Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JAKARTA

(Studi Kasus: Kasus antara Direktorat Jenderal Pajak dengan PT Asmin Koalindo
Tuhup atas SKPKB)
Oleh: Yong Irwana Indrajaya
Pajak dalam Penyelenggaraan Negara

Konstitusi merupakan acuan dari penyelenggaraan hukum di suatu negara, hal ini
dikarenakan kehadiran konstitusi dapat ditafsirkan sebagai norma dasar (grund norm).
Konstitusi di Indonesia sendiri tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 sekaligus sebagai
hukum tertingginya. Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar
1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum maka dalam penyelenggaraan
kehidupan bernegara di Indonesia didasari oleh hukum yang berlaku. Salah satu komponen
bernegara yang diatur oleh hukum adalah pajak. Pajak sendiri merupakan iuran yang diberikan
masyarakat terhadap negara sebagai bentuk dari kewajiban sekaligus langkah dalam
mewujudkan kesejahteraan sosial dan menunjang pembangunan negara. Pajak merupakan
komponen yang penting dalam penyelenggaraan negara hal ini dikarenakan kontribusinya
terhadap anggaran Negara dimana pajak merupakan penyumbang terbesar Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Kehadiran pajak di Indonesia merupakan salah satu hal yang
termasuk esensial dalam penyelenggaran negara terutama dalam aspek keuangan. Oleh karena
itu, pengelolaan pajak di Indonesia memiliki payung hukum yang jelas dan implementasinya
merata bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.

Pajak dan Kaitannya dengan Hukum Administrasi Negara

Secara fundamental, pengelolaan pajak di Indonesia termasuk dalam kegiatan Hukum


Administrasi Negara dengan kewenangan khusus yaitu perpajakan. Meskipun secara hukum,
sistem perpajakan memiliki payung hukumnya sendiri (lex specialis legi generalis) tetapi
keseluruhan prosedur administrasinya tetap mengikuti Undang-Undang No. 30 Tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan. Hal ini dikarenakan Direktorat Jenderal Pajak adalah salah
satu Organisasi Administrasi Negara (OAN) yang termasuk ke dalam bagian dari administrasi
negara. Berdasarkan hal tersebut, seluruh kegiatan perpajakan adalah kegiatan administrasi
sehingga sanksi yang dijatuhkan termasuk kepada kesalahan administrasi dan sanksi pidana
pada dasarnya hanya diperuntukkan sebagai upaya terakhir (Ultimum remedium). Dalam
beberapa literature, tindak pidana perpajakan diklasifikasikan sebagai bentuk perlawanan dari
Wajib Pajak dimana perlawanan aktif Wajib Pajak merupakan semua usaha dan perbuatan yang
ditujukan kepada Fiscus atau aparatur pajak. Sedangkan, perlawanan pasif meliputi kendala-
kendala dalam pemungutan pajak yang umumnya diakibatkan oleh struktur ekonomi,
intelektualitas, hingga teknik pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara.

Salah satu jenis pajak yang termasuk kepada pajak langsung dan diatur dalam
perundang-undangan adalah pajak penghasilan. Pajak penghasilan dapat didefinisikan sebagai
pajak yang dipungut sesuai dengan penghasilan dari individu maupun usaha yang secara
legalitas berwilayah di Indonesia ataupun di luar negeri namun terikat dengan Indonesia. Dalam
perjalanan pengelolaan pajak di Indonesia acapkali ditemukan permasalahan-permasalahan
yang berkaitan dengan regulasi yang berlaku. Salah satunya adalah sengketa antara PT Asmin
Koalindo Tuhup dengan Direktorat Jenderal Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB). SKPKB sendiri adalah surat yang dibuat dan diterbitkan oleh Direkorat Jenderal Pajak
ketika ditemui kelalaian wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar utang
pajak. Lebih lanjut, apabila dari pihak tergugat merasa keberatan atas surat yang dikeluarkan
oleh Dirjen Pajak maka pihak tergugat dapat memohon peradilan di Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN).

