Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS LAHAN KRITIS

TUGAS
(Disusun untuk memenuhi ujian tengah semester mata kuliah geografi koservasi
dan rehabilitasi lahan)

Dosen Pengampu :
Drs. Yagus Wijayanto, MA., Ph.D. 

Disusun Oleh :
Rizal Hilmi
NIM. 180210303083

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
keterkaitan antara tingkat kekritisan lahan, kelas kemampuan lahan dan rehabilitasi
lahan
Lahan termasuk sumber daya yang penting untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga
dalam pengelolaannya harus digunakan secara baik sesuai kemampuannya agar tidak
menurunkan produktivitas lahan. Penggunaan lahan sering tidak memperhatikan kelestariannya
terutama pada lahan-lahan yang mempunyai keterbatasan, baik keterbatasan fisika, maupun
kimia dengan adanya kondisi ini apabila berlangsung terus menerus dikhawatirkan akan terjadi
lahan kritis yang mengakibatkan penurunan kesuburan tanah dan produktivitas tanah. Lahan
kritis didefinisikan sebagai lahan yang mengalami proses kerusakan fisik, kimia, dan biologi
karena tidak sesuai pengguna dan kemampuannya, yang akhirnya membahayakan fungsi
hidrologis, orologis, produksi pertanian, permukiman dan kehidupan sosial ekonomi dan
lingkungan
Klasifikasi kemampuan lahan adalah klasifikasi lahan yang dilakukan dengan metode
faktor penghambat. Dengan metode ini setiap kualitas lahan atau sifat-sifat lahan diurutkan dari
yang terbaik sampai yang terburuk atau dari yang paling kecil hambatan atau ancamanya sampai
yang terbesar. Kemudian disusun tabel kriteria untuk setiap kelas; penghambat yang terkecil
untukkelas yang terbaik dan berurutan semakin besar hambatan semakin rendah kelasnya.
Sistem klasifikasi kemampuan lahan yang banyak dipakai di Indonesia dikemukakan oleh
Hockensmith dan Steele (1943). Menurut sistem ini lahan dikelompokan dalam tiga kategori
umum yaitu Kelas, Subkelas dan Satuan Kemampuan (capability units) atau Satuan
pengelompokan (management unit). Pengelompokan di dalam kelas didasarkan atas intensitas
faktor penghambat. Jadi kelas kemampuan adalah kelompok unit lahan  yang memiliki tingkat
pembatas atau penghambat (degree of limitation) yang sama jika digunakan untuk pertanian yang
umum (Sys et al., 1991). Tanah dikelompokan dalam delapan kelas yang ditandai dengan huruf
Romawi dari I sampai VIII. Ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari
Kelas I sampai kelas VIII

