Anda di halaman 1dari 4

ETIKA PROFESI KESEHATAN

KASUS PELANGGARAN PADA BIDANG MIKES DAN REKAM MEDIS

OLEH

NI WAYAN ALIK SURYANI


NIM.171500012

PROGRAM STUDI MANAJEMEN INFORMASI KESEHATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
DENPASAR, 2021
Rekam Medis untuk Penipuan Pasien dan Upaya Keras RS SMC
Membongkar Kejahatan

Avifah Rindayanti dan Muliadi menjadi korban penipuan mengatasnamakan Rumah


Sakit Samarinda Medika Citra (SMC) pada 8 Maret 2019. Melalui sambungan telepon orang
yang tak dikenal mengaku sebagai dokter bernama Hendra, mengklaim anak pasangan
tersebut (Keizha) mengalami kritis. Avifah mengungkapkan keheranannya karena orang
tersebut juga mampu merincikan secara jelas kondisi anak pasangan tersebut seakan memiliki
rekam medis anaknya. Orangtua diminta membayar administrasi untuk peminjaman alat
operasi dari rumah sakit lain yaitu RSUD IA Moeis kemudian memberikan kontak pihak
RSUD IA Moeis atas nama dr Nugroho, orang yang diklaim menangani alat operasi tersebut.
dr. Nugroho kemudian meminta pembayaran administrasi sebesar 3,8 juta.
Setelah mengirimkan bukti pembayaran, Avifah kembali dihubungi dr. Nugroho
meminta pembayaran sebesar 5 juta karena dikatakan masih ada alat yang dibutuhkan. Avifah
dan Muliadi sudah tidak memiliki uang namun demi keselamatan anak, mereka mendapatkan
talangan dari pimpinan tempatnya bekerja kemudian sang pimpinan sendiri mengirim Rp 5
juta ke rekening yang sama.
Setelah pembayaran kedua, Avifah dan Muliadi tiba di rumah sakit. Namun,
keduanya tak menemukan anaknya di ruang operasi. Bayi mereka malah masih dirawat di
tempat semula. Salah satu perawat mengatakan Keizha dalam keadaan sehat. Operasi
yang dimaksud pria dalam sambungan telepon juga tidak benar. Avifah dan Muliadi
segera sadar telah menjadi korban penipuan mengatasnamakan RS SMC.
Saat ditemui di kediamannya pada Jumat malam, 15 Maret 2019, Avifah
mengungkapkan keheranannya. Pelaku penipuan seakan memiliki rekam medis anaknya.
Secara rinci data Keizha bisa disebutkan. Padahal, tak seharusnya data tersebut dimiliki
selain pihak rumah sakit. "Anak saya didiagnosa di paru-parunya seperti ada gumpalan
lemak dan cairan. Berbahaya sekali. Sesak pernapasannya. Makanya saya dapat kabar
begitu ketakutan anak saya kenapa-kenapa," terang Avifah. Saat kejadian, Avifah juga
bertemu salah satu orangtua pasien yang juga korban penipuan dengan modus sama. Dari
pernyataan rumah sakit kepadanya, kejadian serupa sudah beberapa kali terjadi.
Avifah kecewa dengan pihak rumah sakit. Dianggap membiarkan data pasien
bocor. Ia berharap ada ganti rugi. "Mau enggak mau saya tetap cicil untuk pembayaran
pengobatan. Saya sudah minta keringanan karena penipu mengatasnamakan rumah sakit.
Juga memiliki data lengkap kami. Seharusnya data pasien dilindungi," sebutnya. Kejadian
yang menimpa dirinya diharapkan menjadi pelajaran. Yang terpenting, kondisi Keizha
sudah membaik dan keluar setelah kejadian pada tanggal 13 Maret 2019.
Longaday Hieronimus Aldo Yediya, humas RS SMC, membenarkan laporan
penipuan dari pasien. Dalam hal, pihaknya menanggapi dengan melakukan evaluasi. RS
SMC melangsungkan investigasi penyebab data privasi pasien dimiliki pelaku penipuan.
Aldo menegaskan komitmen rumah sakit menjaga data medis. Namun, dugaan kebocoran
masih belum bisa dipastikan penyebabnya. "Kami masih terus melakukan investigasi
terhadap kasus ini. Kami sudah maksimal menjaga privasi pasien," terang Aldo.

Sumber: https://kaltimkece.id/warta/terkini/rekam-medis-untuk-penipuan-pasien-dan-
upaya-keras-rs-smc-membongkar-kejahatan
Pada kasus diatas, disebutkan bahwa pihak penipu mengetaui secara rinci diagnosis
Keizha, anak korban penipuan, seakan memiliki rekam medis anaknya. Saat kejadian,
Avifah juga bertemu salah satu orangtua pasien yang juga korban penipuan dengan modus
sama. Dari pernyataan rumah sakit kepadanya, kejadian serupa sudah beberapa kali
terjadi. Avifah kecewa karena menganggap rumah sakit membiarkan kebocoran data
pasien terjadi sehingga dapat dimanfaatkan untuk kasus penipuan.

