Dasar Hukum:
Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2009 Tanggal 5 Mei 2009 tentang Penyertaan Modal
Negara Republik Indonesia Untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) Di bidang
Penjaminan Infrastruktur (“PP No. 35 Tahun 2009”).
Peraturan Pemerintah No. 88 Tahun 2010 Tanggal 27 Desember 2010 tentang Penambahan
Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke Dalam Modal Saham Perusahaan
Perseroan (Persero) PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (“PPI”) (“PP No. 88 Tahun
2010”)
Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2011 Tanggal 22 Desember 2011 tentang Penambahan
Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke Dalam Modal Saham Perusahaan
Perseroan (Persero) PT PII (“PP No. 55 Tahun 2011”)
Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2012 Tanggal 10 Agustus 2012 tentang Penambahan
Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke Dalam Modal Saham Perusahaan
Perseroan (Persero) PT PII (“PP No. 55 Tahun 2011”)
Ketentuan:
2. Maksud dan tujuan penyertaan modal negara untuk pendirian PII adalah untuk memberikan
penjaminan pada proyek kerjasama Pemerintah dan badan usaha di bidang infrastruktur.
(Pasal 2 PP No. 35 Tahun 2009)
3. Menteri Keuangan selaku pemegang saham atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
tidak melimpahkan kedudukan, tugas, dan kewenangan kepada Menteri Negara Badan
Usaha Milik Negara. (Pasal 4 PP No. 35 Tahun 2009)
Rp 1.000.000.000.000 (Pasal 3 ayat 2 PP No. 35 Tahun 2009) berasal dari APBN 2009
1
Kegiatan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha
Dasar Hukum:
Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 Tanggal 21 Desember 2010 tentang Penjaminan
Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang Dilakukan
melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (“Perpres 78/2010”).
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 260/PMK.011/2010 Tanggal 31 Desember 2010
tentang Petunjuk Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha (“PMK 206/2010”)
Ketentuan:
c. Perjanjian Penjaminan adalah kesepakatan tertulis yang berisi hak dan kewajiban antara
Penjamin dan Penerima Jaminan dalam rangka Penjaminan Infrastruktur. (Pasal 1 ayat
12 Perpres 78/2010)
e. Perjanjian Penjaminan Pemerintah adalah kesepakatan tertulis yang memuat hak dan
kewajiban antara Pemerintah selaku Penjamin dan Penerima Jaminan dalam rangka
Penjaminan Infrastruktur (Pasal 1 ayat 7 PMK 206/2010)
f. Penjaminan BUPI adalah Penjaminan yang dilakukan oleh BUPI. (Pasal 1 ayat 5 PMK
206/2010)
2
g. Perjanjian Penjaminan BUPI adalah kesepakatan tertulis yang memuat hak dan
kewajiban antara BUPI selaku Penjamin dan Penerima Jaminan dalam rangka
Penjaminan Infrastruktur (Pasal 1 ayat 8 PMK 206/2010)
i. Perjanjian Penjaminan Bersama adalah kesepakatan tertulis yang memuat hak dan
kewajiban Pemerintah dan BUPI yang bersama-sama bertindak selaku Penjamin atas
Resiko Infrastruktur yang sama dan Penerima Jaminan dalam rangka Penjaminan
Infrastruktur terhadap Proyek Kerjasama sebagaimana ketentuan peralihan Pasal 24
Perpres 78/2010 (Pasal 1 ayat 9 PMK 206/2010)
“Terhadap Usulan Penjaminan dari Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama yang
telah disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk Proyek Kerja Sama yang telah
dimulai pengadaannya sebelum diterbitkannya Peraturan Presiden ini, Usulan
Penjaminan dimaksud dapat dialihkan prosesnya oleh Menteri Keuangan kepada
Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur agar dapat ditindaklanjuti dan diupayakan
pelaksanaannya oleh Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur sesuai dengan
tugasnya berdasarkan Peraturan Presiden ini.”
