, praktik penipuan penjualan online alat-alat kesehatan, masker, alat pelindung
diri (APD), antiseptik, obat-obatan dan disinfektan sebagaimana dimaksud;

- Pasal 45A ayat (1) juncto


- Pasal 28 ayat (1) UU ITE,
- Serta kejahatan orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan karantina kesehatan
dan atau menghalangi sebagaimana UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan Pasal 93.
3. Pembebasan Para Napi Secara Besar-Besaran

Masalah kejahatan mencuat ke permukaan dan menarik perhatian masyarakat.


Beberapa media massa memberitakan tentang meningkatnya kejahatan pencurian dengan
kekerasan seperti rampok dan begal disertai video dan foto-foto korban begal. Di grup media
sosial pun dipenuhi peringatan tentang hati-hati terhadap maraknya kejahatan sebagai akibat
lesunya ekonomi di tengah pandemi COVID-19 dan adanya pembebasan napi besar-besaran.
Pembebasan napi merupakan kebijakan Kemenkumham yang secara nasional membebaskan
sekitar 36 ribu napi dalam program asimilasi untuk mencegah pandemi COVID-19 masuk ke

5
dalam LP. Para napi akan berada di rumah dengan pengawasan petugas. Persoalannya,
pembebasan napi yang cukup besar di tengah lesunya ekonomi akibat pandemi COVID-19
menimbulkan kekhawatiran meningkatnya kejahatan di tengah masyarakat.

Dalam kriminologi klasik, banyak kriminolog berpendapat faktor ekonomi sebagai


salah satu penyebab kejahatan dengan menyatakan kemiskinan adalah penyebab utama
kejahatan. Walaupun dalam kajian berikutnya muncul faktor biologis yang ada pada diri
pelaku dan faktor lain yang banyak (multiple factors), faktor ekonomi tetap menjadi unsur
dominan kejahatan. Perhatian dunia internasional terlihat dari Kongres ke-8 PBB tahun 1990
di Havana, Kuba, yang mengidentifikasikan sebagai faktor kondusif penyebab terjadinya
kejahatan antara lain;

a) Kemiskinan, pengangguran, kebutahurufan (kebodohan),


ketiadaan/kekurangan perumahan yang layak dan sistem pendidikan serta
latihan yang tidak cocok/serasi;
b) Meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai prospek (harapan)
karena proses integrasi sosial, juga karena memburuknya ketimpangan-
ketimpangan sosial;
c) Mengendurnya ikatan sosial dan keluarga;
d) Keadaan-keadaan/kondisi yang menyulitkan bagi orang-orang yang
beremigrasi ke kota-kota atau ke negara-negara lain;
e) Rusaknya atau hancurnya identitas budaya asli, yang bersamaan dengan
adanya rasisme dan diskriminasi menyebabkan kerugian/kelemahan di
bidang sosial, kesejahteraan, dan lingkungan pekerjaan
f) Menurun atau mundurnya (kualitas) lingkungan perkotaan yang
mendorong peningkatan kejahatan dan berkurangnya pelayanan bagi
tempat-tempat fasilitas lingkungan/bertetangga;
g) Kesulitan-kesulitan bagi orang-orang dalam masyarakat modern untuk
berintegrasi sebagaimana mestinya di dalam lingkungan masyarakatnya,
keluarganya, tempat kerjanya, atau lingkungan sekolahnya;
h) Penyalahgunaan alkohol, obat bius, dan lain-lain yang pemakaiannya juga
diperlukan karena faktor-faktor yang disebut di atas;
i) Meluasnya aktivitas kejahatan terorganisasi, khususnya perdagangan obat
bius dan penadahan barang-barang curian;

6
j) Dorongan-dorongan (khususnya oleh mass media) mengenai ide-ide dan
sikap-sikap yang mengarah pada tindakan kekerasan, ketidaksamaan (hak),
atau sikap-sikap tidak toleransi.
k) Dalam perspektif kriminologis, pengkajian mengenai kejahatan mengalami
perkembangan pesat yang memunculkan berbagai teori tentang faktor
penyebab kejahatan. Secara tradisional, teori-teori tersebut dibedakan
pada;
- Teori-teori yang mencari sebab kejahatan dari aspek fisik (biologi
kriminal),
- Teori-teori yang mencari sebab kejahatan dari faktor psikologis dan
psikiatris (psikologi kriminal), dan
- Teori-teori yang mencari sebab kejahatan dari faktor sosio kultural
(sosiologi kriminal).

