Anda di halaman 1dari 7

BUTIR-BUTIR PERNYATAAN DEBAT PRO DAN KONTRA

HUKUMAN MATI UNTUK KORUPTOR


BAHASA INDONESIA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK B3
46_M FADHEEL HIMAWAN PRAYOGO (A)
48_MALICA AULIA SALSABILA FAHMIE (A)
50_MELY ZATILA (A)
52_MUHAMMAD NAUFAL ALWAN (A)
54_NABILA FOURA MAHARANI (A)
56_NI KETUT MELLYARTINI (B)
58_NI MADE DEVI ANGELINA (B)
60_NOFALIANO ALFARIJI RAMADHAN (B)
62_PRISKILA PANDIANGAN (B)
64_QUSWATUL QOIRIA (B)

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


JURUSAN D-III GIZI
TAHUN 2021/2022
BUTIR-BUTIR PERNYATAAN PRO
Latar Belakang :
Korupsi sudah menjadi penyakit parah di negeri ini dan sangat sulit untuk disembuhkan.
Berbagai upaya dalam mencegah dan menghilangkan praktek korupsi sudah sangat sering
dilakukan. Baik dengan pembentukan peraturan perundang-undangan maupun pembentukan
komisi atau badan penanggulangan tindak pidana korupsi. Namun korupsi tidak pernah mau
pergi dari bangsa Indonesia. Di lembaga eksekutif ada korupsi, begitu juga di legislatif dan
yudikatif. Belum lagi di beberapa badan usaha milik negara maupun lembaga-lembaga negara
non kementerian. Fenomena korupsi ini membuat masyarakat gerah dan marah. Sebab pelaku
korupsi telah mengambil hak-hak rakyat secara paksa. Akan tetapi penegakan hukum atas
pelakunya tidak berjalan dengan baik. Koruptor kebanyakan dihukum ringan. Padahal
Undang-undang memberikan ancaman hukuman pidana mati kepada pelakunya. Masyarakat
berharap agar pelaku korupsi dihukum dengan seberat-beratnya, sehingga keadilan dan
kesejahteraan masyarakat bisa terpenuhi.
Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia sudah dilakukan melalui berbagai cara, namun
hingga saat ini masih saja terjadi korupsi dengan berbagai cara yang dilakukan oleh berbagai
lembaga. Terdapat beberapa bahaya sebagai akibat korupsi, yaitu bahaya terhadap:
masyarakat dan individu, generasi muda, politik, ekonomi bangsa dan birokrasi. Terdapat
hambatan dalam melakukan pemberantasan korupsi, antara lain berupa hambatan: struktural,
kultural, instrumental, dan manajemen.
Pernyataan :
1. Kasus korupsi di indonesia yang dilaporkan oleh KPK pda tahun 2021 mencapai 107
kasus. Angka ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang hanya 91 kasus. Jika tidak
segera diatasi dengan ancaman hukuman mati maka kasus korupsi setiap tahunnya
akan bertambah dan berujung fatal untuk kondisi negara. Dilansir dari laman artikel
kpk.go.id "Korupsi mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi negara,
menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan serta meningkatnya ketimpangan
pendapatan. Korupsi juga dapat menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat di suatu
negara. Tindakan korupsi merupakan tindakan yang sangat merugikan negara".
2. Hukuman mati untuk para koruptor adalah salah satu pencegahan tindakan korupsi
yang paling efektif, dikarenakan ancaman hukuman mati dapat memberikan efek jera
dan trauma yang lebih berat dibandingkan dengan penjara seumur hidup. Terlebih lagi
di masa pandemi ini banyak sekali pengorupsian dana mulai dari dana bantuan sosial
(bansos) serta dana nakes dan rumah sakit. Sehingga amat sangat dibutuhkan
hukuman guna mengupayakan pencegahan yang lebih ketat salah satunya dengan
ancaman hukuman mati.
3. Undang undang Nomor 31 Tahun 1999 dan UU No. 20 Tahun 2001 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi memberikan legalitas bahwasannya koruptor
bisa dihukum mati berdasarkan pasal 2 ayat (2), dimana pidana mati dapat dijatuhkan
kepada koruptor yang melakukan tindak pidana korupsi dalam keadaan tertentu, yaitu:
(1) dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-
undang yang berlaku (2) pada waktu terjadinya bencana alam nasional (3) sebagai
pengulangan tindak pidana korupsi, atau (4)pada waktu negara dalam keadaan krisis
ekonomi dan moneter. Pasal ini menyebutkan “keadaan tertentu”, keadaan yang
dimaksud adalah ketika bencana alam, krisis ekonomi, dan sebagainya dapat dipidana
hukuman mati.
4. Melansir laman e-jurnal.peraturan.go.id, pemberian hukum mati bagi koruptor
merupakan bentuk hukum seberat-beratnya. Pemberian hukuman seberat-beratnya ini
dilakukan untuk memberi rasa jera bagi koruptor lain serta merupakan bentuk
pencegahan korupsi. Namun, hingga saat ini, Indonesia belum pernah menjatuhkan
hukuman mati koruptor. Pada tindak pidana korupsi, hukuman paling berat adalah