j. Perjanjian Kerjasama adalah Kesepakatan tertulis yang memuat hak dan kewajiban
antara PJPK dan Badan Usaha dalam rangka melaksanakan Proyek Kerjasama. (Pasal 1
ayat 12 Perpres 78/2010)
m. Masa Operasional Kerjasama adalah masa sejak tanggal dimulainya operasi komersial
hingga tangal berakhirnya Perjanjian Kerjasama sebagaimana ditntukan dalam
Perjanjian Kerjasama. (Pasal 1 ayat 18 Perpres 78/2010)
n. Regres adalah hak penjamin untuk menagih PJPK atas apa yang telah dibayarkannya
kepada Penerima Jaminan dalam rangka memenuhi Kewajiban Finansial PJPK dengan
3
memperhitungkan nilai waktu dari uang yang dibayarkan tersebut (time value of money)
(Pasal 1 ayat 20 Perpres 78/2010)
2. Bentuk Penjaminan Infrastruktur pada Proyek Kerjasama terdiri dari: (Pasal 2 PMK
206/2010)
3. Penjaminan Infrastruktur pada Proyek Kerjasama dilakukan dengan cara : (Pasal 3 PMK
206/2010)
a. Penjaminan hanya oleh BUPI yang dapat mencakup seluruh atau sebagian Resiko
Infrastruktur dalam satu Proyek Kerjasama; atau
b. Penjaminan BUPI bersama-sama dengan Pemerintah untuk Resiko Infrastruktur yang
berbeda dalam satu Proyek Kerjasama (Penjaminan BUPI dengan Pemerintah) yang
didasarkan kepada suatu pebagian Risiko Infrastruktur antara BUPI dengan Menteri
Keuangan.
4. Dalam rangka mitigasi resiko keuangan negara sesuai dengan mekanisme pengendalian dan
pengelolahan resiko keuangan negara (ring fencing), pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur
diusahakan seoptimal mungkin dengan cara Penjaminan BUPI sebagaimana dimaksud pada
ketentuan No. 3 poin a daripada No. 3 poin b (Pasal 4 ayat 1 PMK 206/2010)
a. kerjasama antara BUPI dengan lembaga keuangan miltilateral atau pihak lain yang
memiliki maksud dan tujuan yang sejenis;
b. upaya terencana untuk mencukupi kekayaan BUPI melalui tambahan penyertaan modal
negara sesuai dengan mekanisme APBN.
6. Penjaminan Infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam ketentuan No. 3 poin b hanya dapat
dilakukan dalam kondisi: (Pasal 5 PMK 206/2010)
a. kekayaan yang dimiliki BUPI tidak mencukupi untuk melakukan penjaminan sesuai
dengan Usulan Penjaminan, namun penjaminan tersebut berdasarkan evaluasi BUPI
perlu dilakukan demi tercapainya tujuan Penjaminan Infrastruktur;
b. tidak terdapat kerja sama dengan lembaga keuangan multilateral atau pihak lain yang
memiliki maksud dan tujuan yang sejenis, atau dalam hal terdapat kerja sama, fasilitas
yang tersedia di dalamnya tidak mencukupi, tidak memadai atau tidak sesuai untuk
mendukung pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dengan cara sebagaimana ketentuan
No. 5 poin a; atau
4
c. upaya untuk memenuhi kecukupan kekayaan BUPI melalui tambahan penyertaan modal
negara sesuai dengan mekanisme APBN belum dapat dilakukan, sedangkan pengadaan
Badan Usaha dalam Proyek Kerjasama yang diusulkan dalam Usulan Penjaminan sudah
tidak dapat ditunda lagi pelaksanaanya.
8. Dalam rangka melaksanakan prinsip pengendalian dan pengelolaan resiko keuangan negara,
seluruh rangkaian proses Penjaminan Infrastruktur dilakukan melalui mekanisme satu
pelaksana oleh BUPI (Single Window Policy). Dimana proses Penjaminan Infrastruktur
meliputi: (Pasal 6 PMK 206/2010)
5
iii. pemeriksaan klaim berdasarkan Perjanjian BUPI atau Perjanjian Penjaminan
Pemerintah untuk memastikan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
No. 42;
iv. pelaksanaan pembayaran berdasarkan Perjanjian Penjaminan BUPI;
v. penyampaian surat pemberitahuan bayar kepada Menteri Keuangan berdasarkan
Perjanjian Penjaminan Pemerintah;
vi. pelaksanaan Regres.
