Anda di halaman 1dari 12

TUGAS UTS TEORI BIROKRASI

Street Level Bureaucracy Pihak Kepolisian dalam Menanggapi Wabah


Virus COVID-19 di Indonesia

Dosen Pengampu : Ruth Agnesia Sembiring, S.sos., M.A.

Disusun oleh :
Yong Irwana Indrajaya
195120600111040
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020

I. Latar Belakang

Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) merupakan salah satu


lembaga negara yang berwenang dan bertugas untuk menjaga keamanan dalam
negeri. POLRI dibentuk dengan tujuan untuk mewujudkan keamanan dalam
negeri Indonesia yang mencakup terpeliharanya keamanan dan ketertiban
masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan,
pengayoman dan pelayanan masyarakat, serta terbinanya ketentraman
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia . Dalam mewujudkan
keamanan berbangsa dan bernegara. Dalam melaksanakan perannya kepolisian
memiliki dasar hukum pada Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 13 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2 (UU Kepolisian).

Kepolisian menjadi garda terdepan dalam memberikan pelayanan serta


menjamin keamanan untuk masyarakat. Dalam menjalani tugasnya pihak
kepolisian tentunya butuh feedback langsung dari masyarakat. Feedback atau
umpan balik tersebut dapat dilakukan masyarakat melalui pengaduan tindak
pidana kriminal oleh pihak kepolisian. Dengan demikian, kepolisian memiliki
peran penting dalam menangani kriminalitas sekaligus menjadi pengayom untuk
masyarakat dalam memberikan rasa aman dan tentram kepada setiap
masyarakat Indonesia.

Virus COVID-19 atau Corona Virus Disease 2019 merupakan salah satu
virus yang digolongkan sebagai pandemi oleh World Health Organization
(WHO). Virus COVID-19 merupakan virus yang menyerang sistem pernapasan
manusia, serupa dengan Middle East Respiratory Syndrome (MERS), dan
Severe Acute Respiratory Syndrme (SARS). Menurut WHO, virus COVID-19
menyebar dari orang ke orang melalui tetesan kecil dari hidung atau mulut yang
menyebar ketika seseorang batuk atau menghembuskan nafas, tetesan ini
kemudian jatuh ke benda yang disentuh oleh orang lain dan Orang tersebut
kemudian menyentuh mata, hidung, atau mulut.1 Virus ini tidak berbahaya
namun penyebarannya sangat mudah sehingga membuat pemerintah harus siap
siaga demikian juga dengan pihak kepolisian.

Dalam menangani penyebaran virus corona (COVID-19), Polri


mengeluarkan Maklumat Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
Nomor: Mak/ 2/III/2020 tentang “Kepatuhan Terhadap Kebijakan Pemerintah
dalam Penanganan Penyebaran Virus Corona (COVID-19)”. Maklumat ini
dilatarbelakangi situasi nasional terkait dengan cepatnya penyebaran COVID-
19, maka pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dalam rangka penanganan
secara baik, cepat, dan tepat agar penyebarannya tidak meluas dan berkembang
menjadi gangguan terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat.

Polri wajib memberikan perlindungan kepada masyarakat, dengan acuan


asas keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi (Salus Populi Suprema Lex
Esto). Maklumat ini berisi:

a. larangan mengadakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang menyebabkan


berkumpulnya massa dalam jumlah banyak, baik di tempat umum
maupun di lingkungan sendiri;

1
Arif Budiansyah, “Apa Itu Virus Corona dan Cirinya Menurut Situs
WHO”,https://www.cnbcindonesia.com/tech/20200316135138-37-145175/apa-itu-virus-corona-dan-cirinya-menurut-
situs-who), (diakses 18 Maret 2020, jam 14.02)
b. tetap tenang dan tidak panik serta lebih meningkatkan kewaspadaan di
lingkungan masing-masing dengan selalu mengikuti informasi dan
imbauan resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah;
c. apabila dalam keadaan mendesak dan tidak dapat dihindari, kegiatan yang
melibatkan banyak orang dilaksanakan dengan tetap menjaga jarak dan
wajib mengikuti prosedur pemerintah terkait pencegahan Covid-19;
d. tidak melakukan pembelian dan/atau menimbun kebutuhan bahan pokok
maupun kebutuhan masyarakat lainnya secara berlebihan;
e. tidak terpengaruh dan menyebarkan berita-berita dengan sumber tidak
jelas yang dapat menimbulkan keresahan di masyarakat; dan
f. apabila ada informasi yang tidak jelas sumbernya dapat menghubungi
kepolisian setempat.

