Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

HUKUM PAJAK
(KASUS HUKUM PERPAJAKAN DAN ANALISIS)

Nama : Laksana Agung Ramadhan

NIM : 218.01.08962

Mata Kuliah : Hukum Perpajakan (Haryo Setyaki K, SH,M.Hum)

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM SULTAN ADAM


BANJARMASIN
TAHUN AJARAN 2020/2021
KASUS PAJAK PAULUS TUMEWU
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Salah satu ciri dari system pemungutan pajak di Indonesia adalah self assessment system yaitu
system pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada masyarakat/Wajib Pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang.
Sistem pemungutan pajak tersebut mempunyai arti bahwa penentuan /penetapan, serta pelaporan
secara teratur tentang besarnya pajak terutang dan jumlah pajak yang telah dibayar, sebagaimana
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dipercayakan sepenuhnya kepada
Wajib Pajak (WP). Artinya, keberhasilan dan kegagalan di bidang pajak sangat dipengaruhi oleh
WajibPajak. System tersebut lebih memandang Wajib Pajak sebagai subjek dan bukan objek
semata. Hak dan KewajibanWajibPajak menurut undang-undang sekarang sama dengan fiskus.
Agar suatu Self assessment system berhasil, tidakhanya diperlukan pengetahuan yang cukup dari
wajib pajak .Tanpa dilandasi oleh kesadaran ,kejujuran, dan kedisiplinan yang memadai, maka
kepercayaan yang diberikan kepada Wajib Pajak (WP) dapat disalahgunakan.Untuk itu
Administrasi perpajakan harus berperan aktif dalam melaksanakan pengendalian administrasi
pemungutan pajak yang meliputi tugas-tugas pembinaan, pelayanan, pengawasan, dan penerapan
sanksi perpajakan.

