Anda di halaman 1dari 6

Analisis Uang Bulanan Terhadap Pola Perilaku

Keuangan Mahasiswa

Yong Irwana Indrajaya (195120600111040)


Ilmu Pemerintahan
FISIP (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik)
Universitas Brawijaya
yong.irwana@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola perilaku keuangan (behavior
finance) mahasiswa dari jumlah uang bulanan dalam kehidupan sehari-harinya.
Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif. Sumber data diperoleh dari penyebaran kuesioner terhadap
100 orang mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas
Brawijaya. Sampel diambil dari 6 program studi yang ada, antara lain: Ilmu
Komunikasi, Hubungan Internasional, Ilmu Pemerintahan, Psikologi, Sosiologi dan
Ilmu Politik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum perilaku keuangan
mahasiswa tergolong sedang. Jumlah dari uang bulanan mahasiswa tidak
berpengaruh terhadap perilaku keuangan mahasiswa.

Kata Kunci : Mahasiswa, Uang Bulanan, Perilaku Keuangan.

PENDAHULUAN

Sebagian besar mahasiswa terutama mereka yang merantau dari daerah asal umumnya
mendapatkan uang bulanan dari orang tua/wali untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dalam mengalokasikan anggaran bulanan setiap mahasiswa memiliki cara yang berbeda-
beda dalam pembagiannya. Pembagian penggunanaan uang bulanan tergantung sikap
masing-masing individu, individu dengan sikap dan kemampuan finansial yang cenderung
sama biasanya membentuk circle atau kelompok pergaulan sendiri. Selain disebabkan oleh
sikap dan kemampuan finansial, perilaku mahasiswa dalam membelanjakan uang tergantung
pada pengetahuan keuangan yang dimiliki. Hal tersebut yang akan membuat orang memiliki
motivasi yang berlainan dalam memegang uang. Perbedaan perilaku tersebut yang menurut
Nofsinger (2001) yang akan membuat penentuan keuangan (financial setting) yang berbeda-
beda setiap orang. Pemilihan penentu keuangan yang buruk dapat berdampak negatif dan
akan berlanjut dalam jangka panjang. Menurut Ricciardi (2000) perilaku keuangan (financial
behavior) mencoba menjelaskan dan meningkatkan pemahaman tentang pola penalaran
seseorang, termasuk proses emosional yang terlibat dan sejauh mana mereka mempengaruhi
proses pengambilan keputusan. Pada dasarnya, financial behavior mencoba menjelaskan apa,
mengapa, dan bagaimana keuangan dan investasi, dari perspektif manusia. Financial
behavior mengandung unsur psikologi dimana sisi psikologi dapat mempengaruhi manusia
dalam pengambilan keputusan keuangan yang tepat. Penyebab dari penentuan keuangan yang
buruk pada dasarnya akibat dari kurangnya pengetahuan mengenai keuangan semenjak dini.
Braunstein dan Welch (2002) mengatakan bahwa peningkatan pengetahuan akan
menghasilkan pengambilan keputusan keuangan yang lebih efektif. Beberapa bukti lain
menunjukkan bahwa hubungan antara pengetahuan dan perilaku yang lebih rumit seperti
peningkatan pengetahuan tidak secara otomatis menghasilkan perbaikan perilaku.
Mahasiswa pada umumnya menghadapi banyak permasalahan keuangan penyebab
utamanya adalah sebagian besar mahasiswa belum siap mendapatkan pendapatan sendiri serta
kurangnya pengetahuan mengenai pengelolaan keuangan menyebabkan timbulnya masalah-
masalah dalam pembagian anggaran atau budgetting uang bulanan. dengan berkembangnya
bisnis Coffee Shop di sekitar lingkungan kampus yang diiringi kebutuhan mahasiswa untuk
berkumpul dalam mengerjakan tugas, berorganisasi, ataupun sekedar melepas penat. Serta,
kemudahan mahasiswa dalam berbelanja online sehingga menimbulkan sikap konsumtif para
mahasiswa. Hal tersebut didukung oleh penelitian Trimartati (2014) yang menyatakan bahwa
setiap orang berpotensi untuk bergaya hidup hedonis, terutama mahasiswa yang lingkup
pergaulannya lebih berkembang serta persaingan antar individu untuk mendapatkan status
sosial, salah satunya dipengaruhi oleh keinginan individu untuk dipandang lebih modis dan
tidak ketinggalan zaman. Berbagai faktor tersebut menyebabkan pengelolaan keuangan
bulanan mahasiswa semakin rumit.
Selain faktor-faktor tersebut, terdapat kebutuhan dasar sebagai mahasiswa dan
makhluk hidup pada umumnya antara lain, makan, minum, buku, atau sekedar ngeprint dan
menjilid tugas. Belum siapnya mental sebagian mahasiswa yang didorong “godaan” yang
berasal dari luar semakin menambah polemik pengaturan anggaran bulanan. Berbagai
dinamika kehidupan mahasiswa terkhusus dalam bidang keuangan harus tersusun sedemikian
rupa demi kebaikan mahasiswa itu sendiri. Oleh karena itu, di dalam artikel ini penulis
berusaha menganalisis jumlah uang bulanan terhadap pola perilaku keuangan mahasiswa.
Secara garis besar, pola perilaku keuangan mahasiswa sangat berpengaruh terhadap
keseharian dan pola hidupnya. Diharapkan artikel ini dapat memberi pemahaman pembaca
mengenai 1.) Apa pengertian dari hedonisme, 2.) Bagaimana konsep financial behavior? 3.)
Apa faktor yang mempengaruhi financial behavior? 4.) Bagaimana hasil analisisnya?.
Dengan demikian, diharapkan pembaca dapat mengetahui dampak-dampak yang ditimbulkan
dari baik atau buruknya pengelolaan uang bulanan atau pengelolaan uang pada umumnya.

