Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN MENJELANG AJAL

KEPERAWATAN GERONTIK

Oleh

Kelompok 9

Kelas B / 2016

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN MENJELANG AJAL

KEPERAWATAN GERONTIK

Disusun guna melengkapi tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik dengan Dosen
Pembimbing Ns. Hanny Rasni, S.Kep., M.Kep

Oleh :

Rizka Shafira 162310101064

Nova Febriani 162310101066

Roihana Jannatil Firdaus 162310101079

Ikhwan Abiyyu 162310101085

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Menjelang Ajal”

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan tujuan untuk menyelesaikan
tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi peyusunan, kalimat, maupun tata letak bahasanya. Oleh
karena itu, kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
terhadap pembaca maupun penulis.

Jember, 8 Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................... i

Kata Pengantar...................................................................................................... ii

Daftar Isi ............................................................................................................... iii

BAB 1. PENDAHULUAN .....................................................................................1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah .................................................................................3
1.3 Tujuan....................................................................................................3
1.4 Manfaat..................................................................................................4

BAB 2. TINJAUAN TEORI ..................................................................................5

2.1 Definisi Kanker Paru .............................................................................5


2.2 Definisi Menjelang Ajal ........................................................................6
2.3 Teori – Teori Menjelang Ajal................................................................6
2.4 Jenis – Jenis Penyakit Terminal/Menjelang Ajal ..................................7
2.5 Ciri/Tanda Lansia Menjelang Ajal ........................................................7
2.6 Perawatan Menjelang Ajal ....................................................................8

BAB 3. PEMBAHASAN ......................................................................................13

BAB 4. PENUTUP ................................................................................................17

4.1 Kesimpulan..........................................................................................17
4.2 Saran ....................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................18

ASKEP PADA LANSIA DENGAN MENJELANG AJAL ..............................20

iii
BAB. 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Populasi lansia di Indonesia semakin meningkat, baik jumlah absolutnya
maupun proporsinya. Peningkatkan ini memerlukan perhatian yang baik dari
pemerintah, sektor swasta organisasi non pemerintah, praktisi kesehatan,
maupun masyrakat pada umumnya, mengingat bahwa peningkatan lansia
merupakan masalah yang akan di hadapi oleh mereka sehingga banyak hal yang
berbeda dalam menghadapi kelompok usia yang lebih muda (Harimurti, 2011).
Berdasarkan hasil survey dari Badan Pusat Statistik (BPS) (2013)
peningkatan usia harapan hidup dapat dilihat dari semakin meningkatnya
populasi lansia dari tahun ke tahun. Data pada tahun 2010 jumlah lansia sekitar
7,56% dari jumlah penduduk Indonesia dan pada tahun 2015 meningkatkan
menjadi 8,49%. Populasi lansia diprediksi akan terus meningkat di tahun-tahun
berikutnya. Berdasarkan survey tersebut telah diproyeksi populasi lansia pada
tahun 2020 sebesar 9.99%, pada tahun 2025 meningkat menjadi 11,83% dan
terus meningkat hingga 13,82% pada tahun 2030. Pertambahan tersebut
memungkinkan memunculkan berbagai permasalahan bagi para lansia seperti
mulai kehilangan pekerjaan, kehilangan tujuan hidup, kehilangan teman, risiko
terkena penyakit, terisolasi dari lingkungan dan kesepian (Berlian & Heppy,
2014). Dalam versi Central Intelligence Agency (CIA) yang merilis angka
harapan hidup tahun 2012 sejumlah negara-negara di dunia, Indonesia berada di
peringkat 136 dengan usia harapn hidup 71,62 tahun, dengan perbandingan usia
harapan hidup perempuan di Indonesia lebih tinggi, 74,29 tahun dibandingkan
pria yang hanya 69,07 tahun.
Ermawati dkk (2013) menjelaskan bahwa pada usia lajut terjadi
kemunduran sel-sel karena proses penuaan yang dapat berakibat pada
kelemahan organ, kemunduran fisik, timbulnya berbagai macam penyakit
terutama penyakit degeneratif. Sebagian lansia akan mengalami hambatan

1
dalam kehidupan mereka menarik diri dari kehidupan sosial, mengalami depresi
dan tidak mau melakukan kegiatan-kegiatan produktif yang biasa dilakukan
bahkan sampai pada keinginan bunuh diri. Selain itu akan muncul berbagai
penyakit degeneratif seperti jantung koroner, stroke, patah tulang akibat
osteoporosis, demensia dan lain lain (Kementrian Kesehatan RI, 2012)
Selain penyakit degeneratif ada penyakit terminal yang sulit disembuhkan
adalah kanker, kanker adalah proses ketika sel abnormal diubah oleh mutase
genetic dan DNA seluler. Pada saat stadium akhir yaitu stadium IV terjadi
penurunan yang sangat signifikan di dalam fisik,sosial dan spiritual. Salah satu
penyakit yang belum bisa disembuhkan adalah kanker. . Sel abnormal ini
membentuk klo dan mulai berproliferasi secara abnormal, sel-sel dapat terbawa
karena lain dalam tubuh untuk metastase (penyebaran kanker) pada bagian
tubuh yang lain (Brunner and Suddart, 2013).
Aziz (2005) menjelaskan penderita kanker terbanyak di Indonesia adalah
kanker servik, merupakan urutan pertama dengan jumlah 3686 (17,85%).
Sementara secara keseluruhan di seluruh kanker di dunia kanker serviks
merupakan penyebab kematian ke dua dengan perkiraan kasus baru 510.000
dan 288.000 diantaranya meninggal (Jemal, 2006).
Usia lanjut juga dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai
oleh penderitaan berbagai dengan masa penyakit dan keudzuran serta kesadaran
bahwa setiap orang akan mati, maka kecemasan akan kematian menjadi
masalah psikologis yang penting pada lansia, khususnya lansia yang mengalami
penyakit kronis (Affandi, 2008). Kecemasan akan kematian dapat berkaitan
dengan datangnya kematian itu sendiri, dan dapat pula berkaitan dengan
caranya kematian serta rasa sakit atau siksaan yang mungkin menyertai
datangnya kematian.
Kecemasan dalam menghadapi kematian akan semakin membuat para
lansia tidak siap untuk mengahadapi kematian. Kesiapan merupakan
keseluruhan kondisi yang membuat seseorang siap untuk memberi respon