vonis seumur hidup.
5. hukuman mati hanya untuk terpidana kasus korupsi golongan berat, golongan berat ini
menimbulkan efek sekala besar, misalkan atas perbuatannya maka dampaknya
langsung menyentuh masyarakat luas di Indonesia, maka hukuman mati bagi tindak
pidana korupsi pantas di lakukan.
6. Indonesiabaik.id-   Mahkamah Agung RI telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah
Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal
3 Undang-undang Pemberantasan Korupsi, yang mana Perma tersebut banyak
diapresiasi oleh berbagai pihak, khususnya DPR, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan
berbagai pihak lainnya. Dalam Perma tersebut, MA membagi kategori koruptor
menjadi lima yaitu paling berat, berat, sedang, ringan, dan paling ringan. Bagi
koruptor yang masuk dalam kategori paling berat, siap-siap saja hakim akan
memberikan hukuman hingga penjara seumur hidup dan bahkan hukuman mati.
7. korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Selain itu korupsi juga berdampak pada
kemiskinan masyarakat dan membuat negara mengalami kerugian besar akibat uang
negara dicuri koruptor. Para koruptor yang dihukum mati adalah para perampok uang
negara jutaan, miliaran bahkan triliunan rupiah. hukuman mati dirasa akan
menimbulkan efek jera bagi masyarakat lainya sehingga takut untuk berbuat tindakan
serupa, dan sebaliknya, penghapusan hukuman mati akan meningkatkan angka
kejahatan korupsi yang makin masif.
8. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa terhadap kekerasan dan hak
asasi manusia (HAM). Alasannya, kekerasan dan pelanggaran HAM memiliki sifat
yang sama dengan korupsi: meluas dan sistematis.
9. Masalah ancaman pidana hukuman mati tertuang dalam UU Tipikor. "Dalam hal
tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam
keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan," bunyi Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.
Misal saja jika pelaku tindak pidana korupsi, melakukan korupsi dikala negara sedang
menghadapi bahaya seperti perang, bencana alam, ataupun bencana wabah yang akan
menambah beban masyarakat, sudah seyogyanya koruptor tersebut diberikan
hukuman mati seperti yang tertuang pada UU Tipikor diatas.
10. Jika dikatakan memberikan hukuman mati bagi koruptor adalah sebuah pelanggaran
HAM, maka kita harus melihat dalam perspektif HAM, korupsi bukan hanya
perbuatan tindak pidana yang melanggar Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Korupsi, dalam konteks yang lebih luas juga
menciderai Hak Asasi Manusia", seorang koruptor berusaha memperkaya diri sendiri
dengan cara korupsi, sedangkan yang di korupsi adalah hak masyarakat luas, yang
seharusnya bisa dinikmati oleh rakyat.
11. Hukuman mati atau yang sering disebut dengan pidana mati bertentangan dengan
ketentuan internasional hak asasi manusia terutama Pasal 3 DUHAM yaitu hak untuk
hidup. Namun terdapat pengecualian dari Pasal tersebut yaityu Pasal 4 ayat (1)
ICCPR derogable right yang pada intinya hukuman mati dapat dilaksanakan dengan
kualifikasi kejahatan tersebut membehayakan publik. (kontra)
12. Dilihat dari ancaman pemidanaan dalam Perma , Mahkamah Agung tampaknya tidak
main-main dalam menjatuhkan pidana hukuman mati. Berikut ini syarat penjatuhan
hukuman mati bagi koruptor sesuai Perma Nomor 1/2020:
1. Hakim tidak menemukan hal yang meringankan dari diri terdakwa.
2. Apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan
bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat
kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan
pengulangan tindak pidana korupsi.
3. Terdakwa korupsi Rp100 miliar atau lebih.
4. Terdakwa memiliki peran yang paling signifikan dalam terjadinya tindak pidana,
baik dilakukan sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
5. Terdakwa memiliki peran sebagai penganjur atau menyuruh atau melakukan
terjadinya tindak pidana korupsi.
6. Terdakwa melakukan perbuatannya dengan menggunakan modus operandi atau
sarana/teknologi canggih.
7. Terdakwa korupsi dalam keadaan bencana atau krisis ekonomi dalam skala
nasional.
8. Korupsi yang dilakukan mengakibatkan dampak nasional.
9. Korupsi yang dilakukan mengakibatkan hasil pekerjaan sama sekali tidak dapat
dimanfaatkan.
10. Korupsi yang dilakukan terdakwa mengakibatkan penderitaan bagi kelompok
masyarakat rentan, di antaranya orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, perempuan
