Keesokan harinya tepat pada tanggal 30 Oktober 2020 yang dikutip dari
berita Merdeka.com, kabar ini berlanjut dengan munculnya respon dari lembaga-
lembaga terkait, salah satunya Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Pernyataan pertama
muncul dari ketua IDI cabang Palembang, Zulkhair (30/10), menanggapi kasus ini
dengan melayangkan desakan kepada pihak Rumah Sakit Mohammad Hoesin
untuk menelusuri jejak oknum yang membocorkan foto serta data rekam medis
pasien tersebut. Zulkhair berpendapat bahwa kasus Foto dan rekam medis pasien
tidak boleh disebarluaskan tanpa seizin pasien, itu melanggar kode etik.
Menurutnya, kasus ini harus dituntaskan terlebih karena telah melibatkan oknum
yang memiliki akses fasilitas CCTV dan data rekam medis. Zukhair melanjutkan
bahwa pihak rumah sakit telah siap mengusut kasus ini. Tanggapan kedua juga
datang dari Ikatan Dokter Indonesia Sumatera Selatan, Rizal Hanif, menegaskan
larangan mengambil gambar pasien apalagi menyebarluaskan tanpa izin pasien.
Menurutnya, kasus penyebaran rekam medis baru kali ini terjadi salah satunya
didukung oleh pasien yang berstatus calon bupati Musi Rawas.
Kabar lanjutan diperoleh beberapa hari kemudian tepatnya pada hari Senin
(2/11/2020), dikutip dari berita Sripoku.com, Palembang. Manajemen Rumah
Sakit Mohammad Hoesin telah mengadakan rapat tertutup untuk meninjau kasus
penyebaran foto dan data rekam medis pasien. Pihak hubungan masyarakat
Rumah Sakit Mohammad Hoesin, Suhaimi, menyampaikan bahwa pihak rumah
sakit serius mengusut kasus ini. Pihaknya telah memeriksa satu per satu tenaga
medis dan administrasi yang berjaga saat waktu kejadian. Pihaknya juga
berencana akan menggandeng pihak Polda Sumatera Selatan. Kabar berikutnya
juga dikabarkan dari pihak keluarga Ratna, Muhammad Al Amin, bahwa
pihaknya telah menduga siapa pelakunya dan menunggu keputusan resmi dari
rumah sakit.
Pembahasan
Kasus ini bermula dari kabar tersebar luasnya foto dan rekam medis calon
Bupati Musi Rawas, Ratna Machmud, yang direspon dengan laporan ke pihak
berwenang oleh keluarga pasien. Pihak keluarga yang menduga hal ini bertujuan
menjatuhkan citra dari pasien selaku calon bupati sehingga dengan serius
melanjutkan masalah ini ke jalur hukum. Keluarga Ratna, Muhammad Al Amin,
menduga adanya oknum yang membeberkan foto dan rekam medis milik Ratna.
Pasalnya, foto yang diambil dari CCTV rumah sakit dan rekam medis tidak bisa
diperoleh oleh sembarang orang. Kecurigaan itu juga dirasakan oleh perwakilan
Ikatan Dokter Indonesia, Zulkhair dan berujung pada desakan untuk segera
menemukan pelaku dan memproses sesuai hukum yang berlaku terlebih bila
pelaku terikat kode etik kedokteran. Pihak rumah sakit memproses dugaan ini
dengan mengadakan rapat tertutup dan melakukan pemeriksaan pada pihak tenaga
medis maupun administrasi yang bertugas saat insiden berlangsung.
Pada kasus ini, selain munculnya foto pasien pada CCTV rumah sakit juga
dibeberkan rekam medis pasien. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis pasal 1
menjelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Dijelaskan lebih lanjut pada
pasal 10 bahwa informasi tentang identitas diagnosis, riwayat penyakit, riwayat
pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh
dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan
sarana pelayanan kesehatan. Sarana pelayanan kesehatan yang dimaksud
didefinisikan oleh pasal 1 sebagai tempat penyelenggaraan upaya pelayanan
kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran dan kedokteran gigi.
Dalam kasus ini, sarana pelayanan kesehatan yang berwenang dan bertanggung
jawab adalah Rumah Sakit Mohammed Hoesin. Langkah kooperatif terhadap
prosedur hukum yang dilakukan oleh Rumah Sakit Mohammed Hoesin sudah
sesuai dengan kewajiban rumah sakit menurut Permenkes Nomor 4 Tahun 2018
tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien untuk mendapatkan
privasi dan kerahasiaan penyakit yang dideritanya. Pada pasal 14 dijelaskan
bahwa pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas hilang,
rusak, pemalsuan, dan/atau penggunaan oleh orang atau badan yang tidak berhak
terhadap rekam medis. Dalam kasus ini, kerahasiaan penyakit pasien dilanggar
dan pihak rumah sakit berkomitmen mencari oknum yang membocorkan
kerahasiaan pasien dan mengikuti prosedur hukum sebagai bentuk tanggung
jawabnya.
Ditinjau dari sisi kepemilikan isi rekam medis ini dijelaskan menjadi milik
pasien dan membutuhkan izin pasien atau yang berwenang sesuai yang dijelaskan
dalam Permenkes 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis. Ditinjau dari sisi
kebermanfaatannya, pemanfaatan rekam medis dapat dipakai untuk pemeliharaan
kesehatan dan pengobatan pasien; alat bukti dalam proses penegakan hukum,
disiplin kedokteran, dan kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan
etika kedokteran gigi; keperluan pendidikan dan penelitian; dasar pembayar biaya
pelayanan kesehatan; dan data statistik kesehatan. Oleh karena itu, bila dilihat dari
tujuan pemanfaatan isi rekam medis pun tidak tepat dan tidak memperoleh
persetujuan pasien.
Foto yang berupa rekaman CCTV dan rekam medis yang tidak bisa
diakses sembarang orang, memunculkan spekulasi bahwa pelaku dapat berasal
dari tenaga kesehatan. Bila hal tersebut benar, maka pelaku berpotensi melanggar
sumpah dokter dan UU No 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan padal 58.
Pada saat menerima ijazah, dokter mengucapkan sumpah yang salah satunya
berbunyi:
https://www.merdeka.com/peristiwa/keluarga-meradang-foto-dan-data-medis-
cabup-musi-rawas-sedang-dirawat-di-rs-beredar.html
IDI Desak Pihak Rumah Sakit Selidiki Penyebar Foto dan Data Medis Cabup
Musi Rawas | merdeka.com
RSMH Bakal Gandeng Polisi Ungkap Identitas Oknum Penyebar Rekam Medis
Cabup Ratna - Sriwijaya Post (tribunnews.com)