2
terhadap suatu situasi (Slameto, 2010). Keadaan lansia yang telah siap untuk
menghadapi dan menerima kematian tidak menimbulkan penyesalan maupun
ketakutan apapun ketika kematian terjadi. Namun, lansia memiliki persepsi
yang berbeda-beda ketika menghadapi kematian (Harapan dkk, 2014). Kesiapan
lansia saat menjelang kematian dipengaruhi oleh beberapa aspek, yaitu aspek
psikologis, sosial, fisik dan spiritual (Meiner, 2006).
Oleh karena itu perlu dilakukan perawatan menjelang akhir kehidupan
(end of life care) pada lansia untuk mempersiapkan lansia dalam menghadapi
akhir kehidupannya. Berdasarkan hal tersebut maka penulis ingin melakukan
pengkajian lebih mendalam mengenai perawatan menjelang akhir kehidupan
(end of life care) pada lansia dan peran perawat dalam perawatan lansia
tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa definisi kanker paru ?
2. Apa definisi menjelang ajal ?
3. Bagaimana teori dari menjelang ajal ?
4. Apa jenis jenis penyakit terminal/menjelang ajal ?
5. Apa ciri/ tanda lansia menjelang ajal ?
6. Bagaimana perawatan lansia menjelang ajal ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penulisan makalah
ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi kanker paru
2. Untuk mengetahui definisi menjelang ajal
3. Untuk mengetahui bagaimana teori dari menjelang ajal
4. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit terminal/menjelang ajal
5. Untuk mengetahui ciri/tanda lansia menjelang ajal

3
6. Untuk mengetahui bagaimana perawatan lansia menjelang ajal
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca untuk mengetahui
definisi dari kanker paru, serta definisi dan juga teori lansia menjelang ajal,
dan aplikasi asuhan keperawatan pada lansia menjelang ajal.

4
BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Kanker Paru


Kanker Paru atau disebut dengan karsinoma bronkogenik, merupakan
tumor ganas primer system pernapasan bagian bawah yang bersifat ephitelial
dan berasal dari mukosa percabangan bronkus (Nurafif& Kusuma, 2015).
Kanker paru dapat disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika pada sel
epitel saluran nafas yang dapat mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat
dikendalikan. (Purba & Wibisono, 2015).
Kanker paru merupakan penyebab keganasan di dunia, mencapai hingga
13% dari semua diagnosis kanker dan menyebabkan 1/3 dari seluruh kematian
akibat kanker pada laki-laki. Insiden kanker paru termasuk rendah pada usia
dibawah 40 tahun, namun meningkat sampai dengan usia 70 tahun. Faktor
risiko utama kanker paru adalah merokok. Secara umum, rokok menyebabkan
80% kasus kanker paru pada laki-laki dan 50% kasus kanker paru pada
perempuan. Faktor lain adalah, kerentanan genetic, polusi udara, pajanan radon,
dan pajanan industri (Kemnkes RI, 2017).

Menurut Tim CancerHelps (2010 : 64) Kanker paru terdiri atas dua jenis
yaitu, Small Cell Lung Cancer (SCLC) dan Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC).
Lebih dari 80% kasus kanker paru merupakan NSCLC dengan subkategori
adenokarsinoma, karsinoma, squamosa dan karsinoma sel besar.
a. Non-Small Cell Lung ( NSCLC)
Kanker paru jenis ini terbagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
1. Karsinoma squamosa merupakan jenis kanker yang paling umum
terjadi.proses ini berkembang di dalam sel yang menggarisi saluran udara.
NSCLC merupakan jenis kanker yang sering terjadi. Penyebab utamanya
adalah rokok.
2. Adenokarsinoma merupakan jenis kanker paru yang berkembang dari sel
– sel yang memproduksi lender atau dahak di permukaan saluran udara.
jenis ini lebih umum terjadi.
3. Karsinoma sel besar merupakan salah satu jenis sel kanker paru yang
apabila dilihat di bawah mikroskop bentuk bundar besar. Sering juga di
sebut undiferentiated carcinoma.

5
b. Small Cell Lung (SCLC)
Lebih dari 80% kasus kanker paru merupakan golongan NSCLC.

2.2 Definisi Menjelang Ajal


Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan yang merupakan proses
menuju akhir kehidupan atau kematian. Dengan semakin meningkatnya jumlah
populasi usia lanjut, sehingga meningkat juga jumlah penderita penyakit kronis,
yang pada suatu saat mengalami keadaan dimana tidak ada sesuatu yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki kemampuan melakukan aktivitas sehari – hari.
Bagi penderita yang keadaannya tidak sadar/ koma dalam semua fungsi organ
jelas tidak bisa membaik dengan berbagai pengobatan, keadaan yang jelas tidak
memberi harapan, maka persoalan etika hukum menjadi lebih rumit. Dalam hal
diatas yang menjadi masalah bagi praktek kedokteran di Indonesia adalah
bagaimana memberitahukan keadaan sebenarnya pada penderita yang sering
kali memberi beban psikologis sangat berat, sehingga keluarga terkadang
menyembunyikan kebenaran dari klien. Menurut hak azas otonomi, seharusnya
klienlah yang paling berhak tahu atas kondisi kesehatannya.

2.3 Teori Menjelang Ajal


Penulis yang paling dikenal dalam bidang kematian dan menjelang ajal
adalah Elizabeth KublerRoss. Hasil kerjanya membuat peka
perawat, professional layanan kesehatan dan konsumen terhadap proses
menjelang ajal dan kebutuhan-kebutuhan yang melekat pada orang yang
menjelang ajal. Teorinya mengatakan bahwa orang yang menjelang ajal
mengalami lima tahap, dimulai dengan penyingkapan awal terminalitas dan
berakhir dengan momen akhir kehidupan.
a. Tahap I, penyangkalan dan isolasi, biasanya mewakili pertahanan
temporer yang digantikan dengan penerimaan parsial. Penyangkalan ini
tidak boleh diinterpretasikan sebagai adaptasi yang negatif atau

6
merendahkan. Sebagai pertahanan awal, penyangkalan membantu
seseorang dengan melindunginya dari ansietas dan ketakutan.
b. Pada Tahap II, kemarahan dan penyangkalan digantikan dengan perasaan
marah, gusar, iri, kebencian, Hal ini dianggap sebagai salah satu tahap
yang paling sulit bagi keluarga dan pemberi perawatan karena perasaan
ini sering diarahkan pada mereka.
c. Selama Tahap III, tawar menawar, orang sering berupa negosiasi dengan
Tuhan untuk mendapatkan tambahan waktu.
d. Tahap IV, depresi, meliputi 2 jenis kehilangan : kehilangan yang terjadi
di masalalu dan kehilangan hidup yang akan terjadi. Yang disebut
sebagai persiapan berduka oleh Kubler Ross.
e. Tahap V, penerimaan, merupakan fase akhir dari proses menjelang ajal.