Enam isi maklumat ini merupakan dasar Polri dalam menjalankan kewajibannya
dalam penanganan penyebaran virus COVID-19

II. Pembahasan

A. Kebijakan Pemerintah dan Implementasi oleh Kepolisian

Kasus pertama virus COVID-19 pertama kali menjangkit Indonesia pada


awal Maret 2020. Pada 17 Maret 2020 terdapat setidaknya 227 kasus positif
COVID-19 yang terdapat di Indonesia 11 diantaranya sembuh dan 19
meninggal dengan kasus terbanyak terdapat di Provinsi DKI Jakarta. 2
Persebaran virus Covid-19 yang begitu cepat memaksa pemerintah pusat dan
pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk cepat mengambil keputusan dalam
membuat kebijakan. Kebijakan tersebut bersifat top-down atau command and

2
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Data Pantauan COVID-19 Jakarta. Diakses dari
https://corona.jakarta.go.id/id (diakses 18 Maret 2020, jam 15.31)
control dikarenakan adanya rantai komando dari pemerintah pusat kepada pihak
kepolisian.

Pemerintah pusat sebagai pemilik yurisdiksi telah mengeluarkan sejumlah


kebijakan yang bertujuan untuk menekan persebaran virus COVID-19.
Kebijakan tersebut antara lain meliburkan kantor, sekolah, dan menutup
beberapa tempat wisata serta membatasi segala kegiatan tatap muka yang
dialihkan menjadi interaksi secara online. Dalam pengimplementasian kebijakan
pemerintah tersebut, polisi merupakan pelaksana utama yang berhubungan
secara langsung dengan masyarakat.

Dalam menjalankan tugasnya pihak kepolisian memiliki otoritas penuh


dalam menindak tindak kriminalitas dan menjadi garda terdepan terhadap
pengimplementasian kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Hal ini sejalan
dengan konsep birokrasi Max Weber yaitu, Rational Legal-Authority yang
dimana pihak kepolisian dalam kasus ini sebagai Authority yang mendapatkan
legitimasi dari masyarakat karena dinilai memiliki keahlian dalam
mengendalikan situasi dan menjalankan kebijakan pemerintah yang memiliki
alasan jelas dalam membendung persebaran virus COVID-19. Dalam
menjalankan tugasnya, pihak kepolisian melakukan penindakan secara preventif
melalui himbauan-himbauan serta menindak dengan tegas menggunakan cara
represif jika ada masyarakat yang melanggar.

Hal tersebut direalisasikan oleh pihak Kepolisian Republik Indonesia


(POLRI) dengan membentuk Satuan Tugas (SATGAS) pangan untuk menjamin
tersedianya pangan bagi masyarakat dan membatasi masyarakat dari panic
buying yang dapat mengancam stok jumlah pangan bagi masyarakat. SATGAS
pangan kepolisian bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap
stok dan bahan pokok yang dinilai penting sebagai antisipasi tingginya
permintaan akan stok dan bahan pokok tertentu. Dalam melakukan tugasnya,
SATGAS pangan polri berkoordinasi secara langsung dengan Asosiasi
Penguasa Ritel Indonesia (Aprindo), Pusat Koperasi Pedagang Pasar
(Puskoppas), Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkoppas), dan Asosiasi
Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI). Koordinasi tersebut dilakukan
pihak kepolisian dengan mengirimkan surat yang berisi pembatasan pembelian
sejumlah komoditas pangan dan bahan pokok seperti beras, gula, minyak
goreng, serta mie instan. Selain melakukan koordinasi dengan stakeholder
terkait, pihak SATGAS pangan kepolisian juga melakukan koordinasi secara
langsung dengan para pedagang-pedagang pasar. Langkah ini diambil demi
menjaga pasokan pangan dan bahan pokok setidaknya hingga bulan ramadhan
dan hari raya lebaran. Sebelum langkah ini dilakukan oleh pihak kepolisian,
terdapat sejumlah masyarakat terutama yang berdomisili di Jabodetabek dan
sekitarnya melakukan Panic Buying yang diakibatkan dari 2 kasus corona di
Depok, Jawa Barat. Selain menjaga dan mengawasi ketersediaan bahan pokok
dan pangan pihak kepolisian juga menjaga ketersediaan masker. Pihak
kepolisian dengan tegas menyatakan bahwa kepolisian tidak segan-segan
menindak tegas para penimbun masker dan pedagang masker dengan harga
yang tidak rasional. Stok yang menipis ini membuat harga jual masker naik
hingga 189 persen, Khusus untuk masker jenis N95 yang kualitas paling bagus
bahkan naik dari Rp 200.000 menjadi Rp 1,3 juta per boks.3