Perselisihan Direktorat Jenderal Pajak dengan PT Asmin Koalindo Tuhup

Kasus yang terjadi antara PT Asmin Koalindo Tuhup dengan Direktorat Jenderal Pajak
dilatar belakangi oleh Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak dimana terdapat kekeliruan sehingga pihak PT Asmindo Koalindo Tuhup selaku
penggugat merasa keberatan dan meminta untuk menyelesaikan permasalahan ini di
Pengadilan Tata Usaha Negara. Dalam kasus ini, Pengadilan Tata Usaha Negara dilibatkan
karena surat yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak memiliki hubungan dengan
putusan administrasi Negara ataupun tata usaha Negara. Sehingga dalam setiap proses
penyelesaian hukumnya, terutama kasus-kasus yang berkaitan dengan perpajakan memerlukan
kehadiran Pengadilan Tata Usaha Negara dalam penyelesaiannya termasuk diantaranya kasus
antara Direkotrat Jenderal Pajak terutama Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta
Setiabudi Tiga sebagai pihak Terlawan dengan PT Asmin Koalindo Tuhup sebagai pihak Pelawan.
Dengan demikian penegakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pajak
memiliki keterkaitan dengan Pengadilan Tata Usaha Negara.

Kasus yang bergulir antara PT Asmin Koalindo Tuhup dengan Direktorat Jenderal Pajak
berakhir dengan pembatalan keputusan terlawan karena Majelis Hakim pemeriksa perkara a
quo meniali objek gugatan terbukti menyeleweng dari peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Melalui Penetapan Nomor 219/G/2011/PTUN-JKT tanggal 3 Januari 2012 yang telah
diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dapat dikatakan tidak sesuai dengan fakta
yang terjadi di lapangan karena Gugatan Nomor 219 yang diajukan oleh Pelawan bukan gugatan
menyangkut sengketa pajak. Berdasarkan ketetapan tersebut disimpulkan bahwa Gugatan
Nomor 219 yang diajukan pihak Direktorat Jenderal Pajak tidak termasuk dalam kewenangan
Pengadilan Pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2003 tentang Pengadilan
Pajak. Ketidaksempurnaan dalam pelaksanaan hukum yang terdapat dalam proses kasus ini
dipicu oleh tindakan Terlawan dalam mengeluarkan Keputusan Terlawan/Obyek Gugatan
terlebih dahulu sebelum dikeluarkannya Keputusan Keberatan. Hal tersebut merupakan salah
satu bentuk kecatatan hukum dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sehingga layak untuk dibatalkan. Lebih lanjut, tindakan yang dilakukan oleh Terlawan
serta merta melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yan Baik (AAUPB). Asas tersebut antara
lain terdiri atas kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara, kepentingan umum,
keterbukaan, roporsionalitas, profesionalitas, dan akuntabilitas.

Berlandaskan dari AAUPB setidaknya terdapat satu asas yaitu, asas proporsionalitas
yang telah dilanggar oleh pihak Terlawan terutama dalam alur penerbitan Keputusan Terlawan
dan Obyek Sengketannya. Asas proporsionalitas sendiri dapat ditafsirkan sebagai keseimbangan
antara hak serta kewajiban dalam terselenggaranya negara dimana dalam konteks ini adalah
tindakan yang dilakukan Terlawan dalam mengeluarkan Keputusan Terlawan atau Obyek
Gugatan dimana jelas-jelas masih bergulir perselisihan mengenai nilai pajak dengan Pelawan.
Melalui perspektif Peradilan Tata Usaha Negara tindakan ini telah melampaui kewenangan
darinya selaku Pejabat Tata Usaha Negara. Berdasarkan hal tersebut maka tindakan yang
dilakukan oleh pihak Terlawan dalam mengeluarkan Keputusan Terlawan yang secara
perundang-undangan yang berlaku telah melanggar tiga pasal. Pasal tersebut antara lain, Pasal
16 ayat (1) UU No. 28/2007. , Pasal 1 ayat (1) jo. Pasal 1 ayat (3) Permenkeu Nomor 19/2008. ,
dan Pasal 1 ayat (1) jo. Pasal 1 ayat (4) PerDirjen Pajak No.48/2009 dan bertentangan Asas-Asas
Umum Pemerintahan Yang Baik, yang mengakibatkan Keputusan Terlawan tersebut cacat
hukum dan selayaknyalah untuk dibatalkan.