2.4 Jenis Penyakit Menjelang Ajal/ Terminal


Adapun yang dapat dikategorikan sebagai penyakit terminal adalah:
1. Penyakit-penyakit kanker.
2. Penyakit-penyakit infeksi.
3. Congestif Renal Falure (CRF).
4. Stroke Multiple Sklerosis.
5. Akibat kecelakaan fatal.
6. AIDS.

2.5 Ciri/ Tanda Lansia Menjelang Ajal


Dalam proses menjelang ajal, ada beberapa ciri-ciri atau tanda-tanda
seseorang lansia menuju kematian yaitu:
1. Gerakan dan pengidraan menghilang secara berangsur-angsur. Biasanya
dimulai pada anggota tubuh, khususnya kaki dan ujung kaki,
2. Gerakan peristaltik usus menurun,
3. Tubuh klien lanjut usia tampak menggembung,

7
4. Badan dingin dan lembap, terutama pada kaki, tangan, dan ujung hidung,
5. Kulit tampak pucat, berwarna kebiruan / kelabu,
6. Denyut nadi mulai tidak teratur,
7. Nafas mendengkur berbunyi keras (stridor) yang disebabkan oleh adanya
lender pada saluran pernafasan yang tidak dapat dikeluarkan oleh klien
lanjut usia,
8. Tekanan darah menurun, dan
9. Terjadi gangguan kesadaran atau ingatan menjadi kabur (Nugroho, 2008).

2.6 Perawatan Menjelang Ajal


Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari
proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap
individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik
maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan
kemampuan yang pernah dimilikinya. Seorang perawatan professional dalam
merawat lanjut usia yang tidak akan ada harapan mempunyai keterampilan yang
multi kompleks, sesuai dengan peran yang dimiliki, perawatan harus mampu
memberikan pelayanan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien lanjut
usia dan harus menyelami perasaan-perasaan hidup dan mati. Dalam
memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia yang sedang menghadapi
sakaratul maut tidaklah selamanya mudah, klien lanjut usia akan memberikan
reaksi-reaksi yang berbeda-beda, bergantung pada kepribadian dan cara klien
lanjut usia menghadapi hidup.
Seseorang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul
maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis
kerohanian sehingga pembinaan kerohanian dan memenuhi kebutuhan
psikologis saat klien menjelang ajal perlu mendapat perhatian khusus, yaitu
dengan memberikan perawatan paliatif dan hospice.

8
A. Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif untuk
meringankan beban penderita, terutama yang tidak mungkin
disembuhkan. Yang dimaksud tindakan aktif antara lain mengurangi/
menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain serta memperbaiki aspek
psikologis, sosial, dan spiritual. Tujuan perawatan paliatif adalah
mencapai kualitas hidup maksimal bagi si sakit (lanjut usia) dan
keluarganya. Perawatan paliatif tidak hanya diberikan kepada lanjut
usia yang menjelang akhir hayatnya, tetapi juga diberikan segera
setelah didiagnosis oleh dokter bahwa lanjut usia tersebut menderita
penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh (mis. menderita
kanker). Sebagian klien lanjut usia, pada suatu waktu akan
menghadapi keadaan yang disebut “ stadium paliatif ”, yaitu kondisi
ketika pengobatan sudah tidak dapat menghasilkan kesembuhan.
Biasanya dokter memvonis klien lanjut usia yang menderita penyakit
yang mematikan (misal, kanker, stroke, AIDS) juga mengalami
penderitaan fisik, psikologis, sosial, kultural dan spiritual.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang
medis dan keperawatan, memungkinkan diupayakan berbagai tindakan
dan pelayanan yang dapat mengurangi penderitaan klien lanjut usia,
sehingga kualitas hidup di akhir kehidupannya tetap baik, tenang dan
mengakhiri hayatnya dalam keadaan iman dan kematian yang nyaman.
Diperlukan pendekatan holistik yang dapat memperbaiki kualitas
hidup klien lanjut usia. Kualitas hidup adalah bebas dari segala sesuatu
yang menimbulkan gejala, nyeri, dan perasaan takut sehingga lebih
menekankan rehabilitasi dari pada pengobatan agar dapat menikmati
kesenangan selama akhir hidupnya.Sesuai arti harfiahnya,
paliatif bersifat meringankan, bukan menyembuhkan.Jadi, perawatan
paliatif diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup dengan

9
menumbuhkan semangat dan motivasi. Perawatan ini merupakan
pelayanan yang aktif dan menyeluruh yang dilakukan oleh satu tim
dari berbagai disiplin ilmu.
Dalam memberi perawatan paliatif, tim tersebut harus berpijak
pada pola dasar yang digariskan oleh WHO, yaitu :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai
proses yang normal.
2. Tidak mempercepat dan menunda kematian lanjut usia.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang mengganggu.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
5. Berusaha agar lanjut usia yang sakit tetap aktif sampai akhir
hayatnya.
6. Berusaha membantu mengatasi suasana duka cita keluarga klien
lanjut usia.
Pola dasar tersebut harus diterapkan langkah demi langkah
dengan mengikut sertakan keluarga klien, pemuka agama (sesuai
agama klien), relawan, pekerja sosial, dokter, psokolog, ahli gizi, ahli
fisioterapi, ahli terapi okupasi, dan perawat. Prinsip
pemberian perawatan paliatif adalah memberi perawatan paripurna
kepada klien lanjut usia dengan pengawasan dari tim profesional.