9. Dalam rangka melaksanakan Mekanisme Satu Pelaksana dan proses pemberian jaminan
sebagaimana ketentuan No. 8 poin a BUPI memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
(Pasal 7 ayat 1 PMK 206/2010)
10. Dalam rangka melaksanakan Mekanisme Satu Pelaksana dan sehubungan dengan proses
klaim dan pembayaran sebagaimana ketentuan No. 8 poin b BUPI memiliki tugas dan
wewenang sebagai berikut: (Pasal 7 ayat 2 PMK 206/2010)
6
11. Penandatanganan Perjanjian Penjaminan Pemerintah dilakukan oleh Menteri Keuangan c.q.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan Menteri Keuangan dapat memberikan kuasa
kepada BUPI untuk menandatangani Perjanjian Penjaminan Pemerintah. (Pasal 8 PMK
206/2010)
12. Penjaminan Infrastruktur dilakukan pada Proyek Kerjasama yang telah memenuhi
kelayakan dari segi teknis maupun finansial. (Pasal 9 PMK 206/2010)
13. Resiko Infrastruktur yang dapat diberikan Penjaminan Infrastruktur adalah Resiko
Infrastruktur yang: (Pasal 10 ayat 1 PMK 206/2010)
a. terjadinya diakibatkan oleh tindakan atau tiadanya tindakan PJPK atau Pemerintah selain
PJPK dalam hal-hal yang menurut hukum atau peraturan perundang-undangan PJPK
atau Pemerintah selain PJPK memiliki kewenangan atau otoritas untuk melakukan
tindakan tersebut;
b. diakibatkan oleh kebijakan PJPK atau Pemerintah selain PJPK;
c. diakibatkan oleh keputusan sepihak dari PJPK atau Pemerintah selain PJPK;
d. diakibatkan oleh ketidakmampuan PJPK dalam melaksanakan suatu kewajiban yang
ditentukan kepadanya oleh Badan Usaha berdsarkan Perjanjian Kerjasama (Breach of
Contract).
14. Keputusan BUPI mengenai Resiko Infrastruktur yang akan diberikan Penjaminan
Infrastruktur didasarkan pada analisa BUPI mengenai tersedianya distribusi Resiko
Infrastruktur yang sesuai dalam Perjanjian Kerjasama berdasarkan prinsip alokasi resiko
yaitu distribusi Risiko Infrastuktur kepada pihak yang paling mampu mengelola,
mengendalikan atau mencegah terjadinya Risiko Infrastruktur, atau menyerap Risiko
Infrastruktur. (Pasal 10 ayat 2 PMK 206/2010)
15. BUPI menerbitkan acuan mengenai kategori Resiko Infrastruktur yang berbasis pada
peristiwa sebagaimana ketentuan No. 13 dan ketersediaan distribusi Resiko Infrastruktur
yang sesuai pada Perjanjian Kerjasama berdasarkan prinsip Alokasi Resiko. (Pasal 11 ayat 1
PMK 206/2010)
16. Acuan kategori Resiko Infrastruktur yang diterbitkan BUPI merupakan: (Pasal 11 ayat 2
PMK 206/2010)
17. Acuan kategori Resiko Infrastruktur pertama kali diterbitkan paling lama 3 bulan setelah 31
Desember 2010 dan ditinjau secara berkala paling kurang sekali dalam jangka waktu 12
bulan dan dalam penyusunan dan peninjauan berkala acuan kategori Resiko Infrastruktur,
7
BUPI meminta masukan dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian/Lembaga, Pemerintah
Daerah, lembaga multilateral dan pihak-pihak lain yang mempunyai kompetensi di bidang
resiko Infrastruktur. (Pasal 11 ayat 3 dan 4 PMK 206/2010)
18. Penjaminan Infrastruktur diberikan terhadap resiko infrastruktur yang : (Pasal 4 Perpres
78/2010)
a. lebih mampu dikendalikan, dikelola atau dicegah terjadinya, atau diserap oleh PJPK
daripada Badan Usaha;
b. bersumber (risk factor) dari PJPK; dan/atau
c. bersumber (risk factor) Pemerintah selain PJPK.