B. Penerapan Teori Birokrasi Hegel dalam Implementasi Kebijakan


Pemerintah oleh Kepolisian

Konsep kepolisian menurut G. W. F. Hegel adalah suatu bagian dari lembaga


eksekutif yang memiliki fungsi sebagai pelayan publik. Konsep kepolisian
Hegel tidak hanya dipahami secara sempit bahwa kepolisian hanya suatu
instansi yang identik dengan penindakan kriminalitas saja. Istilah polisi sendiri

3
Angga Sukmawijaya, “Masker N 95 Laris Manis karena Virus Corona”. Diakses
https://kumparan.com/kumparanbisnis/masker-n-95-laris-manis-karena-virus-corona-1slamxmvNEB (diakses
18 Maret 2020, jam 16:57)
diambil dari pengertian “Politia”, terjemahan dari bahasa jerman dari kata
Yunani ‘politeia’, yang memiliki arti “hal atau pengaturan publik”. Polisi adalah
bagian dari otoritas publik yang bertujuan untuk menjamin keamanan dan
keteraturan bagi masyarakat. Oleh karena itu, Menurut Hegel, masalah publik
adalah masalah polisi (polizeilich).4 Dalam pandangannya, polisi bertanggung
jawab dalam hal-hal yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat seperti
membenahi rambu-rambu di jalan, pembangunan infrastruktur umum, dan
mengurusi kesehatan warga. Dalam kasus ini, kepolisian bertanggung jawab
pada kesehatan masyarakat dari wabah Virus COVID-19

Tindakan yang dilakukan kepolisian dapat dipahami melalui sudut pandang


Hegel (1843) yang memahami birokrasi sebagai agen kepentingan umum.
Menurutnya, birokrasi adalah suatu konsepsi dasar yang mencakup roh (geist)
yakni suatu rangkaian perjalanan untuk mengenal dirinya yang
termanifestasikan di dalam masyarakat. Lebih lanjut, Hegel memahami
birokrasi sebagai tatanan sosial dan moral (Sittlichkeit) yang merupakan suatu
tatanan tertinggi di masyarakat. Hegel membag tatanan sosial dan moral
menjadi tiga, yaitu substansi etis, keluarga, dan masyarakat sipil (civil society).
Dalam hal ini, birokrasi berperan sebagai jembatan penghubung kepentingan
negara dengan masyarakat sipil yang memiliki kepentingan universal dari
negara. Dalam hal ini, pihak kepolisian merupakan jembatan (Brücke) antara
negara dengan masyarakat sipil.