Tiap-tiap teori tersebut mempunyai kelemahan dan kelebihan tersendiri, karena


persoalan kejahatan tidak mungkin dapat ditinjau dari satu aspek. Meskipun demikian, teori
ketiga (sosiologi kriminal) bersifat lebih komprehensif, karena objek utama teori ini adalah
mempelajari hubungan antara masyarakat dan anggotanya, antara kelompok baik karena
hubungan tempat maupun etnis dengan anggotanya, antara kelompok dengan kelompok,
sepanjang hubungan tersebut dapat menimbulkan kejahatan. Di samping itu, juga dipelajari
tentang umur, seks, serta pelapisan sosial (berdasarkan tingkat ekonomi, pendidikan,
kedudukan adat, dan sebagainya). Menurut teori ini, suatu masyarakat dapat dimengerti dan
dinilai hanya melalui latar belakang kultural yang dimilikinya, norma dan nilai yang berlaku.
Apakah kultur, norma, dan nilai tersebut dipandang baik atau buruk, seberapa jauh konflik
yang timbul antara norma/nilai yang satu dengan lainnya, dan karenanya dipandang dapat
meningkatkan atau paling tidak ikut membantu timbulnya kejahatan (IS Susanto, 1990).

Kebijakan pembebasan narapidana dalam upaya menekan laju penyebaran virus


corona adalah wewenang Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia. Hal tersebut didasar atas kekhawatiran pemerintah akan penyebaran virus corona di
dalam lapas. Overcrowded atau kelebihan kapasitas dalam lapas memperlihatkan
kekhawatiran tersebut bukan hal yang main-main. Jumlah lapas dan rutan yang terdapat di
seluruh Indonesia mencapai 528 dengan kapasitas sebanyak 130.512 orang. Sedangkan
jumlah penghuni lapas mencapai 269.846 orang, hal tersebut mengakibatkan overcrowded
hingga 107%! Bahkan Occupancy rate 23 negara di benua Asia pada tahun 2014-2017

7
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu dari 8 negara yang mengalami extreme
overcrowding bersama-sama dengan negara Afghanistan, Bangladesh, Kamboja, Iran, Nepal,
Pakistan dan Filipina.

Amiruddin yang menjabat sebagai Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
menyatakan bahwa ketika melakukan survei ke lapas-lapas yang ada, sel-sel yang penuh dan
sempit diisi oleh belasan orang yang merupakan maling-maling kelas teri. Sistem peradilan
pidana di Indonesia pun cenderung ingin menjebloskan pelaku kejatan ke penjara. Hal
tersebut kemudian membuat penjara penuh dan sesak karena pencuri yang dihukum tiga
bulan pun harus masuk ke rumah tahanan. Dalam membuat kebijakan pembebasan
narapidana terkait dengan wabah corona, pemerintah menetapkannya melalui program
asimilasi dan hak integrasi. Program asimilasi adalah proses pembinaan narapidana dan anak
yang dilaksanakan dengan membaurkan narapidana dan anak dalam masyarakat. Selanjutnya
hak integrasi adalah pemberian pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti
bersyarat bagi narapidana yang melakukan tindak pidana selain tindak pidana terorisme,
narkotika dan prekurson narkotika psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan
negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional
terorganisasi, atau warga negara asing. Rika Aprianti Kabag Humas Kemenkuham
menyatakan bahwa narapidana yang dapat menjalankan program asimilasi dan hak integrasi
adalah mereka yang berkelakuan baik dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman
disiplin dalam kurun waktu 6 bulan terakhir, aktif mengikuti program dengan baik dan telah
menjalani setengah masa pidana

Kebijakan ini diberlakukan berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor
10 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK.01.04.04
Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi
dan Integrasi Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Corona. Berikut
adalah kriteria mengenai pengeluaran narapidana dan anak melalui asimilasi di rumah yang
ditandangani oleh Plt. Direktur Jenderal Pemasyarakatan:

1) Narapidana yang 2/3 (dua per tiga) masa pidananya jatuh sampai
dengan tanggal 31 Desember 2020.
2) Anak yang 1/2 (satu per dua) masa pidananya jatuh sampai dengan
tanggal 31 Desember 2020.