Melalui dikeluarkannya Penetapan No. 219/G/2011/PTUN.JKT yang dikeluarkan pada


tanggal 3 Januari 2012 Majelis Hakim telah mencederai proses penyelenggaraan hukum yang
berlaku di Indonesia. Tindakan pembatalan putusan tersebut secara terang-terangan
mencederai asas pemeriksaan yang dilakukan Terlawan untuk mencari kebenaran materiil.
Berdasarkan konteks tersebut, Majelis Hakim seharusnya dapat memberikan kepastian hukum
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dan serta dapat menjamin keadilan bagi
kedua belah pihak yang berselisih. Lebih lanjut, pihak Pelawan menyatakan bahwa pihaknya
akan senantiasa mengikuti prosedur hukum yang berlaku dan sama sekali tidak memiliki niat
untuk menghindari hukum dan berprinsip untuk menjunjung proses berjalannya penyelesaian
konflik sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku apapun hasilnya. Pelawan bahkan
dalam gugatan a quo nya sama sekali tidak mempermasalahkan keputusan yang telah
dikeluarkan pihak Tata Usaha Negara namun Pelawan merasa keberatan terkait putusan No.
219/G/2011/PTUN.JKT yang seharusnya merupakan kewenangan dari Peradilan Tata Usaha
Negara. Sepatutnya, Majelis Hakim dapat memerika serta menentukan gugatan yang diajukan
oleh pihak Pelawan melalui prosedur acara pemeriksaan biasa.

Saran terhadap Pembatalan Putusan Tata Usaha Negara

Sepatutnya Majelis Hakim dapat memberikan keputusan dengan tidak berpandangan


sempit sehingga mengakibatkan ketidaksempurnaan dalam pelaksanaan hukum. Majelis Hakim
relatif subjektif atau yang bisa disebut concreto (secara khas) dalam mengambil keputusan
dibandingkan dengan inabstrakto atau secara umum. Dalam mengadili suatu perkara, fakta
yang terjadi di lapangan merupakan komponen utama yang menentukan keberlangsungan dan
putusan akhir sedangkan hukum dan peraturan perundang-undangan merupakan sebatas alat
dalam proses penyelesaian kasus.

Dalam penyelenggaraan penegakan hukum di Indonesia sangat memungkinkan untuk


terjadi suatu kasus yang sudah terdapat peraturan perundang-undangannya namun memiliki
penyelesaian yang berbeda. Melalui hal tersebut Hakim dapat menyimpulkan putusannya
berdasarkan penilaian terhadap bukti-bukti yang ada dan terjadi di lapangan. Berbanding
terbalik pada yang terjadi di kasus ini dimana pengeluaran Penetapan Nomor
219/G/2011/PTUN.JKT tanggal 3 Januari 2012 seharusnya ditarik kembali ataupun dibatalkan.
Hakim sepatutnya menerima dan mengambulkan perlawanan a quo yang dilakukan oleh
Pelawan seperti sebagaimana yang tertuang di Putusan Nomor 26/G/2007/PTUN.JKT tanggal 15
Agustus 2007 dimana kehadiran putusan harus memiliki orientasi kepada penciptaan dan
pemenuhan rasa keadilan dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Nursadi, H. (2018). Tindakan Hukum Administrasi (Negara) Perpajakan Yang Dapat


Berakibat Pada Tindakan Pidana. Jurnal Hukum & Pembangunan, 48(1), 110-136.

Suharsono, A. (2019). Harmonizing the Settlement of Authority Dispute Between


Government Institutions in Indonesian Tax Law. Jurnal Dinamika Hukum, 19(1), 225-247.

Warong, R. N. (2017). Aspek Hukum Dalam Putusan Peradilan Tata USAha Negara Studi
Kasus Antara PT Asmin Koalindo Tuhup Dengan Direktorat Jenderal Pajak Atas Skpkb. Jurnal
Hukum UNSRAT, 23(9).

Anda mungkin juga menyukai