B. Hospice
Hospice adalah perawatan klien terminal (stadium akhir)
dimana pengobatan terhadap penyakitnya tidak diperlukan lagi.
Perawatan ini bertujuan meringankan penderitaan dan rasa tidak
nyaman dari klien, berdasarkan pada aspek bio-psiko-sosial-spiritual.
Perawatan akhir hayat atau perawatan terminal adalah suatu proses
perawatan medis lanjutan yang terencana melalui diskusi yang
terstuktur dan didokumentasikan dengan baik, dan proses ini terjalin

10
sejak awal dalam proses perawatan yang umum/ biasa. Dikatakan
sebagai perawatan medis lanjutan karena penderita biasanya sudah
masuk ke tahap yang tidak dapat disembuhkan (incurable).
Melalui proses perawatan ini diharapkan penderita dapat
mengidentifikasi dan mengklarifikasi nilai-nilai dan tujuan hidupnya
serta upaya kesehatan dan pengobatan yang diinginkannya seandainya
kelak ia tidak lagi mampu untuk memutuskan sesuatu bagi dirinya
sendiri. Atau penderita dapat pula menunjuk seseorang yang akan
membuat keputusan baginya sekiranya hal itu terjadi.
Dalam perawatan ini, keluarga ikut dilibatkan sehingga dengan
demikian diharapkan semua kebingungan dan konflik dikemudian hari
dapat dihindari. Proses ini perlu senantiasa dinilai kembali dan di up
date secara reguler karena dalam perjalanannya tujuan perawatan dan
prioritasnya sering kali berubah-ubah tergantung pada situasi/ kondisi
yang dihadapi saat itu. Bila pada awalnya tujuan kuratif dan
menghindari kematian merupakan prioritas utama, pada stadium
terminal tujuan kematian perawatan beralih ke usaha mempertahankan
fungsi, meniadakan penderitaan dan mengoptimalkan kualitas hidup
penderita. Dengan demikian diharapkan penderita dapat menghadapi
akhir hayatnya secara damai, tenang dan bermartabat (with dignity
with dignity). Peralihan ini seharusnya terjadi secara gradual/ tidak
secara mendadak. Sering kali tujuan perawatan dan prioritas di pihak
penderita dan keluarganya tidak sejalan dengan tujuan dan prioritas
dokternya. Hal ini perlu dikomunikasikan dengan baik sehingga kedua
belah pihak dapat memilih apa yang terbaik bagi penderita. Disini
dokter memegang peran kunci karena dialah yang lebih banyak
mengetahui tentang perjalanan penyakit yang senantiasa berubah serta
alternative pengobatan yang mungkin diberikan pada penderita untuk
mencapai tujuan perawatan tadi serta bagaimana prognosisnya. Karena

11
itu pengkajian secara teratur dan up-dating perlu selalu diusahakan dan
dikomunikasikan dengan penderita/ keluarganya. Untuk mencapai
tujuan tersebut diatas diperlukan kerjasama dari beberapa ahli yang
bekerja bersama dalam sebuah tim yang multidisipliner dan bekerja
secara interdisipliner sehingga perawatan penderita dapat berjalan
secara komprehensif.
Perawatan terminal dapat dimulai pada minggu-minggu, hari-
hari dan jaminan terakhir kehidupan dimana bertujuan
untuk mempertahankan hidup, menurunkan stress, meringankan dan
mempertahankan kenyamanan selama mungkin (Weisman). Secara
umum kematian adalah sebagian proses dari kehidupan yang dialami
oleh siapa saja meskipun demikian, hal tersebut tetap saja
menimbulkan perasaan nyeri dan takut, tidak hanya klien akan juga
keluarganya bahkan pada mereka yang merawat dan mengurusnya.
Penderita yang akan meninggal tidak akan kembali lagi ke tengah
keluarga, kenyataan ini sangat berat bagi keluarga yang akan
ditinggalkannya Untuk menghindari hal diatas bukan hanya
keluarganya saja yang berduka bahkan klien lebih tertekan dengan
penyakit yang dideritanya.

12
BAB 3. PEMBAHASAN

Menurut jurnal yang berjudul ‘’Palliative care specialists’ beliefs about


spiritual care’’ spiritualitas dalam perawatan kesehatan menggambarkan cara
orang terlibat dengan tujuan dan makna keberadaan manusia, dan cara ini
menginformasikan nilai-nilai pribadi mereka. Hal ini juga menentukan apakah
mereka dapat menyelesaikan masalah eksistensi mereka dan mencapai
perdamaian dalam menghadapi penyakit. Penyediaan perawatan spiritual sangat
dibutuhkan oleh klien dengan penderita kanker untuk meningkatkan kualitas
hidup klien. Kegagalan untuk mengatasi kebutuhan spiritual klien kanker
berhubungan dengan penderitaan klien. Saat ini penyediaan perawatan spiritual
sangat dibutuhkan dalam perawatan paliative khususnya klien yang sudah
menyerah dengan keadaan penyakitnya.

Tujuan dari perawatan spiritual ini sebagai bagian dari menangani


kebutuhan psikososial klien, membantu menemukan makna dengan cara
mendekatkan diri dan berserah diri kepada yang maha kuasa, membantu klien
memeriksa dan merekontruksi keyakinan spiritual mereka untuk menjawab
kekhawatiran yang sedang dialami, dan menawarkan kepada klien mengenai
praktik spiritual meliputi doa-doa/dzikir. Terapi spiritual dapat meningkatkan
dukungan emosional klien sebagai bagian dari menangani kebutuhan
psikososial klien. Terapi spiritual juga berkaitan dengan pengambilan
keputusan mengenai kesehatan klien dan lebih mendekatkan klien kepada sang
pencipta. Terapi spiritual dapat menjadi dasar untuk klien agar tidak merasa
putus asa karena merasa dekat dengan kematian. Keadaan klien yang menjelang
ajal sangat membutuhkan terapi spiritual untuk meningkatkan keyakinan dalam
dirinya mengenai apa sebenarnya arti kehidupan dan kematian.

Pada jurnal yang berjudul Palliative care specialists’ beliefs about


spiritual care penyedia perawatan spiritual harus mempunyai kemampuan

13
untuk merawat klien dengan kanker dan mampu memberikan perawatan
palliative.

Menurut jurnal yang berjudul ‘’Spiritual care in palliative care : a


systematic review of the recent european literature’’ bahwa ada bukti yang
berkembang bahwa perawatan spiritual di akhir hidup adalah penting untuk
klien dan klien ingin profesional perawatan kesehatan untuk menyediakan jenis
perawatan ini.