8
3) Narapidana dan Anak yang tidak terkait dengan PP 99 Tahun 2012,
yang tidak menjalani subsidaer dan bukan warga negara asing. (PP 99
Tahun 2012 berisikan mengenai narapidana narkoba dan koruptor).
4) Asimilasi dilaksanakan di rumah sampai dengan dimulainya integrasi
berupa Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti
Bersyarat
5) Surat keputusan asimilasi diterbitkan oleh Kepala Lapas, Kepala
LPKA dan Kepala Rutan.

Sedangkan kriteria mengenai pengeluaran narapidana dan anak melalui integrasi


(Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat), dengan kriteria sebagai
berikut :

- Narapidana yang telah menjalani 2/3 masa pidana.


- Anak yang telah menjalani 1/2 masa pidana.
- Narapidana dan Anak yang tidak terkait dengan PP 99 tahun 2012, yang tidak
menjalani subsidaer dan bukan warga negara asing.
- Usulan dilakukan melalui sistem database pemasyarakatan.
- Surat keputusan integrasi diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

Terlepas dari kriteria-kriteria tersebut, sorotan publik adalah tertuju pada para napi
yang berstatus sebagai koruptor, teroris juga pengedar narkoba. Dengan tegas pemerintah
menyatakan tidak mengizinkan pembebasan untuk kategori napi jenis tersebut. Hal ini juga
sempat hangat diperbincangkan dalam berbagai media. Walaupun pada awalnya, Yasonna
Laoly selaku Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sempat menyinggung pembebaskan
para napi yang berstatus koruptor, teroris dan narkotika. Hal tersebut menimbulkan pro dan
kontra di tengah masyarakat. Selain itu pernyataan Yasonna Laoly tersebut juga membuat
sebagian masyarakat bingung karena berbanding terbalik dengan pernyataan Presiden selaku
atasannya. Untuk itu, pemerintah dengan tegas tidak akan membebaskan para napi yang
berstatus koruptor, teroris dan pengedar narkotika

Tidak hanya di Indonesia, negara-negara lain juga turut mengkaji dan mulai
memberlakukan pembebasan narapidana terkait dengan penyebaran wabah virus corona.
Contohnya adalah Inggris, pemerintah Inggris menyatakan akan membebaskan narapidana
yang memiliki pelanggaran dengan resiko rendah dan narapidana yang memiliki masa
tahanan selama atau kurang dari dua bulan. Narapidana tersebut dipantau secara elektronik

9
dan akan dikembalikan ke dalam penjara jika menunjukkan hal-hal yang mengkhawatirkan.
Sedangkan bagi para pelaku pelecehan seksual dan siapa pun yang dianggap berbahaya bagi
anak-anak serta negara tidak akan dibebaskan. Contoh lainnya di Asia, yaitu Korea Selatan.
Negara ini melepaskan dua narapidana terinfeksi corona dengan jaminan dan memerintahkan
narapidana tersebut agar melakukan karantina diri di rumah. Sedangkan di Amerika Serikat
para pengacara, jaksa dan keluarga dari narapidana di negara bagian California mendesak
agar narapidana yang telah berusia lanjut dan memiliki masalah kesehatan segera dibebaskan,
karena sebanyak 6 narapidana meninggal dan setidaknya sebanyak 200 narapidana dan 60-an
staf lapas dilaporkan positif corona. Jika kembali melihat overcrowded yang terjadi dalam
lapas di Indonesia, kemungkinan penyebaran virus corona dalam lapas akan terjadi dengan
sangat terjadi. Sejauh ini total narapidana yang telah dibebaskan karena program asimilasi
dan hak integrasi lebih dari 35.000 orang. Namun juga pembebasan narapidana dalam jumlah
besar menjadi keresahan di masyarakat. Menurut Guru Besar Hukum Pidana Universitas
Jenderal Soedirman, Prof Hibnu Nugroho bahwa perbuatan napi yang kembali berulah
menimbulkan keresahan di masyarakat, kemudian lebih jelasnya dia juga mengatakan bahwa
kondisi ekonomi yang tidak jelas, pengangguran yang banyak, hidup susah menjadikan
potensi kriminologinya besar sekali, wajar apabila masyarakat takut.