Adapun kode etik profesi Perekam Medis yang dilanggar jika perekam medis
terbukti dalam investigasi berkontribusi atas kebocoran data pasien tersebut adalah:
1) Pada Bab I Kewajiban Umum Pasal 1 ayat 5 disebutkan bahwa setiap pelaksana
rekam medis dan informasi kesehatan selalu menjunjung tinggi doktrin
kerahasiaan dan hak atas informasi pasien yang terkait dengan identitas individu
atau sosial. Pada kasus, informasi pasien terkait identitas individu serta
diagnosisnya telah bocor sampai dimanfaatkan untuk kasus penipuan, sehingga
terjadi pelanggaran kode etik pada Bab I pasal 1 ayat 5.
2) Pada Bab II pasal 2 dijelaskan mengenai perbuatan/tindakan yang bertentangan
dengan kode etik profesi perekam medis yaitu:
1. Menerima ajakan kerjasama seseorang/organisasi untuk melaksanakan
pekerjaan yang menyimpang dari standar profesi yang berlaku
2. Menyebarluaskan informasi yang terkandung dalam laporan rekam medis
yang dapat merusak citra profesi rekam medis/informasi kesehatan
3. Menerima imbalan jasa dalam bentuk apapun.
Pada kasus masih disebutkan dalam masa investigasi sehingga kebocoran data
belum bisa dipastikan faktor penyebabnya berdasarkan fakta. Jika dalam
investigasi dibuktikan bahwa ada perekam medis yang melakukan pembocoran
informasi pribadi pasien, tentu hal ini sejalan dengan Bab II Pasal 2 Ayat 2.
Bahkan informasi individu dimanfaatkan untuk memperoleh suatu imbalan dalam
bentuk penipuan.
3) Pada Bab IV Kewajiban Profesi Pasal 4 Ayat 1 disebutkan bahwa setiap pelaksana
rekam medis dan informasi kesehatan wajib mencegah terjadinya penyimpangan
kode etik profesi. Meluasnya informasi yang terkandung dalam laporan rekam
medis seperti yang disebutkan pada kasus merupakan bentuk penyimpangan kode
etik profesi sebagaimana disebutkan pada Bab II pasal 2 ayat 2.
4) Pada Bab VII Penutup Pasal 7 disebutkan bahwa setiap pelaksana dan profesi
rekam medis dan informasi kesehatan wajib menghayati dan mengamalkan kode
etik profesi rekam medis dan informasi kesehatan demi pengabdian yang tulus
dalam pembangunan bangsa dan negara. Dalam kasus sudah terjadi penyimpangan
kode etik profesi karena informasi yang terkandung dalam laporan rekam medis
sudah meluas, seperti yang disebutkan pada Bab II pasal 2 ayat 2.
Sanski

Rekam medis sebagaimana disebutkan pada Permenkes Nomor 749a Tahun 1989
tentang Rekam Medis, Pasal 11 bahwa rekam medis merupakan berkas yang wajib dijaga
kerahasiaannya. Jika dalam investigasi kasus tersebut terbukti adanya perekam medis
yang membocorkan data rekam medis pasien maka dapat dikenakan ancaman pidana yang
ditentukan dalam Pasal 322 ayat (1) KUHP, yang menyatakan barang siapa dengan
sengaja membuka suatu rahasia yang wajib disimpan karena jabatan atau pekerjaan baik
yang sekarang maupun yang dahulu, dipidana dengan pidana penjara paling lama
sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus ribu rupiah.

Selain itu, ditentukan dalam KUH Perdata Pasal 1365 yang menyatakan bahwa
tiap perbuatan melanggar hukum, yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain,
mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut.

Pada pasal 14 Permenkes Rekam Medis disebutkan bahwa pimpinan sarana


pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas: (a) hilangnya, rusaknya, ataupun
pemalsuan rekam medis dan (b) penggunaan oleh orang / badan yang tidak berhak
terhadap rekam medis. Pada kasus, terdapat penggunaan rekam medis oleh orang yang
tidak berhak terhadap rekam medis pasien tersebut yang menyebabkan pasien mengalami
kerugian.

Apabila terdapat dugaan kesalahan pengelolaan rekam medis oleh rumah sakit
sehingga informasi dalam rekam medis bocor ke pihak lain, maka rumah sakit diduga
melanggar diantaranya Pasal 17 huruf h angka 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi Publik (“UU KIP”) yang menyatakan bahwa setiap badan
publik wajib membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan
informasi publik, kecuali yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi
publik dapat mengungkap rahasia pribadi, seperti riwayat, kondisi dan perawatan,
pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang. Yang dimaksud badan publik adalah
salah satunya merupakan rumah sakit. Kemudian pada Pasal 54 UU KIP ayat 1 dijelaskan
bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh
dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17
huruf a, huruf b, huruf d, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Pada Permenkes No. 749a Tahun 1989a tentang Rekam Medis Pasal 20 juga
disebutkan mengenai sanski yaitu pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam
peraturan ini dapat dikenakan sanksi administratif mulai dari teguran lisan sampai
pencabutan izin.

Anda mungkin juga menyukai