Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PKN

DISUSUN OLEH :
Aurellia Keysha Puteri Erlangga
XII IPA 1
ABSEN 06
GURU PEMBIMBING :
Kamasiah azwar
SMA NEGERI 1 REJANG LEBONG
2021/2022
Kata pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat-Nya sehingga makalah dengan judul “hukuman
mati kasus korupsi anggaran bantuan sosial COVID” ini dapat
tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga kami mengucapkan
banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas
PKN . Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan agar
menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman maka
kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempuraan makalah ini.
Daftar Isi

Kata Pengantar…………………………………………………………………
(Halaman)
Daftar Isi…………………………………………………………………………….
(Halaman)
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………….
(Halaman)
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………….
(Halaman)
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………..
(Halaman)
1.3Tujuan……………………………………………………………………………
(Halaman)

BAB 2 PEMBAHASAN……………………………………………………
(Halaman)
2.1 Apakah Hukuman Mati di
perbolehkan…………………………………………………(Halaman)
2.2Membuktikan Koruptor Merugikan Keuangan
Negara…………………………………………….(Halaman)
2.3 Mengapa Belum Ada Koruptor Dana Bencana di Vonis
Mati………….…………………………………(Halaman)
2.4 Kenapa Vonis ini di Tentang………………(Halaman)
2.5 Tanggapan Kpk…………………..(Halaman)
BAB 3 PENUTUP………………………………………………………………….
(Halaman)
2.6 Kesimpulan…………………………………………………………………….
(Halaman)

BAB 1
PENDAHULUAN

Latar belakang

virus Corona atau COVID-19, kasusnya dimulai dengan pneumonia


atau radang paru-paru misterius pada Desember 2019. Kasus ini diduga
berkaitan dengan pasar hewan Huanan di Wuhan yang menjual
berbagai jenis daging binatang, termasuk yang tidak biasa dikonsumsi,
misal ular, kelelawar, dan berbagai jenis tikus.Kasus infeksi pneumonia
misterius ini memang banyak ditemukan di pasar hewan tersebut. Virus
Corona atau COVID-19 diduga dibawa kelelawar dan hewan lain yang
dimakan manusia hingga terjadi penularan. Coronavirus sebetulnya
tidak asing dalam dunia kesehatan hewan, tapi hanya beberapa jenis
yang mampu menginfeksi manusia hingga menjadi penyakit radang
paru.Sebelum COVID-19 mewabah, dunia sempat heboh dengan SARS
dan MERS, yang juga berkaitan dengan virus Corona. Dengan latar
belakang tersebut, virus Corona bukan kali ini saja membuat warga
dunia panik. Memiliki gejala yang sama-sama mirip flu, virus Corona
berkembang cepat hingga mengakibatkan infeksi lebih parah dan gagal
organ.

Mengacu pada kasus korupsi yang dilakukan eks Menteri Sosial, Juliari
Batubara terkait dana Bantuan Sosial atau Bansos. Tuntutan jaksa KPK
kepadanya 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Padahal Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri pernah menyebutkan
perihal ancaman hukuman mati bagi para tersangka korupsi bansos
saat pandemi.Terkait kasus korupsi yang dilakukan Juliari Batubara yang
menerima suap sebesar Rp 32 miliar dari para pengusaha atau vendor
yang menggarap proyek pengadaan Bansos untuk penanganan Covid-
19. Jauh sebelum kasus ini muncul, Firli memang mengatakan ada celah
korupsi di pengadaan barang dan jasa, sumbangan dari pihak ketiga,
realokasi anggaran, dan saat pendistribusian bantuan sosial.Berbagai
respon positif dan upaya pemerintah dalam mengatasi dampak yang
ditimbulkan adanya pandemi covid-19 di berbagai aspek bidang. Salah
satunya dengan menggelontorkan dana dan adanya realokasi anggaran
pusat dan pemda hingga ratusan triliun. Adanya kucuran dana yang
deras di masa pandemi membuat Komisi Pemberantasan Korupsi
bertindak cepat dalam menangkap beberapa oknum penyelewengan
dana. Korupsi yang dilakukan dimasa kedaruratan pandemi covid-19
(Bencana non-alam) sangat merugikan dan harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pidana. Oleh sebab
itu, penting untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana bagi pelaku
korupsi bantuan sosial di masa pandemi ini memberikan efek jera atau
tidak. Hasil penelitian ini yaitu pelaku tindak pidana korupsi di masa
Covid-19 dapat dijatuhi hukuman penjara dan denda atau bahkan
hukuman pidana mati. Mengingat masa kedaruratn covid-19 telah
ditetapkan oleh pemerintah sebagai bencana nasional sehingga
memenuhi syarat frasa ‘keadaan tertentu’ yang termuat dalam pasqal 2
ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan suatu


pokok masalah yang kemudian disusun dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut:

