Anda di halaman 1dari 7

PEMBATASAN SOSIAL DI INDONESIA AKIBAT VIRUS CORONA DITINJAU DARI

SUDUT PANDANG POLITIK

Oleh:
RISKA ARUM
EMAIL: RISKAARUM18@GMAIL.COM

Abstrak
Wabah atau virus corona telah menyebabkan kerugian nyata dikalangan masyarakat dunia. Kerugian ini juga
dialami oleh Indonesia, bahkan ada yang sakit dan meninggal akibat virus corona tersebut. Tindakan dan
antisipasi pemerintah Indonesia menjadi hal yang menarik ditunggu. Tindakan tersebut ternyata sudah diambil
dalam bentuk adanya pembatasan sosial (social distancing). Pilihan pemerintah yang menerapkan pembatasan
sosial ini menarik dicermati karena pilihan tersebut merupakan pilihan yang berisiko terhadap upaya
pencegahan terjangkitnya orang akibat virus corona ini. Menurut hasil pembahasan penulis menunjukkan
bahwa tindakan pemerintah memilih jalur social distancing diakibatkan faktor ekonomi karena kalau memilih
jalur lockdown, maka bisa berimbas pada aspek berkurangnya atau tidak adanya pendapatan negara di bidang
pariwisata, berkurangnya atau tidak adanya pendapatan negara dari sisi pajak perusahaan, berkurangnya atau
tidak adanya pendapatan negara di bidang ekspor barang ke negara lain, dan bertambahnya pembiayaan
kehidupan rakyat.

Kata Kunci: Sosial; Virus Corona; Politik;

1. Latar Belakang

Virus corona telah terjangkit cukup masif di dunia sehingga status virus corona dikatakan

sebagai pandemi. Pandemi merupakan suatu istilah yang digunakan ketika suatu wabah atau virus telah

menyebar secara global. Itu artinya tidak terbatas pada satu negara saja tapi sudah mendunia. Tanpa

terkecuali di Indonesia. Bahkan Indonesia sempat ada di peringkat kedua kematian di dunia akibat

corona karena mencapai 8,44% (Okenews, 21 Maret 2020). Dalam berita tersebut, sudah 38 orang

meninggal dunia akibat corona. Dengan jumlah 38 orang pasien positif corona yang meninggal dunia

tersebut, pada saat berita tersebut diluncurkan, maka angka kematian di Indonesia pun berada di angka
8,44%. Posisi pertama ditempati oleh negara Italia dengan presentase 8,57%. Urutan ketiga ditempati

oleh Spanyol dengan angka kematian 5,06%

Berdasarkan kondisi tersebut, maka Indonesia dalam status waspada terhadap ancaman virus

corona tersebut. Nyatanya sampai tulisan ini dibuat, pemerintah Indonesia masih menganggap bahwa

penanganan virus corona masih sebatas pembatasan sosial saja. Meskipun pembatasan sosial tersebut

tidak diuraikan dalam bentuk suatu perundang-undangan, mestinya perlu adanya kriteria dan

pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar. Banyak kalangan menilai bahwa sudah semestinya

tindak lockdown sudah sangat layak diterapkan di Indonesia. Tindak ini dianggap paling efektif untuk

mencagah masuknya virus corona dari kedatangan orang dari luar neger. Tapi pemerintah tidak

melakukan tersebut. Justru langkah pembatasan sosial (social distancing). Padahal social distancing ini

masih rawan terhadap persebaran virus karena banyak masyarakat yang tidak mau mengikutinya.

Oleh sebab itu, timbul keinginan penulis untuk mengulas lebih jauh dari aspek politik tentang

apa yang menyebabkan pemerintah Indonesia memilih menggunakan pembatasan sosial (social

distancing) di Indonesia, kenapa bukan tindakan lockdown. Ulasan ini dibuat dalam bentuk deskripsi

untuk memperoleh gambaran terkait dengan persoalan yang akan diketahui.