Dalam penerapan kebijakan pemerintah dalam mengendalikan kepanikan


masyarakat terhadap penyebaran virus COVID-19 pemerintah sendiri
menggunakan pendekatan top-down. Top-down sendiri memiliki pemahaman
sebagai kebijakan yang dinilai penting atau urgent yang ditentukan oleh
pemerintah (top) untuk masyarakat (down). Dalam kasus penanggulangan
COVID-19, pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan seperti larangan
4
Peperzak, A. T. (2001). Modern freedom: Hegels legal, moral, and political philosophy. Milton Keynes, UK.:
Lightning Source.
untuk menggelar kegiatan tatap muka dengan peserta yang berjumlah banyak
dengan tujuan membendung penyebaran virus COVID-19 kepada masyarakat
dengan pihak kepolisian sebagai pelaksana kebijakan dalam tingkat street-level
atau berhubungan langsung dengan masyarakat. Implementasinya, pihak
kepolisian berhak untuk tidak mengeluarkan surat izin acara atau surat izin
keramaian kegiatan tersebut. Selain tindakan preventif kepolisian dalam
melaksanakan kebijakan, kepolisian juga melakukan tindakan represif dengan
melakukan sweeping ke tempat-tempat hiburan dan wisata yang tidak mematuhi
kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Kebijakan pemerintah dalam membendung penyebaran COVID-19 tentunya


berdampak secara sosial-ekonomi. Hal ini dibuktikan dengan bangkrutnya
sejumlah usaha di bidang pariwisata Pulau Bali. Semenjak bergulirnya
kebijakan pemerintah dalam membatasi penerbangan internasional
menyebabkan perekonomian di Bali menjadi lesu. Walaupun pemerintah
mengeluarkan kebijakan potongan harga untuk penerbangan domestik namun
hal itu tidak cukup signifikan dalam menjadi solusi mengatasi kebijakan travel
warning. Sekitar 50 juta orang akan kehilangan pekerjaan di sektor pariwisata
saja, menurut World Travel and Tourism Council (WTTC) akibat pandemi virus
corona ini.5 Kejadian ini tidak hanya terjadi pada sektor usaha pariwisata,
namun hal yang serupa juga terjadi kepada pedagang dan Usaha Kecil
Menengah (UKM). Hal ini diutarakan oleh seorang Pedagang Sembako di Blok
B Pasar Induk ia mengatakan bahwa, kunjungan pembeli sudah dua hari ini
turun, Pasar semakin sepi karena takut corona.6 Tentu saja lesunya
perekonomian bukanlah sepenuhnnya salah kebijakan pemerintah, hal itu juga
disebabkan karena ketakutan masyarakat terhadap wabah virus COVID-19.
Namun, himbauan untuk melakukan social distancing serta melakukan
5
BBC News, “Virus corona: Sekitar 50 juta orang akan kehilangan pekerjaan di sektor pariwisata akibat
pandemi”. Diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-51764525 (19 Maret 2020, Jam 11:11)
6
Achmad Syauqi, “Curhat Pedagang: Pasar Sepi, Mungkin Takut karena Corona”. Diakses dari
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4943047/curhat-pedagang-pasar-sepi-mungkin-takut-
karena-corona (19 Maret 2020, Jam 11:21)
pembatasan ditempat keramaian juga berkontribusi dalam memperparah kondisi
sosial-ekonomi.

Dalam penerapan kebijakan yang tentunya berdampak negatif terhadap


sosial-ekonomi masyarakat baik pemerintah ataupun kepolisian mendapat
respon positif dari masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat paham betul
jika kebijakan yang digulirkan memiliki tujuan yang jelas dan demi kepentingan
masyarakat juga. Menurut Hegel dan Kant, bahwa cukup secara potensial bagi
masyarakat untuk menyepakati hukum atau kebijakan yang dibuat pemerintah.
Apabila seseorang menyetujui hukum, meski dalam realitanya individu tersebut
tidak setuju dengan hukum tertentu, hukum yang berkaitan tersebut tetaplah
memiliki legitimasi dan rasional walau pemerintah cenderung bersifat
otoritarian.

III. Kesimpulan dan Solusi

Pada dasarnya, birokrasi diciptakan sebagai jembatan penghubung antara


pemerintah dan masyarakatnya. Birokrasi memiliki peranan penting dalam
sistem sosial dan politik secara menyeluruh pada suatu negara. Walau secara
normatif, hukum dirancangan oleh legislator yang terdiri dari perwakilan
masyarakat. Akan tetapi, menurut Hegel birokrasi dipercaya memiliki
kemampuan untuk mengetahui kepentingan otentik dari masyarakat sipil. Hegel
sebenarnya meragukan kemampuan dari masyarakat untuksecara kolektif-
rasional menggali dan menemukan apakah yang sebenarnya menjadi
kepentingan bersama mereka. Dalam logika dialektis, masyarakat sipil beserta
perwakilannya dipostulatkan hanya mampu mengartikulasikan kepentingan
partikular sedangkan birokrasilah yang mampumengartikulasikan kepentingan
universal dalam artian kebaikan bersama (bonum commune).7