Kelas I, tanah di kelas ini memiliki beberapa faktor pembatas dan memiliki risiko kerusakan
yang kecil. Jenis tanah di kelas ini sangat baik dan dapat dibudidayakan untuk semua jenis
pertanian. Tanah ini umumnya relatif datar, dengan bahaya erosi kecil, solum tanah yang dalam,
drainase yang baik, mudah diproses, penahan air yang baik dan responsif terhadap pemupukan.
Kelas II, tanah pada kelas ini mempunyai sedikit faktor pembatas yang dapat mengurangi pilihan
penggunaannya atau membutuhkan tindakan  konservasi yang sedang. Oleh sebab itu tanah pada
kelas ini membutuhkan pengelolaan tanah yang cukup hati-hati meliputi tindakan konservasi,
menghindari kerusakan dan memperbaiki hubungan air-udara dalam tanah bila ditanami faktor
pembatas dalam kelas ini dapat merupakan satu atau kombinasi dari faktor-faktor lereng landai,
kepekaan erosi sedang dan struktur tanah yang kurang baik. Adanya  faktor-faktor ini tentu saja
memerlukan perhatian yang agak serius jika kita ingin mengusahakan tanah, seperti pengolahan
tanah secara kontur, strip cropping, pergiliran tanaman, pemupukan dan pengapuran, dan
pembuatan saluran – saluran air.
Kelas III, tanah pada kelas ini mempunyai lebih banyak faktor pembatas daripada tanah pada
kelas II, dan apabila digunakan untuk usaha pertanian akan memerlukan tindakan konservasi
yang serius, yang umumnya lebih sulit baik dalam pelaksanaan maupun pemeliharaannya. Faktor
– faktor pembatas pada lahan kelas ini dapat berupa lereng yang agak miring, cukup peka
terhadap erosi, drainase jelek, permeabilitas tanah sangat lambat, solum dangkal, kapasitas
menahan air rendah, kesuburan dan produk aktifitas tanah rendah dan sulit untuk diperbaiki.
Kelas IV, tanah pada kelas ini merupakan faktor pembatas yang lebih besar dari pada kelas III,
sehingga jenis penggunaan / jenis tanaman yang diusahakan juga sangat terbatas. Tanah pada
kelas ini terletak pada lereng yang cukup curam (15% - 30%), sehingga sangat peka terhadap
erosi, drainase nya jelek, solumnya dangkal, dan kapasitas menahan air rendah.
Kelas V, tanah pada kelas ini terletak pada tempat yang datar/ agak cekung, selalu basah
/tergenang air,atau terlalu banyak batu di atas permukaan tanah. Karena itu tanah pada kelas ini
tidak sesuai untuk usaha pertanian tanaman semusim, namun lebih sesuai untuk ditanami dengan
vegetasi permanen seperti tanaman makanan ternak/ dihutankan.
Kelas VI, tanah pada kelas ini terletak pada daerah yang mempunyai lereng yang cukup curam,
sehingga mudah ter-erosi/ telah mengalami erosi yang sangat berat/ mempunyai solum yang
sangat dangkal. Tanah pada kelas ini tidak sesuai di jadikan lahan pertanian namun lebih sesuai
untuk vegetasi permanen.
Kelas VII, tanah pada kelas ini terletak pada lereng yang cukup curang, telah tererosi berat,
solum sangat dangkal dan berbatu. Karena itu tanah ini hanya cocok untuk ditanami dengan
vegetasi permanen
Kelas VIII, tanah pada kelas ini terletak pada lereng yang sangat curam, permukaan sangat kasar,
tertutup batuan lepas/ batuan singkapan/ tanah pasir pantai. Karena itu tanah pada kelas ini
dibiarkan pada keadaan alami dibawah vegetasi alami (cagar alam, hutan lindung, atau tempat
rekreasi). 
Rehabilitasi lahan adalah suatu usaha memulihkan kembali, memperbaiki dan
meningkatkan kondisi lahan yang rusak supaya dapat berfungsi secara optimal, baik sebagai
lahan produksi, media pengatur tata air, ataupun sebagai unsur perlindungan alam dan
lingkungannya Rehabilitasi hutan dan lahan atau RHL merupakan bagian dari sistem
pengelolaan hutan dan lahan, yang dilokasikan pada kerangka daerah aliran sungai. Kegiatan
Rehabilitasi ini menempati posisi untuk mengisi kekosongan ketika sistem perlindungan tidak
dapat mengimbangi hasil sitem budidaya lahan dan hutan, sehingga terjadi deforestasi serta
degredasi fungsi hutan dan lahan.Definisi Rehabilitasi Hutan dan Lahan menurut Undang–
Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999, Rehabilitasi Hutan dan Lahan dimaksudkan
untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatan fungsi hutan dan lahan sehingga daya
dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem keidupan tetap terjaga.
Pembagian Kelas kemampuan lahan dibagi menjadi sub-kelas kemampuna lahan.
menggunakan simbol huruf : “e”, “w”, “c” dan “s”.
Pada klasifikasi ini dikenal prioritas penanganan penghambat berdasarkan tingkat
kemudahan penanganannya. Pada kelas yang sama, bilamana mempunyai beberapa penghambat
maka akan dipilih prioritas penghambat yang paling besar. Urutan prioritas penghambat tersebut
adalah (dari yang paling mudah diatasi) e – w – – s – c, e (erosi), w (drainase), s (tanah), c
(iklim)
Jadi apabila hasil klasifikasi dalam satu unit lahan menunjukkan Klas IVe, IVw dan IVs,
maka akan ditetapkan sebagai Klas IVs karena mempunyai jenis penghambat yang paling sulit
ditangani.