Salah satu pengendalian administrasi pemingutan pajak adalah dengan adanya kewajiban untuk
menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar dan lengkap seperti yang tercantum
dalam Pasal 3 UU KUP, Seperti yang kita ketahui belakangan ini muncul pemberitaan berbagai
kasus pajak seperti kasus “Gayus Tambunan” dan “Paulus Tumewu”, tapi yang menjadi latar
belakang dari makalah ini adalah kasus penghentian penyidikan kasus Penggelapan Pajak
“Paulus Tumewu” yang Berdasar hasil penyelidikan, Paulus diduga melakukan tindak pidana
perpajakan yang berhubungan dengan Surat Pemberitahuan karena tidak melaporkan sebagian
penghasilan (telah melanggar ketentuan pasal 39 ayat (1) UU nomor 16 tahun 2000 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebelum perubahan oleh UU No 28
tahun 2007 ) yaitu, menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap dan telah P-21 (berkas dinyatakan lengkap) oleh Kejaksaan atas dasar
surat permohonan dari Menteri Keuangan, Sri MulyaniIndrawati, agar Jaksa Agung
mengeluarkan surat untuk menghentikan kasus Paulus Tumewu. Surat permohonan itu dibuat
atas surat permohonan dari Paulus Tumewu yang telah melunasi utang pajaknya ke Menkeu (Sri
Mulyani). Yang akhirnya Dibalas Menkeu dengan member disposisi ke Sekjen Depkeu yang
menyatakan Paulus dikenakan denda 400 persen dari hutang pokok pajak. Paulus meminta
Menkeu mengusulkan ke Jaksa Agung menghentikan penyidikan dan penuntutan atas dirinya.
Dan akhirnya memang berkaskasus pidana pajak “Paulus Tumewu” yang telah P-21 itu tidak
berlanjut ke Pengadilan. Padahal di dalam ketentuan Pasal 39 itu sanksi pidananya bukan
alternative tetapi kumulatif yaitu pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidaka tau kurang dibayar.
sehingga pemberhentian penyidikan/ pengeluaran SKPP tersebut oleh sebagian kalangan di
anggap ada intervensi dari Menteri Keuangan.
Berdasarkan latar belakang di atasmaka penulis membuat mkalah dengan judul “PENEGAKAN
HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PAJAK YANG BERKAITAN DENGAN KEWAJIBAN
MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN DENGAN BENAR DAN LENGKAP
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007 MENGENAI KETENTUAN
UMUM PERPAJAKAN”
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana penegakan hokum dalam tindak pidana pajak yang berkaitan dengan kewajiban
menyampaikan surat pemberitahuan dengan benar dan lengkap menurut Undang-UndangNomor
28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan ?
II. PEMBAHASAN
Dalam berbagai macam literature dapat ditemukan berbagai pengertian atau definisi tentang
pajak dari berbagai pakar yang satusama lain ada kesamaan dan ada juga perbedaan, sehingga
supaya pengertian atau definisiini bias diterima semua kalangan maka di ambillah pengertian
atau definisi yang berasal dari Undang-Undang KUP (UU 28/2007) yang tercatum dalam pasal 1
angka 1 yang menyatakan bahwa,
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Undang-undang KUP sendiri telah mengalami tiga kali perubahan sejak diundangkan pertama
kali dengan UU Nomor 6 Tahun 1983 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1984. Perubahan
pertama dilakukan dengan UU Nomor 9 Tahun 1994 dan mulai berlaku 1 Januari 1995.
Perubahan kedua dilakukan dengan UU Nomor 16 Tahun 2000 dan mulai berlaku tanggal 1
Januari 2001. Perubahan terakhir dilakukan dengan UU Nomor 28 Tahun 2007 yang mulai
berlaku tanggal 1 Januari 2008 sampai sekarang.
Dalam pajak sendiri ada berbagai macam system pemungutan di antaranya, yaitu :
1. Official Assessment System: suatu system pemungutan pajak yang berdasarkan undang-
undang pemerintah (fiskus) diberi wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang.
2. Self Assesmentsystem: suatu system pemungutan pajak yang berdasarkan undang-undang
memberikan kepercayaan kepada wajib pajak (WP) untuk melaksanakan hak dan kewajibannya
dibidang perpajakan.
3. With Holding System :suatu system pemungutan pajak yang berdasarkan undang-undang
member kepercayaan/wewenang kepada pihak ketiga(bukan pemerintah dan bukan wajib pajak
(WP) yang bersangkutan ) untuk memotong atau memungut pajak yang wajib dipotong /dipungut
dari wajib pajak (WP) yang wajib membayarnya.
Undang-undang KUP sendiri menganut system pemungutan pajak Self Assessment System. Jiwa
Self Assessment tercantum dalam pasal 12 UU KUP yang berbunyi :
(1) Setiap WP wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya SKP.
(2) JumlahPajak yang terutang menurut SPT yang disampaikan oleh WP adalah jumlah pajak
yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(3) Apabila Direktur Jenderal Pajak (DirjenPajak) mendapatkan bukti jumlah pajak yang
terutang menurut SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Dirjen Pajak
menetapkan jumlah pajak yang terutang.

Dari bunyi Pasal 12 UU KUP tersebut dapat dilihat bahwa penghitungan pajak yang terutang
pembayarannya ke Kas Negara, dan pelaporannya diserahkan sepenuhnya kepada WP serta tidak
didasarkan pada SKP yang diterbitkan administrasi pajak. Perhitungan, pembayaran dan
pelaporan yang dilakukan WP tersebut dianggap benar (sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan) sepanjang Dirjen Pajak tidak dapat membuktikan sebaliknya.
Pada prinsipself assessment beban pembuktian (bahwa pajak terutang yang telah dilaporkan
adalah tidak benar) berada di pihak fiskus (DirjenPajak). SKP hanya diterbitkan oleh fiskus
apabila perhitungan wajib pajak tersebut tidak benar berdasarkan pada suatu pembuktian oleh
fiskus.