Efek positif dari perawatan spiritual pada kualitas hidup klien telah
dilaporkan di seluruh kelompok umur dan kelompok klien / kondisi medis,
termasuk kanker, kegagalan organ, dan demensia. Menurut beberapa penelitian,
perawatan spiritual adalah sebuah seni, yang itu sendiri dimanfaatkan seni,
seperti seni visual atau auditif. Obyek elisitasi klien dengan kanker stadium
lanjut dalam studi fenomenologis, misalnya, memfasilitasi artikulasi dan
ekspresi pengalaman. Menurut para peneliti menemukan rumah paliatif di
Belgia. Berdasarkan survei dan semi-terstruktur wawancara dengan perawat
dan dokter. Para peneliti menemukan bahwa penilaian spiritual ini dianggap
sebagai penghargaan karena klien telah mampu berbagi harapan dan keinginan
mereka tentang akhir kehidupan.

Pada jurnal dengan judul ‘’ Terapi Pada Klien Kanker Stadium Lanjut’’
Kanker adalah sekelompok penyakit yang ditandai oleh tidak terkontrolnya
perkembangan dan penyebaran sel-sel tubuh yang abnormal, dan dapat
berakibat kematian. Rasa nyeri akibat kanker yang dirasakan klien begitu
hebatnya sehingga sangat mengganggu aktivitas sehari-hari dan menimbulkan
penderitaan yang luar biasa bagi klien. Kanker juga dapat menyebabkan
penampilan fisik tidak lagi menarik, misalnya: tubuh yang kian kurus hingga
kerontokan rambut. Gejala-gejala paling umum muncul adalah perasaan tidak

14
berharga, perasaan tidak tertolong, kehilangan harapan, perasaan bersalah yang
berlebihan serta pemikiran menyakiti diri sendiri.
Pemikiran menyakiti diri sendiri ini telah mengarah pada keinginan
bunuh diri diantaranya tercermin pada pernyataan pada HAD (The Hospital
Anxiety and Depression) Scale seperti: “aku ingin tidur dan berharap tidak akan
bangun lagi”, “aku ingin mengakhiri hidupku bila ada kesempatan”, “aku
berharap dokter melakukan sesuatu yang dapat mengakhiri hidupku”.Beberapa
studi telah banyak menunjukkan bahwa orang-orang yang mempunyai
keyakinan spiritual cenderung mampu melihat masa depan dengan lebih positif
dan mempunyai kualitas hidup lebih baik.
Demikian pula klien kanker stadium lanjut yang mempunyai keimanan
terhadap agamanya merasa lebih puas dan bahagia dengan hidupnya serta
merasakan nyeri lebih ringan. Di dalam ajaran agama Islam, pendekatan kepada
Allah dapat dilakukan dengan mengingat nama-nama Allah beserta sifat-sifat
dan kekuasaan-Nya yang dilakukan secara lisan, dalam hati maupun tercermin
dalam perbuatan manusia. Pendekatan ini disebut dzikir.
Doa dan dzikir mengandung unsur psikoterapeutik yang mendalam.
Seiring dikeluarkannya segala kegalauan hati, dipasrahkannya segala
penderitaan kepada Allah, penderita merasakan Kekuatan Yang Maha Lembut
yang memberikan kesejukan, kedamaian dalam jiwa. Meskipun kemungkinan
sembuh kecil pada kanker stadium lanjut, dzikir sangat membantu klien
menjadikan kehidupannya lebih bermakna bagi dirinya dan orang lain.
Penelitian ini mempelajari dzikir sebagai alternatif pilihan penanganan kepada
para klien kanker stadium lanjut terutama bagi mereka yang menganut agama
Islam. Dzikir dipertimbangkan sebagai bentuk penanganan depresi yang tepat
bagi klien kanker tidak hanya mendasarkan alasan dzikir relatif mudah
dilakukan dimana saja, kapan saja dan dalam kondisi apapun. Dzikir juga
sebagai amalan utama, memperoleh keridhlaan atau derajat yang tinggi di mata
Allah, memantapkan keimanan kepada Allah, menjauhkan individu dari

15
perbuatan-perbuatan yang tidak disukai Allah sekaligus menjadi media pemberi
ketenteraman dan penerangan bagi jiwa individu yang sedang merasa hampa
dan putus asa.
Melalui penghayatan akan makna kalimat-kalimat dzikir yang diucapkan
secara tulus dan sungguh-sungguh, dzikir dapat menjadi kegiatan transendental
menuju kedekatan dengan Allah. Dengan kekuatan dzikir ini, diharapkan tidak
hanya tercipta sensasi akan ketenangan dan ketenteraman hati, tapi juga
kepasrahan dan keikhlasan dalam diri klien kanker. Dalam hal ini dibutuhkan
kesediaan para klien kanker untuk melepaskan segala pikiran dan perasaan yang
negatif, memasrahkan segala proses kehidupan yang akan terjadi, memohon
ampun atas kesalahan dan kekhilafan yang pernah dilakukan dan berdoa kepada
Allah untuk memperoleh kehidupan yang terbaik untuk dirinya. Dengan
perasaan dan pikiran yang positif, maka terbentuk mind set yang bijaksana pula
terhadap kanker.
Kanker tidak lagi dipandang sebagai sebuah penderitaan, kesengsaraan
atau death sentence (hukuman mati), melainkan sebagai anugerah, karunia dan
kemuliaan dari Allah. Dengan demikian, para klien mampu bangkit dari kondisi
keterpurukan, keputusasaan dan kehampaan untuk menjalani kehidupannya
dengan bersemangat dan bahagia. Hasil dari terapi spiritual dzikir tersebut
dapat diperoleh hasil bahwa banyak memberikan perubahan-perubahan positif
bagi klien kanker seperti perasaan dan kejiawaannya lebih tenang dan mampu
menerima keadaannya, klien merasa lebih damai dan mampu mengontro emosi
dan pikiran negatif termasuk kesedihan dan kekecewaan dalam dirinya. Klien
lebih mudah untuk mengatasi kegelisahan atas keadaan sakitnya sebagai efek
positif dari berdzikir.