Pada prinsipnya klasifikasi kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara memadukan


antara kebutuhan tanaman atau persyaratan tumbuh tanaman dengan karakteristik lahan. Oleh
karena itu klasifikasi ini sering juga disebut species matching. Klas kesesuaian lahan terbagi
menjadi empat tingkat, yaitu : sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3) dan tidak
sesuai (N). Sub Klas pada klasifikasi kesesuaian lahan ini juga mencerminkan jenis penghambat.
Ada tujuh jenis penghambat yang dikenal, yaitu e (erosi), w (drainase), s (tanah), sd (kedalaman
tanah) dan c (iklim). Pada klasifikasi kesesuaian lahan tidak dikenal prioritas penghambat.
Dengan demikian seluruh hambatan yang ada pada suatu unit lahan akan disebutkan semuanya.
Akan tetapi dapat dimengerti bahwa dari hambatan yang disebutkan ada jenis hambatan
yang mudah (seperti a, w, e, g dan sd) atau sebaliknya hambatan yang sulit untuk ditangani (c
dan s). Dengan demikian maka hasil akhir dari klasifikasi ditetapkan berdasarkan Klas terjelek
dengan memberikan seluruh hambatan yang ada. Perubahan klasifikasi menjadi setingkat lebih
baik dimungkinkan terjadi apabila seluruh hambatan yang ada pada unit lahan tersebut dapat
diperbaiki. Untuk itu maka unit lahan yang mempunyai faktor penghambat c atau s sulit untuk
diperbaiki keadaannya