2. Rumusan Masalah

Merujuk pada uraian di bagian latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada tulisan ini

yaitu bagaimana pembatasan sosial di Indonesia akibat virus corona ditinjau dari sudut pandang

politik?
3. Pembahasan

Dalam hal menjawab rumusan masalah tentang pembatasan sosial di Indonesia akibat virus

corona. Pembahasan dalam tulisan ini memfokuskan berdasarkan sudut pandang politik. Berdasarkan

pantauan penulis menunjukkan bahwa pemerintah mengambil langkah pembatasan sosial karena faktor

ekonomi. Kenapa bisa faktor ekonomi karena ketika lockdown yang diterapkan, maka tentu saja dapat

berimbas pada aspek tidak adanya pendapatan negara di bidang pariwisata, tidak adanya pendapatan

negara dari perusahaan, tidak adanya pendapatan negara di bidang ekspor, dan pemerintah

mengeluarkan uang dalam membiayai kehidupan rakyat.

a. Tidak adanya pendapatan negara di bidang pariwisata

Pada aspek pertama ini, banyak pihak yang mengkritik pemerintah karena ketika

munculnya virus corona. Pemerintah Indonesia justru semakin memberi kesempatan kepada

wisatawan asing untuk berkunjung ke Indonesia. Wisatawan asing yang dimaksud ada yang

berasal dari China yang notabene tempat munculnya pertama sekali corona virus disiases

tahun 2019. Ada juga wisatawan asing yang berasal dari negara lain. Padahal wisatawan

negara asing tersebut bisa saja sudah terjangkit terlebih dahulu virus corona tersebut.

Para wisatawan asing tersebut datang ke Indonesia melalui pintu masuk dalam hal ini

melalui bandar udara dan melalui pelabuhan tanpa adanya alat deteksi virus corona. Padahal

banyak negara sudah melarang sementara waktu kedatangan para wisatawan ke negaranya.

Bahkan saking tidak takutnya pemerintah Indonesia terhadap ancaman virus corona ini,

terkesan santai dan bahkan seperti acuh tak acuh dalam mensosialisasikan dampak dan

pencegahan virus corona tersebut.

Menurut penulis, aspek pertama ini merupakan salah satu aspek yang membuat
Indonesia seperti tidak berdaya menghadapi virus corona.

b. Tidak adanya pendapatan negara dari perusahaan

Langkah pembatasan sosial yang diterapkan oleh pemerintah menurut penulis

dilakukan karena menjaga pendapatan negara dalam aspek pajak yang berasal dari

perusahaan. Kalau langkah lockdown yang diambil, maka otomatis perusahaan tidak akan

bergerak atau tidak akan beroperasi. Kalau itu terjadi, maka tidak adanya pendapatan

perusahaan, ketika tidak adanya pendapatan perusahaan, maka tidak ada uang untuk bayar

pajak kepada pemerintah.

Ketika tidak ada pajak, maka tentunya pemerintah Indonesia tidak akan mendapatkan

hasil yang bisa menutup anggaran yang sangat besar dalam mengelola negara. Secara

sekilas, langkah pemerintah Indonesia ini tidak ada yang salah bahkan sudah tepat. Tapi

akibat yang lebih besar karena virus corona sudah menyebar dimana-mana, maka otomatis

bisa saja sudah menyebar di pemimpin perusahaan dan pekerja atau buruh di perusahaan

tersebut. kalau sudah demikian, maka otomatis perusahaan kedepan tidak akan beroperasi

juga. Kenapa? Karena kalau tetap beroperasi, maka penyebaran virus semakin masif terjadi

dan pada akhirnya sudah semakin sulit untuk ditangani.

c. Tidak adanya pendapatan negara di bidang ekspor

Alasan lain pemerintah Indonesia tidak melakukan lockdown tapi pembatasan sosial,
itu diakibatkan berkurangnya ekspor barang Indonesia ke luar negeri. Lho kok bisa? Ya

bisa, karena ketika lockdown maka orang yang bekerja pasti aktivitasnya berkurang. Ketika

berkurang, maka hasil kerjanya juga berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Apalagi

ketika hasil kerja yang dimaksud berkaitan dengan barang yang akan diekspor. Ketika itu

terjadi, maka tentunya negara sebagai tujuan ekspor akan beralih kepada negara yang lain.

Beralih yang dimaksud yakni mengimpor barang dari negara lain. Padahal sebelumnya

negara tersebut mengimpor dari negara Indonesia, tapi berpindah ke negara lain.

Ketika ekspor barang berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali, maka otomatis

pajak barang ekspor tidak akan didapatkan oleh pemerintah Indonesia. Padahal pajak dari

ekspor tersebut merupakan salah satu pendapatan negara Indonesia. Langkah pemerintah

Indonesia ini dianggap benar dari sisi menjaga pendapatan bangsa tapi dianggap salah dari

aspek kemanusiaan dalam hal kesehatan masyarakat dan hak untuk hidup sehat di

masyarakat Indonesia. Sehingga menurut peneliti, langkah ini tidak boleh dilanjutkan

kedepan ketika penyebaran virus corona yang sangat menakutkan ini semakin masih

persebarannya.

d. Pemerintah mengeluarkan uang dalam membiayai kehidupan rakyat.