19. Penjaminan Infrastruktur diberikan sepanjang Perjanjian kerja Sama dalam rangka
melaksanakan Proyek Kerja Sama memuat paling kurang ketentuan-ketentuan mengenai:
(Pasal 5 ayat 1 Perpres 78/2010)
a. pembagian Resiko Infrastruktur antara kedua belah pihak sesuai dengan Alokasi Resiko;
b. upaya mitigasi yang relevan dari kedua belah pihak untuk mencegah terjadinya resiko
dan mengurangi dampaknya apabila terjadi;
c. jumlah Kewajiban Finansial PJPK dalam hal resiko infrastruktur yang menjadi tanggung
jawab PJPK terjadi atau cara perhitungan untk menentukan jumlah Kewajiban Finansial
PJPK dalam hal jumlah tersebut belum dapat ditentukan pada saat Perjanjian Kerjasama
ditandatangani;
d. jangka waktu yang cukup untuk melaksanakan Kewajiban Finansial PJPK termasuk
masa tenggang (grace period);
e. prosedur yang wajar untuk menentukan kapan PJPK telah berada dalam keadaan tidak
sanggup untuk melaksanakan Kewajiban Finansial PJPK;
f. prosedur penyelsaian perselisihan yang mungkin timbul antara PJPK dan Badan Usaha
sehubungan pelaksanaan Kewajiban Finasial PJPK yang diprioritaskan melalui
mekanisme alternatif penyelsaian sengketa dan/atau lembaga arbitrase;
g. hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia;
20. Penjaminan Infrastruktur diberikan sepanjang PJPK sanggup: (Pasal 5 ayat 2 Perpres
78/2010)
8
21. Penjaminan Infrastruktur diberikan sesuai dengan kecukupan modal BUPI. (Pasal 5 ayat 3
Perpres 78/2010)
22. Penjamin Infrastruktur dilakukan berdasarkan Usulan Penjaminan yag disampaikan oleh
PJPK kepada BUPI sebelum dimulainya pelaksanaan pengadaan Badan Usaha. (Pasal 6 ayat
1 Perpres 78/2010)
23. Usulan Penjaminan berisi paling kurang: (Pasal 6 ayat 2 Perpres 78/2010)
a. uraian lengkap mengenai rencana pembagian resiko berdasarkan alokasi resiko antara
PJPK dan Badan Usaha yang dituangkan dalam Perjanjian Kerja Sama;
b. uraian lengkap mengenai Dukungan Pemerintah yang akan diberikan pada Proyek Kerja
sama bila ada;
c. cakupan penjaminan yang diusulkan meliputi:
24. Usulan Penjaminan dilampiri paling kurang: (Pasal 6 ayat 3 Perpres 78/2010)
25. Untuk menerima atau menolak Usulan Penjaminan, BUPI wajib melakukan evaluasi
terhadap Usulan Penjaminan (Pasal 7 ayat 1 Perpres 78/2010)
26. Dalam rangka melakukan evaluasi, BUPI dapat meminta PJPK untuk: (Pasal 7 ayat 2
Perpres 78/2010)
a. melengkapi dokumen, data dan keterangan lainnya yang berkaitan dengan Usulan
Penjaminan;
b. merevisi Usulan Penjaminan dan/atau ketentuan tertentu dalam rancangan Perjanjian
Kerja Sama agar sesuai dengan cakupan penjaminan yang diusulkan oleh PJPK atau
yang mampu diberikan oleh Penjamin; atau
c. memperbaiki kelayakan teknis dan finansial Proyek Kerja Sama.
27. Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur menerima Usulan Penjaminan setelah hasil evaluasi
menunjukan bahwa: (Pasal 7 ayat 3 Perpres 78/2010)
9
a. Usulan Penjaminan trelah disampaikan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan Perpres
78/2010;
b. Proyek Kerja Sama telah memenuhi kelayakan baik secara teknis maupun finansial;
c. rancangan Perjanjian Kerja Sama yang dilampirkan dalam Usulan Penjaminan telah
memuat ketentuan No. 19;
d. nilai cakupan penjaminan yang diusulkan tidak mengakibatkan BUPI melampaui
kecukupan modalnya.
28. Apabila hasil evaluasi sebagaimana ketentuan No. 27 poin a,b dan c tidak terpenuhi BUPI
menolak Usulan Penjaminan. (Pasal 7 ayat 4 Perpres 78/2010)
29. Apabila hasil evaluasi hanya tidak memenuhi ketentuan No. 27 poin d maka Menteri
Keuangan dapat ikut serta melaksanakan penjaminan berdasarkan pembagian resiko. (Pasal
7 ayat 5 Perpres 78/2010)
30. Agar Menteri Keuangan dapat ikut serta melaksanakan penjaminan, BUPI terlebih dahulu
harus: (Pasal 7 ayat 6 Perpres 78/2010)
31. Dalam hal penerusan Usulan Penjaminan yang diteruskan kepada Menteri Keuangan
disetujui, dana kontijensi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Penjaminan Pemerintah dapat
dialokasikan melalui mekanisme APBN. (Pasal 13 PMK 206/2010)
32. Penerima Jaminan dapat mengajukan klaim berdasarkan Penjaminan Pemerintah apabila
telah memenuhi ketentuan No. 41 dan diajukan kepada BUPI. (Pasal 16 PMK 206/2010)
33. Sesuai dengan kewenangannya BUPI melakukan pemeriksaan atas klaim yang diajukan oleh
Penerima Jaminan untuk memastikan:
a. kesuaian antara klaim dengan cakupan penjaminan yang telah disetujui berdasarkan
perjanjian penjaminan; dan
b. tidak ada perselisihan antara PJPK dan Penerima Jaminan mengenai tagihan yang
diajukan oleh Penerima Jaminan kepada PJPK.