PEMBAHASAN

Pengertian Hedonisme atau Sikap Konsumtif

Hedonisme adalah paham sebuah aliran filsafat dari Yunani. Tujuan paham aliran ini,
untuk menghindari kesengsaraan dan menikmati kebahagiaan sebanyak mungkin dalam
kehidupan di dunia. Kala itu, hedonisme masih mempunyai arti positif. Dalam
perkembangannya, penganut paham ini mencari kebahagiaan berefek panjang tanpa disertai
penderitaan. Mereka menjalani berbagai praktik asketis, seperti puasa, hidup miskin, bahkan
menjadi pertapa agar mendapat kebahagiaan sejati.
Namun waktu kekaisaran Romawi menguasai seluruh Eropa dan Afrika, paham ini
mengalami pergeseran ke arah negatif dalam semboyan baru hedonisme. Semboyan baru itu,
carpe diem (raihlah kenikmatan sebanyak mungkin selagi kamu hidup), menjiwai tiap
hembusan napas aliran tersebut. Kebahagiaan dipahami sebagai kenikmatan belaka tanpa
mempunyai arti mendalam.
Kedangkalan makna mulai terasa. Pemahaman negatif melekat dan pemahaman
positif menghilang dalam hedonisme. Karena pemahaman hedonis yang lebih
mengedepankan kebahagiaan diganti dengan mengutamakan kenikmatan.Pengertian
kenikmatan berbeda dari kebahagiaan. Kenikmatan cenderung lebih bersifat duniawi daripada
rohani. Kenikmatan hanya mengejar hal-hal yang bersifat sementara. Masa depan tidak lagi
terpikirkan.Saat paling utama dan berarti adalah saat ini. Bukan masa depan atau masa lalu.
Hidup adalah suatu kesempatan yang datangnya hanya sekali. Karena itu, isilah dengan
kenikmatan tanpa memikirkan efek jangka panjang yang akan diakibatkan.Bila terlampau
memikirkan baik buruknya hidup, akan sia-sia karena setiap kesempatan yang ada akan
terlewatkan. Demikian pemikiran hedonis negatif yang berkembang saat ini.Pemikiran itu
agaknya sangat cocok dengan gaya hidup masyarakat modern. Individualitas dan nafsu untuk
meraih kenikmatan sangat kental mewarnai kehidupan kita. Hedonisme menurut
Pospoprodijo (1999:60) kesenangan atau (kenikmatan) adalah tujuan akhir hidup dan yang
baik yang tertinggi. Namun, kaum hedonis memiliki kata kesenangan menjadi kebahagiaan.
Kemudian Jeremy Bentham dalam Pospoprodijo (1999:61) mengatakan bahwasanya
kesenangan dan kesedihan itu adalah satu-satunya motif yang memerintah manusia, dan
beliau mengatakan juga bahwa kesenangan dan kesedihan seseorang adalah tergantung
kepada kebahagiaan dan kemakmuran pada umumnya dari seluruh masyarakat.
Adapun hedonisme menurut Burhanuddin (1997:81) adalah sesuatu itu dianggap baik,
sesuai dengan kesenangan yang didatangkannya. Disini jelas bahwa sesuatu yang hanya
mendatangkan kesusahan, penderitaan dan tidak menyenangkan, dengan sendirinya dinilai
tidak baik. Orang-orang yang mengatakan ini, dengan sendirinya, menganggap atau
menjadikan kesenangan itu sebagai tujuan hidupnya.
Menurut Aristoteles dalam Russell (2004:243) kenikmatan berbeda dengan
kebahagiaan, sebab tak mungkin ada kebahagiaan tanpa kenikmatan. Yang mengatakan tiga
pandangan tentang kenikmatan: (1) bahwa semua kenikmatan tidak baik; (2) bahwa beberapa
kenikmatan baik, namun sebagian besar buruk; (3) bahwa kenikmatan baik, namun bukan
yang terbaik. Aristoteles menolak pendapat yang pertama dengan alasan bahwa penderitaan
sudah pasti buruk, sehingga kenikmatan tentunya baik. Dengan tepat ia katakan bahwa tak
masuk akal jika dikatakan bahwa manusia bisa bahagia dalam penderitaan: nasib baik yang
sifatnya lahiriyah, sampai taraf tertentu, perlu bagi terwujudnya kebahagiaan. Ia pun
menyangkal pandangan bahwa semua kenikmatan bersifat jasmaniah; segala sesuatu
mengandung unsur rohani, dan kesenangan mengandung sekian kemungkinan untuk
mencapai kenikmatan yang senantiasa kenikmatan yang tinggal dan sederhana. Selanjutnya ia
katakan kenikmatan buruk akan tetapi itu bukanlah kenikmatan yang dirasakan oleh orang-
orang yang baik, mungkin saja kenikmatan berbeda-beda jenisnya dan kenikmatan baik atau
buruk tergantung pada apakah kenikmatan itu berkaitan dengan aktivitas yang baik atau
buruk.
Disini jelas bahwa hedonisme ialah perbuatan yang diantara segenap perbuatan yang
dapat dilakukan oleh seseorang akan membawa orang tersebut merasakan kebahagiaan yang
sebesar-besarnya.