Dua kasus di awal tulisan ini tentang narapidana yang kembali melakukan aksi
kriminal setelah dibebaskan adalah contoh kecil dari sebagian kasus lainnya. Selain dua kasus
tersebut, terdapat beberapa kasus-kasus lain dengan hal serupa, yaitu diantaranya adalah
sebuah kasus penjambretan dengan motif memenuhi kebutuhan hidup di tengah corona.
Narapidana yang melakukan tindakan kriminal tersebut berjumlah dua orang yaitu berinisial
B dan Y, padahal mereka belum genap sepekan menghirup udara bebas. Kedua orang
tersebut merupakan warga Surabaya dan mereka ditangkap di Jalan Darmo Surabaya pada
kamis 9 April yang lalu.

Kemudian kasus selanjutnya terjadi di Bali yaitu seorang pelaku yang berinisial I
yang baru saja dibebaskan karena program asimilasi dari pemerintah, dia kedapatan menjadi
kurir ganja dari ekspedisi Pekanbaru ke Bali, dia kembali ditangkap saat akan mengambil
kiriman paket ganja di kantor jasa ekspedisi. Kasus lainnya juga terdapat di Makassar di
mana F (inisial) yang merupakan eks narapidana yang baru saja keluar dari penjara karena
program asimilasi, kembali masuk ke dalam penjara karena kedapatan mencuri empat
bungkus rokok dan uang tunai Rp 150.000,00. Bukti bahwa narapidana kembali berulah
tersebut dapat menjadi tanda bahwa penilaian perilaku sebelum mereka dibebaskan kembali

10
dan dan dibiarkan berbaur ke masyarakat kuranglah efektif. Ketika pemerintah tidak dapat
menjamin apabila narapidana tersebut tidak akan melakukan tindakan kriminalnya lagi, maka
hal yang dapat dijamin oleh pemerintah adalah pengawasan dan tindakan petugas yang
senantiasa berjaga setelah para narapidana ini dikembalikan ke dalam masyarakat.

Sanksi apabila melanggar program asimilasi dan integrasi siap diterima bagi para
narapidana tersebut. Hak asimilasi dan integrasi akan dicabut bagi mereka yang kedapatan
berulah kembali, juga kasus pidana yang baru akan turut serta ditambahkan dalam daftar
kasus napi yang bersangkutan. Selain itu, mereka juga akan dimasukkan ke dalam straft cell
atau sel pengasingan dan tidak diberikan hak remisi sampai waktu tertentu sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Pertanyaan besar di kepala kita adalah, apakah sistem pengawasan
seperti yang sudah mulai dijalankan di beberapa lapas di Indonesia sudah efektif? Fungsi
pengawasan menjadi sangat penting untuk mencegah kasus-kasus kriminal lain yang dapat
terjadi karena berbagai tekanan, seperti pemenuhan kebutuhan hidup. Sudah saatnya,
pemerintah harus berpikir lebih keras, mencari solusi mengenai sistem pengawasan seperti
apa yang efektif untuk mencegah kasus kriminal yang bisa saja kembali dilakukan para napi
yang dibebaskan, sekaligus mencari sistem untuk penekanan mata rantai virus corona.

D. Upaya Aparat Penegak Hukum Saat Menghadapi Pandemic COVID-19

Untuk menangani wabah tersebut, penegakan hukum menjadi salah satu langkah yang
dipilih pemerintah. Aparat kepolisian pun dikerahkan dalam mengatasi wabah virus corona di
Tanah Air. Secara garis besar, polisi bertugas dalam membubarkan kerumunan massa,
menangani penyebar berita bohong atau hoaks, serta penimbun bahan pokok, Polisi juga
menyiapkan ancaman pidana bagi mereka yang melanggar yaitu dengan dibuatnya

- Maklumat Kapolri
Maklumat Kapolri Nomor Mak/2/III/2020 tentang Kepatuhan terhadap
Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (Covid-19).