16
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Menjelang ajal merupakan salah satu tindakan yang membantu
meningkatkan kenyamanan seseorang yang mendekati akhir hidup. Lansia
sebagai populasi dengan usia lanjut memiliki risiko menjadi penderita
penyakit kronis yang pada suatu saat menjadi keadaan dimana tidak ada
kegiatan yang bisa dikerjakan. Menjelang ajal adalah perawatan yang
diberikan kepada orang-orang yang berada di bulan atau tahun terakhir
mereka hidup. Menjelang ajal bertujuan untuk membantu orang hidup yang
dengan kondisi sebaik baiknya dan meninggal dengan bermartabat.
Seorang perawat diharapkan bisa membantu lansia dengan menjelang
ajal dengan perawatan paliatif yaitu tindakan aktif, tindakan aktif yaitu
seperti; mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain seta
memperbaiki psikologis, sosial, dan spiritual untuk meringankan beban
penderita, terutama yang tidak bisa disembuhkan

4.2 Saran
Perawat memiliki peran utama dalam berperan sebagai pendukung
klien yang bertujuan untuk memastikan bahwa kebutuhan klien dan keluarga
terpenuhi. Perawat perlu meningkatkan pengetahuan mengenai perawatan
paliatif dan prinsip-prinsip perawatan paliatif ataupun menerima ilmu
ataupun informasi tentang perawatan paliatif terbaru sehingga
memungkinkan dalam penanganan perawatan menjelang ajal pada lansia
menjadi lebih baik lagi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, I. (2008). Kecemasan dalam menghadapi kematian pada lansia yang


mengalami penyakit kronis. Diunduh dari imamaffandi.wordpress.com
Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Penduduk Lanjut Usia. Diakses: 24 Oktober
2015, http://www.bps.go.id.
Bulechek, M.G dkk.(2013). Nursing Interventions Classification (NIC), 6th
Indonesian edition. Indonesia: Mocomedia.
Best, Megan., Butow, Phyllis.,& Olver, Ian. 2016. Palliative Care Specialists Beliefs
About Spiritual Care. Support Care Cancer. DOI: 10.1007/s00520-016-3135-0
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume
2. Jakarta EGC.
Dewi, S. R. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi Pertama. Yogyakarta:
Deepublish.
Dokter, P. dan P. Indonesia. 2003. Kanker Paru
Ermawati. Sudarji, Shanty. (2013). Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lanjut
Usia. UBM Psibernetika. Vol. 6 (1): 28-38.
Gijsberts, Marie-J.H.E, et al. 2019. Spiritual Care in Palliative care: A Systematic
Review of The Recent European Literature. Medical Sciences. 7 (25). DOI:
10.3390/ medsci7020025.
Harapan, Puspita. (2014). Studi Fenomenologi Persepsi Lansia dalam
Mempersiapkan Diri Menghadapi Kematian. JOM PSIK Vol.1. No.2
Harimurti. K. (2011). Perawatan usia lanjut di rumah. Komisi Nasional Lanjut Usia.
Diunduh dari www.komnaslansia.or.id/modules.
Kementerian Kesehatan RI. (2012). Sehat dan Aktif di Usia Lanjut. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Meiner, Sue E., dan Annette G. Lueckenotte. (2006). Gerontologic Nursing (3th ed.).
Philadelphia: Mosby Elsevier.
Puspasari, Indriani & Artiawati. 2016. Terapi Dzikir pada Klien Kanker Stadium
Lanjut. Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.

18
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Tan, Winston W. 2017. Non-Small Cell Lung Cancer Clinical Presentation.


https://emedicine.medscape.com/article/279960-clinical. (Diakses pada 5 Mei
2019)

19
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA MENJELANG AJAL DENGAN
PENYAKIT KANKER PARU

A. Pengkajian
1. Data Biografi
Nama : Tn. P
Usia : 71 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Madura
Tempat tanggal lahir : Jember, 16 Januari 1948
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Pekerjaan : Petani
Alamat : Jln. Mujahir No. 2 Krajan Sukorambi
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat dilakukan pengkajian, keluarga mengatakan bahwa aktifitas
klien lebih banyak dilakukan diatas tempat tidur karena penyakit kanker
parunya yang di derita saat ini. Keluarga klien juga mengatakan bahwa
sebelumnya klien sering merintih kesakitan sambil menyentuh dada
sebelah kanan, klien juga sering batuk dan batuk tersebut diikuti dengan
darah yang keluar.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Keluarga klien mengatakan bahwa dulu waktu muda klien sering
merokok bahkan sehari bisa menghabiskan 8-12 batang rokok per hari.
Klien berhenti merokok sejak terdiagnosis terkena penyakit kanker paru 4
sejak 1 tahun yang lalu.

20
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga klien mengatakan bahwa saudara klien memiliki penyakit
yang sama seperti klien yang saat ini sudah meninggal 2 bulan yang lalu.
Klien tidak memiliki penyakit keturunan seperti hipertensi dan diabetes.
3. Status Kesehatan
Keluarga mengatakan bahwa klien telah didiagnosa terkena
penyakit kanker paru sejak 1 tahun yang lalu. 5 bulan yang lalu klien
sempat dirawat di Rumah Sakit DKT Jember, namun keadaan kanker
paru klien sudah memasuki stadium 4 dan juga karena terkendala biaya,
keluarga klien mengatakan sudah pasrah dengan kondisi klien, sehingga
keluarga lebih memilih untuk membawa klien pulang dan merawatnya di
rumah. Keluarga klien juga mengatakan pasrah dan ikhlas jika sewaktu-
waktu Allah mengambil klien.
4. Riwayat Keluarga
Genogram

Keterangan :

1. Laki-laki : 2. Perempuan :

3. Garis Perkawinan : 4. Garis Keturunan :

5. Meninggal : 6. Klien :
21

7. Satu Rumah :
5. Kebiasaan Sehari-hari
a. Istirahat tidur : keluarga klien mengatakan bahwa klien sering tidur
dengan mata terbuka dan seminggu terakhir ini klien sering tidak
memberikan respon ketika dipanggil atau diberi respon lainnya.
b. Nutrisi (makan dan minum): keluarga klien mengatakan bahwa klien
sejak sakit susah makan, klien makan sehari hanya 5 sendok bubur
halus, untuk minumnya klien hanya minum air putih kurang dari 1 liter
per hari. Namun sejak seminggu terakhir, klien sudah susah sekali
untuk makan dan minum.
c. Kebersihan diri: keluarga klien mengatakan 1 minggu terakhir ini
hanya di seka dengan menggunakan air hangat dan dibantu dengan
keluarga yang tinggal serumah.
6. Psikososial
Klien hanya tinggal bersama istri dan dua orang anaknya yang
masih remaja. Klien dan Istrinya tidak bekerja. Untuk biaya sehari- hari
diperoleh dari uang pemberian anak pertamanya yang bekerja sebagai
buruh pabrik.
7. Spiritual
Keluarga klien mengatakan bahwa semasa sehat dulu, klien sering
melakukan ibadah di mushola dekat rumahnya, dan juga klien sering
bersosialisai dengan tetangga disekitar rumah. Namun setelah dokter
mendiagnosa penyakit kanker paru tersebut, keluarga klien mengatakan
bahwa klien merasa terpukul dan putus asa sehingga klien sudah jarang
beribadah bahkan saat kondisinya yang semakin lemah klien tidak pernah
beribadah. Namun terkadang klien menangis sambal merintih dan
menyebut Allah Allah saja.

