Anda di halaman 1dari 8

ICW Minta Kasus Pajak Paulus Tumewu Dibuka Lagi Menciutnya jumlah pajak Paulus dari Rp 399 miliar

menjadi Rp 7,9 miliar melibatkan permainan pajak. Jakarta - Indonesia Corruption Watch meminta Kejaksaan Agung berinisiatif membuka kembali kasus pajak yang melibatkan Komisaris PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk Paulus Tumewu. Kami melihat ada kejanggalan sampai keluarnya surat ketetapan penghentian penuntutan (SKPP), kata Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho kepada Tempo kemarin. Kejanggalan kasus itu, menurut Emerson, pertama, terletak pada pemindahan proses dari pidana ke administratif. Padahal kasus mulai memasuki proses penuntutan ketika SKPP itu dikeluarkan. Ketika sudah membayar denda administratif, tidak berarti (itu) menghapuskan pidana seseorang, ujarnya. Kejanggalan kedua, ujar dia, adalah penurunan jumlah kewajiban pajak yang terlalu besar. Seharusnya pajak yang belum dibayar senilai Rp 399 miliar. Tapi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kemudian meminta SKPP setelah ada pembayaran kekurangan pajak pribadi sebesar Rp 7,99 miliar dan denda sebesar Rp 31,97 miliar. Kalau dengan jumlah segitu, yang dibayarkan kepada negara hanya sekitar 10 persen saja, kata Emerson. Jika kasus pajak Paulus dibuka kembali, Emerson mengingatkan, undang-undang yang berkaitan dengan tindakan pemberantasan pidana korupsi harus diturutsertakan. Jadi tidak hanya Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan yang digunakan, tapi juga Undang-Undang Tindak Pemberantasan Korupsi, ujarnya. Selain itu, kata Emerson, kasus pajak Paulus Tumewu perlu lebih banyak diekspos ke publik. Kasus ini kurang terekspos. Padahal ada mafia pajak dan mafia hukumnya, ujarnya. Hal senada diungkapkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Trimedya Panjaitan. Menciutnya jumlah pajak Paulus dari Rp 399 miliar menjadi Rp 7,9 miliar melibatkan permainan pajak, ujarnya. Trimedya menyatakan surat dari Menteri Keuangan, yang menyatakan Paulus sudah membayar kewajibannya, ikut mempengaruhi keluarnya SKPP. Dari Rp 399 miliar turun menjadi Rp7,9 miliar, itulah yang menjadi dasar kami mempertanyakannya, kata Trimedya saat dihubungi Tempo kemarin.

Kasus itu terungkap dalam rapat dengar pendapat Komisi III DPR dengan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan dan mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo pada Kamis (29/4). Komisi III DPR mempertanyakan soal pajak Komisaris PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk Paulus Tumewu pada 2006, yang semula nilainya mencapai Rp 399 miliar lalu menciut menjadi Rp 7,9 miliar. DPR juga mempertanyakan SKPP atas kasus Paulus yang dikeluarkan Kejaksaan Agung pada 2007. SKPP itu dikeluarkan Kejaksaan Agung, yang waktu itu dipimpin Abdul Rahman Saleh, atas permintaan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Alasan Menteri Sri meminta penghentian tersebut, Paulus akhirnya mau membayar kekurangan pajak pribadinya sebesar Rp 7,99 miliar dan sanksi denda Rp 31,97 miliar. Jumat (30/4) lalu, Menteri Sri mempersilakan DPR memeriksa kasus tersebut. (Aryani Kristanti | Arie Firdaus | Eni) Sumber: Koran Tempo, Senin, 3 Mei 2010

Analisa Kasus: Salah satu ciri dari sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah self assessment sistem yaitu sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada masyarakat/ Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa penentuan/ penetapan, serta pelaporan secara teratur tentang besarnya pajak terutang dan jumlah pajak yang telah dibayar, sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dipercayakan sepenuhnya kepada Wajib Pajak (WP) yang artinya keberhasilan dan kegagalan di bidang pajak sangat dipengaruhi oleh Wajib Pajak. Sistem tersebut lebih memandang Wajib Pajak sebagai subjek dan bukan objek semata. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak menurut undang-undang sekarang sama dengan fiskus. Agar suatu Self assessment sistem berhasil, tidak hanya diperlukan pengetahuan yang cukup dari wajib pajak .Tanpa dilandasi oleh kesadaran , kejujuran, dan kedisiplinan yang memadai,maka kepercayaan yang diberikan kepada Wajib Pajak (WP) dapat disalah gunakan.Untuk itu Administrasi perpajakan harus berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian administrasi pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan penerapan sanksi perpajakan. Salah satu pengendalian administrasi pemungutan pajak adalah dengan adanya kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar danlengkap seperti yang tercantum dalam Pasal 3 UU KUP, Seperti yang kitaketahui belakangan ini muncul pemberitaan berbagai kasus pajak seperti kasus Gayus Tambunan dan Paulus Tumewu, tapi yang menjadi latar belakang dari analisis ini adalah kasus penghentian penyidikan kasus Penggelapan Pajak Paulus Tumewu yang berdasar hasil penyelidikan. Paulus diduga melakukan tindak pidana perpajakan yang berhubungan dengan Surat Pemberitahuan karena tidak melaporkan sebagian penghasilan (telah melanggar ketentuan pasal 39 ayat 1 UU nomor 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebelum perubahan oleh UU No 28 tahun 2007 ) yaitu menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidakbenar atau tidak lengkap dan telah P21 (berkas dinyatakan lengkap) oleh Kejaksaan atas dasar surat permohonan dari Menteri Keuangan, Sri MulyaniIndrawati, agar Jaksa Agung mengeluarkan surat untuk menghentikan kasus Paulus Tumewu. Surat permohonan itu dibuat atas surat permohonan dari Paulus Tumewu yang telah melunasi utang pajaknya ke Menkeu (Sri Mulyani).Yang akhirnya Dibalas Menkeu