Melalui maklumat yang ditandatangani kepolisian, Kapolri meminta masyarakat tidak


berkerumun. Tidak mengadakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang menyebabkan
berkumpulnya massa dalam jumlah banyak, baik di tempat umum maupun di lingkungan
sendiri Kapolri juga meminta masyarakat tak menimbun bahan pokok serta tidak
menyebarkan berita bohong atau hoaks karna ancaman pidana menanti bagi mereka yang
melanggar imbauan polisi untuk membubarkan diri. Apabila ada masyarakat yang
membandel, yang tidak mengindahkan perintah personel yang bertugas untuk kepentingan

11
masyarakat, bangsa dan negara, polisi akan memproses hukum, dan mereka akan dijerat
“Pasal 212 KUHP, Pasal 216 KUHP, dan Pasal 218 KUHP”. Ancaman hukumannya adalah
satu tahun empat bulan penjara. Baru-baru ini pemerintah memutuskan untuk menerapkan
pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dalam rangka penyebaran virus corona dan Dalam
Surat Telegram Kapolri Nomor ST/1098/IV/HUK.7.1./2020, ancaman pidana bagi mereka
yang melawan imbauan polisi untuk membubarkan diri bertambah.

1. Menghalangi petugas akan dikenakan sanksi yaitu;


- Menolak atau melawan petugas yang berwenang sebagaimana Pasal 212 sampai
dengan Pasal 218 KUHP dan menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah
penyakit sebagaimana UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
Pasal 14 ayat (1) dan (2),"
- Dalam Pasal 14 ayat 1 UU tentang Wabah Penyakit Menular disebutkan, siapa
saja yang menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah, diancam pidana
penjara selama-lamanya satu tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp
1.000.000.
- Sementara, Pasal 14 ayat 2 UU yang sama menuliskan, bagi siapapun yang karena
kealpaannya mengakibatkan terhalanginya pelaksanaan penanggulangan wabah,
diancam hukuman kurungan enam bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp
500.000.
- Polisi mengantisipasi bentuk pelanggaran atau kejahatan yang mungkin terjadi
selama PSBB antara lain kejahatan yang terjadi pada saat arus mudik (street
crime), kerusuhan/penjarahan yaitu pencurian dengan kekerasan, pencurian
dengan pmberatan. Tindak pidana tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal
362, 363, 365, 406, dan 170 KUHP.
- Bentuk kejahatan lainnya, yakni upaya menghambat kemudahan akses
sebagaimana diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana Pasal 77 juncto Pasal 50 Ayat (1) dan Pasal 79 Ayat (1) dan (2).
- Kemudian, ancaman pidana bagi mereka yang tidak mematuhi atau melanggar
penyelenggaraan kesehatan seperti tertuang Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018
tentang Kekarantinaan Kesehatan.

12
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Mengenai tingkat kejahatan di Indonesia dan beragam wawasan mengenai


perkembangan kriminologi saat situasi pandemic COVID-19 ini juga diharapkan memberikan
pemahaman lebih mendalam yang bermanfaat bagi para pembaca maupun bagi masyarakat
yang sedang berjuang di masa pandemi (COVID-19) ini. Mari tetap semangat untuk berharap
dan berupaya atas rasa aman di sekitar kita dalam situasi abnormal ini. Dengan demikian,
untuk dapat memahami dan menjelaskan kejahatan yang ada, perlu dipelajari bagaimana
aspek-aspek budaya tertentu dapat memengaruhi timbulnya kejahatan, misalnya sampai
seberapa jauh budaya membawa senjata tajam berpengaruh terhadap timbulnya kejahatan
kekerasan. Begitu pula berbagai aspek budaya tertentu lainnya yang pada masa lampau
dianggap sebagai “baik” dengan perubahan sosial mungkin justru mempunyai pengaruh besar
dalam timbulnya kejahatan dan bentuk-bentuk penyimpangan sosial lainnya.