Analisis lahan kritis


Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan relative terhadap bidang datar
yang secara umum dinyatakan dalam persen atau derajat. Kecuraman lereng,panjang lereng dan
bentuk lereng semuanaya akan mempengaruhi besarnya erosi dan aliran permukaan Bentuk
lereng bergantung pada proses erosi juga gerakan tanah dan pelapukan. Leeng merupakan
parameter topografi yang terbagi dalam dua bagian yaitu kemiringan lereng dan beda tinggi
relatif, dimana kedua bagian tersebut besar pengaruhnya terhadap penilaian suatu lahan kritis.
Yang mana akibat dari kemiringan lereng yang sangat berlebihan juga dapat
mengakibatkan erosi Erosi adalah peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah, batuan, dan
partikel lainnya) akibat transportasi angin, air atau es, karakteristik hujan, creep pada tanah dan
material lain di bawah pengaruh gravitasi, atau oleh makhluk hidup semisal hewan yang
membuat liang, dalam hal ini disebut bio-erosi. Erosi tidak sama dengan pelapukan akibat cuaca,
yang mana merupakan proses penghancuran mineral batuan dengan proses kimiawi maupun
fisik, atau gabungan keduanya
Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang akan
menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat lain dari erosi adalah
menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan
meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan
mengakibatkan banjir di sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan
pada akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat tingginya
sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sunga
Maka dengan mencegah tingkatt tingginya erosi yakni dengan tutupan batuan Kondisi
penutupan btuan identik dengan keadaan batuan yang terdapat pada suatu areal. Keadaaan tajuk
batuan baik horizontal maupun vertikal merupakan faktor yang sangat menentukan untuk
mengurangi energi aliran, meningkatkan kekasaran, mengurangi kecepatan aliran permukaan dan
selanjutnya akan mengurangi kemampuan aliran untuk mengikis tanah dan mengangkut sedimen.
Pengolahan tanah adalah proses di mana tanah digemburkan dan dilembekkan dengan
menggunakan bajak ataupun garu yang ditarik dengan berbagai sumber tenaga, seperti tenaga
manusia, tenaga hewan, dan mesin pertanian (traktor). Melalui proses ini, kerak tanah teraduk,
sehingga udara dan cahaya matahari menyentuh tanah lebih dalam dan
meningkatkan kesuburannya. Sekalipun demikian, tanah yang sering digarap sering
menyebabkan kesuburannya berkurang
Pemanfaatan lahan adalah modifikasi yang dilakukan oleh manusia terhadap lingkungan
hidup menjadi lingkungan terbangun seperti lapangan, pertanian, dan permukiman. Pemanfaatan
lahan didefinisikan sebagai "sejumlah pengaturan, aktivitas, dan input yang dilakukan manusia
pada tanah tertentu" Pemanfaatan lahan memiliki efek samping yang buruk seperti pembabatan
hutan, erosi, degradasi tanah, pembentukan gurun, dan peningkatan kadar garam pada tanah
Produktivitas lahan merupakan suatu konsep ekonomi yang ditentukan oleh 3 faktor,
yaitu: (1) sistem pengelolaan tanah, (2) hasil (produksi), dan (3) jenis tanah. Nilai tanah
pertanian sangat tergantung pada nilai produktivitas tanah, semakin produktif, maka nilai tanah
pertanian semakin tinggi. Dalam pengelolaan tanah pertanian ada dua aspek yang perlu
dipertimbangkan,yaitu:(1) Kapasitas (daya dukung) tanah. Setiap jenis tanah yang ditanami oleh
sejenis tanaman mempunyai kemampuan tertentu dalam menerima suatu atau beberapa input
misalnya pupuk dan air agar dapat berproduksi dan menghasilkan keuntungan maksimum.
Hakikat konservasi tanah
A). Konservasi tanah menurut Arsyad (1989), adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai
dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah secara
umum diartikan sebagai penempatan tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan
kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan
agar tidak terjadi kerusakan tanah.
contoh: pembuatan teras
Pembuatan teras Manfaat teras adalah •
Mengurangi kecepatan aliran permukaan sehingga daya kikis terhadap tanah dan erosi diperkecil.
Memperbesar peresapan air ke dalam tanah Menampung dan mengendalikan kecepatan dan arah
aliran permukaan menuju ke tempat yang lebih rendah secara aman.

B). pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah untuk pertanian seefisien
mungkin dan pengaturan waktu aliran air dengan cara meresapkan air ke dalam tanah agar pada
musim hujan tidak terjadi banjir dan pada musim kemarau air untuk kebutuhan hidup masih
tersedia.
contoh: penanaman pohon di pinggir jalan
Penanaman pohon di pinggir jalan bertujuan agar air hujan yang turun dapat dibantu
peresapannya oleh pohon agar air hujan tidak terbuang sia-sia
DAFTAR PUSTAKA

Delita, F. (2016). STUDI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN


SEBELUM DAN SESUDAH GEMPA PADANG 2009 DI KECAMATAN KOTO
TANGAH KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT. JURNAL GEOGRAFI,
8(1).

Edriani, Annisa Fitria, Khairul Amri, and M. Faiz Barchia. ANALISIS TINGKAT EROSI
DAN KEKRITISAN LAHAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI
SUB DAS BENGKULU HILIR DAS AIR BENGKULU. Diss. Universitas Bengkulu.

Pirngadie, Budi Heri, and Dosen PWK Unpas. kAJIAN KETERKAITAN PERUBAHAN GUNA
LAHAN DAN POLA PEMANFAATAN RUANG TERHADAP LAHAN KRITIS DALAM
RANGKA USULANKONSERVASI LAHAN DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI
CISANGKUY. Diss. Fakultas Teknik Unpas, 2010.

Anda mungkin juga menyukai