22
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: klien tampak lemah, badan terlihat kurus, tercium bau
tidak sedap, dan badan klien sedikit kurang bersih.
b. Tingkat kesadaran: Semi koma
c. GCS: E1V2M1= 4
d. Tanda-tanda vital :
TD= 90/60 mmHg; RR= 27x/ menit; Nadi=64x/menit; S: 39oC
e. Head to Toe:
1) Kepala : Inspeksi= rambut sudah terlihat memutih/
beruban; Palpasi= tidak ada respon.
2) Wajah : Inspeksi= wajah terlihat pucat dan keriput, Palpasi= tidak
ada benjolan dan tidak ada respon.
3) Mulut : Inspeksi= mulut terlihat kotor dan gigi
berkarang, mulut digunakan untuk mengorok
4) Mata : Inspeksi= pupil dilatasi, tidak ada respon
terhadap cahaya
5) Telinga : Inspeksi= tidak ada benjolan, telinga terlihat kotor;
Palpasi= tidak ada respon.
6) Hidung : Inspeksi= bentuk hidung simetris, pernafasan irregular dan
dangkal, serta klien terdengar mengorok; Palpasi= tidak ada respon
7) Dada :
a. Paru: Inspeksi= bentuk dada tidak simetris; Palpasi=
pengembangan paru tidak simetris; Perkusi= Suara paru sonor;
Auskultasi= ada suara napas tambahan whezzing.
b. Jantung: Inspeksi= Tidak ada pembesaran jantung; Palpasi=
tidak ada edema dan nyeri tekan tidak respon; Perkusi= Suara
jantung pekak; Auskultasi= tidak ada bunyi jantung tambahan.

23
8) Ekstremitas atas dan bawah: Inspeksi= ekstremitas lemah tidak
dapat menahan beban atau bergerak. Akral teraba dingin. Palpasi=
nyeri tekan tidak berespon.
9. Pengkajian secara Umum
NO Pengkajian Hasil
1. Short Portable Mental Status -
Questionaire (SPMSQ)
2. Mini Mental State Exam -
(MMSE)
3. Morse Fall Scale (MFS) 15 (tidak ada resiko)
4. Beck Depression Scale -
5. APGAR Keluarga -

24
ANALISA DATA

NO DATA PENUNJANG ETIOLOGI MASALAH


1. DS : Penyakit kronis Distres Spiritual
1. Keluarga mengatakan
bahwa Tn P sudah tidak Menjelang ajal Domain 10, kelas 3
pernah berdoa dan
beribadah sejak didiagnosis Ansietas Definisi : suatu
terkena penyakit kanker keadaan menderita
paru. Ketakutan yang berhubungan
2. Keluarga mengatakan dengan hambatan
bahwa Tn P merasa Merasa hidup kurang kemampuan untuk
terpukul dan putus asa bermakna mengalami makna
3. Keluarga mengatakan hidup melalui
bahwa menyesal Strategi koping tidak hubungan dengan
membiarkan Tn P pada saat efektif diri sendiri, dunia
muda dulu sering merokok atau kekuatan yang
bahkan sampai habis 5 Perubahan ritual Maha Tinggi.
sampai 12 batang perhari. religius
4. Keluarga Tn P mengatakan
pasrah dan ikhlas jika Distress spiritual
sewaktu- waktu Allah
mengambil Tn P

DO :
1. Tn P tampah gelisah dan
sedih.
2. Tn P sering terlihat
menangis ketakutan

25
terhadap penyakit dan
kematian yang seolah olah
akan menghampirinya.
2. DS: Kebiasaan merokok Nyeri Kronis
1. Keluarga mengatakan Domain 12, kelas 1
bahwa sudah lebih dari Kondisi paru paru
abnormal
5 bulan klien sering Definisi :
merintih nyeri sambil Pengalaman sensorik
Paru paru
menyentuh dada dan emosional tidak
menyempit
sebelah kanan. menyenangkan
2. Keluarga klien dengan merusak
Paru paru tidak dapat
mengatakan bahwa mengembang secara jaringan actual dan
normal
klien telah didiagnosa potensial yang terjadi
kanker paru sejak 1 berlangsung lebih
Nyeri Kronis
tahun yang lalu. dari 3 bulan.
DO:
1. Klien terlihat lemah
2. Wajah klien pucat
3. TD= 90/60 mmhg, RR=
27x/menit, Nadi=
64x/menit, Suhu= 39oC
4. Kesadaran Semi koma

26
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN (SMART) DAN INTERVENSI RASIONAL
(DX) KRITERIA HASIL
1. Distres Setelah dilakukan asuhan Perawatan kondisi akhir Perawatan kondisi akhir
Spiritual keperawatan selama 2x24 jam kehidupan : kehidupan:
distress spiritual dapat teratasi 1. Identifikasi prioritas 1. Untuk menentukan
dengan kriteria hasil : perawatan klien perawatan apa yang
Penerimaan : status kesehatan 2. Dukung klien dan sedang dibutuhkan
1. Mengenali realita keluarga untuk bersama- oleh klien
kesehatan sama mengenali makna 2. Agar klien tidak
2. Melaporkan harga diri kematian merasa cemas akan
yang positif 3. Usahakan untuk arti hidup dan
3. Malanjutkan latihan memahami tindakan, kematian yang
spiritual yang tidak perasaan, dan sikap klien sebenarnya
mengganggu kesehatan Dukungan Spiritual: 3. Agar klien merasa
4. Mengekspresikan 1. Gunakan komunikasi lebih tenang dan tidak
pengurangan perasaan terapiutik dalam gelisah berlebihan
bersalah dan ansietas membangun hubungan Dukungan Spiritual:
saling percaya dan caring 1. Agar proses
2. Dorong individu untuk perawatan berjalan