Hasil pemeriksaan atas klaim yang diajukan oleh Penerima Jaminan dituangkan oleh BUPI
dalam berita acara pemeriksaan yang ditandatanganin oleh BUPI dan Penerima Jaminan.
(Pasal 17 PMK 206/2010)
10
34. BUPI menyampaikan berita acara pemeriksaan klaim dan surat pemberitahuan bayar keapda
Menteri Keuangan apabila hasil pemeriksaan menunjukan kondisi sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan No. 33 poin a dan b terpenuhi. (Pasal 18 PMK 206/2010)
35. Berdasarkan surat pemberitahuan bayar dari BUPI, pejabat pembuat surat permintaan
pembayaran mengajukan surat permintaan pembayaran kepada pejabat penerbit surat
perintah membayar dengan melampirkan: (Pasal 19 ayat 1 PMK 206/2010)
36. Berdasarkan surat permintaan pembayaran, pejabat penerbit surat perintah membayar
menerbitkan surat perintah membayar dan menyampaikan kepada Direktur Jenderal
Perbendaharaan c.q. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Jakarta II dengan lampiran:
(Pasal 19 ayat 2 PMK 206/2010)
Berdasarkan peneribitan surat perintah membayar oleh pejabat penerbit surat perintah
membayar, Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara Jakarta II menerbitkan surat perintah pencairan dana untuk rekening Penerima
Jaminan
37. Setelah BUPI menerima Usulan Penjaminan maka BUPI mengeluarkan Pernyataan
Kesediaan yang memuat informasi mengenai cakupan penjaminan sebagaimana ketentuan
No. 23 poin c. (Pasal 8 Perpres 78/2010)
38. Pernyataan Kesediaan dicantumkan oleh PJPK dalam dokumen pengadaan Badan Usaha
dan tidak menimbulkan akibat hukum apapun kepada BUPI sebelum ditandatanganinya
Perjanjian Penjaminan. (Pasal 9 Perpres 78/2010)
39. Perjanjian Penjaminan ditandatangani BUPI sebagai Penjamin dengan Badan Usaha sebagai
Penerima Jaminan, apda saat yang bersamaan dengan atau setelah Penandatangan Perjanjian
Kerja Sama. (Pasal 10 ayat 1 Perpres 78/2010)
40. Perjanjian Penjaminan paling kurang memuat ketentuan mengenai: (Pasal 10 ayat 2 Perpres
78/2010)
11
d. hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia.
41. Penerima Jaminan mengajukan klaim kepada Penjamin apabila: (Pasal 11 Perpres 78/2010)
a. Penerima Jaminan telah menerima pemberitahuan dari Penjamin bahwa PJPK telah
mengakui ketidaksanggupannya untuk melaksanakan Kewajiban Finansial PJPK
sebelum lewatnya waktu yang ditentukan dalam Perjanjian kerja Sama; atau
b. dalam jangka waktu yang ditentukan untuk pelaksanaan Kewajiban PJPK berdasarkan
Perjanjian Kerja Sama, PJPK tidak membayar tagihan yang diajukan oleh enerima
Jaminan.
42. Penjamin memeriksa klaim yang diajukan oleh Penerima Jaminan untuk memastikan: (Pasal
12 Perpres 78/2010)
a. kesesuaian antara klaim terebut dengan cakupan penjaminan yang telah disetujui
berdasarkan Perjanjian Penjaminan; dan
b. tidak ada perselisihan antara PJPK dan Penerima Jaminan mengenai tagihan yang
diajukan oleh Penerima Jaminan kepada PJPK.