Konsep Financial Behavior

Perilaku keuangan (financial behavior) muncul pada tahun 1990-an sejalan dengan
tuntuan perkembangan dunia bisnis dan akademik yang mulai menyikapi adanya aspek atau
unsur perilaku dalam proses pengambilan keputusan keuangan dan investasi. Sebelum
mempelajari financial behavior seseorang harus memiliki pemahaman mengenai psikologi,
sosiologi, dan keuangan. Seperti pendapat Ricciardi (2000) perilaku keuangan adalah suatu
displin ilmu yang di dalamnya melekat interaksi berbagai displin ilmu dan secara terus
menerus berintegrasi sehingga pembahasannya tidak dilakukan isolasi. Tiga aspek yang
mempengaruhi financial behavior seseorang adalah psikologi, sosiologi, dan keuangan.

Pendapat lain dikemukan oleh Olsen (1998) bahwa “behavioral finance is a new
paradigm of finance theory, which seeks to understand and predict systematic financial
market implications of psychological decisionmaking”. Perilaku keuangan merupakan
paradigma baru dari teori keuangan, yang berusaha untuk memahami dan memprediksi pasar
keuangan sistematis dan implikasi dari pengambilan keputusan psikologis. Lebih lanjut
Fromlet (2001) menjelaskan “behavioral finance closely combines individual behavior and
market phenomena and uses knowledge taken from both the psychological field and financial
theory”. Kemudian Ritter (2003) berpendapat bahwa perilaku keuangan adalah perilaku yang
didasarkan atas psikologi yang mempengaruhi proses keputusan yang tunduk kepada
beberapa ilusi kognitif. Menurut Waweru et al. (2008) ilusi ini dibagi ke dalam dua kelompok
yaitu, ilusi yang disebabkan karena proses keputusan yang bersifat heuristik dan ilusi yang
diadopsi dari mental frame yang ada pada teori prospek. Shefrin (2000) menjelaskan bahwa
“behavioral finance is the application of psychology to financial decision making and
financial markets”. Sementara Hilgert et al. dalam Anis (2015) mengatakan financial
behavior berkaitan dengan bagaimana orang mengobati, mengelola, dan menggunakan
sumber daya keuangan yang tersedia baginya. Pendapat lain menurut Gitman (2002) bahwa
“perilaku keuangan pribadi adalah cara dimana individu mengelola sumber dana (uang) untuk
digunakan sebagai keputusan penggunaan dana, penentuan sumber dana, serta keputusan
untuk perencanaan pensiun”. Nababan dan Sadalia dalam Anis (2015) mengatakan:
“Financial behavior related to how people treat, manage, and use the available financial
resources. Individuals who have a responsible financial behavior tends to be effective in
using money, such as making a budget, save money and control spending, investing, and
paying their obligations on time” Financial behavior menjelaskan bagaimana seseorang
memperlakukan, mengelola, dan menggunakan sumber keuangan yang dimilikinya.
Seseorang yang memiliki tanggung jawab pada perilaku keuangannya akan menggunakan
uang secara efektif dengan melakukan penganggaran, menyimpan uang dan mengontrol
pengeluaran, melakukan investasi, dan membayar hutang tepat waktu. Financial behavior
menurut Jacob (2002) dapat diukur melalui account ownership, cash flow management,
financial (spending) plan, dan savings and investment skills.