1. Apa hukuman mati kasus korupsi anggaran bantuan sosial COVID


di perbolehkan?
2. Bagaimana buktikan tersangka koruptor rugikan keuangan
negara?
3. Mengapa belum pernah ada koruptor dana bencana yang divonis
mati?
4. Tapi kenapa vonis mati ini ditentang?
5. Apa tanggapan KPK?

Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memenuhi nilai tugas PKN.


2. Untuk menambah wawasan.
3. Untuk mengetahui perkembangan hukum di Indonesia.
BAB 2
Ppembahasan

Apakah Hukuman Mati di perbolehkan

Merujuk pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hukuman mati sebenarnya
tercantum di awal undang-undang. Di Pasal 2 tentang Tindak Pidana
Korupsi, tercantum di ayat 2 bahwa: “Dalam hal tindak pidana korupsi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan
tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.” Dilansir dari kpk.go.id, Wakil Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron menjelaskan, dalam
UU Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) No.31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun
2001 terdapat 30 jenis tindak pidana dengan 7 klasifikasi besar, yaitu
kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan,
pemerasan, perbuatan curang, konflik kepentingan dalam pengadaan barang
dan jasa, gratifikasi serta tindak pidana lain yang berkaitan dengan korupsi.
Lebih lanjut, menurutnya hukum Tipikor dikriminalisasi karena ada dampak
sosial, politik, ekonomi dan lain-lain. “Kalau kemudian di-cluster maka
kepentingan hukum tipikor sesungguhnya melindungi 3 hal; melindungi hak
keuangan publik, kedua melindungi hak sosial politik, serta ketiga melindungi
hak keamanan dan keselamatan negara,”

Membuktikan Koruptor Merugikan Keuangan Negara

Harus ada hitung-hitungan yang rinci oleh Badan Pemeriksa Keuangan


(BPK), kata Kurnia Ramadhana, peneliti di Indonesia Corruption Watch
(ICW). proses itu biasanya terjadi dalam tahap penyidikan. Prosesnya
sangat panjang,
“Pada kasus korupsi e-KTP ada mark-up (penggelembungan harga) dan
fee (upah) tertentu yang membuat kualitas barang dan jasa menurun.
Kualitas yang tidak sama dengan itu menimbulkan kerugian negara,”

“Pada operasi tangkap tangan sudah pasti terkait suap. Kerugian negara
biasanya muncul dalam case building,”

Mengapa Belum Ada Koruptor Dana Bencana di Vonis Mati

Dua faktor yang disebut Asep Iriawan adalah penafsiran pasal


dan keberanian penegak hukum.
Namun menurutnya, dari penyidik, jaksa hingga hakim tak perlu
ragu-ragu dalam menghukum para pelaku dalam kasus bansos
Covid-19.
Asep khawatir kepercayaan publik pada KPK dan pengadilan
akan semakin luntur jika hukuman berat tak dijatuhkan kepada
pelaku kasus ini.
"Mungkin karena nilai kerugian kasus-kasus sebelumnya kecil
dan cakupan bencananya lokal. Kalau sekarang diputus seperti
itu, di mana rasa keadilannya?
"Pandemi ini dari urusan depresi sampai mati. Presiden dan KPK
juga sudah ingatkan berkali-kali. Kalau tidak ada hukuman
maksimal, rakyat pasti akan masa bodoh pada penegakan
hukum," ujar Asep.
Sepanjang 2004 hingga 2018, setidaknya telah terjadi 11 kasus
dana bantuan bencana. Tak satu pun pelaku dijatuhi hukuman
mati.Terkait tsunami Aceh tahun 2004 misalnya, Sekjen
Kementerian Luar Negeri kala itu, Sudjadnan Parnohadiningrat,
dihukum penjara 2 tahun 6 bulan.
Sudjanan divonis merugikan negara hingga Rp11 miliar karena
menyelewengkan dana perhelatan Tsunami Summit, konferensi
internasional yang membahas tanggap darurat, rekonstruksi dan
mitigasi bencana.
Sementara pada bencana gempa dan tsunami Nias tahun 2005,
Binahati Banedictus Baeha yang kala itu menjabat bupati, divonis
bersalah. Korupsinya merugikan negara Rp3,7 miliar.
Hukuman mati pada kasus bansos Covid-19, menurut Asep,
dapat diterapkan jika KPK segera membawa perkara ini ke meja
hijau.
“Supaya hakim merasakan nuansanya. Beberapa hakim juga
meninggal karena Covid-19. Kalau penanganannya lama, nuansa
pandemi sudah tidak ada. Nanti larinya ke pasal suap lagi,”