hamil dan penyandang disabilitas.
11. Nilai kekayaan terdakwa didapat dari 50 persen atau lebih dari hasil korupsi.
12. Uang yang dikorupsi dikembalikan kurang dari 10 persen
13. Sebaliknya, hak asasi manusia (HAM) menjadi titik acuan mereka yang kontra pidana
mati bagi koruptor. Selama adu argumentasi perihal pidana mati bagi koruptor terjadi,
selama itu pula korupsi terus terjadi. Makhluk-makhluk taktis-strategis dan egois
tidak hanya mengintai tetapi justru menilik secara seksama adu argumentasi tersebut,
untuk menemukan cela melakukan perilaku pembusukan.Dampak buruk korupsi
dijadikan titik tolak bagi yang pro pidana mati. Wibawa pemerintah dirongrong,
pembangunan nasional terganggu, dan kesejahteraan rakyat seolah berjalan di tempat.
Menurut mereka, sanksi-sanksi hukum yang diberlakukan bagi para koruptor selama
ini tidak cukup berdaya untuk menyembuhkan penyakit masyarakat tersebut.
Karenanya, sebagai extraordinary crime semestinya korupsi dilawan dengan sanksi
hukum yang berat, sehingga ampuh menimbulkan rasa takut bagi masyarakat untuk
melakukan korupsi serta efek jera bagi para koruptor. Hal yang sama pernah
direfleksikan Pujiastuti H dalam Refleksi Hukum Vol. 8 Nomor 2. Logis memang,
namun apakah juga logis kalau tindakan korupsi yang lebih berkaitan dengan hasrat
manusia itu dicegah dengan mencabut keseluruhan esensi dan eksistensi manusia dari
dunia ini? Pada aras ini, suara kontra pidana mati bagi koruptor muncul secara
meyakinkan.Merujuk pada Artikel 10 Deklarasi HAM PBB dan kondisi faktual
hapusnya pidana mati di banyak negara saat ini, para pegiat HAM Indonesia
mengedepankan hak untuk hidup sebagai dasar penolakan pidana mati terhadap
koruptor. Bagi mereka, hidup merupakan hak paling dasar yang melekat dalam diri
manusia. Konsekuensinya, hak tersebut tidak boleh diutak-atik dalam kondisi apapun,
apalagi meniadakannya.
14. Masalah korupsi ini sangat mengkhawatirkan karna dapat menghancurkan sistem
kehidupn sosial, Sejatinya hukuman mati bagi koruptor bisa saja di tetapkan agar
orang yang memiliki niat untuk melakukan korupsi mengurungkan niatnya untuk
melakukan tindak pidana korupsi, sebab pada dasarnya korupsi merupakan kejahatan
luar biasa (extraordinary crime) yang dapat menyebabkan kesengsaraan bagi banyak
orang, Indonesia adalah negara hukum, dan aturan hukum mati bagi pelaku tindak
pidana korupsi sudah tertuang dalam undang-undang, yang seharusnya di jalankan
dengan seadil-adilnya tanpa pandang bulu.
15. Kasus korupsi di indonesia yang dilaporkan oleh KPK pda tahun 2021 mencapai 107
kasus. Angka ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang hanya 91 kasus. Jika tidak
segera diatasi dengan ancaman hukuman mati maka kasus korupsi setiap tahunnya
akan bertambah dan berujung fatal untuk kondisi negara. Dilansir dari laman artikel
kpk.go.id "Korupsi mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi negara,
menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan serta meningkatnya ketimpangan
pendapatan. Korupsi juga dapat menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat di suatu
negara. Tindakan korupsi merupakan tindakan yang sangat merugikan negara".
16. Hukuman mati untuk para koruptor adalah salah satu pencegahan tindakan korupsi
yang paling efektif, dikarenakan ancaman hukuman mati dapat memberikan efek jera
dan trauma yang lebih berat dibandingkan dengan penjara seumur hidup. Terlebih lagi
di masa pandemi ini banyak sekali pengorupsian dana mulai dari dana bantuan sosial
(bansos) serta dana nakes dan rumah sakit. Sehingga amat sangat dibutuhkan
hukuman guna mengupayakan pencegahan yang lebih ketat salah satunya dengan
ancaman hukuman mati.
17. Undang undang Nomor 31 Tahun 1999 dan UU No. 20 Tahun 2001
tentangpemberantasan tindak pidana korupsi memberikan legalitasbahwasannya
koruptor bisa dihukum mati berdasarkan pasal 2 ayat (2), dimana pidana mati dapat
dijatuhkan kepada koruptor yang melakukan tindak pidana korupsi dalam keadaan
tertentu, yaitu: (1) dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan
undang-undang yang berlaku (2) pada waktu terjadinya bencana alam nasional (3)
sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau (4)pada waktu negara dalam keadaan
krisis ekonomi dan moneter. Pasal ini menyebutkan “keadaan tertentu”, keadaan yang
dimaksud adalah ketika bencana alam, krisis ekonomi, dan sebagainya dapat dipidana
hukuman mati.

Anda mungkin juga menyukai