Faktor Yang Mempengaruhi Financial Behaviour

Financial behavior merupakan tingkah laku yang dilakukan seorang individu dalam
Psychology Sociology Behavioral Finance Finance mengelola keuangan pribadinya. Setiap
individu memiliki karakteristik dan kecenderungan perilaku keuangan yang berbeda-beda
sebagai akibat dari faktor-faktor yang mempengaruhi individu tersebut baik dari internal
maupun eksternal individu tersebut. Pengaruh psikologis seperti sifat dan karakter merupakan
faktor terkuat yang mempengaruhi perilaku keuangan seseorang. Selain itu terdapat banyak
sekali faktor eksternal yang mungkin saya mempengaruhi perilaku keuangan seseorang antara
lain pengetahuan keuangan (financial knowledge), sikap keuangan (financial attitude), tingkat
pendapatan, dan lain sebagainya. Grohmann et al. (2015) mengatakan bahwa financial
behavior dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu financial literacy, kemampuan perhitungan
(numeracy), dan kualitas pendidikan.
Hasil Analisis Financial Behavior

Dalam penelitian yang dilakukan di Universitas Brawijaya dari 100 sampel mahasiswa
yang dipilih secara acak dari 6 Program Studi yang ada, antara lain: Ilmu Komunikasi,
Hubungan Internasional, Psikologi, Ilmu Pemerintahan, Sosiologi dan Ilmu Politik. Penelitian
ini mengukur financial behavior dengan menggunakan empat indikator antara lain account
ownership, cash flow management, spending plan, dan savings and investment skills.
Indikator tersebut dilebur ke dalam 15 (lima belas) pernyataan. Financial behavior
dikategorikan ke dalam tiga kategori yaitu baik, sedang, dan buruk. Dalam artikel ini, penulis
berfokus kepada jumlah uang bulanan terhadap financial behavior mahasiswa. Terdapat 8
range jumlah uang bulanan mahasiswa yaitu, Rp 0 sampai Rp 625.000, Rp 626.000 sampai
Rp 1.250.000, Rp. 1.251.000 sampai Rp. 1.875.000, Rp 1.876.000 sampai Rp 2.500.000, Rp
2.501.000 sampai Rp 3.125.000, Rp 3.126.000 sampai Rp 3.750.000, Rp 3.751.000 sampai
Rp 4.375.000, Rp 4.376.000 sampai Rp 5.000.000. Dalam penelitian tersebut didapatkan 3
hasil dengan responden terbanyak yaitu, 7/11 Mahasiswa dengan uang bulanan Rp 0 – Rp
625.000 memiliki financial behavior yang buruk. Dilanjutkan dengan 20/35 mahasiswa
dengan uang bulanan Rp 626.000 – Rp 1.250.000, 12/31 mahasiswa dengan uang bulanan Rp
1.251.000 – Rp 1.875.000, dan 8/16 mahasiswa dengan uang bulanan Rp 1.876.000 – Rp.
2.500.000 memiliki financial behavior yang buruk.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai poola perilaku keuangan


mahasiswa dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah uang bulanan mahasiswa tidak
berpengaruh terhadap baik atau buruknya financial behavior. Berkaca dari data, semakin
banyak atau semakin rendahnya uang bulanan tidak berpengaruh besar atau signifikan
terhadap financial behavior seseorang. Empat indikator financial behavior sendiri antara lain
account ownership, cash flow management, spending plan, dan savings and investment skills.
Saran

Dengan ditulisnya artikel ini, penulis berharap dapat membuat pembaca semakin
sadar dengan pentingnya pengelolaan keuangan dalam kehidupan sehari-hari. Serta
memahami faktor-faktor yang menyebabkan pengelolaan keuangan menjadi baik atau buruk
agar dapat menjadi pembelajaran untuk pembaca baik itu mahasiswa atau masyarakat secara
umum.
Daftar Rujukan

Ahmadi, A. (2007). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Anggraini, T.A. dan Santhoso, F.H.(2017). Hubungan Antara Gaya Hidup Hedonis dengan
Perilaku Konsumtif pada Remaja. Gadjah Mada Journal of Psychology. 3(3) : 131-
140

Gunarsa, D, S., & Gunarsa, Y. S. (1983). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT
BPK Gunung Mulia.

Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.


Jakarta: Erlangga.

Suryanto.(2017). Pola Perilaku Keuangan Mahasiswa di Perguruan Tinggi. Jurnal Ilmu


Politik dan Komunikasi. 1(7) : 11-19.

Anda mungkin juga menyukai