dengan memberi disposisi ke Sekjen Depkeuyang menyatakan Paulus dikenakan denda 400 persen dari hutang pokok pajak.Paulus meminta Menkeu mengusulkan ke Jaksa Agung menghentikanpenyidikan dan penuntutan atas dirinya. Dan akhirnya memang berkas kasus pidana pajak Paulus Tumewu yang telah P-21 itu tidak berlanjut ke Pengadilan.Padahal di dalam ketentuan Pasal 39 itu sanksi pidananya bukan alternatif tetapikumulatif yaitu pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yangtidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutangyang tidak atau kurang dibayar. sehingga pemberhentian penyidikan/ pengeluaran SKPP tersebut oleh sebagian kalangan di anggap ada intervensi

darimMenterimKeuangan. Dalam berbagai macam literatur dapat ditemukan berbagai pengertian atau definisi tentang pajak dari berbagai pakar yang satu sama lain ada kesamaan dan ada juga perbedaan, sehingga supaya pengertian atau definisi ini bias diterima semua kalangan maka di ambillah pengertian atau definisi yang berasaldari Undang-Undang KUP (UU 28/2007) yang tercatum dalam pasal 1 angka 1 yangmmenyatakanmbahwa, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidakmendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negarabagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam pajak sendiri ada berbagai macam sistem pemungutan di antaranya, yaitu: 1) Official Assessment Sistem : suatu sistem pemungutan pajak yangberdasarkan undangundang pemerintah (fiskus) diberi wewenang untukmenentukan besarnya pajak terutang. 2) Self Assesmentsistem : suatu sistem pemungutan pajak yang berdasarkanundang-undang memberikan kepercayaan lepada wajib pajak (WP) untuk melaksanakan hak dan kewajibannya dibidang perpajakan. 3) With Holding Sistem : suatu sistem pemungutan pajakyang berdasarkanundang-undang memberi kepercayaan /wewenang kepada pihak ketiga(bukanpemerintah dan bukan wajib pajak (WP) yang bersangkutan ) untuk memotongatau memungut pajak yang wajib dipotong/dipungut dari wajib pajak (WP) yangwajibmembayarnya.Undang-undang KUP sendiri menganut sistem pemungutan pajak SelfAssessment Sistem. Jiwa Self Assessment tercantum dalam pasal 12 UU KUP.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, Sistem pemungutan pajak dengan selfassessment ini mempunyai arti bahwa penentuan /penetapan, serta pelaporansecara teratur tentang besarnya pajak terutang dan jumlah pajak yang telahdibayar, sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undanganperpajakan dipercayakan sepenuhnya kepada Wajib Pajak (WP).

Artinya,keberhasilan dan kegagalan di bidang pajak sangat dipengaruhi oleh Wajib Pajak. Lepas dari kesadaran kewargaan dan solidaritas nasional, lepas pula daripengertian tentang kewajibannya terhadap Negara, pada sebagian besar diantara rakyat tidak akan pernah meresapi kewajibannya membayar pajaksedemikian rupa sehingga memenuhinya tanpa menggerutu. Bahkan, bila adasedikit kemungkinan saja, maka pada umumnya cenderung untuk meloloskan diridari setiap pajak. Dalam usaha perlawanan inilah, terletak faktor utama dariperlawanan terhadap pajak, yang dapat di bedakan ke dalamn: 1) Perlawanannpasif Perlawanan pasif ini terdiri dari hambatan-hambatan yang

mempersukarpemungutan pajak dan erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatuNegara, dengan perkembangan intelektual dan moral penduduk, dan denganteknik pemungutan pajak itu sendiri. 2) Perlawananmaktif Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan, yang secara langsungditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak di antaranya dapat dibedakan dengan cara-cara sebagai berikut: a. b. c. Penghindaran n diri t dari m pajak Pengelakan/penyelundupan m pajak Melalaikan m pajak