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, Sistem pemungutan pajak dengan self assessmentini
mempunyai arti bahwa penentuan /penetapan, serta pelaporan secara teratur tentang besarnya
pajak terutang dan jumlah pajak yang telah dibayar, sebagaimana ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan dipercayakan sepenuhnya kepada Wajib Pajak (WP). Artinya,
keberhasilan dan kegagalan di bidang pajak sangat dipengaruhi oleh WajibPajak.
Lepas dari kesadaran kewargaan dan solidaritasnasional, lepas pula dari pengertian tentang
kewajibannya terhadap Negara, pada sebagian besar di antara rakyat tidak akan pernah meresapi
kewajibannya membayar pajak sedemikian rupa sehingga memenuhinya tanpa menggerutu.
Bahkan, bila ada sedikit kemungkinan saja, maka pada umumnya cenderung untuk meloloskan
diri dari setiap pajak. Dalam usaha perlawanan ini lah, terletak factor utama dari perlawanan
terhadap pajak, yang dapat di bedakan kedalam :
1. Perlawanan pasif
Perlawanan pasifini terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersukar pemungutan pajak dan
erat hubungannya dengan structur ekonomi suatu Negara, dengan perkembangan intelektual dan
moral penduduk, dan dengan teknik pemungutan pajak itu sendiri.
2. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan, yang secara langsung ditujukan terhadap
fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak di antaranya dapat dibedakan dengancara-cara
sebagai berikut:
• Penghindaran diri dari pajak
• Pengelakan/ penyelundupan pajak
• Melalaikan pajak
Dari berbagai macam perlawanan terhadap pajak ini kemudian dengan berdasar pada self
assessmet system ini, maka dalam undang-undang KUP ini mewajibkan si wajib pajak (WP)
untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), yang dimaksud Surat Pemberitahuan (SPT)
ini sendiri seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang KUP, yaitu :
Surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran
pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Kewajban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan
objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan dalam SPT tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP yang berbunyi
sebagai berikut :
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam
bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan
menandatangani serta menyampaikannya kekantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelasdalam mengisi SPT adalah :
a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan
UU Pajak, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-
unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT; dan
c. jelas melaporkan asal-usul / sumber objek pajak dan unsur lain yang harus di isikan dalam
SPT.
Bahkan kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar dan lengkap
ini juga ada sanksi pidananya seperti yang tercantum dalam UU KUP Pasal 38, yaitu :
Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut
merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13A, di denda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau
dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.

Dan juga di Pasal 39 ayat (1) menyatakan bahwa,


Setiap orang yang dengansengaja:
a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b.menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak;
c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap;
e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 29;
f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan
seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau
tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola
secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua)
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Dari isi pasal-pasal di atas bisa dilihat bahwa kedua-duanya memiliki sanksi pidana baik di Pasal
38 yang karena kealpaan juga Pasal 39 yang karena kesengajaan.
Tetapi harus diingat bahwa dalam pelaksanaan ketentuan di bidang perpajakan itu ada 2 jenis
penegakan hukum, yaitu :
1. Penegakan Hukum Administrasi
Penegakan hukum administrasi bertujuan agar sesuatu yang menyimpang dapat dibenahi. Dalam
hal ini, yang menjadi focus perhatian untuk mendapatkan penanganan adalah perbaikan atau
perubahan sikap atau perilaku darisi subjek. Penegakan hokum administrasi kurang memberikan
tekanan pada si subjek atau pelaku pelanggaran, melainkan lebih menekankan pada
perbuatannya. Penegakan hukum administrasi dilakukan oleh aparat pemerintah dibidang pajak,
jadi bukan oleh hakim.
2. Penegakan Hukum Pidana
Penegakan hukum pidana dilakukan melalui proses peradilan. Dalam rangka penegakan hukum
pidana di mungkinkan adanya kumulasi eksternal atas penerapan sanksi. Penerapan sanksi
kumulatif secara eksternal adalah pengenaan sanksi administrasi dan pengenaan sanksi pidana
secara sekaligus.
Di dalam hukum pidana ada berbagai macam cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan, yaitu :
1. Stelsel Alternatif
Ciri khas suatu UU mengatur stelsel pemidanaan yang alternative yaitu norma dalam UU
ditandai dengan kata “atau”. Misalnya ada norma dalam UU yang berbunyi “diancam dengan
pidana penjara atau pidana denda .”
2. Stelsel Kumulatif
Stelsel kumulatif ini ditandai dengan ciri khas adanya kata “dan” UU Tindak Pidana Korupsi
merupakan salah satu contoh UU yang menganut stelsel ini. Dengan adanya kata “dan”, maka
hakim harus menjatuhkan pidana dua-duanya.
3. Stelsel Alternatif Kumulatif
Berbeda halnya dengan dua stelsel di atas, berdasarkan stelsel alternative kumulatif ini, ditandai
dengan ciri “dan/atau”. Suatu UU yang menganut stelsel ini, memberikan kebebasan hakim
untuk menjatuhkan pidana apakah alternatif (memilih) ataukah kumulatif (menggabungkan).
Bila dianalisa dari cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan, maka Pasal 38 UU KUP ini
menggunakan cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan alternative karena di dalam isi
pasalnya menggunakan kata atau antara sanksi denda dan penjaranya, sedangkan untuk Pasal 39
ayat (1) UU KUP ini menggunakan cara penerapan sanksi / stelsel pemidanaan Kumulatif karena
menggunakan kata dan antara sanksi denda dan penjaranya.
Lalu bagaimana dengan penerapan kasus Paulus Tumewu seperti yang telah di jelaskan
sebelumnya di latar belakang, untuk kasus Paulus Tumewu ini memang menurut jaksa
berdasarkan hasil penyidikan, Paulus diduga melakukan tindak pidana perpajakan karena telah
melanggar ketentuan pasal 39 ayat (1) UU nomor 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebelum perubahan oleh UU No 28 thun 2007 yang isinya pada
intinya sama. Tetapi meskipun Pasal 39 ayat (1) ini menganut penerapan sanksi / stelsel
pemidanaan Kumulatif , dalam UU KUP ini baik yang tahun 2000 maupun yang tahun 2007 juga
di Pasal 44B menyatakan bahwa,
(1) Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung
dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka
waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.
(2) Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya dilakukan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar
atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda
sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya
dikembalikan.

