Anda di halaman 1dari 6

Dikutip dari berita Merdeka.

com pada tanggal 29 Oktober 2020, dunia


maya digegerkan dengan beredarnya foto dan data rekam medis seorang pasien
sekaligus salah seorang sorotan yang menjadi calon Bupati Musi Rawas, Ratna
Machmud, tampak sedang menjalani isolasi akibat paparan covid-19 di Rumah
sakit Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang. Foto dan data rekam medis pasien
disebarkan pertama kali oleh akun Ahmad Fadili yang dalam waktu singkat
menyebar luas di dunia maya dan menjadi perbincangan publik. Foto tersebut
menjadi perbincangan salah satu alasannya karena foto itu nampak diambil dari
layar monitor CCTV rumah sakit dan data rekam medis pasien yang seharusnya
tak dapat diakses sembarang orang. Pihak keluarga Ratna, Muhammad Al Amin
pada hari Kamis (29/10) menyesalkan kejadian ini karena seharusnya hal ini
menjadi privasi pasien, bukan konsumsi publik yang justru disebarkan oleh
oknum pegawai Rumah Sakit melalui rekaman CCTV rumah sakit. Menurut
beliau, kejadian ini tidak seharusnya menimpa pasien yang bisa berasal dari
kalangan manapun, terlebih keluarganya merasa ada konten bermuatan politis
dibalik beredarnya foto dan data rekam medis ini. Pihak keluarga merespon kasus
ini dengan melaporkan kepada pihak berwenang, polisi setempat, supaya kasus
tersebut ditelusuri dan pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui
jalur hukum. Pada hari yang sama (29/10), pihak hubungan masyarakat Rumah
Sakit Mohammad Hoesin menyampaikan bahwa turut menyesalkan adanya
insiden penyebaran foto dan data rekam medis pasien melalui media sosial ini.
Pihaknya juga sependapat bahwa kasus ini tidak seharusnya menjadi konsumsi
publik, terlebih tanpa seizin pasien. Pihak Rumah Sakit Mohammad Hoesin
berkomitmen menyelidiki pelaku yang kemungkinan berasal dari pegawai Rumah
Sakit Mohammad Hoesin Palembang yang berpeluang mengakses foto CCTV
rumah sakit dan data rekam medis pasien. Pihak rumah sakit berencana mengusut
kasus ini pada hari Senin. Pihak rumah sakit juga menanggapi respon keluarga
yang ingin melanjutkan kasus ini ke ranah hukum dengan meminta maaf dan
berharap masalah ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan.

Keesokan harinya tepat pada tanggal 30 Oktober 2020 yang dikutip dari
berita Merdeka.com, kabar ini berlanjut dengan munculnya respon dari lembaga-
lembaga terkait, salah satunya Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Pernyataan pertama
muncul dari ketua IDI cabang Palembang, Zulkhair (30/10), menanggapi kasus ini
dengan melayangkan desakan kepada pihak Rumah Sakit Mohammad Hoesin
untuk menelusuri jejak oknum yang membocorkan foto serta data rekam medis
pasien tersebut. Zulkhair berpendapat bahwa kasus Foto dan rekam medis pasien
tidak boleh disebarluaskan tanpa seizin pasien, itu melanggar kode etik.
Menurutnya, kasus ini harus dituntaskan terlebih karena telah melibatkan oknum
yang memiliki akses fasilitas CCTV dan data rekam medis. Zukhair melanjutkan
bahwa pihak rumah sakit telah siap mengusut kasus ini. Tanggapan kedua juga
datang dari Ikatan Dokter Indonesia Sumatera Selatan, Rizal Hanif, menegaskan
larangan mengambil gambar pasien apalagi menyebarluaskan tanpa izin pasien.
Menurutnya, kasus penyebaran rekam medis baru kali ini terjadi salah satunya
didukung oleh pasien yang berstatus calon bupati Musi Rawas.