7
Prasetyo, A. G. Pengantar Birokrasi Klasik: Hegel, Marx, dan Weber.
Pemerintah dan kepolisian beserta jajaran birokrat lainnya telah mengambil
keputusan yang tepat. Walau respon pemerintah dinilai lambat karena baru
menggulirkan kebijakans setelah jatuhnya korban, akan tetapi pemerintah telah
menggulirkan kebijakan dan keputusan sebaik mungkin dalam membendung
penyebaran virus COVID-19. Pihak kepolisian sebagai birokrat jalanan atau
street-level bureaucracy telah mengimplementasikan kebijakan dan himbauan
pemerintah dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya maklumat
penanganan penyebaran virus corona dan bertindak tegas sesuai maklumat
tersebut.

Dalam penanganan wabah ini tentu para birokrat tidak bisa berjalan sendiri.
Masyarakat sebagai pihak yang dilayani juga harus sadar akan tanggung jawab
dan konsekuensi yang dimiliki. Walau sudah dikeluarkan maklumat kepolisian
dan kebijakan pemerintah pusat dan provinsi, masih terdapat masyarakat yang
melanggar. Hal tersebut dibuktikan dengan masih ramainya coffee shop dan
pusat perbelanjaan. Dalam menyukseskan kebijakan pemerintah, masyarakat
harus turut berpartisipasi mematuhi dan menjalankan kebijakan yang telah
diputuskan. Masih terdapat masyarakat panic buying bahkan dalam beberapa
kasus ditemukan para penimbun masker atau hand sanitizer yang menyebabkan
stok menipis, sehingga pihak yang benar-benar membutuhkan tidak
mendapatkannya. Hal-hal tersebut merupakan alasan kenapa pemerintah
mengeluarkan kebijakan serta kenapa masyarakat harus mentaati kebijakan
tersebut. Polisi telah menjalankan tugasnya dengan baik, namun kepolisian
harus meningkatkan efek jera dan hukuman bagi masyarakat dari hanya sekedar
teguran menjadi denda atau kurungan penjara, demi membuat efek jera bagi
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Lipsky, M. (2010). Street-level bureaucracy: dilemmas of the individual in public services.


New York: Russell Sage Foundation.

Peperzak, A. T. (2001). Modern freedom: Hegels legal, moral, and political philosophy.
Milton Keynes, UK.: Lightning Source.

Ulfah, M., Soetoprawiro, K., Garna, Y. P. P., & Prasetyo, A. D. (2013). Sistem
Pertanggungjawaban Hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia Secara
Organisasional Maupun Personal. Research Report-Humanities and Social Science, 1.

Prasetyo, A. G. Pengantar Birokrasi Klasik: Hegel, Marx, dan Weber.


BBC News. (2020, Maret 14). Virus corona: Sekitar 50 juta orang akan kehilangan pekerjaan
di sektor pariwisata akibat pandemi. Diakses Maret 19, 2020, dari
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-51764525

Budiansyah, A. (2020, Maret 16). Apa Itu Virus Corona dan Cirinya Menurut Situs WHO.
Diakses Maret 18, 2020, dari https://www.cnbcindonesia.com/tech/20200316135138-
37-145175/apa-itu-virus-corona-dan-cirinya-menurut-situs-who

Sukmawijaya, A. (2020, Februari 3). Masker N 95 Laris Manis karena Virus Corona. Diakses
Maret 18, 2020, dari https://kumparan.com/kumparanbisnis/masker-n-95-laris-manis-
karena-virus-corona-1slamxmvNEB

Syauqi, A. (2020, Maret 17). Curhat Pedagang: Pasar Sepi, Mungkin Takut karena Corona.
Diakses Maret 19, 2020, dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-
4943047/curhat-pedagang-pasar-sepi-mungkin-takut-karena-corona

Anda mungkin juga menyukai