Bila melihat isi Pasal 44B ini. Maka, apa yang di lakukan Menteri Keuangan dan Jaksa Agung
ini adalah sudah sesuai dengan undang-undang apabila memang sebelum masuk ke Pengadilan
Paulus Tumewu telah melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak
seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar 4
(empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya
dikembalikan.
III. PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bahwa penegakan hukum dalam tindak pidana pajak yang berkaitan dengan kewajiban
menyampaikan surat pemberitahuan dengan benar dan lengkap menurut Undang-UndangNomor
28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan adalah :
1. Apabila karena kealpaan maka penerapan sanksinya / stelsel pemidanaannya alternative
seperti yang tercantum dalam Pasal 38 UU KUP.
2. Apabila karena kesengajaan maka penerapansanksinya / stelsel pemidanaannya kumulatif
seperti yang tercantum dalamPasal 39 ayat (1) UU KUP.
B. SARAN
Penekanan penerapan sanksi pidana itu harus lebih di tekankan pada tindak pidana yang di
lakukan oleh pegawai Dirjen Pajak, sedangkan kepada wajib pajak lebih baik di tekankan
penerapan sanksi administrasi untuk kepentingan penerimaan Negara.
Daftar Pustaka
Buku:
Gunadidkk, Perpajakan Buku 1, Edisi Revisi 2, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta, 2001,
Hasan Basri, MODUL KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN,
PUSDIKLAT Pajak dan BPPK,
Oyok Abuyamin, Perpajakan Pusat dan Daerah, Humaniora, Bandung, 2010,
R Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, cetakan kedua puluh satu, Refika
Aditama, Jakarta, 2008,
Y Sri Pudyatmoko, Penegakan dan Perlindungan Hukum Di bidangPajak, Penerbit Salemba
Empat, Jakarta, 2007,
Bahan lainnya :
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/04/21/137543/16/1/Kronologi-Kasus-Penggelapan-
Pajak-Paulus-Tumewu Rabu 21 April 2010.
http://www.dutamasyarakat.com/artikel-29080-ani-dibidik-kasus-adik-edy-tanzil.html

PeraturanPerundang-undangan:
Undang-UndangNomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas UU KUP
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU KUP
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU KUP

Anda mungkin juga menyukai