Kabar lanjutan diperoleh beberapa hari kemudian tepatnya pada hari Senin
(2/11/2020), dikutip dari berita Sripoku.com, Palembang. Manajemen Rumah
Sakit Mohammad Hoesin telah mengadakan rapat tertutup untuk meninjau kasus
penyebaran foto dan data rekam medis pasien. Pihak hubungan masyarakat
Rumah Sakit Mohammad Hoesin, Suhaimi, menyampaikan bahwa pihak rumah
sakit serius mengusut kasus ini. Pihaknya telah memeriksa satu per satu tenaga
medis dan administrasi yang berjaga saat waktu kejadian. Pihaknya juga
berencana akan menggandeng pihak Polda Sumatera Selatan. Kabar berikutnya
juga dikabarkan dari pihak keluarga Ratna, Muhammad Al Amin, bahwa
pihaknya telah menduga siapa pelakunya dan menunggu keputusan resmi dari
rumah sakit.

Pembahasan

Kasus ini bermula dari kabar tersebar luasnya foto dan rekam medis calon
Bupati Musi Rawas, Ratna Machmud, yang direspon dengan laporan ke pihak
berwenang oleh keluarga pasien. Pihak keluarga yang menduga hal ini bertujuan
menjatuhkan citra dari pasien selaku calon bupati sehingga dengan serius
melanjutkan masalah ini ke jalur hukum. Keluarga Ratna, Muhammad Al Amin,
menduga adanya oknum yang membeberkan foto dan rekam medis milik Ratna.
Pasalnya, foto yang diambil dari CCTV rumah sakit dan rekam medis tidak bisa
diperoleh oleh sembarang orang. Kecurigaan itu juga dirasakan oleh perwakilan
Ikatan Dokter Indonesia, Zulkhair dan berujung pada desakan untuk segera
menemukan pelaku dan memproses sesuai hukum yang berlaku terlebih bila
pelaku terikat kode etik kedokteran. Pihak rumah sakit memproses dugaan ini
dengan mengadakan rapat tertutup dan melakukan pemeriksaan pada pihak tenaga
medis maupun administrasi yang bertugas saat insiden berlangsung.

Pada kasus ini, selain munculnya foto pasien pada CCTV rumah sakit juga
dibeberkan rekam medis pasien. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis pasal 1
menjelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Dijelaskan lebih lanjut pada
pasal 10 bahwa informasi tentang identitas diagnosis, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh
dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan
sarana pelayanan kesehatan. Sarana pelayanan kesehatan yang dimaksud
didefinisikan oleh pasal 1 sebagai tempat penyelenggaraan upaya pelayanan
kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran dan kedokteran gigi.
Dalam kasus ini, sarana pelayanan kesehatan yang berwenang dan bertanggung
jawab adalah Rumah Sakit Mohammed Hoesin. Langkah kooperatif terhadap
prosedur hukum yang dilakukan oleh Rumah Sakit Mohammed Hoesin sudah
sesuai dengan kewajiban rumah sakit menurut Permenkes Nomor 4 Tahun 2018
tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien untuk mendapatkan
privasi dan kerahasiaan penyakit yang dideritanya. Pada pasal 14 dijelaskan
bahwa pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas hilang,
rusak, pemalsuan, dan/atau penggunaan oleh orang atau badan yang tidak berhak
terhadap rekam medis. Dalam kasus ini, kerahasiaan penyakit pasien dilanggar
dan pihak rumah sakit berkomitmen mencari oknum yang membocorkan
kerahasiaan pasien dan mengikuti prosedur hukum sebagai bentuk tanggung
jawabnya.
Ditinjau dari sisi kepemilikan isi rekam medis ini dijelaskan menjadi milik
pasien dan membutuhkan izin pasien atau yang berwenang sesuai yang dijelaskan
dalam Permenkes 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis. Ditinjau dari sisi
kebermanfaatannya, pemanfaatan rekam medis dapat dipakai untuk pemeliharaan
kesehatan dan pengobatan pasien; alat bukti dalam proses penegakan hukum,
disiplin kedokteran, dan kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan
etika kedokteran gigi; keperluan pendidikan dan penelitian; dasar pembayar biaya
pelayanan kesehatan; dan data statistik kesehatan. Oleh karena itu, bila dilihat dari
tujuan pemanfaatan isi rekam medis pun tidak tepat dan tidak memperoleh
persetujuan pasien.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1966


tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran, pasal 1 yang menjelaskan bahwa
rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang diketahui orang yang berkewajiban
selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran. Segala sesuatu yang
diketahui disini meliputi fakta yang berasal dari pemeriksaan penderita,
interpretasi, penegakan diagnosis hingga pengobatan harus dirahasiakan dari
pasien. Baik pihak yang mengetahui ini sudah atau belum mengucapkan sumpah
jabatan wajib menjaga rahasia mengenai keadaan pasien. Berdasarkan kasus
RSMH ini. foto beserta rekam medis yang menunjukkan keadaan sakit pasien
seharusnya dijaga kerahasiaannya. Pada pasal 3 PP No 10 tahun 1966
menjelaskan orang yang berkewajiban menjaga rahasia kedokteran, diantaranya:
tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan;
Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan. Bila oknum Rumah Sakit Mohammad Hoesin yang terlibat tergolong
pihak yang disebutkan diatas, maka pelaku termasuk melanggar pasal diatas dan
dapat dikenai hukuman administratif yang dijelaskan pada pasal 4 PP No 10 tahun
1966 ini berupa sanksi administratif berdasarkan pasal 11 Undang-undang tenaga
kesehatan. Sanksi administratif ini dapat mengenai baik yang dapat dijerat pasal
112 KUHP atau hukuman paling lama sembilan bulan oleh pasal 322 KUHP yang
berbunyi:
“"Barangsiapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang ia wajib
menyimpan oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun
yang dahulu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan
atau denda sebanyak-banyaknya enam ratus rupiah.”

Foto yang berupa rekaman CCTV dan rekam medis yang tidak bisa
diakses sembarang orang, memunculkan spekulasi bahwa pelaku dapat berasal
dari tenaga kesehatan. Bila hal tersebut benar, maka pelaku berpotensi melanggar
sumpah dokter dan UU No 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan padal 58.
Pada saat menerima ijazah, dokter mengucapkan sumpah yang salah satunya
berbunyi:

“"Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena


pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter.”

Selain menyalahi sumpahnya, pelaku juga berpotensi menyalahi


kewajiban yang dituliskan pada UU No 36 tahun 2014 pasal 58 tentang tenaga
kesehatan poin c yang menjelaksan bahwa tenaga kesehatan wajib menjaga
kerahasiaan penerima layanan kesehatan. Bila pelaku adalah seorang dokter, maka
dia menyalahi Kode Etik Kedokteran Indonesia pasal 16 bahwa setiap dokter
wajib merahasiakan segala seuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien
bahkan bila pasien itu telah meninggal dunia. Jika ternyata bukan dilakukan oleh
tenaga kesehatan, maka sanksi administratif tidak dapat dikenakan tetapi dapat
dikenakan hukum pidana berupa pasal KUHP yang telah disebutkan diatas.

https://www.merdeka.com/peristiwa/keluarga-meradang-foto-dan-data-medis-
cabup-musi-rawas-sedang-dirawat-di-rs-beredar.html

IDI Desak Pihak Rumah Sakit Selidiki Penyebar Foto dan Data Medis Cabup
Musi Rawas | merdeka.com

RSMH Bakal Gandeng Polisi Ungkap Identitas Oknum Penyebar Rekam Medis
Cabup Ratna - Sriwijaya Post (tribunnews.com)

UU No 36 tahun 2014 pasal 58

KUHP pasal 322


KUHP pasal 112

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib


Simpan Rahasia Kedokteran

Peraturan Menteri Kesehatan 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah


Sakit dan Kewajiban Pasien

Anda mungkin juga menyukai