B. SARAN

Beberapa rekomendasi yang disarankan dalam menghadapi tantangan saat pandemic


COVID-19 ini antara lain memperkuat komunikasi secara daring atau online maupun edukasi
kepada masyarakat untuk membangun kesadaran masyarakat dalam pencegahan kejahatan
melalui Babinkamtibmas, lalu membangun mekanisme kolaborasi antara berbagai instansi
untuk melakukan upaya pencegahan kejahatan hingga ke tingkat RT/ RW, mendorong
koordinasi skema bantuan ekonomi dan sosial untuk keluarga rentan yang tepat sasaran, serta
memperkuat jaringan kepedulian sosial bagi keluarga rentan agar kebutuhan dasar mereka
terpenuhi. Dan juga dengan adanya physical distancing, penerapan pembatasan social

13
berskala besar (PSBB), serta pembebasan narapidana dalam jumlah besar itu seharusnya di
pekerjakan menjadi relawan contohnya membuat masker, hand sanitizer dan alat kesehatan
lainnya untuk membantu para medis agar pembebasan para narapidana lebih produktif dan
tidak malah menyebabkan tingkat kriminalitas dijalanan semakin marak terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan dalam sistem kebijaksanaan pembangunan lingkungan


hidup, PT.Refika Aditama, Bandung,2011.

http://willdanmunji.blogspot.co.id/2014/03/gugatan-lingkungan-dan-tanggung-gugat.html
(diaksespadaharisenin,26oktober2015)

http://zriefmaronie.blogspot.co.id/2014/05/hukum-lingkungan-keperdataan_17.html ( diakses
pada harisenin26oktober2015)

http://fhukum.unpatti.ac.id/artikel/lingkungan-hidup-pengelolaan-sda-dan-perlindungan-hak-
hak-adat/376-prinsip-tanggunggugat-keperdataan-terhadap-pencemaran-lingkungan-hidup-di-
gunung-botak-pulau-buru. ( diakses pada  hari senin, 26 oktober 2015 )

Sumber (seluruh sumber diakses pada tanggal 12 April 2020):

https://bebas.kompas.id/baca/polhuk/2020/04/06/presiden-pembebasan-bersyarat-hanya-
untuk- napi-pidana-umum-bukan- koruptor/?
utm_source=bebasakses_kompasid&utm_medium=whatsapp_shared&utm_content=s
osmed&utm_campaign=sharinglink

http://icjr.or.id/data/wp-content/uploads/2018/04/Overcrowding-Indonesia_Final.pdf

https://kumparan.com/kumparannews/napi-kembali-berulah-usai-bebas-karena-corona-
kemenkumham-dinilai-gagal-1tBl4gZwkKi

https://www.beritasatu.com/nasional/592646-over-kapasitas-lapas-capai-107-persen

14
https://www.liputan6.com/news/read/4216406/syarat-pembebasan-narapidana-dan-anak-
untuk- cegah-corona-covid-19

https://www.indozone.id/news/M7sM65/30-ribu-napi-bebas-demi-cegah-corona-dpr-jangan-
disalahgunakan

https://kumparan.com/kumparannews/napi-yang-bebas-karena-corona-berulah-lagi-
kemenkumham-perketat-pengawasan-1tCHmsaYjo5

https://katadata.co.id/berita/2020/04/09/kebijakan-penjara-penjara-dunia-di-tengah-pandemi-
corona

https://www.era.id/read/y6UJyg-berulah-lagi-hak-asimilasi-dan-integrasi-napi-bisa-dicabut

http://rri.co.id/post/berita/813965/kumham/
ini_penjelasan_permenkumham_soal_asimilasi_dan_ hak_integrasi.html

https://kumparan.com/kumparannews/warga-resah-karena-napi-berulah-usai-bebas-
kemenkumham-didesak-tanggung-jawab-1tBqySZsdnW

https://regional.kompas.com/read/2020/04/12/06100011/sederet-kasus-napi-yang-
dibebaskan- kembali-berulah-dan-ditangkap-polisi?page=1

https://bali.tribunnews.com/2020/04/04/meski-sudah-dibebaskan-pengawasan-157-
narapidana- tetap-dilakukan?page=1

15

Anda mungkin juga menyukai