1
27
meninjau ulang masa lalu lancar dan mampu
dan berfokus pada menjalin hubungan
kejadian dan hubungan saling percaya antara
yang memberikan perawat dan klien
dukungan dan kekuatan 2. Agar klien tidak
spiritual mudah putus asa
3. Berikan privasi dan terhadap keadaannya
waktu-waktu yang tenang saat ini
untuk dilakukannya 3. Agar klien lebih fokus
kegiatan spiritual dalam berdoa dan
beribadah
2. Nyeri Setelah dilakukan tindakan 2210. Pemberian Analgesik
Kronis keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Tentukan karakteristik, 1. Mengetahui
klien menunjukkan hasil: kualitas, dan keparahan karakteristik kualitas
nyeri sebelum mengobati
Kriteria Hasil: dan keparahan nyeri
klien
1605. Kontrol Nyeri 2. Cek perintah pengobatan sebelum klien berobat
1. Mengenali kapan nyeri meliputi obat, dosis, dan 2. Mengetahui riwayat
frekuensi obat analgesik
terjadi pengobatan yang
yang diresepkan
2. Menggambarkan faktor 3. Cek adanya riwayat alergi dilakukan klien
penyebab nyeri obat 3. Mengetahui alergi

28
2
3. Menggunakan tindakan 4. Monitor tanda-tanda yang dimiliki klien
pengurangan nyeri vital sebelum dan 4. Mengetahui tanda –
sesudah pemberian
4. Melaporkan nyeri terkontrol tanda vital klien
analgesik
2012. Tingkat Nyeri 5. Berikan analgesik sesuai sebelum dan sesudah
1. Nyeri yang dilaporkan dengan waktu paruhnya diberikan analgesik
berkurang 1400. Manajemen Nyeri 5. Memberikan
2. Ekspresi wajah nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri kebutuhan analgesik
komprehensif dengan
berkurang klien
teknik PQRST
2. Gunakan strategi
komunikasi terapeutik 1. Mengetahui nyeri
untuk mengetahui dengan teknik PQRST
pengalaman nyeri
3. Berikan informasi 2. Mengetahui startegi
mengenai nyeri, seperti komunikasi terapeutik
penyebab nyeri, berapa kepada klien tentang
lama nyeri akan dirasakan
nyeri
dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat 3. Mengetahui segala
prosedur informasi nyeri dari
4. Ajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri klien
5. Dorong klien untuk 4. Klien atau keluarga
memonitor nyeri dan mampu memanajemen

3
29
menangani nyerinya nyeri
dengan tepat. 5. Klien atau keluarga
6. Kolaborasi dengan klien,
mampu melaporkan
orang terdekat dan tim
kesehatan lainnya untuk nyeri
memilih dan 6. Perlu dukungan
mengimplementasikan
perawatan dari
tindakan penurunan nyeri
sesuai kebutuhahan. keluarga terdekat atau
yang mau membantu
dalam tindakan
penurunan tingkat
nyeri

4
27
30
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No Tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi Formatif Tanda
Tangan
1. 4 Mei Distres
2019 Spiritual

1. Mengidentifikasi prioritas 1. Keluarga klien mengatakan K9


09.00 perawatan klien bahwa klien membutuhkan
bimbingan dalam berdoa
10.25 2. Mendukung klien dan keluarga 2. Keluarga klien dan klien
K9
untuk bersama-sama telihat pasrah dan mencoba
mengenali makna kematian ikhlas.
10.45 3. Mengusahakan untuk 3. Klien mencoba mengikuti
K9
memahami tindakan, perasaan, bacaan yang dituntun
dan sikap klien perawat.
11.15 4. Mendorong individu untuk 4. Klien terlihat sedih dan
K9
meninjau ulang masa lalu dan menyesali sikapnya saat
berfokus pada kejadian dan muda
hubungan yang memberikan
dukungan dan kekuatan

5
31
spiritual
11.30 5. Memberikan privasi dan 5. Keluarga klien mengatakan
waktu-waktu yang tenang akan terus berada disamping K9
untuk dilakukannya kegiatan klien.
spiritual

1 4 Mei Nyeri
2019 Kronis

1. Melakukan pengkajian nyeri 1. Nyeri yang dirasakan klien K9


09.00 komprehensif dengan teknik berada di daerah dada, klien
PQRST
terlihat meringis menahan

2. Menentukan karakteristik, nyeri


10.25 kualitas, dan keparahan nyeri 2. Nyeri yang dirasakan klien
sebelum mengobati klien sering muncul dan K9
menghilang.

3. Menggunakan strategi
10.45 komunikasi terapeutik untuk 3. Keluarga mengatakan bahwa
mengetahui pengalaman nyeri apabila nyeri yang dirasakan
K9
klien datang, klien akan

326
meringis dan menangis
menahan sakit.

4. Klien mencoba mengikuti


ajaran perawat untuk
11.15
4. Mengajarkan prinsip-prinsip
manajemen nyeri
melakukan manajemen nyeri K9
nafas dalam.

5. Keluarga mengatakan akan

5. Dorong klien untuk selalu berada disamping


11.30
memonitor nyeri dan klien dan membantu klien K9
menangani nyerinya dengan apabila rasa nyeri datang
tepat.
lagi.

7
33
EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/ Tanggal/ No. Evaluasi Paraf
Jam Dx
Minggu/ 4 Mei 1 S: K9
2019/ 11.30 - Setelah klien diberi terapi
spiritual klien terlihat lebih
tenang dan menerima
keadaannya
- Klien berusaha untuk
sedikit demi sedikit kembali
beribadah dan berdoa
O:
- Istri dan keluarga klien
tampak selalu berada
disamping klien sambil
membacakan ayat suci Al-
Qur’an
A : Distres spiritual
P : Lanjutkan intervensi
Minggu/ 4 Mei 2 S: K9
2019/ 11.30 - Klien sudah terlihat tenang
namun masih merasakan
nyeri pada dadanya
- Keluarga klien mengatakan
akan melihat perkembangan
klien secara teratur
O:
- Istri dan keluarga klien

1
34
tampak kooperatif dalam
penanganan klien
A : Nyeri Kronis
P : Lanjutkan intervensi

352

Anda mungkin juga menyukai