43. Penjamin melaksanakan kewajibannya kepada Penerima Jaminan setelah hasil verifikasi
menunjukan bahwa kondisi sebagaimana ketentuan No. 42 terpenuhi. (Pasal 13 Perpres
78/2010)
44. Dalam hal terjadi perselisihan antara PJPK dengan Penerima Jaminan sehubu gan dengan
tagihan yang diajukan oleh penerima Jaminan kepada PJPK, penyelsaian dilakukan dengan
cara yang disepakati oleh kedua belah pihak dan keputusan penyelsaian perselisihan
menjadi dasar Penjamin untuk melaksanakan kewajiban Penjamin. (Pasal 14 Perpres
78/2010)
45. Dalam hal Penjamin telah melaksanakan kewajibannya kepada Penerima Jaminan
berdasarkan Perjanjian Penjaminan, maka PJPK berkewajiban memenuhi Regres. (Pasal 15
ayat 1 Perpres 78/2010)
46. Dalam hal PJPK adalah Menteri/Kepala Lembaga, pemenuhan Regres dilakukan melalui
mekanisme APBN dan diatur lebih lanjut dalam PMK 206/2010. (Pasal 15 ayat 2 Perpres
78/2010)
47. Komitmen PJPK dalam rangka pemenuhan Regres harus dituangkan dalam perjanjian
Regres. Dimana perjanjian Regres dibedakan antara perjanjian Regres BUPI dan perjanjian
Regres Pemerintah. (Pasal 21 ayat 1 dan 2 PMK 206/2010)
48. Perjanjian Regres BUPI mengatur paling kurang: (Pasal 21 ayat 3 PMK 206/2010)
12
a. syarat dan ketentuan mengenai penyelsaian Regres paling kurang mengenai jangka
waktu penyelsaian dan termin pembayaran;
b. prosedur penyelsaian sengketa yang mungkin timbul antara BUPI dan PJPK sehubungan
dengan pelaksanaan perjanjian Regres melalui mekansime alternatif penyelsaian
sengketa dan/atau lembaga arbitrase.
49. Dalam hal PJPK adalah Kepala Daerah, pemenuhan Regres dilakukan melalui mekanisme
APBD. (Pasal 15 ayat 3 Perpres 78/2010)
50. Dalam hal PJPK adalah BUMN/BUMD, pemenuhan Regres, dilakukan dengan mekanisme
korporasi berdasarkan peraturan perundang-undangan. (Pasal 15 ayat 4 Perpres 78/2010)
51. Apabila Pemerintah telah menerima surat pemberitahuan bayar dan menyelsaikan
kewajibannya kepada Penerima Jaminan berdasarkan Penjaminan Pemerintah, Direktorat
Jenderal Perbendaharaan segera menyampaikan surat pemberitahuan pelaksanaan Regres
kepada PJPK berdasarkan perjanjian Regres Pemerintah yang memuat: (Pasal 22 PMK
206/2010)
a. informasi mengenai jumlah pokok Regres, yakni jumlah total pembayaran Kewajiban
Finansial PJPK yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan kepada
Penerima Jaminan berdasarkan Perjanjian Penjaminan Pemerintah;
b. penerapan syarat dan ketentuan penyelsaian Regres yang berisi paling kurang mengenai
jangka waktu penyelsaian dan termin pembayaran;
c. informasi mengenai jumlah nilai waktu dari uang (time value of money);
d. jangka waktu untuk memberikan konfirmasi atas surat pemberitahuan pelaksanaan
Regres.
52. Dalam hal PJPK tidak memberikan konfirmasi sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan
dalam surat pemberitahuan pelaksanaan Regres, Direktorat Jenderal Perbendaharaan segera
menyampaikan surat pemberitahuan perundingan kepada PJPK untuk membahas mengenai
syarat dan ketentuan penyelsaian Regres yang dapat diterima oleh kedua belah pihak
kemudian hasil perundingan dituangkan kedua belah pihak dalam Perjanjian Penyelsaian
Regres dan PJPK wajib melaksanakan pembayaran Regres kepada Direktorat Jenderal
Perbendaharaan sesuai dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam Perjanjian
Penyelsaian Regres. (Pasal 23 PMK 206/2010)
53. Dalam Perjanjian Penyelsaian Regres dapat diatur mengenai konversi Regres dengan
kewajiban finasial yang dimiliki Menteri Keuangan terhadap PJPK sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 24 PMK 206/2010)
54. Ketentuan No. 51 sampai dengan No. 54 hanya berlaku terhadap BUMN/BUMD dan kepala
Daerah selaku PJPK dan tidak berlaku terhadap Menteri/kepala Lembaga selaku PJPK.