Alasan lain pemerintah Indonesia tidak menerapkan lockdown di Indonesia karena

berakibat pada pembiayaan yang akan dilakukan pemerintah Indonesia. Ketika aktivitas

Indonesia dihentikan selama 1 bulan atau lebih dan ketika aktivitas tersebut diawasi secara

ketat oleh aparat negara, maka perekonomian masyarakat terhenti. Ketika berhenti, maka

biaya kehidupan keseharian masyarakat otomatis tidak ada. Ketika kondisi tersebut muncul,
maka yang bertanggung jawab membiayai kehidupan masyarakat tersebut adalah

pemerintah Indonesia.

Memang dari berbagai media, Menteri Keuangan telah mengonfirmasi bahwa

kementerian tersebut telah mengantisipasi virus corona tersebut dengan cara

menganggarkannya di keuangan negara. Artinya ketika Indonesia sudah status waspada

tingkat satu terhadap wabah corona, maka uang yang akan digunakan untuk itu telah

disiapkan oleh negara. Sampai pada persiapan tersebut tentunya diajungi jempol atas

kesiapan Menteri Keuangan. Oleh sebab itu, berdasarkan informasi yang ada bahwa virus

corona semakin banyak menyebar di Indonesia, maka sudah selayaknya Indonesia tidak

perlu ragu untuk lockdown Indonesia. Memang secara politik dapat dipahami dengan

mudah bahwa dengan pembiayaan yang besar yang akan dialihkan pada penanganan virus

corona menyebabkan program pemerintah yang lain agak macet dan kemungkinan tidak

tercapai. Tapi apa gunanya program lain seperti pembangunan infranstruktur jika kondisi

kesehatan masyarakat terganggu alias sakit, apa gunanya program pemberdayaan

masyarakat jika pada akhirnya banyak masyarakat yang kemungkinan meninggal akibat

virus corona.

4. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembatasan sosial di

Indonesia akibat virus corona merupakan langkah takutnya pemerintah Indonesia karena ketika

langkah lockdown yang diambil maka berakibat besar dalam bidang perekonomian Indonesia.

Perekonomian Indonesia menjadi sasaran utama yang akan dirugikan ketiga bukan pembatasan sosial

yang dipilih sebagai jalur dalam menangani virus corona tersebut.


Referensi (Daftar Pustaka)

Chen, H., Guo, J., Wang, C., Luo, F., Yu, X., Zhang, W., ... & Liao, J. (2020). Clinical characteristics
and intrauterine vertical transmission potential of COVID-19 infection in nine pregnant
women: a retrospective review of medical records. The Lancet, 395(10226), 809-815

Fang, Y., Zhang, H., Xie, J., Lin, M., Ying, L., Pang, P., & Ji, W. 2020. “Sensitivity of chest CT for
COVID-19: comparison to RT-PCR.” Radiology. 200432

Harits Tryan Akhmad. 2020. Indonesia Peringkat Kedua Kematian di Dunia Akibat Corona Capai
8,44%. https://nasional.okezone.com/read/2020/03/21/337/2186994/indonesia-peringkatkedua-
kematian-di-dunia-akibat-corona-capai-8-44
McKibbin, W. J., & Fernando, R. 2020. The global macroeconomic impacts of COVID-19.” Seven
scenarios

McAleer, M. 2020. “Prevention Is Better Than the Cure: Risk Management of COVID-19.” Mdpi.
Telaumbanua, Dalinama. 2018. “Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.” Jurnal Education
and Development. vol. 4, no. 1

Tao, Ai, et al. 2020. "Correlation of chest CT and RT-PCR testing in coronavirus disease 2019
(COVID-19) in China: a report of 1014 cases." Radiology. 200642

Telaumbanua, Dalinama. 2020. “Urgensi Pembentukan Aturan Terkait Pencegahan Covid-19 Di


Indonesia.” QALAMUNA: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama. vol. 12, no. 1
World Health Organization. 2020. “Coronavirus disease 2019 (COVID-19).” Situation Report. 49.
Wenham, C., Smith, J., & Morgan, R. 2020. COVID-19: the gendered impacts of the outbreak.” The
Lancet. 395(10227)" 846-848

Anda mungkin juga menyukai