Kenapa Vonis ini di Tentang

Merujuk pengalaman di negara lain, peneliti ICW, Kurnia


Ramadhana, menyebut hukuman mati terbukti tidak menimbulkan
efek jera.
Kurnia berkata, negara yang menerapkan hukuman mati meraih
skor rendah dalam indeks persepsi korupsinya. Contoh yang dia
sebut adalah China dan Iran, yang peringkatnya bahkan berada
di bawah Indonesia.
Menurut Kurnia, opsi yang lebih baik adalah pidana penjara dan
perampasan aset pelaku. Sayangnya, kata dia, dua jenis
hukuman ini tidak diterapkan secara maksimal.
"Pidana penjara kami kritik karena rata-rata hukuman yang
dijatuhkan pada semester pertama 2020 hanya 3 tahun penjara.
Tidak mungkin ada efek jera jika hukumannya segitu.
"Kerugian negara dan uang pengganti yang diputus hakim juga
jauh dari maksimal. Selama Januari-Juni lalu, kerugian negara
sekitar Rp35 triliun, tapi uang penggantinya hanya Rp2,3 triliun,"
ujar Kurnia.

Tanggapan Kpk

Ketua KPK, Firli Bahuri, berkata pihaknya akan mencari peluang


menjerat Juliari serta para pelaku lain dengan pasal 2 ayat (2) UU
Tipikor yang memuat ancaman hukuman mati.

Tentu kita akan dalami terkait dengan apakah Pasal 2 itu bisa kita
buktikan, terkait dengan pengadaan barang dan jasa,” kata Firli kepada
pers di Jakarta, Minggu (06/12).

Sebelum munculnya kasus bansos, Firli berkata bahwa “korupsi pada


situasi bencana Covid-19 termasuk kejahatan berat”. Para pelakunya,
kata dia, dapat diancam hukuman mati.

Juni lalu, Menko Polhukam, Mahfud MD, juga berkata agar anggaran
negara untuk pandemi ini tidak diselewengkan.

“Jika ada pihak yang terbukti melakukan penyalahgunaan anggaran


bencana, maka bisa dihukum mati,” kata Mahfud.

Presiden Jokowi juga pernah bertutur perihal ini. “Penerapan aturan


hukuman mati untuk koruptor dapat diterapkan apabila ada kehendak
yang kuat dari masyarakat,” katanya, Desember 2019.
BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan

Kasus korupsi dana bantuan sosial Covid-19 yang dilakukan oleh para
pihak yang tidak bertanggung jawab banyak membawa dampak
kerugian bagi masyarakat dan juga perekonomian di Indonesia. Kasus
korupsi tersebut terjadi karena kacaunya sistem pendataan penerima
bansos dan proses penyaluran dana bansos, serta kurangnya
pengawasan dan kebijakan tegas yang dilakukan oleh pemerintah
dalam proses regulasi bantuan dana covid-19 di Indonesia. Dengan
demikian, adanya kebijakan- kebijakan langkah regulasi yang telah
ditetapkan oleh pemerintah, serta langkah preventif yang telah
dilakukan oleh lembaga- lembaga pemerintahan negara seperti KPK,
BPK, dan BPKP diharapkan dapat mengatasi korupsi di Indonesia,
khususnya bagi korupsi dana bantuan sosial di masa pandemi Covid-19
di Indonesia ini. Agar masyarakat dapat menikmati dan menerima hak-
haknya sesuai dengan apa yang telah diberikan oleh pemerintah.
Sehingga, tidak ada lagi kasus yang membawa kerugian bagi masyarakat
dan perekonomian negara.

Anda mungkin juga menyukai