(Pasal 25 PMK 206/2010)
13
55. Apabila BUPI telah menyelsaikan kewajiban terhadap Penerima Jaminan berdasarkan
Perjanjian Penjaminan BUPI, BUPI segera menyampaikan surat pemberitahuan pelaksanaan
Regres kepada PJPK berdasarkan Perjanjian Regres. Dimana sura pemberitahuan Regres
memuat: (Pasal 26 PMK 206/2010)
a. informasi mengenai jumlah pokok Regres, yakni jumlah total pembayaran Kewajiban
Finansial PJPK yang dilakukan oleh BUPI kepada Penerima Jaminan berdasarkan
Perjanjian Penjaminan BUPI;
b. penerapan syarat dan ketentuan penyelsaian Regres yang berisi paling kurang mengenai
jangka waktu penyelsaian dan termin pembayaran;
c. informasi mengenai jumlah nilai waktu dari uang (time value of money);
d. jangka waktu untuk memberikan konfirmasi atas surat pemberitahuan pelaksanaan
Regres.
56. Dalam hal PJPK tidak memberikan konfirmasi sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan
dalam surat pemberitahuan pelaksanaan Regres, BUPI segera menyampaikan surat
pemberitahuan perundingan kepada PJPK untuk membahas mengenai syarat dan ketentuan
penyelsaian Regres yang dapat diterima oleh kedua belah pihak kemudian hasil perundingan
dituangkan kedua belah pihak dalam Perjanjian Penyelsaian Regres dan PJPK wajib
melaksanakan pembayaran Regres kepada BUPI sesuai dengan syarat dan ketentuan yang
tercantum dalam Perjanjian Penyelsaian Regres. (Pasal 27 PMK 206/2010)
57. Dalam hal PJPK tidak menanggapi surat pemberitahuan perundingan atau dalam hal
perundingan yang dilakukan oleh BUPI dengan PJPK untuk menyepakati syarat dan
ketentuan penyelsaian Regres gagal menghasilkan kesepakatan, BUPI menyelsaikan
persoalan tersebut sesuai dengan mekanisme penyelsaian sengketa yang diatur dalam
perjanjian Regres dan PJPK melaksankan pembayaran kepada BUPI sesuai dengan
keputusan lembaga penyelsaian dan apabila Menteri/Kepala Lembaga selaku PJPK tidak
memenuhi Regres berdasarkan keputusan lembaga penyelsaian sengketa, BUPI dapat
mengajukan tagihan berdasarkan keputusan lembaga penyelsaian sengketa kepada Menteri
Keuangan. (Pasal 28 PMK 206/2010)
58. BUPI dapat mengusulkan kepada Menteri Keuangan untuk mengambil alih hak yang
dimilikinya terhadap PJPK berdasarkan Perjanjian Penyelsaian Regres atau keputusan
lembaga penyelsaian sengketa. (Pasal 30 ayat 1 PMK 206/2010)
59. Usulan BUPI kepada Menteri Keuangan untuk mengambil alih hak yang dimiliki BUPI
terhadap PJPK tidak dapat dilakukan dalam hal hak yang dimiliki BUPI berdasarkan
Perjanjian Penyelsaian Regres atau keputusan lembaga penyelsaian sengketa tertuju kepada
Menteri/Kepala Lembaga selaku PJPK. (Pasal 30 ayat 2 PMK 206/2010)
60. Apabila usulan kepada Menteri Keuangan untuk mengambil alih hak yang dimiliki BUPI
terhadap PJPK disetujui, Menteri Keuangan akan menggantikan kedudukan BUPI dan
14
memiliki segala hak yang semula dimiliki BUPI berdasarkan Perjanjian Penyelsaian Regres
atau keputusan lembaga penyelsaian sengketa. (Pasal 31 ayat 1 PMK 206/2010)
61. Hak yang dimiliki oleh Menteri Keuangan terhadap PJPK setelah terjadinya pengalihan hak
dapat dikonversikan dengan kewajiban finansial yang dimiliknya terhadap PJPK sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 31 ayat 2 PMK 206/2010)
62. Atas Penjaminan Infrastruktur yang diberikan, BUPI dapat mengenakan imbal jasa
penjaminan dimana nilai imbal jasa yang akan dikenakan dapat mempertimbangkan: (Pasal
16 Perpres 78/2010)
a. nilai kompensasi finansial dari jenis Risiko Infrastruktur yang akan dijamin;
b. biaya yang akan dikeluarkan untuk memberikan jaminan;
c. margin keuntungan yang wajar.