Dari berbagai macam perlawanan terhadap pajak ini kemudian dengan berdasarpada self assessmet sistem ini, maka dalam undang-undang KUP inimewajibkan si wajib pajak (WP) untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan(SPT), yang dimaksud Surat Pemberitahuan (SPT) ini sendiri seperti yangtercantum dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang KUP, yaitu :Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungandan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atauharta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kewajban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajakdan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam SPT tercantumdalam Pasal 3

ayat 1 UU KUPDalam pelaksanaan ketentuan di bidang perpajakan itu ada 2 jenis penegakanhukum,nyaitun: 1) Penegakan n Hukum n Administrasi Penegakan hukum administrasi bertujuan agar sesuatu yang menyimpang

dapatdibenahi. Dalam hal ini, yang menjadi fokus perhatian untuk mendapatkanpenanganan adalah perbaikan atau perubahan sikap atau perilaku dari si subjek.Penegakan hukum administrasi kurang memberikan tekanan pada si subjek ataupelaku pelanggaran, melainkan lebih menekankan pada perbuatannya.Penegakan hukum administrasi dilakukan oleh aparat pemerintah dibidang pajak, jadinbukannolehnhakim. 2) Penegakan n Hukum n Pidana Penegakan hukum pidana dilakukan melalui melalui proses peradilan. Dalamrangka penegakan hukum pidana di mungkinkan adanya kumulasi eksternal ataspenerapan sanksi. Penerapan sanksi kumulatif secara eksternal adalahpengenaan sanksi administrasi dan pengenaan sanksi pidana secara sekaligus di dalam hukum pidana ada berbagai macam cara penerapan sanksi / stelselpemidanaan,nyaitun: a. StelselnAlternatif Ciri khas suatu UU mengatur stelsel pemidanaan yang alternatif yaitu norma dalam UU ditandai dengan kata atau. Misalnya ada norma dalam UU yangberbunyi diancam dengan pidana penjara atau pidana denda. b. StelselnKumulatif Stelsel kumulatifini ditandai dengan cirri khas adanya kata dan.UU Tindak Pidana Korupsi merupakan salah satu contoh UU yang menganut stelsel ini. Dengan adanya kata dan, maka hakim harus menjatuhkan pidana dua-duanya. c. StelselnAlternatifnKumulatif Berbeda halnya dengan dua stelsel di atas, berdasarkan stelsel alternative kumulatif ini, ditandai dengan ciri dan/atau. Suatu UU yang menganut stelsel ini, memberikan kebebasan hakim untuk menjatuhkan pidana apakah

alternatif(memilih)nataukahnkumulatifn(menggabungkan). Bila dianalisa dari cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan, maka Pasal 38UU KUP ini menggunakan cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan alternatifkarena di dalam isi pasalnya menggunakan kata atau antara sanksi denda danpenjaranya, sedangkan untuk Pasal 39

ayat (1) UU KUP ini menggunakan carapenerapan sanksi / stelsel pemidanaan Kumulatif karena menggunakan kata danantaransanksindendandannpenjaranya.

Penerapan kasus Paulus Tumewu seperti yang telah di jelaskan sebelumnya di latar belakang, untuk kasus Paulus Tumewu ini memangmenurut jaksa berdasarkan hasil penyidikan, Paulus diduga melakukan tindakpidana perpajakan karena telah melanggar ketentuan pasal 39 ayat (1) UUnomor 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UUKUP) sebelum perubahan oleh UU No 28 thun 2007 yang isinya pada intinyasama. Tetapi meskipun Pasal 39 ayat (1) ini menganut penerapan sanksi /stelsel pemidanaan Kumulatif , dalam UU KUP ini baik yang tahun 2000 maupun yangtahun 2007 juga di Pasal 44B menyatakan bahwa, 1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan,Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakanpaling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan. 2) Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utangpajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikandan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnyadikembalikan.

Bila melihat isi Pasal 44B ini. Maka, apa yang di lakukan Menteri Keuangan danJaksa Agung ini adalah sudah sesuai dengan undang-undang apabila memangsebelum masuk ke Pengadilan Paulus Tumewu telah melunasi utang pajak yangtidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan danditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak

seharusnyadikembalikan. Jadi, penegakan hukum dalam tindak pidana pajak yang berkaitan dengankewajiban menyampaikan surat pemberitahuan dengan benar dan lengkapmenurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan UmumPerpajakannadalahn: 1) Apabila karena kealpaan maka penerapan sanksinya / stelsel pemidanaannyaalternatif seperti yang tercantum dalam Pasal 38 UU KUP. 2) Apabila karena kesengajaan maka penerapan sanksinya / stelselpemidanaannya kumulatif seperti yang tercantum dalam Pasal 39 ayat (1) UUKUP.

Daftar pustaka Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas UU KUPUndang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU KUPUndang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU KUP Anonymous. 2012. http://infokorupsi.com/id/korupsi.php?ac=5809&l=icw-minta-kasus-pajakpaulus-tumewu-dibuka-lagi diakses tanggal 2 Oktober 2012 Anonymous. 2012. http://www.scribd.com/doc/99758987/Analisis-Terhadap-Penerapan-HukumDalam-Kasus-Pajak-Paulus-Tumewu diakses tanggal 2 Oktober 2012

Anda mungkin juga menyukai