63. dalam rangka melaksanakan tugas khusus untuk melaksanakan Penjaminan Infrastruktur,
BUPI harus memiliki kecukupan modal, independensi, slovabilitas, dan manajemen yang
kredibel sehingga memungkinkan untuk memiliki peringkat yang lebih tinggi daripada
peringkat pemerintah (sovereign rating) atau sama dengan peringkat investasi (investment
grade). (Pasal 17 Perpres 78/2010)
64. dalam rangka meningkatkan kredibilitas Penjaminan Infrstruktur, BUPI: (Pasal 18 ayat 1
Perpres 78/2010)
a. wajib melaksanakan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance) dan sesuai peraturan perundang-undangan;
b. melakukan kerja sama dengan lembaga keuangan multilateral atau pihak lain yang
memiliki maksud dan tujuan yang sejenis.
65. dalam hal kerja sama sebagaimana dimaksud dalam ketentuan No. 64 poin b memerlukan
jaminan pemerintah, Menteri Keuangan dapat memberikan counter guarantee kepada
lembaga keuangan multilateral atau pihak lain yang memiliki maksud dan tujuan yang
sejenis dan kewajiban kontijensi yang timbul dilaporkan dalam APBN. (Pasal 18 ayat 2 dan
3 Perpres 78/2010)
67. Dalam hal BUPI melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan multilateral atau pihak
lain yangmaksud dan tujuan sejenis yang memerlukan jaminan pemerintah (counter
guarantee), BUPI mengajukan usulan kerjasama kepada Menteri Keuangan c.q. Init
Pengelola Resiko Fiskal. (Pasal 34 ayat 1 PMK 206/2010)
15
68. Usulan kerjasama berisi paling kurang: (Pasal 34 ayat 2 PMK 206/2010)
a. syarat dan ketentuan perjanjian kerjasama antara BUPI dan lembaga keuangan
multilateral;
b. syarat dan ketentuan counter guarantee.
70. Dalam hal BUPI melakukan kerjasama penjaminan dengan lembaga keuangan multilateral
atau pihak lain yang memiliki maksud dan tujuan sejenis terhadap satu Proyek Kerjasama,
berdasarkan usulan kerjasama yang disetujui oleh Menteri Keuangan, BUPI mengajukan
usulan pemberian counter guarantee kepada Menteri Keuangan. (Pasal 35 ayat 1 PMK
206/2010)
71. Usulan pemberian counter guarantee paling kurang dilampiri: (Pasal 35 ayat 2 PMK
206/2010)
Unit Pengelola Resiko Fiskal melakukan evaluasi dan verifikasi terhadap usulan pemberian
counter guarantee.
72. Menteri Keuangan memberikan counter guarantee apabila: (Pasal 35 ayat 4 PMK
206/2010)
73. Ketentuan No. 71 poin b hanya berlaku terhadap BUMN/BUMD dan kepala daerah selaku
PJPK dan tidak berlaku terhadap Menteri/Kepala Lembaga selaku PJPK. (Pasal 35 ayat 5
PMK 206/2010)
16
74. Lembaga keuangan multilateral atau pihak lain yang memiliki maksud dan tujuan sejenis
dapat mengajukan tagihan penggantian pembayaran klaim berdasarkan counter guarantee
yang disetujui oleh Menteri Keuangan dengan cara menyampaikan tagihan penggantian
pembayaran klaim kepada Menteri Keuangan apabila telah melakukan pembayaran klaim
kepada pihak yang dijaminnya atas pemenuhan kewajiban PJPK berdasarkan Perjanjian
Kerjasama untuk Resiko Infrastruktur tertentu. (Pasal 36 PMK 206/2010)
75. dana Penjaminan Infrastruktur bersumber dari seluruh kekayaan yang dimiliki oleh BUPI
yang bersumber dari penyertaan modal Negara Republik Indonesia. (Pasal 19 ayat 1 dan 2
Perpres 78/2010)
76. dalam melakukan kegiatannya, BUPI dapat mengupayakan pendanaan yang berasal dari:
(Pasal 19 ayat 4 Perpres 78/2010)
a. hasil usaha;
b. hibah;
c. pinjaman; dan
d. penyertaan modal pihak ketiga.
77. Menteri Keuangan menetapkan ketentuan mengenai kecukupan modal dari BUPI dan
meninjau kembali rasio kecukupan modal tersebut selambat-lambatnya setiap 2 tahun,
dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan program nasional percepatan
penyediaan infrastruktur atau usulan BUPI. (Pasal 21 Perpres 78/2010)
78. dalam rangka pembinaan dan pengawasan, BUPI wajib menyampaikan: (Pasal 23 Perpres
78/2010)
17